outsourcing

advertisement
PROSES BISNIS
OUTSOURCING
oleh :
Richardus Eko Indrajit
Richardus Djokopranoto
1
DAFTAR ISI
I. KECENDERUNGAN BESAR OUTSOURCING
A. Pemikiran di belakang outsourcing
B. Alasan-alasan mengapa melakukan outsourcing
C. Membandingkan kemampuan sendiri dengan outsourcing
D. Aktivitas yang dapat dan tidak dapat dioutsourcekan
E. Faktor-faktor penyebab keberhasilan outsourcing
II. METODOLOGI OUTSOURCING
A. Langkah pelaksanaan outsourcing
B. Perencanaan outsourcing
C. Pemilihan strategi
D. Analisis biaya
E. Pemilihan pemberi jasa
F. Tahap negosiasi
G. Transisi sumber daya
H. Pengelolaan hubungan
III. OUTSOURCING BUKAN SEKEDAR KONTRAK BIASA
A. Tipe-tipe outsourcing
B. Beberapa perbedaan pokok
C. Tujuan strategis jangka panjang
D. Sifat strategis outsourcing
E. Outsourcing dan downsizing
F. Apakah outsourcing hanya mode
IV. OPTIMALISASI OUTSOURCING DALAM KEMITRAAN BISNIS
A. Menuju bentuk kemitraan
B. Mengenali proses yang perlu dipertimbangkan untuk outsourcing
C. Menentukan bentuk hubungan yang paling sesuai
D. Hubungan kemitraan
E. Keuntungan hubungan kemitraan
F. Mempersiapkan sumber daya manusia
V. OUTSOURCING DALAM BERBAGAI AKTIVITAS PERUSAHAAN
A. Di bidang logistik
B. Di bidang akuntansi
C. Di bidang manufaktur
D. Di bidang pemeliharaan
E. Di bidang sumber daya manusia
VI. BENCHMARK DAN BENCHMARKING SEBAGAI ALAT
PENGENDALI OUTSOURCING
A. Pengertian benchmarking
B. Sejarah benchmarking
C. Perkembangan benchmarking
D. Metoda mengenal diri sendiri
2
E.
F.
G.
H.
Manfaat benchmarking
Proses benchmarking
Benchmarking internal dan eksternal
Benchmark dan benchmarking sebagai alat pengendali
VII. MENGAPA MELAKUKAN DAN TIDAK MELAKUKAN
OUTSOURCING
A. Mengapa melakukan outsourcing
B. Mengapa tidak melakukan outsourcing
C. Beberapa hasil survei
VIII. RISIKO OUTSOURCING
A. Risiko secara umum
B. Biaya tersembunyi : Administrasi
C. Biaya tersembunyi : Sumber daya manusia
D. Dilakukan tetapi tidak disukai
E. Usaha mengurangi risiko
F. Kapan harus menghentikan outsourcing
IX. MASALAH ETIKA DALAM OUTSOURCING
A. Pengertian etika
B. Etika bisnis
C. Etika pembeli profesional
D. Etika dalam outsourcing
E. Tanggung jawab sosial pembelian
X. OUTSOURCING DAN UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI
A. Undang-Undang RI Nomer 5 Tahun 1999
B. Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
D. Implikasi UU Nomer 5/1999 pada Outsourcing
3
BAB I
KECENDERUNGAN BESAR
OUTSOURCING
A. PEMIKIRAN DI BELAKANG OUTSOURCING.
Tahun 1990an orang menyaksikan timbulnya kosa kata baru dalam bisnis. Salah satu
di antaranya yang sangat penting dan terkenal ialah outsourcing. Dapat dikatakan
bahwa outsourcing adalah salah satu hasil samping dari businesss process reengineering
(BPR). BPR adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar oleh suatu
perusahaan dalam proses pengelolaannya, bukan hanya sekedar melakukan
perbaikan. BPR adalah pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan
meningkatkan kinerja, yang sangat berlainan dengan pendekatan lama yaitu
continuous improvement process. BPR dilakukan untuk memberikan respons atas
perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan teknologi yang begitu
cepat, sehingga berkembang persaingan yang bersifat global dan yang berlangsung
sangat ketat. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut perusahaan untuk
mengutamakan tuntutan pasar yang menghendaki kecepatan dan respons yang
fleksibel terhadap tuntutan pelanggan. Seringkali terbukti bahwa faktor kecepatan
dalam merespons tuntutan pasar dan pelanggan lebih dapat menentukan
kemenangan atau kekalahan dalam persaingan, dan bukan faktor harga. Oleh karena
itu, sering kali belakangan ini perusahaan mementingkan hal-hal yang mempercepat
proses ini, misalnya fungsi logistik, sebagai apa yang disebut the next management
frontier (sebutan Noel Greis dan John Kasarda dalam tulisan di terbitan California
Management Review). Untuk itu semua diperlukan antara lain :



Dukungan logistik untuk menjamin kecepatan, fleksibilitas, ketepatan
dan keakuratan.
Management information system yang handal yang mampu memberikan
data secara real time diantara para rekanan, produksi, gudang,
pengangkut dan pelanggan.
Memerlukan dukungan seperti paperless transaction (EDI=Electronic Data
Interchange), data base yang saling berhubungan, analytical modeling system,
real time tracking dan tracing system.
Tuntutan akan hal-hal tersebut seringkali di luar kemampuan perusahaan baik
kemampuan staf maupun kemampuan sumber daya. Sebagai hasilnya, timbulah
outsourcing, yaitu usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar untuk
memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Outsourcing, adalah alternatif dari
melakukan pekerjaan sendiri. Tetapi outsourcing tidak sekedar mengontrakkan secara
biasa, tetapi jauh melebihi itu. Maurice F.Greaver II memberikan definisi outsourcing
sebagai berikut :
“Outsourcing is the act of transferring some of a company’s recurring internal
activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract.
Because the activities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond
the use of consultants. As a matter of practice, not only are the activities
4
transferred, but the factors of production and decision rights often are, too.
Factors of production are the resources that make the activities occur and include
people, facilities, equipment, technology, and other assets. Decision rights are the
responsibilities
for making decisions over certain elements of the activities
transferred.”
Shreeveport Management Consultancy memberikan definisi mengenai outsourcing
sebagai berikut ini.
“The transfer to a third party of the continuous management responsibility
for the provision of a service governed by a service level agreement”.
Eugene Garaventa dan Thomas Tellefsen, keduanya dari The College of Staten
Island, USA memberikan definisi outsourcing sebagai berikut ini.
“Ousourcing can be defined as the contracting out o f functions, tasks, or
services by an organization for the purpose of reducing its process burden,
acquiring a specialized technical expertise, or achieving expense reduction.”
reduction.”
Tulisan ini akan membahas secara singkat mengenai pengelolaan outsourcing
tersebut. Tahun-tahun terakhir ini sering disebut the outsourcing megatrend atau
kecenderungan besar. Istilah megatrend agaknya dipinjam dari istilah yang
digunakan oleh John Naisbitt dalam bukunya ‘Megatrends Asia, the Eigth Asian
Megatrends that are Changing the World’. Dalam pengertian yang sama dapat
dikatakan bahwa outsourcing merupakan kecenderungan besar dalam akhir abad ini
di bidang manajemen dan bisnis perusahaan, khususnya dalam rangka business
process reengineering. Pandangan tradisional dari suatu organisasi berakar pada
model post-industrial revolution, yang ditandai oleh perusahaan raksasa seperti
General Motors and DuPont di tahun 1920an dan 1930an. Dalam model ini, suatu
organisasi perusahaan yang berhasil digambarkan sebagai suatu organisasi yang
mempunyai dan mengawasi hampir semua, kalau tidak dapat dikatakan semua
sumber daya dan semua kegiatan dan keberhasilan usaha ditandai dengan
penguasaan produksi.
Perkembangan dalam tahun-tahun selanjutnya menunjukkan bahwa organisasi
perusahaan berkembang menjadi makin kompleks, sumber daya juga berjalan secara
sama yaitu lebih menuju pada spesialiasasi yang tertuju pada berbagai elemen dari
operasi perusahaan yaitu :








Desain produk (product design)
Rekayasa (engineering)
Pembuatan (manufacturing)
Sumber daya manusia (human resources)
Teknologi informasi (information technology)
Logistik (logistics)
Penjualan (sales)
dan lain-lain
5
Spesialiasi ini membuka jalan untuk outsourcing terhadap tugas-tugas yang bersifat
bukan tugas utama (non core activities), yang menantang para pimpinan perusahaan
untuk mengevaluasi kembali niat tradisional untuk melakukan integrasi vertikal
dan memenuhi segala keperluan perusahaan dari satu atap (perusahaan sendiri).
Potensi keuntungan dari outsourcing adalah memperoleh kesempatan mengatur
organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan core activitiesnya. Pada akhir abad
ini dan tentu saja dalam era abad yang akan datang, menjadi makin mudah untuk
memperoleh jasa dari luar atau pihak ketiga. Apa yang membedakan antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, adalah terutama mengenai
modal intelektual, pengetahuan dan pengalaman dan bukan lagi dari besar dan
ruang lingkup sumber daya yang mereka punyai dan kuasai. Sebagai hasilnya,
banyak perusahaan dari hampir semua jenis memilih untuk mengkontrakkan
berbagai jenis pekerjaannya, dengan tujuan untuk memfokuskan diri para aktivitas
utamanya dan memanfaatkan kemampuan dan kemahiran mitra usahanya dalam
menangani aktivitas sampingannya. Tidak ada suatu perusahaanpun yang terlalu
kecil atau terlalu besar untuk memikirkan melakukan outsourcing ini.
Perusahaan dahulu
Perusahaan sekarang
Core
Business
Core Business
NonCore Business
NonCore Business
B. ALASAN-ALASAN MENGAPA MELAKUKAN OUTSOURCING.
Melalui studi para ahli manajemen yang dilakukan sejak tahun 1991, termasuk
survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1.200 perusahaan, Outsourcing Institute
mengumpulkan sejumlah alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan
outsourcing terhadap aktivitas-aktivitasnya dan potensi keuntungan apa saja yang
diharapkan diperoleh darinya. Potensi keuntungan atau alasan-alasan tersebut
antara lain adalah untuk :





Meningkatkan fokus perusahaan
Memanfaatkan kemampuan kelas dunia
Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering
Membagi risiko
Sumberdaya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain
6





Memungkinkan tersedianya dana kapital
Menciptakan dana segar
Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi
Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri
Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.
Outsourcing adalah alat strategis manajemen berjangka panjang. Apabila
mendapatkan keuntungan dalam waktu yang singkat ingin lebih ditonjolkan dan
diutamakan, sering kali perusahaan akan kecewa. Alasan-alasan nomer 1 sampai
dengan 5 di atas merupakan target jangka panjang dan bersifat strategis. Alasanalasan nomer 6 sampai dengan nomer 10 lebih bersifat taktis atau yang
mempengaruhi operasi dan bisnis perusahaan sehari-hari.
Dari studi yang dilakukan terbukti, bahwa langkah outsourcing dapat bermanfaat
bagi suatu perusahaan secara maksimal apabila dilihat sebagai langkah strategis
jangka panjang. Di bawah ini diuraikan secara singkat ke 10 alasan-alasan tersebut di
atas.
1. Meningkatkan fokus perusahaan.
Dengan melakukan outsourcing, perusahaan dapat memusatkan diri pada masalah
dan strategi utama dan umum sedangkan pelaksanaan tugas sehari-hari yang kecilkecil diserahkan pada pihak ketiga. Alasan satu ini saja sering kali cukup digunakan
oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mengadopsi strategi outsourcing. Pekerjaan
sehari-hari yang kecil-kecil seringkali menghabiskan tenaga dan waktu para manajer
tengah yang sering kali bersifat counter productive terhadap pencapaian tujuan utama
perusahaan. Dengan mengontrakkan non core business, para manager perusahaan
dapat lebih mengkonsentrasikan diri pada bisnis utama atau core businessnya
sehingga akan dapat menghasilkan keunggulan komparatif yang lebih besar dan
mempercepat pengembangan perusahaan serta lebih menjamin keberhasilan.
Dengan meningkatkan fokus pada bisnis utamanya maka perusahaan juga akan
mampu lebih meningkatkan lagi core competence atau kompetensi utamanya.
2. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia.
Secara alamiah, spesialisasi pekerjaan seperti yang dimiliki dan dikembangkan oleh
para kontraktor (outsourcing provider) mengakibatkan kontraktor tersebut memiliki
keunggulan kelas dunia dalam bidangnya. Tentu saja disini diasumsikan bahwa
outsourcing diberikan betul-betul kepada kontraktor yang unggul di bidang
pekerjaan yang dikontrakkan. Kontraktor ini sering kali dalam mengembangkan
spesialisasinya, melakukan R & D, melakukan investasi jangka panjang dalam
bidang teknologi dan metodologi dan sumber daya manusia, sehingga betul-betul
mahir di bidangnya. Disamping itu, para kontraktor sering kali mempunyai
pengalaman yang cukup banyak bekerja dengan para kliennya dalam memecahkan
masalah-malash yang mungkin serupa atau hampir serupa. Pengalaman dan
investasi ini dapat diterjemahkan menjadi ketrampilan, proses yang unggul,
teknologi baru dan sebagainya.
3. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering.
Outsourcing adalah produk samping dan salah satu management tool lagi yang sangat
unggul yaitu business process reenginering. Reengineering adalah pemikiran kembali
secara fundamental mengenai proses bisnis, dengan tujuan untuk melakukan
7
perbaikan secara dramatis tentang ukuran-ukuran keberhasilan yang sangat kritis
bagi perusahaan yaitu :




Biaya
Mutu
Jasa
Kecepatan
Memperbaiki proses di perusahaan sendiri untuk meniru standard perusahaan kelas
dunia memerlukan waktu yang sangat panjang dan sukar. Makin banyak
perusahaan yang mengatasi hal ini dengan melakukan outsourcing agar
mendapatkan hasil langsung dan tanpa risiko. Outsourcing menjadi salah satu cara
dalam reengineering untuk mendapatkan manfaat ‘sekarang’ dan bukan ‘besok pagi’
dengan cara menyerahkan tugas kepada pihak ketiga yang sudah melakukan
reengineering dan menjadi unggul, atas aktivitas-aktivitas tertentu.
4. Membagi risiko.
Apabila semua aktivitas dilakukan oleh perusahaan sendiri, semua investasi yang
diperlukan untuk setiap aktivitas tersebut harus dilakukan oleh perusahaan sendiri
pula. Perlu diingat bahwa semua bentuk investasi menanggung risiko tertentu.
Apabila semua investasi dilakukan sendiri, maka seluruh risiko juga ditanggung
sendiri. Apabila beberapa aktivitas perusahaan dikontrakkan kepada pihak ketiga,
maka risiko akan ditanggung bersama pula.
Dengan demikian, outsourcing memungkinan suatu pembagian risiko, yang akan
memperingan dan memperkecil risiko perusahaan. Risiko tidak hanya menyangkut
keuangan tetapi juga kekakuan operasi. Dengan pembagian risiko, maka perusahaan
akan lebih dapat bergerak secara fleksibel dapat cepat berubah manakala diperlukan.
Pasar, kompetisi, peraturan pemerintah, keadaan keuangan dan teknologi sering
berubah yang kadang-kadang berubah secara drastis. Ini menuntut suatu fleksibilitas
tertentu dari perusahaan untuk menyesuaikan.
5. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain.
Setiap perusahaan tentu mempunyai keterbatasan dalam pemilikan sumber daya.
Tantangan yang terus-menerus harus dihadapi adalah bahwa sumber daya tersebut
harus selalu dimanfaatkan untuk memanfaatkan bidang-bidang yang paling
menguntungkan. Outsourcing memungkinkan perusahaan untuk menggunakan
sumber daya yang dimiliki secara terbatas tersebut untuk bidang-bidang kegiatan
utama yaitu hal yang paling dibutuhkannya. Sumber daya perusahaan termasuk
permodalan, sumber daya manusia, fasilitas dan sebagainya. Dalam hal sumber daya
manusia, tenaga mereka yang selama ini difokuskan untuk menangani hal-hal
intern yang rutin dan kecil-kecil dapat dialihkan untuk menangani hal-hal ekstern
misalnya memfokuskan diri pada kebutuhan konsumen.
6. Memungkinkan tersedianya dana kapital.
Outsourcing juga bermanfaat untuk mengurangi investasi dana kapital pada kegiatan
non core. Sebagai ganti dari melakukan investasi di bidang kegiatan tersebut, lebih
baik mengontrakkan sesuai dengan kebutuhan yang dibiayai dengan dana operasi,
bukan dana investasi. Dengan demikian, dana kapital dapat digunakan pada
8
aktivitas yang lebih bersifat utama. Dalam banyak hal, dana kapital seringkali mahal
dan terbatas dan diperebutkan antar perusahaan ataupun antar aktivitas, oleh karena
itu menjadi tugas pimpinan perusahaan untuk memanfaatkan sebaik-baiknya.
Kebutuhan-kebutuhan seperti misalnya alat-alat transpor, alat-alat komputer,
gedung perkantoran dan sebagainya sering kali lebih baik dan lebih murah kalau
disewa dan tidak dibeli dan dilakukan investasi sendiri.
7. Menciptakan dana segar.
Outsourcing, sering kali dapat dilakukan tidak hanya mengontrakkan aktivitas
tertentu pada pihak ketiga, tetapi juga disertai dengan penyerahan/penjualan/
penyewaan aset yang digunakan untuk melakukan aktivitas tertentu tersebut. Aset
tersebut misalnya kendaraan, bengkel, peralatan angkut dan angkat dan sebagainya.
Dengan demikian, akan mengalir masuk dana segar ke dalam perusahaan. Dana ini
akan menambah likuiditas perusahaan dan dapat dipergunakan untuk maksudmaksud lain yang lebih bermanfaat.
Para mitra outsource akan mau membeli asset ini apabila mendapatkan harga yang
menarik dan mendapatkan kemungkinan kesempatan untuk memanfaatkan secara
ekonomis, misalnya digunakan juga untuk memberikan layanan pada pihak lain,
dalam hal masih ada kapasitas lebih.
8. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.
Salah satu keuntungan yang sangat taktis dari outsourcing adalah memungkinkan
untuk mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. Pengurangan biaya ini dapat
dan dimungkinkan diperoleh dari mitra outsource melalui berbagai hal misalnya
spesialisasi, struktur pembiayaan yang lebih rendah, ekonomi skala besar (economics
of scale) dan lain-lain. Pengurangan ini tidak mungkin dapat diperoleh apabila
aktivitas yang bersangkutan dilakukan sendiri, karena tidak mempunyai
kemudahan seperti yang dimiliki oleh mitra outsource di atas. Apabila perusahaan
mencoba untuk mendapatkan keuntungan dan kemudahan tersebut, mungkin
diperlukan investasi tertentu, R&D tertentu, retraining dan mengembangkan
economics of scale yang mungkin tidak dapat dilakukan atau biayanya justru lebih
besar lagi.
9. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri.
Perusahaan perlu melakukan outsourcing untuk suatu aktivitas tertentu karena
perusahaan tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
aktivitas tersebut secara baik dan memadai. Misalnya dalam hal aktivitas logistik,
untuk memperoleh biaya logistik yang optimal diperlukan suatu model analitis yang
canggih. Banyak perusahaan tidak mempunyai ahli yang cukup dan cakap untuk
mengembangkan model-model ini oleh karena itu jalan satu-satunya adalah
melakukan outsourcing.
Lagi pula model tersebut juga memerlukan sistem informasi yang canggih pula
untuk mendukung komunikasi real-time antar pabrik, perusahaan sendiri, rekanan,
pengangkut, gudang dan sebagainya. Melalui outsourcing, hal-hal semacam itu
dengan cepat dan seringkali dengan lebih murah dapat diperoleh, daripada mencoba
mulai mengembangkan mulai dari nol.
10. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.
9
Outsourcing dapat juga digunakan untuk mengatasi pengelolaan hal atau mengawasi
fungsi yang sulit dikendalikan. Fungsi yang sulit dikelola dan dikendalikan ini
misalnya birokrasi ekstern yang sangat berbelit yang harus ditaati oleh perusahaan
yang dimiliki negara dalam menjalankan fungsi pembelian barang dan jasa, yang
sulit ditembus dengan cara-cara biasa. Hal ini mungkin dapat dipecahkan dengan
mengkontrakkan saja seluruh pekerjaan tersebut pada pihak ketiga, yang berbentuk
swasta yang tidak terikat pada birokrasi tertentu. Contoh lain adalah mengontrakkan
pemeliharaan peralatan karena setelah dilakukan usaha terus menerus untuk
memperbaiki sistem dan kinerja fungsi pemeliharaan, tidak juga dapat diperbaiki
secara cukup signifikan. Hal ini biasanya karena adanya kelemahan struktural
misalnya tidak tersedia karyawan yang cukup berpengalaman dan berpendidikan
untuk memelihara peralatan yang sangat canggih.
C. MEMBANDINGKAN KEMAMPUAN PERUSAHAAN SENDIRI DENGAN
OUTSOURCING.
Memutuskan untuk memilih apakah untuk pertama kali nya melakukan outsourcing
atau melanjutkan outsourcing memerlukan proses yang cukup kompleks. Bahkan
sebelum memutuskan hal tersebut, perlu dilakukan audit secara obyektif atau
dilakukan appraisal atas aktivitas-aktivitas yang ingin dioutsourcekan. Audit ini
termasuk penilaian secara lugas dan realistik tentang kemampuan sendiri
dibandingkan dengan kemampuan yang diperlukan atau hasil kinerja sendiri
dengan hasil kinerja yang seharusnya diharapkan. Setelah audit yang diperlukan
sudah dilaksanakan, maka perlu dipilih beberapa alternatif outsourcing. Beberapa
pertimbangan yang mungkin dapat digunakan untuk membantu proses
pengambilan keputusan apakah melakukan outsourcing atau tidak adalah antara lain
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :









Bagaimana kinerja standar untuk industri tertentu telah berubah dalam
arti mutu, kecepatan dan tingkat pelayanan ?
Bagaimana benchmark kinerja dari perusahaan skala dunia ?
Bagaimana hasil kinerja perusahaan sendiri ?
Berapa biaya aktivitas yang dilakukan sendiri tersebut ?
Berapa biaya apabila aktivitas yang dimaksud dioutsourcekan ?
Apakah kinerja sendiri dapat diperbaiki secara berarti dengan mengacu
pada benchmark tanpa melakukan outsourcing ?
Apakah volume pekerjaaan cukup untuk mengembangkan perbaikan
secara radikal dengan cukup ekonomis ?
Apakah perusahaan mempunyai kemampuan untuk melakukan
perubahan dan perbaikan secara radikal yang akan mendekati pada
benchmark ?
Untuk kegiatan yang sama apakah perusahaan kompetitor melakukan
outsourcing ?
Berdasarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, pimpinan
perusahaan akan lebih mampu menjawab apakah cukup melakukan sendiri
perbaikan-perbaikan yang diperlukan, atau apakah perlu melakukan outsourcing
atau melanjutkan melakukan outsourcing.
10
Apabila jawaban adalah melakukan outsourcing, maka pertanyaan-pertanyaan
tersebut masih dapat dilanjutkan lagi misalnya :







Aktivitas apa saja yang akan dioutsourcekan ?
Atau bagian dari aktivitas yang mana yang diarencanakan akan
dioutsourcekan ?
Apakah akan dioutsourcekan sekaligus untuk jangka waktu yang lama ?
Apakah dicoba dahulu dioutsourcekan untuk jangka waktu tertentu
dahulu saja ?
Kepada siapa akan dioutsourcekan ?
Bagaimana memilih mitra outsource ?
Bagaimana bentuk outsourcenya ?
Biasanya, keputusan untuk outsourcing dilakukan secara bertahap, yaitu per subaktivitas atau aktivitas dahulu, untuk jangka waktu pendek dahulu sambil diadakan
evaluasi. Apabila ada tanda-tanda positif dan kemajuan, dilanjutkan dengan subaktivitas atau aktivitas lain lagi atau dapat diperpanjang lagi dan seterusnya.
D. AKTIVITAS YANG DAPAT DAN TIDAK DAPAT DIOUTSOURCE.
Seperti telah disinggung di depan, biasanya aktivitas yang dapat dioutsourcekan
adalah aktivitas penunjang, atau bukan aktivitas atau bisnis utama perusahaan (non
core activities atau business) sedangkan bisnis utama tetap dilaksanakan sendiri.
Pertanyaannya adalah bagaimana menentukan apakah suatu aktivitas itu termasuk
dalam core atau non core business ? Seringkali memang agak sukar untuk
membedakan hal ini. Pertanyaan sebagai berikut mungkin dapat membantu dalam
menjawab pertanyaan pokok ini, yaitu :


Apakah hasil utama dari perusahaan itu ?
Proses utama terakhir yang menghasilkan hasil utama tersebut dapat
disebut sebagai core business.
Misalnya perusahaan pembuatan mobil.
 Hasil utama dari perusahaan adalah mobil (utuh, lengkap, sudah terakit)
 Proses utama dari pembuatan mobil adalah ‘merakit’ (assembling) mobil
termasuk ‘mentest’, jadi ini menjadi bisnis utamanya.
 Sedangkan proses atau aktivitas-aktivitas lain bukan bisnis utama.
Aktivitas-aktivitas ini misalnya :
o Pembuatan suku cadang.
o Perakitan komponen barang.
o Pengangkutan suku cadang.
o Pergudangan
o Pemasaran
o Jasa boga untuk karyawan
o Pemeliharaan peralatan dan mesin-mesin
o Dan sebagainya
Misalnya perusahaan minyak dan gas bumi.
11



Hasil utama dari perusahaan adalah crude oil, gas, bahan bakar dari
minyak/gas dan hasil-hasil minyak/gas lainnya
Proses utama dari perusahaan adalah :
o Mencari minyak dan gas bumi (exploration)
o Memproduksi minyak daan gas bumi (exploitation)
o Mengolah minyak dan gas bumi (refining)
o Menjual minyak dan gas bumi (sales and marketing)
Sedangkan proses lain yang bukan masuk bisnis utama misalnya :
o Transpor minyak/gas
o Membangun infrastruktur
o Memelihara peralatan dan bangunan
o Membor sumur
o Memelihara sumur minyak/gas
o Membeli peralatan, material dan suku cadang
o Memelihara camp, perumahan, landscape
o Menyelenggarakan pendidikan untuk anak karyawan
o Menyelenggarakan transpor untuk karyawan
o Menyediakan perumahan karyawan
o Dan sebagainya
Memang ketentuan bahwa yang layak dilakukan sendiri adalah bisnis utama dan
yang layak dioutsource adalah bukan bisnis utama bukanlah suatu aksioma atau
harga mati, tetapi kebiasaan yang banyak dilakukan oleh perusahaan berdasarkan
logika yang sudah dijelaskan dimuka. Pemilihannya masih tetap harus didasarkan
atas penelitian dan studi, mana yang paling menguntungkan perusahaan. Ada
perusahaan yang memandang bahwa diantara bukan bisnis utama, ada beberapa
yang masih perlu dilakukan sendiri karena berbagai sebab antara lain :


Dari segi keamanan, dipandang lebih terjamin apabila tetap dikerjakan
sendiri.
Tidak atau belum ada pihak ketiga yang mampu melakukan kegiatan
yang bersangkutan secara lebih baik atau lebih profesional.
E. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBERHASILAN OUTSOURCING.
The Outsourcing Institute, suatu lembaga yang didirikan di Amerika, yang melakukan
riset mengenai perkembangan outsourcing ini, mengatakan bahwa menurut
penelitian, ada 10 hal atau faktor yang menyebabkan keberhasilan langkah
outsourcing, yaitu :






Memahami maksud dan tujuan perusahaan.
Memiliki visi dan perencanaan strategis.
Memilih secara tepat service provider atau pemberi jasa.
Melakukan pengawasan dan mengelolaan terus menerus terhadap hubungan
antar perusahaan dan pemberi jasa.
Memiliki kontrak yang cukup tersusun dengan baik.
Memelihara komunikasi yang baik dan terbuka dengan individu atau
kelompok yang terkait.
12




Mendapatkan dukungan dan keikutsertaan dari manajemen.
Memberikan perhatian secara berhati-hati pada persoalan yang menyangkut
karyawan.
Memiliki justifikasi ekonomi dan keuangan yang layak.
Menggunakan tenaga berpengalaman dari luar.
Mengenai peranan manajemen dalam outsourcing, dapat dikemukakan bahwa
biasanya pendorong utama di belakang proyek atau usaha outsourcing sekurangkurangnya berasal dari 3 tingkat manajemen dalam organisasi perusahaan, yaitu
direksi, manajer senior dan manajer fungsional.

Direksi.
Pada tingkat ini, direksi biasanya akan memandang outsourcing sebagai
bagian dari strategi perusahaan yang ditujukan pada pemfokusan diri
pada bisnis utama. Apabila dimulai dari tingkat ini, proyek biasanya akan
berakhir pada outsourcing secara lengkap dan tuntas. Perusahaan
selanjutnya hanya akan mengkhususkan diri pada pengembangan mutu
dan layanan yang dibutuhkan para konsumen.

Manajer Senior.
Tingkat manajemen ini cenderung untuk melihat outsourcing terutama
sebagai alat untuk mengurangi biaya dan pengeluaran. Mungkin juga
outsourcing dipandang sebagai cara untuk merubah kultur dengan cara
menciptakan kompetisi dengan pasaran dan mungkin dapat pula dilihat
sebagai cara untuk meningkatkan fleksibilitas perusahaan untuk
mendapatkan jasa layanan dalam lingkungan perusahaan yang begitu
cepat berubah.

Manajer fungsional.
Apabila outsourcing diusulkan dari tingkat ini, seringkali merupakan
indikasi bahwa investasi atau ketrampilan di bidang tertentu dirasakan
kurang memadai dan mencukupi. Outsourcing dianggap sebagai cara
yang paling mudah dan sederhana untuk mengatasi kekurangan tersebut.
BAB II
METODOLOGI OUTSOURCING
A. LANGKAH PELAKSANAAN OUTSOURCING.
Bagi perusahaan yang baru pertama kali akan melakukan outsourcing, pertanyaan
pokok yang diajukan adalah apa yang pertama-tama harus dilakukan dan langkahlangkah apa yang selanjutnya perlu dikerjakan agar outsourcing dapat berjalan
dengan lancar dan berhasil. Maurice E.Greaver II menyediakan 7 langkah pokok
yang perlu dilakukan sebagai berikut ini.
•
•
Perencanaan outsourcing.
Pemilihan strategi.
13
•
•
•
•
•
Analisis biaya.
Pemilihan pemberi jasa.
Tahap negosiasi.
Transisi sumber daya.
Pengelolaan hubungan.
Langkah-langkah ini dilakukan sesudah ada keputusan untuk melakukan
outsourcing. Langkah-langkah ini tentu saja bukan suatu ketentuan yang mutlak
harus dilakukan tetapi sekadar pedoman yang dapat digunakan secara kurang lebih
berurutan yang dikumpulkan dari hasil survei pelaksanaan di sejumlah perusahaan
yang melakukan outsourcing. Dalam pelaksanaan tentu saja perlu disesuaikan
dengan kondisi dan jenis perusahaan yang akan melakukan outsourcing tersebut.
Tidak hanya itu, karena dalam banyak hal, langkah-langkah tersebut justru perlu
dilakukan secara bersamaan atau paralel. Fleksibilitas semacam ini diperlukan
karena berbagai hal antara lain sebagai berikut.
•
•
Dalam proses pelaksanaan selalu terjadi proses belajar, pengujian,
penyesuaian terus-menerus. Untuk itu sering kali diperlukan
penyesuaian seperlunya, sehingga urutan langkah tidak boleh terlalu
kaku dilaksanakan.
Pelaksanaan secara paralel akan lebih mempercepat proses secara
keseluruhan, sejak keputusan apakah jadi atau tidak jadi melaksanakan
outsourcing. Percepatan proyek selalu sangat baik karena penundaan
keputusan sering kali membuat orang frustasi dan dapat menghentikan
proyek tersebut sebelum diputuskan.
Tahap Outsourcing
Perenca
naan
Pilihan
Strategi
Analisis
Biaya
Pilihan
Rekanan
Pengelolaan
Hubungan
Transisi
Sumberdaya
Negosiasi
Persyaratan
14
Tabel berikut menunjukkan semacam bar chart untuk proyek outsourcing tersebut,
dimana terlihat banyak overlap atau dengan perkataan lain, beberapa tahap kegiatan
dilakukan secara paralel.
Tahap-Tahap Metodologi Outsourcing
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tahap
Mulai
Waktu Pelaksanaan
Selesai
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Perencanaan
Pilih Strategi
Analisis Biaya
Pemilihan Rekanan
Negosiasi
Transisi Sumber Daya
Pengelolaan
Hubungan
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------B. PERENCANAAN OUTSOURCING.
Perencanaan outsourcing terdiri dari menentuan objektif, pembentukan tim,
perencanaan jadwal kegiatan dan perencanaan waktu kegiatan, pemilihan konsultan
apabila diperlukan dan sebagainya, pokoknya sekitar manajemen outsourcing.
15
Manajemen Proyek.
Beberapa kegiatan manajemen proyek yang dapat dipersiapkan dalam tahap ini
antara lain ialah 1) penilaian risiko, 2) penerimaan dan dukungan manajemen, 3)
antisipasi penolakan, 4) pemberitahuan rencana, dan 5) pemilihan pimpinan proyek.
•
Penilaian risiko.
o Dalam melakukan suatu proyek apapun selalu ada risiko yang
perlu dihadapi dan ditanggung. Demikian pula dalam
melaksanakan proyek outsourcing. Risiko dalam hal ini umumnya
menyangkut 3 hal yaitu risiko yang berlaku untuk semua proyek,
risiko umum yang biasanya muncul dalam setiap usaha
outsourcing dan risiko khusus yang dapat muncul pada organisasi,
orang, usaha dan pemberi jasa.
o Risiko yang selalu terjadi pada setiap proyek adalah gagalnya
proyek, terlambatnya proyek, kekurangan sumber dana dan
sebagainya.
o Risiko umum yang biasanya dihadapi dalam melaksanakan
outsourcing misalnya resiko melenceng dari desain, risiko yang
berhubungan dengan gagalnya pengelolaan proyek, risiko yang
berhubungan dengan kinerja pemberi layanan dan sebagainya.
o Risko khusus tidak mungkin dibahas di sini karena jenisnya
sangat beragam dana banyak tergantung dari situasi masingmasing perusahaan dan lingkungan.
•
Penerimaan dan dukungan manajemen.
o Karena outsourcing adalah tindakan yang cukup strategis dan
menyangkut banyak perubahan dan mengandung risiko maupun
harapan besar, maka dukungan manajemen harus jelas-jelas
diperoleh tanpa ragu-ragu.
o Bentuk-betuk nyata dari dukungan manajemen tersebut antara
lain berupa menyatakan secara terbuka dan formal mengenai
dukungan proyek outsourcing, menjelaskan arti pentingnya
outsourcing bagi pencapaian tujuan perusahaan, menugaskan
manajer senior dalam proyek dimaksud, menyediakan waktu
untuk mendengarkan perencanaan dan laporan pelaksanaanya,
secara periodik menyatakan kembali dukungannya secara terbuka
dalam berbagai cara.
o Pada tahun 1997, survei yang dilakukan oleh Chief Executive
Magazine dan Andersen Consulting terhadap 382 responden
setingkat CEO mendapatkan jawaban siapa yang patut
memberikan dukungan pada proyek outsourcing ini, yaitu :
Senior management/CIO
51%
CEO
30%
CFO
7%
Middle management
8%
Other
4%
Total
100%
•
Antisipasi penolakan.
16
o
o
o
Outsourcing adalah suatu perubahan bahkan suatu perubahan
besar dalam perusahaan. Perubahan ini menyangkut cara kerja,
tata kerja, tata hubungan, organisasi, lini tanggung jawab, budaya
kerja dan sebagainya.
Setiap perubahan tentu mendapatkan pertentangan dan
penolakan dari para karyawan betatapun kecilnya. Ini adalah sifat
manusia jadi cukup wajar. Namun tetap harus diantisipasi dan
dikelola dengan baik, sehingga penolakan dapat dirubah menjadi
dukungan dan bahkan komitmen.
Oleh karena itu setiap proyek outsourcing tentu mendapatkan
penolakan dari sementara atau sekelompok karyawan. Untuk itu
diperlukan change management dan tim proyek perlu mengetahui
dan mempersiapkan hal ini.
•
Pemberitahuan kepada karyawan.
o Pemberitahuan rencana outsourcing haruslah disampaikan kepada
para karyawan, terlebih lagi karyawan yang akan terkena
dampaknya terlebih dahulu sebelum dilakukan langkah-langkah
lain seperti pemilihan pimpinan anggota tim proyek dan
sebagainya. Hal ini untuk mencegah timbulnya desas-desus
sebelumnya mengenai apa yang terjadi.
o Desas desus yang tidak jelas biasanya mengakibatkan penolakan
terlebih dahulu dari para karyawan dan kalau ini sempat terjadi,
lebih sulit untuk mengembalikan atau membaliknya. Oleh karena
itu, waktu pemberitahuan tersebut penting sekali. Pemberitahuan
meliputi apa yang dimaksud dengan outsourcing, apa tujuan
jangka pendek dan jangka panjang, dampak apa yang diharapkan,
rencana jadwal pelaksanaan, hal-hal apa yang diharapkan
perusahaan dari para karyawan, dan sebagainya. Pemberitahuan
yang tepat waktu, cukup dan jelas akan membantu mengurangi
penolakan para karyawan.
o Pemberitahuan kepada karyawan ini tidak hanya pada waktu
perencanaan saja, tetapi pada setiap langkah yang penting pada
waktu yang tepat. Langkah-langkah penting yang dimaksud
misalnya :
 Pada waktu tim yang diserahi tugas proyek outsourcing
sudah dibentuk.
 Pada waktu proyek outsourcing sudah betul-betul mulai.
 Pada setiap permulaan dan pengakhiran tahapan
outsourcing.
 Pada waktu sudah tampak keuntungan yang nyata
walaupun sedikit.
•
Pemilihan pimpinan proyek.
o Pemilihan pimpinan proyek outsourcing merupakan langkah yang
sangat penting karena sangat mempengaruhi berhasil tidaknya
proyek tersebut. Pimpinan proyek haruslah betul-betul menguasai
hal-hal
yang
menjadi
tanggung
jawabnya,
mampu
17
o
o
•
mengkomunikasikan dengan anggota tim dan seluruh karyawan
maupun dengan pimpinan perusahaan.
Beberapa karakteristik dan ketrampilan yang perlu dipenuhi oleh
pimpinan proyek seperti ini antara lain ialah :
 Mempunyai pengalaman dalam memimpin proyek lain
dengan berhasil.
 Mempunyai kemampuan menggalang konsensus dan kerja
sama.
 Mempunyai pengetahuan mendalam mengenai maksud,
metoda, jenis, keuntungan, dan sebagainya mengenai
outsourcing.
 Menguasai kultur organisasi dan mampu melakukan dan
melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan.
 Kemampuan kuat dalam mengambil keputusan dan
mengatasi kesulitan.
 Berkemampuan kuat dalam melakukan komunikasi dan
presentasi.
 Mampu berfikir secara obyektif dalam mengatasi tekanantekanan mereka yang kurang mengetujui outsourcing.
 Mempunyai orientasi hasil dan sadar akan risiko.
Semua karakteristik dan persyaratan tersebut mungkin dapat
disingkat menjadi satu kata saja yaitu kualifikasi seorang
‘pemimpin.’
Pemilihan anggota tim.
o Sesudah pimpinan tim proyek dipilih, maka selanjutnya perlu
ditunjuk anggota-anggota tim. Pemilihan anggota tim tidak kalah
pentingnya dengan pemilihan pimpinan tim, dengan alasan yang
sama.
o Persyaratan anggota tim hampir sama dengan pimpinan tim, yaitu
antara lain :
 Mempunyai motivasi kuat untuk berpartisipasi.
 Mempunyai catatan yang baik dalam kemampuan
menyelesaikan tugas.
 Mempunyai kemampuan komunikasi yang kuat.
 Mempunyai kemampuan berfikir secara jernih, obyektif
dan strategis.
 Mempunyai pengalaman juga di luar organisasi
perusahaan.
 Memahami secara cukup mengenai konsep outsourcing.
Memilih Konsultan Luar.
Dalam alam spesialisasi dan kompetisi yang begitu luas dan ketat dan dalam
merencanakan suatu proyek baru, banyak hal tidak diketahui atau tidak diketahui
sepenuhnya oleh suatu perusahaan. Oleh karena itu seringkali diperlukan nasihat
atau konsultasi, lebih-lebih nasihat dan konsultasi dari pihak luar yang lebih ahli dan
lebih berpengalaman. Para penasihat dan konsultan tersebut diperlukan bukan saja
untuk mengambil keputusan-keputusan penting, tetapi juga dalam hal-hal praktis
18
seperti melakukan pelatihan, penelitian aspek hukum, mengatasi keberatan dan
tentangan dan sebagainya.
• Ketutuhan umum.
• Kebutuhan khusus.
• Peran para konsultan.
• Kepentingan pelatihan.
• Kemampuan konsultan yang diperlukan.
• Kebutuhan para ahli hukum.
• Spesialis lain yang diperlukan.
• Mengatasi resistensi.
C. PEMILIHAN STRATEGI
Kegiatan pemilihan strategi ini merupakan kegiatan yang sangat penting, karena
pemilihan strategi yang keliru dapat menimbulkan kegagalan atau sekurangkurangnya ketidak lancaran dalam melakukan outsourcing, tetapi juga berlaku
sebaliknya, yaitu bahwa pemilihan strategi yang tepat dapat memperlancar
suksesnya proses outsourcing.
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam pemilihan strategi ialah antara lain :
memilih struktur organisasi, menentukan kompetensi utama, melakukan
restrukturisasi dan pemaduan antara outsourcing dan strategi.
Memilih struktur organisasi.
Ada 2 struktur organisasi yang dikenal yaitu struktur organisasi fungsional atau
vertikal dan struktur organisasi proses atau horisontal. Dalam organisasi
konvensional, yaitu organisasi fungsional, sebagian besar organisasi disusun
berdasarkan fungsi. Dengan perkataan lain, organisasi dibagi menjadi bagian yang
bertanggung jawab atas fungsi tertentu, sehingga ada fungsi pembelian, fungsi
produksi, fungsi penjualan dan sebagainya, sehingga secara tipikal, organisasi dapat
dilihat seperti denah di bawah ini.
Setiap organisasi fungsi yang berbentuk vertikal tersebut, umumnya dikepalai oleh
seorang manajer senior yang menganggap area fungsionalnya sebagai ‘kerajaannya’
dan mereka cenderung pula bertindak sebagai ‘raja’ yang menjaga ‘kerajaannya’
dengan ketat dan tidak mau dimasuki oleh orang lain yang tidak berwenang
terutama dari ‘kerajaan’ lain. Juga yang memberikan ciri dari organisasi fungsinal
atau vertikal semacam itu ialah dalam hal anggaran. Mereka umumnya menyusun
anggaran berdasarkan kegiatan yang akan mereka lakukan dan biaya yang akan
mereka keluarkan sendiri.
19
The functional organization
Purchasing
Production
Distribution
Sales
Mereka bertindak seakan-akan perusahaan itu dikelola dengan tujuan utama untuk
mengendalikan penggunaan sumber daya. Padahal, sudah lama perusahaan yang
unggul menganggap bahwa tujuan perusahaan yang utama ialah menciptakan
penghasilan yang menguntungkan, dan berdasarkan tujuan itu, perusahaan
diorganisasikan dan dikendalikan.
Organisasi vertikal mempunyai beberapa kharakteristik yang menonjol, antara lain
ialah :
•
•
•
•
•
•
Berkembang budaya mencari ‘kambing hitam’ sewaktu ada masalah.
Pengaturan lebih menonjol pada pelaksanaan tugas fungsi.
Jenjang tingkat banyak.
Rentang kendali sempit.
Pekerjaan diatur lebih berdasarkan prosedur kerja.
Proses pengambilan keputusan lambat.
Jelas bahwa tipe sturktur organisasi seperti ini kurang cocok untuk penanganan
perubahan strategi seperti outsourcing. Untuk itu diperlukan perubahan struktur
organisasi yaitu menjadi struktur yang ke dua yaitu struktur organisasi proses atau
horisontal. Struktur organisasi proses ialah suatu penyusunan struktur yang baru
yang berbeda dari struktur vertikal, menjadi struktur bisnis yang menghadap ke
pasar atau berorientasi pada konsumen. Perbedaan antara struktur vertikal dan
struktur horisontal dapat digambarkan sebagai denah berikut.
20
The functional organization
Production
Distribution
Sales
Input focused, budget-driven
Horizontal organization focus
Market-facing organization
21
Output focused, market-driven
Purchasing
Organisasi proses atau horisontal juga mempunyai sejumlah karakteristik yang
menonjol, yaitu antara lain :






