PROSES BISNIS OUTSOURCING oleh : Richardus Eko Indrajit Richardus Djokopranoto 1 DAFTAR ISI I. KECENDERUNGAN BESAR OUTSOURCING A. Pemikiran di belakang outsourcing B. Alasan-alasan mengapa melakukan outsourcing C. Membandingkan kemampuan sendiri dengan outsourcing D. Aktivitas yang dapat dan tidak dapat dioutsourcekan E. Faktor-faktor penyebab keberhasilan outsourcing II. METODOLOGI OUTSOURCING A. Langkah pelaksanaan outsourcing B. Perencanaan outsourcing C. Pemilihan strategi D. Analisis biaya E. Pemilihan pemberi jasa F. Tahap negosiasi G. Transisi sumber daya H. Pengelolaan hubungan III. OUTSOURCING BUKAN SEKEDAR KONTRAK BIASA A. Tipe-tipe outsourcing B. Beberapa perbedaan pokok C. Tujuan strategis jangka panjang D. Sifat strategis outsourcing E. Outsourcing dan downsizing F. Apakah outsourcing hanya mode IV. OPTIMALISASI OUTSOURCING DALAM KEMITRAAN BISNIS A. Menuju bentuk kemitraan B. Mengenali proses yang perlu dipertimbangkan untuk outsourcing C. Menentukan bentuk hubungan yang paling sesuai D. Hubungan kemitraan E. Keuntungan hubungan kemitraan F. Mempersiapkan sumber daya manusia V. OUTSOURCING DALAM BERBAGAI AKTIVITAS PERUSAHAAN A. Di bidang logistik B. Di bidang akuntansi C. Di bidang manufaktur D. Di bidang pemeliharaan E. Di bidang sumber daya manusia VI. BENCHMARK DAN BENCHMARKING SEBAGAI ALAT PENGENDALI OUTSOURCING A. Pengertian benchmarking B. Sejarah benchmarking C. Perkembangan benchmarking D. Metoda mengenal diri sendiri 2 E. F. G. H. Manfaat benchmarking Proses benchmarking Benchmarking internal dan eksternal Benchmark dan benchmarking sebagai alat pengendali VII. MENGAPA MELAKUKAN DAN TIDAK MELAKUKAN OUTSOURCING A. Mengapa melakukan outsourcing B. Mengapa tidak melakukan outsourcing C. Beberapa hasil survei VIII. RISIKO OUTSOURCING A. Risiko secara umum B. Biaya tersembunyi : Administrasi C. Biaya tersembunyi : Sumber daya manusia D. Dilakukan tetapi tidak disukai E. Usaha mengurangi risiko F. Kapan harus menghentikan outsourcing IX. MASALAH ETIKA DALAM OUTSOURCING A. Pengertian etika B. Etika bisnis C. Etika pembeli profesional D. Etika dalam outsourcing E. Tanggung jawab sosial pembelian X. OUTSOURCING DAN UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI A. Undang-Undang RI Nomer 5 Tahun 1999 B. Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha D. Implikasi UU Nomer 5/1999 pada Outsourcing 3 BAB I KECENDERUNGAN BESAR OUTSOURCING A. PEMIKIRAN DI BELAKANG OUTSOURCING. Tahun 1990an orang menyaksikan timbulnya kosa kata baru dalam bisnis. Salah satu di antaranya yang sangat penting dan terkenal ialah outsourcing. Dapat dikatakan bahwa outsourcing adalah salah satu hasil samping dari businesss process reengineering (BPR). BPR adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar oleh suatu perusahaan dalam proses pengelolaannya, bukan hanya sekedar melakukan perbaikan. BPR adalah pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan meningkatkan kinerja, yang sangat berlainan dengan pendekatan lama yaitu continuous improvement process. BPR dilakukan untuk memberikan respons atas perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan teknologi yang begitu cepat, sehingga berkembang persaingan yang bersifat global dan yang berlangsung sangat ketat. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut perusahaan untuk mengutamakan tuntutan pasar yang menghendaki kecepatan dan respons yang fleksibel terhadap tuntutan pelanggan. Seringkali terbukti bahwa faktor kecepatan dalam merespons tuntutan pasar dan pelanggan lebih dapat menentukan kemenangan atau kekalahan dalam persaingan, dan bukan faktor harga. Oleh karena itu, sering kali belakangan ini perusahaan mementingkan hal-hal yang mempercepat proses ini, misalnya fungsi logistik, sebagai apa yang disebut the next management frontier (sebutan Noel Greis dan John Kasarda dalam tulisan di terbitan California Management Review). Untuk itu semua diperlukan antara lain : Dukungan logistik untuk menjamin kecepatan, fleksibilitas, ketepatan dan keakuratan. Management information system yang handal yang mampu memberikan data secara real time diantara para rekanan, produksi, gudang, pengangkut dan pelanggan. Memerlukan dukungan seperti paperless transaction (EDI=Electronic Data Interchange), data base yang saling berhubungan, analytical modeling system, real time tracking dan tracing system. Tuntutan akan hal-hal tersebut seringkali di luar kemampuan perusahaan baik kemampuan staf maupun kemampuan sumber daya. Sebagai hasilnya, timbulah outsourcing, yaitu usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar untuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Outsourcing, adalah alternatif dari melakukan pekerjaan sendiri. Tetapi outsourcing tidak sekedar mengontrakkan secara biasa, tetapi jauh melebihi itu. Maurice F.Greaver II memberikan definisi outsourcing sebagai berikut : “Outsourcing is the act of transferring some of a company’s recurring internal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract. Because the activities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter of practice, not only are the activities 4 transferred, but the factors of production and decision rights often are, too. Factors of production are the resources that make the activities occur and include people, facilities, equipment, technology, and other assets. Decision rights are the responsibilities for making decisions over certain elements of the activities transferred.” Shreeveport Management Consultancy memberikan definisi mengenai outsourcing sebagai berikut ini. “The transfer to a third party of the continuous management responsibility for the provision of a service governed by a service level agreement”. Eugene Garaventa dan Thomas Tellefsen, keduanya dari The College of Staten Island, USA memberikan definisi outsourcing sebagai berikut ini. “Ousourcing can be defined as the contracting out o f functions, tasks, or services by an organization for the purpose of reducing its process burden, acquiring a specialized technical expertise, or achieving expense reduction.” reduction.” Tulisan ini akan membahas secara singkat mengenai pengelolaan outsourcing tersebut. Tahun-tahun terakhir ini sering disebut the outsourcing megatrend atau kecenderungan besar. Istilah megatrend agaknya dipinjam dari istilah yang digunakan oleh John Naisbitt dalam bukunya ‘Megatrends Asia, the Eigth Asian Megatrends that are Changing the World’. Dalam pengertian yang sama dapat dikatakan bahwa outsourcing merupakan kecenderungan besar dalam akhir abad ini di bidang manajemen dan bisnis perusahaan, khususnya dalam rangka business process reengineering. Pandangan tradisional dari suatu organisasi berakar pada model post-industrial revolution, yang ditandai oleh perusahaan raksasa seperti General Motors and DuPont di tahun 1920an dan 1930an. Dalam model ini, suatu organisasi perusahaan yang berhasil digambarkan sebagai suatu organisasi yang mempunyai dan mengawasi hampir semua, kalau tidak dapat dikatakan semua sumber daya dan semua kegiatan dan keberhasilan usaha ditandai dengan penguasaan produksi. Perkembangan dalam tahun-tahun selanjutnya menunjukkan bahwa organisasi perusahaan berkembang menjadi makin kompleks, sumber daya juga berjalan secara sama yaitu lebih menuju pada spesialiasasi yang tertuju pada berbagai elemen dari operasi perusahaan yaitu : Desain produk (product design) Rekayasa (engineering) Pembuatan (manufacturing) Sumber daya manusia (human resources) Teknologi informasi (information technology) Logistik (logistics) Penjualan (sales) dan lain-lain 5 Spesialiasi ini membuka jalan untuk outsourcing terhadap tugas-tugas yang bersifat bukan tugas utama (non core activities), yang menantang para pimpinan perusahaan untuk mengevaluasi kembali niat tradisional untuk melakukan integrasi vertikal dan memenuhi segala keperluan perusahaan dari satu atap (perusahaan sendiri). Potensi keuntungan dari outsourcing adalah memperoleh kesempatan mengatur organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan core activitiesnya. Pada akhir abad ini dan tentu saja dalam era abad yang akan datang, menjadi makin mudah untuk memperoleh jasa dari luar atau pihak ketiga. Apa yang membedakan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, adalah terutama mengenai modal intelektual, pengetahuan dan pengalaman dan bukan lagi dari besar dan ruang lingkup sumber daya yang mereka punyai dan kuasai. Sebagai hasilnya, banyak perusahaan dari hampir semua jenis memilih untuk mengkontrakkan berbagai jenis pekerjaannya, dengan tujuan untuk memfokuskan diri para aktivitas utamanya dan memanfaatkan kemampuan dan kemahiran mitra usahanya dalam menangani aktivitas sampingannya. Tidak ada suatu perusahaanpun yang terlalu kecil atau terlalu besar untuk memikirkan melakukan outsourcing ini. Perusahaan dahulu Perusahaan sekarang Core Business Core Business NonCore Business NonCore Business B. ALASAN-ALASAN MENGAPA MELAKUKAN OUTSOURCING. Melalui studi para ahli manajemen yang dilakukan sejak tahun 1991, termasuk survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1.200 perusahaan, Outsourcing Institute mengumpulkan sejumlah alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan outsourcing terhadap aktivitas-aktivitasnya dan potensi keuntungan apa saja yang diharapkan diperoleh darinya. Potensi keuntungan atau alasan-alasan tersebut antara lain adalah untuk : Meningkatkan fokus perusahaan Memanfaatkan kemampuan kelas dunia Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering Membagi risiko Sumberdaya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain 6 Memungkinkan tersedianya dana kapital Menciptakan dana segar Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola. Outsourcing adalah alat strategis manajemen berjangka panjang. Apabila mendapatkan keuntungan dalam waktu yang singkat ingin lebih ditonjolkan dan diutamakan, sering kali perusahaan akan kecewa. Alasan-alasan nomer 1 sampai dengan 5 di atas merupakan target jangka panjang dan bersifat strategis. Alasanalasan nomer 6 sampai dengan nomer 10 lebih bersifat taktis atau yang mempengaruhi operasi dan bisnis perusahaan sehari-hari. Dari studi yang dilakukan terbukti, bahwa langkah outsourcing dapat bermanfaat bagi suatu perusahaan secara maksimal apabila dilihat sebagai langkah strategis jangka panjang. Di bawah ini diuraikan secara singkat ke 10 alasan-alasan tersebut di atas. 1. Meningkatkan fokus perusahaan. Dengan melakukan outsourcing, perusahaan dapat memusatkan diri pada masalah dan strategi utama dan umum sedangkan pelaksanaan tugas sehari-hari yang kecilkecil diserahkan pada pihak ketiga. Alasan satu ini saja sering kali cukup digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mengadopsi strategi outsourcing. Pekerjaan sehari-hari yang kecil-kecil seringkali menghabiskan tenaga dan waktu para manajer tengah yang sering kali bersifat counter productive terhadap pencapaian tujuan utama perusahaan. Dengan mengontrakkan non core business, para manager perusahaan dapat lebih mengkonsentrasikan diri pada bisnis utama atau core businessnya sehingga akan dapat menghasilkan keunggulan komparatif yang lebih besar dan mempercepat pengembangan perusahaan serta lebih menjamin keberhasilan. Dengan meningkatkan fokus pada bisnis utamanya maka perusahaan juga akan mampu lebih meningkatkan lagi core competence atau kompetensi utamanya. 2. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia. Secara alamiah, spesialisasi pekerjaan seperti yang dimiliki dan dikembangkan oleh para kontraktor (outsourcing provider) mengakibatkan kontraktor tersebut memiliki keunggulan kelas dunia dalam bidangnya. Tentu saja disini diasumsikan bahwa outsourcing diberikan betul-betul kepada kontraktor yang unggul di bidang pekerjaan yang dikontrakkan. Kontraktor ini sering kali dalam mengembangkan spesialisasinya, melakukan R & D, melakukan investasi jangka panjang dalam bidang teknologi dan metodologi dan sumber daya manusia, sehingga betul-betul mahir di bidangnya. Disamping itu, para kontraktor sering kali mempunyai pengalaman yang cukup banyak bekerja dengan para kliennya dalam memecahkan masalah-malash yang mungkin serupa atau hampir serupa. Pengalaman dan investasi ini dapat diterjemahkan menjadi ketrampilan, proses yang unggul, teknologi baru dan sebagainya. 3. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering. Outsourcing adalah produk samping dan salah satu management tool lagi yang sangat unggul yaitu business process reenginering. Reengineering adalah pemikiran kembali secara fundamental mengenai proses bisnis, dengan tujuan untuk melakukan 7 perbaikan secara dramatis tentang ukuran-ukuran keberhasilan yang sangat kritis bagi perusahaan yaitu : Biaya Mutu Jasa Kecepatan Memperbaiki proses di perusahaan sendiri untuk meniru standard perusahaan kelas dunia memerlukan waktu yang sangat panjang dan sukar. Makin banyak perusahaan yang mengatasi hal ini dengan melakukan outsourcing agar mendapatkan hasil langsung dan tanpa risiko. Outsourcing menjadi salah satu cara dalam reengineering untuk mendapatkan manfaat ‘sekarang’ dan bukan ‘besok pagi’ dengan cara menyerahkan tugas kepada pihak ketiga yang sudah melakukan reengineering dan menjadi unggul, atas aktivitas-aktivitas tertentu. 4. Membagi risiko. Apabila semua aktivitas dilakukan oleh perusahaan sendiri, semua investasi yang diperlukan untuk setiap aktivitas tersebut harus dilakukan oleh perusahaan sendiri pula. Perlu diingat bahwa semua bentuk investasi menanggung risiko tertentu. Apabila semua investasi dilakukan sendiri, maka seluruh risiko juga ditanggung sendiri. Apabila beberapa aktivitas perusahaan dikontrakkan kepada pihak ketiga, maka risiko akan ditanggung bersama pula. Dengan demikian, outsourcing memungkinan suatu pembagian risiko, yang akan memperingan dan memperkecil risiko perusahaan. Risiko tidak hanya menyangkut keuangan tetapi juga kekakuan operasi. Dengan pembagian risiko, maka perusahaan akan lebih dapat bergerak secara fleksibel dapat cepat berubah manakala diperlukan. Pasar, kompetisi, peraturan pemerintah, keadaan keuangan dan teknologi sering berubah yang kadang-kadang berubah secara drastis. Ini menuntut suatu fleksibilitas tertentu dari perusahaan untuk menyesuaikan. 5. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain. Setiap perusahaan tentu mempunyai keterbatasan dalam pemilikan sumber daya. Tantangan yang terus-menerus harus dihadapi adalah bahwa sumber daya tersebut harus selalu dimanfaatkan untuk memanfaatkan bidang-bidang yang paling menguntungkan. Outsourcing memungkinkan perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara terbatas tersebut untuk bidang-bidang kegiatan utama yaitu hal yang paling dibutuhkannya. Sumber daya perusahaan termasuk permodalan, sumber daya manusia, fasilitas dan sebagainya. Dalam hal sumber daya manusia, tenaga mereka yang selama ini difokuskan untuk menangani hal-hal intern yang rutin dan kecil-kecil dapat dialihkan untuk menangani hal-hal ekstern misalnya memfokuskan diri pada kebutuhan konsumen. 6. Memungkinkan tersedianya dana kapital. Outsourcing juga bermanfaat untuk mengurangi investasi dana kapital pada kegiatan non core. Sebagai ganti dari melakukan investasi di bidang kegiatan tersebut, lebih baik mengontrakkan sesuai dengan kebutuhan yang dibiayai dengan dana operasi, bukan dana investasi. Dengan demikian, dana kapital dapat digunakan pada 8 aktivitas yang lebih bersifat utama. Dalam banyak hal, dana kapital seringkali mahal dan terbatas dan diperebutkan antar perusahaan ataupun antar aktivitas, oleh karena itu menjadi tugas pimpinan perusahaan untuk memanfaatkan sebaik-baiknya. Kebutuhan-kebutuhan seperti misalnya alat-alat transpor, alat-alat komputer, gedung perkantoran dan sebagainya sering kali lebih baik dan lebih murah kalau disewa dan tidak dibeli dan dilakukan investasi sendiri. 7. Menciptakan dana segar. Outsourcing, sering kali dapat dilakukan tidak hanya mengontrakkan aktivitas tertentu pada pihak ketiga, tetapi juga disertai dengan penyerahan/penjualan/ penyewaan aset yang digunakan untuk melakukan aktivitas tertentu tersebut. Aset tersebut misalnya kendaraan, bengkel, peralatan angkut dan angkat dan sebagainya. Dengan demikian, akan mengalir masuk dana segar ke dalam perusahaan. Dana ini akan menambah likuiditas perusahaan dan dapat dipergunakan untuk maksudmaksud lain yang lebih bermanfaat. Para mitra outsource akan mau membeli asset ini apabila mendapatkan harga yang menarik dan mendapatkan kemungkinan kesempatan untuk memanfaatkan secara ekonomis, misalnya digunakan juga untuk memberikan layanan pada pihak lain, dalam hal masih ada kapasitas lebih. 8. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. Salah satu keuntungan yang sangat taktis dari outsourcing adalah memungkinkan untuk mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. Pengurangan biaya ini dapat dan dimungkinkan diperoleh dari mitra outsource melalui berbagai hal misalnya spesialisasi, struktur pembiayaan yang lebih rendah, ekonomi skala besar (economics of scale) dan lain-lain. Pengurangan ini tidak mungkin dapat diperoleh apabila aktivitas yang bersangkutan dilakukan sendiri, karena tidak mempunyai kemudahan seperti yang dimiliki oleh mitra outsource di atas. Apabila perusahaan mencoba untuk mendapatkan keuntungan dan kemudahan tersebut, mungkin diperlukan investasi tertentu, R&D tertentu, retraining dan mengembangkan economics of scale yang mungkin tidak dapat dilakukan atau biayanya justru lebih besar lagi. 9. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri. Perusahaan perlu melakukan outsourcing untuk suatu aktivitas tertentu karena perusahaan tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tersebut secara baik dan memadai. Misalnya dalam hal aktivitas logistik, untuk memperoleh biaya logistik yang optimal diperlukan suatu model analitis yang canggih. Banyak perusahaan tidak mempunyai ahli yang cukup dan cakap untuk mengembangkan model-model ini oleh karena itu jalan satu-satunya adalah melakukan outsourcing. Lagi pula model tersebut juga memerlukan sistem informasi yang canggih pula untuk mendukung komunikasi real-time antar pabrik, perusahaan sendiri, rekanan, pengangkut, gudang dan sebagainya. Melalui outsourcing, hal-hal semacam itu dengan cepat dan seringkali dengan lebih murah dapat diperoleh, daripada mencoba mulai mengembangkan mulai dari nol. 10. