Uji Daya Hasil Lanjutan Kedelai (Glycine max (L

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman
Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu
akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji
yang muncul di sekitar mesofil. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam,
yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang.
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia
kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai
daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh setelah
masa perkecambahan. Hipokotil dan dua keping kotiledon kedelai yang masih
melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah (Adisarwanto, 2007).
Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri, yakni kepala putik
diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama (Poehlman, 1996). Saat
pembungaan, kedelai membutuhkan periode gelap lebih lama daripada periode
terang karena kedelai merupakan tanaman hari pendek yang sensitif terhadap lama
penyinaran (Liu, 1997). Pertumbuhan tanaman kedelai dikelompokkan menjadi
determinate dan indeterminate. Pertumbuhan tinggi pada tanaman determinate
berhenti saat tanaman mulai berbunga dan diameter batang terus meningkat
sehingga tanaman determinate biasanya memiliki ketebalan batang yang relatif
seragam. Sementara itu, pertumbuhan panjang batang pada tanaman indeterminate
terus tumbuh selama periode perkembangan polong dan bahkan tinggi tanaman
dapat menjadi dua kali lipat setelah berbunga (Hinson dan Hartwig, 1982).
Menurut Hidajat (1985), tanaman kedelai mempunyai dua periode tumbuh,
yaitu periode vegetatif dan periode reproduktif. Periode vegetatif adalah periode
tumbuh dari mulai munculnya tanaman di permukaan tanah sampai terbentuk
bunga pertama. Periode reproduktif merupakan periode di mana kuncup-kuncup
ketiak daun berkembang membentuk kelompok-kelompok bunga. Hampir seluruh
kuncup ketiak daun bagian atas batang berkembang menjadi bunga. Kuncupkuncup ketiak daun bagian bawah batang berkembang menjadi cabang atau bunga
atau tidak berkembang sama sekali. Terdapat tingkatan-tingkatan perkembangan
vegetatif dan generatif pada tanaman kedelai yang diuraikan pada tabel di bawah
ini.
Tabel 1. Stadia Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai
Stadium
Tingkatan Stadium
Uraian
VE
Stadium pemunculan
Kotiledon muncul dari dalam tanah
Vc
Stadium kotiledon
Daun unifoliat berkembang
V1
Stadium buku pertama
Daun terurai pada buku unifoliat
V2
Stadium buku kedua
Daun trifoliate yang terurai penuh pada
buku di atas buku unifoliat
V3
Stadium buku ketiga
Tiga buah buku pada batang utama
dengan daun terurai penuh
Vn
Stadium buku ke-n
n buku pada batang utama dengan daun
terurai penuh
Tabel 2. Stadia Pertumbuhan Generatif Tanaman Kedelai
Stadium
Tingkatan Stadium
Uraian
R1
Mulai berbunga
Bunga pertama muncul pada buku manapun
di batang utama
R2
Berbunga penuh
Bunga terbuka pada salah satu dari dua
buku teratas pada batang utama dengan
daun terbuka penuh
R3
Mulai berpolong
Polong sepanjang 5 mm pada salah satu dari
4 buku teratas pada batang utama dengan
daun terbuka penuh
R4
Berpolong penuh
Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari
4 buku teratas pada batang utama dengan
daun terbuka penuh
R5
Mulai berbiji
Biji sebesar 3 mm dalam polong di salah
satu dari 4 buku teratas dengan daun
terbuka penuh
Tabel 2. Stadia Pertumbuhan Generatif Tanaman Kedelai (Lanjutan)
R6
Berbiji penuh
Polong berisi satu biji hijau di salah satu
dari 4 buku teratas pada batang utama
R7
Mulai matang
Satu polong pada batang utama telah
mencapai warna polong matang
R8
Matang penuh
95%
polong
mencapai
warna
polong
matang
Lingkungan Tumbuh Kedelai
Kedelai dapat tumbuh dengan baik di Indonesia pada daerah-daerah yang
mempunyai suhu antara 25º - 27º C (Rukmana dan Yuniarsih, 1995); 10º - 35º C
(Baharsjah, 1992). Suhu merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kedelai. Tanaman masih dapat tumbuh pada suhu di atas
35º C hanya saja pertumbuhannya kurang baik, sementara itu produksi tanaman
hampir tidak ada pada suhu di atas 40º C (Baharsjah, 1992). Kelembaban udara
(RH) rata-rata yang sesuai untuk tanaman kedelai adalah 65 %, dan curah hujan
yang paling optimum berkisar 100-200 mm/bulan (Rukmana dan Yuniarsih,
1995).