Diatur sekitar proses, bukan fungsi.
Berorientasi mencari pemecahan masalah, bukan mencari ‘kambing
hitam’
Datar dan jenjang tingkat berkurang.
Rentang kendali lebih luas.
Dibangun di atas tim antar fungsi.
Dipedomani oleh ukuran kinerja berdasarkan target.
Kunci dari organisasi horisontal ialah proses dan bukan fungsi. Pokok pikiran dari
hal ini ialah bahwa hanya melalui manajemen proseslah, kebutuhan pelanggan itu
secara efektif dapat diciptakan.
Menentukan kompetensi utama.
Kompetensi utama atau core competence ialah kemampuan terunggul perusahaan
yang dimiliki yang menyebabkan perusahaan itu unggul dalam kompetisi.
Kompetensi utama biasanya merupakan hasil spesialisasi yang dikembangkan
perusahaan selama bertahun-tahun, yang merupakan aset yang paling utama dan
paling berharga. Dengan menentukan dan mengenal kompetensi utama, maka dapat
dikenal pula kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan kompetensi utama.
Kegiatan-kegiatan inilah yang biasanya merupakan obyek outsourcing. Seperti telah
dijelaskan di depan, kegiatan yang termasuk dalam kompetensi utama, biasanya
tidak di outsourcekan.
Restrukturisasi.
Suatu perubahan dalam perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja
dapat berjalan secara lambat dan berlangsung terus (continuous improvement) atau
dapat berjalan dengan cepat dan secara radikal (business process reengineering), atau
diantaranya (leap frogging). Untuk itu perlu ditentukan, apakah program outsourcing
yang dilakukan suatu perusahaan itu termasuk dalam tipe perubahan pertama,
kedua atau ketiga. Ini penting agar kaidah-kaidah yang berlaku untuk setiap jenis
langkah perubahan tersebut diikuti.
Pemaduan outsourcing dan strategi.
Jelas bahwa strategi-strategi yang telah disebutkan di atas haruslah terpadu dalam
program outsourcing, dalam arti bahwa pemilihan strategi haruslah disesuaikan
dengan kebutuhan outsourcing apakah itu organisasi, jenis perubahan maupun jenis
pekerjaan yang dipilih. Disamping itu, yang perlu dipilih adalah jenis pemberi jasa
yang cocok dengan kebutuhan.
Ada beberapa jenis pemberi jasa outsourcing yang dikenal, yaitu :
•
•
•
Mitra dagang (business partner), yang bersifat strategis.
Usaha bersama (joint venture), yang bersifat strategis.
Pemasok biasa (supplier)
22
Pada tahun 1997, survei yang diadakan oleh Chief Executive Magazine dan
Andersen Consulting diantara 382 CEO menunjukkan bahwa cara hubungan
strategis lebih banyak dipilih seperti berikut.
•
•
•
•
Partner/trusted adviser (strategic)
Strategic alliance/joint venture (strategic)
Provider (supplier)
Other
47%
22%
26%
5%
D. ANALISIS BIAYA.
Analisis biaya adalah kegiatan pendataan biaya-biaya utama dari kegiatan yang
dioutsourcekan, baik sebelum dan setelah outsourcing, kemudian dilakukan analisis,
apakah ada perbaikan atau tidak, kalau ada cukup berarti atau tidak dan sebagainya.
Oleh karena itu ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu :
•
•
•
•
Menentukan kelompok biaya yang paling signifikan.
Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sebelum outsourcing.
Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sesudah outsourcing.
Melakukan analisis.
Menentukan kelompok biaya yang paling signifikan.
Biaya-biaya dari kegiatan yang di outsourcekan dapat terdiri dari bermacam-macam.
Yang perlu dicatat dan dimonitor bukan semua, tetapi yang besar-besar saja. Untuk
itu biasanya struktur biaya juga mengikuti hukum Pareto, dimana beberapa jenis
biaya mendominasikan seluruh jumlah biaya dan banyak sekali jenis biaya yang
hanya merupakan bagian kecil saja dari seluruh jumlah biaya. Yang perlu dicari dan
dicatat ada yang beberapa itu saja, yang mewakili sebagian besar dari seluruh biaya.
Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sebelum outsourcing.
Sesudah kelompok biaya yang besar dikenali, maka perlu dilakukan pencatatan, baik
jumlah absolut maupun jumlah relatifnya. Meskipun ini adalah suatu langkah yang
mendasar dan sederhana, tetapi tidak semua perusahaan yang akan melakukan
perubahan menyadari dan melakukan hal ini. Apabila langkah mendasar ini tidak
dilakukan, maka tidak mungkin untuk mengetahui apakah suatu perubahan itu
membawa perbaikan atau tidak, dan juga tidak mungkin mengetahui seberapa jauh
perbaikan yang dapat dicapai, apakah sedikit saja, lumayan banyak atau banyak
sekali atau bahkan tidak ada perubahan sama sekali atau bahkan justru terjadi
kemunduran.
Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sesudah outsourcing.
Langkah ini sama dengan langkah di atas, hanya dilakukan sesudah pelaksanaan
outsourcing. Pencatatan data biaya haruslah merupakan kerja rutin, yang merupakan
kebutuhan sehari-hari, dan janganlah dianggap sebagai beban tambahan. Pencatatan
dapat dilakukan secara manual, dan tentu saja dapat dilakukan dengan komputer.
Apabila pekerjaan pencatatan data biaya dilakukan secara berkala misalnya setiap
akhir bulan, maka akan menjadi kebiasaan dengan sendirinya, dan pelaksanaannya
akan makin gampang.
23
Melakukan analisis.
Menghitung data biaya saja tidak cukup. Justru hal itu hanya merupakan alat atau
sarana saja. Yang lebih penting ialah melakukan analisis dan yang lebih penting lagi
ialah hasil dari analisis itu sendiri, karena ini yang menentukan apakah langkah
outsourcing itu memberikan dampak positif pada perusahaan atau tidak, atau justru
malah sebaliknya. Hasil dari analisis ini, misalnya dalam outsourcing di bidang
angkutan, harus menunjukkan informasi sebagai berikut ini.
•
•
•
•
•
Sesudah
Outsourcing
Lebih cepat 30%
Lebih cepat 26%
Lebih murah 35%
Naik menjadi 99%
Berkurang 40%
Transportasi ke luar
Transportasi ke dalam
Biaya transport
Ketepatan pengiriman
Kerusakan barang
Analisis biaya dapat berkembang pula dalam bentuk benchmarking, yaitu
membandingkan kinerja perusahaan sendiri, dalam hal ini biaya suatu aktivitas,
dengan biaya dari perusahaan unggulan. Dengan demikian, dapat diketahui
seberapa jauh kinerja perusahaan sendiri dalam salah satu bidang pekerjaan
mendekati kinerja perusahaan unggulan, atau perusahaan kelas dunia.
E. PEMILIHAN PEMBERI JASA.
Pemilihan pemberi jasa (service provider) merupakan langkah selanjutnya dalam
proses outsourcing. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahapan ini ialah pencarian
sumber pemberi jasa, penentuan kualifikasi pemberi jasa, dan terakhir pemilihan
pemberi jasa.
Sumber pemberi jasa.
Dimana saja pemberi jasa yang potensial dapat diperoleh ? Disamping pemasok
lama di bidang yang serupa merupakan salah satu kandidat untuk menjadi pemberi
jasa outsourcing, beberapa sumber informasi atau cara berikut dapat ditelusuri.
• Referensi dari perusahaan lain.
• Asosiasi industri bersangkutan.
• Dengan cara tender.
• Referensi konsultan.
• Dari pembicara atau peserta seminar outsourcing.
• Dari internet web.
• Dari majalah mengenai perdagangan.
• dan sebagainya.
24
Kualifikasi pemberi jasa.
Penentuan kualifikasi pemberi jasa perlu dilakukan sebagai cara untuk memilih
pemberi jasa yang dibutuhkan. Kualifikasi ialah persyaratan kemampuan yang
diperlukan agar suatu pemberi jasa dianggap mampu memberikan jenis atau mutu
jasa yang dikehendaki. Meskipun kualifikasi ini dapat
disesuaikan dengan
keperluan khusus dan bervariasi dari satu perusahaan ke perusahaan lain, tetapi ada
semacam persamaan, hanya mungkin pembobotannya berlain-lainan untuk berbagai
bidang yang memerlukan layanan. Kualifikasi yang dimaksud misalnya ialah :
• Pengalaman
• Kehandalan layanan
• Kinerja yang menonjol
• Mempunyai reputasi positif
• Mempunyai cukup pelanggan
• Mempunyai SDM memadai
• Mempunyai peralatan memadai
• Mempunyai laboratorium
• Mempunyai kantor
• Memberikan layanan purna jual
• Mempunyai kemampuan keuangan
• Memiliki manajemen yang handal
• Menyelenggarakan manajemen mutu
• Fleksibilitas untuk melakukan perubahan
• Mempunyai kesadaran biaya
• Mempunyai komitmen penuh
• dan sebagainya.
Pemilihan pemberi jasa.
Tentu saja kualifikasi tersebut di atas tidak harus sama nilai atau bobotnya. Untuk
setiap kebutuhan tertentu, pembobotannya dapat ditentukan secara tertentu pula,
tidak perlu dan biasanya memang tidak sama. Sesudah diadakan pembobotan, maka
setiap calon pemberi jasa diberikan nilai untuk tiap-tiap kualifikasi, dan sesudah
dihitung berdasarkan bobot masing-masing, diadakan ranking mulai dengan nilai
paling tinggi. Maka pemberi jasa dapat dipilih mulai dari ranking yang paling atas.
Pemilihan pemberi jasa dapat dilakukan sekaligus untuk jangka waktu lama, tetapi
dapat juga secara bertahap, dalam arti untuk pertama kalinya diberikan untuk
jangka waktu yang lebih pendek. Kemudian setelah diadakan evaluasi, masa kontrak
dapat diberikan lebih lama lagi, dan demikian secara bertahap dan selektif dapat
diperoleh pemberi jasa yang betul-betul handal.
F. TAHAP NEGOSIASI.
Sampai sekarang, tahapan masih pada persiapan ke dua belah pihak dan pemilihan
calon pemberi jasa. Tahap selanjutnya adalah pembicaraan mengenai jasa dan
persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan oleh perusahaan dan yang dapat
ditawarkan oleh pemberi jasa menuju pada suatu titik persetujuan, dalam suatu
proses negosiasi. Beberapa hal yang penting dalam proses negosiasi antara lain ialah
hal-hal yang perlu dinegosiasikan, negosiasi mengenai prinsip-prinsip, perencanaan
negosiasi, temu muka, prinsip-prinsip keadilan, dan pembuatan kontrak.
25
Hal-hal yang dinegosiasikan.
Hal-hal yang perlu dinegosiasikan dipersiapkan terlebih dahulu oleh ke dua belah
pihak sebelum tatap muka dilakukan, agar segala sesuatu yang dibutuhkan dapat
dibicarakan dan tidak ada yang ketinggalan. Dalam negosiasi mengenai outsourcing,
hal-hal sebagai berikut biasanya perlu dibicarakan.
• Jasa apa yang harus diberikan oleh pemberi jasa ?
• Apa tanggung-jawab masing-masing pihak ?
• Berapa tarif dan atas dasar apa tarif dikenakan ?
• Bagaimana perubahan volume mempengaruhi tarif jasa ?
• Bagaimana klausula mengenai perubahan tarif jasa, apabila diperlukan ?
• Berapa lama kontrak diberlakukan ?
• Persyaratan apa yang diperlukan untuk transfer sumber daya manusia ?
• Persyaratan apa yang diperlukan untuk transfer peralatan ?
• Standard kinerja apa yang akan digunakan ?
• Bagaimana cara monitoring kinerja pemberi jasa ?
• Apakah ada sanksi apabila kinerja pemberi jasa tidak sesuai dengan
standard yang sudah ditentukan ?
• Apa saja persyaratan pemberhentian kontrak ?
• dan sebagainya.
Negosiasi mengenai prinsip-prinsip.
Harvard Negotiating Project mengembangkan apa yang dinamakan principled
negotiating. Ini adalah suatu pendekatan negosiasi untuk mencapai tujuan bersama,
dimana terjadi konflik kepentingan, jadi semacam win win negotiation. Dalam
pendekatan ini, pendekatan negosiasi dapat diperas menjadi empat butir hal, yaitu :
• Pisahkan orang dengan masalah.
• Fokuskan pada kepentingan, bukan posisi.
• Kembangkan berbagai kemungkinan sebelum memutuskan apa yang
harus diperbuat.
• Pastikan bahwa hasil yang dicari haruslah berdasarkan suatu standard
tujuan.
Perencanaan negosiasi.
Tatap muka belum dapat dilakukan sebelum dilakukan persiapan tertentu dalam
negosiasi. Langkah perencanaan ini meliputi hal-hal :
• Menentukan target yang ingin dicapai.
• Menentukan strategi.
• Memilih anggota tim negosiasi.
• Menentukan tempat pertemuan.
• Menentukan aturan-aturan yang perlu diindahkan.
• Mengenal lawan negosiasi.
• dan sebagainya.
26
Negosiasi tatap-muka.
Tatap-muka atau temu-muka adalah situasi negosiasi yang sesungguhnya, dimana
dua pihak secara langsung mengemukakan keinginannya dan berunding untuk
mencapai suatu kesepakatan. Mereka yang baru pertama kalinya bertemu dan
bertatap-muka , biasanya canggung, kaku dan kadang-kadang diliputi kecurigaan
dan sebagainya. Seorang psikolog dan filosof Amerika bernama William James
mengatakan bahwa :
‘Whenever two people meet there are realy six people present. There
is each man as he sees himself, each man as the other person sees him
and each man as he really is.’
Negosiasi akan berjalan lebih lancar apabila dua yang terakhir ini yang bertemu dan
berbicara. Untuk itu biasanya sebelum pertemuan formal, diperlukan suatu suasana
perkenalan dan pencairan suasana beku, yang dinamakan ice breaker berupa apakah
makan bersama, main golf bersama, cocktail dan sebagainya.
Prinsip-prinsip keadilan.
Dalam negosiasi perlu dikembangkan prinsip-prinsip keadilan (fairness) untuk kegua
belah pihak, antara lain berupa hal-hal sebagai berikut.
• Anda berhak mendapatkan layanan yang Anda perlukan dari pemberi
jasa, karena memang itulah yang Anda cari dalam outsourcing.
• Untuk jasa layanan tersebut, pemberi jasa berhak untuk mendapatkan
imbalan uang yang setimpal.
• Anda juga berhak mendapatkan ganti yang wajar, sesuai harga pasar,
mengenai perlengkapan yang dialihkan pada pemberi jasa.
• Karyawan yang dialihkan dari perusahaan Anda ke perusahaan pemberi
jasa juga berhak mendapatkan perlakuan yang wajar dan imbalan yang
sesuai.
• Kesalahan mungkin saja terjadi dan dilakukan oleh ke dua belah pihak,
oleh sebab itu, perlu diantisipasi dalam persyaratan kontrak beserta
sanksinya.
• Semua persyaratan dalam kontrak haruslah adil untuk kedua belah pihak
dan harus menggambarkan suatu situasi sama-sama menang.
Pembuatan kontrak.
Pembuatan kontrak adalah hasil akhir dari suatu negosiasi, dimana semua hasil
negosiasikan dituangkan secara tertulis dan lengkap, yang akan menggambarkan
hubungan secara lengkap antara dua pihak di kemudian hari, termasuk tanggung
jawab dan kewajiban masing-masing. Oleh karena itu, semua hal yang mungkin
diperjanjikan harus dituangkan dalam kontrak dan tidak boleh ada yang
ketinggalan, untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.
G. TRANSISI SUMBER DAYA.
Masalah transisi sumber daya pada garis besarnya dibagi menjadi dua, yaitu sumber
daya peralatan dan sumber daya manusia. Transisi yang pertama umumnya tidak
27
banyak menimbulkan kesulitan dan secara relatif dapat dilakukan dengan mudah,
sedangkan jenis yang ke dua jauh lebih sulit karena menyangkut manusia.
Transisi sumber daya peralatan.
Yang diperlukan hanya sekedar daftar jenis dan jumlah peralatan yang akan
dialihkan, kondisi masing-masing peralatan, harga perolehan, tahun perolehan,
harga pasar peralatan dan harga transfer yang ditawarkan. Dalam negosiasi, soal
harga dan cara pembayaran dapat dibicarakan dan diputuskan.
Transisi sumber daya manusia.
Cara transisi sumber daya manusia jauh lebih rumit dan sulit dari transisi peralatan.
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dengan hati-hati, yaitu meliputi :
•
Soal transisi itu sendiri.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dan dijawab oleh perusahaan ialah
meliputi :
o Bagaimana menjelaskan rencana outsourcing ?
o Bagaimana menjelaskan dampak outsourcing pada status
karyawan ?
o Bagaimana mendorong karyawan untuk mau pindah ?
o Bagaimana menjelaskan keuntungan bagi karyawan ?
o Siapa dan berapa yang akan ditransfer ?
o Siapa dan berapa yang akan tinggal ?
o Siapa dan berapa yang harus dibebas-tugaskan ?
o Bagaimana menghadapi serikat buruh ?
o dan sebagainya.
•
Soal persyaratan transisi.
o Status apa yang diperoleh setelah transisi ?
o Bagaimana soal penggajian setelah transisi ?
o Bagaimana fasilitas lain yang diperoleh setelah transisi ?
o Bagaimana tetap menjaga kegairahan kerja ?
o dan sebagainya.
•
Soal lain yang terkait.
o Bagaimana pemecahan bagi mereka yang tidak mau ditransfer ?
o Bagaimana status mereka yang tidak turut ditransfer ?
o Berapa pesangon untuk yang dibebas-tugaskan ?
o dan sebagainya.
28
H. PENGELOLAAN HUBUNGAN.
Pemberi dan penerima kerja mempunyai hubungan yang erat dan hubungan ini
dapat berlangsung lama bahkan lama sekali. Hubungan ini perlu dikelola dengan
baik demi keuntungan ke dua belah pihak. Pengelolaan hubungan ini perlu meliputi
beberapa hal seperti memonitor kinerja dan memecahkan masalah yang timbul.
Memonitor kinerja.
Berbagai jenis atau cara memonitor kinerja dapat dilakukan, demikian pula berbagai
jenis alat monitoring dapat diciptakan. Alat, jenis dan cara monitoring ini
sebelumnya perlu dibicarakan oleh ke dua belah pihak dan sebaiknya dicantumkan
dalam kontrak. Perlu disadari bahwa monitoring kinerja bukan suatu bentuk
ketidakpercayaan pada kinerja pemberi jasa tetapi suatu bentuk pengendalian dalam
fungsi manajemen, yang merupakan kebutuhan setiap perusahaan, apakah
perusahaan sendiri atau perusahaan orang lain.
•
Cara monitoring.
Monitoring dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya :
 Dengan rapat berkala.
 Dengan laporan berkala.
 Dengan kunjungan di lapangan.
 Dengan melakukan audit.
 Kombinasi dari ke empat hal di atas.
•
Alat monitoring.
o Alat-alat monitoring yang dapat digunakan antara lain misalnya :
 Tolok ukur kinerja yang sudah disepakati bersama.
 Target perbaikan tolok ukur pada jangka waktu tertentu.
 Tolok ukur perusahaan unggulan (benchmark)
 Kombinasi dari ke tiga hal di atas.
Memecahkan masalah yang timbul.
Dalam proses outsourcing, selalu akan timbul masalah, kecil atau besar, dan itu perlu
dipecahkan agar outsourcing tetap dapat berjalan seperti diharapkan, untuk
keuntungan ke dua belah pihak. Masalah outsourcing biasanya dapat dikategorikan
ke dalam empat golongan besar, yaitu : orang, proses, teknologi, atau lain-lain.
•
Orang.
Misalnya produktivitas kerja yang berkurang, kurangnya tenaga
mampu, kinerja yang kurang, kerja sama yang kurang, ketidak
cocokan, pemogokandan sebagainya.
•
Proses.
Misalnya tidak cocoknya proses pekerjaan yang dipilih, proses yang
kurang lancar, lambatnya proses pengambilan keputusan, tidak
jelasnya pembagian tugas, dan sebagainya.
29
•
Teknologi.
Misalnya penerapan teknologi yang kurang cocok, pemeliharaan
peralatan, penggantian dan pembelian peralatan, pelatihan
pengguhaan perlengkapan, dan sebagainya.
•
Lain-lain.
Hal-hal lain di luar tiga tersebut di atas seperti peraturan Pemerintah,
tuntutan masyarakat sekitar, keadaan kahar (force majeur), dan
sebagainya.
Pemecahan masalah hendaknya berorientasi pada pencari sumber masalah dan
bersama-sama mencari jalan pemecahan yang sebaik-baiknya, tanpa mencari
kambing hitam atau saling menyalahkan. Apabila pemecahan tidak dapat
ditanggulangi oleh dua pihak yang bekerja sama, baik melalui usaha bersama
maupun negosiasi, maka perlu dimintakan bantuan pada pihak ke tiga yang dirasa
mempunyai keahlian di bidang terkait. Campur tangan pihak ke tiga ini dapat
berupa macam-macam, yaitu :
•
Konsultasi.
Biasanya diperlukan untuk pemecahan masalah yang cukup rumit,
yang memerlukan bantuan keahlian khusus atau perhatian maupun
waktu khusus, yang tidak dimiliki oleh salah satu pihak.
•
Mediasi.
Biasanya diperlukan untuk memperlancar perundingan atau
membantu mencarikan jalan pemecahan yang dapat diterima oleh ke
dua belah pihak.
•
Arbitrasi.
Arbitrasi sifatnya lebih formal daripada mediasi, dimana sudah
terjadi kebuntuan dalam perundingan, sehingga diperlukan bantuan
seorang atau suatu badan arbitrase. Arbitrasi dapat bersifat :
 Mengikat, atau
 Tidak mengikat
•
Judisial.
Apabila dengan musyawarah, dengan mediasi dan arbitrasi tetap
tidak dapat diselesaikan, dapat dibawa ke pengadilan dan tergantung
dari sistem peradilan, dapat diputuskan oleh :
 Hakim pengadilan, atau
 Juri.
30
BAB III
OUTSOURCING
BUKAN SEKEDAR KONTRAK BIASA
A. TIPE-TIPE OUTSOURCING.
Dalam pengertian umum, istilah outsourcing diartikan sebagai contract (work) out
seperti dapat ditemukan di Concise Oxford Dictionery, sedangkan mengenai kontrak
itu sendiri, diartikan sebagai berikut.
‘Contract : to enter into or make a contract. From the Latin contractus,
the past participle of contrahere, to draw together, bring about or enter
into an agreement : con + trahere, to draw’
(Webster’s English Dictionery)
Juga dalam pengertian yang luas, dimana outsourcing sekedar diartikan sebagai
penyerahan atau pengontrakan aktivitas perusahaan pada pihak ke tiga, dimana ada
beberapa tipe yang dapat dikenali, antara lain adalah sebagai berikut ini.
•
•
•
•
•
Contracting.
Outsourcing.
Insourcing.
Co-sourcing.
Benefit-based-relationship.
Contracting.
Ini adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling
sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini menyangkut
kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah seperti pembersihan
kantor, pemeliharaan rumput dan kebun dan sebagainya. Langkah ini adalah
langkah berjangka pendek, hanya mempunyai arti taktis. Langkah ini juga bukan
merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengambil posisi dalam pasar
misalnya, tetapi sekedar mencari cara yang praktis saja. Praktis dalam arti
menghindari kesulitan dan keruwetan yang tidak perlu dan juga menghemat tenaga
biaya. Karena sifat pekerjaan yang sangat sederhana, maka pemilihan pemberi jasa
bukan merupakan masalah serius, karena praktis hampir semua orang atau
perusahaan dengan latihan sebentar dapat melakukan pekerjaan itu. Dari segi biaya,
mungkin bukan bagian yang besar dari seluruh biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan.
Outsourcing.
Adalah penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk
mendapatkan kinerja pekerjaan yang profesional dan berkelas dunia. Oleh karena itu
pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital. Diperlukan pemberi jasa
yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan atau aktivitas yang akan
diserahkan, dengan demikian diharapkan bahwa kompetensi utamanya juga berada
31
di jenis pekerjaan tersebut. Dengan demikian, dan disertai dengan pengendalian
yang tepat, diharapkan bahwa pemberi jasa mampu memberikan kontribusi dalam
meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, outsourcing
merupakan langkah strategis bagi perusahaan dalam arti mempunyai kontribusi
dalam menentukan hidup matinya dan berkembang tidaknya perusahaan.
Insourcing.
Jenis ini adalah kebalikan dari outsourcing, dimana perusahaan bukan menyerahkan
aktivitas pada perusahaan lain yang dianggap lebih kompeten, namun justru
mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai
motivasi. Salah satu motivasi yang penting ialah menjaga tingkat produktivitas dan
penggunaan aset yang maksimal sehingga biaya satuan dapat ditekan sehingga
menjaga dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian, kompetensi
utama perusahaan tidak hanya digunakan oleh perusahaan sendiri, tetapi dapat
digunakan perusahaan lain dengan imbalan tertentu. Hal ini sangat penting
misalnya apabila kapasitas produksi tidak digunakan secara penuh, jadi ada
kapasitas nganggur.
Co-sourcing.
Adalah jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas, dimana hubungan antara
perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa. Ini
misalnya terjadi dalam hal bahwa staf spesialis perusahaan diperbantukan pada
rekanan pemberi jasa karena langkanya keahlian yang diperlukan atau karena
perusahaan tidak mau kehilangan staf spesialis tersebut. Dengan cara ini, maka
keberhasilan pekerjaan seakan-akan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk
juga risiko ketidakberhasilan.
Benefit-based-relationship.
Adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak mengadakan
investasi bersama, dengan pembagian pekerjaan tertentu. Dengan demikian kedua
belah pihak betul-betul saling mendukung dan sebaliknya juga saling tergantung.
Kedua belah pihak mendapat pembagian keuntungan berdasarkan formula yang
disetujui bersama. Kedua bentuk terakhir ini, yaitu co-sourcing dan benefit-basedrelationship adalah bentuk-bentuk yang baru, oleh karena itu masih dalam tahap
percobaan dan pengembangan.
B. BEBERAPA PERBEDAAN POKOK.
Kontrak jasa yaitu pemberian pekerjaan atau penyerahan pekerjaan tertentu pada
pihak ke tiga, di luar perusahaan sendiri, dengan persyaratan dan pembayaran
tertentu telah lama sekali dikenal, jauh sebelum konsep outsourcing diperkenalkan.
Dilihat sepintas lalu, keduanya kelihatannya sama saja. Memang ada beberapa
kesamaan antara kontrak jasa biasa dan outsourcing, seperti 1) bahwa keduanya
merupakan penyerahan atau pemberian pekerjaan pada pihak ke tiga di luar
organisasi perusahaan sendiri, 2) bahwa pemberian pekerjaan tersebut disertai
dengan syarat pembayaran dan syarat-syarat lain, 3) bahwa ke duanya mempunyai
batasan yang jelas mengenai pekerjaan apa yang diberikan, 4) bahwa ke duanya
mempunyai batas waktu tertentu, dan sebagainya. Namun outsourcing mempunyai
32
tujuan dan jangkauan lebih jauh dari itu, seperti tampak pada beberapa perbedaan
pokok sebagai berikut.
Kontrak Jasa Biasa
1. Mempunyai tujuan sekedar menyele
saikan pekerjaan tertentu.
2. Sekedar menyerahkan tugas pada
pihak ke tiga.
1.
2.
Outsourcing
Mempunyai tujuan strategis
jangka panjang.
Ingin menyerahkan tugas
pada pihak yang lebih profe
sional.
Ingin berkonsentrasi pada
bisnis utama.
Hubungan bersifat jangka
panjang.
Sering kali disertai dengan
transfer sumber daya manusia
Hubungan pemberi kerja
dengan kontraktor berkem
bang menjadi hubungan
kemitraan bisnis.
Tujuan lebih menjangkau
jangka panjang.
3. Mungkin tidak dapat, atau tidak sem
pat mengerjakan sendiri.
4. Hubungan pemberi kerja dengan
kontraktor jangka pendek.
5. Umumnya tidak menyangkut transfer
sumber daya manusia.
6. Hubungan pemberi kerja dengan
kontraktor sekedar hubungan kerja
biasa.
3.
7. Tujuan lebih bersifat jangka pendek.
7.
8. Umumnya tidak menyangkut transfer
peralatan atau aset perusahaan.
8. Sering kali disertai dengan
transfer peralatan atau aset
perusahaan.
4.
5.
6.
Tujuan strategis dari suatu outsourcing berarti bahwa outsourcing digunakan oleh
perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan kompetitif
perusahaan agar dapat mempertahankan hidup dan berkembang. Mempertahankan
hidup berarti tetap dapat mempertahankan pangsa pasar sedangkan berkembang
berarti dapat meningkatkan pangsa pasar. Oleh karena itu pekerjaan harus
diserahkan pada pihak yang lebih profesional dan lebih berpengalaman daripada
perusahaan sendiri dalam melaksanakan jenis pekerjaan yang diserahkan, tidak
sekedar pihak ke tiga saja. Secara potensial sebetulnya kesempatan itu ada, dalam
arti bahwa setiap jenis pekerjaan, lambat atau cepat, akan ditekuni dan dapat
dikerjakan secara sangat baik dan profesional oleh suatu kelompok perusahaan
tertentu, dengan adanya spesialisasi. Hanya saja, hal ini mungkin belum banyak
berkembang dalam negara yang sedang berkembang. Ingin berkonsentrasi pada
bisnis utama berarti ingin meningkatkan profesionalisme dan kinerja di bidang yang
seharusnya memang dikuasai dengan baik karena itu pekerjaan utamanya. Ini juga
kecenderungan spesialisasi. Hal-hal tersebut merupakan tujuan jangka panjang dan
hanya dapat dicapai dengan baik, apabila hubungan antara pemberi kerja dan
penerima kerja bersifat jangka panjang, saling menguntungkan, saling percaya, dan
saling mendukung. Hubungan seperti inilah yang disebut hubungan kemitraan
bisnis atau partnership. Hubungan pemberi dan penerima pekerjaan yang terus
menerus berganti tidak mungkin menghasilkan pemberian jasa yang optimal, karena
hanya bersifat jangka pendek, bahkan mungkin sangat pendek. Seringkali apabila
satu pekerjaan dioutsourcekan kepada pemberi jasa, semua karyawan yang bekerja di
33
perusahaan asal ikut dipindahkan juga ke perusahaan pemberi kerja tersebut. Halhal tersebutlah yang membedakan kontrak jasa biasa dengan outsourcing.
C. TUJUAN STRATEGIS JANGKA PANJANG.
Di atas disebutkan beberapa perbedaan pokok antara kontrak biaya dan outsourcing,
yang umumnya menyangkut dua aspek yaitu tujuan strategis dan berjangka
panjang. Oleh karena itu, ada baiknya kalau ditinjau sedikit mengenai hal-hal
tersebut.
Mempunyai tujuan strategis.
Kata strategis selalu menunjuk pada hal-hal yang sangat penting, yang menyangkut
hidup matinya dan berkembang tidaknya perusahaan. Ini berlainan dengan kata
taktis yang hanya sekedar menunjuk pada hal-hal yang bersifat sementara. Oleh
karena itu, maksud dari outsourcing mempunyai tujuan strategis ialah bahwa dengan
melakukan outsourcing, perusahaan ingin meningkatkan kemampuannya
berkompetisi, atau ingin meningkatkan atau sekurang-kurangnya mempertahankan
keunggulan kompetitifnya. Kompetisi antara perusahaan umunya menyangkut tiga
hal yaitu :
•
•
•
harga produk,
mutu produk, dan
layanan.
Hal-hal itulah yang menjadi maksud dan harapan utama dari suatu perusahaan
dalam melakukan outsourcing. Diharapkan bahwa pemberi jasa memberikan
kontribusi kepada perusahaan dalam menjaga dan memperoleh keunggulan
kompetitif dalam tiga hal tersebut. Tujuan ini tidak atau kurang ditemukan dalam
kontrak biasa, yang lebih bersifat taktis.
Penyerahan pada pihak yang lebih profesional.
Maksud dan tujuan strategis tersebut di atas hanya dapat diperoleh apabila memang
dapat diberikan oleh pemberi jasa , yang lebih baik dari perusahaan sendiri. Oleh
karena itu, kemampuan pemberi jasa dalam melaksanakan aktivitas yang diserahkan
harus lebih baik dari kemampuan perusahaan sendiri, sebab apabila tidak demikian,
tidak ada gunanya dilakukan outsourcing. Hal ini dimungkinkan karena
berkembangnya spesialisasi, dimana setiap perusahaan pemberi jasa cenderung
mengembangkan diri pada bidang tertentu yang merupakan bisni utama mereka
yang dikembangkan menjadi kompetensi utama mereka. Pada merekalah outsourcing
itu diserahkan, yaitu pada pemberi jasa sesuai dengan core competencenya. Di negara
yang sudah maju, hampir semua jenis jasa ada pemberi jasa yang profesional.
Memang di negara yang sedang berkembang, hal itu belum tentu ada. Oleh karena
itu, pelaksanaan outsourcing di negara yang sedang berkembang memang masih
terbatas bidangnya. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan besar dapat mencoba
dengan melakukan trial and error, sebab harus ada yang berani dan mau memulai.
Sebagai misal adalah tatkala pada tahun 1996 Pertamina mencoba mengoutsource
pekerjaan refinery maintenance atau pemeliharaan kilang pada pihak ke tiga. Hal ini
dilakukan Pertamina sebagai antisipasi perdagangan bebas negara Asean tahun
2003. Karena belum ada perusahaan dalam negeri yang sudah mampu memberikan
34
jasa tersebut, maka Pertamina menyerahkannya pada anak perusahaannya, yaitu PT
Elnusa, dengan harapan bahwa sebagai anak perusahaan dapat melaksanakan halhal berikut ini :
•
•
•
•
Melaksanakan tugas sesuai kehendak Pertamina.
Dapat dikendalikan dengan aman.
Mau menerima semua karyawan Pertamina yang tadinya bekerja di
sektor pemeliharaan dan logistik.
Dapat dikembangkan menjadi perusahaan yang profesional di bidang
pemeliharaan kilang minyak.
Dalam pelaksanannya, pekerjaan dilakukan perusahaan khusus yang dibentuk PT
Elnusa untuk itu, ada ada konsentrasi penuh, dan menggunakan konsultan handal
yang juga disetujui oleh Pertamina yaitu Fluor Daniel, perusahaan Amerika di
bidang konstruksi dan pemeliharaan yang unggul. Tahun pertama diserahi tugas
melakukan pemeliharaan untuk 3 kilang minyak yaitu Dumai, Balikpapan dan
Kasim, dan karena dianggap berhasil maka tahun kedua semua kilang minyak
Pertamina diserahkan pula pada PT Elnusa, yaitu kilang di Plaju/Sungaigerong,
Pangkalan Brandan, Cilacap, dan Balongan. Bahwa pada pertengahan tahun ke dua
mulai mengalami kesulitan, bukan karena konsep outsourcing itu sendiri, tetapi lebih
karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia, dimana kurs US dollar terhadap
rupiah pada bulan Februari tahun 1998 mencapai 6 kali lebih dari kurs pada Juli
1997, sesaat sebelum mulainya krisis.
Berkonsentrasi pada core business.
Motif dan perbedaan lain dari outsourcing adalah keinginan perusahaan untuk
berkonsentrasi pada bisnis utama dan ini hanya dapat dilakukan apabila tidak
diganggu dengan pemikiran dan kesibukan bisnis sampingan. Dengan
berkonsentrasi pada bisnis utama, maka juga berarti berkonsentrasi untuk
meningkatkan kompetensi utama, yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan
daya saingnya. Apalagi di alam globalisasi, dimana persaingan tidak hanya makin
luas, tetapi juga makin ketat.
Hubungan bersifat jangka panjang.
Agar maksud outsourcing dapat lebih tercapai, maka hubungan antara perusahaan
dan pemberi jasa haruslah berjangka panjang, dimana diharapkan bahwa rekan
pemberi jasa dapat menyesuaikan diri dengan keperluan perusahaan, yang mungkin
sekali unik, karena setiap perusahaan adalah unik dan jasa yang diperlukan juga
bersifat unik. Tidaklah mungkin bahwa jasa dapat diberikan dengan baik, apabila
setiap kali berganti rekanan. Inilah bedanya pula dengan rekanan atau kontraktor
biasa, misalnya pemberi jasa pembersih kantor, dimana setiap kali berganti tidak
akan begitu berpengaruh pada jalannya operasi perusahaan.
PT Caltex Pacific Indonesia misalnya, suatu perusahaan minyak dan gas bumi yang
beroperasi di Riau daratan, sejak lama sudah mengoutsourcekan pekerjaan
construction, engineering dan maintenance pada pihak ketiga. Karena peraturan negara
setempat (Indonesia) dan untuk menjaga kinerja maka setiap kontrak berjangka lima
tahun, dan setiap kali dilakukan tender di antara perusahaan pemberi jasa bidang
tersebut. Mula-mula yang menang adalah Bechtel (perusahaan asing), setelah itu PT
Petroseas (penanaman modal asing), selanjutnya PT RMI (tahun 1985-1993) dan yang
35
terakhir PT Tripatra Engineers & Contractor (periode I 1993-1998 dan periode II
tahun 1998-2003)
Refinery milik Exxon di kota Mobil di negara bagian Alabama di Amerika Serikat
misalnya telah mengoutsourcekan maintenancenya kepada Fluor Daniel selama
kurang lebih dua puluh tahun.
Berkembang menjadi kemitraan bisnis.
Hubungan jangka panjang dan kesadaran saling menguntungkan lama kelamaan
akan berkembang menjadi kemitraan bisnis dalam arti yang lebih dalam, bukan
sekedar basa basi saja. Hubungan jenis ini hanya dapat dicapai kalau ke dua belah
pihak merasa saling memberikan keuntungan dan saling mendukung sehingga juga
sama-sama sadar bahwa mempunyai tujuan yang sama, bukan tujuan yang
berlainan atau bahkan saling bertentangan. Hal ini tidak dapat berkembang dalam
waktu satu dua minggu, tetapi dalam waktu yang lama. Kemitraan bisnis akan
menghasilkan keyakinan bahwa kedua belah pihak perlu terus menerus
meningkatkan profesinya dan kinerjanya agar dapat saling mendukung dan
menguntungkan.
Transfer sumber tenaga kerja.
Di atas telah disinggung, bahwa tidak jarang outsourcing suatu pekerjaan disertai
dengan pemindahan karyawan yang tadinya mengerjakan pekerjaan tersebut di
perusahaan asli ke perusahaan pemberi layanan. Apakah yang dipindah semua,
apakah sebagian, apakah pemindahan melalui seleksi tertentu atau tidak, apakah
gajinya sama atau berubah, apakah tadinya sebagai karyawan purna waktu lalu
menjadi karyawan paro waktu adalah masalah teknis hubungan kerja. Ini memang
dapat menyangkut hal etis apabila karyawan mendapatkan remunerasi dan
kenyamanan kerja yang kurang. Hal ini akan disinggung di bab akhir, tatkala
dibahas aspek etis dari outsourcing. Hal-hal semacam ini tidak terdapat dapat
kontrak biasa.
Tujuan berjangka panjang.
Tujuan strategis selalu berjangka panjang, bukan untuk keperluan sesaat karena
menjaga kehidupan organisasi dan mengusahaan pengembangan perusahaan adalah
tujuan yang terus-menerus dan berjangka panjang bahkan sangat panjang. Oleh
karena itu diperlukan pula rencana jangka panjang, dan rencana jangka panjang
selalu perlu dilengkapi dengan rencana jangka menengah dan rencana jangka
pendek. Ini semua diperlukan dalam outsourcing, yang tidak diperlukan dalam
kontrak biasa.
D. SIFAT STRATEGIS OUTSOURCING.
Pada mulanya keputusan untuk melakukan outsourcing memang hanya dalam
rangka pemecahan masalah taktis belaka. Pada sejarahnya outsourcing tahap pertama
digunakan untuk memecahkan masalah pembayaran gaji saja. Setelah itu digunakan
untuk mendapatkan tenaga ahli. Dalam tahap ini kebutuhan taktis yang masih
menguasai pemikiran itu. Tetapi tahap selanjutnya sudah mengenai masalah taktis
dan strategis, dimana outsourcing digunakan untuk memecahkan masalah stagnasi
proses, kemunduran produktivitas yang terus menerus, banyaknya karyawan kunci
36
yang meninggalkan perusahaan dan sebagainya, pokoknya hal-hal yang
menyangkut kelangsungan hidup perusahaan. Sifat strategis dari outsourcing makin
menonjol karena menyangkut masalah yang sangat fundamental dari perusahaan,
termasuk hal-hal berikut ini :
•
•
•
•
•
•
Visi yang akan datang.
Kemampuan utama sekarang dan yang akan datang.
Struktur sekarang dan yang akan datang.
Biaya sekarang dan yang akan datang.
Kinerja sekarang dan yang akan datang.
Keunggulan kompetitif sekarang dan yang akan datang.
Pada tahun 1997, survei antar para CEO yang dilakukan oleh majalah Chief Executive
dan Anderson Consulting, menggambarkan bahwa dari 382 responden yang
menjawab pertanyaan pendekatan apakah yang mereka gunakan dalam outsourcing,
jawabannya adalah sebagai berikut.
Strategis
Taktis
Keduanya
50%
47%
3%
Hasil survei ini cocok pula dengan survei yang dilakukan oleh KMPG atas para
eksekutif senior di perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Dari 189
jawaban yang masuk, yang memberikan pendapat atas pertanyaan apakah
outsourcing adalah suatu alat strategis, jawabannya adalah sebagai berikut ini.
Sangat setuju
Kurang lebih setuju
Sub total strategis
Kurang lebih tidak setuju
Sangat tidak setuju
Lain-lain
Bukan strategis
29%
60%
89%
3%
1%
7%
11%
Dahulu, outsourcing digunakan ketika perusahaan tidak dapat bekerja dengan baik,
mungkin karena karyawannya kurang profesional, mungkin karena kesulitan
sumber daya lain, karena kurangnya kapasitas, karena kegagalan teknologi dan
sebagainya. Tetapi dalam perkembangannya seperti sekarang ini, outsourcing
digunakan untuk melakukan restrukturisasi perusahaan yang justru masih sedang
dalam keadaan baik. Makin banyak pimpinan perusahaan yang menyadari bahwa
fokus utama ialah mengembangkan kompetensi utama perusahaan dan memenuhi
kebutuhan pelanggan. Semua hal lain yang mengganggu fokus tersebut, layak di
outsourcekan.
Disamping itu, ada perkembangan-perkembangan lain yang menyebabkan bahwa
outsourcing disambut dengan antusias sebagai alat manajemen yang penting.
Perkembangan-perkembangan itu adalah :
37
•
•
•
•
•
•
•
Organisasi yang besar sudah tidak lagi merupakan keunggulan
kompetitif.
Pesaing yang kecil dan lincah sekarang ini mampu merubah industri
dalam sekejab saja.
Tekanan persaingan sekarang ini makin besar dalam perkembangan
ekonomi dunia.
Waktu siklus produk dan jasa makin cepat dan kompetisi berdasarkan
waktu ini memerlukan tanggapan yang cepat.
Kinerja, perkembangan, dan besar organisasi bukan lagi penentu utama
dalam keuntungan di masa mendatang.
Perbaikan yang besar dalam kinerja operasi dan keuangan sangat
menentukan keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan untuk
jangka waktu lama yang akan datang.
Penyediaan tenaga ahli cukup banyak di pasaran sehingga
mempekerjakan mereka secara penuh tidaklah perlu.
E. OUTSOURCING DAN DOWNSIZING.
Ada lagi dua istilah yang sering banyak digunakan akhir-akhir ini yang dikacaukan
artinya, atau lebih tepat disamakan artinya, yaitu outsourcing dan downsizing.
Meskipun secara sekilas, kelihatan dari luar sama, yaitu sama-sama mengurangi
orang dalam suatu perusahaan tertentu, tetapi sebetulnya mempunyai arti yang lain
sama sekali.
Perbedaan-perbedaan antara ke dua istilah itu antara lain ialah :
Downsizing :
Outsourcing :
1. Pengurangan karyawan karena suatu
alasan tertentu seperti berkurangnya
penjualan/pesanan, kelesuan ekonomi,
dan sebagainya.
1. Pemindahan pekerjaan beserta karya
wan yang mengerjakan ke perusahaan lain.
2. Biasanya jumlah pengurangan dalam
jumlah yang besar.
2. Jumlah pengurangan relatif sedikit.
3. Pengaruhnya pada karyawan drastis
dan langsung.
3. Pengaruhnya kurang drastis karena
hanya berubah pemberi kerja.
4. Mempengaruhi masyarakat dan
sektor publik.
4. Umumnya tidak mempengaruhi
masyarakat umum.
5. Aktivitas yang dikerjakan memang
sungguh berkurang.
5. Aktivitas tetap ada hanya dikerjakan
oleh perusahaan lain.
6. Menimbulkan pengangguran secara
langsung.
6. Tidak menimbulkan pengangguran.
7. Anggaran perusahaan turun secara
7. Anggaran perusahaan tetap atau
38
drastis.
turun sedikit.
Kekacauan pengertian dengan menyamakan saja arti ke dua istilah tersebut memang
dapat dimengerti karena memang dari luar kelihatannya hampir sama. Di atas
disebutkan bahwa jumlah pengurangan jumlah karyawan dalam downsizing
biasanya sangat besar, sedangkan pengurangan karyawan dalam outsourcing, kalau
ada, hanya sedikit. Misalnya IBM mengurangi karyawannya (downsizing) dari
406.000 orang pada tahun 1987 menjadi 202.000 orang pada tahun 1995. General
Electric mulai mengurangi karyawannya sejak awal 1980 yang berjumlah 402.000
orang menjadi hanya 300.000 orang saja.
Sementara itu, jumlah karyawan pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1990an
turun banyak sedangkan anggaran belanjanya relatif tetap sama. Ini disebabkan
karena banyak pekerjaan yang tadinya dikerjakan sendiri, diserahkan kepada pihak
ketiga (outsourcing).
F. APAKAH OUTSOURCING HANYA MODE.
Pertanyaan banyak orang ialah apakah outsourcing itu bukan hanya suatu mode saja
dalam manajemen seperti yang lainnya, yang nanti toh akan hilang lagi ? Banyak
yang mengatakan bahwa outsourcing tidak ada bedanya dengan model alat
manajemen lainnya seperti benchmarking, reengineering, total quality management dan
sebagainya, yang cepat terkenal dan sesudah itu cenderung ditinggalkan orang lagi ?
Jawabannya sebetulnya mudah, yaitu kalau toh suatu mode alat manajemen, apa
salahnya ? Sejarah manajemen memang mencatat banyak sekali penemuanpenemuan alat-alat baru yang terus menerus saling melengkapi dan diperbaharui,
seperti :
•
•
•
•
•
•
•
Reverse engineering
Total Quality Control
Just-in-time management
Management by objective
Bechmarking
Business Process Reengineering
dan sebagainya.
Alat-alat manajemen tersebut memang masing-masing mempunyai masa jayanya
sendiri-sendiri untuk kemudian ditinggalkan lagi, meskipun tidak sepenuhnya
benar, untuk diganti dan beralih pada penemuan lain yang lebih canggih dan lebih
baru. Yang benar adalah tidak semua alat tersebut cocok untuk semua perusahaan,
untuk semua situasi, atau untuk semua keperluan. Oleh karena itu selalu ada saja
perusahaan yang mencoba salah satu darinya, ada yang meneruskan, ada yang
meninggalkan, mencoba yang lain dan demikian seterusnya. Justru yang sering kali
keliru ialah para manajer yang hanya secara latah mengadopsi suatu alat manajemen
baru dengan anggapan bahwa alat tersebut akan mampu mengatasi persoalan yang
sedang dihadapi. Perlu diingat bahwa suatu alat manajemen diperlukan untuk
mengatasi atau membantu mengatasi menghadapi suatu tantangan atau persoalan
tertentu saja, dan tidak ada alat manajemen yang ampuh untuk mengatasi segala
macam persoalan.
39
Demikian pula outsourcing hanyalah salah satu alat atau cara manajemen untuk
membantu mengatasi persoalan seperti mengusahakan kinerja yang lebih efisien,
memanfaatkan kemampuan kelas dunia, menghindari persoalan yang sulit diatasi
dan sebagainya.
BAB IV
OPTIMALISASI OUTSOURCING
DALAM KEMITRAAN BISNIS
A. MENUJU BENTUK KEMITRAAN.
Dalam perkembangan lebih lanjut, bentuk outsourcing yang banyak dipilih adalah
kemitraan usaha bisnis, atau business partnership. Istilah kemitraan bisnis sering juga
disebut strategic alliance atau strategic partnership, karena bagi banyak perusahaan,
langkah tersebut bersifat strategis. Dan bentuk kemitraan ini yang dirasa paling
cocok adalah berbentuk single source dan bukan multi source.
Dalam lingkungan bisnis dewasa ini, satu fakta menjadi sangat jelas yaitu bahwa
kemampuan untuk mendayagunakan, mengelola dan memelihara hubungan
40
kemitraan strategis makin lama makin penting untuk memenangkan persaingan.
Namun seringkali hubungan tersebut dikelola secara coba-coba dahulu (trial and
error). Seharusnya hubungan semacam itu harus didasarkan atas perencanaan yang
matang sebelumnya. Keuntungan kemitraan tidak hanya perlu disadari dan
difahami kegunaannya bagi perusahaan yang mengoutsource, tetapi juga perlu
diyakini kegunaannya bagi perusahaan pemberi jasa. Untuk itu diperlukan suatu
perencanaan strategis yang jelas, yang oleh sementara perusahaan dibuat dalam
bentuk manual.
Strategi penjalinan hubungan ini sangat penting untuk memperoleh manfaat yang
maksimal dalam upaya outsourcing, yaitu :