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola. 9 Outsourcing dapat juga digunakan untuk mengatasi pengelolaan hal atau mengawasi fungsi yang sulit dikendalikan. Fungsi yang sulit dikelola dan dikendalikan ini misalnya birokrasi ekstern yang sangat berbelit yang harus ditaati oleh perusahaan yang dimiliki negara dalam menjalankan fungsi pembelian barang dan jasa, yang sulit ditembus dengan cara-cara biasa. Hal ini mungkin dapat dipecahkan dengan mengkontrakkan saja seluruh pekerjaan tersebut pada pihak ketiga, yang berbentuk swasta yang tidak terikat pada birokrasi tertentu. Contoh lain adalah mengontrakkan pemeliharaan peralatan karena setelah dilakukan usaha terus menerus untuk memperbaiki sistem dan kinerja fungsi pemeliharaan, tidak juga dapat diperbaiki secara cukup signifikan. Hal ini biasanya karena adanya kelemahan struktural misalnya tidak tersedia karyawan yang cukup berpengalaman dan berpendidikan untuk memelihara peralatan yang sangat canggih. C. MEMBANDINGKAN KEMAMPUAN PERUSAHAAN SENDIRI DENGAN OUTSOURCING. Memutuskan untuk memilih apakah untuk pertama kali nya melakukan outsourcing atau melanjutkan outsourcing memerlukan proses yang cukup kompleks. Bahkan sebelum memutuskan hal tersebut, perlu dilakukan audit secara obyektif atau dilakukan appraisal atas aktivitas-aktivitas yang ingin dioutsourcekan. Audit ini termasuk penilaian secara lugas dan realistik tentang kemampuan sendiri dibandingkan dengan kemampuan yang diperlukan atau hasil kinerja sendiri dengan hasil kinerja yang seharusnya diharapkan. Setelah audit yang diperlukan sudah dilaksanakan, maka perlu dipilih beberapa alternatif outsourcing. Beberapa pertimbangan yang mungkin dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan apakah melakukan outsourcing atau tidak adalah antara lain pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana kinerja standar untuk industri tertentu telah berubah dalam arti mutu, kecepatan dan tingkat pelayanan ? Bagaimana benchmark kinerja dari perusahaan skala dunia ? Bagaimana hasil kinerja perusahaan sendiri ? Berapa biaya aktivitas yang dilakukan sendiri tersebut ? Berapa biaya apabila aktivitas yang dimaksud dioutsourcekan ? Apakah kinerja sendiri dapat diperbaiki secara berarti dengan mengacu pada benchmark tanpa melakukan outsourcing ? Apakah volume pekerjaaan cukup untuk mengembangkan perbaikan secara radikal dengan cukup ekonomis ? Apakah perusahaan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan dan perbaikan secara radikal yang akan mendekati pada benchmark ? Untuk kegiatan yang sama apakah perusahaan kompetitor melakukan outsourcing ? Berdasarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, pimpinan perusahaan akan lebih mampu menjawab apakah cukup melakukan sendiri perbaikan-perbaikan yang diperlukan, atau apakah perlu melakukan outsourcing atau melanjutkan melakukan outsourcing. 10 Apabila jawaban adalah melakukan outsourcing, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut masih dapat dilanjutkan lagi misalnya : Aktivitas apa saja yang akan dioutsourcekan ? Atau bagian dari aktivitas yang mana yang diarencanakan akan dioutsourcekan ? Apakah akan dioutsourcekan sekaligus untuk jangka waktu yang lama ? Apakah dicoba dahulu dioutsourcekan untuk jangka waktu tertentu dahulu saja ? Kepada siapa akan dioutsourcekan ? Bagaimana memilih mitra outsource ? Bagaimana bentuk outsourcenya ? Biasanya, keputusan untuk outsourcing dilakukan secara bertahap, yaitu per subaktivitas atau aktivitas dahulu, untuk jangka waktu pendek dahulu sambil diadakan evaluasi. Apabila ada tanda-tanda positif dan kemajuan, dilanjutkan dengan subaktivitas atau aktivitas lain lagi atau dapat diperpanjang lagi dan seterusnya. D. AKTIVITAS YANG DAPAT DAN TIDAK DAPAT DIOUTSOURCE. Seperti telah disinggung di depan, biasanya aktivitas yang dapat dioutsourcekan adalah aktivitas penunjang, atau bukan aktivitas atau bisnis utama perusahaan (non core activities atau business) sedangkan bisnis utama tetap dilaksanakan sendiri. Pertanyaannya adalah bagaimana menentukan apakah suatu aktivitas itu termasuk dalam core atau non core business ? Seringkali memang agak sukar untuk membedakan hal ini. Pertanyaan sebagai berikut mungkin dapat membantu dalam menjawab pertanyaan pokok ini, yaitu : Apakah hasil utama dari perusahaan itu ? Proses utama terakhir yang menghasilkan hasil utama tersebut dapat disebut sebagai core business. Misalnya perusahaan pembuatan mobil. Hasil utama dari perusahaan adalah mobil (utuh, lengkap, sudah terakit) Proses utama dari pembuatan mobil adalah ‘merakit’ (assembling) mobil termasuk ‘mentest’, jadi ini menjadi bisnis utamanya. Sedangkan proses atau aktivitas-aktivitas lain bukan bisnis utama. Aktivitas-aktivitas ini misalnya : o Pembuatan suku cadang. o Perakitan komponen barang. o Pengangkutan suku cadang. o Pergudangan o Pemasaran o Jasa boga untuk karyawan o Pemeliharaan peralatan dan mesin-mesin o Dan sebagainya Misalnya perusahaan minyak dan gas bumi. 11 Hasil utama dari perusahaan adalah crude oil, gas, bahan bakar dari minyak/gas dan hasil-hasil minyak/gas lainnya Proses utama dari perusahaan adalah : o Mencari minyak dan gas bumi (exploration) o Memproduksi minyak daan gas bumi (exploitation) o Mengolah minyak dan gas bumi (refining) o Menjual minyak dan gas bumi (sales and marketing) Sedangkan proses lain yang bukan masuk bisnis utama misalnya : o Transpor minyak/gas o Membangun infrastruktur o Memelihara peralatan dan bangunan o Membor sumur o Memelihara sumur minyak/gas o Membeli peralatan, material dan suku cadang o Memelihara camp, perumahan, landscape o Menyelenggarakan pendidikan untuk anak karyawan o Menyelenggarakan transpor untuk karyawan o Menyediakan perumahan karyawan o Dan sebagainya Memang ketentuan bahwa yang layak dilakukan sendiri adalah bisnis utama dan yang layak dioutsource adalah bukan bisnis utama bukanlah suatu aksioma atau harga mati, tetapi kebiasaan yang banyak dilakukan oleh perusahaan berdasarkan logika yang sudah dijelaskan dimuka. Pemilihannya masih tetap harus didasarkan atas penelitian dan studi, mana yang paling menguntungkan perusahaan. Ada perusahaan yang memandang bahwa diantara bukan bisnis utama, ada beberapa yang masih perlu dilakukan sendiri karena berbagai sebab antara lain : Dari segi keamanan, dipandang lebih terjamin apabila tetap dikerjakan sendiri. Tidak atau belum ada pihak ketiga yang mampu melakukan kegiatan yang bersangkutan secara lebih baik atau lebih profesional. E. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBERHASILAN OUTSOURCING. The Outsourcing Institute, suatu lembaga yang didirikan di Amerika, yang melakukan riset mengenai perkembangan outsourcing ini, mengatakan bahwa menurut penelitian, ada 10 hal atau faktor yang menyebabkan keberhasilan langkah outsourcing, yaitu : Memahami maksud dan tujuan perusahaan. Memiliki visi dan perencanaan strategis. Memilih secara tepat service provider atau pemberi jasa. Melakukan pengawasan dan mengelolaan terus menerus terhadap hubungan antar perusahaan dan pemberi jasa. Memiliki kontrak yang cukup tersusun dengan baik. Memelihara komunikasi yang baik dan terbuka dengan individu atau kelompok yang terkait. 12 Mendapatkan dukungan dan keikutsertaan dari manajemen. Memberikan perhatian secara berhati-hati pada persoalan yang menyangkut karyawan. Memiliki justifikasi ekonomi dan keuangan yang layak. Menggunakan tenaga berpengalaman dari luar. Mengenai peranan manajemen dalam outsourcing, dapat dikemukakan bahwa biasanya pendorong utama di belakang proyek atau usaha outsourcing sekurangkurangnya berasal dari 3 tingkat manajemen dalam organisasi perusahaan, yaitu direksi, manajer senior dan manajer fungsional. Direksi. Pada tingkat ini, direksi biasanya akan memandang outsourcing sebagai bagian dari strategi perusahaan yang ditujukan pada pemfokusan diri pada bisnis utama. Apabila dimulai dari tingkat ini, proyek biasanya akan berakhir pada outsourcing secara lengkap dan tuntas. Perusahaan selanjutnya hanya akan mengkhususkan diri pada pengembangan mutu dan layanan yang dibutuhkan para konsumen. Manajer Senior. Tingkat manajemen ini cenderung untuk melihat outsourcing terutama sebagai alat untuk mengurangi biaya dan pengeluaran. Mungkin juga outsourcing dipandang sebagai cara untuk merubah kultur dengan cara menciptakan kompetisi dengan pasaran dan mungkin dapat pula dilihat sebagai cara untuk meningkatkan fleksibilitas perusahaan untuk mendapatkan jasa layanan dalam lingkungan perusahaan yang begitu cepat berubah. Manajer fungsional. Apabila outsourcing diusulkan dari tingkat ini, seringkali merupakan indikasi bahwa investasi atau ketrampilan di bidang tertentu dirasakan kurang memadai dan mencukupi. Outsourcing dianggap sebagai cara yang paling mudah dan sederhana untuk mengatasi kekurangan tersebut. BAB II METODOLOGI OUTSOURCING A. LANGKAH PELAKSANAAN OUTSOURCING. Bagi perusahaan yang baru pertama kali akan melakukan outsourcing, pertanyaan pokok yang diajukan adalah apa yang pertama-tama harus dilakukan dan langkahlangkah apa yang selanjutnya perlu dikerjakan agar outsourcing dapat berjalan dengan lancar dan berhasil. Maurice E.Greaver II menyediakan 7 langkah pokok yang perlu dilakukan sebagai berikut ini. • • Perencanaan outsourcing. Pemilihan strategi. 13 • • • • • Analisis biaya. Pemilihan pemberi jasa. Tahap negosiasi. Transisi sumber daya. Pengelolaan hubungan. Langkah-langkah ini dilakukan sesudah ada keputusan untuk melakukan outsourcing. Langkah-langkah ini tentu saja bukan suatu ketentuan yang mutlak harus dilakukan tetapi sekadar pedoman yang dapat digunakan secara kurang lebih berurutan yang dikumpulkan dari hasil survei pelaksanaan di sejumlah perusahaan yang melakukan outsourcing. Dalam pelaksanaan tentu saja perlu disesuaikan dengan kondisi dan jenis perusahaan yang akan melakukan outsourcing tersebut. Tidak hanya itu, karena dalam banyak hal, langkah-langkah tersebut justru perlu dilakukan secara bersamaan atau paralel. Fleksibilitas semacam ini diperlukan karena berbagai hal antara lain sebagai berikut. • • Dalam proses pelaksanaan selalu terjadi proses belajar, pengujian, penyesuaian terus-menerus. Untuk itu sering kali diperlukan penyesuaian seperlunya, sehingga urutan langkah tidak boleh terlalu kaku dilaksanakan. Pelaksanaan secara paralel akan lebih mempercepat proses secara keseluruhan, sejak keputusan apakah jadi atau tidak jadi melaksanakan outsourcing. Percepatan proyek selalu sangat baik karena penundaan keputusan sering kali membuat orang frustasi dan dapat menghentikan proyek tersebut sebelum diputuskan. Tahap Outsourcing Perenca naan Pilihan Strategi Analisis Biaya Pilihan Rekanan Pengelolaan Hubungan Transisi Sumberdaya Negosiasi Persyaratan 14 Tabel berikut menunjukkan semacam bar chart untuk proyek outsourcing tersebut, dimana terlihat banyak overlap atau dengan perkataan lain, beberapa tahap kegiatan dilakukan secara paralel. Tahap-Tahap Metodologi Outsourcing ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tahap Mulai Waktu Pelaksanaan Selesai ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Perencanaan Pilih Strategi Analisis Biaya Pemilihan Rekanan Negosiasi Transisi Sumber Daya Pengelolaan Hubungan ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------B. PERENCANAAN OUTSOURCING. Perencanaan outsourcing terdiri dari menentuan objektif, pembentukan tim, perencanaan jadwal kegiatan dan perencanaan waktu kegiatan, pemilihan konsultan apabila diperlukan dan sebagainya, pokoknya sekitar manajemen outsourcing. 15 Manajemen Proyek. Beberapa kegiatan manajemen proyek yang dapat dipersiapkan dalam tahap ini antara lain ialah 1) penilaian risiko, 2) penerimaan dan dukungan manajemen, 3) antisipasi penolakan, 4) pemberitahuan rencana, dan 5) pemilihan pimpinan proyek. • Penilaian risiko. o Dalam melakukan suatu proyek apapun selalu ada risiko yang perlu dihadapi dan ditanggung. Demikian pula dalam melaksanakan proyek outsourcing. Risiko dalam hal ini umumnya menyangkut 3 hal yaitu risiko yang berlaku untuk semua proyek, risiko umum yang biasanya muncul dalam setiap usaha outsourcing dan risiko khusus yang dapat muncul pada organisasi, orang, usaha dan pemberi jasa. o Risiko yang selalu terjadi pada setiap proyek adalah gagalnya proyek, terlambatnya proyek, kekurangan sumber dana dan sebagainya. o Risiko umum yang biasanya dihadapi dalam melaksanakan outsourcing misalnya resiko melenceng dari desain, risiko yang berhubungan dengan gagalnya pengelolaan proyek, risiko yang berhubungan dengan kinerja pemberi layanan dan sebagainya. o Risko khusus tidak mungkin dibahas di sini karena jenisnya sangat beragam dana banyak tergantung dari situasi masingmasing perusahaan dan lingkungan. • Penerimaan dan dukungan manajemen. o Karena outsourcing adalah tindakan yang cukup strategis dan menyangkut banyak perubahan dan mengandung risiko maupun harapan besar, maka dukungan manajemen harus jelas-jelas diperoleh tanpa ragu-ragu. o Bentuk-betuk nyata dari dukungan manajemen tersebut antara lain berupa menyatakan secara terbuka dan formal mengenai dukungan proyek outsourcing, menjelaskan arti pentingnya outsourcing bagi pencapaian tujuan perusahaan, menugaskan manajer senior dalam proyek dimaksud, menyediakan waktu untuk mendengarkan perencanaan dan laporan pelaksanaanya, secara periodik menyatakan kembali dukungannya secara terbuka dalam berbagai cara. o Pada tahun 1997, survei yang dilakukan oleh Chief Executive Magazine dan Andersen Consulting terhadap 382 responden setingkat CEO mendapatkan jawaban siapa yang patut memberikan dukungan pada proyek outsourcing ini, yaitu : Senior management/CIO 51% CEO 30% CFO 7% Middle management 8% Other 4% Total 100% • Antisipasi penolakan. 16 o o o Outsourcing adalah suatu perubahan bahkan suatu perubahan besar dalam perusahaan. Perubahan ini menyangkut cara kerja, tata kerja, tata hubungan, organisasi, lini tanggung jawab, budaya kerja dan sebagainya. Setiap perubahan tentu mendapatkan pertentangan dan penolakan dari para karyawan betatapun kecilnya. Ini adalah sifat manusia jadi cukup wajar. Namun tetap harus diantisipasi dan dikelola dengan baik, sehingga penolakan dapat dirubah menjadi dukungan dan bahkan komitmen. Oleh karena itu setiap proyek outsourcing tentu mendapatkan penolakan dari sementara atau sekelompok karyawan. Untuk itu diperlukan change management dan tim proyek perlu mengetahui dan mempersiapkan hal ini. • Pemberitahuan kepada karyawan. o Pemberitahuan rencana outsourcing haruslah disampaikan kepada para karyawan, terlebih lagi karyawan yang akan terkena dampaknya terlebih dahulu sebelum dilakukan langkah-langkah lain seperti pemilihan pimpinan anggota tim proyek dan sebagainya. Hal ini untuk mencegah timbulnya desas-desus sebelumnya mengenai apa yang terjadi. o Desas desus yang tidak jelas biasanya mengakibatkan penolakan terlebih dahulu dari para karyawan dan kalau ini sempat terjadi, lebih sulit untuk mengembalikan atau membaliknya. Oleh karena itu, waktu pemberitahuan tersebut penting sekali. Pemberitahuan meliputi apa yang dimaksud dengan outsourcing, apa tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dampak apa yang diharapkan, rencana jadwal pelaksanaan, hal-hal apa yang diharapkan perusahaan dari para karyawan, dan sebagainya. Pemberitahuan yang tepat waktu, cukup dan jelas akan membantu mengurangi penolakan para karyawan. o Pemberitahuan kepada karyawan ini tidak hanya pada waktu perencanaan saja, tetapi pada setiap langkah yang penting pada waktu yang tepat. Langkah-langkah penting yang dimaksud misalnya : Pada waktu tim yang diserahi tugas proyek outsourcing sudah dibentuk. Pada waktu proyek outsourcing sudah betul-betul mulai. Pada setiap permulaan dan pengakhiran tahapan outsourcing. Pada waktu sudah tampak keuntungan yang nyata walaupun sedikit. • Pemilihan pimpinan proyek. o Pemilihan pimpinan proyek outsourcing merupakan langkah yang sangat penting karena sangat mempengaruhi berhasil tidaknya proyek tersebut. Pimpinan proyek haruslah betul-betul menguasai hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya, mampu 17 o o • mengkomunikasikan dengan anggota tim dan seluruh karyawan maupun dengan pimpinan perusahaan. Beberapa karakteristik dan ketrampilan yang perlu dipenuhi oleh pimpinan proyek seperti ini antara lain ialah : Mempunyai pengalaman dalam memimpin proyek lain dengan berhasil. Mempunyai kemampuan menggalang konsensus dan kerja sama. Mempunyai pengetahuan mendalam mengenai maksud, metoda, jenis, keuntungan, dan sebagainya mengenai outsourcing. Menguasai kultur organisasi dan mampu melakukan dan melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan. Kemampuan kuat dalam mengambil keputusan dan mengatasi kesulitan. Berkemampuan kuat dalam melakukan komunikasi dan presentasi. Mampu berfikir secara obyektif dalam mengatasi tekanantekanan mereka yang kurang mengetujui outsourcing. Mempunyai orientasi hasil dan sadar akan risiko. Semua karakteristik dan persyaratan tersebut mungkin dapat disingkat menjadi satu kata saja yaitu kualifikasi seorang ‘pemimpin.’ Pemilihan anggota tim. o Sesudah pimpinan tim proyek dipilih, maka selanjutnya perlu ditunjuk anggota-anggota tim. Pemilihan anggota tim tidak kalah pentingnya dengan pemilihan pimpinan tim, dengan alasan yang sama. o Persyaratan anggota tim hampir sama dengan pimpinan tim, yaitu antara lain : Mempunyai motivasi kuat untuk berpartisipasi. Mempunyai catatan yang baik dalam kemampuan menyelesaikan tugas. Mempunyai kemampuan komunikasi yang kuat. Mempunyai kemampuan berfikir secara jernih, obyektif dan strategis. Mempunyai pengalaman juga di luar organisasi perusahaan. Memahami secara cukup mengenai konsep outsourcing. Memilih Konsultan Luar. Dalam alam spesialisasi dan kompetisi yang begitu luas dan ketat dan dalam merencanakan suatu proyek baru, banyak hal tidak diketahui atau tidak diketahui sepenuhnya oleh suatu perusahaan. Oleh karena itu seringkali diperlukan nasihat atau konsultasi, lebih-lebih nasihat dan konsultasi dari pihak luar yang lebih ahli dan lebih berpengalaman. Para penasihat dan konsultan tersebut diperlukan bukan saja untuk mengambil keputusan-keputusan penting, tetapi juga dalam hal-hal praktis 18 seperti melakukan pelatihan, penelitian aspek hukum, mengatasi keberatan dan tentangan dan sebagainya. • Ketutuhan umum. • Kebutuhan khusus. • Peran para konsultan. • Kepentingan pelatihan. • Kemampuan konsultan yang diperlukan. • Kebutuhan para ahli hukum. • Spesialis lain yang diperlukan. • Mengatasi resistensi. C. PEMILIHAN STRATEGI Kegiatan pemilihan strategi ini merupakan kegiatan yang sangat penting, karena pemilihan strategi yang keliru dapat menimbulkan kegagalan atau sekurangkurangnya ketidak lancaran dalam melakukan outsourcing, tetapi juga berlaku sebaliknya, yaitu bahwa pemilihan strategi yang tepat dapat memperlancar suksesnya proses outsourcing. Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam pemilihan strategi ialah antara lain : memilih struktur organisasi, menentukan kompetensi utama, melakukan restrukturisasi dan pemaduan antara outsourcing dan strategi. Memilih struktur organisasi. Ada 2 struktur organisasi yang dikenal yaitu struktur organisasi fungsional atau vertikal dan struktur organisasi proses atau horisontal. Dalam organisasi konvensional, yaitu organisasi fungsional, sebagian besar organisasi disusun berdasarkan fungsi. Dengan perkataan lain, organisasi dibagi menjadi bagian yang bertanggung jawab atas fungsi tertentu, sehingga ada fungsi pembelian, fungsi produksi, fungsi penjualan dan sebagainya, sehingga secara tipikal, organisasi dapat dilihat seperti denah di bawah ini. Setiap organisasi fungsi yang berbentuk vertikal tersebut, umumnya dikepalai oleh seorang manajer senior yang menganggap area fungsionalnya sebagai ‘kerajaannya’ dan mereka cenderung pula bertindak sebagai ‘raja’ yang menjaga ‘kerajaannya’ dengan ketat dan tidak mau dimasuki oleh orang lain yang tidak berwenang terutama dari ‘kerajaan’ lain. Juga yang memberikan ciri dari organisasi fungsinal atau vertikal semacam itu ialah dalam hal anggaran. Mereka umumnya menyusun anggaran berdasarkan kegiatan yang akan mereka lakukan dan biaya yang akan mereka keluarkan sendiri. 