Cahaya matahari penuh dibutuhkan untuk percepatan pertumbuhan daun
dan perkembangan tanaman. Kedelai tumbuh kurang baik di bawah naungan atau
dengan cahaya yang dikurangi (Pandey, 1987). Lama penyinaran matahari yang
optimum untuk kedelai adalah 12 jam/hari. Intensitas radiasi optimum untuk
pertumbuhan dan hasil kedelai berkisar antara 275-340 kal/cm2/hari (Boer et al.,
1994).
Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian, kedelai cocok
ditanam pada jenis tanah alluvial, regosol, grumusol, latososl, dan andosol
(Rukmana dan Yuniarsih, 1995). Suprapto (1995) menyatakan hal yang sama,
bahwa jenis-jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai di
antaranya alluvial, regosol, grumusol, dan latosol dengan pH tanah sebesar
5.8-7.0.
Pengaruh Cahaya Terhadap Tanaman
Cahaya mempunyai peranan yang sangat penting di dalam proses fisiologi
tanaman, seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan,
penutupan dan pembukaan stomata, serta berbagai pergerakan tanaman dan
perkecambahan (Salisbury dan Ross, 1995). Kualitas cahaya matahari yang
mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman berada pada kisaran
panjang gelombang antara 400 nm – 700 nm. Cahaya tampak pada kisaran
panjang gelombang tersebut memberikan radiasi aktif untuk fotosintesis tanaman
(Fitter dan Hay, 1991).
Radiasi matahari yang optimum untuk fotosintesi maksimal pada tanaman
kedelai adalah sebesar 0.3-0.8 kal/cm2/menit (Salisbury dan Ross, 1995).
Perubahan intensitas penyinaran lebih berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman dibandingkan perubahan mutu penyinaran. Lama penyinaran matahari
yang diterima oleh tanaman mempengaruhi waktu pembungaan, jumlah buku,
tinggi tanaman, lama periode bunga, masa pengisian dan kematangan polong.
Pemendekan lama penyinaran akan menyebabkan fase vegetatif lebih pendek,
waktu berbunga lebih cepat, dan waktu panen lebih cepat (Baharsjah et al., 1987).
Cahaya sangat mempengaruhi morfologi tanaman kedelai karena
menyebabkan perubahan terhadap umur pembungaan dan kemasakan yang dapat
menimbulkan perbedaan dalam tinggi tanaman, jumlah polong, luas daun,
kerebahan, dan banyak sifat-sifat lainnya termasuk hasil biji (Mimbar, 1994).
Tumpang Sari Kedelai
Tanaman kedelai yang ditumpangsarikan dengan tanaman semusim
lainnya selain terjadi kompetisi cahaya, juga akan terjadi kompetisi terhadap
penyerapan hara, terutama pada tanaman kedelai yang berada di dekat barisan
tanaman jagung. Sifat kemampuan berkompetisi yang lebih tinggi diperlukan oleh
sutau genotipe kedelai untuk pertanaman tumpang sari (Asadi et al., 1997).
Pola tumpang sari ubi kayu-kedelai memberikan berbagai keuntungan
agronomis. Penutupan permukaan tanah yang cepat oleh tanaman kedelai dapat
mencegah timbulnya erosi dan hilangnya lengas tanah yang berlebihan, dan di
waktu yang bersamaan tidak tersisa ruang bagi pertumbuhan gulma karena
seluruh ruang di antara barisan-barisan tanaman ubi kayu diduduki oleh tanaman
kedelai (Mimbar, 1994).
Peluang untuk pengembangan kedelai toleran naungan ke lahan
perkebunan cukup besar. Berdasarkan data Departemen Pertanian (2009) luas
areal perkebunan di Indonesia untuk pertanaman karet tercatat 3.3 juta ha, di mana
menurut Asadi et al. (1997) setiap tahunnya dilakukan peremajaan sekitar 3-4%
dari total luas tersebut dengan siklus peremajaan 25-30 tahun atau tergantung pada
jenis tanamannya. Kedelai toleran naungan itu sendiri dapat ditanam sebagai
tanaman sela sampai tanaman pokok berumur 2-3 tahun atau tingkat naungan
sekitar 33-50%.