Mengembangkan pendapatan
Mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar
Meningkatkan layanan para pelanggan
Yang secara singkat dapat dikatakan menjadikan perusahaan lebih kompetitif dari
sebelumnya.
Dalam strategi ini, pertama-tama perlu dikenali dan kemudian ditentukan beberapa
alternatif hubungan dengan mitra usaha yang paling menguntungkan kedua belah
pihak. Strategi outsourcing yang baik tentunya harus sejalan dan sinkron dengan
strategi utama (grand strategy) perusahaan dan secara langsung harus menunjang
tujuan dan pencapaian arah perusahaan.
Dalam strategi outsourcing ini, beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah antara
lain :
 Mengenali proses yang dipertimbangkan untuk outsourcing.
 Menentukan bentuk hubungan yang paling sesuai.
 Hubungan kemitraan.
 Keuntungan hubungan kemitraan.
B. MENGENALI PROCES YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN UNTUK
OUTSOURCING.
Pendekatan tradisional yang digunakan untuk menentukan outsourcing adalah fokus
pada pertanyaan mengenai mana yang ‘core’ dan mana yang ‘non core’ business
dimana untuk yang kedua ini dapat dilakukan outsourcing. Pendekatan ini dalam
perkembangannya dirasa terlalu sederhana, oleh karena itu, untuk selanjutnya,
untuk menentukan mana yang akan dioutsourcekan, disarankan untuk melihat secara
lebih terbuka. Ternyata cukup banyak perusahaan yang berhasil dalam
mengoutsourcekan aktivitas yang vital bagi pelaksanaan bisnis utamanya.

Misalnya suatu bank mengoutsourcekan pemrosesan kartu-kreditnya
kepada perusahaan pemberi jasa kredit (credit services organization).
Kartu-Kredit adalah salah satu bisnis utama bank. Tetapi teknologi
mutakhir dan harga juga sangat kristis dalam lingkungan yang
berkopetisi ketat dan bank tersebut sekarang, setelah melakukan
41
outsourcing, dapat memanfaatkan kapasitas yang unggul melalui
aliansi outsourcing.

Sama halnya dengan suatu perusahaan telekomunikasi yang
mengoutsourcekan sebagain besar dari kegiatan international
telemarketingnya.
Oleh karena itu, disamping pendekatan core dan non core business, perusahaan harus
juga mempertimbangkan 2 jenis hubungan outsourcing, yaitu :
 Sharing core.
dimana suatu perusahaan mengoutsourcekan kegiatan yang sangat vital bagi
perusahaan tersebut dengan cara hubungan integrasi dalam intensitas tinggi
dengan mitra outsourcing.
 Expanded core.
dimana hubungan outsourcing dilakukan dengan cara membuat perusahaan
khusus secara tersendiri bersama dalam bentuk joint venture.
Tipe-tipe hubungan seperti diatas hampir selalu memerlukan kerja sama operasional
yang sangat erat dan integratif dan memerlukan pula hubungan kemitraan yang
betul-betul strategis dan berjangka panjang. Dalam hal ini memang sering kali
perusahaan harus mempertimbangkan juga keamanan atau kerahasiaan perusahaan
yang berhubungan dengan kemampuan bersaing dan perlindungan atas teknologi
produknya. Tetapi hal ini tidak perlu terlalu dirisaukan sekali karena dapat dibuat
suatu perjanjian legal yang mengatur dan mengikat hal tersebut. Lagi pula proteksi
dapat diperoleh dari pengaturan seperti hak patent, copyright, persyaratan atau
persetujuan non disclosure dan non-compete dan sebagainya.
C. MENENTUKAN BENTUK HUBUNGAN YANG PALING SESUAI
Bentuk- bentuk hubungan yang dimaksud di sini ialah hubungan antara perusahaan
pemberi jasa dan perusahaan pengguna jasa. Bentuk-bentuk hubungan ini dapat
bermacam-macam, seperti hubungan biasa, hubungan kemitraan, hubungan ventura
bersama dan hubungan integrasi.
Hubungan biasa.
Hubungan yang paling umum dan sederhana adalah hubungan sebagaimana
layaknya hubungan antara dua perusahaan, yang satu memerlukan dan
menggunakan jasa dan satu lagi memberikan atau menyediakan jasa. Hubungan ini
dijalin dalam suatu perjanjian atau persetujuan, baik lisan maupun tertulis,
tergantung cakupan perjanjian. Perjanjian tertulis atau kontrak berisikan semua
kebutuhan, kewajiban dan tanggung-jawab masing-masing pihak bersama dengan
sejumlah persyaratan yang terkait.
Hubungan ini dapat berjangka waktu pendek (satu tahun atau kurang), berjangka
waktu sedang (satu sampai tiga atau lima tahun), dan berjangka waktu panjang (di
atas tiga atau lima tahun).
42
Hubungan kemitraan.
Hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dapat berkembang menjadi
suatu hubungan kemitraan dan hubungan kemitraan dapat berkembang menjadi
alisasi strategis. Namun tidak berarti bahwa hubungan jangka panjang selalu
berakhir dengan kemitraan. Hubungan kemitraan lebih dari sekedar hubungan
jangka panjang, tetapi hubungan atas dasar kesadaran penuh bahwa ke dua belah
bekerja sama dalam suatu misi bersama. Mengenai kemitraan ini akan diuraikan
lebih lanjut di belakang.
Hubungan ventura bersama.
Hubungan bentuk ini ialah suatu hubungan yang berkembang menjadi pembuatan
perusahaan patungan (joint venture), dimana perusahaan dimiliki oleh dua pihak
yang berhubungan. Hubungan semacam ini ingin mengikat lebih erat lagi antara
yang semula pencari jasa dan pemberi jasa, sehingga lebih menjamin kedua belah
pihak untuk berusaha lebih keras untuk memuluskan kerja sama semula. Jadi disini
akan tejadi semacam hubungan segi tiga, antara perusahaan pencari jasa, perusahaan
pemberi jasa, dan perusahaan patungan yang melaksanakan pemberian jasa tersebut.
Dalam pengertian ventura ini, porsi saham perusahaan patungan tidak harus dibagi
sama yaitu 50%-50%, tetapi sesuai dengan kemauan ke dua belah pihak. Yang
penting ada suatu ikatan tertentu antara kedua belah pihak yang bekerja sama. Ini
bentuk hubungan kerja yang lebih maju lagi daripada bentuk kemitraan.
Hubungan integrasi.
Hubungan integrasi pada hakekatnya ialah hubungan dalam satu perusahaan,
karena hakekat integrasi ialah penggabungan beberapa perusahaan, dalam hal ini
perusahaan penerima jasa dan perusuhaan pemberi jasa, dalam satu kepemilikan.
Jadi ini merupakan hubungan yang paling erat, karena sudah merupakan hubungan
antara dua bagian dalam satu perusahaan. Dengan demikian sebenarnya sudah di
luar pembicaraan disini karena sudah bukan merupakan hubungan antara dua
perusahaan, tetapi sudah dalam satu perusahaan.
D. HUBUNGAN KEMITRAAN.
Kemitraan pembeli-penjual atau supplier-buyer partnership adalah istilah yang banyak
digunakan tetapi sekaligus juga banyak disalah artikan. Apabila dilakukan dengan
baik dan berhasil, maka banyak keuntungan yang didapat dalam perusahaan,
terutama dalam peningkatan efisiensi (mengurangi cost), peningkatan mutu dan
peningkatan speed (delivery time). Sebagai contoh, suatu pabrik pembuatan alat berat
setiap kali harus mengebor peralatan yang memakan biaya dan waktu. Hal ini terjadi
bertahun-tahun tanpa ada yang sadar bahwa sebetulnya hal tersebut dapat
dihindari. Pemasok yang mengetahui hal tersebut, menawarkan suatu cetak-biru
(blue print) baru, yang menjanjikan menyediakan peralatan yang sama, yang sudah
diberi lubang sehingga pabrik tidak harus setiap kali melakukan pekerjaan
pemboran metal yang makan waktu dan biaya. Akhirnya usul ini dipelajari dan
diterima dan akhirnya membuahkan penurunan yang cukup berarti dalam biaya
produksi alat berat pabrik tersebut. Ini hanyalah sebuah contoh bagaimana pemasok
dapat membantu menurunkan biaya produksi dengan menawarkan barang dengan
spesifikasi yang lebih tepat dan lebih bermutu. Langkah-langkah tersebut
43
merupakan awal bagaimana Anda dapat mengembangkan hubungan yang lebih erat
dan berjangka panjang dengan para pemasok yang akan menguntungkan kedua
belah pihak sehingga terbentuk kerja sama kemitraan.
Kemitraan jenis ini atau sering kali disebut sebagai aliansi strategis (strategic alliance)
adalah hubungan yang saling menguntungkan antara pembeli dan pemasok dimana
dua belah pihak memahami kepentingan dan kemampuan masing-masing, dan
membentuk suatu kerja sama yang memuaskan kedua belah pihak. Itu tadi adalah
suatu definisi yang memang indah diucapkan, namun dalam kenyataannya ada
begitu banyak variasi yang dijumpai dan begitu banyak ragam kesuksesan atau
kegagalan yang dicapai.
Untuk mengembangkan hubungan baru antara pembeli dan penjual tersebut, ada
beberapa prinsip atau semangat yang perlu dipegang dan diusahakan secara terus
menerus, sebagai pengembangan dari jenis-jenis hubungan pembeli-penjualyang
telah disinggung di depan, yaitu harus ada :






common goal.
mutual benefit.
mutual trust.
transparent.
long term relationship.
continuous improvement in price/cost and quality.
Mempunyai tujuan yang sama (Common goal).
Pengertian-pengertian yang terkandung dalam prinsip atau semangat pertama ini
antara lain ialah :
• Tujuan dari semua perusahaan sebetulnya sama, yaitu dapat hidup dan
berkembang (survive and growth)
• Untuk itu harus terus menerus menghasilkan barang/jasa yang bermutu
dengan harga yang layak, sehingga laku terjual di pasaran dengan imbalan
keuntungan tertentu.
• Pembeli dan penjual harus melihat dua hal tersebut sebagai tujuan yang
sama.
• Kesalahan umum adalah bahwa banyak yang menganggap ‘keuntungan’
merupakan tujuan utama perusahaan. Perusahaan yang dapat
mempertahankan hidup dan berkembang dengan sendirinya tentu
menghasilkan keuntungan yang layak, tetapi sebaliknya perusahaan yang
memperoleh keuntungan di tahun-tahun tertentu saja belum temtu sanggup
mempertahankan hidup untuk jangka waktu yang panjang.
Saling menguntungkan (Mutual benefit)
Hal-hal yang termasuk dalam pengertian ini, yang tidak hanya merupakan semangat
yang harus dijaga, tetapi juga pertama-tama harus ditumbuhkan dan diusahakan,
ialah :
• Dua pihak harus sadar, bahwa dalam setiap membicarakan atau melakukan
negosiasi, harus menghasilkan sesuatu yang dapat saling menguntungkan ke
dua belah pihak (win win), dan tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak
saja dan merugikan pihak yang lain.
44
•
•
•
Kalau ini terjadi, maka hubungan tidak akan lama dan kemitraan akan gagal.
Saling menguntungkan adalah movitasi yang sangat kuat bahkan mungkin
yang terkuat bagi ke dua belah pihak untuk melakukan dan melanjutkan
kemitraan.
Oleh karena itu , tidak ada satu pihakpun yang boleh merasa berada di atas
pihak lain dan dapat mendiktekan kehendaknya pada pihak lain. Semua
harus merasa dan diperlakukan sejajar.
Saling mempercayai (Mutual trust)
Pengertian ini perlu penjelasan lebih lanjut, karena sering kali disalah artikan.
Beberapa penjelasan yang dimaksud antara lain ialah :
• Untuk mencapai prinsip ke dua tersebut, yaitu mutual benefit diperlukan
sikap saling percaya dan terbuka.
• Saling percaya di sini termasuk dalam perhitungan biaya produksi dan harga
barang/jasa yang dihasilkan. Kedua belah pihak dapat saling memberikan
nasehat atau pendapat untuk melakukan efisiensi atau penurunan biaya
tertentu.
• Dengan adanya saling percaya ini, tidak berarti tidak ada lagi negosiasi.
Negosiasi tetap dapat dan sering kali harus dilakukan, namun perundingan
atau negosiasi dalam kemitraan penuh sudah hampir sama dengan
perundingan antar bagian dalam suatu perusahaan saja.
• Saling percaya tidak hanya pada kejujuran dan itikad baik masing-masing,
tetapi juga pada kapabilitas masing-masing untuk memenuhi perjanjian dan
kesepakatan bersama misalnya dalam ketepatan waktu pembayaran, waktu
penyerahan, mutu barang dan sebagainya.
• Kalau mutual benefit dapat disebut sebagai movitasi utama dalam
membangun kemitraan, maka ‘saling mempercayai’ merupakan bahan utama
untuk membangun kemitraan yang berjangka panjang. ‘Saling mempercayai’
tidak hanya harus dibangun tahap demi tahap tetapi harus terbukti dan
dapat bertahan dalam jangka panjang.
Bersifat terbuka (Transparent)
Semangat yang sangat relevan dengan semangaat-semangat di atas ialah ‘bersifat
terbuka’.
• Untuk itu memang dalam batas-batas tertentu yang cukup luas pula, data
dari ke dua belah pihak dapat dilihat oleh pihak lain. Termasuk di sini ialah
data perhitungan harga dan sejenis itu.
• Tentu saja ke dua belah pihak terikat secara legal maupun moral untuk
merahasiakan data-data tertentu yang memang harus dirahasiakan.
• Transparansi dapat meningkatkan saling mempercayai dan sebaliknya pula
saling mempercayai memerlukan saling keterbukaan.
Mempunyai hubungan jangka panjang (long term relationship)
Dua pihak yang merasa saling percaya, saling menguntungkan dan mempunyai
kepentingan yang sama, cenderung akan bekerja sama dalam waktu yang panjang,
tidak hanya 5 atau 10 tahun, tetapi sering kali lebih dari 20 tahun.
• Hubungan jangka panjang juga memungkinkan pihak rekanan penjual untuk
mau, berani dan mampu melakukan investasi yang besar untuk keperluan
R&D untuk meningkatkan mutu produknya.
45
•
Ini pada gilirannya juga akan menguntungkan penjual dan hal ini tidak
mungkin dilakukan apabila hubungan hanya berjangka pendek.
Terus menerus melakukan perbaikan dalam mutu dan harga/biaya (continuous
improvement in quality and cost)
Salah satu prinsip yang penting dalam kemitraan adalah bahwa ke dua belah pihak
harus senantiasa terus menerus meningkatkan mutu barang atau jasa serta efisiensi
atau biaya atau harga barang/jasa dimaksud.
• Dengan demikian, perusahaan dapat bertahan dalam kompetisi global yang
makin lama makin ketat.
• Ketahanan dalam kompetisi menyebabkan perusahaan dapat tetap bertahan
hidup dan dapat berkembang dan ini akan menguntungkan pihak yang lain
juga.
• Jadi perbaikan terus-menerus dalam mutu dan harga barang merupakan
kepentingan ke dua belah pihak.
E. KEUNTUNGAN HUBUNGAN KEMITRAAN.
Sebelum mencantumkan apa saja keuntungan dalam hubungan kemitraan atau
aliansi tersebut, ada baiknya menganalisis apa kerugian dari pendekatan lama,
sebagai berikut ini :
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Dalam pendekatan lama, setiap menghendaki beli barang harus
melakukan tender, sehingga makan waktu, biaya dan tenaga karena
biasanya prosedurnya cukup panjang.
Pemasok, karena mengetahui hanya berhubungan dalam jangka pendek,
cenderung menginginkan memperoleh keuntungan banyak karena
kesempatan mungkin hanya kali itu saja (kecenderung hit and run).
Volume discount tidak atau kurang dapat diberikan oleh penjual karena
pembelian relatif dalam jumlah yang lebih kecil, karena untuk satu
keperluan saja.
Waktu penyerahan sering kali tidak atau kurang dapat dihandalkan dan
juga memerlukan pengawasan yang ketat. Pengawasan ini biasanya
tergantung dan dilakukan oleh pihak pembeli.
Menambah biaya pengawasan mutu berupa kunjungan ke pabrik-pabrik
rekanan penjual, inspeksi dan sebagainya. Ini juga merupakan kewajiban
pihak pembeli.
Lead time atau purchasing time lebih lama, karena setiap kali melakukan
pembelian harus memulai proses atau prosedur sejak awal.
Karena barang yang dibeli diperoleh dari beberapa atau banyak sumber
yang berbeda, sering kali kualitas barang tidak seragam, meskipun
mungkin sudah ada standardisasi barang.
Rekanan penjual atau pemasok tidak terdorong untuk memperbaiki mutu
barang yang dijual sesuai dengan kebutuhan tertentu dari pembeli,
karena sifat hubungan yang jangka pendek tersebut.
Untuk product quality improvement, perusahaan pembeli harus
mengadakan riset sendiri, bahkan mungkin memerlukan mendirikan
bagian R&D secara khusus. Ini meningkatkan biaya investasi dalam
perlengkapan, SDM dan biaya operasi.
46
•
•
•
•
Sistem JIT delivery kurang dapat diterapkan dalam sistem ini, karena
persyaratan JIT purchasing adalah antara lain pemasok yang sangat
handal, penyerahan pengawasan harga pada pemasok dan sebagainya.
Informasi rahasia perusahaan, kalau ada, terpaksa harus diberikan pada
banyak pihak, karena banyak pihak yang berhubungan, sehingga
menambah risiko kebocoran.
Secara keseluruhan, bentuk hubungan lama ini menimbulkan biaya total
yang lebih besar.
Dan sebagainya.
Bentuk lama tersebut bertumpu pada hubungan multisupplier dan bukan single
supplier, sedangkan kemitraan bertumpu pada hubungan single supplier. Sebaliknya
dari kekurangan-kekurangan pada pendekatan lama tersebut , pendekatan
kemitraan akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan kelemahan-kelemahan
tersebut, sehingga hal-hal sebagai berikut dapat dicapai :
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Proses pembelian barang dapat lebih cepat dilakukan sehingga waktu
pembelian dan lead time dapat lebih pendek.
Dapat diperoleh diskon volume lebih besar.
Waktu penyerahan terjamin dan pengawasan tidak perlu dilakukan
secara ketat pesanan per pesanan.
Sistem JIT delivery atau JIT production dapat lebih mungkin dilakukan
dengan baik.
Mutu barang terjamin seragam.
Rekanan penjual dan pembeli dapat merencanakan terus menerus
perbaikan mutu barang dan efisiensi biaya sehingga harga juga dapat
diturunkan.
Fasilitas rekanan penjual dapat dijadikan R&D pembeli, sehingga pembeli
tidak perlu membuat bagian R&D sendiri.
Informasi rahasia dapat dibatasai hanya diberikan pada rekanan mitra
satu atau beberapa saja dan yang dapat dipercaya.
Pada akhirnya, biaya pembelian keseluruhan dalam sistem baru ini akan
lebih kecil dibandingkan dengan sistem lama.
Dan sebagainya.
Pertanyaan yang umum diajukan sehubungan dengan pendekatan di atas ialah
apakah prinsip single supplier tidak menyebabkan keadaan monopoli yang akan
sangat merugikan pembeli. Untuk menjelaskan hal ini perlu dibedakan terlebih
dahulu antara pengertian single supplier (pemasok yang hanya satu) dan sole supplier
(satu-satunya pemasok yang ada). Sole supplier ialah keadaan dimana memang hanya
ada satu pemasok di negara yang bersangkutan, sehingga pembeli tidak ada jalan
lain, mau tidak mau, harus berhubungan dengan pemasok yang hanya satu itu.
Dalam konsep single supplier, sebetulnya banyak tersedia pemasok di pasaran,
namun dengan sengaja dan dengan melalui cara pemilihan atau seleksi tertentu,
dipilih satu pemasok saja untuk satu jenis barang, dan diikat dalam suatu perjanjian
yang disetujui ke dua belah pihak. Dengan demikian, keadaan monopoli dalam arti
harga dan persyaratan lain hanya ditentukan oleh pemasok, tidak terjadi, karena
mengenai harga, pengendalian harga dan persyaratan lain, dirundingkan dan
disepakati oleh ke dua belah pihak.
47
Dalam hal pendekatan atau konsep single supplier ini, perlu diperhatikan hal-hal
berikut ini :
•
•
•
•
Hanya berlaku untuk barang-barang strategis saja.
Satu pemasok untuk satu jenis barang strategis tersebut.
Bukan dimaksudkan bahwa untuk semua jenis dan semua jumlah keperluan
barang, dipasok hanya oleh satu pemasok saja.
Pemilihan pemasok yang satu itu melalui suatu proses seleksi yang
transparan dan ketat sebelumnya.
Satu hal lagi yang perlu disinggung disini, yang mungkin merupakan kendala dalam
melakukan kemitraan dengan single supplier, yaitu pendapat dan pembenaran dari
pihak auditor, baik auditor dalam maupun auditor luar. Memang belum semua
auditor dapat memahami pendekatan ini, terutama bagi auditor yang bekerja di
perusahaan milik negara atau di negara-negara yang sedang berkembang. Sering kali
istilah ‘kemitraan pembeli-penjual’ itu saja merupakan istilah yang alergis di telinga
mereka. Namun yang perlu dijelaskan dan dikembangkan dalam konsep ini ialah
kemitraan antara perusahaan penjual dan perusahaan pembeli, jadi bukan antara
individu atau petugas penjual dengan individu atau petugas pembeli. Hal ini
mengandung perbedaan yang besar sekali. Kemitraan antara perusahaan penjual
dan perusahaan pembeli mengandung tujuan makna yaitu untuk kepentingan dan
keuntungan ke dua perusahaan, jadi tidak menyalahi kepentingan perusahaan dan
ketentuan audit.
F. MEMPERSIAPKAN SUMBER DAYA MANUSIA.
Untuk melakukan konsep kemitraan pembeli-penjual, perlu juga persiapanpersiapan tertentu untuk sumber daya manusia yang terkait, baik persiapan teknis,
ketrampilan maupun mental. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan adalah antara
lain :







Perubahan mental
Pengertian mengenai kemitraan
Ketrampilan melakukan negosiasi
Ketrampilan komunikasi
Ketrampilan melakukan presentasi
Ketrampilan kerjasama
Pendelegasian wewenang
Perubahan mental.
Mempunyai mitra-kerja dan bekerja serta bersikap sebagai mitra tidak dengan
sendirinya gampang, apalagi kalau ini suatu langkah baru, pendekatan baru dan
metoda baru. Mitra berarti kawan-sejajar jadi harus diperlakukan juga sebagai
sejajar. Bagi perusahaan yang sudah lama mempunyai pandangan bahwa pemasok
adalah lawan, pihak yang tidak sejajar, sebagai pihak yang harus ikut saja, sebagai
pihak yang patut dicurigai dan sebagainya, maka perlu waktu, perlu kesadaran,
persiapan dan perubahan mental yang cukup berat dan tidak gampang. Ingat bahwa
prinsip atau semangat kemitraan adalah :
48






sadar akan tujuan yang sama,
saling menguntungkan,
saling mempercayai,
transparan,
hubungan jangka panjang,
perbaikan terus menerus dalam mutu dan harga.
Prinsip-prinsip atau semangat tersebut tidak dapat dicapai dan dibangun dalam
waktu yang singkat tetapi dalam waktu yang lama dan memerlukan usaha yang
sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan mental.
Pengertian mengenai kemitraan.
Pengertian mengenai hal ini harus betul-betul dimengerti, agar semua pihak yang
terkait mempunyai persepsi dan sikap yang sama. Hal-hal yang perlu diketahui
adalah antara lain :









Apa yang dimaksud dengan konsep kemitraan ?
Siapa yang disebut mitra ?
Apa beda dengan pengertian hubungan dengan pemasok lainnya ?
Apa prinsip-prinsip kemitraan ?
Mengapa dilakukan kemitraan ?
Apa keuntungan-keuntungannya ?
Apa konsekuensi-konsekuensinya ?
Siapa bertanggung jawab mengenai apa dalam proses kemitraan ?
dan sebagainya.
Ketrampilan melakukan negosiasi.
Mereka yang akan melakukan negosiasi, apakah negosiasi awal atau negosiasinegosiasi selanjutnya perlu dipersiapkan dalam beberapa hal penting mengenai
negosiasi, misalnya :









Apa maksud negosiasi ?
Ketrampilan apa yang dibutuhkan ?
Persiapan apa yang dibutuhkan ?
Bagaimana merumuskan tujuan dan mengawasi jalannya negosiasi ?
Bagaimana langkah-langkah dan proses negosiasi ?
Apa beda negosiasi dengan calon mitra, mitra atau pemasok biasa ?
Bagaimana bernegosiasi dengan mitra dengan budaya asing ?
Bagaimana menyiapkan negosiasi dengan bahasa asing ?
dan sebagainya.
Ketrampilan berkomunikasi.
Komunikasi adalah ketrampilan yang sangat dan selalu diperlukan dalam hampir
setiap bentuk kegiatan bisnis. Dalam hubungan dengan kemitraan beberapa aspek
negosiasi yang perlu dipersiapkan antara lain ialah :



Beberapa bentuk komunikasi yang efektif.
Beberapa contoh komunikasi yang tidak efektif.
Komunikasi dalam negosiasi.
49




Komunikasi verbal dan non verbal.
Komunikasi formal dan non formal.
Komunikasi dengan mitra.
dan sebagainya.
Ketrampilan melakukan presentasi.
Presentasi adalah salah satu bentuk komunikasi yang khas yang digunakan untuk
menjual suatu ide tertentu di depan pendengar. Hal ini perlu diketahui dan dilatih
bagi mereka yang sering menggunakannya agar berhasil. Hal-hal yang perlu
dipelajari dan dilatih antara lain adalah :










Cara dan teknik presentasi yang baik.
Persiapan mental menghadapi presentasi
Persiapan pembuatan bahan presentasi.
Mengenal peserta (audience).
Teknik mempengaruhi orang.
Memilih dan menggunakan alat peraga yang efektif.
Mengetahui dan melatih mutu suara.
Cara menghilangkan dan mengatasi ‘demam panggung’.
Menghadapi peserta yang ‘sulit’.
dan sebagainya.
Ketrampilan kerjasama.
Ketrampilan kerjasama yang dimaksud disini tidak saja untuk melakukan pekerjaan
semasa periode kemitraan nanti, tetapi sudah sejak dilakukan negosiasi, karena
negosiasi umumnya dilakukan antara dua tim yaitu tim perusahaan pengguna jasa
dan tim dari perusahaan pemberi jasa yang masing-masing terdiri dari wakil-wakil
dari berbagai organisasi seperti keuangan, sales, hukum, pembelian, produksi,
distribusi, manajemen senior, pengawas dan sebagainya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mempersiapkan tim yang efektif antara lain adalah :




