BAB V PENUTUP A Pemerintah Desa Jatitengah dan Implementasi UU Desa Desa sebagai sasaran implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tentunya memiliki keberagaman dan berbeda antara satu dengan lainnya. Untuk itu agar dapat lebih detail melihat bagaimana implementasi UU Desa, maka dipilihlah desa Jatitengah sebagai fokus objek kajian. Dipilihnya desa Jatitengah sebagai fokus kajian yaitu dilatarbelakangi oleh beberapa faktor berupa permasalahan dasar yang hadir disana. Permasalahan tersebut yaitu terbatasnya jumlah staf yang ada dijajaran pemerintahan desa Jatitengah, kapasitas pemerintah desa yang rendah, banyaknya tuntutan akan kebutuhan masyarakat, pelayanan publik yang tidak optimal, banyaknya program yang direncanakan tidak sebanding dengan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh desa, dan adanya ketergantungan staff akan hadirnya sosok leadership kepala desa. Dengan hadirnya berbagai permasalahan di atas, lalu memicu munculnya pertanyaan mengenai bagaimana implementasi UU desa di Desa Jatitengah. Untuk melihat bagaimana implementasi UU Desa maka digunakanlah enam buah variabel dasar untuk menilainya. Pertama yaitu ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan. Variabel ini melihat tujuan-tujuan apa saja yang tercipta seiring dengan hadirnya UU Desa ini. Tentu saja tujuan dari kebijakan ini yaitu untuk menjadikan desa lebih kuat, mandiri, berdaya, dan demokratis dengan terciptanya pembangunan desa yang digagas langsung oleh desa, pemerintah desa beserta jajarannya dan juga masyarakat. Untuk menilai keberhasilan tujuan tersebut tentunya membutuhkan ukuran yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian. Dalam menentukan ukuran dasar dan sasaran sendiri dapat menggunakan kebijakan ini sebagai penentunya apakah tujuan tersebut telah sesuai dengan cita-cita awal dibentuknya UU Desa ini atau belum. Ada pula faktor sumber-sumber kebijakan yang dapat menentukan bagaimana proses implementasi kebijakan itu berjalan. Sumber-sumber kebijakan yang dimaksud disini yaitu dana atau insentif lainnya. Dalam implementasi kebijakan sendiri sering muncul keluhan terkait pendanaan dimana kelancaran 88 implementasi suatu kebijakan akan erat kaitannya dengan ketersediaan dana untuk menjalankan program. Hal seperti inilah yang juga terjadi di desa Jatitengah dimana aparatur pemerintahan desa acapkali mengeluhkan bahwa programprogram pembangunan desa yang mereka rencanakan tidak dapat dilaksanakan dikarenakan kurangnya dana untuk pembiayaan sebagai faktor mandegnya program tersebut. Namun, hadirnya UU Desa membawa angin segar bagi para pemangku pemerintahan di desa sebab UU ini telah menegaskan bahwa adanya penambahan dana bagi setiap desa yakni sebesar 10 persen dari alokasi APBN. Dengan demikian, besar kecilnya dana akan mempengaruhi dan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Faktor lain yang menentukan yaitu komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. Implementasi sendiri akan efektif jika tujuan dan ukuran dasar keberhasilan atas sebuah kebijakan diketahui dan dipahami oleh pihak-pihak yang bertugas untuk menjalankannya dan semuanya bergantung pada proses komunikasi. Ketepatan dan konsistensi dalam proses komunikasi ini akan menentukan apakah informasi awal akan tersampaikan kepada aktor yang akan menjalankan informasi tersebut. Seperti halnya yang terjadi pada pemerintah desa Jatitengah dimana mereka mendapatkan informasi dari berbagai pihak dan sumber dimana dengan pemerintahan yang hirarkis seperti di Indonesia ini dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan atau kesalahan interpretasi dari masing-masing komunikator. Sehingga yang terjadi yaitu dalam sebuah kesempatan dimana diadakan sebuah forum sosialisasi dari pemerintah supradesa yang