19 The functional organization Purchasing Production Distribution Sales Mereka bertindak seakan-akan perusahaan itu dikelola dengan tujuan utama untuk mengendalikan penggunaan sumber daya. Padahal, sudah lama perusahaan yang unggul menganggap bahwa tujuan perusahaan yang utama ialah menciptakan penghasilan yang menguntungkan, dan berdasarkan tujuan itu, perusahaan diorganisasikan dan dikendalikan. Organisasi vertikal mempunyai beberapa kharakteristik yang menonjol, antara lain ialah : • • • • • • Berkembang budaya mencari ‘kambing hitam’ sewaktu ada masalah. Pengaturan lebih menonjol pada pelaksanaan tugas fungsi. Jenjang tingkat banyak. Rentang kendali sempit. Pekerjaan diatur lebih berdasarkan prosedur kerja. Proses pengambilan keputusan lambat. Jelas bahwa tipe sturktur organisasi seperti ini kurang cocok untuk penanganan perubahan strategi seperti outsourcing. Untuk itu diperlukan perubahan struktur organisasi yaitu menjadi struktur yang ke dua yaitu struktur organisasi proses atau horisontal. Struktur organisasi proses ialah suatu penyusunan struktur yang baru yang berbeda dari struktur vertikal, menjadi struktur bisnis yang menghadap ke pasar atau berorientasi pada konsumen. Perbedaan antara struktur vertikal dan struktur horisontal dapat digambarkan sebagai denah berikut. 20 The functional organization Production Distribution Sales Input focused, budget-driven Horizontal organization focus Market-facing organization 21 Output focused, market-driven Purchasing Organisasi proses atau horisontal juga mempunyai sejumlah karakteristik yang menonjol, yaitu antara lain : Diatur sekitar proses, bukan fungsi. Berorientasi mencari pemecahan masalah, bukan mencari ‘kambing hitam’ Datar dan jenjang tingkat berkurang. Rentang kendali lebih luas. Dibangun di atas tim antar fungsi. Dipedomani oleh ukuran kinerja berdasarkan target. Kunci dari organisasi horisontal ialah proses dan bukan fungsi. Pokok pikiran dari hal ini ialah bahwa hanya melalui manajemen proseslah, kebutuhan pelanggan itu secara efektif dapat diciptakan. Menentukan kompetensi utama. Kompetensi utama atau core competence ialah kemampuan terunggul perusahaan yang dimiliki yang menyebabkan perusahaan itu unggul dalam kompetisi. Kompetensi utama biasanya merupakan hasil spesialisasi yang dikembangkan perusahaan selama bertahun-tahun, yang merupakan aset yang paling utama dan paling berharga. Dengan menentukan dan mengenal kompetensi utama, maka dapat dikenal pula kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan kompetensi utama. Kegiatan-kegiatan inilah yang biasanya merupakan obyek outsourcing. Seperti telah dijelaskan di depan, kegiatan yang termasuk dalam kompetensi utama, biasanya tidak di outsourcekan. Restrukturisasi. Suatu perubahan dalam perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja dapat berjalan secara lambat dan berlangsung terus (continuous improvement) atau dapat berjalan dengan cepat dan secara radikal (business process reengineering), atau diantaranya (leap frogging). Untuk itu perlu ditentukan, apakah program outsourcing yang dilakukan suatu perusahaan itu termasuk dalam tipe perubahan pertama, kedua atau ketiga. Ini penting agar kaidah-kaidah yang berlaku untuk setiap jenis langkah perubahan tersebut diikuti. Pemaduan outsourcing dan strategi. Jelas bahwa strategi-strategi yang telah disebutkan di atas haruslah terpadu dalam program outsourcing, dalam arti bahwa pemilihan strategi haruslah disesuaikan dengan kebutuhan outsourcing apakah itu organisasi, jenis perubahan maupun jenis pekerjaan yang dipilih. Disamping itu, yang perlu dipilih adalah jenis pemberi jasa yang cocok dengan kebutuhan. Ada beberapa jenis pemberi jasa outsourcing yang dikenal, yaitu : • • • Mitra dagang (business partner), yang bersifat strategis. Usaha bersama (joint venture), yang bersifat strategis. Pemasok biasa (supplier) 22 Pada tahun 1997, survei yang diadakan oleh Chief Executive Magazine dan Andersen Consulting diantara 382 CEO menunjukkan bahwa cara hubungan strategis lebih banyak dipilih seperti berikut. • • • • Partner/trusted adviser (strategic) Strategic alliance/joint venture (strategic) Provider (supplier) Other 47% 22% 26% 5% D. ANALISIS BIAYA. Analisis biaya adalah kegiatan pendataan biaya-biaya utama dari kegiatan yang dioutsourcekan, baik sebelum dan setelah outsourcing, kemudian dilakukan analisis, apakah ada perbaikan atau tidak, kalau ada cukup berarti atau tidak dan sebagainya. Oleh karena itu ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu : • • • • Menentukan kelompok biaya yang paling signifikan. Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sebelum outsourcing. Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sesudah outsourcing. Melakukan analisis. Menentukan kelompok biaya yang paling signifikan. Biaya-biaya dari kegiatan yang di outsourcekan dapat terdiri dari bermacam-macam. Yang perlu dicatat dan dimonitor bukan semua, tetapi yang besar-besar saja. Untuk itu biasanya struktur biaya juga mengikuti hukum Pareto, dimana beberapa jenis biaya mendominasikan seluruh jumlah biaya dan banyak sekali jenis biaya yang hanya merupakan bagian kecil saja dari seluruh jumlah biaya. Yang perlu dicari dan dicatat ada yang beberapa itu saja, yang mewakili sebagian besar dari seluruh biaya. Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sebelum outsourcing. Sesudah kelompok biaya yang besar dikenali, maka perlu dilakukan pencatatan, baik jumlah absolut maupun jumlah relatifnya. Meskipun ini adalah suatu langkah yang mendasar dan sederhana, tetapi tidak semua perusahaan yang akan melakukan perubahan menyadari dan melakukan hal ini. Apabila langkah mendasar ini tidak dilakukan, maka tidak mungkin untuk mengetahui apakah suatu perubahan itu membawa perbaikan atau tidak, dan juga tidak mungkin mengetahui seberapa jauh perbaikan yang dapat dicapai, apakah sedikit saja, lumayan banyak atau banyak sekali atau bahkan tidak ada perubahan sama sekali atau bahkan justru terjadi kemunduran. Menghitung biaya tiap-tiap kelompok sesudah outsourcing. Langkah ini sama dengan langkah di atas, hanya dilakukan sesudah pelaksanaan outsourcing. Pencatatan data biaya haruslah merupakan kerja rutin, yang merupakan kebutuhan sehari-hari, dan janganlah dianggap sebagai beban tambahan. Pencatatan dapat dilakukan secara manual, dan tentu saja dapat dilakukan dengan komputer. Apabila pekerjaan pencatatan data biaya dilakukan secara berkala misalnya setiap akhir bulan, maka akan menjadi kebiasaan dengan sendirinya, dan pelaksanaannya akan makin gampang. 23 Melakukan analisis. Menghitung data biaya saja tidak cukup. Justru hal itu hanya merupakan alat atau sarana saja. Yang lebih penting ialah melakukan analisis dan yang lebih penting lagi ialah hasil dari analisis itu sendiri, karena ini yang menentukan apakah langkah outsourcing itu memberikan dampak positif pada perusahaan atau tidak, atau justru malah sebaliknya. Hasil dari analisis ini, misalnya dalam outsourcing di bidang angkutan, harus menunjukkan informasi sebagai berikut ini. • • • • • Sesudah Outsourcing Lebih cepat 30% Lebih cepat 26% Lebih murah 35% Naik menjadi 99% Berkurang 40% Transportasi ke luar Transportasi ke dalam Biaya transport Ketepatan pengiriman Kerusakan barang Analisis biaya dapat berkembang pula dalam bentuk benchmarking, yaitu membandingkan kinerja perusahaan sendiri, dalam hal ini biaya suatu aktivitas, dengan biaya dari perusahaan unggulan. Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh kinerja perusahaan sendiri dalam salah satu bidang pekerjaan mendekati kinerja perusahaan unggulan, atau perusahaan kelas dunia. E. PEMILIHAN PEMBERI JASA. Pemilihan pemberi jasa (service provider) merupakan langkah selanjutnya dalam proses outsourcing. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahapan ini ialah pencarian sumber pemberi jasa, penentuan kualifikasi pemberi jasa, dan terakhir pemilihan pemberi jasa. Sumber pemberi jasa. Dimana saja pemberi jasa yang potensial dapat diperoleh ? Disamping pemasok lama di bidang yang serupa merupakan salah satu kandidat untuk menjadi pemberi jasa outsourcing, beberapa sumber informasi atau cara berikut dapat ditelusuri. • Referensi dari perusahaan lain. • Asosiasi industri bersangkutan. • Dengan cara tender. • Referensi konsultan. • Dari pembicara atau peserta seminar outsourcing. • Dari internet web. • Dari majalah mengenai perdagangan. • dan sebagainya. 24 Kualifikasi pemberi jasa. Penentuan kualifikasi pemberi jasa perlu dilakukan sebagai cara untuk memilih pemberi jasa yang dibutuhkan. Kualifikasi ialah persyaratan kemampuan yang diperlukan agar suatu pemberi jasa dianggap mampu memberikan jenis atau mutu jasa yang dikehendaki. Meskipun kualifikasi ini dapat disesuaikan dengan keperluan khusus dan bervariasi dari satu perusahaan ke perusahaan lain, tetapi ada semacam persamaan, hanya mungkin pembobotannya berlain-lainan untuk berbagai bidang yang memerlukan layanan. Kualifikasi yang dimaksud misalnya ialah : • Pengalaman • Kehandalan layanan • Kinerja yang menonjol • Mempunyai reputasi positif • Mempunyai cukup pelanggan • Mempunyai SDM memadai • Mempunyai peralatan memadai • Mempunyai laboratorium • Mempunyai kantor • Memberikan layanan purna jual • Mempunyai kemampuan keuangan • Memiliki manajemen yang handal • Menyelenggarakan manajemen mutu • Fleksibilitas untuk melakukan perubahan • Mempunyai kesadaran biaya • Mempunyai komitmen penuh • dan sebagainya. Pemilihan pemberi jasa. Tentu saja kualifikasi tersebut di atas tidak harus sama nilai atau bobotnya. Untuk setiap kebutuhan tertentu, pembobotannya dapat ditentukan secara tertentu pula, tidak perlu dan biasanya memang tidak sama. Sesudah diadakan pembobotan, maka setiap calon pemberi jasa diberikan nilai untuk tiap-tiap kualifikasi, dan sesudah dihitung berdasarkan bobot masing-masing, diadakan ranking mulai dengan nilai paling tinggi. Maka pemberi jasa dapat dipilih mulai dari ranking yang paling atas. Pemilihan pemberi jasa dapat dilakukan sekaligus untuk jangka waktu lama, tetapi dapat juga secara bertahap, dalam arti untuk pertama kalinya diberikan untuk jangka waktu yang lebih pendek. Kemudian setelah diadakan evaluasi, masa kontrak dapat diberikan lebih lama lagi, dan demikian secara bertahap dan selektif dapat diperoleh pemberi jasa yang betul-betul handal. F. TAHAP NEGOSIASI. Sampai sekarang, tahapan masih pada persiapan ke dua belah pihak dan pemilihan calon pemberi jasa. Tahap selanjutnya adalah pembicaraan mengenai jasa dan persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan oleh perusahaan dan yang dapat ditawarkan oleh pemberi jasa menuju pada suatu titik persetujuan, dalam suatu proses negosiasi. Beberapa hal yang penting dalam proses negosiasi antara lain ialah hal-hal yang perlu dinegosiasikan, negosiasi mengenai prinsip-prinsip, perencanaan negosiasi, temu muka, prinsip-prinsip keadilan, dan pembuatan kontrak. 25 Hal-hal yang dinegosiasikan. Hal-hal yang perlu dinegosiasikan dipersiapkan terlebih dahulu oleh ke dua belah pihak sebelum tatap muka dilakukan, agar segala sesuatu yang dibutuhkan dapat dibicarakan dan tidak ada yang ketinggalan. Dalam negosiasi mengenai outsourcing, hal-hal sebagai berikut biasanya perlu dibicarakan. • Jasa apa yang harus diberikan oleh pemberi jasa ? • Apa tanggung-jawab masing-masing pihak ? • Berapa tarif dan atas dasar apa tarif dikenakan ? • Bagaimana perubahan volume mempengaruhi tarif jasa ? • Bagaimana klausula mengenai perubahan tarif jasa, apabila diperlukan ? • Berapa lama kontrak diberlakukan ? • Persyaratan apa yang diperlukan untuk transfer sumber daya manusia ? • Persyaratan apa yang diperlukan untuk transfer peralatan ? • Standard kinerja apa yang akan digunakan ? • Bagaimana cara monitoring kinerja pemberi jasa ? • Apakah ada sanksi apabila kinerja pemberi jasa tidak sesuai dengan standard yang sudah ditentukan ? • Apa saja persyaratan pemberhentian kontrak ? • dan sebagainya. Negosiasi mengenai prinsip-prinsip. Harvard Negotiating Project mengembangkan apa yang dinamakan principled negotiating. Ini adalah suatu pendekatan negosiasi untuk mencapai tujuan bersama, dimana terjadi konflik kepentingan, jadi semacam win win negotiation. Dalam pendekatan ini, pendekatan negosiasi dapat diperas menjadi empat butir hal, yaitu : • Pisahkan orang dengan masalah. • Fokuskan pada kepentingan, bukan posisi. • Kembangkan berbagai kemungkinan sebelum memutuskan apa yang harus diperbuat. • Pastikan bahwa hasil yang dicari haruslah berdasarkan suatu standard tujuan. Perencanaan negosiasi. Tatap muka belum dapat dilakukan sebelum dilakukan persiapan tertentu dalam negosiasi. Langkah perencanaan ini meliputi hal-hal : • Menentukan target yang ingin dicapai. • Menentukan strategi. • Memilih anggota tim negosiasi. • Menentukan tempat pertemuan. • Menentukan aturan-aturan yang perlu diindahkan. • Mengenal lawan negosiasi. • dan sebagainya. 26 Negosiasi tatap-muka. Tatap-muka atau temu-muka adalah situasi negosiasi yang sesungguhnya, dimana dua pihak secara langsung mengemukakan keinginannya dan berunding untuk mencapai suatu kesepakatan. Mereka yang baru pertama kalinya bertemu dan bertatap-muka , biasanya canggung, kaku dan kadang-kadang diliputi kecurigaan dan sebagainya. Seorang psikolog dan filosof Amerika bernama William James mengatakan bahwa : ‘Whenever two people meet there are realy six people present. There is each man as he sees himself, each man as the other person sees him and each man as he really is.’ Negosiasi akan berjalan lebih lancar apabila dua yang terakhir ini yang bertemu dan berbicara. Untuk itu biasanya sebelum pertemuan formal, diperlukan suatu suasana perkenalan dan pencairan suasana beku, yang dinamakan ice breaker berupa apakah makan bersama, main golf bersama, cocktail dan sebagainya. Prinsip-prinsip keadilan. Dalam negosiasi perlu dikembangkan prinsip-prinsip keadilan (fairness) untuk kegua belah pihak, antara lain berupa hal-hal sebagai berikut. • Anda berhak mendapatkan layanan yang Anda perlukan dari pemberi jasa, karena memang itulah yang Anda cari dalam outsourcing. • Untuk jasa layanan tersebut, pemberi jasa berhak untuk mendapatkan imbalan uang yang setimpal. • Anda juga berhak mendapatkan ganti yang wajar, sesuai harga pasar, mengenai perlengkapan yang dialihkan pada pemberi jasa. • Karyawan yang dialihkan dari perusahaan Anda ke perusahaan pemberi jasa juga berhak mendapatkan perlakuan yang wajar dan imbalan yang sesuai. • Kesalahan mungkin saja terjadi dan dilakukan oleh ke dua belah pihak, oleh sebab itu, perlu diantisipasi dalam persyaratan kontrak beserta sanksinya. • Semua persyaratan dalam kontrak haruslah adil untuk kedua belah pihak dan harus menggambarkan suatu situasi sama-sama menang. Pembuatan kontrak. Pembuatan kontrak adalah hasil akhir dari suatu negosiasi, dimana semua hasil negosiasikan dituangkan secara tertulis dan lengkap, yang akan menggambarkan hubungan secara lengkap antara dua pihak di kemudian hari, termasuk tanggung jawab dan kewajiban masing-masing. Oleh karena itu, semua hal yang mungkin diperjanjikan harus dituangkan dalam kontrak dan tidak boleh ada yang ketinggalan, untuk menghindari perselisihan di kemudian hari. G. TRANSISI SUMBER DAYA. Masalah transisi sumber daya pada garis besarnya dibagi menjadi dua, yaitu sumber daya peralatan dan sumber daya manusia. Transisi yang pertama umumnya tidak 27 banyak menimbulkan kesulitan dan secara relatif dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan jenis yang ke dua jauh lebih sulit karena menyangkut manusia. Transisi sumber daya peralatan. Yang diperlukan hanya sekedar daftar jenis dan jumlah peralatan yang akan dialihkan, kondisi masing-masing peralatan, harga perolehan, tahun perolehan, harga pasar peralatan dan harga transfer yang ditawarkan. Dalam negosiasi, soal harga dan cara pembayaran dapat dibicarakan dan diputuskan. Transisi sumber daya manusia. Cara transisi sumber daya manusia jauh lebih rumit dan sulit dari transisi peralatan. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dengan hati-hati, yaitu meliputi : • Soal transisi itu sendiri. Beberapa hal yang perlu dilakukan dan dijawab oleh perusahaan ialah meliputi : o Bagaimana menjelaskan rencana outsourcing ? o Bagaimana menjelaskan dampak outsourcing pada status karyawan ? o Bagaimana mendorong karyawan untuk mau pindah ? o Bagaimana menjelaskan keuntungan bagi karyawan ? o Siapa dan berapa yang akan ditransfer ? o Siapa dan berapa yang akan tinggal ? o Siapa dan berapa yang harus dibebas-tugaskan ? o Bagaimana menghadapi serikat buruh ? o dan sebagainya. • Soal persyaratan transisi. o Status apa yang diperoleh setelah transisi ? o Bagaimana soal penggajian setelah transisi ? o Bagaimana fasilitas lain yang diperoleh setelah transisi ? o Bagaimana tetap menjaga kegairahan kerja ? o dan sebagainya. • Soal lain yang terkait. o Bagaimana pemecahan bagi mereka yang tidak mau ditransfer ? o Bagaimana status mereka yang tidak turut ditransfer ? o Berapa pesangon untuk yang dibebas-tugaskan ? o dan sebagainya. 28 H. PENGELOLAAN HUBUNGAN. Pemberi dan penerima kerja mempunyai hubungan yang erat dan hubungan ini dapat berlangsung lama bahkan lama sekali. Hubungan ini perlu dikelola dengan baik demi keuntungan ke dua belah pihak. Pengelolaan hubungan ini perlu meliputi beberapa hal seperti memonitor kinerja dan memecahkan masalah yang timbul. Memonitor kinerja. Berbagai jenis atau cara memonitor kinerja dapat dilakukan, demikian pula berbagai jenis alat monitoring dapat diciptakan. Alat, jenis dan cara monitoring ini sebelumnya perlu dibicarakan oleh ke dua belah pihak dan sebaiknya dicantumkan dalam kontrak. Perlu disadari bahwa monitoring kinerja bukan suatu bentuk ketidakpercayaan pada kinerja pemberi jasa tetapi suatu bentuk pengendalian dalam fungsi manajemen, yang merupakan kebutuhan setiap perusahaan, apakah perusahaan sendiri atau perusahaan orang lain. • Cara monitoring. Monitoring dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya : Dengan rapat berkala. Dengan laporan berkala. Dengan kunjungan di lapangan. Dengan melakukan audit. Kombinasi dari ke empat hal di atas. • Alat monitoring. o Alat-alat monitoring yang dapat digunakan antara lain misalnya : Tolok ukur kinerja yang sudah disepakati bersama. Target perbaikan tolok ukur pada jangka waktu tertentu. Tolok ukur perusahaan unggulan (benchmark) Kombinasi dari ke tiga hal di atas. Memecahkan masalah yang timbul. Dalam proses outsourcing, selalu akan timbul masalah, kecil atau besar, dan itu perlu dipecahkan agar outsourcing tetap dapat berjalan seperti diharapkan, untuk keuntungan ke dua belah pihak. Masalah outsourcing biasanya dapat dikategorikan ke dalam empat golongan besar, yaitu : orang, proses, teknologi, atau lain-lain. • Orang. Misalnya produktivitas kerja yang berkurang, kurangnya tenaga mampu, kinerja yang kurang, kerja sama yang kurang, ketidak cocokan, pemogokandan sebagainya. • Proses. Misalnya tidak cocoknya proses pekerjaan yang dipilih, proses yang kurang lancar, lambatnya proses pengambilan keputusan, tidak jelasnya pembagian tugas, dan sebagainya. 