Kedelai yang ditumpangsarikan dengan karet harus dilakukan pengaturan
jarak tanam untuk menghindari kompetisi dengan tanaman utama dan untuk
menyediakan ruang yang optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan kedelai
itu sendiri. Penaungan kedelai oleh tanaman utama dapat dihindari dengan
meluruskan tanaman dari arah timur ke barat. Pengolahan tanah yang minimum
juga dapat membantu melindungi akar tanaman karet. Secara umum tumpang sari
kedelai harus dihentikan setelah dua tahun (Mak dan Yap, 1983).
Pengaruh Naungan terhadap Kedelai
Perlakuan naungan terhadap kedelai dapat berupa naungan buatan, yaitu
dengan menggunakan paranet, maupun naungan alami akibat penutupan tajuk
oleh tanaman utama di dalam sistem pertanaman tumpang sari. Darmijati (1992)
menyatakan bahwa naungan sebesar 20% dapat menurunkan hasil kedelai sampai
8%, dari 1.22 ton/ha pada lahan tidak ternaungi menjadi 1.09 ton/ha pada lahan
ternaungi. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Hasnah (2003) bahwa
naungan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah polong hampa,
jumlah polong isi, umur panen, bobot biji, bobot 100 biji. Selain itu penelitian
Afriana (2003) juga menunjukkan bahwa kedelai pada intensitas cahaya rendah
mengalami penurunan jumlah polong per batang dan jumlah polong isi. Terdapat
interaksi antara naungan dengan galur terhadap bobot biji dan bobot 100 butir.
Naungan akan mempengaruhi warna daun. Makin tinggi tingkat naungan
maka warna daun cenderung lebih gelap. Warna daun pada tanaman yang tumbuh
di bawah naungan diduga disebabkan karena jumlah kloroplas yang makin
meningkat. Perubahan iklim mikro menyebabkan perbedaan pertumbuhan,
komponen hasil, dan produksi kedelai pada berbagai tingkat naungan. Makin
tinggi
tingkat
naungan
maka
akan
menurunkan
komponen-komponen
pertumbuhan, kecuali tinggi tanaman, sementara persentase kerebahan akan
semakin tinggi (Fahmi, 2003).
Daun kedelai genotipe toleran lebih luas dan lebih tipis dibandingkan daun
genotipe peka pada intensitas cahaya rendah. Kandungan klorofil terutama
klorofil b lebih tinggi pada kedelai genotipe toleran daripada genotipe peka pada
kondisi intensitas cahaya rendah (Sopandie et al., 2007). Selain itu menurut
Muhuria (2007) genotipe kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah
lebih responsif terhadap perubahan kondisi intensitas cahaya periode singkat
dibandingkan genotipe peka. Dalam berbagai kondisi intensitas cahaya periode
singkat, genotipe toleran memiliki aktivitas enzim fotosintetik yang lebih tinggi
dan aktivitas enzim respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe
peka.
Komponen Hasil Kedelai
Komponen hasil kedelai mencakup jumlah tanaman per hektar, jumlah
polong per tanaman, jumlah biji per polong, dan bobot biji. Penurunan pada salah
satu komponen hasil tersebut akan mengurangi total hasil akhir. Jumlah polong
per tanaman merupakan komponen hasil yang paling penting. Sekitar 40% bunga
di dalam satu tanaman membentuk polong. Bunga-bunga tersebut tidak dapat
menghasilkan biji yang baik jika tidak didukung oleh kondisi yang sesuai
(Pandey, 1987). Menurut Mimbar (1994) perbedaan jumlah polong per tanaman
merupakan
akibat
adanya
variasi
dalam
jumlah
bunga
pada
awal
pembentukkannya dan tingkat keguguran organ reproduksinya sehingga hasil
panen terutama ditentukan oleh jumlah polong yang dapat dipertahankan oleh
tanaman.