membahas mengenai pelaksanaan UU Desa ini, pemerintah desa Jatitengah tidak memahami substansi dan konten dari sosialisasi tersebut sehingga dalam pelaksanaannya pemerintah desa Jatitengah melaksanakan implementasi UU Desa hanya sekedar apa yang mereka ketahui. Untuk itu komunikasi yang efektif sangat diperlukan guna mencapai keberhasilan penerapan UU Desa ini. Selanjutnya ada karakteristik badan pelaksana dimana dalam hal ini yaitu pemerintah desa Jatitengah yang akan menentukan keberhasilan penerapan UU Desa. Pemerintah desa yang berperan sebagai sebagai implementor UU Desa ini, kapasitas dan kinerja yang dimiliki dapat dikatakan masih rendah dan belum 89 optimal. Seperti halnya dapat dilihat dari pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah desa dirasa belum maksimal. Selain itu, rendahnya kapasitas yang dimiliki oleh Pemdes setempat salah satunya dapat dilihat dari belum tersedianya data maupun dokumen administratif yang lengkap guna menunjang pembangunan desa. Dengan fenomena ini, tugas kepala desa sebagai leader di desa semakin berat karena harus mengorganisir dan mengelola aparatur desa lainnya agar menjalankan tanggung jawabnya berdasarkan Tupoksi dan wewenang masingmasing. Dikatakan demikian sebab staf pemerintah desa Jatitengah sangat tergantung oleh sosok kepala desa dalam menjalankan setiap kegiatan. Oleh karena itu, figur kepala desa di desa ini sangat penting keberadaannya. Untuk itu, kepala desa harus menunjukkan kepemimpinan yang optimal dan mampu menjalankan roda pemerintahan di desa. Untuk kondisi sosial, ekonomi, dan politik, kondisi di pemerintahan desa Jatitengah dapat dikatakan stabil, kecuali untuk kondisi ekonomi. Dilihat dari segi ekonomi, pemasukan yang diterima oleh desa ini cukup kecil untuk membiayai kehidupan rumah tangga desa. Hal ini mengakibatkan banyak program kerja yang sebelumnya telah disusun oleh pemerintah desa batal untuk dilaksanakan. Selain itu, hal ini juga berdampak pada kurang optimalnya pelayanan publik yang diberikan oleh Pemdes Jatitengah. Dari segi sosial, pemerintah desa Jatitengah saling bahu-membahu dalam menjalankan Tupoksi masing-masing aparatur dan tentunya dengan berdasarkan pada arahan dari kepala desa. Sehingga kerukunan sosial yang terjalin di dalam pemerintahan ini cukup bagus. Sementara itu jika dilihat dari segi politis, keadaan politik yang ada di desa Jatitengah dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti masyarakat, lingkungan, organisasi atau lembaga desa, pemerintah desa, maupun faktor-faktor lainnya. Pemerintah desa sendiri merupakan penentu stabilitas politik yang ada di desa, jika kondisi internal pemerintah desa stabil maka sistem politik yang ada di desa tersebut juga akan stabil. Sehingga sebenarnya ketiga faktor ini sangat berkaitan antara satu dengan faktor-faktor yang lain. 90 Di sisi lain untuk kecenderungan pelaksana dalam hal ini pemerintah desa Jatitengah sebagai implementor, ada tiga hal yang dapat diidentifikasi dimana hal tersebut mempengaruhi kemampuan dan keinginan pemerintah desa sebagai implementor untuk melaksanakan kebijakan. Hal pertama yaitu kognisi, dimana pemahaman pelaksanaan, tujuan umum, maupun ukuran-ukuran dasar kebijakan merupakan satu hal yang penting. Dimana keberhasilan implementasi haruslah diikuti oleh pemahan yang baik mengenai kebijakan yang akan diterapkan tersebut. Hal kedua yaitu kecenderungan implementor terhadap kebijakan yang ada. Maksudnya disini yaitu bagaimana tanggapan implementor terhadap kebijakan tersebut. Pemerintah desa Jatitengah sebagai implementor UU Desa sangat menerima hadirnya UU Desa. Hal ini dapat dilihat dari mereka secara terbuka sering mengikuti sosialisasi-sosialisasi maupun pelatihan yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dengan pelaksanaan UU