29 • Teknologi. Misalnya penerapan teknologi yang kurang cocok, pemeliharaan peralatan, penggantian dan pembelian peralatan, pelatihan pengguhaan perlengkapan, dan sebagainya. • Lain-lain. Hal-hal lain di luar tiga tersebut di atas seperti peraturan Pemerintah, tuntutan masyarakat sekitar, keadaan kahar (force majeur), dan sebagainya. Pemecahan masalah hendaknya berorientasi pada pencari sumber masalah dan bersama-sama mencari jalan pemecahan yang sebaik-baiknya, tanpa mencari kambing hitam atau saling menyalahkan. Apabila pemecahan tidak dapat ditanggulangi oleh dua pihak yang bekerja sama, baik melalui usaha bersama maupun negosiasi, maka perlu dimintakan bantuan pada pihak ke tiga yang dirasa mempunyai keahlian di bidang terkait. Campur tangan pihak ke tiga ini dapat berupa macam-macam, yaitu : • Konsultasi. Biasanya diperlukan untuk pemecahan masalah yang cukup rumit, yang memerlukan bantuan keahlian khusus atau perhatian maupun waktu khusus, yang tidak dimiliki oleh salah satu pihak. • Mediasi. Biasanya diperlukan untuk memperlancar perundingan atau membantu mencarikan jalan pemecahan yang dapat diterima oleh ke dua belah pihak. • Arbitrasi. Arbitrasi sifatnya lebih formal daripada mediasi, dimana sudah terjadi kebuntuan dalam perundingan, sehingga diperlukan bantuan seorang atau suatu badan arbitrase. Arbitrasi dapat bersifat : Mengikat, atau Tidak mengikat • Judisial. Apabila dengan musyawarah, dengan mediasi dan arbitrasi tetap tidak dapat diselesaikan, dapat dibawa ke pengadilan dan tergantung dari sistem peradilan, dapat diputuskan oleh : Hakim pengadilan, atau Juri. 30 BAB III OUTSOURCING BUKAN SEKEDAR KONTRAK BIASA A. TIPE-TIPE OUTSOURCING. Dalam pengertian umum, istilah outsourcing diartikan sebagai contract (work) out seperti dapat ditemukan di Concise Oxford Dictionery, sedangkan mengenai kontrak itu sendiri, diartikan sebagai berikut. ‘Contract : to enter into or make a contract. From the Latin contractus, the past participle of contrahere, to draw together, bring about or enter into an agreement : con + trahere, to draw’ (Webster’s English Dictionery) Juga dalam pengertian yang luas, dimana outsourcing sekedar diartikan sebagai penyerahan atau pengontrakan aktivitas perusahaan pada pihak ke tiga, dimana ada beberapa tipe yang dapat dikenali, antara lain adalah sebagai berikut ini. • • • • • Contracting. Outsourcing. Insourcing. Co-sourcing. Benefit-based-relationship. Contracting. Ini adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput dan kebun dan sebagainya. Langkah ini adalah langkah berjangka pendek, hanya mempunyai arti taktis. Langkah ini juga bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengambil posisi dalam pasar misalnya, tetapi sekedar mencari cara yang praktis saja. Praktis dalam arti menghindari kesulitan dan keruwetan yang tidak perlu dan juga menghemat tenaga biaya. Karena sifat pekerjaan yang sangat sederhana, maka pemilihan pemberi jasa bukan merupakan masalah serius, karena praktis hampir semua orang atau perusahaan dengan latihan sebentar dapat melakukan pekerjaan itu. Dari segi biaya, mungkin bukan bagian yang besar dari seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Outsourcing. Adalah penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja pekerjaan yang profesional dan berkelas dunia. Oleh karena itu pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital. Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan atau aktivitas yang akan diserahkan, dengan demikian diharapkan bahwa kompetensi utamanya juga berada 31 di jenis pekerjaan tersebut. Dengan demikian, dan disertai dengan pengendalian yang tepat, diharapkan bahwa pemberi jasa mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, outsourcing merupakan langkah strategis bagi perusahaan dalam arti mempunyai kontribusi dalam menentukan hidup matinya dan berkembang tidaknya perusahaan. Insourcing. Jenis ini adalah kebalikan dari outsourcing, dimana perusahaan bukan menyerahkan aktivitas pada perusahaan lain yang dianggap lebih kompeten, namun justru mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai motivasi. Salah satu motivasi yang penting ialah menjaga tingkat produktivitas dan penggunaan aset yang maksimal sehingga biaya satuan dapat ditekan sehingga menjaga dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian, kompetensi utama perusahaan tidak hanya digunakan oleh perusahaan sendiri, tetapi dapat digunakan perusahaan lain dengan imbalan tertentu. Hal ini sangat penting misalnya apabila kapasitas produksi tidak digunakan secara penuh, jadi ada kapasitas nganggur. Co-sourcing. Adalah jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas, dimana hubungan antara perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa. Ini misalnya terjadi dalam hal bahwa staf spesialis perusahaan diperbantukan pada rekanan pemberi jasa karena langkanya keahlian yang diperlukan atau karena perusahaan tidak mau kehilangan staf spesialis tersebut. Dengan cara ini, maka keberhasilan pekerjaan seakan-akan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk juga risiko ketidakberhasilan. Benefit-based-relationship. Adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak mengadakan investasi bersama, dengan pembagian pekerjaan tertentu. Dengan demikian kedua belah pihak betul-betul saling mendukung dan sebaliknya juga saling tergantung. Kedua belah pihak mendapat pembagian keuntungan berdasarkan formula yang disetujui bersama. Kedua bentuk terakhir ini, yaitu co-sourcing dan benefit-basedrelationship adalah bentuk-bentuk yang baru, oleh karena itu masih dalam tahap percobaan dan pengembangan. B. BEBERAPA PERBEDAAN POKOK. Kontrak jasa yaitu pemberian pekerjaan atau penyerahan pekerjaan tertentu pada pihak ke tiga, di luar perusahaan sendiri, dengan persyaratan dan pembayaran tertentu telah lama sekali dikenal, jauh sebelum konsep outsourcing diperkenalkan. Dilihat sepintas lalu, keduanya kelihatannya sama saja. Memang ada beberapa kesamaan antara kontrak jasa biasa dan outsourcing, seperti 1) bahwa keduanya merupakan penyerahan atau pemberian pekerjaan pada pihak ke tiga di luar organisasi perusahaan sendiri, 2) bahwa pemberian pekerjaan tersebut disertai dengan syarat pembayaran dan syarat-syarat lain, 3) bahwa ke duanya mempunyai batasan yang jelas mengenai pekerjaan apa yang diberikan, 4) bahwa ke duanya mempunyai batas waktu tertentu, dan sebagainya. Namun outsourcing mempunyai 32 tujuan dan jangkauan lebih jauh dari itu, seperti tampak pada beberapa perbedaan pokok sebagai berikut. Kontrak Jasa Biasa 1. Mempunyai tujuan sekedar menyele saikan pekerjaan tertentu. 2. Sekedar menyerahkan tugas pada pihak ke tiga. 1. 2. Outsourcing Mempunyai tujuan strategis jangka panjang. Ingin menyerahkan tugas pada pihak yang lebih profe sional. Ingin berkonsentrasi pada bisnis utama. Hubungan bersifat jangka panjang. Sering kali disertai dengan transfer sumber daya manusia Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor berkem bang menjadi hubungan kemitraan bisnis. Tujuan lebih menjangkau jangka panjang. 3. Mungkin tidak dapat, atau tidak sem pat mengerjakan sendiri. 4. Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor jangka pendek. 5. Umumnya tidak menyangkut transfer sumber daya manusia. 6. Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor sekedar hubungan kerja biasa. 3. 7. Tujuan lebih bersifat jangka pendek. 7. 8. Umumnya tidak menyangkut transfer peralatan atau aset perusahaan. 8. Sering kali disertai dengan transfer peralatan atau aset perusahaan. 4. 5. 6. Tujuan strategis dari suatu outsourcing berarti bahwa outsourcing digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan kompetitif perusahaan agar dapat mempertahankan hidup dan berkembang. Mempertahankan hidup berarti tetap dapat mempertahankan pangsa pasar sedangkan berkembang berarti dapat meningkatkan pangsa pasar. Oleh karena itu pekerjaan harus diserahkan pada pihak yang lebih profesional dan lebih berpengalaman daripada perusahaan sendiri dalam melaksanakan jenis pekerjaan yang diserahkan, tidak sekedar pihak ke tiga saja. Secara potensial sebetulnya kesempatan itu ada, dalam arti bahwa setiap jenis pekerjaan, lambat atau cepat, akan ditekuni dan dapat dikerjakan secara sangat baik dan profesional oleh suatu kelompok perusahaan tertentu, dengan adanya spesialisasi. Hanya saja, hal ini mungkin belum banyak berkembang dalam negara yang sedang berkembang. Ingin berkonsentrasi pada bisnis utama berarti ingin meningkatkan profesionalisme dan kinerja di bidang yang seharusnya memang dikuasai dengan baik karena itu pekerjaan utamanya. Ini juga kecenderungan spesialisasi. Hal-hal tersebut merupakan tujuan jangka panjang dan hanya dapat dicapai dengan baik, apabila hubungan antara pemberi kerja dan penerima kerja bersifat jangka panjang, saling menguntungkan, saling percaya, dan saling mendukung. Hubungan seperti inilah yang disebut hubungan kemitraan bisnis atau partnership. Hubungan pemberi dan penerima pekerjaan yang terus menerus berganti tidak mungkin menghasilkan pemberian jasa yang optimal, karena hanya bersifat jangka pendek, bahkan mungkin sangat pendek. Seringkali apabila satu pekerjaan dioutsourcekan kepada pemberi jasa, semua karyawan yang bekerja di 33 perusahaan asal ikut dipindahkan juga ke perusahaan pemberi kerja tersebut. Halhal tersebutlah yang membedakan kontrak jasa biasa dengan outsourcing. C. TUJUAN STRATEGIS JANGKA PANJANG. Di atas disebutkan beberapa perbedaan pokok antara kontrak biaya dan outsourcing, yang umumnya menyangkut dua aspek yaitu tujuan strategis dan berjangka panjang. Oleh karena itu, ada baiknya kalau ditinjau sedikit mengenai hal-hal tersebut. Mempunyai tujuan strategis. Kata strategis selalu menunjuk pada hal-hal yang sangat penting, yang menyangkut hidup matinya dan berkembang tidaknya perusahaan. Ini berlainan dengan kata taktis yang hanya sekedar menunjuk pada hal-hal yang bersifat sementara. Oleh karena itu, maksud dari outsourcing mempunyai tujuan strategis ialah bahwa dengan melakukan outsourcing, perusahaan ingin meningkatkan kemampuannya berkompetisi, atau ingin meningkatkan atau sekurang-kurangnya mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Kompetisi antara perusahaan umunya menyangkut tiga hal yaitu : • • • harga produk, mutu produk, dan layanan. Hal-hal itulah yang menjadi maksud dan harapan utama dari suatu perusahaan dalam melakukan outsourcing. Diharapkan bahwa pemberi jasa memberikan kontribusi kepada perusahaan dalam menjaga dan memperoleh keunggulan kompetitif dalam tiga hal tersebut. Tujuan ini tidak atau kurang ditemukan dalam kontrak biasa, yang lebih bersifat taktis. Penyerahan pada pihak yang lebih profesional. Maksud dan tujuan strategis tersebut di atas hanya dapat diperoleh apabila memang dapat diberikan oleh pemberi jasa , yang lebih baik dari perusahaan sendiri. Oleh karena itu, kemampuan pemberi jasa dalam melaksanakan aktivitas yang diserahkan harus lebih baik dari kemampuan perusahaan sendiri, sebab apabila tidak demikian, tidak ada gunanya dilakukan outsourcing. Hal ini dimungkinkan karena berkembangnya spesialisasi, dimana setiap perusahaan pemberi jasa cenderung mengembangkan diri pada bidang tertentu yang merupakan bisni utama mereka yang dikembangkan menjadi kompetensi utama mereka. Pada merekalah outsourcing itu diserahkan, yaitu pada pemberi jasa sesuai dengan core competencenya. Di negara yang sudah maju, hampir semua jenis jasa ada pemberi jasa yang profesional. Memang di negara yang sedang berkembang, hal itu belum tentu ada. Oleh karena itu, pelaksanaan outsourcing di negara yang sedang berkembang memang masih terbatas bidangnya. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan besar dapat mencoba dengan melakukan trial and error, sebab harus ada yang berani dan mau memulai. Sebagai misal adalah tatkala pada tahun 1996 Pertamina mencoba mengoutsource pekerjaan refinery maintenance atau pemeliharaan kilang pada pihak ke tiga. Hal ini dilakukan Pertamina sebagai antisipasi perdagangan bebas negara Asean tahun 2003. Karena belum ada perusahaan dalam negeri yang sudah mampu memberikan 34 jasa tersebut, maka Pertamina menyerahkannya pada anak perusahaannya, yaitu PT Elnusa, dengan harapan bahwa sebagai anak perusahaan dapat melaksanakan halhal berikut ini : • • • • Melaksanakan tugas sesuai kehendak Pertamina. Dapat dikendalikan dengan aman. Mau menerima semua karyawan Pertamina yang tadinya bekerja di sektor pemeliharaan dan logistik. Dapat dikembangkan menjadi perusahaan yang profesional di bidang pemeliharaan kilang minyak. Dalam pelaksanannya, pekerjaan dilakukan perusahaan khusus yang dibentuk PT Elnusa untuk itu, ada ada konsentrasi penuh, dan menggunakan konsultan handal yang juga disetujui oleh Pertamina yaitu Fluor Daniel, perusahaan Amerika di bidang konstruksi dan pemeliharaan yang unggul. Tahun pertama diserahi tugas melakukan pemeliharaan untuk 3 kilang minyak yaitu Dumai, Balikpapan dan Kasim, dan karena dianggap berhasil maka tahun kedua semua kilang minyak Pertamina diserahkan pula pada PT Elnusa, yaitu kilang di Plaju/Sungaigerong, Pangkalan Brandan, Cilacap, dan Balongan. Bahwa pada pertengahan tahun ke dua mulai mengalami kesulitan, bukan karena konsep outsourcing itu sendiri, tetapi lebih karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia, dimana kurs US dollar terhadap rupiah pada bulan Februari tahun 1998 mencapai 6 kali lebih dari kurs pada Juli 1997, sesaat sebelum mulainya krisis. Berkonsentrasi pada core business. Motif dan perbedaan lain dari outsourcing adalah keinginan perusahaan untuk berkonsentrasi pada bisnis utama dan ini hanya dapat dilakukan apabila tidak diganggu dengan pemikiran dan kesibukan bisnis sampingan. Dengan berkonsentrasi pada bisnis utama, maka juga berarti berkonsentrasi untuk meningkatkan kompetensi utama, yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan daya saingnya. Apalagi di alam globalisasi, dimana persaingan tidak hanya makin luas, tetapi juga makin ketat. Hubungan bersifat jangka panjang. Agar maksud outsourcing dapat lebih tercapai, maka hubungan antara perusahaan dan pemberi jasa haruslah berjangka panjang, dimana diharapkan bahwa rekan pemberi jasa dapat menyesuaikan diri dengan keperluan perusahaan, yang mungkin sekali unik, karena setiap perusahaan adalah unik dan jasa yang diperlukan juga bersifat unik. Tidaklah mungkin bahwa jasa dapat diberikan dengan baik, apabila setiap kali berganti rekanan. Inilah bedanya pula dengan rekanan atau kontraktor biasa, misalnya pemberi jasa pembersih kantor, dimana setiap kali berganti tidak akan begitu berpengaruh pada jalannya operasi perusahaan. PT Caltex Pacific Indonesia misalnya, suatu perusahaan minyak dan gas bumi yang beroperasi di Riau daratan, sejak lama sudah mengoutsourcekan pekerjaan construction, engineering dan maintenance pada pihak ketiga. Karena peraturan negara setempat (Indonesia) dan untuk menjaga kinerja maka setiap kontrak berjangka lima tahun, dan setiap kali dilakukan tender di antara perusahaan pemberi jasa bidang tersebut. Mula-mula yang menang adalah Bechtel (perusahaan asing), setelah itu PT Petroseas (penanaman modal asing), selanjutnya PT RMI (tahun 1985-1993) dan yang 35 terakhir PT Tripatra Engineers & Contractor (periode I 1993-1998 dan periode II tahun 1998-2003) Refinery milik Exxon di kota Mobil di negara bagian Alabama di Amerika Serikat misalnya telah mengoutsourcekan maintenancenya kepada Fluor Daniel selama kurang lebih dua puluh tahun. Berkembang menjadi kemitraan bisnis. Hubungan jangka panjang dan kesadaran saling menguntungkan lama kelamaan akan berkembang menjadi kemitraan bisnis dalam arti yang lebih dalam, bukan sekedar basa basi saja. Hubungan jenis ini hanya dapat dicapai kalau ke dua belah pihak merasa saling memberikan keuntungan dan saling mendukung sehingga juga sama-sama sadar bahwa mempunyai tujuan yang sama, bukan tujuan yang berlainan atau bahkan saling bertentangan. Hal ini tidak dapat berkembang dalam waktu satu dua minggu, tetapi dalam waktu yang lama. Kemitraan bisnis akan menghasilkan keyakinan bahwa kedua belah pihak perlu terus menerus meningkatkan profesinya dan kinerjanya agar dapat saling mendukung dan menguntungkan. Transfer sumber tenaga kerja. Di atas telah disinggung, bahwa tidak jarang outsourcing suatu pekerjaan disertai dengan pemindahan karyawan yang tadinya mengerjakan pekerjaan tersebut di perusahaan asli ke perusahaan pemberi layanan. Apakah yang dipindah semua, apakah sebagian, apakah pemindahan melalui seleksi tertentu atau tidak, apakah gajinya sama atau berubah, apakah tadinya sebagai karyawan purna waktu lalu menjadi karyawan paro waktu adalah masalah teknis hubungan kerja. Ini memang dapat menyangkut hal etis apabila karyawan mendapatkan remunerasi dan kenyamanan kerja yang kurang. Hal ini akan disinggung di bab akhir, tatkala dibahas aspek etis dari outsourcing. Hal-hal semacam ini tidak terdapat dapat kontrak biasa. Tujuan berjangka panjang. Tujuan strategis selalu berjangka panjang, bukan untuk keperluan sesaat karena menjaga kehidupan organisasi dan mengusahaan pengembangan perusahaan adalah tujuan yang terus-menerus dan berjangka panjang bahkan sangat panjang. Oleh karena itu diperlukan pula rencana jangka panjang, dan rencana jangka panjang selalu perlu dilengkapi dengan rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek. Ini semua diperlukan dalam outsourcing, yang tidak diperlukan dalam kontrak biasa. D. SIFAT STRATEGIS OUTSOURCING. Pada mulanya keputusan untuk melakukan outsourcing memang hanya dalam rangka pemecahan masalah taktis belaka. Pada sejarahnya outsourcing tahap pertama digunakan untuk memecahkan masalah pembayaran gaji saja. Setelah itu digunakan untuk mendapatkan tenaga ahli. Dalam tahap ini kebutuhan taktis yang masih menguasai pemikiran itu. Tetapi tahap selanjutnya sudah mengenai masalah taktis dan strategis, dimana outsourcing digunakan untuk memecahkan masalah stagnasi proses, kemunduran produktivitas yang terus menerus, banyaknya karyawan kunci 36 yang meninggalkan perusahaan dan sebagainya, pokoknya hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidup perusahaan. Sifat strategis dari outsourcing makin menonjol karena menyangkut masalah yang sangat fundamental dari perusahaan, termasuk hal-hal berikut ini : • • • • • • Visi yang akan datang. Kemampuan utama sekarang dan yang akan datang. Struktur sekarang dan yang akan datang. Biaya sekarang dan yang akan datang. Kinerja sekarang dan yang akan datang. Keunggulan kompetitif sekarang dan yang akan datang. Pada tahun 1997, survei antar para CEO yang dilakukan oleh majalah Chief Executive dan Anderson Consulting, menggambarkan bahwa dari 382 responden yang menjawab pertanyaan pendekatan apakah yang mereka gunakan dalam outsourcing, jawabannya adalah sebagai berikut. Strategis Taktis Keduanya 50% 47% 3% Hasil survei ini cocok pula dengan survei yang dilakukan oleh KMPG atas para eksekutif senior di perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Dari 189 jawaban yang masuk, yang memberikan pendapat atas pertanyaan apakah outsourcing adalah suatu alat strategis, jawabannya adalah sebagai berikut ini. Sangat setuju Kurang lebih setuju Sub total strategis Kurang lebih tidak setuju Sangat tidak setuju Lain-lain Bukan strategis 29% 60% 89% 3% 1% 7% 11% Dahulu, outsourcing digunakan ketika perusahaan tidak dapat bekerja dengan baik, mungkin karena karyawannya kurang profesional, mungkin karena kesulitan sumber daya lain, karena kurangnya kapasitas, karena kegagalan teknologi dan sebagainya. Tetapi dalam perkembangannya seperti sekarang ini, outsourcing digunakan untuk melakukan restrukturisasi perusahaan yang justru masih sedang dalam keadaan baik. Makin banyak pimpinan perusahaan yang menyadari bahwa fokus utama ialah mengembangkan kompetensi utama perusahaan dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Semua hal lain yang mengganggu fokus tersebut, layak di outsourcekan. Disamping itu, ada perkembangan-perkembangan lain yang menyebabkan bahwa outsourcing disambut dengan antusias sebagai alat manajemen yang penting. Perkembangan-perkembangan itu adalah : 37 • • • • • • • Organisasi yang besar sudah tidak lagi merupakan keunggulan kompetitif. Pesaing yang kecil dan lincah sekarang ini mampu merubah industri dalam sekejab saja. Tekanan persaingan sekarang ini makin besar dalam perkembangan ekonomi dunia. Waktu siklus produk dan jasa makin cepat dan kompetisi berdasarkan waktu ini memerlukan tanggapan yang cepat. Kinerja, perkembangan, dan besar organisasi bukan lagi penentu utama dalam keuntungan di masa mendatang. Perbaikan yang besar dalam kinerja operasi dan keuangan sangat menentukan keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan untuk jangka waktu lama yang akan datang. Penyediaan tenaga ahli cukup banyak di pasaran sehingga mempekerjakan mereka secara penuh tidaklah perlu. E. OUTSOURCING DAN DOWNSIZING. Ada lagi dua istilah yang sering banyak digunakan akhir-akhir ini yang dikacaukan artinya, atau lebih tepat disamakan artinya, yaitu outsourcing dan downsizing. Meskipun secara sekilas, kelihatan dari luar sama, yaitu sama-sama mengurangi orang dalam suatu perusahaan tertentu, tetapi sebetulnya mempunyai arti yang lain sama sekali. Perbedaan-perbedaan antara ke dua istilah itu antara lain ialah : Downsizing : Outsourcing : 1. Pengurangan karyawan karena suatu alasan tertentu seperti berkurangnya penjualan/pesanan, kelesuan ekonomi, dan sebagainya. 