Jumlah biji per polong ditentukan saat pembuahan, yaitu ketika sel serbuk
sari membuahi sel telur di dalam ovari., sementara untuk bobot dan ukuran biji per
polong tergantung pada varietas kedelai yang ditanam. Bobot biji ditentukan
selama fase pengisian biji. Jika selama fase ini terjadi kekeringan atau kekurangan
hara maka akan mengurangi panjang waktu pengisian (Pandey, 1987).
Jumlah cabang pada tanaman kedelai tergantung pada varietas dan kondisi
tanah, tetapi terdapat pula varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah cabang
mungkin saja menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan. Jumlah cabang tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah biji yang diproduksi.
Artinya, meskipun jumlah cabang banyak, tetapi belum tentu produksi kedelai
akan tinggi. Sementara itu jumlah buku pada batang tanaman kedelai dipengaruhi
oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang penyinaran siang hari. Pada kondisi
normal, jumlah buku berkisar 15-30 buah (Adisarwanto, 2007).
Pemuliaan Kedelai
Salah satu cara pengembangan varietas kedelai adalah melalui hibridisasi
antara dua atau lebih galur yang diikuti dengan pembuahan sendiri terhadap
generasi F4 atau generasi lanjut. Galur yang homozigot diisolasi dan diuji untuk
memastikan bahwa keturunan yang dihasilkan memiliki penampilan superior dan
merupakan kultivar yang potensial (Burton, 1987). Kedelai merupakan tanaman
menyerbuk sendiri. Kebanyakan tanaman menyerbuk sendiri dikembangkan
dengan cara persilangan. Prosedur pemuliaan pada spesies tanaman menyerbuk
sendiri didasarkan pada struktur genetik dari populasi menyerbuk sendiri
(Hermiati 2001).
Pembentukkan varietas unggul itu sendiri dapat diperoleh melalui tiga
kegiatan, yaitu pemasukan (introduksi), seleksi, dan persilangan atau hibridisasi
(Somaatmadja, 1985). Asadi et al. (1997) menambahkan bahwa perbaikan
varietas kedelai yang spesifik toleran naungan dan kesesuaian tumpangsari
diawali dari pencarian sumber gen toleran, hibridisasi, seleksi tanaman F2-F5, dan
uji adaptasi serta peleapasa varietas unggul.
Kegiatan pemuliaan lainnya adalah seleksi. Seleksi merupakan prosedur
pemuliaan yang meliputi identifikasi dan perbanyakan suatu genotipe individu
atau populasi campuran, atau populasi segregasi hasil hibridisasi. Adanya
variabilitas genetik yang luas dalam populasi sangat penting dalam seleksi karena
seleksi tidak menciptakan keragaman akan tetapi berperan atas adanya
keragaman, dan seleksi akan efektif jika karakter yang diseleksi diwariskan. Oleh
karena itu penyediaan populasi yang beragam merupakan langkah awal dari setiap
metode pemuliaan. Sumber keragaman genetik (variabilitas genetik) bisa berupa
kultivar lokal, koleksi (plasma nutfah), atau populasi bersegregasi dari hasil
persilangan. Kemajuan seleksi tergantung pada adanya variabilitas genetik yang
luas dan metode seleksi yang digunakan (Hermiati, 2001).
Seleksi didasarkan pada penampilan individu dalam populasi, antara lain
jumlah polong isi atau tinggi tanaman. Hasil-hasil penelitian korelasi antar ciri-ciri
agronomik dapat digunakan sebagai penuntun dalam seleksi terhadap hasil,
walaupun penggunaannya dalam peramalan hasil kurang efektif. Namun
demikian,
ciri-ciri
agronomik
tetap
penting
untuk
mengidentifikasi
genotipe-genotipe superior, sedangkan pengukuran hasil diperlukan untuk
meningkatkan perbaikan genetik mengenai kapasitas hasil secara maksimal
(Somaatmadja, 1985).
Kisman (2007) menambahkan bahwa informasi korelasi penting di dalam
kegiatan pemuliaan tanaman terutama dalam melakukan seleksi sifat-sifat baik
(Desired characters). Dalam seleksi genotipe kedelai yang adaptif pada kondisi
cekaman intensitas cahaya rendah, di mana karakter hasil merupakan karakter
utama (primer), karakter yang memiliki keeratan hubungan dengan hasil
merupakan karakter penting yang dapat digunakan sebagai kriteria sekunder
dalam seleksi tidak langsung.
Download