Usahakan semua anggota tim mengerti maksud, prinsip dan keuntungan
kemitraan.
Semua anggota tim harus sudah mengetahui bahwa langkah kemitraan
sudah menjadi keputusan manajemen.
Masing-masing memberikan kontribusi untuk menunjang agar kemitraan
berhasil, bukan mencari cara-cara menyabot keberhasilannya.
Kalau ada perbedaan atau kekurang jelasan, selesaikan secara intern
terlebih dahulu sebelum menghadapi orang luar.
Mendelegasikan wewenang.
Apabila bukan manajemen tertinggi yang memimpin tim yang memulai kemitraan
ini, atau melakukan negosiasi, maka diperlukan delegasi wewenang yang jelas dan
cukup dari pucuk pimpinan agar tidak ada keragu-raguan dari semua pihak terkait.
Kewenangan ini termasuk kewenangan untuk memutuskan sesuatu dalam
negosiasi, membuat komitmen, menolak tawaran pemasok yang dianggap tidak
cocok dengan program kemitraan dan sebagainya, pokoknya segala sesuatu yang
diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Tentu saja apabila muncul masalah baru
yang sangat prinsip sekali yang dapat mengikat perusahaan dalam hal besar, perlu
50
konsultasi terlebih dahulu dengan pucuk pimpinan perusahaan sebelum melakukan
komitmen apa-apa.
51
BAB V
OUTSOURCING DALAM BERBAGAI
AKTIVITAS PERUSAHAAN
A. DI BIDANG LOGISTIK.
Bidang logistik termasuk salah satu potensi utama kegiatan untuk outsourcing,
karena dalam perusahaan manufaktur, biasanya biaya untuk logistik merupakan
porsi terbesar dalam anggaran perusahaan, sehingga di situ terletak juga potensi
utama penghematan. Disamping itu pada umumnya tugas logistik dalam suatu
perusahaan bukanlah termasuk bisnis utama , maka tentu saja dapat dioutsourcekan.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai hal ini, dapat dilakukan dengan
mempelajari proses atau langkah yang perlu dilakukan untuk mengelola outsourcing
ini di bidang logistik, mulai dari keputusan untuk outsourcing sampai dengan
mengawasinya, dapat dikemukakan sebagai berikut :








Pembuatan keputusan untuk outsourcing
Pengembangan strategi dan pendekatan untuk outsourcing
Seleksi service provider
Penyusunan kontrak dengan service provider
Penunjukan pengawas pihak ketiga
Monitoring dan pengukuran kinerja
Pemeliharaan hubungan yang produktif
Analisis keuntungan bisnis dari outsourcing
Secara singkat, hal-hal di atas akan dibahas sebagai berikut ini :
1. Pembuatan keputusan untuk outsourcing.
Para periset dari University of Maryland Supply Chain Management Center melakukan
survei terhadap kurang lebih 11.500 Logistics Manager di seluruh Amerika untuk
mengidentifikasikan outsourcing di bidang logistik. Disamping itu dilakukan juga
wawancara secara intensif dan mendalam terhadap 17 manajer dari berbagai
perusahaan yang telah melakukan outsourcing di bidang logistik ini. Tujuan
wawancara ini adalah untuk melakukan validasi terhadap hasil survei tersebut.
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil survei dan wawancara tersebut
adalah sebagai berikut :



Alasan utama yang mendorong mereka melakukan outsourcing adalah
penghematan biaya (41%)
Alasan ke dua yang diberikan adalah bahwa karena tugas logistik adalah
bukan bisnis utamanya (26,5%)
Sebagian besar berpendapat bahwa yang paling mampu mengadakan
perbandingan biaya maupun perbandingan proses antara yang
dilakukan sendiri dan outsource adalah karyawan perusahaan sendiri,
baru sesudah itu konsultan dan paling akhir adalah pihak ke tiga.
2. Pengembangan strategi dan pendekatan untuk outsourcing.
52
Bagaimana strategi dan pendekatan yang dilakukan untuk melakukan outsourcing
inipun merupakan salah satu topik yang dicoba digali dari survei dan wawancara
yang telah disebutkan di atas. Sebagai hasilnya, dapat dikemukakan disini :





Sebagian tidak atau belum melakukan outsourcing di bidang logistik
mereka (19% dari responden)
Sebagian melakukan outsourcing secara bertahap (23,5 % satu per satu
fungsi tiap tahap, 19,9% melakukan dua fungsi tiap tahap)
Sebagian melakukan dua atau tiga fungsi dan selanjutnya langsung
seluruh fungsi logistik dioutsourcekan untuk memperoleh keuntungan
segera.
Langsung melakukan outsourcing untuk seluruh fungsi logistik (9,9% dari
responden) berdasarkan penilaian bahwa sekaligus melakukan
outsourcing akan memperoleh keuntungan secara optimal.
Sebagian sudah pernah melakukan outsourcing, tetapi memutuskan untuk
tidak melakukan outsourcing lagi karena berbagai alasan (4.1%)
Dari survei ini, aktivitas-aktivitas logistik yang dioutsourcekan, disusun menurut
urutan yang paling banyak adalah :











Freight payment and auditing
Warehousing and operations
Carrier selection and rate negotiation
Information system
Shipment planning
Fleet management
Packaging
Product return
Order processing and fulfillment
All supply chain function
Inventory management
3. Seleksi service provider.
Bagaimana cara mencari pemberi jasa yang kelak akan dijadikan mitra outsourcing ?
Dari survei yang sama dapat diketahui bahwa ada beberapa cara yang dapat
ditempuh, dan dibawah ini cara-cara tersebut disusun menurut urutan yang
dianggap paling efektif. Angka di belakang menunjukkan prosentase responden
yang menganggap bahwa hal tersebut paling efektif :







Melalui riset sendiri – 49,4%
Melalui jaringan profesional – 27,3%
Melalui perusahaan konsultan – 6,5%
Melalui asosiasi dagang – 5,2%
Melalui konferensi – 4,0%
Melalui artikel jurnal dagang – 2,7%
Melalui iklan rekanan – 1,5%
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa memilih calon mitra outsourcing dengan
melakukan riset sendiri lebih efektif dari semua cara yang dikenal, dan yang dinilai
53
paling tidak efektif adalah melalui iklan rekanan. Untuk itu diperlukan beberapa
kriteria yang diperlukan untuk menilai calon mitra outsourcing tersebut. Kriteriakriteria tersebut, yang disusun menurut urutan yang dianggap paling penting adalah
sebagai berikut. Angka di belakang menunjukkan prosentase dari responden yang
menganggap hal tersebut merupakan pilihan nomer satu :













Harga atau biaya yang ditawarkan – 31,3%
Kemampuan untuk melayani pelanggan – 14,7%
Stabilitas keuangannya – 12,4%
Kesamaan dengan budaya dan filosofi perusahaan – 9,2%
Kreativitas untuk memecahkan masalah – 9,0%
Reputasi secara umum – 8,2%
Sistim informasi dan kemampuan teknologi yang dimiliki – 6,0%
Aset yang dimiliki – 2,7%
Cakupan internasionalnya – 1,7%
Reputasi untuk melakukan perbaikan secara terus menerus – 1,2%
Besarnya perusahaan – 1,0%
Kebijakan SDMnya – 1,0%
Pengalaman hubungan dengan perusahaan – 0,5%
4. Penyusunan kontrak dengan service provider.
Apa saja yang harus dicantumkan dalam kontrak antara perusahaan dan pemberi
jasa tersebut sebagai persyaratan atau kesepakatan dalam rangka outsourcing ? Mana
saja dari persyaratan-persyaratan itu yang paling penting ? Di bawah ini
dicantumkan hal-hal yang harus dicantumkan dalam kontrak, disusun menurut
urutan yang dianggap paling penting. Angka di belakang menunjukkan, berapa
persen responden yang menganggap bahwa hal tersebut merupakan pilihan atau
ranking pertama dalam pemilihan :












Biaya layanan – 37,1%
Penjelasan tentang kewajiban – 23,1%
Target kinerja - 16,0%
Jangka waktu perjanjian – 6,1%
Pembagian keuntungan – 4,2%
Jaminan dan tanggung jawab – 3,4%
Cara pembayaran – 3,4%
Sanksi atas ketidak mampuan melakukan persyaratan perjanjian – 2,2%
Kepemilikan teknolologi/intelektual – 2,2%
Klausul mengenai pemberhentian kontrak – 0,7%
Cara menyelesaian perselisihan – 0,7%
Ketenaga kerjaan – 0,7%
Dari daftar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dianggap paling penting
dari semua itu, disamping biaya layanan yang diperoleh dan penjelasan tentang
kewajiban masing-masing, juga bagaimana mitra kerja outsourcing tersebut dapat
diawasi dengan baik, yaitu dengan mencantumkan target kinerja dalam kontrak.
5. Penunjukan pengawas pihak ketiga.
54
Dalam hubungan ini, pertanyaan yang penting lagi yang perlu diajukan adalah siapa
yang paling efektif mengawasi pelaksaaan outsourcing ini ? Di bawah ini diberikan
hasil dari survei diatas yang di susun menurut urutan pilihan dan angka di
belakangnya menunjukkan prosentase dari responden yang menganggap bahwa
bagian yang disebutkan tersebut merupakan pilihan pertama yang paling efektif.






Kepala Logistik – 51,5%
Tim terdiri dari wakil berbagai fungsi dari Kantor Pusat dan Strategic Business
Unit (SBU) – 12,1%
Tim terdiri dari wakil berbagai fungsi dari Kantor Pusat – 11,9%
Tim terdiri dari wakil berbagai fungsi tingkat SBU – 10,6%
Eksekutif senior – 7,6%
Konsultan luar – 1,0%
Agaknya dari hasil survei di atas, yang dianggap paling baik melakukan
pengawasan adalah kepala dari fungsi atau aktivitas yang dioutsourcekan.
6. Monitoring dan pengukuran kinerja.
Sesudah menentukan siapa sebaiknya yang melakukan pengawasan, maka perlu
ditentukan metoda apa saja yang digunakan untuk melakukan pengawasan ini. Ada
beberapa metoda yang dapat dipilih dan urutan pilihan yang dapat disimpulkan
dari survei adalah seperti daftar berikut ini. Angka di belakang menunjukkan
prosentase responden yang memilih metoda tersebut sebagai pilihan pertama yang
dianggap paling efektif.





Tolok ukur kinerja – 54,9%
Pertemuan bersama yang dilakukan secara berkala – 24,1%
Kebebasan meneliti catatan pemberi jasa – 9,1%
Survei kepuasan pelanggan – 8,4%
Pemeriksaan dan audit oleh konsultan luar – 2,2%
Apa yang dicantumkan di atas sekedar urutan pilihan para responden. Dalam
kenyataannya banyak perusahaan yang menggunakan dua atau tiga metoda
misalnya pilihan pertama, kedua dan ketiga dilakukan sekaligus untuk memperoleh
hasil yang optimal.
7. Pemeliharan hubungan yang produktif.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan outsourcing adalah menjaga agar
hubungan antara perusahaan dan mitra outsourcing menjadi makin produktif dan
tetap produktif. Untuk itu disamping diperlukan pengawasan yang sudah
disinggung di atas, diperlukan juga suatu pembinaan terus menerus dan tidak dapat
dilepas begitu saja. Disamping keunggulan potensial yang dapat diharapkan dari
outsourcing ini, beberapa kesulitan ataupun tantangan sering dijumpai, antara lain
dapat disampaikan sebagai berikut :




Learning curve yang panjang
Sikap agak menyepelekan.
Kebanyakan pekerjaan.
Sistem informasi yang kurang memadai
55

Dan sebagainya
Hal-hal tersebut sering kali belum dapat dideteksi pada waktu dilakukan seleksi
untuk memilih pemberi jasa dan baru dapat diketahui sesudah beberapa waktu
lamanya kontrak berjalan. Oleh karena itu hal-hal seperti ini harus diantisipasi
sebelumnya dan langkah-langkah pembinaan dan pengamanan perlu dipersiapkan
sebelumnya.
8. Evaluasi keuntungan bisnis dari outsourcing.
Sebetulnya langkah ini adalah kelanjutan atau pelengkap dari langkah ke-6 yaitu
monitoring dan mengukur kinerja outsourcing. Dengan melakukan pengukuran
secara kuantitatif, maka dapat disimpulkan atau dievaluasi keuntungan bisnis apa
yang diperoleh, apa positif ataukah negatif.
Misalnya dari langkah 6 tadi tercatat hal-hal sebagai berikut :






Utilisasi tempat penyimpanan apat diperbaiki sebanyak 20,3%
Biaya transport masuk dapat diperbaiki sebesar 22,6%
Pesanan pelanggan yang tepat waktu dapat ditingkatkan sebesar 73,9%
Produktivitas penanganan karton dapat diperbaiki sebesar 9,2%
Biaya angkutan sebagai persentase dari sales 7,7% lebih baik
Dan sebagainya
Maka dalam langkah ke-8, evaluasi dapat mengatakan bahwa outsourcing telah :



Meningkatkan tingkat layanan pelanggan.
Mengurangi biaya logistik secara total.
Meningkatkan kemampuan dan posisi kompetitif perusahaan.
B. DI BIDANG AKUNTANSI.
Bidang akuntansi adalah salah satu bidang yang semula kurang diminati untuk
dioutsourcekan, ternyata dalam perkembangannya mengalami kemajuan yang cepat
dalam pertambahan outsourcing. Dalam bidang akuntansi, ada tiga subbidang yang
paling banyak dioutsourcekan yaitu pembukuan, proses data, audit internal,
pembayaran gaji, perhitungan pajak, manajemen kas, laporan keuangan,
administrasi pensiun, penagihan piutang, dan pekerjaan klerikal. Keuntungan dan
kerugian outsourcing untuk bidang ini praktis hampir sama dengan keuntungan dan
kerugian outsourcing pada umumnya. Yang cukup menarik dan mengherankan ialah
bahwa akhir-akhir ini, audit internal juga mulai banyak dioutsourcekan. Oleh karena
itu, ada baiknya disampaikan disini keuntungan dan kerugian mengoutsourcekan
audit internal tersebut.
Keuntungan-keuntungan yang diharapkan diperoleh antara lain meliputi hal-hal
sebagai berikut :
•
Ragam keahlian.
56
Perusahaan yang khusus memberikan jasa audit mempunyai
pengalaman dan keahlian yang banyak dan beragam sehingga dapat
memberikan hasil audit yang lebih baik.
•
Mutu staf.
Sama dengan di atas, perusahaan audit apalagi yang termasuk
perusahaan besar dan terkenal, mampu menyediakan tenaga staf
yang lebih bermutu sehingga hasil audit dapat lebih berguna bagi
perusahaan.
•
Kemampuan manajemen.
Kemampuan dan pengalaman manajemen perusahaan audit biasanya
dapat mengelola audit dengan lebih efisien dan efektif dibandingkan
kalau dilakukan sendiri.
•
Pengetahuan mengenai praktek terbaik.
Demikian juga perusahaan pemberi jasa audit yang berpengalaman
luas dapat memberikan pendapat dengan membandingkan dengan
praktek terbaik (best practice) dari perusahaan sejenis, sehingga
perusahaan sekaligus dapat melakukan benchmarking.
•
Biaya variabel.
Dengan mengoutsourcekan pekerjaan audit internal, perusahaan
tidak perlu membayar biaya tetap seperti tenaga auditor sendiri,
tetapi cukup membayar biaya variabel berupa pembayaran kepada
perusahaan audit tersebut.
•
Akses cepat.
Keperluan audit yang khusus dan segera, misalnya untuk kantor yang
baru dibuka di luar negeri, dapat dilakukan dengan lebih cepat,
dibandingkan apabila harus ditangani sendiri.
•
Mengurangi biaya perjalanan.
Hal yang di atas berlaku juga untuk pengeluaran biaya khususnya
biaya perjalanan, karena audit untuk kantor atau pabrik di luar negeri
dapat diaudit oleh kantor perusahaan audit yang terdekat dengan
lokasi kantor yang memerlukan audit.
57
•
Waktu terbuang.
Staf audit perusahaan sendiri biasanya kurang penuh bekerja, karena
ada waktu terbuang antara audit yang satu dengan audit yang lain,
sedangkan hal demikian tidak terjadi apabila menggunakan audit dari
outsourcing.
•
Biaya pelatihan.
Perusahaan dapat menghemat biaya untuk pelatihan dan pendidikan
staf audit, baik biaya waktu maupun biaya uang.
Sedangkan kerugian-kerugian yang mungkin
mengoutsourcekan audit internal ialah mengenai :
•
dapat
diantisipasi
dengan
Biaya.
Tarif biaya yang ditagih oleh auditor luar biasanya dihitung per jam
dan biasanya lebih mahal dibandingkan dengan mengerjakan sendiri,
karena dalam perhitungan biaya tersebut sudah termasuk biaya
overhead dan keuntungan perusahaan.
•
Pelatihan.
Beberapa perusahaan menggunakan tugas audit untuk pelatihan
calon manajer, karena fungsi ini memberikan kesempatan yang bagus
untuk mempelajari seluruh seluk beluk perusahaan dalam waktu
yang relatif singkat. Dengan menyerahkan fungsi audit kepada pihak
lain, kesempatan pelatihan ini menjadi hilang.
•
Pengalaman.
Dalam banyak hal, karena turn over karyawan yang tinggi di
perusahaan pemberi jasa, staf yang diberi tugas audit kurang
berpengalaman, sehingga kinerjanya tidak maksimal seperti yang
diharapkan.
•
Tanggung jawab.
Walaupun audit sudah diserahkan pada pihak ketiga, namun
tanggung jawab kinerja masih tetap menjadi tanggung jawab manajer
bersangkutan. Dalam hal pertanggungan jawab, manajer tidak dapat
menunjuk kekurangan atau kesalahan pada perusahaan pemberi jasa
audit tadi.
C. DI BIDANG MANUFAKTUR.
Sebagian besar dari kegiatan industri adalah fabrikasi atau manufaktur, dan mulamula memang manufaktur dalam suatu industri dianggap sebagai bisnis utama.
Namun mengingat bahwa makin banyak perusahaan industri yang mulai
mengoutsourcekan kegiatan manufakturnya menandakan bahwa agaknya kegiatan
utamanya bukan terletak di situ tetapi di tempat lain. Contoh adalah perusahaan
Monorail Inc. yang membuat PC (personal computer) di pabriknya di Marietta,
Georgia, USA. Perusahaan yang handal di bidang PC kecil ini mengoutsourcekan
semua kegiatan manufakturnya ke Phelps Technologies, suatu perusahaan yang
58
berbasis di Kansas City. Dan tidak hanya itu saja, rupanya semakin banyak
perusahaan komputer yang mengoutsourcekan pekerjaan manufaktur tersebut.
Rupanya yang menjadi kompetensi utama sehingga yang juga menjadi bisnis utama
perusahaan komputer itu bukan membuat, memanufaktur atau merakit komputer,
tetapi ialah menciptakan teknologi sistem komputer. Demikian juga di bidang
industri mobil, bisnis utama dari pabrik mobil bukan lagi merakit mobil, tetapi
teknologi rancang bangun dan model mobil.
Yang termasuk dalam kegiatan manufaktur ialah pembuatan komponen, perakitan,
dan pengepakan lengkap. Seperti halnya dengan bidang-bidang lain, outsourcing di
bidang manufaktur juga mempunyai keuntungan dan kerugian, seperti diuraikan di
bawah ini.
Keuntungan-keuntungan yang biasanya diharapkan dari outsourcing di bidang ini
ialah :
•
Ketrampilah khusus.
Ketrampilan pembuatan barang termasuk ketrampilan khusus, dan
ini dapat dimiliki oleh suatu perusahaan yang mengkhususkan diri
dalam pekerjaan ini dalam waktu yang lama. Hal ini akan diperoleh
dengan lebih baik dari perusahaan pemberi jasa khusus di bidang
manufaktur.
•
Investasi.
Perusahaan tidak perlu melakukan investasi yang besar dan mahal
untuk membeli seperangkat mesin dan gedung untuk melakukan
manufaktur, karena sudah disediakan oleh perusahaan pemberi jasa.
•
Kapasitas produksi.
Demikian pula kapasitas produksi yang sudah siap pakai sudah
tersedia dan tinggal dilaksanakan saja, tanpa harus melakukan
pelatihan, dan melalui tahap trial and error terlebih dahulu.
•
Biaya.
Karena biasanya perusahaan pemberi jasa ini menerima banyak
pesanan pekerjaan dari beberapa perusahaan, maka kemungkinan
besar kapasitas produksinya dapat dioptimalkan sehingga dapat
menekan biaya produksi per unit.
Adapun kerugian yang perlu diantisipasi sebelumnya dari usaha outsourcing di
bidang ini ialah :
•
Kapasitas pabrik.
Disamping merupakan suatu keuntungan, kapasitas pabrik dapat
juga menjadi kerugian bilamana kapasitas pemberi jasa sudah
sedemikian penuh sehingga kadang-kadang menolak atau enggan
menerima pesanan lagi. Juga kepenuhan kapasitas ini tidak
memungkinkan permintaan tambahan pesanan manakala diperlukan.
59
•
Jangka pendek.
Akibat kapasitas yang penuh tersebut, banyak pemberi jasa di bidang
ini menolak untuk membuat kontrak jangka menengah atau jangka
panjang, tetapi hanya mau membuat kontrak jangka pendek. Ini
mengurangi rasa aman di pihak perusahaan dalam menjamin
kelangsungan produksi.
•
Praktek ilegal.
Biaya yang murah dari perusahaan pemberi jasa sering kali juga
disebabkan oleh penggunaan tenaga murah dan atau tenaga imigran
gelap. Hal ini, apabila ketahuan, dapat menyeret perusahaan dalam
persoalan yang tidak enak, termasuk mempengaruhi reputasi
namanya di mata pelanggan.
D. DI BIDANG PEMELIHARAAN.
Yang dimaksud dengan pemeliharaan di sini dibatasi pada pemeliharaan dan
pembersihan gedung, meskipun outsourcing dapat dan banyak juga dilakukan untuk
pemeliharaan untuk alat-alat transpor, mesin-mesin pabrik dan sejenisnya. Jenis
pemeliharaan dan pembersihan gedung ini merupakan salah satu bentuk outsourcing
yang paling populer, meskipun sering kali hanya dalam bentuk kontrak jasa biasa,
bukan dalam bentuk outsourcing.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari outsourcing bidang kegiatan ini
antara lain ialah :
•
Biaya.
Yang umum diharapkan dari outsourcing bidang pekerjaan ini ialah
biaya yang lebih rendah dan dalam bentuk biaya variabel, bukan
dalam bentuk biaya tetap seperti apabila pekerjaan tersebut dilakukan
sendiri.
•
Masalah perburuhan.
Dengan menyerahkan pekerjaan yang bersifat padat karya ini ke
pihak lain, perusahaan terbebaskan dari masalah perburuhan yang
mungkin terjadi, yang sering kali cukup merepotkan dan banyak
makan tenaga, biaya dan waktu.
•
Keahlian khusus.
Dalam hal pemeliharaan peralatan khusus dan berteknologi canggih,
diperlukan ketrampilan dan keahlian khusus yang sering kali tidak
dimiliki oleh perusahaan, oleh karena itu keahlian pihak ketiga sangat
membantu.
•
Investasi.
Dalam hal pemeliharaan peralatan besar apalagi khusus, perusahaan
terbebaskan dari keharusan untuk melakukan investasi berupa
pembelian alat-alat untuk pemeliharaan rutin, pemeliharaan
pencegahan, maupun pemeliharaan besar.
60
•
Asuransi.
Asuransi baik asuransi untuk alat-alat pemeliharaan dan asuransi
pada karyawan ditanggung oleh perusahaan pemberi jasa, bukan oleh
perusahaan sendiri.
Sedangkan beberapa kerugian yang harus dihadapi dalam outsourcing kegiatan ini
ialah :
•
Masih memerlukan sendiri.
Sering kali meskipun pekerjaan pemeliharan dan pembersihan
gedung/ kantor sudah diserahkan pada pihak ketiga, masih saja
diperlukan dikerjakan sendiri, karena berlangsung waktu lembur
dimana tenaga dari pemberi jasa sudah tidak ada, belum datang, dan
sebagainya.
•
Kurang pengalaman.
Dalam hal-hal tertentu, kemungkinan tidak tersedia perusahaan
pemberi jasa setempat yang cukup berpengalaman mengerjakan jenis
pekerjaan ini, sehingga hasil kerjanya kurang memuaskan perusahaan
pemberi jasa.
•
Masalah perburuhan.
Walaupun secara hukum masalah perburuhan sudah bukan menjadi
kewajiban perusahaan pemberi kerja, namun kalau perusahaan
pemberi jasa kurang cepat dan terampil menanganinya, dampaknya
akan terasa oleh perusahaan pengguna, apakah berupa mogok kerja,
kerja lambat dan sebagainya.
•
Ketergantungan.
Pekerjaan pemeliharaan yang terus menerus dilakukan oleh pihak
ketiga, mengkibatkan perusahaan tidak mempunyai karyawan sendiri
yang mampu melakukannya, sehingga sangat tergantung dari
perusahaan pemberi jasa tersebut.
E. DI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA.
Jenis tenaga yang paling banyak digunakan di sini ialah tenaga klarikal, atau tenaga
spesialis. Biasanya penggunaannya ialah atas dasar kebutuhan sementara, karena
untuk beberapa negara, ketentuan perundangan kadang-kadang tidak
memungkinkan menggunakan tenaga kontrak untuk untuk kebutuhan yang bersifat
tetap. Tenaga-tenaga spesialis yang umumnya dibutuhkan misalnya tenaga untuk
rekrutmen, untuk pelatihan, untuk audit.
Sebetulnya hanya ada perbedaan yang sangat tipis antara outsourcing jasa tertentu
dengan outsourcing tenaga tertentu. Kebutuhan akan pelatihan dapat dilakukan
dengan mengoutsourcekan kepada perusahaan pemberi jasa pelatihan atau juga
kepada perusahaan pemberi jasa sumber daya manusia yang khusus berpengalaman
dalam pelatihan. Jasa dalam model yang pertama umumnya dihitung berdasarkan
61
lama dan bobot serta jenis jasa, sedangkan dalam model kedua lebih cenderung
dihitung dengan dasar orang/jam atau orang/hari.
Beberapa keuntungan yang diharapkan diperoleh dari outsourcing bidang sumber
daya manusia ialah :
•
Bukan masalah strategis.
Mengandalan dan menyerahkan tugas kepada pihak ketiga tidak akan
mempengaruhi kepentingan perusahaan sepanjang tidak menyangkut
tugas yang strategis.
•
Pengalaman.
Untuk beberapa tugas, diperlukan petugas yang pengalaman di
bidang tersebut, dan sering kali hanya dapat diperoleh secara cepat
melalui outsourcing. Memang pengalaman dapat dikumpulkan dalam
perusahaan sendiri, tetapi memerlukan waktu dan kadang-kadang
justru waktu tidak ada, karena suatu kebutuhan mendesak misalnya.
•
Biaya.
Dalam banyak hal biaya untuk menggunakan tenaga dari luar lebih
kecil dan juga hanya menyangkut biaya variabel, apalagi apabila
diperlukan untuk waktu terbatas. Hal ini lebih-lebih lagi apabila
standard gaji perusahaan sendiri lebih tinggi dari standard gaji
perusahaan pemberi jasa.
Sedangkan beberapa kerugian yang dapat diantisipasi dari jenis outsourcing seperti
ini ialah :
•
Biaya.
Disamping memberikan keuntungan, biaya dapat juga merupakan
kerugian karena dalam beberapa hal, biaya yang dikeluarkan lebih
tinggi daripada kalau dilakukan sendiri. Ini berlaku misalnya kalau
memerlukan tenaga dalam jangka panjang dan standard gaji
perusahaan sendiri di bawah standard gaji perusahaan pemberi jasa.
•
Pengawasan.
Bagaimanapun juga, orang yang digunakan dari luar untuk
melakukan suatu pekerjaan memerlukan pengawasan. Untuk itu
sering kali masih diperlukan pengawas yang bertugas mengawasi
yang melakukan pekerjaan tertentu itu, sesuai dengan kebutuhan,
sehingga kinerjanya sesuai dengan kebutuhan.
•
Larangan.
Seperti telah disinggung di depan, di beberapa negara mungkin tidak
diperbolehkan untuk mempekerjakan orang dalam hubungan labour
supply untuk pekerjaan yang bersifat tetap atau relatif tetap.
62
BAB VI
BENCHMARK DAN BENCHMARKING SEBAGAI
ALAT PENGENDALI OUTSOURCING
A. PENGERTIAN BENCHMARKING.
Perkembangan perdagangan dunia membawa pula perkembangan di dunia
manajemen khususnya manajemen bisnis. Ini suatu tanda bahwa dunia manajemen
mencoba terus menerus mengembangkan dirinya untuk menghadapi perkembangan
63
di dunia perdagangan dan bisnis tersebut. Sehubungan dengan itu, dalam dekade
terakhir ini, dunia manajemen bisnis dibanjiri dengan singkatan-singkatan bermakna
hebat seperti misalnya :
MBO
SQC
TQM
QFD
Management by Objectives
Statistical Quality Control
Total Quality Management
Quality Function Deployment
dan sebagainya.
Di kalangan bisnis dan perusahaan di Amerika, sesuatu yang sangat menarik telah
terjadi. Dalam suasana persaingan global yang tengah terjadi, perusahaanperusahaan sibuk meneliti kembali cara-cara operasinya, menilai kembali metodametoda yang digunakan selama ini dan saling belajar satu sama lain. Itulah
benchmarking , yang timbul sebagai suatu kecenderungan dan fenomena baru yang
sangat penting hampir di seluruh dunia industri di Amerika.
Bechmarking mungkin merupakan istilah terbaru yang muncul di dunia bisnis yang
berhubungan dengan peningkatan produktivitas dan mutu produk .Apa yang
dimaksud dengan benchmarking ? Ada beberapa definisi yang kiranya dapat dikutip
disini, antara lain :
‘Benchmarking is a continuous search for and application
of significantly better practices that leads to superior competitive performance’
(The Westinghouse Productivity & Quality Center)
Definisi lain dikembangkan pula oleh International Benchmarking Clearing House
(IBC) sebagai berikut :
‘Benchmarking is a systematic and continuous measurement
process; a process of continuously measuring and comparing
an organization’s business processes against business process
leaders anywhere in the world to gain information which will
help the organization take action to improve its performance’
Dari definisi terakhir ini, ada beberapa kata kunci yang menjelaskan secara
gamblang apa yang dimaksud dengan benchmarking tersebut , ialah :
•
•
•
•
measuring and comparing,
systematic and continuous,
against business leaders,
take action to improve performance.
Jadi 4 unsur tindakan tersebut adalah keseluruhan dari arti benchmarking, mulai dari
mengukur dan membandingkan yang dilakukan secara sistematis dan terus-nenerus
dengan perusahaan yang ‘paling unggul’ dan selanjutnya mengambil langkahlangkah untuk memperbaiki kinerja. Dengan perkataan lain, benchmarking tidak
64
hanya mengukur dan membandingkan saja seperti sering kali diartikan, tetapi juga
mengusahakan perbaikan-perbaikan yang membawa perusahaan ke arah kinerja
perusahaan yang dijadikan sasaran bandingan dimaksud.
Yayasan Palapa Nusantara, yang pada tahun 1996, yang didirikan oleh KADIN dan
ditugasi Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan metode ini di sejumlah
BUMN maupun beberapa perusahaan swasta terpilih, memberikan definisi sebagai
berikut :
‘Benchmarking adalah metode manajemen yang mempelajari dan
mengevaluasi secara sistematis dan berkesinambungan terhadap
barang, jasa dan proses kegiatan yang dilakukan organisasi superi
or tingkat dunia untuk kemudian hasilnya diterapkan di perusahaan
sendiri dengan tujuan akhir mampu meningkatkan kinerja perusaha
an melampaui organisasi panutan tersebut’
Difinisi inipun, kalau kita pelajari dengan baik, sejalan dengan definisi-definisi
terdahulu yang telah disebut.
B. SEJARAH BENCHMARKING.
Sudah sejak tahun 1800an, karya-karya Frederick Taylor telah menggunakan metoda
ilmiah dalam bisnis dengan cara membanding-bandingkan proses produksi. Selama
Perang Dunia II, sudah menjadi kebiasaan perusahaan untuk mencek dan
membandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain standar mengenai upah,
beban kerja, keselamatan kerja dan lingkungan kerja. Di dalam bukunya yang
menceriterakan mengenai pengembangan sistem produksi Toyota, Taiichi Ohno,
bekas Vice President Produksi menggambarkan usaha-usaha benchmarking yang
sudah mulai berkembang sesudah berakhirnya Perang Dunia II sebagai berikut :
‘Following World War II, American products flowed into Japan,
chewing gum, Coca-cola, event the Jeep. The first US style su permarket appeared in the mid 1950’s. And as more and more
Japanese people visited United States, they saw the intimate rela
tionship between the supermarket and the style of daily life in America. Consequently, this type of store became the rage in Japan
due to Japanese curiosity and fondness for imitation’
Dari pengamatan proses di supermarket ini, kemudian Ohno mengembangkan ‘just
in time inventory management method’ dari metode ‘pengisian kembali rak-rak di
supermarket tersebut’ (shelf restocking).
Beberapa orang berpendapat bahwa Jepang memang ahli dalam ‘meniru’ segala
sesuatu dari Barat, bahkan ada yang menyebutkan sebagai keahlian dalam imitative
innovation. Tetapi sebetulnya ini kurang tepat karena sebetulnya yang dilakukan
Jepang adalah benchmarking, sebagai suatu jalan pintas untuk meningkatkan kinerja
perusahaannya. Mengenai hal ini, Paul Howell menulis :
‘The Japanese excel at benchmarking, at exhaustively analysing the
best companies in each industry, then continually improving on
65
their performance until the Japanese products and services then
become the best’
Contoh klasik yang paling terkenal adalah kasus industri mesin fotokopi Xerox
(Rank Xerox America) yang disaingi secara mengejutkan oleh perusahaanperusahaan Jepang, yang masih baru dalam industri tersebut, sehingga memaksa
Xerox justru belajar dari para pesaing barunya. Hal ini terjadi setelah tahun 1972,
dimana hak paten yang dimiliki Xerox habis masa berlakunya sehingga
memungkinkan perusahaan lain untuk menjiplak teknologi yang digunakannya.
Metode belajar dari luar dan menerapkan hasilnya di perusahaan sendiri telah
dikembangkan oleh Xerox menjadi suatu metoda atau alat menejemen baru, yang
memperkaya metoda yang sudah ada. Metoda yang digunakan dan dikembangkan
oleh Xerox ini dinamakan Business Benchmarking.
Sejak tahun 1989, benchmarking menjadi sangat populer di kalangan bisnis dan
industri di Amerika. Perusahaan tekstil raksana, Milliken selama periode 1990-1994
telah melakukan benchmarking sebanyak 400 kali. Demikian juga Motorola, dalam
kurun waktu yang sama telah melakukan benchmarking sebanyak 125 kali. Akibatnya
mulai tahun 1990an, dunia telah menyaksikan kebangkitan kembali daya saing
internasional bisnis Amerika yang dalam beberapa bidang telah mengalahkan
dominasi Jepang.
Perlu juga disampaikan disini bahwa ada istilah benchmark dan ada benchmarking
yang sepintas lalu seperti sama, yang perlu dibedakan secara tajam. Pada
kenyataanya, walaupun ada hubungannnya, artinya sangat berlainan. Benchmark
(tolok duga) adalah suatu ukuran kinerja yang bersifat tetap berdasarkan rumusan
kriteria yang jelas, dari suatu perusahaan unggulan mengenai suatu kegiatan
tertentu. Sering kali ukuran kinerja ini dinyatakan dalam bentuk kuantitatif.
Benchmark dengan demikian sama artinya dengan ‘tolok ukur’. Benchmarking adalah
metoda untuk mencari dan menerapkan best practice dari perusahaan unggulan,
melalui berbagai tahap aktivitas, jadi lebih luas artinya, seperti dijelaskan di atas.
C. PERKEMBANGAN BENCHMARKING.
Menurut G.H.Watson, benchmarking berkembang melalui suatu evolusi dalam empat
tahap atau generasi. Perkembangannya secara evolusif sangat mirip dengan model
klasik yang ‘merubah seni menjadi ilmu’ (art-transitioning-to-science) , suatu model
pengembangan yang biasanya berlaku dalam bidang manajemen. Perkembangan ini
dimulai sejak studi Ohno dalam supermarket yang dijelaskan di atas sampai
publikasi Xerox Corporation pada sekitar tahun 1989 mengenai keberhasilannya
menggunakan benchmarking ini sehingga memperoleh Malcolm Baldrige National
Quality Award.
Seperti digambarkan dalam gambar 1, generasi pertama terjadi pada waktu mulai
dipraktekkannya reverse engineering (rekayasa terbalik). Pada waktu itu benchmarking
baru diberlakukan untuk perangkat lunak dan perangkat keras , dan belum
diberlakukan untuk proses produksi. Reverse engineering, yang merupakan bahasa
tehnik adalah suatu pendekatan kerekayasaan dalam membanding-bandingkan
produk, termasuk membongkar barang hasil perusahaan lain dan mengevaluasinya
secara tehnik. Dalam generasi pertama ini, pembandingan difokuskan pada
produknya, oleh karena itu disebut product oriented approach.
66
Gambar 1
Benchmarking as a Developing Science
Fifth Generation
Global Benchmarking
Fourth Generation
Strategic Bechmarking
Third Generation
Process Benchmarking
Second Generation
Competitive Benchmarking
First Generation
Reverse Engineering
Contoh klasik reverse engineering dalam dunia internasional adalah Toyota yang
mengubah bisnis intinya dari industri tekstil menjadi industri otomotif. Pada
mulanya Toyota mengirim ahli-ahlinya ke Ford untuk belajar. Mereka juga membeli
sejumlah mobil, dibawa ke Jepang dan satu persatu dibongkar dan dianalisis secara
terinci sekali. Setelah menemukan kuncinya, kemudian direkayasa ulang dengan
bentuk baru, bahan baru dan diproduksi dengan upah buruh yang lebih murah.
Kemudian dilempar ke pasaran Amerika dengan mutu yang lebih tinggi dan harga
yang lebih murah. Konon, PT Bukaka juga melakukan hal yang sama dalam
memproduksi ‘belalai gajah’ (aerobridge) untuk sejumlah bandar udara di Indonesia.
Dalam generasi ke dua, competitive benchmarking, yang dipelopori oleh Xerox
sekitar tahun 1976-1986, benchmarking tidak lagi terfokus pada pembandingan
produknya saja, tetapi beralih pada pembandingan proses penghasilan produk, yaitu
process approach oriented. Hal ini dilakukan oleh Xerox setelah diketahui bahwa biaya
produksi barang-barangnya sudah menyamai harga jual dari produksi pesaingnya
(Ricoh, Canon, Minolta). Xerox meneliti proses pembuatan produk di perusahaan
pesaingnya tersebut untuk mengetahui mengapa pesaingnya dapat bekerja dengan
lebih efisien.
Dalam generasi ke tiga, process benchmarking, yang berkembang sekitar tahun 19821988, perusahaan-perusahaan yang sudah unggul sadar bahwa pembandingan
seharusnya tidak terbatas pada perusahaan sejenis saja yang merupakan pesaingnya,
tetapi dapat dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Proses dari perusahaan-
67
perusahaan yang unggul, baik sebagian maupun seluruhnya dapat diteliti untuk
perbandingan. Memang harus diperhatikan perbedaan jenis pengelolaan karena
berbedanya jenis perusahaannya sebelum mengaplikasikannya dalam perusahaan
sendiri.
Dalam generasi ke empat, yaitu yang dinamakan strategic benchmarking, yang
diamati dan dibandingkan dengan perusahaan lain yang dianggap lebih baik bukan
produknya dan bukan pula proses pembuatan produknya tetapi kebijakan
strategisnya. Akibat benchmarking itu tidak hanya perubahan dalam strategi
perusahaan saja yang mungkin terjadi, tetapi dapat secara fundamental merubah
bisnisnya. Seperti contoh yang dikemukakan di atas tadi, Toyota yang bisnis
utamanya tadinya tekstil, merubahnya menjadi mobil yang ternyata sangat sukses
hingga sekarang.
Generasi benchmarking yang ke lima, yang merupakan generasi benchmarking yang
akan datang , yang disebut global benchmarking, adalah benchmarking yang akan
diaplikasikan secara global, baik dalam cara proses maupun kebijakan strategis,
sebagai akibat dari perdagangan internasional, perubahan kebudayaan dan
kompetisi global. Pada waktu ini perusahaan-perusahaan telah mulai melaksanakan
benchmarking generasi ke lima ini sebagai akibat dari globalisasi tersebut.
D. METODE MENGENAL DIRI SENDIRI.
Dalam ilmu manajemen terdapat beberapa metoda yang dapat dipakai untuk
‘mengenal diri sendiri’. Tiga metode diantaranya adalah apa yang dinamakan
‘Metoda Corporate Self-Assessment’ (CSA), ‘Metoda Analisa Pesaing’ dan ‘Metoda
Benchmarking ’.
Corporate Self-Assessment (CSA) bertujuan membandingkan kinerja bisnis secara
komprehensif, termasuk aspek keuangan, dengan standar kinerja tingkat dunia.
Sering kali pimpinan perusahaan membandingkan kinerja perusahaan mereka
dengan kinerja perusahaan yang termasuk Fortune 500 atau yaang mendapat quality
award. Seperti diketahui, di Jepang, quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia
bisnis adalah The Deming Quality Award yang diperkenalkan oleh Japan Union of
Scientists and Engineers. Di Amerika, hadiah tertinggi adalah The Malcolm Baldrige
National Quality Award yang diluncurkan oleh Pemerintah Amerika, sedangkan di
Eropa adalah The European Quality Award. Melalui metoda self-assessment, perusahaan
dapat mengukur diri sendiri sehingga dapat mengetahui tingkat ‘kesehatan’
perusahaan. Semakin mendekati nilai tertinggi seperti yang disyaratkan quality award
berarti semakin baik tingkat kesehatan perusahaan.
Dalam Metoda Analisa Pesaing, pembandingan dilaksanakan dengan menggali
data dan informasi tentang rencana, kekuatan, kemampuan dan kelemahan lawan.
Pada umumnya informasi yang ingin diperoleh lebih ditekankan pada hal-hal yang
berkaitan dengan pertanyaan APA yang dilakukan oleh pesaing. Intinya adalah
untuk mengetahui dan mengkaji kemampuan lawan atau pesaing yakni dengan
antara lain mencoba mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut :
•
Rencana masa depan.
68
•
•
•
Apa dorongan dan motivasi pesaing masuk pasar ?
Strategi yang dijalankan.
Apa yang sedang dilaksanakan sekarang dan apa yang mampu
dilakukannya ?
Asumsi.
Asumsi apa yang dipakai terhadap diri sendiri dan sektor ekonomi
yang digelutinya ?
Kemampuan.
Apa kelemahan dan kekuatannya ? Reaksi dan pembalasan apa yang
dapat atau mungkin dilakukannya secara efektif kalau merasa
terganggu ?
Metoda ketiga adalah Benchmarking, baik internal maupun eksternal yang akan
dijelaskan dalam tulisan berikut. Dari tiga metoda tersebut, metoda pertama dan
kedua hanya sampai pada kegiatan mengukur dan mengetahui saja, sedangkan
metoda ketiga tidak berhenti sampai disitu, tetapi meneruskan dengan langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kinerjanya menuju pada kinerja
yang melampaui perusahaan pembandingnya.
E. MANFAAT BENCHMARKING.
Ada sekurang-kurangnya 5 manfaat yang dijadikan alasan oleh banyak perusahaan
menggunakan benchmarking untuk menyusun strategi kompetitifnya.
1. Untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas tentang fungsi, proses,
2.
3.
4.
5.
praktek bisnis dan kinerja perusahaan secara terinci yang berlaku di
perusahaan sendiri.
Untuk mengefisienkan proses peningkatan kinerja perusahaan.
Agar proses peningkatan kinerja dapat berjalan lebih cepat.
Dapat dipakai sebagai alat perencanaan untuk menyusun langkahlangkah yang bertujuan mengejar ketinggalan dari pesaing dan kemudian
terus berusaha untuk melampaui pesaing kelas wahid tingat dunia.
Dapat dipakai untuk melakukan perubahan.
Cerita tentang benchmarking telah menyebabkan banyak perusahaan yang termasuk
Fortune 500 mulai menerapkan teknik manajemen tersebut. Menurut mereka
metoda benchmarking merupakan metoda strategis dan penting untuk
melaksanakan perbaikan kinerja yang berkesinambungan. Bahkan pada tahun 1989,
metoda benchmarking telah dipakai sebagai salah satu (dari tujuh) kategori penting di
USA untuk menentukan pemenang anugerah tertinggi dalam bisnis yakni The
Malcolm Baldrige National Quality Award.
Ditinjau dari tingkat kesulitan, dibawah ini diberikan sekedar gambaran mengenai
kedudukan berbagai metode perbaikan kinerja perusahaan yang berkesinambungan.
Kedudukan Berbagai Metode Perbaikan Kinerja Perusahaan
yang Berkesinambungan
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
69
‘Paling sukar’
Business Proces
Reengineering
Team Building
Benchmarking
Business Process
Improvement
TQC/QCC
Corporate Self-Assessment
Reverse Engineering
Analisa Pesaing
ISO-14000
ISO-9000
Management by
Objective
Management by
Lobbying
‘Paling mudah’
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------F. PROSES BENCHMARKING.
Dari berbagai model proses yang ada yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan
dunia, dapat dibuat semacam model dimana proses benchmarking terdiri dari 4 tahap
pokok, yaitu :
•
•
•
•
Perencanaan.
Pengumpulan data.
Analisa data.
Penyesuaisan dan perbaikan.
yang dapat dilukiskan dalam gambar di bawah.
Tahap pertama, perencanaan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini, antara lain
menentukan kegiatan atau produk utamanya apa saja, kebijaksanaan strategisnya
apa saja, apa yang akan dibenchmark dan dengan siapa akan dibenchmark. Untuk
menentukan apa yang akan dibenchmark, pertimbangan utama antara lain adalah
tujuan perusahaan dan tingkat mutu dari produk atau proses yang telah dicapai atau
hal-hal lainnya yang penting. Dengan siapa akan dibenchmark, biasanya dicarikan
perusahaan yang dianggap paling baik di kelasnya atau paling baik di jenisnya.
Tetapi tentu saja ini tergantung pula dengan kesediaan perusahaan yang
bersangkutan untuk menjadi partner benchmarking. Kalau disini dikatakan ‘paling
70
baik’, tidak berarti paling baik dalam segala hal, atau dalam semua kegiatan/proses,
tetapi mungkin paling baik dalam salah satu kegiatan/proses tertentu, misalnya saja
dalam hal :
• Antrian
• Menagih hutang
• Pengiriman barang
• Perencanaan strategisnya
• Biaya angkutan
The Benchmarking Process Model
ACT
PLAN
Adapting
Improving
Analyzing
Data
CHECK
Planning
the Study
Collecting
Data
DO
Di bawah ini diberikan beberapa contoh di industri mobil mengenai apa yang terbaik
dari produk tertentu/bagian dari mobil yang diambil dari publikasi Automotive
Industry tahun 1986 yang dikumpulkan oleh For Motor Company.
The Best in Class
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Feature
Car
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Best steering wheel feel
Porsche 924
Least transmission gear noise
Ford Escord Supra
Best Accelerator pedal feel
Audi 100
Most effective sun visor
Honda Accord
Best fuel gauge accuracy
Toyota Supra
Best trunk storage capacity
Chevrolet Celebrity
Best outside mirror remote control
Mazda 626
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
71
Dalam memilih subyek benchmarking, atau apa yang akan dibenchmarking, 10
pertanyaan berikut ini akan dapat membantu :
1.
2.
3.
4.
5.
Apa yang menjadi faktor kritis utama untuk mencapai sukses ?
Apa bidang penyebab permasalahan besar di perusahaan ?
Apa produk dan jasa yang ditujukan kepada pelanggan ?
Apa faktor-faktor yang dapat memuaskan pelanggan ?
Apa saja permasalahan spesifik yang telah diidentifikasikan oleh
perusahaan ?
6. Dsimana tekanan persaingan paling besar yang menimpa perusahaan ?
7. Apa yang merupakan biaya terbesar ?
8. Fungsi mana yang paling besar menyerap biaya ?
9. Fungsi mana yang memiliki potensi untuk proses peningkatan ?
10. Fungsi mana yang dapat dipilih sebagai ujung tombak dalam
menghadapi persaingan ?
Tahap kedua adalah pengumpulan data. Proses ini dimulai dengan pengumpulan
data di dalam perusahaan sendiri sesuai dengan obyek yang akan
dibenchmarkingkan. Pengumpulan data selanjutnya diteruskan di tempat mitra
(benchmarking partner) dan dilanjutkan lagi dengan pembandingan antara dua data
yang diperoleh. Singkatnya proses ini harus dapat menjawab pertanyaan :
bagaimana perusahaan kita melakukannya dan bagaimana perusahaan mitra
melakukannya ?
Contoh-contoh cara melakukan pengumpulan data misalnya saja :
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Model Menggali Informasi
Model Menguasai Teknologi
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------• Membaca jurnal, laporan dsb
• Studi perbandingan
• Pertemuan ilmiah, lokakarta
• Tukar info teknologi
• Berita TV, rekaman, radio
• Industrial espionage
• Internet
• Membeli hak patent
• Magang di perusahaan
• Bajak karyawan
• Kunjungan perusahaan
• Perjanjian lisensi
• Pakai jasa konsultan
• Reverse engineering
• Diskusi
• Pameran dagang
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Langkah ke tiga adalah analisa data. Tahap ke tiga ini titik beratnya adalah
menganalisa data yang diperoleh tadi dengan cara-cara misalnya : bandingkan
kinerja perusahaan sendiri dengan perusahaan benchmark. Kalau ada perbedaan, cari
penyebab utama perbedaan tersebut, cari kemungkinan-kemungkinan cara-cara
memperbaiki, proyeksikan perkiraan kurun waktu perbaikan dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan kemungkinan dan perencanaan perbaikan.
Langkah atau tahap ke empat adalah penyesuaian dan perbaikan. Inilah tahap yang
paling penting dari seluruh proses benchmarking, yaitu melakukan penyesuaian dan
perbaikan-perbaikan dalam perusahaan sendiri tidak hanya agar kinerjanya sama
72
dan setingkat dengan perusahaan mitra benchmarking, tetapi kalau bisa melebihinya.
Tanpa langkah ini, maka langkah-langkah sebelumnya tidak berarti sama sekali bagi
perusahaan. Paling-paling hanya berguna mungkin untuk tujuan akademis. Langkah
terakhir ini dapat digambarkan seperti dalam grafik/gambar berikut. A short term
goal artinya adalah tujuan yang dapat diraih dalam waktu dekat sebagai akibat
langsung dari pembicaraan atau kunjungan ke pabrik mitra benchmarking. Parity goal
adalah tujuan yang akan dicapai apabila tingkat kinerja sudah menyamai tingkat
kinerja mitra benchmarking. Leadership goal adalah target yang akan dituju yang sudah
melebihi tingkat kinerja perusahaan mitra benchmarking.
G. BENCHMARKING INTERNAL DAN EKSTERNAL.
Secara garis besar, ada dua cara untuk melakukan benchmarking, yaitu yang
berorientasi ke internal dan yang berorientasi ke eksternal. Metoda benchmarking
internal memperbandingkan proses, fungsi, jasa atau kegiatan tertentu yang sama
dalam unit perusahaan sendiri, termasuk pada anak perusahaan atau induk
perusahaan atau perusahaan afiliasinya.
Benchmarking Gap Closure
today
¦ Leadership Goal
Benchmark
performance
¦ Parity Goal
Performance
Gap
¦ Short-Term Goal
Gain from Entitlement
Our Performance
Time
Sedangkan benchmarking eksternal memilih best-practice tentang proses, fungsi, jasa
atau kegiatan tertentu yang dilaksanakan di perusahaan lain, baik dalam jenis
73
perusahaan yang sama (pesaing) maupun dalam perusahaan yang lain jenisnya.
Metoda eksternal ini dapat dibedakan menurut 5 tipe yakni :
•
•
•
•
•
•
Metoda kompetitif
Metoda generik
Metoda proses
Metoda fungsional
Metoda kooperatif
Metoda kolaboratif
Metoda benchmarking kompetitif dilakukan terhadap mitra benchmarking yang
merupakan pesaing langsung. Metoda ini mungkin paling suka digunakan karena
dengan mudah dapat membandingkan secara apple to apple. Tetapi sekaligus metoda
ini paling sulit dilaksanakan karena sulit memperoleh dan mengumpulkan data ,
karena pesaingnya pasti menyimpan dengan rapat rahasia perusahaannya, padahal
pengumpulan data merupakan hal mutlak dalam melaksanakan benchmarking.
Metoda benchmarking generik dilakukan oleh dua atau lebih mitra benchmarking
yang memiliki bisnis yang berbeda, bukan pesaing langsung, dan sepakat untuk
memperbandingkan suatu subyek benchmarking yang menjadi perhatian bersama.
Subyek ini bisa proses, produk, jasa, fungsi maupun kegiatan tertentu. Tipe
benchmarking jenis ini relatif mudah dilaksanakan karena relatif mudah mencari
mitra. Semua pihak yang terlibat dalam benchmarking tipe ini merasa ada keuntungan
bersama untuk saling menukarkan data dan informasi yang diperlukan.
Metoda benchmarking proses adalah benchmarking generik yang subyek
benchamarkingnya adalah proses, seperti proses pengadaan barang, proses merekrut
pegawai baru dan sebagainya. Tipe benchmarking ini juga secara relatif mudah
dilakukan dalam arti mudah mencari mitra benchmarking. Kegiatan benchmarking
yang dilakukan Xerox, 90% adalah dari tipe ini. Meskipun tadi dikatakan bahwa
dalam benchmarking tipe ini mudah mencari mitra, tetapi pelaksanaan benchmarking
itu sendiri tidaklah mudah, justru karena menyangkut proses.
Metoda benchmarking fungsional adalah benchmarking generik yang subyek
benchmarkingnya adalah ‘fungsi manajemen’ tertentu, misalnya fungsi marketing,
fungsi SDM, fungsi inventory control dan sebagainya. Tipe benchmarking ini juga
banyak dilakukan meskipun tidak sebanyak benchmarking proses. Dalam
pelaksanaannya, benchmarking tipe ini relatif lebih mudah daripada tipe benchmarking
proses.
Metoda benchmarking kooperatif adalah benchmarking yang dilakukan dengan
secara ‘bapak/anak-asuh’. Biasanya sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan
kinerja aktivitas tertentu menghubungi perusahaan yang dianggap lebih superior
yang bukan pesaing langsung. Dalam tipe ini, biasanya informasi mengalir satu arah
saja yaitu dari perusahaan sasaran ke kelompok perusahaan yang melakukan
benchmarking.
Metoda benchmarking kolaboratif (kemitraan) adalah apabila sejumlah perusahaan
bergabung untuk saling berbagi pengetahuan tentang sesuatu kegiatan. Tujuannya
74
adalah agar masing-masing perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. Biasanya
ada pihak ketiga yang bertindak sebagai koordinator, kolektor dan distributor data.
Tipe benchmarking jenis ini juga banyak digunakan. Sebagai contoh, dalam tabel
berikut, dicantumkan mitra benchmarking dan subyek benchmarking (jasa) yang dipilih
oleh Xerox :
Subyek dan Mitra Benchmarking Proses
yang dipilih oleh Xerox
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------• American Express
: collections
• American Hospital Supply
: inventory control
• Marriott Hotel
: customer survey technics
• Milliken
: employee recognition
• Dow Chemical
: supplier certification
• Hewlett -Packard
: R&D in engineering
• Florida Power and Light
: quality program
• USAA
: telephonics
• Ford Motor
: warehouse and inventory
• Westinghouse
: schedule compliance
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Dalam tabel berikut dapat dicantumkan pula beberapa contoh perusahaan dunia
dengan mitra benchmarkingnya mengenai subyek tertentu :
Contoh Mitra dan Subyek Benchmarking Proses
oleh Perusahaan-Perusahaan tingkat dunia.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Perusahaan yang melaku
Mitra
Subyek
kan benchmarking
benchmarking
benchmarking
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------• ICI
Mark & Spencer
Distribution system
•
Alcoa
General Electric
Hercules
Management Process
Safety program
•
Chevron
3M
Capital project manage ment
•
First Chicago Bank
Airlines
Queue handling
•
Motorola
Federal Express
Order receipt & despatch
Walt Disney
Corporate symbol
Pepsico
Recruiting & training
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------•
Manco
H. BENCHMARK DAN BENCHMARKING SEBAGAI ALAT PENGENDALI.
75
Dalam proses outsourcing ada beberapa tahap yang perlu dilalui, dari sejak
menetapkan atau memutuskan untuk melakukan outsourcing, sampai pada tahap
melakukan evaluasi apa yang telah dicapai dengan outsourcing. Dua tahap proses
tersebut dinamakan :