Desa. Keenam variabel seperti yang telah dipaparkan di atas mencerminkan bahwa sebenarnya pemerintah desa Jatitengah bisa dan mampu untuk melaksanakan implementasi UU Desa. akan tetapi, hal tersebut juga harus diimbangi dengan beberapa perbaikan-perbaikan baik itu perbaikan dalam hal kapasitas dan kognisi aparatur pemerintah desa maupun perbaikan dalam hal sistem atau kinerja dalam tubuh pemerintah desa sendiri guna memaksimalkan pelayanan publik kepada masyarakat, terselenggaranya pembangunan desa serta pemberdayaan warga desa, dan juga terselenggaranya implementasi UU Desa sehingga membawa desa menjadi lebih baik dalam segala sektor kehidupan masyarakat di desa. Sesungguhnya selain berdasarkan keenam variabel di atas, ada satu faktor lagi yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan.faktor yang dimaksud yaitu masyarakat, dimana masyarakat bertindak sebagai implementor UU Desa sekaligus sebagai penerima manfaat dari adanya UU Desa ini. Namun, dalam penelitian kali ini masyarakat tidak diteliti secara detail. Dilakukan hal demikian karena masyarakat di desa Jatitengah dirasa tidak terlalu signifikan pengaruhnya terhadap implementasi UU Desa karena nantinya masyarakat hanya sebagai aktor 91 yang terkena dampak dari pelaksanaan UU Desa. Dikatakan seperti ini karena masyarakat desa ini terlalu pasif dan selalu “manut atau sendiko dhawuh” dengan apa yang dikatakan oleh kepala desa beserta jajarannya. Sehingga hanya sedikit masyarakat yang terlibat aktif dalam penyusunan program desa guna pembangunan desa. Sehingga hadirnya masyarakat tidak terlalu berdampak signifikan karena hanya sebagai aktor yang menjalankan program dari pemerintah desa dan tidak dapat menolak apapun yang disuruh oleh leader mereka yaitu kepala desa. oleh karena itu, untuk kedepannya direkomendasikan agar ada penelitian lebih lanjut mengenai peran masyarakat dalam hal proses implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa di desa-desa lain yang ada di Indonesia. sehingga nantinya dapat dilihat bagaimana efektifitas dan manfaat real yang diperoleh dari penerapan UU Desa di Indonesia. B Saran sebagai Solusi terhadap Implementasi UU Desa Setiap permasalahan tentu membutuhkan solusi untuk menyelesaikannya. Seperti halnya permasalahan yang terjadi dalam upaya pengimplementasian UU Desa. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ada beberapa solusi yang dapat ditawarkan untuk menangani permasalahan tersebut. Cara-cara tersebut antara lain dengan mendorong akuntabilitas, transparansi, dan responsibilitas aparatur pemerintah desa dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Cara ini mengindikasikan bahwa jika hal ini berhasil diterapkan maka pelayanan publik akan lebih efektif dan tujuan UU Desa untuk menjadikan desa agar mendiri, demokratis, kuat, dan maju dapat tercapai. Untuk mengimplementasikan UU Desa ini tidaklah dapat dilakukan dalam sekali tempo, akan tetapi semuanya tentu membutuhkan waktu dan proses secara bertahap. Untuk itu, pemerintah desa maupun pemerintah supradesa harus menyusun strategi yang tepat untuk menjalankan UU Desa. Hal ini dapat dilakukan jika Pemdes dan Pemda harus bersama-sama memiliki komitmen yang 92 kuat dan mendorong adanya reorientasi kebijakan guna melakukan penguatan pembangunan dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Membangun kemitraan atau kerjasama juga perlu dilakukan baik itu antar desa, lembaga atau organisasi, pemerintahan supradesa, maupun dengan pihak lain. Dan yang sering menjadi permasalahan yaitu berkaitan dengan hal keuangan, untuk itu penyelenggaraan dan pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan lebih baik lagi agar patologi-patologi yang ditakutkan akan muncul dapat ditekan dan diberantas. Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan memperkuat kapasitas atau kemampuan bagi Pemdes setempat dalam hal mengimplementasikan kebijakan berupa UU Desa maupun produk kebijakan turunannya. Pemerintah desa juga harus mampu mengelola sumberdaya yang ada di desa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, pentingnya peningkatan kemampuan dan juga kapasitas bagi Pemdes akan berguna untuk memahami berbagai permasalahan yang terjadi di desa. Dari permasalahan tersebut dapat ditarik benang merah atas kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat guna meminimalisir terjadinya berbagai masalah di desa dan meminimalkan program kerja yang sekiranya tidak dibutuhkan oleh masyarakat sehingga dapat menghemat keuangan desa. Serta dengan berdasarkan pada permasalahan dan perencanaan kebutuhan masyarakat tersebut maka diharapkan nantinya Pemdes dapat menyusun perencanaan desa yang baik dan juga berkualitas. Untuk BPD sendiri ada beberapa hal yang menjadi titik tekan disini. BPD harus meningkatkan kemampuannya untuk menyusun perencanaandesa bersama perangkat desa. Selain itu, BPD harus melakukan kontrol atas jalannya pemerintahan desa. Penguatan partisipasi juga perlu dimana hal ini dilakukan dengan cara mengajak warga desa untuk aktif berperan serta dalam kegiatan pembangunan yang ada di desa. Disisi lain, BPD juga meningkatkan kemampuannya dalam hal menumbuhkan inisiatif warga desa untuk ikut serta mengembangkan program-program pemberdayaan yang ada di desa. Perlunya mendorong peran anggota BPD untuk mengawasi kinerja kepala desa serta perangkat desa lain dan menghilangkan rasa ‘sungkan’ terhadap aparatur desa 93 dengan tujuan agar pemerintah desa dapat berjalan dengan baik lagi dan fungsi check and balances dapat tercipta. Masyarakat juga termasuk salah satu aktor yang ikut berperan dalam menyukseskan implementasi UU Desa di tingkat desa. Hal tersebut dapat dilakukan masyarakat melalui adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, serta sebagai upaya untuk penanggulan kemiskinan di desa. Dilain hal, penguatan kapasitas masyarakat juga penting.Hal ini dapat dilakukan melalui keikutsertaan masyarakat untuk saling bekerjasama, memberikan pengawasan kepada aparatur pemerintah desa, adanya kreatifitas dan inovasi warga untuk menciptakan produk baru dengan memanfataan sumberdaya di desa guna meningkatkan perekonomian masyarakat, dan berbagai kegiatan lainnya. Oleh karena itu, sebenarnya UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 ini bisa saja berhasil diimplementasikan di desa manapun di Indonesia termasuk di desa Jatitengah. Akan tetapi pemerintah desa tidak bisa semata-mata dan secara langsung mengimplementasikan UU Desa ini. Pengimplementasian harus diiringi dengan adanya perbaikan-perbaikan seperti perbaikan dari sisi peraturan pendukung UU Desa. Untuk itu, guna menyukseskan upaya perbaikan-perbaikan tersebut di desa maka kehadiran tenaga pendamping desa disini dirasa sangat penting. Seperti halnya kecukupan dan kecakapan regulasi mulai dari PP, Perda, Perbup, maupun Perdes yang berfungsi untuk memandu sistem, mekanisme, serta prosedur pengelolaan dan pengawasan keuangan desa yang terintegrasi dengan sistem perencanaan desa. Dimana peraturan pelaksanaan UU Desa idealnya mampu menjamin keleluasaan pengelolaan desa (seperti pengelolaan keuangan desa), namun pemerintah desa juga harus memiliki kapasitas untuk menghindari resiko dapat muncul (seperti potensi penyalahgunaan keuangan desa). Disisi lain, perbaikan juga harus dilakukan di tubuh pemerintahan desa sendiri terutama perbaikan dari sisi kapasitas aparatur dan peningkatan kecakapan dan kinerja aparatur pemerintahan desa dalam pembangunan desa dan pelayanan publik. Sehingga dengan adanya perbaikan tersebut, tujuan dari diciptakannya UU Desa ini dapat tercapai dengan maksimal. 94