1. Pemindahan pekerjaan beserta karya wan yang mengerjakan ke perusahaan lain. 2. Biasanya jumlah pengurangan dalam jumlah yang besar. 2. Jumlah pengurangan relatif sedikit. 3. Pengaruhnya pada karyawan drastis dan langsung. 3. Pengaruhnya kurang drastis karena hanya berubah pemberi kerja. 4. Mempengaruhi masyarakat dan sektor publik. 4. Umumnya tidak mempengaruhi masyarakat umum. 5. Aktivitas yang dikerjakan memang sungguh berkurang. 5. Aktivitas tetap ada hanya dikerjakan oleh perusahaan lain. 6. Menimbulkan pengangguran secara langsung. 6. Tidak menimbulkan pengangguran. 7. Anggaran perusahaan turun secara 7. Anggaran perusahaan tetap atau 38 drastis. turun sedikit. Kekacauan pengertian dengan menyamakan saja arti ke dua istilah tersebut memang dapat dimengerti karena memang dari luar kelihatannya hampir sama. Di atas disebutkan bahwa jumlah pengurangan jumlah karyawan dalam downsizing biasanya sangat besar, sedangkan pengurangan karyawan dalam outsourcing, kalau ada, hanya sedikit. Misalnya IBM mengurangi karyawannya (downsizing) dari 406.000 orang pada tahun 1987 menjadi 202.000 orang pada tahun 1995. General Electric mulai mengurangi karyawannya sejak awal 1980 yang berjumlah 402.000 orang menjadi hanya 300.000 orang saja. Sementara itu, jumlah karyawan pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1990an turun banyak sedangkan anggaran belanjanya relatif tetap sama. Ini disebabkan karena banyak pekerjaan yang tadinya dikerjakan sendiri, diserahkan kepada pihak ketiga (outsourcing). F. APAKAH OUTSOURCING HANYA MODE. Pertanyaan banyak orang ialah apakah outsourcing itu bukan hanya suatu mode saja dalam manajemen seperti yang lainnya, yang nanti toh akan hilang lagi ? Banyak yang mengatakan bahwa outsourcing tidak ada bedanya dengan model alat manajemen lainnya seperti benchmarking, reengineering, total quality management dan sebagainya, yang cepat terkenal dan sesudah itu cenderung ditinggalkan orang lagi ? Jawabannya sebetulnya mudah, yaitu kalau toh suatu mode alat manajemen, apa salahnya ? Sejarah manajemen memang mencatat banyak sekali penemuanpenemuan alat-alat baru yang terus menerus saling melengkapi dan diperbaharui, seperti : • • • • • • • Reverse engineering Total Quality Control Just-in-time management Management by objective Bechmarking Business Process Reengineering dan sebagainya. Alat-alat manajemen tersebut memang masing-masing mempunyai masa jayanya sendiri-sendiri untuk kemudian ditinggalkan lagi, meskipun tidak sepenuhnya benar, untuk diganti dan beralih pada penemuan lain yang lebih canggih dan lebih baru. Yang benar adalah tidak semua alat tersebut cocok untuk semua perusahaan, untuk semua situasi, atau untuk semua keperluan. Oleh karena itu selalu ada saja perusahaan yang mencoba salah satu darinya, ada yang meneruskan, ada yang meninggalkan, mencoba yang lain dan demikian seterusnya. Justru yang sering kali keliru ialah para manajer yang hanya secara latah mengadopsi suatu alat manajemen baru dengan anggapan bahwa alat tersebut akan mampu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi. Perlu diingat bahwa suatu alat manajemen diperlukan untuk mengatasi atau membantu mengatasi menghadapi suatu tantangan atau persoalan tertentu saja, dan tidak ada alat manajemen yang ampuh untuk mengatasi segala macam persoalan. 39 Demikian pula outsourcing hanyalah salah satu alat atau cara manajemen untuk membantu mengatasi persoalan seperti mengusahakan kinerja yang lebih efisien, memanfaatkan kemampuan kelas dunia, menghindari persoalan yang sulit diatasi dan sebagainya. BAB IV OPTIMALISASI OUTSOURCING DALAM KEMITRAAN BISNIS A. MENUJU BENTUK KEMITRAAN. Dalam perkembangan lebih lanjut, bentuk outsourcing yang banyak dipilih adalah kemitraan usaha bisnis, atau business partnership. Istilah kemitraan bisnis sering juga disebut strategic alliance atau strategic partnership, karena bagi banyak perusahaan, langkah tersebut bersifat strategis. Dan bentuk kemitraan ini yang dirasa paling cocok adalah berbentuk single source dan bukan multi source. Dalam lingkungan bisnis dewasa ini, satu fakta menjadi sangat jelas yaitu bahwa kemampuan untuk mendayagunakan, mengelola dan memelihara hubungan 40 kemitraan strategis makin lama makin penting untuk memenangkan persaingan. Namun seringkali hubungan tersebut dikelola secara coba-coba dahulu (trial and error). Seharusnya hubungan semacam itu harus didasarkan atas perencanaan yang matang sebelumnya. Keuntungan kemitraan tidak hanya perlu disadari dan difahami kegunaannya bagi perusahaan yang mengoutsource, tetapi juga perlu diyakini kegunaannya bagi perusahaan pemberi jasa. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan strategis yang jelas, yang oleh sementara perusahaan dibuat dalam bentuk manual. Strategi penjalinan hubungan ini sangat penting untuk memperoleh manfaat yang maksimal dalam upaya outsourcing, yaitu : Mengembangkan pendapatan Mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar Meningkatkan layanan para pelanggan Yang secara singkat dapat dikatakan menjadikan perusahaan lebih kompetitif dari sebelumnya. Dalam strategi ini, pertama-tama perlu dikenali dan kemudian ditentukan beberapa alternatif hubungan dengan mitra usaha yang paling menguntungkan kedua belah pihak. Strategi outsourcing yang baik tentunya harus sejalan dan sinkron dengan strategi utama (grand strategy) perusahaan dan secara langsung harus menunjang tujuan dan pencapaian arah perusahaan. Dalam strategi outsourcing ini, beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah antara lain : Mengenali proses yang dipertimbangkan untuk outsourcing. Menentukan bentuk hubungan yang paling sesuai. Hubungan kemitraan. Keuntungan hubungan kemitraan. B. MENGENALI PROCES YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN UNTUK OUTSOURCING. Pendekatan tradisional yang digunakan untuk menentukan outsourcing adalah fokus pada pertanyaan mengenai mana yang ‘core’ dan mana yang ‘non core’ business dimana untuk yang kedua ini dapat dilakukan outsourcing. Pendekatan ini dalam perkembangannya dirasa terlalu sederhana, oleh karena itu, untuk selanjutnya, untuk menentukan mana yang akan dioutsourcekan, disarankan untuk melihat secara lebih terbuka. Ternyata cukup banyak perusahaan yang berhasil dalam mengoutsourcekan aktivitas yang vital bagi pelaksanaan bisnis utamanya. Misalnya suatu bank mengoutsourcekan pemrosesan kartu-kreditnya kepada perusahaan pemberi jasa kredit (credit services organization). Kartu-Kredit adalah salah satu bisnis utama bank. Tetapi teknologi mutakhir dan harga juga sangat kristis dalam lingkungan yang berkopetisi ketat dan bank tersebut sekarang, setelah melakukan 41 outsourcing, dapat memanfaatkan kapasitas yang unggul melalui aliansi outsourcing. Sama halnya dengan suatu perusahaan telekomunikasi yang mengoutsourcekan sebagain besar dari kegiatan international telemarketingnya. Oleh karena itu, disamping pendekatan core dan non core business, perusahaan harus juga mempertimbangkan 2 jenis hubungan outsourcing, yaitu : Sharing core. dimana suatu perusahaan mengoutsourcekan kegiatan yang sangat vital bagi perusahaan tersebut dengan cara hubungan integrasi dalam intensitas tinggi dengan mitra outsourcing. Expanded core. dimana hubungan outsourcing dilakukan dengan cara membuat perusahaan khusus secara tersendiri bersama dalam bentuk joint venture. Tipe-tipe hubungan seperti diatas hampir selalu memerlukan kerja sama operasional yang sangat erat dan integratif dan memerlukan pula hubungan kemitraan yang betul-betul strategis dan berjangka panjang. Dalam hal ini memang sering kali perusahaan harus mempertimbangkan juga keamanan atau kerahasiaan perusahaan yang berhubungan dengan kemampuan bersaing dan perlindungan atas teknologi produknya. Tetapi hal ini tidak perlu terlalu dirisaukan sekali karena dapat dibuat suatu perjanjian legal yang mengatur dan mengikat hal tersebut. Lagi pula proteksi dapat diperoleh dari pengaturan seperti hak patent, copyright, persyaratan atau persetujuan non disclosure dan non-compete dan sebagainya. C. MENENTUKAN BENTUK HUBUNGAN YANG PALING SESUAI Bentuk- bentuk hubungan yang dimaksud di sini ialah hubungan antara perusahaan pemberi jasa dan perusahaan pengguna jasa. Bentuk-bentuk hubungan ini dapat bermacam-macam, seperti hubungan biasa, hubungan kemitraan, hubungan ventura bersama dan hubungan integrasi. Hubungan biasa. Hubungan yang paling umum dan sederhana adalah hubungan sebagaimana layaknya hubungan antara dua perusahaan, yang satu memerlukan dan menggunakan jasa dan satu lagi memberikan atau menyediakan jasa. Hubungan ini dijalin dalam suatu perjanjian atau persetujuan, baik lisan maupun tertulis, tergantung cakupan perjanjian. Perjanjian tertulis atau kontrak berisikan semua kebutuhan, kewajiban dan tanggung-jawab masing-masing pihak bersama dengan sejumlah persyaratan yang terkait. Hubungan ini dapat berjangka waktu pendek (satu tahun atau kurang), berjangka waktu sedang (satu sampai tiga atau lima tahun), dan berjangka waktu panjang (di atas tiga atau lima tahun). 42 Hubungan kemitraan. Hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dapat berkembang menjadi suatu hubungan kemitraan dan hubungan kemitraan dapat berkembang menjadi alisasi strategis. Namun tidak berarti bahwa hubungan jangka panjang selalu berakhir dengan kemitraan. Hubungan kemitraan lebih dari sekedar hubungan jangka panjang, tetapi hubungan atas dasar kesadaran penuh bahwa ke dua belah bekerja sama dalam suatu misi bersama. Mengenai kemitraan ini akan diuraikan lebih lanjut di belakang. Hubungan ventura bersama. Hubungan bentuk ini ialah suatu hubungan yang berkembang menjadi pembuatan perusahaan patungan (joint venture), dimana perusahaan dimiliki oleh dua pihak yang berhubungan. Hubungan semacam ini ingin mengikat lebih erat lagi antara yang semula pencari jasa dan pemberi jasa, sehingga lebih menjamin kedua belah pihak untuk berusaha lebih keras untuk memuluskan kerja sama semula. Jadi disini akan tejadi semacam hubungan segi tiga, antara perusahaan pencari jasa, perusahaan pemberi jasa, dan perusahaan patungan yang melaksanakan pemberian jasa tersebut. Dalam pengertian ventura ini, porsi saham perusahaan patungan tidak harus dibagi sama yaitu 50%-50%, tetapi sesuai dengan kemauan ke dua belah pihak. Yang penting ada suatu ikatan tertentu antara kedua belah pihak yang bekerja sama. Ini bentuk hubungan kerja yang lebih maju lagi daripada bentuk kemitraan. Hubungan integrasi. Hubungan integrasi pada hakekatnya ialah hubungan dalam satu perusahaan, karena hakekat integrasi ialah penggabungan beberapa perusahaan, dalam hal ini perusahaan penerima jasa dan perusuhaan pemberi jasa, dalam satu kepemilikan. Jadi ini merupakan hubungan yang paling erat, karena sudah merupakan hubungan antara dua bagian dalam satu perusahaan. Dengan demikian sebenarnya sudah di luar pembicaraan disini karena sudah bukan merupakan hubungan antara dua perusahaan, tetapi sudah dalam satu perusahaan. D. HUBUNGAN KEMITRAAN. Kemitraan pembeli-penjual atau supplier-buyer partnership adalah istilah yang banyak digunakan tetapi sekaligus juga banyak disalah artikan. Apabila dilakukan dengan baik dan berhasil, maka banyak keuntungan yang didapat dalam perusahaan, terutama dalam peningkatan efisiensi (mengurangi cost), peningkatan mutu dan peningkatan speed (delivery time). Sebagai contoh, suatu pabrik pembuatan alat berat setiap kali harus mengebor peralatan yang memakan biaya dan waktu. Hal ini terjadi bertahun-tahun tanpa ada yang sadar bahwa sebetulnya hal tersebut dapat dihindari. Pemasok yang mengetahui hal tersebut, menawarkan suatu cetak-biru (blue print) baru, yang menjanjikan menyediakan peralatan yang sama, yang sudah diberi lubang sehingga pabrik tidak harus setiap kali melakukan pekerjaan pemboran metal yang makan waktu dan biaya. Akhirnya usul ini dipelajari dan diterima dan akhirnya membuahkan penurunan yang cukup berarti dalam biaya produksi alat berat pabrik tersebut. Ini hanyalah sebuah contoh bagaimana pemasok dapat membantu menurunkan biaya produksi dengan menawarkan barang dengan spesifikasi yang lebih tepat dan lebih bermutu. Langkah-langkah tersebut 43 merupakan awal bagaimana Anda dapat mengembangkan hubungan yang lebih erat dan berjangka panjang dengan para pemasok yang akan menguntungkan kedua belah pihak sehingga terbentuk kerja sama kemitraan. Kemitraan jenis ini atau sering kali disebut sebagai aliansi strategis (strategic alliance) adalah hubungan yang saling menguntungkan antara pembeli dan pemasok dimana dua belah pihak memahami kepentingan dan kemampuan masing-masing, dan membentuk suatu kerja sama yang memuaskan kedua belah pihak. Itu tadi adalah suatu definisi yang memang indah diucapkan, namun dalam kenyataannya ada begitu banyak variasi yang dijumpai dan begitu banyak ragam kesuksesan atau kegagalan yang dicapai. Untuk mengembangkan hubungan baru antara pembeli dan penjual tersebut, ada beberapa prinsip atau semangat yang perlu dipegang dan diusahakan secara terus menerus, sebagai pengembangan dari jenis-jenis hubungan pembeli-penjualyang telah disinggung di depan, yaitu harus ada : common goal. mutual benefit. mutual trust. transparent. long term relationship. continuous improvement in price/cost and quality. Mempunyai tujuan yang sama (Common goal). Pengertian-pengertian yang terkandung dalam prinsip atau semangat pertama ini antara lain ialah : • Tujuan dari semua perusahaan sebetulnya sama, yaitu dapat hidup dan berkembang (survive and growth) • Untuk itu harus terus menerus menghasilkan barang/jasa yang bermutu dengan harga yang layak, sehingga laku terjual di pasaran dengan imbalan keuntungan tertentu. • Pembeli dan penjual harus melihat dua hal tersebut sebagai tujuan yang sama. • Kesalahan umum adalah bahwa banyak yang menganggap ‘keuntungan’ merupakan tujuan utama perusahaan. Perusahaan yang dapat mempertahankan hidup dan berkembang dengan sendirinya tentu menghasilkan keuntungan yang layak, tetapi sebaliknya perusahaan yang memperoleh keuntungan di tahun-tahun tertentu saja belum temtu sanggup mempertahankan hidup untuk jangka waktu yang panjang. Saling menguntungkan (Mutual benefit) Hal-hal yang termasuk dalam pengertian ini, yang tidak hanya merupakan semangat yang harus dijaga, tetapi juga pertama-tama harus ditumbuhkan dan diusahakan, ialah : • Dua pihak harus sadar, bahwa dalam setiap membicarakan atau melakukan negosiasi, harus menghasilkan sesuatu yang dapat saling menguntungkan ke dua belah pihak (win win), dan tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak saja dan merugikan pihak yang lain. 44 • • • Kalau ini terjadi, maka hubungan tidak akan lama dan kemitraan akan gagal. Saling menguntungkan adalah movitasi yang sangat kuat bahkan mungkin yang terkuat bagi ke dua belah pihak untuk melakukan dan melanjutkan kemitraan. Oleh karena itu , tidak ada satu pihakpun yang boleh merasa berada di atas pihak lain dan dapat mendiktekan kehendaknya pada pihak lain. Semua harus merasa dan diperlakukan sejajar. Saling mempercayai (Mutual trust) Pengertian ini perlu penjelasan lebih lanjut, karena sering kali disalah artikan. Beberapa penjelasan yang dimaksud antara lain ialah : • Untuk mencapai prinsip ke dua tersebut, yaitu mutual benefit diperlukan sikap saling percaya dan terbuka. • Saling percaya di sini termasuk dalam perhitungan biaya produksi dan harga barang/jasa yang dihasilkan. Kedua belah pihak dapat saling memberikan nasehat atau pendapat untuk melakukan efisiensi atau penurunan biaya tertentu. • Dengan adanya saling percaya ini, tidak berarti tidak ada lagi negosiasi. Negosiasi tetap dapat dan sering kali harus dilakukan, namun perundingan atau negosiasi dalam kemitraan penuh sudah hampir sama dengan perundingan antar bagian dalam suatu perusahaan saja. • Saling percaya tidak hanya pada kejujuran dan itikad baik masing-masing, tetapi juga pada kapabilitas masing-masing untuk memenuhi perjanjian dan kesepakatan bersama misalnya dalam ketepatan waktu pembayaran, waktu penyerahan, mutu barang dan sebagainya. • Kalau mutual benefit dapat disebut sebagai movitasi utama dalam membangun kemitraan, maka ‘saling mempercayai’ merupakan bahan utama untuk membangun kemitraan yang berjangka panjang. ‘Saling mempercayai’ tidak hanya harus dibangun tahap demi tahap tetapi harus terbukti dan dapat bertahan dalam jangka panjang. Bersifat terbuka (Transparent) Semangat yang sangat relevan dengan semangaat-semangat di atas ialah ‘bersifat terbuka’. • Untuk itu memang dalam batas-batas tertentu yang cukup luas pula, data dari ke dua belah pihak dapat dilihat oleh pihak lain. Termasuk di sini ialah data perhitungan harga dan sejenis itu. • Tentu saja ke dua belah pihak terikat secara legal maupun moral untuk merahasiakan data-data tertentu yang memang harus dirahasiakan. • Transparansi dapat meningkatkan saling mempercayai dan sebaliknya pula saling mempercayai memerlukan saling keterbukaan. Mempunyai hubungan jangka panjang (long term relationship) Dua pihak yang merasa saling percaya, saling menguntungkan dan mempunyai kepentingan yang sama, cenderung akan bekerja sama dalam waktu yang panjang, tidak hanya 5 atau 10 tahun, tetapi sering kali lebih dari 20 tahun. • Hubungan jangka panjang juga memungkinkan pihak rekanan penjual untuk mau, berani dan mampu melakukan investasi yang besar untuk keperluan R&D untuk meningkatkan mutu produknya. 