Monitoring dan pengukuran kinerja pemberi jasa.
Melakukan evaluasi yang diperoleh dengan outsourcing.
Untuk melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja tersebut, dapat dilakukan dalam
dimensi waktu dan dimensi ruang.





Yang dimaksud pengukuran kinerja dalam ‘dimensi waktu’ adalah data
kinerja terakhir dibandingkan dengan data kinerja perusahaan sendiri pada
waktu-waktu yang lalu, baik sebelum dilakukan maupun sesudah dilakukan
outsourcing.
Yang dimaksud pengukuran kinerja dalam ‘dimensi ruang’ adalah data
kinerja yang terakhir dibandingkan dengan data kinerja perusahaan yang
lain yang dianggap paling unggul di dunia (best practice dari world class
company) atau yang dinamakan benchmark.
Dalam pengertian dimensi waktu, apabila makin lama kinerja perusahaan
makin baik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memang ada kemajuan,
tetapi ini belum cukup. Masih perku dikaji, apakah kemajuan itu cukup
sepadan atau cukup mendekati benchmark, sebab apabila tidak, mungkin
belum berarti dalam arti membawa perusahaan pada kemampuan
persaingan yang diperlukan
Oleh karena itu, pengukuran dalam dimensi ruang khususnya
pembandingan dengan benchmark, sangat membantu untuk mengarahkan
outsourcing pada tingkat yang diinginkan. Dan usaha terus menerus untuk
mendesak mitra outsourcing untuk meningkatkan kinerja agar terus menerus
mendekati benchmark adalah usaha yang terkait dengan usaha outsourcing.
Oleh karena itu benchmark dan benchmarking merupakan alat yang sangat
ampuh untuk membantu mengendalikan kinerja mitra outsourcing.
Untuk itu, dalam monitoring dan pengukuran kinerja mitra outsourcing, perlu selalu
dicantumkan data kinerja sebagai berikut :




Ukuran Kinerja tahun-tahun sebelumnya, baik sebelum maupun sesudah
outsourcing (secara kuantitatif)
Ukuran kinerja pada saat pelaporan (bulanan, atau kuartalan atau
semesteran)
Target ukuran kinerja dalam waktu pendek yang ingin dicapai (misalnya
tahun depan)
Target ukuran kinerja dalam jangka waktu sedang atau panjang, yaitu
benchmark (misalnya target 3 tahun atau 5 tahun atau 10 tahun)
Dengan demikian, pencapaian dan kemajuan terus-menerus dapat dimonitor dan
diukur dan ini akan sangat berguna baik untuk perusahaan sendiri maupun untuk
mitra outsourcing. Dengan adanya benchmark dan benchmarking ada tujuan dan usaha
yang jelas, kemana perbaikan itu diarahkan dan setiap kali dapat diukur dan
76
diketahui, sampai dimana tingkat keberhasilan untuk mencapai tujuan yang diarah.
Disamping itu, dalam rangka business process reengineering, benchmark dan
benchmarking seperti halnya outsourcing, juga merupakan beberapa alternatif strategi
yang dapat dipergunakan. Benchmarking dan outsourcing, dapat dikatakan juga
sebagai by products dari business process reengineering.
Tabel berikut mungkin dapat lebih menjelaskan hal di atas. Suatu perusahaan yang
mengoutsourcekan pekerjaan pemeliharaan mesin-mesin termasuk pengadaan,
pembelian, dan penyimpanan suku cadang dan material umum, akan mengukur
kinerja pemeliharaan dan manajemen material. Untuk mengukur dan
mengendalikan kinerja manajemen material, biasanya ada beberapa tolok ukur yang
digunakan, diantaranya adalah service level atau service ratio (yang mengukur
efektivitas), turn over ratio (mengukur efisiensi), lead time (mengukur kecepatan
pengadaan material dan suku cadang). Untuk itu, kontraktor perlu membuat laporan
bulanan yang disusun sebagai berikut ini. Perusahaan mulai mengoutsourcekan
pekerjaan tersebut pada tahun 2001, jadi data tahun 2000 ialah data sebelum
outsourcing.
Laporan Bulanan Manajemen Material
Akhir
Bulan
:
Desember 2001
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Unit
Nilai Persediaan
Nilai Pemakaian
TOR
TOR
TOR
TOR
Operasi
Material
12 bulan terakhir
2000
2001
2004
2006
US$
US$
(target)
(benchmark)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Medan
12.500.000
6.250.000
0,42
0,50
0,65
0,80
Palembang
3.600.000
1.200.000
0,29
0,33
0,50
0,80
Bandung
4.500.000
3.000.000
0,56
0,67
0,74
0,80
Makasar
3.500.000
1.750.000
0,50
0,50
0,65
0,80
Samarinda
800.000
600.000
0,60
0,75
0,78
0,80
Menado
1.200.000
800.000
0,63
0,67
0,74
0,80
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jumlah
26.100.000
13.600.000
0,45
0,52
0,66
0,80
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Catatan :
TOR (turn over ratio) dihitung dari nilai pemakaian 1 tahun terakhir dibagi nilai
persediaan. Makin tinggi TOR, berarti makin efisien.
77
Dari laporan bulanan tersebut, dapat dibaca hal-hal sebagai berikut.
• Bahwa pada umumnya ada kemajuan dari segi efisiensi pengelolaan
persediaan material, karena TOR sesudah outsourcing lebih tinggi dari TOR
sebelum outsourcing.
• Pengecualian adalah pengelolaan material untuk unit operasi Makasar, yang
belum menunjukkan perbaikan.
• Bahwa pada akhir tahun 2006, diharapkan semua unit operasi dapat
mencapai TOR benchmark sebesar 0,80 atau lebih.
• Bahwa untuk itu, ditargetkan sasaran antara, yaitu TOR untuk akhir tahun
2004 bagi masing-masing unit operasi.
Laporan yang sama atau sejenis dapat dibuat juga untuk mengukur kinerja
pemeliharaan ataupun service level dan lead time.
BAB VII
MENGAPA MELAKUKAN DAN
TIDAK MELAKUKAN OUTSOURCING
A. MENGAPA MELAKUKAN OUTSOURCING
Perusahaan-perusahaan yang melakukan outsourcing melakukannya dengan
berbagai alasan. Demikian pula perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan
outsourcing juga mempunyai alasan-alasan tertentu. Di bawah ini dikumpulkan
alasan-alasan tersebut baik bagi yang menggunakan maupun yang tidak
menggunakan outsourcing.
Bagi yang menggunakan outsourcing, ada cukup banyak alasan yang diajukan, antara
lain :
•
•
•
•
•
•
Alasan organisasi.
Alasan perbaikan kinerja.
Alasan keuangan.
Alasan penghasilan.
Alasan biaya.
Alasan sumber daya manusia.
Alasan organisasi.
Beberapa alasan yang termasuk dalam kategori ini antara lain ialah :
• Meningkatkan efektivitas perusahaan dengan menfokuskan diri pada apa
yang dapat dilakukan paling baik, yaitu kompetensi utamanya. Dengan
perkataan lain memfokuskan diri pada bisnis utamanya.
• Meningkatkan fleksibilitas untuk mengantisipasi perubahan dalam bisnis,
baik penggunaan teknologi atau proses, maupun perubahan volume bisnis.
• Melakukan tranformasi organisasi.
78
•
•
•
•
•
•
Meningkatkan nilai produk dan layanan.
Meningkatkan kepuasan pelanggan.
Meningkatkan nilai pemegang saham.
Menghindari pengendalian bagian yang sulit dikendalikan.
Mempercepat hasil reengineering.
dan sebagainya.
Alasan perbaikan kinerja.
Beberapa alasan yang dikategorikan dalam golongan ini antara lain ialah :
• Memperbaiki kinerja operasi perusahaan.
• Memperoleh ketrampilan ahli dan teknologi yang tidak mungkin diperoleh
dengan cara lain.
• Meningkatkan manajemen dan pengendalian.
• Memperbaiki manajemen risiko.
• Mendapatkan ide-ide yang inovatif.
• Memperbaiki kredibilitas dan pamor tinggi dengan cara berasosiasi dengan
pemberi jasa yang unggul.
• dan sebagainya.
Alasan keuangan.
Langkah outsourcing dapat dipicu juga karena alasan keuangan, antara lain misalnya
adalah :
• Mengurangi investasi dalam pembelian atau penggantian aset.
• Menggunakan dana yang ada untuk keperluan lain yang lebih mendesak dan
penting.
• Memperoleh arus kas dengan memindahkan aset kepada pemberi jasa.
• Membagi risiko keuangan dengan pemberi jasa.
• Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.
• dan sebagainya.
Alasan penghasilan.
Alasan penghasilan (revenue) juga merupakan salah satu sebab suatu perusahaan
melakukan outsourcing, yang secara lebih terinci pengharapkan :
• Mendapatkan akses pasar dan kesempatan bisnis lebih luas dengan melalui
jaringan pemberi jasa.
• Mempercepat perluasan bisnis dengan memanfaatkan kemajuan teknologi,
sistem dan proses pemberi jasa.
• Menambah kapasitas produksi dan penghasilan pada saat perusahaan tidak
mampu mendanainya.
• dan sebagainya.
Alasan biaya.
Alasan yang cukup banyak yang melatarbelakangi suatu perusahaan melakukan
kebijakan outsourcing ialah biaya.
• Mengurangi biaya dengan memanfaatkan kemampuan unggul pemberi jasa,
baik kemampuan teknologi, spesialisasi, produktivitas, pengembangan dan
riset dan sebagainya.
• Merubah biaya tetap menjadi biaya variabel.
• Mengurangi kebutuhan arus kas.
79
•
•
Sering kali dapat mengurangi biaya gaji dan upah karyawan.
dan sebagainya.
Alasan sumber daya manusia.
Juga latar belakang sumber daya manusia memberikan motivasi kuat pada suatu
perusahaan untuk melakukan outsourcing.
• Memberikan pada karyawan kepastian lebih dalam hal jenjang karier.
• Menghindari problema yang ditimbulkan oleh tuntutan sumber daya
manusia, yang sering kali sulit diatasi sendiri.
• Lebih memberikan fokus pada pembinaan sumber daya manusia di bidang
kegiatan utama perusahaan.
• dan sebagainya.
B. MENGAPA TIDAK MELAKUKAN OUTSOURCING
Disamping banyak alasan yang dikemukakan perusahaan untuk melakukan
outsourcing, namun cukup banyak pula alasan yang dikemukakan oleh sebagian
perusahaan yang tidak melakukan outsourcing. Alasan-alasan itu diantaranya
berkaitan dengan ketidak pastian, kurangnya pengawasan, potensi konflik, ketidak
senangan karyawan, finansial dan lain-lain. Karena alasan-alasan ini, baik karena
pertimbangan maupun pengalaman, suatu perusahaan tidak mau melakukan
outsourcing atau tidak mau melanjutkan melakukan outsourcing.
Ketidak-pastian.
Beberapa alasan perusahaan yang dikemukakan yang termasuk dalam kategori ini
antara lain ialah :
• Ketidak-pastian yang cukup besar memang ada.
• Biaya yang ada sekarang kurang dimengerti besarnya.
• Penghematan yang diharapkan tidak kunjung didapat.
• Kinerja pemberi jasa ternyata tidak memuaskan.
• Reputasi besar pemberi jasa ternyata tidak terbukti.
• Tidak ada pemberi jasa yang memenuhi harapan dan persyaratan.
• dan sebagainya.
Kurangnya pengawasan.
Banyak perusahaan yang mengalami was-was mengenai kehilangan pengawasan.
Ada semacam kekhawatiran sejumlah perusahaan dalam melaksanakan outsourcing,
antara lain mengenai :
• Kehilangan kendali terhadap pemberi jasa.
• Kehilangan kendali kelancaran tersedianya jasa.
• Ketergantungan pada pemberi jasa.
• Potensi kehilangan keahlian.
• dan sebagainya.
Potensi konflik.
Ada semacam konflik dalam kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas
perusahaan, termasuk kekhawatiran :
• Kehilangan kompetensi utama.
• Kehilangan rasa percaya diri.
80
•
•
•
•
Ketidak mulusan jalannya operasi karena berbagai konflik kepentingan yang
mungkin timbul.
Pemberi jasa dapat mengetahui rahasia perusahaan dan berpotensi
membocorkan pada kompetitor.
Pemberi jasa dapat mengambil alih kegiatan perusahaan dan berubah
menjadi kompetitor.
dan sebagainya.
81
Ketidak senangan karyawan.
Yang termasuk alasan keberatan dalam kategori ini ialah antara lain :
• Perasaan gagal melaksanakan tanggung jawab atas preservasi kesempatan
kerja.
• Memberikan sinyal buruk pada karyawan lain yang terkena transfer atau
pemutusan hubungan kerja.
• Mengurangi komitmen pada masyarakat.
• Khawatir dianggap tidak etis dalam menangani nasib karyawan.
• Memperburuk moral dan semangat karyawan lain, meskipun tidak terkena
transfer.
• dan sebagainya.
Alasan finansial.
Meskipun banyak alasan finansial yang mendukung kebijakan outsourcing, tetapi ada
juga beberapa alasan finansial yang menghalangi kebijakan ini, antara lain :
• Pemberi jasa tidak mampu melaksanakan kerja dengan biaya yang lebih
efisien.
• Ekonomis skala besar mungkin tidak dapat diperoleh.
• dan sebagainya.
Lain-lain.
Alasan-alasan lain yang dapat dikemukakan perusahaan mengapa kebijakan
outsourcing tidak ditempuh, yang kadang-kadang juga semacam alasan yang dibuatbuat antara lain misalnya :
• Belum melakukan studi.
• Merasa terlalu sibuk melakukan studi.
• Tidak berani mengambil risiko walau kecilpun.
• Menganggap ide yang baik tetapi waktunya belum tepat.
• Mempunyai pengalaman jelek dengan pemberi jasa terdahulu.
• Menganggap pelanggan membenci ini.
• Takut akan reaksi karyawan.
• Takut reaksi serikat buruh.
• Menunggu proyek percobaan sampai berhasil.
• Terlalu banyak biaya tersembunyi yang tidak ketahuan.
• dan sebagainya.
C. BEBERAPA HASIL SURVEI.
Seperti telah disinggung di atas, beberapa survei atau riset mengumpulkan data
alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan atau tidak melakukan
outsourcing. Untuk membandingkan dengan uraian di atas, di bawah ini
disampaikan sekali lagi beberapa hasil survei yang berkenaan dengan mengapa
suatu perusahaan melakukan atau tidak melakukan outsourcing dan beberapa hal
lain seperti motivasi utama melakukan outsourcing dan sebagainya.
82
Hasil survei Outsourcing Institute.
Outsourcing Institute yang berbasis di Amerika, yang mempunyai 18.000 anggota
pernah melakukan survei pada tahun 1998 di antara 600 anggotanya mengenai
alasan mereka melakukan outsourcing. Survei tersebut menghasilkan 10 alasan
terpenting yang dikemukakan oleh mereka yaitu :
1. Mempercepat keuntungan reengineering.
2. Mendapatkan akses pada kemampuan kelas dunia.
3. Memperoleh suntikan kas.
4. Membebaskan sumber daya untuk kepentingan lain.
5. Membebaskan diri dari fungsi yang sulit dikelola atau dikendalikan.
6. Memperbaiki fokus perusahaan.
7. Memperoleh dana kapital.
8. Mengurangi biaya operasi.
9. Mengurangi risiko.
10. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki di dalam perusahaan.
Hasil survei Shreeveport.
Shreeveport mengadakan survei diantara 500 perusahaan besar di Inggris dengan
judul ‘outsourcing – winning the benefits, reaping the rewards’ antara lain menghasilkan
alasan-alasan yang paling banyak dikemukakan mengapa suatu perusahaan takut
melakukan outsourcing, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kehilangan kendali.
Implikasi kehilangan lapangan kerja.
Kehilangan sumber daya manusia
Kesulitan mengendalikan biaya.
Kehilangan waktu pengorganisasian.
Terlalu tergantung pada pemberi jasa.
Butuh waktu mengendalikan pemberi jasa.
Meragukan kemampuan pemberi jasa.
Hasil survei Business Communications Review.
Survei yang dilakukan oleh Business Communications Review (BCR) pada tahun
1998 menunjukkan bahwa alasan utama yang semula diajukan untuk melakukan
outsourcing yaitu untuk menekan biaya, yang memang berlaku pada tahun 1995an,
rupanya tidak sepenuhnya berlaku lagi sesudah tiga tahun. Khususnya di bidang
teknologi informasi, outsourcing terutama dipicu oleh kekurangan tenaga intern yang
menguasai bidang tersebut. Oleh karena itu hasil yang diperoleh mungkin tidak
berupa pengurangi biaya.
Hasil survei American Management Association.
Pada tahun 1997, American Management Association (AMA) mengadakan riset
tahunan mengenai penghapusan pekerjaan menemukan bahwa 23% dari
penghapusan pekerjaan adalah karena outsourcing, yang merupakan kenaikan dari
angka 21% pada tahun 1995. Hasil ini menyebabkan AMA mengembangkan risetnya
mengenai outsourcing sekitar apakah suatu jenis pekerjaan tertentu di oursourcekan,
sebagian atau seluruhnya, pada satu atau beberapa pemberi jasa, apakah sudah
83
dilakukan sejak lama (sebelum 1994) atau baru saja. Riset ini antara lain menemukan
beberapa data sebagai berikut, yang memberikan gambaran mengenai :
•
•
•
•
•
•
•
•
Tingkat outsourcing dalam berbagai jenis usaha atau industri.
Tingkat outsourcing dalam fungsi keuangan.
Tujuan melakukan outsourcing fungsi bidang keuangan.
Tingkat outsourcing dalam fungsi umum dan administrasi.
Tujuan melakukan outsourcing dalam fungsi umum dan administrasi.
Tingkat outsourcing dalam fungsi personalia.
Tujuan melakukan outsourcing dalam fungsi personalia.
dan sebagainya.
Misalnya, tingkat outsourcing dalam berbagai jenis usaha atau aktivitas dapat dilihat
dalam gambar berikut ini.
Respondents Currently Outsourcing One or More
Activities in Each Function
Finance &
9% 9%
Accounting
General &
68%
10%
Administration
Human
60%
17%
Resources
45%
18%
Information
System
Marketing
38%
13%
Transport &
56%
10%
Distribution
Manufacturing
44%
12%
Long term
Total 18%
Total 78%
Total 77%
Total 63%
Total 51%
Total 66%
Total 56%
Recent
Sumber : Eric Rolfe Greenburg and Carol Canzoneri : ‘Outsourcing : The
AMA Survey”, AMA Research Reports, 1997.
Beberapa temuan kunci lain yang diperoleh dalam riset tersebut ialah :
• 94% dari perusahaan responden paling sedikit mengoutsourcekan satu dari
aktivitas-aktivitas tersebut, dan jumlah aktivitas rata-rata yang dioutsourcekan
adalah sembilan.
• Outsourcing ternyata berkembang dengan pesat di bidang keuangan dan
akuntansi, yaitu mencapai dua kali pada kurun waktu tujuh tahun terakhir.
Bidang lain yang berkembang dengan cepat ialah sistem informasi (naik 40%
sejak tahun 1994), dan marketing (naik 35%)
• Pengurangan biaya merupakan sebab utama untuk outsourcing, diikuti
dengan pengurangan waktu proses, perbaikan mutu produk. Namun banyak
84
•
hal yang tidak dicapai, karena kurang dari 25% perusahaan responden
menyatakan bahwa keseluruhan tujuan tersebut tercapai.
Karena alasan itu, maka 51% dari perusahaan responden mengatakan bahwa
paling sedikit satu aktivitas yang tadinya di outsource, dikembalikan pada
keadaan semula, yaitu dikerjakan sendiri lagi.
Fungsi Keuangan.
Fungsi keuangan yang dioutsourcekan meliputi fungsi bookkeeping, clerical function
dan data processing. Meskipun dalam fungsi keuangan, outsourcing paling kurang
populer (hanya 18%), tetapi perkembangannya sangat cepat (100% dalam 3 tahun
terakhir). Perusahaan besar (mempunyai karyawan lebih dari 10.000 orang)
cenderung untuk melakukan outsourcing pada lebih dari satu aktivitas keuangan dan
akuntansi dari pada perusahaan kecil, dengan perbandingan 34% dan 17%. Tipikal
lamanya kontrak outsource adalah kurang dari satu tahun (38%), antara satu sampai
tiga tahun (24%) dan tiga tahun atau lebih (38%). Tujuan utama mengapa fungsi ini
dioutsourcekan ialah mengurangi biaya (76,1%), mengurangi waktu proses (61,5%)
dan meningkatkan mutu layanan (49,5%)
Fungsi Administrasi dan Umum.
Fungsi yang dioutsourcekan meliputi fungsi pemeliharaan dan pembersihan gedung,
fungsi klerk, antar-jemput surat menyurat, penyimpanan dan pemindahan, desain
kantor dan keperluan kantor. Dalam kategori ini, pemeliharaan gedung dan
pembersihan kantor merupakan aktivitas yang paling banyak dioutsourcekan, dan
sekaligus merupakan aktivitas yang paling memuaskan dalam outsource. Dari semua
perusahaan responden, 64% memiliki gedung sendiri dan sisanya 36% menyewa.
Kurang-lebih separo (50%)dari outsourcing aktivitas ini berlangsung kurang atau
sampai dengan satu tahun, 25% antara satu sampai tiga tahun dan 25% dengan
waktu tiga tahun atau lebih. Motivasi utama mengapa fungsi ini dioutsourcekan ialah
terutama mengurangi biaya (76,4%), mengurangi waktu proses (66,5%) dan
meningkatkan mutu layanan (53,2%).
Fungsi Sumber Daya Manusia.
Dalam fungsi ini, aktivitas yang dioutsourcekan ialah administrasi pendapatan,
pembayaran gaji, rekrutmen, penyediaan staf sementara, dan pelatihan kerja. Kirakira tiga perempat (75%) perusahaan responden melakukan outsourcing satu atau
lebih aktivitas yang termasuk dalam fungsi ini. Berbeda dengan fungsi keuangan,
dalama fungsi ini, makin kecil suatu perusahaan cenderung makin banyak
melakukan outsourcing, dengan perbandingan 81% dan 69%. Lamanya kontrak
biasanya lebih pendek, yaitu 58% jangka sampai dengan satu tahun, 12% antara satu
dan tiga tahun dan 20% untuk tiga tahun atau lebih. Motivasi utama melakukan
outsourcing pada fungsi ini kira-kira seimbang antara mengurangi biaya (70,1%),
mengurangi waktu (72,2%) dan meningkatkan mutu (65,0%).
85
Fungsi Sistim Informasi.
Aktivitas yang dioutsourcekan dalam fungsi ini termasuk proses batch, komunikasi
data, komunikasi suara, instalasi dan pemeliharaan perangkat lunak/keras,
pemasokan barang keperluan sistem, fotokopi dan desain sistem. Hampir tiga
perempat (73%) perusahaan besar (mempunyai lebih dari 10.000 karyawan)
mengoutsourcekan satu atau lebih aktivitas dalam fungsi ini, dibandingkan dengan
perusahaan kecil, dengan perbandingan 73% dan 62%. Tipe kontrak sebagian besar
adalah jangka pendek 51%, sedangkan jangka menengah 25% dan jangka panjang
24%. Motivasi utama perusahaan responden melakukan outsourcing dalam fungsi ini
ialah terutama untuk mengurangi biaya (75,1%), kemudian mengurangi waktu
proses (72,5%), dan meningkatkan mutu layanan (70,0%)
Fungsi Marketing.
Aktivitas dalam fungsi ini yang dioutsourcekan ialah advertensi, layanan pelanggan,
publisitas dan promosi, penjualan/kirim langsung dengan pos, perwakilan
penjualan, dan penjualan jarakjauh/telemarketing. Perusahaan kecil cenderung lebih
banyak mengoutsource daripada perusahaan besar. 62% dari perusahaan kecil
(memiliki kurang dai 100 karyawan) melakukan outsourcing paling sedikit satu dari
aktivitas di atas, dibandingkan dengan hanya 39% dari perusahaan besar (memiliki
karyawan lebih dari 10.000 karyawan) yang melakukan hal yang sama. Lamanya
kontrak kebanyakan jangka pendek (58%) sedangkan jangka menengah 20% jangka
menengah dan 22% jangka panjang. Motivasi utama mengapa fungsi marketing di
outsourcekan ialah untuk meningkatkan mutu marketing (75,6%), mengurangi waktu
(63,3%) dan mengurangi biaya (60,1%).
Fungsi Transportasi dan Distribusi.
Dalam fungsi ini, aktivitas yang tercatat dioutsourcekan meliputi perjalanan bisnis
untuk karyawan, angkutan antar kantor dan angkutan produk maupun layanan.
Pengurusan perjalanan bisnis atau dinas karyawan menduduki tempat ketiga yang
paling banyak dioutsourcekan, sesudah angkutan barang/jasa dan angkutan antar
kantor. Dari semua fungsi yang dioutsourcekan, fungsi transportasi dan distribusi
paling banyak dipicu oleh keinginan untuk mengurangi biaya (84,8%), mengurangi
waktu tunggu dan angkut (75,1%), dan meningkatkan mutu (61,4%).
Fungsi Manufaktur.
Dari fungsi ini, aktivitas yang dioutsourcekan meliputi desain komponen, produksi
komponen, pengepakan, perakitan produk, dan desain produk. Aktivitas dalam
fungsi manufaktur adalah jenis aktivitas yang paling populer dioutsourcekan ke
beberapa pemberi jasa, bukan hanya satu, yang mungkin agak berlainan dengan
fungsi-fungsi lain. Pengurangan biaya (81,9%) dan pengurangan waktu manufaktur
(81,4%) merupakan tujuan utama melakukan outsourcing, baru diikuti dengan
peningkatan mutu (66,0%). 35% dari perusahaan responden melaporkan bahwa satu
atau dua aktivitas yang tadinya dioutsourcekan, dikembalikan dikerjakan kembali
karena satu dan lain hal. Kontrak yang paling banyak dilakukan ialah jangka pendek
(60%), sebagian lagi jangka menengah (27%) dan sebagian kecil jangka panjang
(13%). Prosentasi jangka panjang yang sedikit ini agaknya paling sedikit diantara
semua fungsi di atas.
86
Secara keseluruhan, riset AMA menunjukkan perubahan dari 37 aktivitas selama
dua tahun terakhir, yaitu tahun 1994-1996. Perubahan dimaksud ialah mengenai
ranking diurutkan dari yang paling tinggi dan paling rendah. Aktivitas pemeliharan
dan pembersihan bangunan , pada tahun riset menduduki ranking pertama (64,5%)
dalam outsourcing, sedangkan pertambahannya selama dua tahun terakhir
menduduki ranking paling kecil (37) dengan perkembangan hanya sebesar 21,3%.
Dengan perkataan lain, dari 37 aktivitas yang diriset, perkembangan outsourcing
selama dua tahun terakhir paling sedikit adalah 21,3% dan paling banyak 181,2%
yaitu di bidang fungsi klerikal. Ini sekaligus menunjukkan betapa pesatnya
perkembangan outsourcing di Amerika pada waktu itu. Secara lengkap, ranking yang
dihasilkan oleh riset AMA tersebut adalah sebagai berikut :
FA
GA
HR
IST
MFG
MKT
TD
Cat
: Financial & Accounting
: General & Adminstration Services
: Human Resources
: Information System
: Manufacturing
: Marketing
: Transportation & Distribution
Activity
Current rank
1994-96
% of
Incr. Rank
Planned
% of
Inc. Rank
Total
Current &
Planned Rank
GA
HR
TD
IST
IST
Building maintenance & cleaning
Temporary staffing
Employee business travel
PC Supply/maintenance
Installation/maintenance
64,5%
57,4%
49,9%
46,0%
43,8%
1
2
3
4
5
21,3%
44,3%
26,6%
65,7%
54,0%
37
22
35
15
20
3,3%
1,8%
5,2%
6,7%
9,6%
36
37
33
28
24
66,6%
59,1%
52,5%
49,1%
48,0%
1
2
3
4
5
MFG
GA
TD
MKT
HR
Componen production
Moving & storing
Product/service delivery
Advertising
Payroll
43,3%
43,0%
41,4%
39,4%
38,4%
6
7
8
9
10
32,7%
33,0%
21,3%
23,6%
37,6%
31
30
36
32
27
6,2% 31
4,9% 35
5,1% 34
7,0% 26
10,9% 22
46,0%
45,1%
43,5%
42,2%
42,6%
6
7
8
10
9
MKT
GA
GA
HR
HR
Publicity & Promotion
Office supply
Office design
Training (management/supv)
Training (functional)
36,7%
36,2%
34,6%
32,3%
31,2%
11
12
13
14
15
73,3%
34,1%
43,6%
58,7%
60,8%
12
28
23
17
16
6,2%
6,7%
5,6%
6,5%
9,3%
30
27
32
29
25
38,9%
38,6%
36,5%
34,4%
34,1%
11
12
13
14
15
MFG
HR
MFG
IST
IST
Packaging
Recruiting
Product assembly
System design
Voice communication
27,0%
26,2%
25,5%
24,6%
22,1%
16
17
18
19
20
33,8%
57,3%
50,9%
74,7%
57,5%
29
19
21
10
18
12,1%
12,3%
14,0%
16,4%
10,9%
20
19
15
12
21
30,3%
29,4%
29,1%
28,6%
24,6%
16
17
18
19
21
HR
MFG
IST
TD
IST
Benefit administrations
Component design
Photocopying
Intra office delivery
Data communication
21,8%
19,9%
19,9%
17,8%
17,1%
21
22
23
24
25
29,8%
42,6%
38,2%
42,9%
71,0%
33
25
26
24
13
17,0%
14,9%
13,0%
10,0%
13,2%
10
13
18
23
17
25,5%
22,8%
22,5%
19,5%
19,4%
20
22
23
24
25
HR
Regular staffing
15,8%
26
84,9% 7
87
13,3% 16
17,9% 26
MKT
MFG
MKT
FA
Sales-direct mail
Product design
Sales-representative
Data processing
14,4%
13,9%
12,9%
11,5%
27
28
29
30
81,6%
74,1%
29,0%
91,9%
8
11
34
6
14,6%
25,5%
17,5%
25,4%
14
6
9
7
16,5%
17,5%
15,2%
14,4%
28
27
29
30
GA
GA
IST
FA
MKT
Mailroom function
Clerical function
Batch processing
Clerical function
Sales-telemarketing
9,9%
9,5%
8,2%
7,3%
6,6%
31
32
33
34
35
125,9%
136,0%
70,0%
181,2%
91,9%
4
2
14
1
5
26,2% 5
16,9% 11
21,6% 8
40,0% 3
34,1% 4
12,4%
11,1%
10,0%
10,2%
8,9%
31
32
34
33
35
4,8%
2,6%
36
37
76,5% 9
128,6% 3
53,3% 2
81,3% 1
7,4% 36
4,7% 37
FA Bookkeeping
MKT Customer service
Sumber : Maurice F.Greaver II, Strategic Outsourcing
88
BAB VIII
RISIKO OUTSOURCING
A. RISIKO SECARA UMUM.
Agar pembicaraan mengenai outsourcing seimbang, maka disamping dibicarakan
mengenai potensi keuntungan-keuntungan yang diperolah, ada baiknya dibicarakan
juga mengenai risiko-risiko yang dihadapi perusahaan dalam melakukan outsourcing.
Hal ini perlu disampaikan karena betapapun baiknya konsep outsourcing dan betapa
baiknya persiapan yang dilakukan suatu perusahaan untuk melakukan outsourcing,
usaha itu tidak selamanya berhasil. Keberhasilan atau kegagalan outsourcing dapat
disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam perusahaan atau faktor-faktor dari luar
perusahaan.
Secara umum, risiko outsourcing dapat berupa :
•
•
•
Tidak tercapainya secara penuh tujuan yang diinginkan.
Tidak tercapainya sebagian dari tujuan yang diinginkan.
Lambatnya pencapaian tujuan yang ingin dicapai.
Secara kategoris, risiko tersebut dapat dihubungkan dan dihadapkan dengan tujuan
outsourcing itu sendiri, sehingga dengan berpedoman pada tujuan outsourcing yang
sudah dijelaskan sebelumnya, kemungkinan risiko dapat dipaparkan sebagai berikut
ini.
Tujuan outsourcing
Risiko outsourcing
1. Mempercepat keuntungan reengineering. 1. Keuntungan tidak diperoleh secara
cepat tidak diperoleh dalam jumlah
yang cukup signifikan.
2. Mendapatkan akses pada kemampuan
kelas dunia.
2. Akses tidak diperoleh karena
pemberi jasa tidak menunjukkan
kinerja perusahaan kelas dunia.
3. Memperoleh suntikan kas.
3. Suntikan kas ternyata seret atau
tidak diperoleh sama sekali karena
perusahaan pemberi jasa mengalami
kesulitan keuangan.
4. Membebaskan sumber daya untuk
kepentingan lain.
4. Sumber daya mungkin harus ditrans
fer ke atau diperlukan oleh
perusahaan pemberi jasa, sehingga
tetap kekurangan sumber daya.
5. Membebaskan diri dari fungsi yang sulit 5. Perusahaan mungkin tidak dapat
dikelola atau dikendalikan.
bebas seluruhnya dari kesulitan yang
sebetulnya ingin dihindari.
89
6. Memperbaiki fokus perusahaan.
6. Karena berbagai tujuan yang ingin
dicapai di atas, tidak sepenuhnya
didapat, maka fokus pada core
business mungkin tidak dicapai.
7. Memperoleh dana kapital.
7. Karena perusahaan pemberi jasa
mengalami kesulitan keuangan,
maka mungkin peroleh dana kapital
tambahan tidak tercapai.
8. Mengurangi biaya operasi.
8. Biaya sesudah outsourcing mungkin
tidak berkurang, tetapi tetap atau
bahkan bertambah.
9. Mengurangi risiko usaha.
9. Karena berbagai tujuan yang ingin
dicapai tidak sepenuhnya diperoleh,
mungkin risiko usaha tetap saja besar.
10.Memperoleh sumber daya yang tidak
dimiliki di dalam perusahaan.
10.Karena perusahaan pemberi jasa juga
tidak memiliki sumber daya yang
diperlukan, maka tujuan ini tidak
tercapai.
Risiko-risiko ini sungguh ada dan cukup banyak pula perusahaan yang mengalami
sehingga ada beberapa diantara yang mencoba melakukan outsourcing, terpaksa
kembali pada kegiatan semula, yaitu mengambil alih pekerjaan dimaksud dengan
dikerjakan di perusahaan sendiri lagi.
B. BIAYA TERSEMBUNYI : ADMINISTRASI.
Outsourcing merupakan cara yang cukup populer akhir-akhir ini untuk memangkas
biaya dan meningkatkan fleksibilitas. Namun demikian, cara tersebut dapat
menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang sering kali tidak dapat diperkirakan
sebelumnya. Problema yang ditimbulkan dapat berupa biaya administrasi,
mengurangi gairah karyawan, menurunkan produktivitas kerja, dan kompromi etis,
yang dapat disebut sebagai biaya tersembunyi. Para manajer harus memahami dan
menyadari konsekuensi ini agar memperoleh perspektif yang seimbang mengenai
outsourcing. Problema yang menyangkut etika akan dibahas secara tersendiri di bab
belakang, sedangkan konsekuensi yang merupakan biaya tersembunyi di bidang
administrasi dan sumber daya manusia, akan dibahas secara singkat di bab ini.
Sebelum suatu perusahaan memutuskan untuk melakukan outsourcing, biasanya
didahului dengan kegiatan-kegiatan seperti :
•
•
•
•
melakukan analisis kinerja perusahaan sendiri,
melakukan analisis apakah perlu melakukan outsourcing atau tidak,
meyakinkan pimpinan perusahaan untuk mendapatkan persetujuan,
meyakinkan bagian-bagian lain yang terkait,
90
•
•
•
mensosialisasikan pada karyawan yang akan terkait,
menentukan target outsourcing,
dan sebagainya.
Selanjutnya kegiatan awal tersebut perlu diteruskan lagi dengan kegiatan-kegiatan
seperti :
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
mencari calon pemberi jasa,
menyiapkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan,
melakukan pre-kualifikasi,
menyiapkan dokumen tender,
melakukan tender,
melakukan pertemuan penjelasan,
mengevaluasi tender,
menentukan pemenang,
menentukan persyaratan-persyaratan kontrak,
melakukan negosiasi,
menyiapkan dan membuat kontrak,
dan sebagainya.
Pada permulaan
lanjutan seperti :
•
•
•
•
•
•
pelaksanaan outsourcing, kegiatan dilanjutkan dengan aktivitas
melakukan uji coba atau mungkin proyek percobaan,
menentukan tolok ukur atau target kinerja untuk pemberi jasa,
memonitor dan mengawasi kinerja pemberi jasa,
menganalisis hasil outsourcing,
membantu memperbaiki kinerja pemberi jasa apabila diperlukan,
dan seterusnya.
Tanpa disadari ketrampilan para manajer yang semula yaitu mengawasi pekerjaan
secara langsung, beralih pada ketrampilan mengawasi dan mengendalikan pemberi
jasa agar kinerjanya sesuai dengan kriteria dan tolok ukur yang sudah ditetapkan.
Ini membutuhkan ketrampilan tertentu dan sering kali memerlukan pelatihan.
Memonitor pemberi jasa memerlukan seperangkat pelaporan tertentu secara berkala.
Ini harus dibuat dan dipersiapkan sebelumnya. Dalam hal menyangkut outsourcing
menyenai bidang yang sangat luas dan rumit pelaksanaan, dan dengan demikian
pengawasan dan pengendaliannya, maka diperlukan ketrampilan pengawasan yang
khusus pula. Disamping itu, para manajer masih dituntut memiliki perencanaan
darurat (contingency plan), sekiranya di tengah jalan, kinerja pemberi jasa sedemikian
rupa buruknya sehingga dapat membahayakan operasi perusahaan, atau dalam hal
pemberi jasa tidak dapat atau tidak mau meneruskan pemberian jasanya berhubung
dengan satu dan lain hal. Pemutusan jasa dapat pula diakibatkan oleh perselisihan
perburuhan, yang sering terjadi akhir-akhir ini, bencana alam atau kesulitan
keuangan perusahaan pemberi jasa. Pentingnya perancanaan darurat ini tergantung
dari tingkat kekritisan jasa yang dioutsourcekan, kemampuan untuk mengganti
pemberi jasa secara cepat, dan atau kemampuan mengambil alih sendiri lagi
pekerjaan yang dimaksud.
91
Risiko-risiko inilah yang menjadi salah satu sebab, mengapa perusahaan cenderung
untuk hanya melakukan outsourcing untuk kegiatan perusahaan non utama saja,
bukan pekerjaan utamanya. Maka, disamping outsourcing memang menjanjikan
beberapa keuntungan pada perusahaan, tetapi tetap harus disadari bahwa tetap ada
risiko ataupun biaya-biaya yang tersembunyi. Para pemasok pemberi jasa, yang
mula-mula memang bergairah untuk menjadi mitra kerja, apabila tidak dimonitor
terus dan dipelihara hubungan dan pembinaan mitra, makin lama dapat makin jauh
dari semangat kemitraan dan hanya memikirkan kepentingan perusahaan sendiri.
C. BIAYA TERSEMBUNYI : SUMBER DAYA MANUSIA.
Perkembangan selama dua dekade terakhir ini menunjukkan bahwa faktor sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan menunjukkan perubahan yang sangat
berarti, dimana sumber daya yang satu ini makin penting bagi perusahaan sehingga
pemerlukan penanganan yang lebih sungguh-sungguh. Hal ini berbeda dengan
waktu-waktu sebelumnya, dimana secara relatif pendidikan mereka belum terlalu
tinggi. Dewasa ini, rata-rata pendidikan sumber daya manusia semakin tinggi,
mereka mendapatkan perlindungan lebih tinggi lagi dari masyarakat dan hukum,
yang menyebabkan mereka mengajukan tuntutan dan mempunyai harapan lebih
tinggi lagi dalam hal kepuasan kerja dan perolehan imbalan jasa. Perusahaan
memerlukan mereka untuk mencapai tujuan perusahaan, sedangkan mereka juga
memerlukan perusahaan untuk mencapai kepuasan dan kepentingan pribadi
masing-masing. Hubungan ini semakin lama semakin berkembang kearah hubungan
yang sejajar.
Apabila seseorang menandatangani kontrak menjadi karyawan suatu perusahaan,
sekaligus sebenarnya ia menandatangani kontrak psikologis tidak tertulis. Kontrak
kerja ekonomis mencantumkan kesediaan seorang pekerja untuk mencurahkan
waktu, keahlian, bakat, dan tenaga pada perusahaan, dan untuk itu diberikan
imbalan berupa gaji dan fasilitas serta kondisi kerja tertentu. Kontrak psikologis
mengandung arti keterkaitan psikologis pekerja pada perusahaan berupa pemberian
kesetiaan, kreativitas, dan usaha ekstra, namun inipun memerlukan imbalan bentuk
lain berupa keamanan kerja, perlakuan adil, pengakuan martabat, jaminan hari tua,
hubungan yang serasi dengan atasan dan sesama pekerja, dan dukungan perusahaan
dalam pengembangan kepribadiannya.
Banyak manajer mengeluh mengenai tuntutan karyawan yang berlebihan, tidak
hanya dalam segi ekonomis tetapi juga segi psikologis tersebut di atas. Oleh karena
itu para manajer tersebut sering kali berusaha untuk menghindari hal tersebut
dengan melakukan outsourcing, sehingga terlepas dari tuntutan karyawan yang
dianggap berlebihan tersebut. Tetapi halnya tidak sering kali tidak sesederhana itu.
Persoalan makin sulit dan kompleks apabila menyangkut karyawan dengan keahlian
atau pendidikan tinggi. Meskipun gaji dan pendapatan lainnya di perusahaan baru
tidak berkurang, tetapi faedah psikologis sulit diganti di perusahaan baru tersebut.
Tidak hanya itu saja, karena pengaruh outsourcing sering kali menimpa pula
karyawan yang tidak secara langsung terkena dampak outsourcing tersebut.
Karyawan yang masih tinggal di perusahaan, melihat teman-temannya yang
ditransfer kepada perusahaan pemberi jasa, bertanya-tanya terus kapan gilirannya
tiba ? Ini mengurangi rasa keamanan mereka dan secara psikologis mempunyai
92
dampak yang sama dengan rekan-rekannya yang terkena dampak outsourcing. Rasa
kurang aman ini akan mempengaruhi kinerja mereka dan mungkin sebagai
kompensasi mereka akan mencari perlindungan pada serikat pekerja. Outsourcing
mempunyai potensi timbulnya dampak-dampak seperti telah dijelaskan tersebut.
D. DILAKUKAN TETAPI TIDAK DISENANGI.
Survei yang dilakukan oleh Business Communications Review (BCR) pada sekitar
tahun 1998 pada sekitar 2.000 orang pembacanya, dengan prosentasi jawaban yang
sangat tinggi yaitu 97,5%, menunjukkan hasil yang cukup menarik. Pertanyaan
mengenai apakah keuntungan outsourcing mengungguli risikonya (di bidang
teknologi information), dijawab oleh sebagian besar ‘tidak’ namun beda prosentase
antara yang menjawab ‘ya’ dan ‘tidak’ tidaklah begitu besar, seperti tampak pada
diagram di bawah ini. Yang menjawab ‘tidak’ berjumlah 56% dan yang menjawab
‘ya’ berjumlah 44%.
Outsourcing Benefits
Outweigh Risks
Strongly Disagree
24%
Agree
36%
Disagree
32%
Agree
Strongly Agree
Disagree
Strongly Disagree
Strongly Agree
8%
Sumber : Eric Krapf, Outsourcing : Doing It More, Liking It Less.
Mengenai pertanyaan apakah dalam bidang teknologi informasi, biaya dengan
outsourcing lebih rendah daripada biaya kalau dikerjakan sendiri, jawabannyapun
cukup menarik, yaitu 55% tidak setuju, dan hanya 45% setuju. Lagi-lagi perbedaan
prosentase jawaban relatif tidak sangat besar.
93
We Are Getting Good Value
With Outsourcing
Strongly Disagree
17%
Agree
42%
Disagree
38%
Agree
Strongly Agree
Disagree
Strongly Disagree
Strongly Agree
3%
Sumber : Eric Krapf, Outsourcing : Doing It More, Liking It Less.
Pertanyaan yang cukup menarik untuk diajukan ialah kalau memang hasil dari
outsourcing tidak memenuhi harapan perusahaan, mengapa mereka tetap
melakukannya ? Dari survei yang dilakukan agaknya cukup sulit untuk menjawab
pertanyaan ini secara konsisten. Hal ini terutama disebabkan bahwa 68% dari para
perusahaan responden mengaku bahwa mereka tidak sepenuhnya dapat secara
tajam memberikan alasan sesungguhnya mengapa mereka melakukan outsourcing.
Pada penelusuran lebih lanjut dapat diketahui bahwa umumnya, dorongan untuk
melakukan outsourcing adalah hal-hal yang berkenaan dengan sumber daya manusia,
yang sering kali tidak dapat diukur secara kualitatif. Yang dimaksud di sini ialah :
•
•
•
•
Kekurangan tenaga terampil untuk melakukan pekerjaan yang dibutuhkan.
Kualitas pekerjaan yang dilakukan sendiri.
Keinginan membebaskan karyawan dari suatu pekerjaan tertentu.
Pengurangan biaya karyawan.
E. USAHA MENGURANGI RISIKO.
Dalam setiap usaha atau perubahan, selalu ada risiko, demikian juga usaha
outsourcing. Persoalannya ialah bagaimana mengantisipasi risiko itu dan bagaimana
mengusahakan agar risiko dapat ditekan serendah mungkin, kalaupun tidak dapat
dihilangkan seluruhnya. Memperhatikan kemungkinan-kemungkinan risiko yang
mungkin akan dialami seperti telah diutarakan di atas, maka beberapa usaha dapat
dilakukan untuk menguranginya antara lain dengan melakukan uji coba terlebih
dahulu, melakukan pemilihan pemberi jasa dengan lebih teliti, melakukan kontrak
jangka pendek dahulu, merencanakan dan melakukan pengawasan dengan baik,
menggunakan konsultan, memilih waktu yang tepat, mempersiapkan perencanaan
darurat, dan sebagainya.
94
Melakukan uji coba.
Ini adalah cara yang paling mudah dan umum ditempuh untuk mengurangi risiko
besar. Uji coba dapat dilakukan untuk suatu jenis jasa tertentu dan untuk bagian
perusahaan tertentu saja terlebih dahulu. Sambil menimba pengalaman dari hal yang
mungkin baru bagi perusahaan dan bagi karyawan, maka persiapan-persiapan lebih
lanjut dilakukan untuk memperluas cakupan outsourcing. Dalam masa uji coba,
kesulitan dan persoalan yang timbul relatif akan lebih mudah diatasi karena masih
berskala kecil. Pada akhir masa uji coba, perlu dilakukan analisis, apakah outsourcing
perlu dan dapat dilanjutkan atau tidak. Kalau akan dilanjutkan, apakah perlu
dilakukan sekarang atau ditunda. Apakah masa uji coba perlu diperpanjang atau
tidak. Apabila dalam masa uji coba dialami kesulitan besar yang sulit dan tidak
dapat dipecahkan, maka mungkin saja rencana outsourcing selanjutnya dibatalkan.
Demikian pula sebaliknya, apabila masa uji coba berjalan dengan lancar, kesulitan
dan hambatan yang ditemui dapat diselesaikan dengan memuaskan, maka
outsourcing untuk bagian-bagian lain atau jasa lain dapat diteruskan. Uji coba dapat
dilakukan sekali saja dan seterusnya outsourcing dapat dilakukan dalam skala penuh,
atau uji coba dapat dilakukan secara bertahap dalam skala yang makin lama makin
luas sampai pada skala penuh. Ini sangat tergantung dari keperluan dan penilaian
risiko tersebut.
Melakukan pemilihan pemberi jasa dengan teliti.
Ini juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko. Pemilihan pemberi jasa
merupakan kegiatan yang sangat krusial dalam menentukan berhasil tidaknya suatu
outsourcing. Pemilihan yang hanya didasarkan atas analisis tertulis sering kali tidak
memberikan gambaran sesungguhnya. Oleh karena itu sering kali cara pemilihan
pemberi jasa ini misalnya hanya dapat dilakukan dengan masa percobaan tertentu,
artinya untuk suatu saat digunakan beberapa pemberi jasa untuk satu jenis jasa.
Kemudian, sesudah cukup waktu untuk penilaian, jasa tersebut diserahkan pada
pemberi jasa yang paling memuaskan kinerjanya berdasarkan suatu tolok ukur
tertentu. Pemilihan outsourcing untuk jasa boga (catering) misalnya, hanya dapat
dinilai sesudah mengalami untuk beberapa waktu lamanya. Rasa makanan tidak
pernah dapat dijelaskan dengan deskripsi apapun, dan hanya dapat dirasakan dan
dinilai kalau sungguh-sungguh sudah dirasakan. Rasa inipun sering kali sangat
subyektif, oleh karena dalam hal ini misalnya perlu dianalisis oleh suatu tim dengan
latar belakang budaya dan kebiasaan makan yang berbeda, agar mendapatkan hasil
penilaian yang lebih obyektif.
Melakukan kontrak jangka pendek dahulu.
Kiat ini juga merupakan salah satu cara yang gampang untuk mengurangi risiko
yang lebih besar. Kontrak jangka pendek biasanya diartikan sebagai kontrak dengan
jangka waktu sampai dengan satu tahun. Apabila layanan dan kinerja pemberi jasa
cukup memuaskan, dapat dilanjutkan dengan jangka menengah, yaitu antara satu
tahun dan tiga atau lima tahun, seterusnya dapat dilanjutkan dengan kontrak jangka
panjang, yaitu lebih dari tiga atau lima tahun. Dalam kenyataan, outsourcing yang
berkembang menjadi kemitraan bisnis, dapat berlangsung sampai duapuluh tahun
atau lebih.
Merencanakan dan melakukan pengawasan.
95
Cara pengawasan terhadap perusahaan pemberi jasa perlu dipersiapkan sebelum
pelaksanaan outsourcing dan ini sering kali tidak mudah. Cara-cara ini dapat berupa
bentuk laporan berkala yang dipantau dan dibicarakan dalam bentuk pertemuan
berkala pula. Dengan cara ini, maka kalau ada tanda-tanda mulainya suatu
penyimpangan, dapat dideteksi secara dini dan tindakan korektif dapat dilakukan
segera pula sebelum berkembang dan mencapai tahap sukar dikendalikan lagi.
Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk mengukur keuntungan yang
diharapkan didapat dari outsourcing adalah misalnya sebagai berikut.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Dengan survei informal.
Dengan melakukan inspeksi.
Dengan melakukan benchmarking.
Membandingkan dengan tingkat layanan yang disetujui.
Membandingkan dengan standard mutu.
Membandingkan dengan target biaya.
Dengan survei kepuasan pelanggan.
Membandingkan dengan tartet tingkat layanan.
Membandingkan dengan tujuan layanan.
dan sebagainya.
Menggunakan konsultan.
Menggunakan konsultan selalu dapat dilakukan, apalagi kalau perusahaan belum
berpengalaman sama sekali dengan proyek outsourcing. Tentu saja harus
menggunakan jasa konsultan yang berpengalaman dalam bidang outsourcing, bukan
sekedar konsultan umum. Hal yang perlu dipertimbangkan ialah perbandingan
antara biaya konsultan dan target penghematan biaya yang diharapkan dapat
dicapai. Perbandingan ini haruslah sepadan dan tidak timpang. Perhitungan tarif
jasa angkutan sering kali dapat dinegosiasikan dengan mengkaitkan dengan
penghematan biaya yang dicapai. Misalnya untuk tarif tetap bulanan, ditetapkan
tarif yang kecil, namun setiap kali ada penghematan biaya yang diperoleh, konsultan
mendapatkan prosentase tertentu darinya.
Mempersiapkan perencanaan darurat.
Perencanaan darurat ialah perencanaan yang dilakukan perusahaan penerima jasa
outsourcing untuk berjaga-jaga apabila outsourcing di tengah jalan mengalami
kemacetan atau hambatan serius, karena satu dan lain sebab. Termasuk dalam
perencanaan ini ialah apa tindakan yang harus segera diambil kalau terjadi
kemacetan. Misalnya mencari pemberi jasa lain yang siap mengambil alih dalam
waktu singkat. Tidak hanya itu saja, tetapi pemberi jasa siapa saja yang berpotensi
seperti ini. Termasuk juga dalam perencanaan ini, kalau terpaksa perusahaan
mengambil kembali tugas yang sudah dioutsourcing, bagaimana cara
melaksanakannya ? Dengan adanya perencanaan darurat seperti ini, maka risiko
kerugian dan hambatan karena gagalnya outsourcing di tengah jalan dapat dikurangi
dan sekaligus memberikan rasa aman pada pimpinan perusahaan.
Memilih waktu yang tepat.
Kadang-kadang risiko outsourcing dapat dikurangi dengan memilih waktu yang
tepat untuk memulainya. Misalnya saja situasi dimana sedang terjadi gejolak
karyawan akan sesuatu hal bukanlah waktu yang paling tepat untuk melakukan
96
suatu perubahan besar, termasuk melakukan outsourcing, karena akan berhadapan
dengan resistensi yang besar yang sangat berpotensi menggagalkan outsourcing itu
sendiri. Demikian pula pada waktu terjadi krisis ekonomi yang berpengaruh pada
hampir semua perusahaan, tidaklah tepat melakukan perubahan dalam skala besar,
termasuk outsourcing, karena ketidak-stabilan baik perusahaan sendiri maupun
perusahaan pemberi jasa bukan merupakan kondisi yang baik untuk melakukan
perubahan, kecuali outsourcing dalam hal-hal atau pekerjaan kecil-kecilan.
F. KAPAN HARUS MENGHENTIKAN OUTSOURCING.
Seorang manajer tidak hanya harus mampu menetapkan untuk memulai langkah
outsourcing, tetapi dalam keadaan tertentu harus mampu pula memutuskan untuk
tidak melanjutkan outsourcing. Beberapa alasan mengapa outsourcing harus
dihentikan misalnya karena alasan keperluan jangka pendek, kinerja tidak
memuaskan, biaya terlalu tinggi, dan sebagainya.
Keperluan jangka pendek.
Apabila keperluan suatu outsourcing berjangka pendek, dan jangka waktu itu sudah
terlampauai dan tidak ada lagi keperluan, tentu saja outsourcing harus dihentikan.
Outsourcing semacam ini disebut transitional outsourcing. Misalnya saja outsourcing
diperlukan untuk pekerjaan transisi perubahan dari penggunaan sistem lama ke
sistem baru. Apabila sistem baru sudah berjalan dengan lancar, maka masa transisi
selesai dan pekerjaan mengoperasikan sistem tersebut dikembalikan ke perusahaan
sendiri.
Kinerja tidak memuaskan.
Apabila sesudah waktu tertentu terbukti kinerja pemberi jasa tidak sesuai dengan
harapan atau persyaratan yang ditetapkan dan usaha-usaha perbaikan tidak
berhasil, maka sebaiknya outsourcing dihentikan saja. Seterusnya, dapat diserahkan
pada pemberi jasa lainnya atau dikerjakan sendiri. Agar penilaian ini obyektif dan
pemutusan kontrak outsourcing ini tidak menimbulkan perselisihan dengan pihak
pemberi kerja, tolok ukur dan target kinerja dalam kurun waktu tertentu harus
dicantumkan secara jelas dan secara kuantitatif dalam kontrak. Kadang-kadang hal
ini sementara dapat diatasi dengan mencantumkan sanksi tertentu apabila kinerja
tidak tercapai dan kontrak diteruskan sampai akhir dan tidak diperpanjang lagi.
Biaya terlalu tinggi.
Apabila sesudah waktu tertentu efisiensi biaya tidak diperoleh sesuai dengan
harapan atau target yang ditetapkan, outsourcing memang juga harus dihentikan.
Tentu saja target efisiensi biaya harus secara jelas dicantumkan dalam kontrak
termasuk target waktu. Sama dengan hal di atas, kontrak ini dapat dihentikan di
tengah jalan atau ditunggu sampai selesai kontrak dan tidak diperpanjang lagi.
Lain-lain.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kontrak outsourcing sebaiknya dihentikan
apabila tujuan outsourcing tidak tercapai secara memuaskan sesudah jangka waktu
tertentu dan sesudah segala macam upaya perbaikan tidak juga kunjung berhasil.
97
Untuk mengantisipasi kemungkinan penghentian kontrak ini, maka dalam
perjanjian kontrak harus ada klausula khusus mengenai hal ini, termasuk kapan
dapat dihentikan, siapa boleh menghentikan, berapa lama harus memberitahukan
terlebih dahulu, apakah ada kompensasi atau tidak, dan sebagainya. Dengan
demikian, kemungkinan timbulnya perselisihan akan berkurang. Pertimbangan
apakah kontrak outsourcing yang sudah dihentikan atau tidak dilanjutkan itu akan
diberikan kepada pemberi jasa lainnya atau dikerjakan sendiri lagi, tergantung pada
evaluasi manajemen pada waktu itu. Apabila berdasarkan pengalaman mengenai
kinerja pemberi kerja yang lama, baik mengenai mutu kerja, biaya, maupun
hubungan sedemikian rupa sehingga diperkirakan bahwa pemberi jasa lain juga
tidak akan banyak bedanya, maka ini mendorong keputusan untuk kembali
dikerjakan sendiri.
BAB IX
MASALAH ETIKA DALAM OUTSOURCING
A. PENGERTIAN ETIKA.
Kegiatan outsourcing pada hakekatnya adalah kegiatan pembelian, yaitu pembelian
jasa. Pembelian itu sendiri adalah bagian dari kegiatan bisnis perusahaan, sehingga
terhadap kegiatan pembelian berlaku pula etika bisnis. Untuk itu perlu kiranya
98
dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan etika, etika bisnis dan etika
pembelian dan selanjutnya masalah etika yang menyangkut outsourcing.
Dalam kata ‘etika bisnis’ termuat kata ‘etika’ dan kata ‘bisnis’. Pengertian bisnis
umumnya sudah lama diketahui, hanya mungkin perlu sedikit dibicarakan terlebih
dahulu mengenai kata ‘etika’ agar jelas yang dimaksud, sekurang-kurangnya dalam
tulisan ini. Kata ‘etika’ dalam praktek dapat berarti bermacam-macam seperti
misalnya :
•
Pertama, dapat berarti sekedar ‘sopan santun’ atau ‘adat kebiasaan’
seperti etika dalam makan dan minum, dalam berbicara di depan umum
dan sebagainya. Dalam pengertian ini, sering juga digunakan kata ‘etiket’.
•
Kedua, berarti ‘filsafat tentang moral’. Dalam pengertian ini, etika adalah
penyelidikan filsafat tentang bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban
manusia serta tentang yang baik dan yang buruk. Etika adalah filsafat
tentang praxis manusia.
•
Ketiga, sering kali disamakan dengan ‘moral’ atau ‘kumpulan asas atau
nilai moral’, yaitu
rangka normatif bagi tingkah-laku manusia yang
mencakup aturan bertindak, ukuran penilaian dan norma yang
mengarahkan tindakan manusia terhadap diri sendiri. Moral
membicarakan mengenai baik dan buruknya tindakan manusia terhadap
dirinya maupun terhadap manusia lain. Moral menilai manusia sebagai
manusia. Dalam pengertian ini, sering juga digunakan kata ‘kode etik’.
Dalam pengertian etika bisnis, etika lebih berarti pada arti yang ketiga, yaitu moral
dalam melakukan bisnis.
Dalam masyarakat umum, berlaku beberapa norma yang mengatur warga
masyarakat. Norma-norma itu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
•
•
•
Peraturan sopan santun
Norma-norma hukum
Norma-norma moral
Peraturan sopan santun.
Peraturan sopan santun ialah peraturan yang merupakan kebiasaan saja,
berdasarkan suatu konvensi, berlaku untuk daerah tertentu, dan apabila disetujui
oleh banyak orang, akan dapat dirubah dan berubah. Bagi orang Barat, makan
dengan garpu dan sendok misalnya, adalah sopan santun biasa. Di negeri Barat,
makan dalam acara resmi dengan tangan dianggap tidak sopan. Di desa-desa di
kota-kota di Indonesia, makan dengan tangan masih dianggap biasa dan sopan saja.
Orang yang makan dengan tangan tersebut tidak dianggap sebagai orang yang tidak
sopan.
Norma hukum.
Norma hukum, biasanya berlaku berdasarkan peraturan atau perundang-undangan
(kecuali hukum adat). Norma hukum adalah norma yang pelaksanaannya dapat
dituntut dan dipaksakan serta pelanggarannya dapat ditindak dengan pasti oleh
penguasa sah dalam masyarakat. Norma hukum berlaku sejak suatu saat tertentu
99
misalnya sejak undang-undangnya diberlakukan dan dapat tidak berlaku lagi
misalnya kalau undang-undangnya dicabut.
Norma moral.
Tidak demikian dengan norma moral. Norma moral tidak didasarkan atas peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak berlaku untuk kurun waktu tertentu
saja. Misalnya ‘jangan membunuh’ adalah norma yang selalu berlaku, baik
diundangkan ataupun tidak. Norma moral belum tentu dapat dituntut
pelaksanaannya serta ditindak pelanggarannya. Misalnya norma ‘anak wajib
membantu orang tua apalagi yang sudah lanjut usia’ merupakan norma moral yang
pelaksanaannya tidak dapat dipaksakan secara fisik dan hukum. Baru apabila norma
moral tersebut menjadi norma hukum, dapat dilakukan demikian.
Jangan
membunuh adalah contoh dari norma moral yang sudah lama dimasukkan dalam
norma hukum. Norma moral adalah norma yang berhubungan dengan kesadaran
moral. Dalam hal yang menyangkut norma moral, kesadaran moral manusia
mengatakan bahwa :
• sesuatu hal itu merupakan kewajiban (moral) yang bersifat mutlak.
• bahwa melaksanakan kewajiban itu merupakan kewajiban setiap orang.
• bahwa kewajiban itu masuk akal dan dapat disetujui.
• bahwa dengan mengambil keputusaan untuk melaksanakan kewajiban
itu atau tidak melaksanakan kewajiban itu sekaligus menentukan nilai
saya sendiri.
B. ETIKA BISNIS.
Dengan demikian sudah dapat dikatakan bahwa etika bisnis menyangkut moral
dalam berbisnis, yaitu norma yang mengatur tingkat laku bisnis, apakah suatu bisnis
itu dilakukan dengan baik atau tidak. Yang dikaji bukanlah suatu perusahaan tetapi
pelaku bisnis, yaitu orangnya. Yang dinilai baik buruk adalah perilaku orang yang
berbisnis tersebut. Yang dinilai bukan dia sebagai CEO atau dia sebagai manajer,
tetapi dia sebagai manusia. Pelaksanaan etika bisnis tidak selalu dapat dipaksanakan
secara fisik atau secara hukum. Baru apabila etika bisnis itu menjadi ketentuan
peraturan atau undang-undang positif, pelaksanaannya dapat dipaksakan dan
sanksi hukumnya dapat dilaksanakan.
100
Untuk memberikan gambaran mengenai apa itu etika bisnis, di bawah ini dikutip
beberapa definisi sebagai berikut .
‘Business ethics may be defined as a self-generating system of moral standards to
which a substantial majority of business executives give voluntary assent. It is a
force within business that leads to industry-wide acceptance of certain standards of
practical conduct.’
(Gary J Zenz)
Dimana letak etika bisnis dalam keseluruhan faham etika ? Hal ini, menurut Sonny
Keraf, dapat dilihat dalam diagram pembagian atau pengelompokan atau skema
etika sebagai berikut.
Etika :
Etika Umum
Etika Khusus :
Etika Individual
Etika Lingkungan
Etika Sosial :
Sikap terhadap Sesama
Etika Keluarga
Etika Gender
Etika Politik
Kritik Ideologi
Etika Profesi :
Etika Biomedis
Etika Bisnis
Etika Hukum
Etika Ilmu Pengetahuan
Etika Pendidikan
dan sebagainya.
Dengan demikian jelas, bahwa Etika Bisnis termasuk dalam golongan etika profesi.
Etika bisnis dapat juga disebut kode etik bisnis.
Apabila Etika Bisnis ingin dikembangkan atau dijabarkan lagi, mungkin dapat
berbentuk sebagai berikut :
Etika pembelian
Etika outsourcing
Etika penyewaan
Etika pengangkutan
Etika pembayaran
dan sebagainya.
Etika marketing
Etika penjualan
Etika pelelangan
Etika periklanan
Etika persaingan
Dan sebagainya.
101
Adalah sangat menarik sewaktu Peter Drucker, seorang pakar manajemen terkenal,
mengatakan bahwa : ’There is no such thing as business ethics, only ethics’. Yang
dimaksudkan adalah bahwa etika ya hanya satu yaitu yang mengatur tingkah laku
manusia, apapun kedudukan, jabatan maupun fungsinya. Dalam arti tertentu
memang ia benar, karena sebenarnya business ethics adalah penjabaran secara lebih
jelas mengenai praktek etika dalam dunia bisnis, yang pada hakekatnya mempunyai
nilai yang sama dengan etika yang satu itu.
C. ETIKA PEMBELI PROFESIONAL.
NAPM (The National Association of Purchasing Management) suatu asosiasi besar yang
mewakili para pembeli di indutri AS, sejak tahun 1929 telah menetapkan kode etik
yang perlu diindahkan oleh para buyer. Mula-mula dinamakan NAPM Standards of
Conduct, dan kode etik pembelian ini sudah berkali-kali dimutakhirkan. Versi
terakhir diberi nama Principles and Standards of Purchasing Practice, diterbitkan tahun
1992 dan dimaksudkan untuk digunakan oleh pembeli profesional dalam
menanggapi perkembangan terakhir dalam lingkungan perdagangan. Karena kode
etik ini oleh kalangan pembeli profesional dianggap sebagai pilar yang penting dan
digunakan sebagai benchmark dalam manajemen pembelian, maka ada baiknya
dikutib disini secara lengkap untuk referensi mereka yang berkecimpung di
manajemen pembelian. Sebagian besar memuat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang
berlaku secara universal, hanya di sana sini mungkin terselip kebiasaan setempat.
The current NAPM Standards of Purchasing Practice
Loyalty To Your Company
Justice to Those With Whom You Deal
Faith In Your Profession.
From these principles are derived
the NAPM standards of purchasing practice.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Avoid the intent and appearance of unethical or compromising practice in
relationships, actions, and communications.
Demonstrate loyatly to the employer by diligently following the lawful instructions
of the employer, using reasonable care and only authority granted.
Refrain from any private business or professional activity that would create a
conflict between personal interests and the interests of the employer.
Refrain from soliciting or accepting money, loans, credits, or prejudicial discounts,
and the acceptance of gifts, entertainment, favours or services from present or
potential suppliers which might influence, or appear to influence purchasing
decisions.
Handle information on a confidential or proprietary nature to employers and/or
suppliers with due care and proper consideration of ethical and legal ramifications
and governmental regulations..
Promote positive supplier relationships through courtesy and impartiality in all
phases of the purchasing cycle.
Refrain from reciprocal agreements which restrain competition.
102
8.
9.
10.
11.
12.
Know and obey the letter and spirit of laws governing the purchasing function and
remain alert to the legal ramifications of purchasing decisions.
Encourage that all segments of society have the opportunity to participate by
demonstrating support for small, disadvantaged and minority-owned businesses.
Discourage purchasing’s involvement in employer sponsored programs of personal
purchases which are not business related.
Enhance the proficiency and stature of the purchasing profession by acquiring and
maintaining current technical knowledge and the highest standards of ethical
behavior.
Conduct international purchasing in accordance with the laws, customs, and
practices of foreign countries, consistent with United States laws, your
organization’s policies, and these Ethical Standards and Guidelines.
Mengenai kode etik pembeli profesional dari NAPM tersebut, secara singkat dapat
diberikan beberapa catatan dan komentar sebagai berikut.
1. Mengenai ethical perception.
Tidak perlu komentar lebih lanjut karena ini mengenai pengertian
atau nilai umum. Yang jelas, pihak yang melakukan pekerjaan
pembelian diharapkan mempunyai faham etika.
2. Mengenai responsibility to the employer.
Kepentingan pemberi kerja apakah itu perorangan atau perusahaan
harus diutamakan, dan kepentingan sendiri harus dikalahkan.
3. Mengenai conflict of interest.
Ini hal yang sudah banyak diketahui. Batasan dalam hal ini memang
sangat luas dan dapat dirasa dan diketahui dengan mudah. Beberapa
contoh conflict of interest.
 Rekanan pemasok milik saudara dekat atau dipimpin oleh
saudara dekat.
 Pembeli mempunyai saham kepemilikan atau bagian dari
pimpinan perusahaan pemasok.
4. Mengenai gratuities.
Pemberian yang dimaksud disini ialah segala bentuk pemberian
berupa barang, jasa, kemudahan, rekreasi atau apa saja.
Mengenai undangan makan, pada tahap tertentu dapat dianggap
masih dapat dibenarkan. Beberapa pedoman yang biasanya diberikan
mengenai hal ini ialah misalnya :
 Undangan makan hendaknya dalam rangka membicarakan
suatu bisnis tertentu
 Tidak terlalu sering menerima undangan dari rekanan yang
sama.
 Sebaiknya buyer mengundang balik rekanan dalam frekuensi
yang sama baik dengan biaya sendiri atau biaya perusahaan.
Demikian pula pemberian, undangan makan, entertainment dalam
batas tertentu diperbolehkan dalam budaya perusahaan atau negara
tertentu.
103
5. Mengenai confidential information.
Yang biasanya dianggap sebagai hal yang rahasia ialah antara lain :
 Harga dan data mengenai biaya.
 Penawaran atau keterangan mengenai itu.
 Formula dan informasi mengenai proses.
 Informasi mengenai desain (gambar, cetak biru dan
sebagainya)
 Perencanaan, strategi, dan sebagainya dari perusahaan.
 Informasi pribadi mengenai karyawan atau yang
mempercayakan pada seseorang.
 Sumber pemasok atau keterangan pemasok.
 Daftar pelanggan dan keterangan mengenai pelanggan.
 Program perangkat lunak komputer.
6. Mengenai treatment of suppliers.
Pemasok haruslah diperlakukan dan dihormati sebagai mitra bisnis
yang sejajar. Selain itu, hubungan haruslah didasarkan atas kejujuran,
keadilan.
7. Mengenai reciprocity.
Perlakuan harus hati-hati apabila pembeli menghadapi pemasok yang
sekaligus juga pelanggan, dalam arti bahwa pemasok tetap harus
diperlakukan secara adil dan sama dengan pemasok lain. Dianggap
tidak etis apabila mereka mendapatkan perlakuan istimewa.
8. Mengenai federal and state laws.
Hal ini mengenai peraturan dan hukum setempat, yang tentu saja
harus dihormati dan diindahkan.
9. Mengenai small, disadvantaged, and minority-owned businesses.
Inilah yang dinamakan tugas sosial dari fungsi pembelian, yang tidak
hanya berlaku di negara yang sedang berkembang, tetapi berlaku juga
di negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat. Pengertian
disadvantages dan small dapat diperluas dengan kepentingan buruh
dari perusahaan pemasok dan semua perusahaan yang terkait.
10. Mengenai personal purchases for employees.
Tugas pembelian ialah untuk keperluan perusahaan. Pembelian untuk
pribadi dapat mengganggu pencapaian tugas utama tersebut. Namun
apabila perusahaan mengijinkan ada program pembelian untuk
pegawai, harus diatur sedemikian rupa sehingga :
 Hindari melakukan penekanan pada pemasok.
 Jelaskan dengan terus terang pada pemasok bahwa
pembelian bukan untuk perusahaan, tetapi untuk pribadi
karyawan.
 Usahakan agar semua karyawan memperoleh faedah yang
sama.
104