45 • Ini pada gilirannya juga akan menguntungkan penjual dan hal ini tidak mungkin dilakukan apabila hubungan hanya berjangka pendek. Terus menerus melakukan perbaikan dalam mutu dan harga/biaya (continuous improvement in quality and cost) Salah satu prinsip yang penting dalam kemitraan adalah bahwa ke dua belah pihak harus senantiasa terus menerus meningkatkan mutu barang atau jasa serta efisiensi atau biaya atau harga barang/jasa dimaksud. • Dengan demikian, perusahaan dapat bertahan dalam kompetisi global yang makin lama makin ketat. • Ketahanan dalam kompetisi menyebabkan perusahaan dapat tetap bertahan hidup dan dapat berkembang dan ini akan menguntungkan pihak yang lain juga. • Jadi perbaikan terus-menerus dalam mutu dan harga barang merupakan kepentingan ke dua belah pihak. E. KEUNTUNGAN HUBUNGAN KEMITRAAN. Sebelum mencantumkan apa saja keuntungan dalam hubungan kemitraan atau aliansi tersebut, ada baiknya menganalisis apa kerugian dari pendekatan lama, sebagai berikut ini : • • • • • • • • • Dalam pendekatan lama, setiap menghendaki beli barang harus melakukan tender, sehingga makan waktu, biaya dan tenaga karena biasanya prosedurnya cukup panjang. Pemasok, karena mengetahui hanya berhubungan dalam jangka pendek, cenderung menginginkan memperoleh keuntungan banyak karena kesempatan mungkin hanya kali itu saja (kecenderung hit and run). Volume discount tidak atau kurang dapat diberikan oleh penjual karena pembelian relatif dalam jumlah yang lebih kecil, karena untuk satu keperluan saja. Waktu penyerahan sering kali tidak atau kurang dapat dihandalkan dan juga memerlukan pengawasan yang ketat. Pengawasan ini biasanya tergantung dan dilakukan oleh pihak pembeli. Menambah biaya pengawasan mutu berupa kunjungan ke pabrik-pabrik rekanan penjual, inspeksi dan sebagainya. Ini juga merupakan kewajiban pihak pembeli. Lead time atau purchasing time lebih lama, karena setiap kali melakukan pembelian harus memulai proses atau prosedur sejak awal. Karena barang yang dibeli diperoleh dari beberapa atau banyak sumber yang berbeda, sering kali kualitas barang tidak seragam, meskipun mungkin sudah ada standardisasi barang. Rekanan penjual atau pemasok tidak terdorong untuk memperbaiki mutu barang yang dijual sesuai dengan kebutuhan tertentu dari pembeli, karena sifat hubungan yang jangka pendek tersebut. Untuk product quality improvement, perusahaan pembeli harus mengadakan riset sendiri, bahkan mungkin memerlukan mendirikan bagian R&D secara khusus. Ini meningkatkan biaya investasi dalam perlengkapan, SDM dan biaya operasi. 46 • • • • Sistem JIT delivery kurang dapat diterapkan dalam sistem ini, karena persyaratan JIT purchasing adalah antara lain pemasok yang sangat handal, penyerahan pengawasan harga pada pemasok dan sebagainya. Informasi rahasia perusahaan, kalau ada, terpaksa harus diberikan pada banyak pihak, karena banyak pihak yang berhubungan, sehingga menambah risiko kebocoran. Secara keseluruhan, bentuk hubungan lama ini menimbulkan biaya total yang lebih besar. Dan sebagainya. Bentuk lama tersebut bertumpu pada hubungan multisupplier dan bukan single supplier, sedangkan kemitraan bertumpu pada hubungan single supplier. Sebaliknya dari kekurangan-kekurangan pada pendekatan lama tersebut , pendekatan kemitraan akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan kelemahan-kelemahan tersebut, sehingga hal-hal sebagai berikut dapat dicapai : • • • • • • • • • • Proses pembelian barang dapat lebih cepat dilakukan sehingga waktu pembelian dan lead time dapat lebih pendek. Dapat diperoleh diskon volume lebih besar. Waktu penyerahan terjamin dan pengawasan tidak perlu dilakukan secara ketat pesanan per pesanan. Sistem JIT delivery atau JIT production dapat lebih mungkin dilakukan dengan baik. Mutu barang terjamin seragam. Rekanan penjual dan pembeli dapat merencanakan terus menerus perbaikan mutu barang dan efisiensi biaya sehingga harga juga dapat diturunkan. Fasilitas rekanan penjual dapat dijadikan R&D pembeli, sehingga pembeli tidak perlu membuat bagian R&D sendiri. Informasi rahasia dapat dibatasai hanya diberikan pada rekanan mitra satu atau beberapa saja dan yang dapat dipercaya. Pada akhirnya, biaya pembelian keseluruhan dalam sistem baru ini akan lebih kecil dibandingkan dengan sistem lama. Dan sebagainya. Pertanyaan yang umum diajukan sehubungan dengan pendekatan di atas ialah apakah prinsip single supplier tidak menyebabkan keadaan monopoli yang akan sangat merugikan pembeli. Untuk menjelaskan hal ini perlu dibedakan terlebih dahulu antara pengertian single supplier (pemasok yang hanya satu) dan sole supplier (satu-satunya pemasok yang ada). Sole supplier ialah keadaan dimana memang hanya ada satu pemasok di negara yang bersangkutan, sehingga pembeli tidak ada jalan lain, mau tidak mau, harus berhubungan dengan pemasok yang hanya satu itu. Dalam konsep single supplier, sebetulnya banyak tersedia pemasok di pasaran, namun dengan sengaja dan dengan melalui cara pemilihan atau seleksi tertentu, dipilih satu pemasok saja untuk satu jenis barang, dan diikat dalam suatu perjanjian yang disetujui ke dua belah pihak. Dengan demikian, keadaan monopoli dalam arti harga dan persyaratan lain hanya ditentukan oleh pemasok, tidak terjadi, karena mengenai harga, pengendalian harga dan persyaratan lain, dirundingkan dan disepakati oleh ke dua belah pihak. 47 Dalam hal pendekatan atau konsep single supplier ini, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini : • • • • Hanya berlaku untuk barang-barang strategis saja. Satu pemasok untuk satu jenis barang strategis tersebut. Bukan dimaksudkan bahwa untuk semua jenis dan semua jumlah keperluan barang, dipasok hanya oleh satu pemasok saja. Pemilihan pemasok yang satu itu melalui suatu proses seleksi yang transparan dan ketat sebelumnya. Satu hal lagi yang perlu disinggung disini, yang mungkin merupakan kendala dalam melakukan kemitraan dengan single supplier, yaitu pendapat dan pembenaran dari pihak auditor, baik auditor dalam maupun auditor luar. Memang belum semua auditor dapat memahami pendekatan ini, terutama bagi auditor yang bekerja di perusahaan milik negara atau di negara-negara yang sedang berkembang. Sering kali istilah ‘kemitraan pembeli-penjual’ itu saja merupakan istilah yang alergis di telinga mereka. Namun yang perlu dijelaskan dan dikembangkan dalam konsep ini ialah kemitraan antara perusahaan penjual dan perusahaan pembeli, jadi bukan antara individu atau petugas penjual dengan individu atau petugas pembeli. Hal ini mengandung perbedaan yang besar sekali. Kemitraan antara perusahaan penjual dan perusahaan pembeli mengandung tujuan makna yaitu untuk kepentingan dan keuntungan ke dua perusahaan, jadi tidak menyalahi kepentingan perusahaan dan ketentuan audit. F. MEMPERSIAPKAN SUMBER DAYA MANUSIA. Untuk melakukan konsep kemitraan pembeli-penjual, perlu juga persiapanpersiapan tertentu untuk sumber daya manusia yang terkait, baik persiapan teknis, ketrampilan maupun mental. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan adalah antara lain : Perubahan mental Pengertian mengenai kemitraan Ketrampilan melakukan negosiasi Ketrampilan komunikasi Ketrampilan melakukan presentasi Ketrampilan kerjasama Pendelegasian wewenang Perubahan mental. Mempunyai mitra-kerja dan bekerja serta bersikap sebagai mitra tidak dengan sendirinya gampang, apalagi kalau ini suatu langkah baru, pendekatan baru dan metoda baru. Mitra berarti kawan-sejajar jadi harus diperlakukan juga sebagai sejajar. Bagi perusahaan yang sudah lama mempunyai pandangan bahwa pemasok adalah lawan, pihak yang tidak sejajar, sebagai pihak yang harus ikut saja, sebagai pihak yang patut dicurigai dan sebagainya, maka perlu waktu, perlu kesadaran, persiapan dan perubahan mental yang cukup berat dan tidak gampang. Ingat bahwa prinsip atau semangat kemitraan adalah : 48 sadar akan tujuan yang sama, saling menguntungkan, saling mempercayai, transparan, hubungan jangka panjang, perbaikan terus menerus dalam mutu dan harga. Prinsip-prinsip atau semangat tersebut tidak dapat dicapai dan dibangun dalam waktu yang singkat tetapi dalam waktu yang lama dan memerlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan mental. Pengertian mengenai kemitraan. Pengertian mengenai hal ini harus betul-betul dimengerti, agar semua pihak yang terkait mempunyai persepsi dan sikap yang sama. Hal-hal yang perlu diketahui adalah antara lain : Apa yang dimaksud dengan konsep kemitraan ? Siapa yang disebut mitra ? Apa beda dengan pengertian hubungan dengan pemasok lainnya ? Apa prinsip-prinsip kemitraan ? Mengapa dilakukan kemitraan ? Apa keuntungan-keuntungannya ? Apa konsekuensi-konsekuensinya ? Siapa bertanggung jawab mengenai apa dalam proses kemitraan ? dan sebagainya. Ketrampilan melakukan negosiasi. Mereka yang akan melakukan negosiasi, apakah negosiasi awal atau negosiasinegosiasi selanjutnya perlu dipersiapkan dalam beberapa hal penting mengenai negosiasi, misalnya : Apa maksud negosiasi ? Ketrampilan apa yang dibutuhkan ? Persiapan apa yang dibutuhkan ? Bagaimana merumuskan tujuan dan mengawasi jalannya negosiasi ? Bagaimana langkah-langkah dan proses negosiasi ? Apa beda negosiasi dengan calon mitra, mitra atau pemasok biasa ? Bagaimana bernegosiasi dengan mitra dengan budaya asing ? Bagaimana menyiapkan negosiasi dengan bahasa asing ? dan sebagainya. Ketrampilan berkomunikasi. Komunikasi adalah ketrampilan yang sangat dan selalu diperlukan dalam hampir setiap bentuk kegiatan bisnis. Dalam hubungan dengan kemitraan beberapa aspek negosiasi yang perlu dipersiapkan antara lain ialah : Beberapa bentuk komunikasi yang efektif. Beberapa contoh komunikasi yang tidak efektif. Komunikasi dalam negosiasi. 49 Komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi formal dan non formal. Komunikasi dengan mitra. dan sebagainya. Ketrampilan melakukan presentasi. Presentasi adalah salah satu bentuk komunikasi yang khas yang digunakan untuk menjual suatu ide tertentu di depan pendengar. Hal ini perlu diketahui dan dilatih bagi mereka yang sering menggunakannya agar berhasil. Hal-hal yang perlu dipelajari dan dilatih antara lain adalah : Cara dan teknik presentasi yang baik. Persiapan mental menghadapi presentasi Persiapan pembuatan bahan presentasi. Mengenal peserta (audience). Teknik mempengaruhi orang. Memilih dan menggunakan alat peraga yang efektif. Mengetahui dan melatih mutu suara. Cara menghilangkan dan mengatasi ‘demam panggung’. Menghadapi peserta yang ‘sulit’. dan sebagainya. Ketrampilan kerjasama. Ketrampilan kerjasama yang dimaksud disini tidak saja untuk melakukan pekerjaan semasa periode kemitraan nanti, tetapi sudah sejak dilakukan negosiasi, karena negosiasi umumnya dilakukan antara dua tim yaitu tim perusahaan pengguna jasa dan tim dari perusahaan pemberi jasa yang masing-masing terdiri dari wakil-wakil dari berbagai organisasi seperti keuangan, sales, hukum, pembelian, produksi, distribusi, manajemen senior, pengawas dan sebagainya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan tim yang efektif antara lain adalah : Usahakan semua anggota tim mengerti maksud, prinsip dan keuntungan kemitraan. Semua anggota tim harus sudah mengetahui bahwa langkah kemitraan sudah menjadi keputusan manajemen. Masing-masing memberikan kontribusi untuk menunjang agar kemitraan berhasil, bukan mencari cara-cara menyabot keberhasilannya. Kalau ada perbedaan atau kekurang jelasan, selesaikan secara intern terlebih dahulu sebelum menghadapi orang luar. Mendelegasikan wewenang. Apabila bukan manajemen tertinggi yang memimpin tim yang memulai kemitraan ini, atau melakukan negosiasi, maka diperlukan delegasi wewenang yang jelas dan cukup dari pucuk pimpinan agar tidak ada keragu-raguan dari semua pihak terkait. Kewenangan ini termasuk kewenangan untuk memutuskan sesuatu dalam negosiasi, membuat komitmen, menolak tawaran pemasok yang dianggap tidak cocok dengan program kemitraan dan sebagainya, pokoknya segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Tentu saja apabila muncul masalah baru yang sangat prinsip sekali yang dapat mengikat perusahaan dalam hal besar, perlu 50 konsultasi terlebih dahulu dengan pucuk pimpinan perusahaan sebelum melakukan komitmen apa-apa. 51 BAB V OUTSOURCING DALAM BERBAGAI AKTIVITAS PERUSAHAAN A. DI BIDANG LOGISTIK. Bidang logistik termasuk salah satu potensi utama kegiatan untuk outsourcing, karena dalam perusahaan manufaktur, biasanya biaya untuk logistik merupakan porsi terbesar dalam anggaran perusahaan, sehingga di situ terletak juga potensi utama penghematan. Disamping itu pada umumnya tugas logistik dalam suatu perusahaan bukanlah termasuk bisnis utama , maka tentu saja dapat dioutsourcekan. Untuk memahami lebih lanjut mengenai hal ini, dapat dilakukan dengan mempelajari proses atau langkah yang perlu dilakukan untuk mengelola outsourcing ini di bidang logistik, mulai dari keputusan untuk outsourcing sampai dengan mengawasinya, dapat dikemukakan sebagai berikut : Pembuatan keputusan untuk outsourcing Pengembangan strategi dan pendekatan untuk outsourcing Seleksi service provider Penyusunan kontrak dengan service provider Penunjukan pengawas pihak ketiga Monitoring dan pengukuran kinerja Pemeliharaan hubungan yang produktif Analisis keuntungan bisnis dari outsourcing Secara singkat, hal-hal di atas akan dibahas sebagai berikut ini : 1. Pembuatan keputusan untuk outsourcing. Para periset dari University of Maryland Supply Chain Management Center melakukan survei terhadap kurang lebih 11.500 Logistics Manager di seluruh Amerika untuk mengidentifikasikan outsourcing di bidang logistik. Disamping itu dilakukan juga wawancara secara intensif dan mendalam terhadap 17 manajer dari berbagai perusahaan yang telah melakukan outsourcing di bidang logistik ini. Tujuan wawancara ini adalah untuk melakukan validasi terhadap hasil survei tersebut. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil survei dan wawancara tersebut adalah sebagai berikut : Alasan utama yang mendorong mereka melakukan outsourcing adalah penghematan biaya (41%) Alasan ke dua yang diberikan adalah bahwa karena tugas logistik adalah bukan bisnis utamanya (26,5%) Sebagian besar berpendapat bahwa yang paling mampu mengadakan perbandingan biaya maupun perbandingan proses antara yang dilakukan sendiri dan outsource adalah karyawan perusahaan sendiri, baru sesudah itu konsultan dan paling akhir adalah pihak ke tiga. 2. Pengembangan strategi dan pendekatan untuk outsourcing. 52 Bagaimana strategi dan pendekatan yang dilakukan untuk melakukan outsourcing inipun merupakan salah satu topik yang dicoba digali dari survei dan wawancara yang telah disebutkan di atas. Sebagai hasilnya, dapat dikemukakan disini : Sebagian tidak atau belum melakukan outsourcing di bidang logistik mereka (19% dari responden) Sebagian melakukan outsourcing secara bertahap (23,5 % satu per satu fungsi tiap tahap, 19,9% melakukan dua fungsi tiap tahap) Sebagian melakukan dua atau tiga fungsi dan selanjutnya langsung seluruh fungsi logistik dioutsourcekan untuk memperoleh keuntungan segera. Langsung melakukan outsourcing untuk seluruh fungsi logistik (9,9% dari responden) berdasarkan penilaian bahwa sekaligus melakukan outsourcing akan memperoleh keuntungan secara optimal. Sebagian sudah pernah melakukan outsourcing, tetapi memutuskan untuk tidak melakukan outsourcing lagi karena berbagai alasan (4.1%) Dari survei ini, aktivitas-aktivitas logistik yang dioutsourcekan, disusun menurut urutan yang paling banyak adalah : Freight payment and auditing Warehousing and operations Carrier selection and rate negotiation Information system Shipment planning Fleet management Packaging Product return Order processing and fulfillment All supply chain function Inventory management 3. Seleksi service provider. Bagaimana cara mencari pemberi jasa yang kelak akan dijadikan mitra outsourcing ? Dari survei yang sama dapat diketahui bahwa ada beberapa cara yang dapat ditempuh, dan dibawah ini cara-cara tersebut disusun menurut urutan yang dianggap paling efektif. Angka di belakang menunjukkan prosentase responden yang menganggap bahwa hal tersebut paling efektif : Melalui riset sendiri – 49,4% Melalui jaringan profesional – 27,3% Melalui perusahaan konsultan – 6,5% Melalui asosiasi dagang – 5,2% Melalui konferensi – 4,0% Melalui artikel jurnal dagang – 2,7% Melalui iklan rekanan – 1,5% Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa memilih calon mitra outsourcing dengan melakukan riset sendiri lebih efektif dari semua cara yang dikenal, dan yang dinilai 53 paling tidak efektif adalah melalui iklan rekanan. Untuk itu diperlukan beberapa kriteria yang diperlukan untuk menilai calon mitra outsourcing tersebut. Kriteriakriteria tersebut, yang disusun menurut urutan yang dianggap paling penting adalah sebagai berikut. Angka di belakang menunjukkan prosentase dari responden yang menganggap hal tersebut merupakan pilihan nomer satu : Harga atau biaya yang ditawarkan – 31,3% Kemampuan untuk melayani pelanggan – 14,7% Stabilitas keuangannya – 12,4% Kesamaan dengan budaya dan filosofi perusahaan – 9,2% Kreativitas untuk memecahkan masalah – 9,0% Reputasi secara umum – 8,2% Sistim informasi dan kemampuan teknologi yang dimiliki – 6,0% Aset yang dimiliki – 2,7% Cakupan internasionalnya – 1,7% Reputasi untuk melakukan perbaikan secara terus menerus – 1,2% Besarnya perusahaan – 1,0% Kebijakan SDMnya – 1,0% Pengalaman hubungan dengan perusahaan – 0,5% 4. Penyusunan kontrak dengan service provider. Apa saja yang harus dicantumkan dalam kontrak antara perusahaan dan pemberi jasa tersebut sebagai persyaratan atau kesepakatan dalam rangka outsourcing ? Mana saja dari persyaratan-persyaratan itu yang paling penting ? Di bawah ini dicantumkan hal-hal yang harus dicantumkan dalam kontrak, disusun menurut urutan yang dianggap paling penting. Angka di belakang menunjukkan, berapa persen responden yang menganggap bahwa hal tersebut merupakan pilihan atau ranking pertama dalam pemilihan : Biaya layanan – 37,1% Penjelasan tentang kewajiban – 23,1% Target kinerja - 16,0% Jangka waktu perjanjian – 6,1% Pembagian keuntungan – 4,2% Jaminan dan tanggung jawab – 3,4% Cara pembayaran – 3,4% Sanksi atas ketidak mampuan melakukan persyaratan perjanjian – 2,2% Kepemilikan teknolologi/intelektual – 2,2% Klausul mengenai pemberhentian kontrak – 0,7% Cara menyelesaian perselisihan – 0,7% Ketenaga kerjaan – 0,7% Dari daftar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dianggap paling penting dari semua itu, disamping biaya layanan yang diperoleh dan penjelasan tentang kewajiban masing-masing, juga bagaimana mitra kerja outsourcing tersebut dapat diawasi dengan baik, yaitu dengan mencantumkan target kinerja dalam kontrak. 