Pembeli harus bertindak adil terhadap perusahaan (pemilik),
pada karyawan dan pada pemasok .
11. Mengenai responsibilities to the profession.
Mereka yang bekerja di bidang pembelian berkewajiban
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, sekurang-kurangnya
dalam pengetahuan dan ketrampilan dasar mengenai pembelian.
Tidak hanya itu, mereka harus mengetahui etika profesinya dan
menjunjung tinggi etika tersebut.
12. Mengenai international purchasing.
Dalam melakukan pembelian secara internasional, etika pembelian
tetap harus diindahkan dan dilaksanakan. Meskipun ada hukum dan
kebiasaan setempat, biasanya prinsip-prinsip etika di atas berlaku
secara universal, hanya di beberapa tempat pelaksanaan dapat
berbeda dalam cara dan gradasinya. Biasanya tidak ada perbedaan
secara prinsip.
Keppres-18/2000, suatu Keppres yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah
di Indonesia, dalam salah satu pasalnya juga mengatur mengenai hal ini, seperti
dapat dikutib sebagai berikut ini.
Etika Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 5
Pengguna barang/jasa Instansi Pemerintah (termasuk perencana, pelaksana dan
pengawas), penyelia barang/jasa harus mematuhi etika pengadaan barang/jasa,
yaitu :
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran kelancaran dan ketetapan tercapainya tujuan pengadaan
barang/jasa.
2. Bekerja secara profesional, mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga
kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya
dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan
barang/jasa.
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, untuk
mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat.
4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan
sesuai dengan kesepakatan para pihak.
5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para
pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses
pengadaan barang dan jasa.
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan Negara dalam pengadaan barang dan jasa.
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dengan atau
melakukan kegiatan bersama dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan Negara.
105
8.
Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi
atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang
diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan
barang/jasa.
Disamping itu, beberapa hal sebagai berikut mengenai praktek pembelian perlu
diperhatikan karena menyangkut pula etika pembelian.
Hindari praktek yang curang (sharp practice)
Praktek semacam ini, yaitu kecurangan adalah hal-hal yang sengaja dilakukan untuk
mengambil manfaat tidak jujur dan adil dari pihak lain, yang sudah mendekati
penipuan, harus dihindarkan. Beberapa contoh yang dapat diberikan misalnya :
• Sengaja memberikan janji membeli dalam jumlah besar untuk
mendapatkan harga rendah, sedangkan pembelian sebenarnya hanya
sedikit saja. Disini pembeli mendapatkan harga dengan tidak jujur dan
berlaku curang.
• Permintaan penawaran dari pemasok yang berlainan tingkat atau bidang
keahlian dengan maksud memenangkan suatu pihak tanpa pelelangan
yang sebenarnya.
• Memberi tahukan penawaran pemasok lain kepada pemasok tertentu
dengan cara seakan-akan tidak disengaja.
• Dan praktek-praktek sejenis itu.
Acurex Corporation misalnya menambahkan beberapa ketentuan berikut ini, yang
harus dihindarkan :
• Memperbolehkan satu atau beberapa pemasok untuk mendapatkan
informasi mengenai penawaran kompetitor lain, dan memperbolehkan
mereka untuk melakukan penawaran ulang.
• Memberikan preferensi pada pemasok yang ingin dimenangkan oleh
anggota pimpinan perusahaan.
• Membatalkan pembelian suku cadang yang sudah dalam proses fabrikasi
dan sekaligus mencoba mengelakkan kewajiban membayar ganti rugi
(cancellation charges)
• Menipu atau menyesatkan penjual dalam negosiasi.
• Menyebabkan pemasok sangat tergantung pada organisasi pembeli untuk
hampir seluruh penjualannya.
106
Penawaran kompetitif (competitive bidding)
Pembeli profesional wajib memperhatikan etika dalam hal penawaran kompetitif
seperti misalnya :
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Hanya memberikan undangan kepada pemasok yang betul-betul akan
diberikan pesanan apabila memenangkan tender.
Syarat-syarat penilaian harus transparan dan diberitahukan sebelum
melakukan tender.
Spesifikasi barang atau jasa yang ditawarkan harus berlaku umum dan
jangan menjurus pada spesifikasi khusus yang hanya dimiliki oleh salah
satu pemasok saja.
Semua peserta tender masing-masing harus mendapatkan penjelasan dan
keterangan lengkap dan sama.
Harga penawaran tender harus dirahasiakan.
Memberitahukan pihak yang kalah secepat mungkin agar mereka dapat
menyesuaikan diri.
Jangan menerima lagi penawaran sesudah waktu penutupan.
Jangan mengambil keuntungan dengan cara mencari-cari kesalahan
dalam penawaran pemasok.
Dan sebagainya.
Negosiasi.
Dalam hal negosiasi, beberapa etika yang harus diperhatikan antara lain misalnya :
• Negosiasi perlu dilakukan apabila memang dirasakan adil bagi dua belah
pihak.
• Negosiasi tidak boleh dilakukan sekadar untuk negosiasi, tetapi harus
dengan alasan yang adil.
• Sebelumnya, para peserta tender/penawaran harus diberitahu semua
faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam mengevaluasi
penawaran.
• Semua peserta tender/penawaran harus diberikan kesempatan
mendapatkan informasi yang lengkap dan sama.
• Dan sebagainya.
Contoh barang (samples)
Apabila contoh barang diterima pembeli, harus betul-betul dilakukan pengujian
seperlunya dan hasilnya perlu diberitahukan kepada yang bersangkutan.
Perlakuan terhadap penjual.
Para penjual barang atau jasa, termasuk para salesperson, harus diperlakukan dengan
hormat seperti tamu-tamu lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain.
• Perjanjian (appointment) harus ditepati dengan baik. Jangan biarkan
salesperson, juga tamu-tamu lain, menunggu terlalu lama apabila bertamu.
• Jangan membatalkan perjanjian seenaknya.
• Perlakukan mereka sebagai mitra bisnis, mitra kerja karena ini berpotensi
melancarkan hubungan demi kepentingan bersama.
107
Material dibawah standar.
Apabila menerima barang yang dibawah standar atau tidak sesuai dengan
spesifikasi pemesanan, maka :
• Harus segera diberitahukan kepada pemasok yang bersangkutan, dan
jangan menunggu terlalu lama.
• Tindakan koreksi harus segera dibicarakan dan dinegosiasikan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan.
Hadiah dan Pemberian lainnya.
Menurut NAPM Principles and Standard Purchasing Practice nomer 4 di atas,
pemberian atau hadiah dalam bentuk apapun dari para pemasok tidak boleh
diterima oleh para pembeli profesional. Dalam praktek, hal ini ada beberapa
pengecualiannya misalnya sebagai berikut ini.
• Beberapa perusahaan mengatur batasan pemberian yang boleh diterima,
misalnya boleh menerima barang yang sifatnya untuk promosi.
• Ada yang mengatur boleh sampai batas harga tertentu atau apabila tidak
berlebihan. Namun dalam hal ini ada kesulitan juga karena berapa batas
tidak berlebihan atau berlebihan tidak begitu jelas dan sangat subyektif
sifatnya.
• Ada perusahaan yang mengharuskan pemberian hadiah berupa barang
atau uang dipusatkan, kemudian perusahaan sendiri membaginya
kepada seluruh karyawan secara adil.
Penyuapan (bribery)
Penyuapan adalah hal yang lebih berat dan lebih parah dari hanya sekedar penerima
pemberian hadiah berupa uang, barang, atau bentuk-bentuk lain. Penyuapan
menyangkut pemberian barang, atau uang, atau bentuk-bentuk lain dengan
permintaan kompensasi tertentu yang menyalahi peraturan, merugikan pihak lain
secara tidak sah, melanggar atau merampas hak pihak lain. Penyuapan tidak hanya
termasuk pelanggaran etika tetapi sekaligus juga melanggar peraturan hukum.
Kesimpulan.
Sebagai semacam kesimpulan dapat dikatakan bahwa semua yang bekerja di bidang
pembelian dan pemasokan mempunyai tanggung jawab etis kepada tiga kelompok
orang, yaitu pemberi kerja, pemasok dan teman sekerja.
• Pada pemberi kerja.
Diperlukan pedoman yang jelas mengenai kesetiaan kepada orang
atau perusahaan pemberi kerja tentang karakteristik kesetiaan yang
diharapkan demi kepentingan pemberi kerja.
• Pada pemasok.
Pedoman umum yang dapat diberikan menyangkut hubungan
dengan pemasok ialah perlakuan secara adil (fair play) dan jujur.
• Pada teman sekerja.
Semua anggota yang bekerja di bidang pembelian harus menjaga
profesi mereka sebagai profesi yang terhormat dan etis.
108
Apabila mereka yang bekerja di bidang pembelian menghadapi keadaan yang
meragukan (grey area), dimana jawaban tidak didapatkan dari peraturan tertulis atau
praktek sebelumnya, beberapa pertanyaan berikut ini dapat membantu untuk
dijadikan bahan pemikiran.
• Apakah tindakan saya ini dapat diterima oleh setiap orang dalam
organisasi saya ?
• Bagaimana tindakan saya ini apabila dikaitkan dengan tanggung jawab
saya pada perusahaan, rekanan pemasok dan teman sekerja ?
• Bagaimana akibatnya apabila semua pembeli dan penjual melakukan hal
ini ?
• Apabila saya berada di pihak yang lain, bagaimana sikap dan perasaan
saya apabila diperlakukan serupa ?
• Bagaimana suara hati nurani saya ?
The Rotary International Organization mengenai hal ini memberikan pertanyaan yang
dinamakan ‘the four way test’ mengenai apa yang mereka pikirkan, katakan dan
lakukan. Pertanyuaan-pertanyaan itu ialah :
• Is is the TRUTH ?
• Is it FAIR to all concerned ?
• Will it build GOODWILL ?
• Will it be BENEFICIAL to all concerned ?
Dalam melakukan keputusan terakhir, beberapa waktu merenung perlu dilakukan
dengan memikirkan kata-kata berikut ini, yang dinamakan :
‘What Makes a Profession’
‘If there is such a thing as a profession as a concept distinct from a vocation, it
must consist in the ideals which its members maintain, the dignity of character
which they bring to the performance of their duties, and the austerity of the selfimposed ethical standards. To constitute a true profession, there must be ethical
tradition so potent as to bring into conformity members whose personal standards
of conduct are at a lower level, and to have an elevating and ennobling effect on
those members. A profession cannot be created by resolution, or become such
overnight. It requires many years for its development, and they must be years of
self-denial, years when success by base means is scorned, years when no results
bring honor except those free from the taint of unworthy methods.’
D. ETIKA DALAM OUTSOURCING.
Bagaimana hal itu semua, yaitu isu etika dapat menyangkut outsourcing ? Seperti
telah di singgung di atas, outsourcing pada hakekatnya adalah suatu kegiatan
pembelian, yaitu kegiatan pembelian jasa dengan tujuan strategis berjangka panjang.
Salah satu tujuan yang penting dari outsourcing adalah untuk meningkatkan efisiensi
perusahaan dengan menekan biaya operasi. Oleh karena itu banyak wujud
outsourcing yang berupa mengganti mempekerjakan karyawan tetap dan purna
waktu dengan karyawan tidak tetap dan paro waktu, karyawan kontrak atau bentuk
lain dimana para karyawan tidak atau lebih sedikit menerima fringe benefit. Dengan
lain perkataan outsourcing dapat berupa penggantian memperkerjakan karyawan
secara tetap dengan gaji tinggi dengan mempekerjakan karyawan secara temporer
109
dengan gaji lebih rendah. Meskipun outsourcing secara historis merupakan elemen
utama ekonomi Jepang, namun konsep bahwa karyawan tidak memperoleh
pekerjaan selama dan karier yang lama dalam suatu perusahaan sampai baru-baru
ini merupakan hal yang asing di Amerika. Namun perusahaan yang secara historis
yang bersikap paternalistik, cenderung berubah dan secara aktif mempekerjakan
karyawan atas dasar sementara. Hal-hal inilah yang menyebabkan outsourcing
bersinggungan dengan etika. Lagipula, banyak kritik yang dilontarkan bahwa
outsourcing merupakan pengkhianatan para pimpinan perusahaan pada
karyawannya dimana para pimpinan menerima gaji rata-rata 100 atau 150 kali lipat
dari rata-rata penerimaan karyawan rendahnya. Adalah tidak etis, beberapa orang
menganggap, apabila perusahaan di Amerika yang walaupun menghadapi
persaingan ketat, membebani penurunan biaya dalam bentuk pengurangan gaji dan
peniadaan asuransi kesehatan sementara para eksekutif menerima gaji yang
sedemikian besarnya.
Dalam ensiklik Rerum Novarum oleh Paus Leo XIII tahun 1891, tertulis bahwa :
‘Pekerja yang ….. karena terpaksa atau takut akan akibat yang lebih buruk
lagi…. menerima kondisi yang lebih berat karena pemberi kerja atau
kontraktor tidak memberikan mereka hal yang lebih baik lagi, merupakan
korban kekerasan dan ketidak-adilan….’
Seratus tahun kemudian, dalam ensikliknya yang bernama Laborem Exercens, Paus
Johanes Paulus II mendifinisikan kerja sebagai suatu tugas, tetapi juga sebagai
sumber hak-hak seorang pribadi.
‘Remunerasi yang adil untuk orang dewasa yang bertanggung jawab atas
suatu keluarga berarti suatu remunerasi yang cukup untuk menjaga
kehidupan suatu keluarga dan menjamin hari depannya’.
Jadi konsep Paus Johanes Paulus II tentang remunerasi melampaui sekedar gaji. Itu
termasuk hak untuk pemeliharaan kesehatan, bantuan medis, cuti dan jaminan hari
tua. Tuntutan akan perlakuan dan hak-hak yang adil bagi pekerja tidak hanya
terbatas pada pendapat dan anjuran para Paus tersebut, tetapi juga merupakan
pandangan para pemerhati masalah sosial.
John Rawls, dalam bukunya Theory of Justice mengatakan, bahwa :
‘Perhaps the most important primary good is self respect, and without
it nothing may seem worth doing, or if somethings have value on us, we
will lack the will to strive for them. All desire and activity becomes
empty and vain, and we sink into apathy and cynicism.’
Walaupun konsep mengenai remunerasi dan hak-hak karyawan di atas merupakan
hal yang cukup jelas namun dalam pelaksanaan tidaklah semudah itu. Dalam
banyak hal cukup sulit untuk memberikan gaji karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan tersebut di atas, karena kemampuan perusahaan. Hal ini banyak dialami
oleh perusahaan di negara yang sedang berkembang. Memang tidak semua hal
berlaku demikian, artinya tidak semua perusahaan terpaksa memberikan gaji rendah
karena faktor mempertahankan hidup perusahaan. Ada sementara perusahaan yang
110
memang terlalu serakah dalam mendapatkan keuntungan yang sangat besar dengan
mengorbankan kepentingan pokok para karyawannya. Dalam negara yang sedang
berkembang, persoalannya juga tidak hanya itu. Selalu ada persoalan dilematis
antara mempekerjakan sedikit orang dengan gaji cukup atau mempekerjakan banyak
orang dengan gaji kurang sementara angka pengangguran begitu tinggi. Oleh karena
itu sekali lagi persoalan di lapangan tidak semudah harapan yang dimiliki oleh para
pemerhati masalah sosial, termasuk harapan para pimpinan perusahaan sendiri.
Memang persoalan etis sebaiknya tidak dikompromikan dengan persoalan non etis.
Tetapi barangkali persoalannya tidak disitu, karena masalahnya adalah dilematis
antara masalah etis. Oleh karena itu mungkin persoalannya ialah etiskah apabila
sedikit mengorbankan suatu persoalan etis demi mempertahankan masalah etis yang
lebih besar. Namun bagaimanapun juga, isu etika dalam outsourcing tetap ada dan
tetap wajib untuk dicermati, diperhatikan dan diindahkan secara sangat serius.
Meskipun keuntungan merupakan motivasi yang sangat penting dalam masyarakat
dewasa ini, namun pencariannya tidak boleh membenarkan pengingkaran terhadap
komitmen terhadap kepentingan dan hak-hak karyawan. Dalam mengeterapkan
outsourcing, manajemen harus memikirkan dan mempertimbangkan masak-masak
pentingnya kesetiaan dan keamanan kelangsungan kerja. Pengurangan biaya yang
dicari dengan cara outsourcing haruslah pertama-tama dengan cara-cara lain dan
cara-cara pengurangan gaji dan hak-hak karyawan hanyalah merupakan opsi
terakhir. Dapatkah hal itu dijalankan, karena biaya karyawan adalah porsi biaya
yang cukup besar dan biasanya merupakan sasaran pertama untuk mengurangi
biaya? Pengalaman berikut mungkin memberikan gambaran kemungkinan itu. Pada
tahun 1996, Pertamina mulai mengoutsourcekan pemeliharaan refinerynya kepada PT
Elnusa. Dalam persyaratan outsourcing tersebut, salah satu persyaratan yang
disetujui dua belah pihak ialah bahwa semua karyawan yang semula mengerjakan
tugas pemeliharaan di Pertamina, ditransfer dan diterima PT Elnusa dengan tetap
memperoleh gaji dan kemudahan paling sedikit sama dengan yang diterima
sewaktu di Pertamina. Dalam kenyataannya, Pertamina tetap memperoleh
keuntungan berupa penghematan biaya pemeliharan yang cukup signifikan.
Meskipun motivasi utama dalam kebijakan tersebut bukan motivasi etis, namun
tetap secara etis memang baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Ini sekedar suatu
contoh bahwa masih banyak cara lain dalam outsourcing dalam menghemat biaya
tanpa harus mengurangi pendapatan dan hak karyawan.
E. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PEMBELIAN.
Ada beberapa dari penerapan prinsip-prinsip etika yang dapat digolongkan dalam
‘tanggung jawab sosial’ pembelian. Tanggung jawab sosial ini dapat dihasilkan dari
tanggung jawab moral, atau dapat juga dihasilkan dari ketentuan hukum yang ada.
Beberapa hal yang dapat dimasukkan dalam kategori tanggung jawab sosial
pembelian ialah antara lain.
•
Pembelian kepada golongan lemah.
 Hampir semua negara mempunyai kebijakan tertentu mengenai
hal ini, baik negara yang sedang berkembang maupun negara
yang sudah berkembang.
111



Negara Indonesia misalnya dalam peraturan pengadaan
barang/jasa untuk instansi Pemerintah mengenal istilah dan
kebijakan khusus untuk ‘golongan ekonomi lemah’ (Keppres16/1994) yang istilahnya sudah diganti menjadi ‘usaha kecil’
dalam Keppres-18/2000.
Amerika Serikat menggunakan istilah ‘women own suppliers’ dan
‘minority owned suppliers’
NAPM (National Association of Purchasing Management)
menggunakan istilah ‘small, disadvantaged, and minority-owned
businesses’
•
Lindungan kepada golongan lemah.
 Tugas di atas dapat dikembangkan lagi menjadi juga lindungan
kepada golongan lemah, atau setidak-tidaknya tidak melakukan
hal-hal yang membantu memanfaatkan kedudukan golongan
yang lemah dengan perlakukan yang tidak adil.
 Contoh adalah dalam hal outsourcing di atas, dimana pembelian
dengan cara outsourcing tidak digunakan untuk meningkatkan
pendapatan perusahaan dengan melakukan cara-cara yang jelasjelas melakukan hal-hal yang tidak adil, apakah itu pada
perusahaan yang lemah atau pihak lain seperti karyawan yang
lemah.
•
Pembelian barang hasil daur ulang.
 Ini termasuk tanggung jawab sosial dalam bidang pelestarian
lingkungan.
 Para
pembeli
secara
moral
wajib
mendukung
dan
mempromosikan pembelian barang-barang hasil industri daur
ulang misalnya kertas, karton, botol plastik dan sebagainya.
 Dalam usaha mempromosikan pembelian barang jenis ini,
beberapa negara memberikan insentif tertentu pada perusahaan
yang melakukannya.
•
Pembelian kepada rekanan setempat.
 Istilah ini berkaitan dengan kebijakan pembelian secara
sentralisasi atau desentralisasi. Dalam kebijakan ini, yang perlu
dipertimbangkan tidak hanya dari segi ekonomi perusahaan
semata, tetapi juga dari pembangunan ekonomi daerah setempat.
 Beberapa negara berkembang mempunyai kebijakan tertentu
mengenai hal ini, misalnya Kanada.
 Indonesia juga mempunyai kebijakan bagi instansi Pemerintah
dalam melakukan pengadaan barang dan jasa sampai nilai
tertentu harus dilakukan di daerah dimana operasi di laksanakan
dan kepada rekanan setempat (lihat Keppres-16/1994 dan
penggantinya yaitu Keppres-18/2000)
•
Pembelian barang hasil dalam negeri.
 Hal ini juga merupakan konsensus international bahwa masingmasing negara, sampai batas tertentu, diakui mempunyai hak
112





untuk mengutamakan menggunakan produksi dalam negari, baik
berupa barang atau jasa dan memproteksi industri dalam negeri
yang masih dalam tahap bayi.
World Bank mengakui hak tersebut dan menuangkannya dalam
Procurement Procedures of the World Bank.
Demikian juga WTO (World Trade Organization) mengakuinya
dan mencantumkannya dalam WTO Government Procurement
Agreement.
Demikian juga PBB mengakuinya dengan mengaturnya dalam
UNCITRAL (United Nation Commision on International Trade law)
Model Law on Procurement of Goods, Construction and Service.
Demikian juga, dalam Keppres-18/2000 Indonesia juga
mempunyai kebijakan yang sama.
Tanggung jawab sosial disini ialah membantu negara yang sedang
berkembang dalam mengembangkan industrinya sehingga
mampu mengejar ketinggalannya dari negara-negara yang sudah
berkembang.
BAB X
OUTSOURCING DAN UNDANG-UNDANG
ANTI MONOPOLI
113
A. UNDANG-UNDANG RI NOMOR 5 TAHUN 1999.
Pelaksanaan suatu strategi bisnis perlu dicermati agar tetap sesuai dengan peraturan
yang ada dalam negara bersangkutan. Demikian pula pelaksanaan strategi
outsourcing tidak terkecuali, termasuk pelaksanaannya di Indonesia. Strategi
outsourcing itu sendiri, sebetulnya sejauh menyangkut pelaksanaan sebagai jenis
kontrak jasa, tidaklah unik dan tidak memerlukan suatu perhatian khusus, meskipun
tentu saja tetap tunduk pada perundang-undangan yang berlaku, yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Namun dalam hal disangkutkan dengan strategi
kemitraan bisnis seperti disebutkan di atas, diperlukan suatu perhatian khusus atau
dengan perkataan lain suatu penyiasatan khusus, agar tidak melanggar undangundang yang ada. Hal ini sehubungan dengan dikeluarkannya ketentuan baru, yaitu
Undang-Undang RI Nomer 5 Tahun 1999 tanggal 5 Maret 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Strategi kemitraan bisnis yang
menganut faham satu pemasok untuk satu jenis barang dengan hubungan bisnis
jangka panjang, secara potensial dapat diartikan sebagai monopoli atau praktek
persaingan tidak sehat. Meskipun dalam manajemen pembelian dapat dibedakan
antara pemasok satu-satunya (sole supplier) dan pemasok yang hanya satu (single
supplier), namun di mata hukum mungkin sulit untuk dibedakan. Seperti sudah
dijelaskan, sole supplier ialah keadaan dimana memang sumber pembelian hanya ada
satu-satunya di suatu kawasan atau bahkan di seluruh dunia, sedangkan single
supplier ialah pemasok yang hanya satu, tetapi dipilih secara terencana dan sengaja
dengan suatu cara dan sistem tertentu, diantara sekian banyak pemasok yang ada,
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan strategis. Dari segi manajemen
pembelian, sole supplier memang hal yang harus dihindari sedapat mungkin,
sedangkan single supplier, justru makin banyak dipraktekkan oleh perusahaan kelas
dunia, dengan tujuan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu. Undangundang atau peraturan yang bernafaskan anti monopoli atau anti perdagangan tidak
sehat tentunya juga dimiliki oleh negara-negara lain khususnya negara yang sudah
berkembang, dan bersamaan dengan itu pula, praktek kemitraan bisnis juga
berkembang pesat di negara-negara tersebut sehingga sesungguhnya, praktek
kemitraan bisnis tidak bertentangan dengan semangat anti monopoli dan anti
perdagangan tidak sehat. Di Amerika Serikat misalnya ada Sherman Act, Clayton
Act, Robinson-Patman Act, dan Federal Trade Commision Act. Hanya saja karena
peraturan perundangan tersebut di Indonesia masih baru dan praktek kemitraan
bisnis di Indonesia juga secara relatif masih baru, sehingga seperti telah disebutkan
di atas, mengandung potensi ‘pertentangan’ apabila salah mempraktekkan atau
salah menginterpretasikan.
Secara umum, materi dari Undang-Undang tersebut mengandung 6 bagian
pengaturan yang terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
perjanjian yang dilarang;
kegiatan yang dilarang;
posisi dominan;
Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
penegakan hukum;
ketentuan lain-lain.
114
Dalam Undang-undang tersebut, yang dianggap sebagai persaingan usaha tidak
sehat disamping monopoli ialah oligopoli, monopsoni, oligopsoni, trust,
pemboikotan, perjanjian tertutup, penguasaan pasar, persekongkolan, pemboikotan
dan sebagainya, namun dengan persyaratan tertentu. Sedangkan yang dimaksud
dengan persaingan usaha tidak sehat, seperti dirumuskan dalam pasal 1, ialah :
‘Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan
hukum atau menghambat persaingan usaha.’
B. PENGERTIAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
Di atas telah disebutkan, apa-apa saja yang dimaksud dengan perdagangan tidaks
ehat menururt Undang-Undang Nomer 5 tahun 1999 tersebut. Marilah kita tinjau
satu persatu secara singkat.
Monopoli.
Mengenai monopoli, Pasal 17 dari Undang-Undang tersebut memberikan ketentuan
sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) apabila :
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya;
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam
persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Bandingkan dengan beberapa definisi lain sebagai berikut ini. Dalam Black’s Law
Dictionery, monopoli diartikan sebagai :
‘a privilage or peculiar advantage vested in one or more persons or
companies, consisting in the exclusive right (or power) to carry on
a particular business or trade, manufacture a particular article, or
control the sale of the whole supply of a particular commodity’
Selanjutnya, menurut Black’s Law Dictionery pula, sehubungan dengan molopoli
yang diatur dalam Sherman Act dikatakan sebagai berikut.
‘Monopoly as prohibited by Section 2 of the Sherman Antitrust Act,
has two elements :
1. posession of monopoly power in relevant market,
115
2. willful acquisition of maintenance of that power.’
Dengan demikian ada perbedaan yang cukup menarik antara UU Nomor 5/1999 dan
Sherman Act dimana monopoli dalam UU Nomor 5/1999 tersebut lebih dititik
beratkan pada adanya monopoli sedangkan Sherman Act lebih menonjolkan
terjadinya monopoli yaitu ada kehendak (willful). Artinya dalam Sherman Act
dimungkinkan adanya monopoli yang terjadi bukan atas kehendak atau kesengajaan
pelaku, tetapi karena tidak ada orang atau badan lain yang mau atau mampu
menghasilkan barang atau jasa yang dimaksud. Dalam praktek jenis monopoli
seperti ini cukup banyak terjadi, khususnya karena penguasaan teknologi khusus.
Kalau dalam UU Nomer 5/1999, jenis monopoli seperti ini dilarang, lalu bagaimana
jalan keluarnya ? Agaknya, menurut pendapat penulis, pengertian Sherman Act ini
lebih masuk akal.
Mengenai ayat (2) yang mencantumkan batas 50% sebagai penguasaan produksi
atau pemasaran agaknya bertentangan dengan definisi monopoli itu sendiri dan
menimbulkan pertanyaan besar. Apakah kalau misalnya ada satu penjual yang
menguasai pangsa pasar 51% dan ada ribuan penjual lain yang menguasai sisa 49%
dianggap sebagai keadaan atau praktek monopoli ? Apakah Pertamina, PLN atau
Perusahaan Gas Negara dianggap melanggar Undang-Undang Nomer 5/1999
tersebut di atas ? Sangat menarik bahwa di perundangan Amerika Serikat, dikenal
dan dibedakan apa yang disebut legal monopoly dan natural monopoly.
Legal monopoly. Exclusive right granted by governmental unit to
business to provide such services as electric and telephone service.
The rates and services of such utilities are in turn regulated by the
government.
Natural monopoly. A natural monopoly is one resulting where one
firm of efficient size can produce all or more than market can take
at remunerative price. For example a market for a particular product
may be so limited that it is impossible to profitably produce such
except by a single plant large enough to supply the whole demand.
Jelas bahwa monopoli yang termasuk jenis seperti di atas tidak dianggap melanggar
undang-undang.
116
Oligopoli.
Pasal 4 mencantumkan pengertian dan larangan mengenai oligopoli sebagai berikut
ini.
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan
atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama - sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa lain, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga)
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75%
(tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Bandingkan dengan definisi oligopoli yang tertera dalam Black Lw’s Dictionery
sebagai berikut ini.
‘Oligopoly is an economic condition where only a few companies sell
substantially similar or standardized products’
Kalau kita perhatikan, yang dilarang sebetulnya bukan keadaan oligopoli itu sendiri,
tetapi oligopoli yang membuat perjanjian sehingga mengarah menjadi monopoli,
sehingga yang dilarang sebetulnya adalah monopolinya. Jadi dengan perkataan lain,
yang dilarang ialah ‘kehendak’, bukan keadaan, sehingga berlainan dengan konsep
monopoli seperti disebutkan di atas, dan lebih mirip dengan ketentuan monopoli di
Sherman Act. Dengan demikian, pelaku oligopoli yang tidak melakukan kerja sama
atau perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan suatu monopoli, tetapi persaingan
oligopolistik, menurut Undang-Undang tersebut, seharusnya tetap boleh. Ketentuan
mengenai oligopoli ini lebih masuk akal.
Monopsoni.
Mengenai monopsoni, pasal 18 Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang
berbunyi sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan yang tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Bandingkan pengertian monopsoni sebagaimana dicantumkan dalam Black’s Law
Dictionery sebagai berikut ini.
117
‘Monopsony is a condition of the market in which there is but one
buyer for a particular commodity’
Kalau kita perhatikan, yang diatur dalam Undang-Undang tersebut tidak jelas, yaitu
‘kehendak’ atau ‘keadaan’ pembeli yang demikian. Lagipula, seperti pada definisi
monopoli, batas 50% bertentangan dengan definisi monopsoni itu sendiri dan
menimbulkan pertanyaan besar ? Apakah misalnya ada satu pembeli A menguasai
pembelian 51% dan ada ribuan pembeli lain yang mencakup sisanya yang 49% dapat
disebut sebagai keadaan dan praktek monopsoni ?
Oligopsoni.
Mengenai oligopsoni, Undang-Undang tersebut memuat ketentuan paada pasal 13
sebagai berikut ini.
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian
atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
menguasai pembelian dan atau penerimaan pasokan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh
lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Disini secara jelas yang dilarang ialah ‘kehendak’ para pelaku oligopsoni yang
mengakibatkan terjadinya monopoli, bukan keadaan oligopsoni itu sendiri. Dengan
lain perkataan tentunya para pelaku oligopsoni yang tidak membuat perjanjian
untuk mengarah pada keadaan monopoli, menurut Undang-Undang ini, tidak
dilarang.
Trust.
Pasal 12 Undang-Undang ini mengatur mengenai trust, yang berbunyi sebagai
berikut ini.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga
dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan
atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
tidak sehat.
Dalam Black’s Law Dictionery, trust dirumuskan sebagai berikut ini :
118
‘Trust is an association or organization of persons or corporations
having the intention and power, or the tendency, to create
monopoly, control production, interfere with the free course of
trade or transportation, or to fix and regulate the supply and the
price of commodities.’
Kartel.
Dalam pasal 11 Undang-Undang tersebut, kartel dicantumkan dan diatur sebagai
berikut ini.
‘Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha
saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.’
Bandingkan definisi kartel dalam Black’s Law Dictionery yang dituliskan sebagai
berikut ini.
‘Cartel is a combination of producers of any product joined together
to control its production, sale and price, so as to obtain a monopoly
and restrict competition in any particular industry or commodity.’
Persekongkolan.
Dalam pasal 22, 23 dan 24 Undang-Undang
persengkongkolan sebagai berikut.
tersebut,
diatur
Pasal 22.
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak untuk
mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
Pasal 23.
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain
mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain
untuk menghambat produksi dan atau pemasarang barang
dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud
agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok
di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari kualitas
maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
119
mengenai
Pemboikotan.
Mengenai hal ini, pasal 10 Undang-Undang tersebut mengatur dengan ketentuan
sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha
pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri
maupun pasar luar negeri.
2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari
pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut :
a. merugikan atau dapat diduga merugikan pelaku usaha lain;
atau
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli
setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
Integrasi vertikal.
Mengenai hal ini, pasal 14 Undang-Undang di atas mengatur dengan ketentuan
sebagai berikut.
‘Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang mana setiap
rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan,
baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau
merugikan masyarakat.’
Pembagian Wilayah.
Pasal 9 Undang-Undang tersebut mengatur dan melarang pula pembagian wilayah
pemasaran yang mengakibatkan suatu monopoli. Pasal 9 tersebut berbunyi sebagai
berikut.
‘Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran
atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.’
Perjanjian Tertutup.
Pasal 15 Undang-Undang tersebut mengatur secara agak panjang mengenai larangan
terhadap perjanjian tertutup sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima
barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu
dan atau pada tempat tertentu.
120
2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau
jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
3. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat
persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan
atau jasa dari pelaku usaha pemasok :
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari
pelaku usaha pemasok; atau
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama
atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing
dari pelaku usaha pemasok.
Dengan ketetapan tersebut agaknya barter atau countertrade dilarang, baik dengan
potongan harga maupun tidak.
Penetapan Harga.
Mengenai penetapan harga, ada beberapa praktek yang dilarang oleh UndangUndang tersebut di atas, seperti tertulis pada pasal 5, 6, 7, dan 8.
Pasal 5 1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen
atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku bagi :
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha
patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang
yang berlaku.
Pasal 6 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan
pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda
dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang
dan atau jasa yang sama.
Pasal 7 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah pasar ; yang
pengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan
atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan
atau jasa yang telah diterimanya, dengan harga yang lebih
rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
121
C. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU adalah lembaga yang diberi tugas
untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomer 5/1999 tersebut. Lembaga
ini bersifat independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan baik Pemerintah
maupun pihak lain. Komisi ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas KPPU, seperti tercantum dalam pasal 35 Undang-Undang di atas, meliputi
hal-hal berikut ini.
1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,
2. melakukan penilaian terhadap tindakan usaha dan atau pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat,
3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalah
gunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,
4. mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan yang ada,
5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap Komisi kebijakan
Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat,
6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UndangUndang nomer 5/1999,
7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
D. IMPLIKASI UU RI NO.5/1999 PADA OUTSOURCING.
Kalau melihat seluruh aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomer
5/1999 tersebut, secara eksplisit tidak ada larangan mengenai outsourcing dengan
kemitraan. Hanya perlu diwaspadai bahwa dalam pemilihan mitra, haruslah
sedemikian rupa sehingga tetap terjadi persaingan yang sehat. Persaingan yang
sehat yang dimaksud disini dalam memilih mitra usaha, yang biasanya berlangsung
dalam waktu yang lama, misalnya dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Melalui cara lelang dengan penjelasan lengkap seperti :
a. Jangka waktu panjang yang dimaksud, misalnya 3 atau 5 tahun.
b. Maksud kemitraan.
c. Persyaratan yang diperlukan secara lengkap.
d. Cara-cara penilaian tender.
e. Cara-cara perhitungan harga kontrak.
f. Cara pemantauan kinerja selama menjadi mitra.
g. dan sebagainya.
dimana semua pemasok yang memenuhi syarat tertentu harus
mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti tender.
2. Melalui cara-cara pemilihan pemasok secara bertahap, misalnya :
122
a. Pemasok baru diberi status ‘kandidat’
b. Setelah beberapa waktu lamanya, dengan suatu penilaian tertentu,
dapat meningkat menjadi pemasok ‘mampu’
c. Setelah beberapa waktu menjadi pemasok ‘mampu’, dengan suatu
penilaian tertentu, ditingkatkan menjadi pemasok ‘unggul’
d. Setelah beberapa waktu menjadi pemasok ‘unggul’, dengan
suatu metode penilaian tertentu yang lebih ketat, dapat menjadi
pemasok ‘mitra’
Setiap tahapan, pemasok dapat diberikan sertifikat yang sesuai. Pemasok
kandidat misalnya sesudah waktu tertentu harus mencapai sekurangkurangnya pemasok ‘mampu’, dan jika tidak maka dapat dikeluarkan
sebagai pemasok.
Inti yang paling penting dalam semangat undang-undang di atas ialah bahwa semua
pihak, yang memenuhi persyaratan obyektif, diberikan kesempatan untuk
melakukan penawaran. Sedangkan tentu saja pilihan hanya dapat diberikan kepada
satu pihak saja, namun harus didasarkan atas penilaian yang obyektif, transparan,
dan masuk akal. Namun interpretasi para penegak hukum masih perlu dikaji apakah
memang demikian karena seringkali, interpretasi mereka kadang-kadang lain dari
yang diperkirakan orang sebelumnya.
DAFTAR ISTILAH
BAHASA INGGRIS
aerobridge,
123
atau anjungan belalai, yaitu anjungan yang digunakan untuk
menghubungkan pintu pesawat udara dengan terminal pada waktu pesawat
tersebut berhenti/parkir.
appointment,
atau perjanjian untuk bertemu atau melakukan sesuatu pada suatu saat atau
keadaan tertentu.
apple to apple comparison,
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembandingan antara
dua hal yang sama atau sejenis.
appraisal,
adalah penilaian suatu perusahaan atas sesuatu misalnya atas kegiatankegiatan mana yang lebih baik dioutsourcekan.
art-transitioning-to-science,
adalah model klasik yang ‘merubah seni menjadi ilmu’, perumpamaan atas
benchmarking yang berkembang melalui suatu evolusi dalam empat tahap
atau generasi.
assembling,
atau perakitan, adalah kegiatan manufaktur atau produksi barang dengan
cara menggabung-gabungkan komponen atau suku cadang menjadi suatu
barang jadi.
bar chart,
adalah salah satu bentuk bagan yang digunakan untuk menggambarkan
jadwal suatu rencana kerja maupun pelaksanaan kerja dalam manajemen
operasi, berbentuk matriks dengan gambar balok-balok horisontal.
batch pricing,
atau pemberian harga tumpukan, adalah cara pemberian harga berdasarkan
tiap tumpukan atau kumpulan dokumen tertentu.
benchmark,
atau tolok duga, adalah acuan tolok ukur terbaik dari suatu kinerja
perusahaan tertentu.
benchmarking,
adalah metoda manajemen yang mempelajari dan mengevaluasi secara
sistematis dan berkesinambungan terhadap proses kegiatan yang dilakukan
perusahaan unggulan untuk kemudian hasilnya diterapkan di perusahaan
sendiri dengan tujuan akhir agar mampu meningkatkan kinerja perusahaan
mencapai atau bahkan melampauai kinerja perusahaan unggulan tersebut.
benchmarking partner,
adalah perusahaan yang dianggap memiliki kinerja unggul atas suatu jenis
pekerjaan tertentu, yang ditiru oleh perusahaan lain.
124
benefit-based-relationship,.
adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak
mengadakan investasi bersama, dengan pembagian pekerjaan tertentu.
best practice,
adalah praktek atau kinerja yang paling unggul dari perusahaan panutan
mengenai salah satu jenis pekerjaan.
bookkeeping,
adalah bagian dari kegiatan keuangan atau sering disebut juga akuntasi,
yaitu kegiatan yang menyelenggarakan pembukuan keuangan perusahaan.
bribery,
atau tindakan pemberian suap, yaitu tindakan yang melanggar hukum dan
melanggar etika bisnis, karena mempengaruhi orang atau pejabat untuk
melakukan tindakan yang tidak sah atau melanggar hukum.
business ethics,
adalah aturan yang mengatur tingkah laku para pelaku bisnis berdasarkan
kesadaran moral dan bukan karena peraturan formal.
business partnership,
atau kemitraan bisnis adalah pendekatan dalam manajemen yaitu
membangun kerjasa yang sangat erat dengan perusahaan yang lebih hulu
atau lebih hilir sehingga betul-betul berkembang menjadi mitra. Sering kali
disebut juga strategic alliance.
business process improvement,
adalah suatu tindakan perusahaan untuk melakukan perbaikan kinerjanya
dengan berbagai cara, apakah dengan continuous improvement process,
apakah dengan business process reengineering, atau dengan leap frogging.
BPR (business process reengineering),
adalah alat manajemen dalam melakukan perubahan yang bersifat radikal,
drastis dan menyeluruh.
buyer,
atau pembeli, ialah karyawan yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
membeli barang-barang keperluan perusahaan.
by-product,
atau hasil sampingan, adalah keluaran kegiatan produksi selain produksi
utama.
cancellation charges,
suatu denda yang biasanya dikenakan kepada pihak yang membatalkan
suatu komitmen atau perjanjian.
125
capital project management,
adalah cabang manajemen yang membahas mengenai pengelolaan suatu
proyek.
cartel,
adalah pengaturan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan mengenai
produksi atau pemasaran barang atau jasa sedemikian rupa sehingga
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli.
career selection,
adalah salah satu tugas fungsi sumber daya manusia mengenai pengaturan,
perencanaan dan seleksi karier para karyawan suatu perusahaan.
catering,
atau jasa boga adalah jasa berupa penyediaan makanan dan minuman bagi
karyawan perusahaan.
CEO (chief executive officer),
adalah pejabat tertinggi dalam suatu manajemen perusahaan, atau dapat juga
disebut direktur utama suatu perseroan terbatas.
CFO (chief financial officer),
adalah pejabat tertinggi di bidang manajemen keuangan dalam suatu
perusahaan, atau dapat juga disebut direktur keuangan suatu perseroan
terbatas.
CIO (chief information officer),
adalah pejabat tertinggi di bidang informasi teknologi dalam suatu
perusahaan.
change management,
adalah manajemen perubahan, yaitu suatu seni bagaimana mempersiapkan
para karyawan untuk menghadapi suatu perubahan, terutama perubahan
yang besar, sedemikian rupa sehingga dapat menerima perubahan dengan
sebaik-baiknya.
126
clerical function,
adalah fungsi klerikal yang ada di bagian umum maupun bagian keuangan
yang sering kali dioutsourcekan.
cocktail,
adalah pesta kecil-kecilan bersifat santai yang biasanya digunakan sebagai ice
breaker. Lihat ice breaker.
common goal,
adalah salah satu semangat kemitraan dimana ke dua belah pihak menyadari
sama-sama mempunyai tujuan yang sama, yaitu kelangsungan hidup dan
perkembangan perusahaan.
competitive benchmarking,
adalah generasi ke dua dari benchmarking, yang dipelopori oleh Xerox
sekitar tahun 1976-1986, dimana benchmarking tidak lagi terfokus pada
pembandingan produknya saja, tetapi beralih pada pembandingan proses
penghasilan produk, yaitu process approach oriented.
competitive bidding,
atau tender, adalah cara penyampaian penawaran yang bersifat kompetitif
atau bersaing diantara para peserta.
confidential information,
adalah informasi rahasia mengenai data perusahaan, yang tidak boleh
diberitahukan atau diketahui orang atau perusahaan lain.
conflict of interest,
atau konflik kepentingan, adalah keadaan dimana seseorang tidak bebas atau
tidak obyektif untuk melakukan suatu tindakan karena menyangkut
kepentingan lain yang mungkin berlawanan. Misalnya seorang anggota
panitia tender yang menilai salah satu perusahaan peserta tender yang
dimiliki oleh anaknya sendiri.
continuous improvement,
adalah cara perbaikan kinerja yang dilakukan perusahaan secara sedikitsedikit, terus-menerus, dan dalam jangka waktu panjang.
contracting,
adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang
paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini
menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah
seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput dan kebun dan
sebagainya.
127
core business,
kegiatan atau bisnis utama suatu perusahaan, yang sekaligus merupakan
pula keunggulan atau kompetensi utamanya.
core competence,
atau kompetensi utama, adalah keunggulan utama perusahaan yang
menyebabkan perusahaan tersebut mampu menciptakan keunggulan
kompetitif.
co-sourcing,
adalah jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas, dimana hubungan antara
perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa.
cost,
adalah biaya untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam perusahaan.
countertrade,
adalah cara perdagangan yang dilakukan dengan persyaratan timbal balik
seperti imbal beli, barter, counter purchase, dan sebagainya.
crude oil,
atau minyak mentah, adalah minyak bumi yang dihasilkan dari perut bumi
untuk diolah menjadi bahan bakar minyak atau produk lain.
CSA (corporate self assessment),
adalah salah satu alat manajemen yang bertujuan membandingkan kinerja
bisnis perusahaan secara komprehensif, termasuk aspek keuangan, dengan
standar kinerja tingkat dunia. Sering kali pimpinan perusahaan
membandingkan kinerja perusahaan mereka dengan kinerja perusahaan yang
termasuk Fortune 500 atau yang mendapat quality award.
database,
adalah satu set file data mengenai hal tertentu yang biasanya disimpan dalam
disk komputer.
data processing,
adalah prosesing data menjadi informasi yang dilakukan oleh komputer
untuk tujuan tertentu.
delivery time,
adalah waktu penyerahan suatu barang oleh pemasok, dihitung sesudah
dikeluarkan surat pesanan dari pembeli.
disadvantage-business,
adalah jenis usaha yang dimiliki atau dilakukan oleh golongan yang kurang
beruntung, yang di Amerika adalah golongan hitam hispanik, bangsa asia
(minority), atau golongan waknita.
distribution system,
128
adalah sistem distribusi yang dikembangkan oleh suatu perusahaan untuk
mengatur distribusi barang yang dihasilkan atau digunakannya.
downsizing,
adalah program perusahaan untuk mengurangi secara besar-besaran jumlah
karyawannya, karena satu dan lain hal.
economic-of-scale,
adalah keuntungan ekonomis yang didapat karena menyangkut jumlah atau
volume kegiatan yang besar.
EDI (electronic data interchange),
adalah bentuk hubungan antar perusahaan dengan menggunakan teknologi
informasi, baik dengan ekstranet maupun dengan internet.
employee recognition,
adalah pengakuan terhadap seseorang karyawan yang diberikan dalam
berbagai bentuk misalnya sapaan, pemberian penghargaan, ucapan selamat,
perlakuan baik, dan sebagainya.
ethical perception,
adalah persepsi atau pemahaman secara umum atas etika pada umumnya
dan etika perusahaan pada khususnya.
expanded core,
adalah hubungan outsourcing yang dilakukan dengan cara membuat
perusahaan khusus secara tersendiri bersama dalam bentuk joint venture.
exploitation,
adalah kegiatan memproduksi minyak dan atau gas bumi, yaitu kegiatan
mengeluarkan dan mengalirkan minyak mentah dari perut bumi ke
permukaan bumi untuk diproses lebih lanjut.
exploration,
adalah kegiatan mencari sumber dan atau gas minyak bumi yang ada di
dalam tanah, mulai dari pemetaan, kegiatan seismik, pengeboran,
perhitungan kandungan volume cadangan, dan sebagainya.
fairness,
adalah perilaku adil dalam perlakukan terhadap semua pihak yang terkait
dalam perdagangan.
fair play,
adalah cara kerja atau praktek kerja yang adil bagi semua pihak yang
berhubungan atau terkait.
fleet management,
adalah pengelolaan armada kendaraan atau alat angkut suatu perusahaan,
yang biasanya dilakukan oleh bagian transport.
129
force majeur,
atau keadaan kahar, yaitu keadaan darurat yang disebabkan oleh gejolak
alam atau faktor ketiada-sengajaan manusia seperti banjir, kebakaran,
perang, dan sebagainya.
freight payment,
adalah pembayaran biaya angkutan barang, baik yang diangkut dari luar
negeri maupun dari dalam negeri.
fringe benefit,
adalah kemudahan yang diterima karyawan di luar gaji seperti penggantian
pembelian obat/biaya dokter, memberian beras dan natura lain, peminjaman
mobil dinas, penggantian biaya cuti, dan sebagainya.
global benchmarking,
adalah generasi benchmarking yang ke lima, yang merupakan generasi
benchmarking yang akan datang , yang akan diaplikasikan secara global, baik
dalam cara proses maupun kebijakan strategis, sebagai akibat dari
perdagangan internasional, perubahan kebudayaan dan kompetisi global.
gratuities,
pemberian tanda terima kasih atau tanda untuk maksud lain yang biasanya
diberikan oleh penjual barang/jasa kepada pembeli barang/jasa.
grey area,
atau daerah abu-abu, adalah kemungkinan-kemungkinan yang ada, di antara
keadaan hitam dan putih.
hit and run,
adalah suatu praktek perdagangan yang bersifat satu kali saja, umumnya
dengan keuntungan besar tanpa bermaksud melanjutkan hubungan
perdagangan lagi.
imitative innovation,
adalah kepandaian inovasi di bidang peniruan, yang merupakan salah satu
kepandaian bangsa Jepang.
industrial espionage,
adalah kegiatan mata-mata yang bertujuan mencuri rahasia suatu perusahaan
pesaing yang digunakan untuk melawan atau memenangkan persaingan.
130
international purchasing,
adalah pembelian yang dilakukan dari sumber di luar negeri.
inventory control,
atau inventory management ialah manajemen atau cara pengelolaan
persediaan barang yang diperlukan oleh suatu perusahaan.
inventory management,
lihat inventory control.
ice breaker,
adalah acara santai pemecahan kebekuan yang diadakan menjelang suatu
pertemuan atau negosiasi seperti cocktail, dinner, coffee morning, golf dan
sebaginya.
insourcing,
adalah kebalikan dari outsourcing, dimana perusahaan bukan menyerahkan
aktivitas pada perusahaan lain yang dianggap lebih kompeten, namun justru
mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai
motivasi.
ISO 9000,
adalah standard manajemen mutu perusahaan yang dikeluarkan oleh The
International Organization of Standardization.
ISO 14000,
adalah standard manajemen lindungan lingkungan perusahaan yang
dikeluarkan oleh The International Organization of Standardization.
joint venture,
atau usaha patungan, ialah usaha bersama yang dilakukan oleh dua
perusahaan yang menjadi mitra usaha.
just-in-time delivery,
lihat just-in-time purchasing.
just-in-time management,
adalah suatu pendekatan manajemen yang mengutamakan bahwa sesuatu itu
tersedia tepat pada saat dibutuhkan, sehingga tidak ada hal yang terbuang.
just-in-time production,
adalah implementasi dari just-in-time management di bidang produksi,
dimana produksi suatu barang dilakukan tepat pada saat dipesan.
131
just-in-time purchasing,
adalah implementasi dari just-in-time management di bidang pembelian,
dimana pembelian khususnya penyerahan barang dilakukan persis pada saat
barang itu diperlukan.
labour supply,
adalah pemberian jasa perusahaan berupa penyediaan orang dengan
kualifikasi tertentu, yang di beberapa negara, dilarang dilakukan melebihi
suatu kurun waktu tertentu.
landscape,
adalah pekerjaan mengatur dan memelihara pertanaman dan pertamanan
kompleks perumahan atau perkantoran perusahaan.
lead time,
atau purchasing time, adalah waktu yang diperlukan untuk mengirim
barang, yaitu waktu antara pengeluaran surat pesanan sampai barang
diterima oleh pembeli.
learning curve,
atau kurva belajar, ialah kurva kinerja atau produksi perusahaan pada
permulaan operasinya, yang biasanya berbentuk seperti huruf S, oleh karena
itu sering kali disebut S-curve.
leap frogging,
adalah bentuk usaha memperbaiki kinerja perusahaan, yaitu bentuk antara
BPR dan continuous improvement.
leadership goal,
adalah target yang akan dituju yang sudah melebihi tingkat kinerja
perusahaan mitra benchmarking.
legal monopoly,
adalah bentuk monopoli yang justru diciptakan oleh pemerintah untuk
maksud dan keuntungan tertentu, misalnya produksi BBM, listrik atau air
minum.
management by lobbying,
adalah salah satu management tool yang paling kuno dan relatif paling
mudah dan paling banyak dilakukan.
management tool,
adalah alat pembantu manajemen yang digunakan untuk membantu
manajemen mengambil keputusan atau meningkatkan kinerja perusahaan,
seperti MBO, benchmarking, BPR, dan sebagainya.
132
MBO (management by objective)
adalah salah satu alat manajemen yang menggunakan tolok ukur kuantitatif
tertentu untuk pengendalian kinerja seseorang atau suatu fungsi.
minority-owned-business,
lihat disadvantage-business
MIS (management information system),
adalah sistem informasi yang digunakan oleh manajemen yang
mengintegrasikan data dari semua bagian menjadi informasi yang diperlukan
manajemen untuk pengambilan keputusan.
monopoly,
atau monopoli, adalah keadaan pasar dimana hanya ada satu penjual saja,
sedangkan pembelinya banyak.
monopsony,
atau monopsoni, adalah keadaan pasar dimana hanya ada satu pembeli saja,
sedangkan penjualnya banyak.
multisource,
adalah sumber pembelian barang atau jasa yang cukup banyak tersedia di
pasaran.
mutual benefit,
atau saling menguntungkan, adalah salah satu semangat kemitraan yang
perlu dikembangkan, manakala dua perusahaan menjalin hubungan
kemitraan.
mutual trust,
atau saling mempercayai, adalah salah satu semangat kemitraan yang perlu
ditumbuhkan dan dikembangkan.
NAPM (national association of purchasing management),
adalah asosiasi para manajemen pembelian di Amerika Serikat yaitu para
manajer pembelian perusahaan dan para pihak yang mempunyai minat pada
manajemen pembelian.
natural monopoly,
adalah monopoli yang timbul secara alamiah, misalnya hanya ada satu
produsen dengan kemampuan alamiah yang memproduksi suatu barang,
sedangkan tidak mungkin ada produsen lain yang mampu memproduksi
barang yang sama. Contoh adalah lukisan dengan gaya tertentu.
non core business,
adalah bagian pekerjaan perusahaan yang bukan merupakan tugas atau
bisnis utamanya.
oligopoly,
133
atau oligopoli, adalah keadaan pasar dimana hanya ada beberapa penjual
saja, sedangkan pembelinya banyak.
oligopsony,
atau oligopsoni, adalah keadaan pasar dimana hanya ada beberapa pembeli
saja, sedangkan penjualnya banyak.
order receipt and dispatch,
adalah salah satu jenis kegiatan berupa penerimaan dan pengiriman pesanan,
suatu kegiatan yang menjadi obyek outsourcing.
overhead cost,
adalah biaya umum yang sulit dialokasikan secara langsung pada bagianbagian, seperti biaya kantor pusat, sehingga cara pengalokasian dilakukan
dengan suatu kunci atau rumus tertentu.
outsourcing,
adalah kegiatan menyerahkan suatu bidang pekerjaan kepada perusahaan
lain yang memberikan jasa khusus untuk jenis pekerjaan tersebut.
packaging,
adalah pembungkusan barang atau produk yang bertujuan
melindungi barang tersebut dari kerusakan selama didistribusikan.
untuk
paperless transaction,
adalah transaksi bisnis yang dilakukan secara maya (virtual) dalam rangka ecommerce.
parity goal,
adalah tujuan yang akan dicapai apabila tingkat kinerja sudah menyamai
tingkat kinerja mitra benchmarking.
partnership,
atau kemitraan ialah kerjasama yang sangat erat yang dikembangkan oleh
dua perusahaan atau lebih, biasanya dengan perusahaan yang lebih hulu
atau lebih hilir, untuk suatu jenis pekerjaan, misalnya pengadaan barang.
patent copyright,
adalah hak cipta seseorang atau badan hukum tertentu yang didaftarkan
sebagai paten.
PC (personal computer),
adalah perangkat keras komputer yang berdiri sendiri, yang terdiri dari
keyboard, processing unit dan screen.
personal purchase for employee,
adalah pembelian barang atau jasa yang dimaksudkan bukan untuk
kepentingan perusahaan, tetapi kepentingan pribadi para karyawan
perusahaan tersebut.
134
principled negotiation,
adalah suatu pendekatan negosiasi untuk mencapai tujuan bersama, dimana
terjadi konflik kepentingan, atas dasar win-win solution, yang dikembangkan
oleh Harvard Negotiating Project.
process benchmarking,
adalah generasi ke tiga benchmarking, yang berkembang sekitar tahun 19821988, dimana perusahaan-perusahaan yang sudah unggul sadar bahwa
pembandingan seharusnya tidak terbatas pada perusahaan sejenis saja yang
merupakan pesaingnya, tetapi dapat dengan perusahaan-perusahaan lainnya.
product return,
adalah pengembalian produk yang sudah dibeli yang dilakukan oleh
pelanggan kepada penjual karena satu dan lain hal.
purchasing time,
lihat lead time.
QCC (quality control circle),
atau gugus kendali mutu, adalah bagian dari cara TQC/TQM, dimana
sekelompok karyawan yang berkumpul secara sukarela membicarakan dan
mencari pemecahan suatu persoalan yang mereka pilih sendiri berdasarkan
suatu metoda khusus.
QFD (quality function deployment),
adalah salah satu alat manajemen
penyebaran mutu suatu fungsi.
yang
menggunakan
pendekatan
quality award,
adalah penghargaan yang diberikan kepada suatu perusahaan karena
terbukti mampu memberikan dan mempertahankan mutu barang/jasa,
dalam berbagai bentuk.
queu handling,
adalah cara mengatur dan mengelola antrian sedemikian rupa sehingga
terasa cepat, enak, dan adil.
rate negotiation,
adalah negosiasi mengenai ratif angkutan barang, baik angkutan laut, darat,
udara atau lainnya.
135
R&D (research and development),
adalah kegiatan perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan
produk baru.
real time,
adalah sistem komputer sedemikian rupa sehingga pencatatan kejadian
terjadi tepat bersamaan waktunya dengan dengan kejadian tersebut,
misalnya pengeluaran barang dari gudang.
reciprocity,
adalah tindakan balasan (tidak selalu dalam arti negatif), yang dilakukan oleh
perusahaan terhadap tindakan perusahaan lain.
refinery,
atau kilang adalah pabrik pengilangan atau pemurnian minyak bumi yang
memproses minyak bumi menjadi bahan bakar minyak dan hasil-hasil ikutan
lain.
refinery maintenance,
adalah pekerjaan pemeliharaan pabrik pemurnian minyak bumi, yang
merupakan salah satu obyek outsourcing.
revenue,
yaitu pendapatan suatu perusahaan terutama diperoleh dari penjualan
produk yang dihasilkan.
reverse engineering,
adalah generasi pertama benchmarking, yaitu suatu pendekatan
kerekayasaan (engineering approach) dalam membanding-bandingkan
produk, termasuk membongkar barang hasil perusahaan lain dan
mengevaluasinya secara tehnik. Dalam generasi pertama ini, pembandingan
difokuskan pada produknya, oleh karena itu disebut product oriented
approach.
salesperson,
adalah orang yang melakukan penjualan secara langsung barang atau jasa
suatu perusahaan.
samples,
adalah contoh barang yang diberikan oleh calon penjual kepada pembeli
untuk tujuan pengamatan, penilaian dan penelitian.
schedule compliance,
adalah kemampuan untuk memenuhi jadwal rencana seperti yang sudah
dijanjikan.
136
service level,
adalah tingkat kemampuan bagian material atau logistik untuk memenuhi
permintaan dari stock di gudang, yang biasanya dihitung dengan service
ratio, yaitu perbandingan antara yang dapat dipenuhi eks stock dan
permintaan.
service ratio,
lihat service level.
service provider,
atau pemberi jasa, dalam konteks ini diartikan sebagai perusahaan yang
menawarkan dan memberi jasa yang dapat dioutsourcekan.
sharing core,
adalah suatu keadaan dimana suatu perusahaan mengoutsourcekan kegiatan
yang sangat vital bagi perusahaan tersebut dengan cara hubungan integrasi
dalam intensitas tinggi dengan mitra outsourcing.
sharp practice,
atau praktek kecurangan adalah yang sengaja dilakukan untuk mengambil
manfaat tidak jujur dan adil dari pihak lain, yang sudah mendekati penipuan,
yang harus dihindarkan.
shelf restocking,
adalah metoda pengisian kembali rak-rak dengan barang yang berkurang
yang biasanya dilakukan di super market.
shipment planning,
adalah perencanaan pengapalan dan pengangkutan barang, yang biasanya
dibuat oleh bagian transport suatu perusahaan, atau oleh perusahaan
angkutan.
short term goal,
adalah tujuan jangka panjang perusahaan, yang biasanya mempunyai kurun
waktu kurang dari satu tahun.
single source,
adalah satu sumber pembelian yang dipilih secara terencana dan dengan
metoda memilihan tertentu, dari sejumlah sumber pembelian yang ada di
pasaran.
small-business,
lihat disadvantage-business.
sole source,
adalah sumber pembelian yang memang hanya ada satu-satunya di pasaran,
sehingga merupakan monopoli.
SQC (statistical quality control),
137
adalah suatu sistem pengawasan dengan mengembangkan dan
menggunakan alat statistik untuk mengetahui perkembangan kinerja
perusahaan.
strategic alliance,
lihat business partnership.
strategic benchmarking,
adalah generasi ke empat benchmarking, dimana yang diamati dan
dibandingkan dengan perusahaan lain yang dianggap lebih baik bukan
produknya dan bukan pula proses pembuatan produknya tetapi kebijakan
strategisnya. Akibat benchmarking itu tidak hanya perubahan dalam strategi
perusahaan saja yang mungkin terjadi, tetapi dapat secara fundamental
merubah bisnisnya.
supplier certification,
adalah cara pembinaan pemasok atau pemilahan pemasok berdasarkan
tingkat kemampuannya dengan setiap kali memberikan sertifikat yang
sifatnya berjenjang.
team building,
adalah kebiatan membangun tim dan kerjasama tim.
telemarketing,
adalah cara marketing yang dilakukan
menggunakan peralatan teknologi informasi.
secara
jarak
jauh,
dengan
The Deming Quality Award,
adalah quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia bisnis di Jepang,
yang diperkenalkan oleh Japan Union of Scientists and Engineers.
The European Quality Award,
adalah quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia bisnis di Eropa.
The Malcolm Balridge National Quality Award,
adalah quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia bisnis di Amerika
Serikat, yang dikeluarkan oleh pemerintah.
TOR (turn over ratio),
adalah salah satu tolok efisiensi inventory management, yaitu rasio antara
nilai barang yang dijual atau digunakan dan nilai barang yang di gudang.
TQC (total quality control),
atau pengendalian mutu terpadu adalah konsep pengendalian mutu secara
total, salah satu alat management untuk manajemen mutu di perusahaan.
Disebut juga TQM (total quality management)
TQM (total quality management),
lihat TQC.
138
tracking system,
sistem pelacakan proses suatu kegiatan tertentu misalnya proses surat
pesanan sampai penerimaan barang yang dipesan.
transparent,
adalah salah satu semangat yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan
dalam kemitraan bisnis.
treatment of supplier,
adalah sikap dan perlakuan pembeli terhadap pemasok, yang merupakan
salah satu obyek etika pembelian.
trial and error,
adalah usaha coba-coba yang biasanya dilakukan pada waktu permulaan
suatu program atau proyek, yang penuh dengan kesalahan dan percobaan.
trust,
adalah usaha penggabungan perusahaan menjadi kerjasama yang lebih besar,
dengan tetap mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan masingmasing, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa.
UNCITRAL,
United Nation Commission on International Trade Law, badan yang
mengeluarkan UNICITRAL Model Law on Procurement of Goods,
Construction and Services.
volume discount,
adalah jenis diskon yang diberikan oleh pembeli kepada penjual barang
karena pembelian dilakukan dalam volume besar.
warehouse operation,
adalah kegiatan pergudangan yang meliputi menerimaan, penyimpanan,
pengeluaran, pengepakan, pengiriman, preservasi barang dan sebagainya.
willfull,
adalah faktor ‘kehendak’ yang melatar belakangi suatu motivasi untuk
melakukan tindakan bisnis.
win win negotiation,
adalah negosiasi yang bersifat atau menghasilkan suatu kemenangan atau
keuntungan bagi ke dua belah pihak.
world class company,
adalah perusahaan yang dianggap sangat unggul dalam tataran atau kelas
dunia.
WTO (World Trade Organization),
139
adalah organisasi dunia sebagai kelanjutan dari GATT (general agreeement of
tariff and trade) yang mengatur perdagangan antar negara khususnya dalam
pengembangan persaingan atau pasar bebas.
DAFTAR PUSTAKA.
•
•
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Anti Monopoli (Seri Hukum Bisnis), PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000
Anil Madaan, Davinder Singh Minhas, Illustrated Computer Encyclopedia,
Dreamland Publication, New Delhi, 2001
140
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Bengt Karalof & Ostblom, Benchmarking, a Sign to Excellence in Quality and
Productivity, John Wiley & Sons Ltd, West Sussex, England, 1993
Bertens K, Etika, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994
David Arminas, Develop Outsourcing Skills in Slump, Purchasers Urged,
Supply Management Journal, May 2001
Debra S.Seaman and Michael T.Haskell, Purchasing Performance
Benchmarks for the US Petroleum Industry, publication of Center for
Advanced Purchasing Studies, Tempe, Arizona, 1993
Donald W.Dobler, David N.Burt, Purchasing and Supply Management, Text
and Cases, McGraw-Hill Companies Inc, international edition, sixth
edition, 1996
Eric Krapt, Outsourcing : Doing It More, Liking It Less, Business
Communications Review Journal, Vol 29, November 1999
Eugene Garaventa, Thomas Tellefsen, Outsourcing : The Hidden Costs,
Review of Business Journal, Vol 22, Spring, 2001
Franz von Magnis, Etika Umum, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral,
Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1979
Fred S.Knight, Outsourcing – Who You Gonna Trust ?, Business
Communication Review Journal, Vol 31, May 2001
Gary J.Zenz, Purchasing and the Management of Materials, John Wiley &
Sons Inc, seventh edition, USA, 1994
Gregory H.Watson, Strategic Benchmarking, How to Rate your Company’s
Performance against the World’s Best, John Wiley and Sons Inc, New York,
1993
Henry Campbell Black MA, Black’s Law Dictionery, West Publishing Co,
sixth edition, St.Paul Minnesota, 1990
Hidayat, Business Benchmarking : Why-What-How, Presentasi Yayasan
Palapa Nusantara di Pertamina, Jakarta, April, 1996
Institute for Business and Professional Ethics, , An Interview with Megan
Barry (Senior Manager Business Ethics at Nortel) and William Giffin (VP of
Ethics & Business Policy at Sears), The Online Journal of Ethics, October,
2000
Kelly Gilleland, Outsourcing Buffet, Oil& Gas Investor Journal, April, 2001
Ken Brack (associate editor), Through the Out Door, Industrial Distribution
Journal, Vol 88, November 1999
Kevin Grauman, Argument For Outsourcing Tasks Beyond Core Competences
Are Many, Employee Benefit Plan Review Journal, Vol 54, November 1999
Les Blumberg, Principal, Strategic Sourcing Relationship, The Outsoaurcing
Institute, USA, 1999
Leslie Haines, Outsourcing : Creating Value, Oil & Gas Investor Journal,
April, 2001
Maurice F.Greaver II, Strategic Outsourcing, a Structured Approach to
Outsourcing Decisions and Initiatives, American Management Association,
USA, 1999
C.J.McNair, CMA and Kathleen H.J.Leibfried, Benchmarking, A Tool for
Continuous Improvement, Omneo, Essex Junction, USA, 1992
National Association of Purchasing Management, NAPM Certification
Program, CPM Study Guide, sixth edition, Tempe, USA, 1992
141
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Oakie Williams, Outsourcing : A CIO’s Perspective, CRC Press LLC, Boca
Raton, USA, 1998
Paus Leo XIII, Rerum Novarum (diambil dari Kumpulan Dokumen Ajaran
Sosial Gereja Tahun 1981-1991,
Departemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI, Jakarta, 1999)
Paus Johanes Paulus II, Laborem Exercens (Tentang Makna Kerja Manusia
Pada Ulang Tahun Kesembilanpuluh Ensiklik Rerum Novarum), Nusa Indah,
Ende, 1984
Peter Strozniak, Outsourcing Boom, Industry Week Journal, March 2001
J.Rawls, A Theory of Justice, MA Harvard University Press, Cambridge,
1971
Sandor Boyson, Thomas M,Corsi, Maratin E.Dresner and Lisa
H.Harrington, Logistics and the Extended Enterprise, Benchmarks and Best
Practices for the Manufacturing Professional, John Wiley & Sons, Inc,
Canada, 1999
Simon Domberger, The Contracting Organization, A Strategic Guide to
Outsourcing, Oxford University Press,Great Britain, 1998
Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 1998
Stefan R.Bothe, Outsourcing for Small and Mid-sized Businesses, CPA
Journal, Vol 71, May, 2001
Steven M.Bragg, Outsourcing, a Guide to Selecting the Correct Business Unit,
Negotiating the Contract, Maintaining Control of the Process, John Wiley &
Sons, USA, 1998
Timoth M.Laseter, Balanced Sourcing, Cooperation and Competition in
Supplier Relationships, Booz-Allen & Hamilton Inc, first edition, San
Francisco, 1998
The Outsourcing Institute, The Outsourcing Institute’s Annual Survey of
Outsourcing End Users, Outsourcing Interactive online resources, USA,
1999
Unknown author, Business Process Outsourcing Market to Reach $ 301 Billion
by 2004, Direct Marketing Journal, Vol 71, May, 2001
J.H.Westing, I.V.Fine, G.J.Zenz, Purchasing Management, Wiley Eastern
Private Ltd, third edition, New Delhi, 1971
142
Richardus Eko Indrajit adalah Chief Executive Officer (CEO) dari Prime Consulting
Indonesia yang merupakan sebuah perusahaan konsultan di bidang Manajemen dan
Sistem Informasi dan Direktur dari Pusat Kajian Teknologi Informasi “Renaissance
Center Indonesia”. Memperoleh gelar Sarjana Teknik Komputer dari Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Master of Science dari Harvard University,
Amerika Serikat. Gelar Master of Business Administration diperoleh pula dari Leicester
University, Inggris, sementara Doctor of Business Administration diperolehnya dari
University of the City of Manila, Filipina. Selain memiliki profesi sebagai konsultan,
menjabat pula sebagai Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer
PERBANAS. Aktivitas sehari-harinya diisi pula dengan mengajar di beberapa program
sarjana maupun pasca sarjana pada beberapa universitas terkemuka di Indonesia, seperti:
Universitas Indonesia, Universitas Bina Nusantara-Curtin University of Technology,
Universitas Pelita Harapan, IPMI-Monash University, Universitas Trisakti-Edith Cowan
University, Universitas Atmajaya, dan Stimik Veritas. Memiliki pengalaman luas di
bidang manajemen dan sistem informasi, serta pengembangannya di beragam industri,
seperti: pertambangan, telekomunikasi, distribusi, perbankan, manufaktur, kesehatan,
penerbangan, pendidikan, dan pendidikan. Saat ini dipercayakan pula sebagai konsultan
dan peneliti ahli pada Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Sehari-harinya yang
bersangkutan dapat dihubungi melalui email [email protected].
143
Richardus Djokopranoto pernah bekerja selama 35 tahun di perusahaan perminyakan
sejak NV Bataafse Petroleum Maatchapy (BPM), PT Shell Indonesia, PN Pertamina dan
Pertamina dan berpengalaman dalam materials dan logistics management. Jabatan
terakhir adalah Kepala Divisi Logistik, yang bertanggung jawab atas pengelolaan 450.000
jenis barang dan pembelian seharga rata-rata 400 juta US Dollar setaun. Beliau
menamatkan pendidikannya di Petroleum College PT Shell Indonesia di bidang
Materials Administration dan Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta (Fakultas Ekonomi).
Disamping itu berbagai jenis program pendidikan manajemen diikuti, baik di dalam
maupun di luar negeri, antara lain pada International Marketing Institute (Boston, USA),
Union Texas Petroleum Corporation (USA), PA International Management Consultant
(UK), Northwestern University (Illinois, USA), International Law Institute/Georgetown
University (Washington DC, USA), London Business School (London, UK), dan Princeton
University (New Jersey, USA). Selama masih aktif, beliau adalah anggota dari National
Association of Purchasing Management (USA) dan sering mengajar mengenai Logistics,
Purchasing, dan Inventory Management dalam berbagai seminar dan forum. Beliau
adalah juga penasehat dari APPI (Asosiasi Pengadaan Industri Perminyakan Indonesia).
Saat ini beliau menjabat sebagai Ketua Yayasan Atma Jaya, disamping jabatan lainnya
sebagai Senior Partner dari Logistics Management Consultant, dan Wakil Ketua Pusat
Kajian dan Edukasi Masyarakat. Selain itu beliau pernah menjabat sebagai Direktur
Lembaga Bioteknologi Atma Jaya, Komisaris Utama PT Karuna, dan Konsultan Senior
pada PT Elnusa. Beliau dapat dihubungi via email [email protected].
144
Download