5. Penunjukan pengawas pihak ketiga. 54 Dalam hubungan ini, pertanyaan yang penting lagi yang perlu diajukan adalah siapa yang paling efektif mengawasi pelaksaaan outsourcing ini ? Di bawah ini diberikan hasil dari survei diatas yang di susun menurut urutan pilihan dan angka di belakangnya menunjukkan prosentase dari responden yang menganggap bahwa bagian yang disebutkan tersebut merupakan pilihan pertama yang paling efektif. Kepala Logistik – 51,5% Tim terdiri dari wakil berbagai fungsi dari Kantor Pusat dan Strategic Business Unit (SBU) – 12,1% Tim terdiri dari wakil berbagai fungsi dari Kantor Pusat – 11,9% Tim terdiri dari wakil berbagai fungsi tingkat SBU – 10,6% Eksekutif senior – 7,6% Konsultan luar – 1,0% Agaknya dari hasil survei di atas, yang dianggap paling baik melakukan pengawasan adalah kepala dari fungsi atau aktivitas yang dioutsourcekan. 6. Monitoring dan pengukuran kinerja. Sesudah menentukan siapa sebaiknya yang melakukan pengawasan, maka perlu ditentukan metoda apa saja yang digunakan untuk melakukan pengawasan ini. Ada beberapa metoda yang dapat dipilih dan urutan pilihan yang dapat disimpulkan dari survei adalah seperti daftar berikut ini. Angka di belakang menunjukkan prosentase responden yang memilih metoda tersebut sebagai pilihan pertama yang dianggap paling efektif. Tolok ukur kinerja – 54,9% Pertemuan bersama yang dilakukan secara berkala – 24,1% Kebebasan meneliti catatan pemberi jasa – 9,1% Survei kepuasan pelanggan – 8,4% Pemeriksaan dan audit oleh konsultan luar – 2,2% Apa yang dicantumkan di atas sekedar urutan pilihan para responden. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang menggunakan dua atau tiga metoda misalnya pilihan pertama, kedua dan ketiga dilakukan sekaligus untuk memperoleh hasil yang optimal. 7. Pemeliharan hubungan yang produktif. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan outsourcing adalah menjaga agar hubungan antara perusahaan dan mitra outsourcing menjadi makin produktif dan tetap produktif. Untuk itu disamping diperlukan pengawasan yang sudah disinggung di atas, diperlukan juga suatu pembinaan terus menerus dan tidak dapat dilepas begitu saja. Disamping keunggulan potensial yang dapat diharapkan dari outsourcing ini, beberapa kesulitan ataupun tantangan sering dijumpai, antara lain dapat disampaikan sebagai berikut : Learning curve yang panjang Sikap agak menyepelekan. Kebanyakan pekerjaan. Sistem informasi yang kurang memadai 55 Dan sebagainya Hal-hal tersebut sering kali belum dapat dideteksi pada waktu dilakukan seleksi untuk memilih pemberi jasa dan baru dapat diketahui sesudah beberapa waktu lamanya kontrak berjalan. Oleh karena itu hal-hal seperti ini harus diantisipasi sebelumnya dan langkah-langkah pembinaan dan pengamanan perlu dipersiapkan sebelumnya. 8. Evaluasi keuntungan bisnis dari outsourcing. Sebetulnya langkah ini adalah kelanjutan atau pelengkap dari langkah ke-6 yaitu monitoring dan mengukur kinerja outsourcing. Dengan melakukan pengukuran secara kuantitatif, maka dapat disimpulkan atau dievaluasi keuntungan bisnis apa yang diperoleh, apa positif ataukah negatif. Misalnya dari langkah 6 tadi tercatat hal-hal sebagai berikut : Utilisasi tempat penyimpanan apat diperbaiki sebanyak 20,3% Biaya transport masuk dapat diperbaiki sebesar 22,6% Pesanan pelanggan yang tepat waktu dapat ditingkatkan sebesar 73,9% Produktivitas penanganan karton dapat diperbaiki sebesar 9,2% Biaya angkutan sebagai persentase dari sales 7,7% lebih baik Dan sebagainya Maka dalam langkah ke-8, evaluasi dapat mengatakan bahwa outsourcing telah : Meningkatkan tingkat layanan pelanggan. Mengurangi biaya logistik secara total. Meningkatkan kemampuan dan posisi kompetitif perusahaan. B. DI BIDANG AKUNTANSI. Bidang akuntansi adalah salah satu bidang yang semula kurang diminati untuk dioutsourcekan, ternyata dalam perkembangannya mengalami kemajuan yang cepat dalam pertambahan outsourcing. Dalam bidang akuntansi, ada tiga subbidang yang paling banyak dioutsourcekan yaitu pembukuan, proses data, audit internal, pembayaran gaji, perhitungan pajak, manajemen kas, laporan keuangan, administrasi pensiun, penagihan piutang, dan pekerjaan klerikal. Keuntungan dan kerugian outsourcing untuk bidang ini praktis hampir sama dengan keuntungan dan kerugian outsourcing pada umumnya. Yang cukup menarik dan mengherankan ialah bahwa akhir-akhir ini, audit internal juga mulai banyak dioutsourcekan. Oleh karena itu, ada baiknya disampaikan disini keuntungan dan kerugian mengoutsourcekan audit internal tersebut. Keuntungan-keuntungan yang diharapkan diperoleh antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut : • Ragam keahlian. 56 Perusahaan yang khusus memberikan jasa audit mempunyai pengalaman dan keahlian yang banyak dan beragam sehingga dapat memberikan hasil audit yang lebih baik. • Mutu staf. Sama dengan di atas, perusahaan audit apalagi yang termasuk perusahaan besar dan terkenal, mampu menyediakan tenaga staf yang lebih bermutu sehingga hasil audit dapat lebih berguna bagi perusahaan. • Kemampuan manajemen. Kemampuan dan pengalaman manajemen perusahaan audit biasanya dapat mengelola audit dengan lebih efisien dan efektif dibandingkan kalau dilakukan sendiri. • Pengetahuan mengenai praktek terbaik. Demikian juga perusahaan pemberi jasa audit yang berpengalaman luas dapat memberikan pendapat dengan membandingkan dengan praktek terbaik (best practice) dari perusahaan sejenis, sehingga perusahaan sekaligus dapat melakukan benchmarking. • Biaya variabel. Dengan mengoutsourcekan pekerjaan audit internal, perusahaan tidak perlu membayar biaya tetap seperti tenaga auditor sendiri, tetapi cukup membayar biaya variabel berupa pembayaran kepada perusahaan audit tersebut. • Akses cepat. Keperluan audit yang khusus dan segera, misalnya untuk kantor yang baru dibuka di luar negeri, dapat dilakukan dengan lebih cepat, dibandingkan apabila harus ditangani sendiri. • Mengurangi biaya perjalanan. Hal yang di atas berlaku juga untuk pengeluaran biaya khususnya biaya perjalanan, karena audit untuk kantor atau pabrik di luar negeri dapat diaudit oleh kantor perusahaan audit yang terdekat dengan lokasi kantor yang memerlukan audit. 57 • Waktu terbuang. Staf audit perusahaan sendiri biasanya kurang penuh bekerja, karena ada waktu terbuang antara audit yang satu dengan audit yang lain, sedangkan hal demikian tidak terjadi apabila menggunakan audit dari outsourcing. • Biaya pelatihan. Perusahaan dapat menghemat biaya untuk pelatihan dan pendidikan staf audit, baik biaya waktu maupun biaya uang. Sedangkan kerugian-kerugian yang mungkin mengoutsourcekan audit internal ialah mengenai : • dapat diantisipasi dengan Biaya. Tarif biaya yang ditagih oleh auditor luar biasanya dihitung per jam dan biasanya lebih mahal dibandingkan dengan mengerjakan sendiri, karena dalam perhitungan biaya tersebut sudah termasuk biaya overhead dan keuntungan perusahaan. • Pelatihan. Beberapa perusahaan menggunakan tugas audit untuk pelatihan calon manajer, karena fungsi ini memberikan kesempatan yang bagus untuk mempelajari seluruh seluk beluk perusahaan dalam waktu yang relatif singkat. Dengan menyerahkan fungsi audit kepada pihak lain, kesempatan pelatihan ini menjadi hilang. • Pengalaman. Dalam banyak hal, karena turn over karyawan yang tinggi di perusahaan pemberi jasa, staf yang diberi tugas audit kurang berpengalaman, sehingga kinerjanya tidak maksimal seperti yang diharapkan. • Tanggung jawab. Walaupun audit sudah diserahkan pada pihak ketiga, namun tanggung jawab kinerja masih tetap menjadi tanggung jawab manajer bersangkutan. Dalam hal pertanggungan jawab, manajer tidak dapat menunjuk kekurangan atau kesalahan pada perusahaan pemberi jasa audit tadi. C. DI BIDANG MANUFAKTUR. Sebagian besar dari kegiatan industri adalah fabrikasi atau manufaktur, dan mulamula memang manufaktur dalam suatu industri dianggap sebagai bisnis utama. Namun mengingat bahwa makin banyak perusahaan industri yang mulai mengoutsourcekan kegiatan manufakturnya menandakan bahwa agaknya kegiatan utamanya bukan terletak di situ tetapi di tempat lain. Contoh adalah perusahaan Monorail Inc. yang membuat PC (personal computer) di pabriknya di Marietta, Georgia, USA. Perusahaan yang handal di bidang PC kecil ini mengoutsourcekan semua kegiatan manufakturnya ke Phelps Technologies, suatu perusahaan yang 58 berbasis di Kansas City. Dan tidak hanya itu saja, rupanya semakin banyak perusahaan komputer yang mengoutsourcekan pekerjaan manufaktur tersebut. Rupanya yang menjadi kompetensi utama sehingga yang juga menjadi bisnis utama perusahaan komputer itu bukan membuat, memanufaktur atau merakit komputer, tetapi ialah menciptakan teknologi sistem komputer. Demikian juga di bidang industri mobil, bisnis utama dari pabrik mobil bukan lagi merakit mobil, tetapi teknologi rancang bangun dan model mobil. Yang termasuk dalam kegiatan manufaktur ialah pembuatan komponen, perakitan, dan pengepakan lengkap. Seperti halnya dengan bidang-bidang lain, outsourcing di bidang manufaktur juga mempunyai keuntungan dan kerugian, seperti diuraikan di bawah ini. Keuntungan-keuntungan yang biasanya diharapkan dari outsourcing di bidang ini ialah : • Ketrampilah khusus. Ketrampilan pembuatan barang termasuk ketrampilan khusus, dan ini dapat dimiliki oleh suatu perusahaan yang mengkhususkan diri dalam pekerjaan ini dalam waktu yang lama. Hal ini akan diperoleh dengan lebih baik dari perusahaan pemberi jasa khusus di bidang manufaktur. • Investasi. Perusahaan tidak perlu melakukan investasi yang besar dan mahal untuk membeli seperangkat mesin dan gedung untuk melakukan manufaktur, karena sudah disediakan oleh perusahaan pemberi jasa. • Kapasitas produksi. Demikian pula kapasitas produksi yang sudah siap pakai sudah tersedia dan tinggal dilaksanakan saja, tanpa harus melakukan pelatihan, dan melalui tahap trial and error terlebih dahulu. • Biaya. Karena biasanya perusahaan pemberi jasa ini menerima banyak pesanan pekerjaan dari beberapa perusahaan, maka kemungkinan besar kapasitas produksinya dapat dioptimalkan sehingga dapat menekan biaya produksi per unit. Adapun kerugian yang perlu diantisipasi sebelumnya dari usaha outsourcing di bidang ini ialah : • Kapasitas pabrik. Disamping merupakan suatu keuntungan, kapasitas pabrik dapat juga menjadi kerugian bilamana kapasitas pemberi jasa sudah sedemikian penuh sehingga kadang-kadang menolak atau enggan menerima pesanan lagi. Juga kepenuhan kapasitas ini tidak memungkinkan permintaan tambahan pesanan manakala diperlukan. 59 • Jangka pendek. Akibat kapasitas yang penuh tersebut, banyak pemberi jasa di bidang ini menolak untuk membuat kontrak jangka menengah atau jangka panjang, tetapi hanya mau membuat kontrak jangka pendek. Ini mengurangi rasa aman di pihak perusahaan dalam menjamin kelangsungan produksi. • Praktek ilegal. Biaya yang murah dari perusahaan pemberi jasa sering kali juga disebabkan oleh penggunaan tenaga murah dan atau tenaga imigran gelap. Hal ini, apabila ketahuan, dapat menyeret perusahaan dalam persoalan yang tidak enak, termasuk mempengaruhi reputasi namanya di mata pelanggan. D. DI BIDANG PEMELIHARAAN. Yang dimaksud dengan pemeliharaan di sini dibatasi pada pemeliharaan dan pembersihan gedung, meskipun outsourcing dapat dan banyak juga dilakukan untuk pemeliharaan untuk alat-alat transpor, mesin-mesin pabrik dan sejenisnya. Jenis pemeliharaan dan pembersihan gedung ini merupakan salah satu bentuk outsourcing yang paling populer, meskipun sering kali hanya dalam bentuk kontrak jasa biasa, bukan dalam bentuk outsourcing. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari outsourcing bidang kegiatan ini antara lain ialah : • Biaya. Yang umum diharapkan dari outsourcing bidang pekerjaan ini ialah biaya yang lebih rendah dan dalam bentuk biaya variabel, bukan dalam bentuk biaya tetap seperti apabila pekerjaan tersebut dilakukan sendiri. • Masalah perburuhan. Dengan menyerahkan pekerjaan yang bersifat padat karya ini ke pihak lain, perusahaan terbebaskan dari masalah perburuhan yang mungkin terjadi, yang sering kali cukup merepotkan dan banyak makan tenaga, biaya dan waktu. • Keahlian khusus. Dalam hal pemeliharaan peralatan khusus dan berteknologi canggih, diperlukan ketrampilan dan keahlian khusus yang sering kali tidak dimiliki oleh perusahaan, oleh karena itu keahlian pihak ketiga sangat membantu. • Investasi. Dalam hal pemeliharaan peralatan besar apalagi khusus, perusahaan terbebaskan dari keharusan untuk melakukan investasi berupa pembelian alat-alat untuk pemeliharaan rutin, pemeliharaan pencegahan, maupun pemeliharaan besar. 60 • Asuransi. Asuransi baik asuransi untuk alat-alat pemeliharaan dan asuransi pada karyawan ditanggung oleh perusahaan pemberi jasa, bukan oleh perusahaan sendiri. Sedangkan beberapa kerugian yang harus dihadapi dalam outsourcing kegiatan ini ialah : • Masih memerlukan sendiri. Sering kali meskipun pekerjaan pemeliharan dan pembersihan gedung/ kantor sudah diserahkan pada pihak ketiga, masih saja diperlukan dikerjakan sendiri, karena berlangsung waktu lembur dimana tenaga dari pemberi jasa sudah tidak ada, belum datang, dan sebagainya. • Kurang pengalaman. Dalam hal-hal tertentu, kemungkinan tidak tersedia perusahaan pemberi jasa setempat yang cukup berpengalaman mengerjakan jenis pekerjaan ini, sehingga hasil kerjanya kurang memuaskan perusahaan pemberi jasa. • Masalah perburuhan. Walaupun secara hukum masalah perburuhan sudah bukan menjadi kewajiban perusahaan pemberi kerja, namun kalau perusahaan pemberi jasa kurang cepat dan terampil menanganinya, dampaknya akan terasa oleh perusahaan pengguna, apakah berupa mogok kerja, kerja lambat dan sebagainya. • Ketergantungan. Pekerjaan pemeliharaan yang terus menerus dilakukan oleh pihak ketiga, mengkibatkan perusahaan tidak mempunyai karyawan sendiri yang mampu melakukannya, sehingga sangat tergantung dari perusahaan pemberi jasa tersebut. E. DI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA. Jenis tenaga yang paling banyak digunakan di sini ialah tenaga klarikal, atau tenaga spesialis. Biasanya penggunaannya ialah atas dasar kebutuhan sementara, karena untuk beberapa negara, ketentuan perundangan kadang-kadang tidak memungkinkan menggunakan tenaga kontrak untuk untuk kebutuhan yang bersifat tetap. Tenaga-tenaga spesialis yang umumnya dibutuhkan misalnya tenaga untuk rekrutmen, untuk pelatihan, untuk audit. Sebetulnya hanya ada perbedaan yang sangat tipis antara outsourcing jasa tertentu dengan outsourcing tenaga tertentu. Kebutuhan akan pelatihan dapat dilakukan dengan mengoutsourcekan kepada perusahaan pemberi jasa pelatihan atau juga kepada perusahaan pemberi jasa sumber daya manusia yang khusus berpengalaman dalam pelatihan. Jasa dalam model yang pertama umumnya dihitung berdasarkan 61 lama dan bobot serta jenis jasa, sedangkan dalam model kedua lebih cenderung dihitung dengan dasar orang/jam atau orang/hari. Beberapa keuntungan yang diharapkan diperoleh dari outsourcing bidang sumber daya manusia ialah : • Bukan masalah strategis. Mengandalan dan menyerahkan tugas kepada pihak ketiga tidak akan mempengaruhi kepentingan perusahaan sepanjang tidak menyangkut tugas yang strategis. • Pengalaman. Untuk beberapa tugas, diperlukan petugas yang pengalaman di bidang tersebut, dan sering kali hanya dapat diperoleh secara cepat melalui outsourcing. Memang pengalaman dapat dikumpulkan dalam perusahaan sendiri, tetapi memerlukan waktu dan kadang-kadang justru waktu tidak ada, karena suatu kebutuhan mendesak misalnya. • Biaya. Dalam banyak hal biaya untuk menggunakan tenaga dari luar lebih kecil dan juga hanya menyangkut biaya variabel, apalagi apabila diperlukan untuk waktu terbatas. Hal ini lebih-lebih lagi apabila standard gaji perusahaan sendiri lebih tinggi dari standard gaji perusahaan pemberi jasa. Sedangkan beberapa kerugian yang dapat diantisipasi dari jenis outsourcing seperti ini ialah : • Biaya. Disamping memberikan keuntungan, biaya dapat juga merupakan kerugian karena dalam beberapa hal, biaya yang dikeluarkan lebih tinggi daripada kalau dilakukan sendiri. Ini berlaku misalnya kalau memerlukan tenaga dalam jangka panjang dan standard gaji perusahaan sendiri di bawah standard gaji perusahaan pemberi jasa. • Pengawasan. Bagaimanapun juga, orang yang digunakan dari luar untuk melakukan suatu pekerjaan memerlukan pengawasan. Untuk itu sering kali masih diperlukan pengawas yang bertugas mengawasi yang melakukan pekerjaan tertentu itu, sesuai dengan kebutuhan, sehingga kinerjanya sesuai dengan kebutuhan. • Larangan. Seperti telah disinggung di depan, di beberapa negara mungkin tidak diperbolehkan untuk mempekerjakan orang dalam hubungan labour supply untuk pekerjaan yang bersifat tetap atau relatif tetap. 62 BAB VI BENCHMARK DAN BENCHMARKING SEBAGAI ALAT PENGENDALI OUTSOURCING A. PENGERTIAN BENCHMARKING. Perkembangan perdagangan dunia membawa pula perkembangan di dunia manajemen khususnya manajemen bisnis. Ini suatu tanda bahwa dunia manajemen mencoba terus menerus mengembangkan dirinya untuk menghadapi perkembangan 63 di dunia perdagangan dan bisnis tersebut. Sehubungan dengan itu, dalam dekade terakhir ini, dunia manajemen bisnis dibanjiri dengan singkatan-singkatan bermakna hebat seperti misalnya : MBO SQC TQM QFD Management by Objectives Statistical Quality Control Total Quality Management Quality Function Deployment dan sebagainya. Di kalangan bisnis dan perusahaan di Amerika, sesuatu yang sangat menarik telah terjadi. Dalam suasana persaingan global yang tengah terjadi, perusahaanperusahaan sibuk meneliti kembali cara-cara operasinya, menilai kembali metodametoda yang digunakan selama ini dan saling belajar satu sama lain. Itulah benchmarking , yang timbul sebagai suatu kecenderungan dan fenomena baru yang sangat penting hampir di seluruh dunia industri di Amerika. Bechmarking mungkin merupakan istilah terbaru yang muncul di dunia bisnis yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas dan mutu produk .Apa yang dimaksud dengan benchmarking ? Ada beberapa definisi yang kiranya dapat dikutip disini, antara lain : ‘Benchmarking is a continuous search for and application of significantly better practices that leads to superior competitive performance’ (The Westinghouse Productivity & Quality Center) Definisi lain dikembangkan pula oleh International Benchmarking Clearing House (IBC) sebagai berikut : ‘Benchmarking is a systematic and continuous measurement process; a process of continuously measuring and comparing an organization’s business processes against business process leaders anywhere in the world to gain information which will help the organization take action to improve its performance’ Dari definisi terakhir ini, ada beberapa kata kunci yang menjelaskan secara gamblang apa yang dimaksud dengan benchmarking tersebut , ialah : • • • • measuring and comparing, systematic and continuous, against business leaders, take action to improve performance. Jadi 4 unsur tindakan tersebut adalah keseluruhan dari arti benchmarking, mulai dari mengukur dan membandingkan yang dilakukan secara sistematis dan terus-nenerus dengan perusahaan yang ‘paling unggul’ dan selanjutnya mengambil langkahlangkah untuk memperbaiki kinerja. Dengan perkataan lain, benchmarking tidak 64 hanya mengukur dan membandingkan saja seperti sering kali diartikan, tetapi juga mengusahakan perbaikan-perbaikan yang membawa perusahaan ke arah kinerja perusahaan yang dijadikan sasaran bandingan dimaksud. Yayasan Palapa Nusantara, yang pada tahun 1996, yang didirikan oleh KADIN dan ditugasi Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan metode ini di sejumlah BUMN maupun beberapa perusahaan swasta terpilih, memberikan definisi sebagai berikut : ‘Benchmarking adalah metode manajemen yang mempelajari dan mengevaluasi secara sistematis dan berkesinambungan terhadap barang, jasa dan proses kegiatan yang dilakukan organisasi superi or tingkat dunia untuk kemudian hasilnya diterapkan di perusahaan sendiri dengan tujuan akhir mampu meningkatkan kinerja perusaha an melampaui organisasi panutan tersebut’ Difinisi inipun, kalau kita pelajari dengan baik, sejalan dengan definisi-definisi terdahulu yang telah disebut. B. SEJARAH BENCHMARKING. Sudah sejak tahun 1800an, karya-karya Frederick Taylor telah menggunakan metoda ilmiah dalam bisnis dengan cara membanding-bandingkan proses produksi. Selama Perang Dunia II, sudah menjadi kebiasaan perusahaan untuk mencek dan membandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain standar mengenai upah, beban kerja, keselamatan kerja dan lingkungan kerja. Di dalam bukunya yang menceriterakan mengenai pengembangan sistem produksi Toyota, Taiichi Ohno, bekas Vice President Produksi menggambarkan usaha-usaha benchmarking yang sudah mulai berkembang sesudah berakhirnya Perang Dunia II sebagai berikut : ‘Following World War II, American products flowed into Japan, chewing gum, Coca-cola, event the Jeep. The first US style su permarket appeared in the mid 1950’s. And as more and more Japanese people visited United States, they saw the intimate rela tionship between the supermarket and the style of daily life in America. Consequently, this type of store became the rage in Japan due to Japanese curiosity and fondness for imitation’ Dari pengamatan proses di supermarket ini, kemudian Ohno mengembangkan ‘just in time inventory management method’ dari metode ‘pengisian kembali rak-rak di supermarket tersebut’ (shelf restocking). Beberapa orang berpendapat bahwa Jepang memang ahli dalam ‘meniru’ segala sesuatu dari Barat, bahkan ada yang menyebutkan sebagai keahlian dalam imitative innovation. Tetapi sebetulnya ini kurang tepat karena sebetulnya yang dilakukan Jepang adalah benchmarking, sebagai suatu jalan pintas untuk meningkatkan kinerja perusahaannya. Mengenai hal ini, Paul Howell menulis : ‘The Japanese excel at benchmarking, at exhaustively analysing the best companies in each industry, then continually improving on 65 their performance until the Japanese products and services then become the best’ Contoh klasik yang paling terkenal adalah kasus industri mesin fotokopi Xerox (Rank Xerox America) yang disaingi secara mengejutkan oleh perusahaanperusahaan Jepang, yang masih baru dalam industri tersebut, sehingga memaksa Xerox justru belajar dari para pesaing barunya. Hal ini terjadi setelah tahun 1972, dimana hak paten yang dimiliki Xerox habis masa berlakunya sehingga memungkinkan perusahaan lain untuk menjiplak teknologi yang digunakannya. Metode belajar dari luar dan menerapkan hasilnya di perusahaan sendiri telah dikembangkan oleh Xerox menjadi suatu metoda atau alat menejemen baru, yang memperkaya metoda yang sudah ada. Metoda yang digunakan dan dikembangkan oleh Xerox ini dinamakan Business Benchmarking. Sejak tahun 1989, benchmarking menjadi sangat populer di kalangan bisnis dan industri di Amerika. Perusahaan tekstil raksana, Milliken selama periode 1990-1994 telah melakukan benchmarking sebanyak 400 kali. Demikian juga Motorola, dalam kurun waktu yang sama telah melakukan benchmarking sebanyak 125 kali. Akibatnya mulai tahun 1990an, dunia telah menyaksikan kebangkitan kembali daya saing internasional bisnis Amerika yang dalam beberapa bidang telah mengalahkan dominasi Jepang. Perlu juga disampaikan disini bahwa ada istilah benchmark dan ada benchmarking yang sepintas lalu seperti sama, yang perlu dibedakan secara tajam. Pada kenyataanya, walaupun ada hubungannnya, artinya sangat berlainan. Benchmark (tolok duga) adalah suatu ukuran kinerja yang bersifat tetap berdasarkan rumusan kriteria yang jelas, dari suatu perusahaan unggulan mengenai suatu kegiatan tertentu. Sering kali ukuran kinerja ini dinyatakan dalam bentuk kuantitatif. Benchmark dengan demikian sama artinya dengan ‘tolok ukur’. Benchmarking adalah metoda untuk mencari dan menerapkan best practice dari perusahaan unggulan, melalui berbagai tahap aktivitas, jadi lebih luas artinya, seperti dijelaskan di atas. C. PERKEMBANGAN BENCHMARKING. Menurut G.H.Watson, benchmarking berkembang melalui suatu evolusi dalam empat tahap atau generasi. Perkembangannya secara evolusif sangat mirip dengan model klasik yang ‘merubah seni menjadi ilmu’ (art-transitioning-to-science) , suatu model pengembangan yang biasanya berlaku dalam bidang manajemen. Perkembangan ini dimulai sejak studi Ohno dalam supermarket yang dijelaskan di atas sampai publikasi Xerox Corporation pada sekitar tahun 1989 mengenai keberhasilannya menggunakan benchmarking ini sehingga memperoleh Malcolm Baldrige National Quality Award. Seperti digambarkan dalam gambar 1, generasi pertama terjadi pada waktu mulai dipraktekkannya reverse engineering (rekayasa terbalik). Pada waktu itu benchmarking baru diberlakukan untuk perangkat lunak dan perangkat keras , dan belum diberlakukan untuk proses produksi. Reverse engineering, yang merupakan bahasa tehnik adalah suatu pendekatan kerekayasaan dalam membanding-bandingkan produk, termasuk membongkar barang hasil perusahaan lain dan mengevaluasinya secara tehnik. Dalam generasi pertama ini, pembandingan difokuskan pada produknya, oleh karena itu disebut product oriented approach. 66 Gambar 1 Benchmarking as a Developing Science Fifth Generation Global Benchmarking Fourth Generation Strategic Bechmarking Third Generation Process Benchmarking Second Generation Competitive Benchmarking First Generation Reverse Engineering Contoh klasik reverse engineering dalam dunia internasional adalah Toyota yang mengubah bisnis intinya dari industri tekstil menjadi industri otomotif. Pada mulanya Toyota mengirim ahli-ahlinya ke Ford untuk belajar. Mereka juga membeli sejumlah mobil, dibawa ke Jepang dan satu persatu dibongkar dan dianalisis secara terinci sekali. Setelah menemukan kuncinya, kemudian direkayasa ulang dengan bentuk baru, bahan baru dan diproduksi dengan upah buruh yang lebih murah. Kemudian dilempar ke pasaran Amerika dengan mutu yang lebih tinggi dan harga yang lebih murah. Konon, PT Bukaka juga melakukan hal yang sama dalam memproduksi ‘belalai gajah’ (aerobridge) untuk sejumlah bandar udara di Indonesia. Dalam generasi ke dua, competitive benchmarking, yang dipelopori oleh Xerox sekitar tahun 1976-1986, benchmarking tidak lagi terfokus pada pembandingan produknya saja, tetapi beralih pada pembandingan proses penghasilan produk, yaitu process approach oriented. Hal ini dilakukan oleh Xerox setelah diketahui bahwa biaya produksi barang-barangnya sudah menyamai harga jual dari produksi pesaingnya (Ricoh, Canon, Minolta). Xerox meneliti proses pembuatan produk di perusahaan pesaingnya tersebut untuk mengetahui mengapa pesaingnya dapat bekerja dengan lebih efisien. Dalam generasi ke tiga, process benchmarking, yang berkembang sekitar tahun 19821988, perusahaan-perusahaan yang sudah unggul sadar bahwa pembandingan seharusnya tidak terbatas pada perusahaan sejenis saja yang merupakan pesaingnya, tetapi dapat dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Proses dari perusahaan- 67 perusahaan yang unggul, baik sebagian maupun seluruhnya dapat diteliti untuk perbandingan. Memang harus diperhatikan perbedaan jenis pengelolaan karena berbedanya jenis perusahaannya sebelum mengaplikasikannya dalam perusahaan sendiri. Dalam generasi ke empat, yaitu yang dinamakan strategic benchmarking, yang diamati dan dibandingkan dengan perusahaan lain yang dianggap lebih baik bukan produknya dan bukan pula proses pembuatan produknya tetapi kebijakan strategisnya. Akibat benchmarking itu tidak hanya perubahan dalam strategi perusahaan saja yang mungkin terjadi, tetapi dapat secara fundamental merubah bisnisnya. Seperti contoh yang dikemukakan di atas tadi, Toyota yang bisnis utamanya tadinya tekstil, merubahnya menjadi mobil yang ternyata sangat sukses hingga sekarang. Generasi benchmarking yang ke lima, yang merupakan generasi benchmarking yang akan datang , yang disebut global benchmarking, adalah benchmarking yang akan diaplikasikan secara global, baik dalam cara proses maupun kebijakan strategis, sebagai akibat dari perdagangan internasional, perubahan kebudayaan dan kompetisi global. Pada waktu ini perusahaan-perusahaan telah mulai melaksanakan benchmarking generasi ke lima ini sebagai akibat dari globalisasi tersebut. D. METODE MENGENAL DIRI SENDIRI. Dalam ilmu manajemen terdapat beberapa metoda yang dapat dipakai untuk ‘mengenal diri sendiri’. Tiga metode diantaranya adalah apa yang dinamakan ‘Metoda Corporate Self-Assessment’ (CSA), ‘Metoda Analisa Pesaing’ dan ‘Metoda Benchmarking ’. Corporate Self-Assessment (CSA) bertujuan membandingkan kinerja bisnis secara komprehensif, termasuk aspek keuangan, dengan standar kinerja tingkat dunia. Sering kali pimpinan perusahaan membandingkan kinerja perusahaan mereka dengan kinerja perusahaan yang termasuk Fortune 500 atau yaang mendapat quality award. Seperti diketahui, di Jepang, quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia bisnis adalah The Deming Quality Award yang diperkenalkan oleh Japan Union of Scientists and Engineers. Di Amerika, hadiah tertinggi adalah The Malcolm Baldrige National Quality Award yang diluncurkan oleh Pemerintah Amerika, sedangkan di Eropa adalah The European Quality Award. Melalui metoda self-assessment, perusahaan dapat mengukur diri sendiri sehingga dapat mengetahui tingkat ‘kesehatan’ perusahaan. Semakin mendekati nilai tertinggi seperti yang disyaratkan quality award berarti semakin baik tingkat kesehatan perusahaan. Dalam Metoda Analisa Pesaing, pembandingan dilaksanakan dengan menggali data dan informasi tentang rencana, kekuatan, kemampuan dan kelemahan lawan. Pada umumnya informasi yang ingin diperoleh lebih ditekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan pertanyaan APA yang dilakukan oleh pesaing. Intinya adalah untuk mengetahui dan mengkaji kemampuan lawan atau pesaing yakni dengan antara lain mencoba mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut : • Rencana masa depan. 68 • • • Apa dorongan dan motivasi pesaing masuk pasar ? Strategi yang dijalankan. Apa yang sedang dilaksanakan sekarang dan apa yang mampu dilakukannya ? Asumsi. Asumsi apa yang dipakai terhadap diri sendiri dan sektor ekonomi yang digelutinya ? Kemampuan. Apa kelemahan dan kekuatannya ? Reaksi dan pembalasan apa yang dapat atau mungkin dilakukannya secara efektif kalau merasa terganggu ? Metoda ketiga adalah Benchmarking, baik internal maupun eksternal yang akan dijelaskan dalam tulisan berikut. Dari tiga metoda tersebut, metoda pertama dan kedua hanya sampai pada kegiatan mengukur dan mengetahui saja, sedangkan metoda ketiga tidak berhenti sampai disitu, tetapi meneruskan dengan langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kinerjanya menuju pada kinerja yang melampaui perusahaan pembandingnya. E. MANFAAT BENCHMARKING. Ada sekurang-kurangnya 5 manfaat yang dijadikan alasan oleh banyak perusahaan menggunakan benchmarking untuk menyusun strategi kompetitifnya. 1. Untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas tentang fungsi, proses, 2. 3. 4. 5. praktek bisnis dan kinerja perusahaan secara terinci yang berlaku di perusahaan sendiri. Untuk mengefisienkan proses peningkatan kinerja perusahaan. Agar proses peningkatan kinerja dapat berjalan lebih cepat. Dapat dipakai sebagai alat perencanaan untuk menyusun langkahlangkah yang bertujuan mengejar ketinggalan dari pesaing dan kemudian terus berusaha untuk melampaui pesaing kelas wahid tingat dunia. Dapat dipakai untuk melakukan perubahan. Cerita tentang benchmarking telah menyebabkan banyak perusahaan yang termasuk Fortune 500 mulai menerapkan teknik manajemen tersebut. Menurut mereka metoda benchmarking merupakan metoda strategis dan penting untuk melaksanakan perbaikan kinerja yang berkesinambungan. Bahkan pada tahun 1989, metoda benchmarking telah dipakai sebagai salah satu (dari tujuh) kategori penting di USA untuk menentukan pemenang anugerah tertinggi dalam bisnis yakni The Malcolm Baldrige National Quality Award. Ditinjau dari tingkat kesulitan, dibawah ini diberikan sekedar gambaran mengenai kedudukan berbagai metode perbaikan kinerja perusahaan yang berkesinambungan. Kedudukan Berbagai Metode Perbaikan Kinerja Perusahaan yang Berkesinambungan ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 69 ‘Paling sukar’ Business Proces Reengineering Team Building Benchmarking Business Process Improvement TQC/QCC Corporate Self-Assessment Reverse Engineering Analisa Pesaing ISO-14000 ISO-9000 Management by Objective Management by Lobbying ‘Paling mudah’ ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------F. PROSES BENCHMARKING. Dari berbagai model proses yang ada yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan dunia, dapat dibuat semacam model dimana proses benchmarking terdiri dari 4 tahap pokok, yaitu : • • • • Perencanaan. Pengumpulan data. Analisa data. Penyesuaisan dan perbaikan. yang dapat dilukiskan dalam gambar di bawah. Tahap pertama, perencanaan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini, antara lain menentukan kegiatan atau produk utamanya apa saja, kebijaksanaan strategisnya apa saja, apa yang akan dibenchmark dan dengan siapa akan dibenchmark. Untuk menentukan apa yang akan dibenchmark, pertimbangan utama antara lain adalah tujuan perusahaan dan tingkat mutu dari produk atau proses yang telah dicapai atau hal-hal lainnya yang penting. Dengan siapa akan dibenchmark, biasanya dicarikan perusahaan yang dianggap paling baik di kelasnya atau paling baik di jenisnya. Tetapi tentu saja ini tergantung pula dengan kesediaan perusahaan yang bersangkutan untuk menjadi partner benchmarking. Kalau disini dikatakan ‘paling 70 baik’, tidak berarti paling baik dalam segala hal, atau dalam semua kegiatan/proses, tetapi mungkin paling baik dalam salah satu kegiatan/proses tertentu, misalnya saja dalam hal : • Antrian • Menagih hutang • Pengiriman barang • Perencanaan strategisnya • Biaya angkutan The Benchmarking Process Model ACT PLAN Adapting Improving Analyzing Data CHECK Planning the Study Collecting Data DO Di bawah ini diberikan beberapa contoh di industri mobil mengenai apa yang terbaik dari produk tertentu/bagian dari mobil yang diambil dari publikasi Automotive Industry tahun 1986 yang dikumpulkan oleh For Motor Company. The Best in Class ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Feature Car ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Best steering wheel feel Porsche 924 Least transmission gear noise Ford Escord Supra Best Accelerator pedal feel Audi 100 Most effective sun visor Honda Accord Best fuel gauge accuracy Toyota Supra Best trunk storage capacity Chevrolet Celebrity Best outside mirror remote control Mazda 626 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 71 Dalam memilih subyek benchmarking, atau apa yang akan dibenchmarking, 10 pertanyaan berikut ini akan dapat membantu : 1. 2. 3. 4. 5. Apa yang menjadi faktor kritis utama untuk mencapai sukses ? Apa bidang penyebab permasalahan besar di perusahaan ? Apa produk dan jasa yang ditujukan kepada pelanggan ? Apa faktor-faktor yang dapat memuaskan pelanggan ? Apa saja permasalahan spesifik yang telah diidentifikasikan oleh perusahaan ? 6. Dsimana tekanan persaingan paling besar yang menimpa perusahaan ? 7. Apa yang merupakan biaya terbesar ? 8. Fungsi mana yang paling besar menyerap biaya ? 9. Fungsi mana yang memiliki potensi untuk proses peningkatan ? 10. Fungsi mana yang dapat dipilih sebagai ujung tombak dalam menghadapi persaingan ? Tahap kedua adalah pengumpulan data. Proses ini dimulai dengan pengumpulan data di dalam perusahaan sendiri sesuai dengan obyek yang akan dibenchmarkingkan. Pengumpulan data selanjutnya diteruskan di tempat mitra (benchmarking partner) dan dilanjutkan lagi dengan pembandingan antara dua data yang diperoleh. Singkatnya proses ini harus dapat menjawab pertanyaan : bagaimana perusahaan kita melakukannya dan bagaimana perusahaan mitra melakukannya ? Contoh-contoh cara melakukan pengumpulan data misalnya saja : ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Model Menggali Informasi Model Menguasai Teknologi ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------• Membaca jurnal, laporan dsb • Studi perbandingan • Pertemuan ilmiah, lokakarta • Tukar info teknologi • Berita TV, rekaman, radio • Industrial espionage • Internet • Membeli hak patent • Magang di perusahaan • Bajak karyawan • Kunjungan perusahaan • Perjanjian lisensi • Pakai jasa konsultan • Reverse engineering • Diskusi • Pameran dagang ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Langkah ke tiga adalah analisa data. Tahap ke tiga ini titik beratnya adalah menganalisa data yang diperoleh tadi dengan cara-cara misalnya : bandingkan kinerja perusahaan sendiri dengan perusahaan benchmark. Kalau ada perbedaan, cari penyebab utama perbedaan tersebut, cari kemungkinan-kemungkinan cara-cara memperbaiki, proyeksikan perkiraan kurun waktu perbaikan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kemungkinan dan perencanaan perbaikan. Langkah atau tahap ke empat adalah penyesuaian dan perbaikan. Inilah tahap yang paling penting dari seluruh proses benchmarking, yaitu melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan dalam perusahaan sendiri tidak hanya agar kinerjanya sama 72 dan setingkat dengan perusahaan mitra benchmarking, tetapi kalau bisa melebihinya. Tanpa langkah ini, maka langkah-langkah sebelumnya tidak berarti sama sekali bagi perusahaan. Paling-paling hanya berguna mungkin untuk tujuan akademis. Langkah terakhir ini dapat digambarkan seperti dalam grafik/gambar berikut. A short term goal artinya adalah tujuan yang dapat diraih dalam waktu dekat sebagai akibat langsung dari pembicaraan atau kunjungan ke pabrik mitra benchmarking. Parity goal adalah tujuan yang akan dicapai apabila tingkat kinerja sudah menyamai tingkat kinerja mitra benchmarking. Leadership goal adalah target yang akan dituju yang sudah melebihi tingkat kinerja perusahaan mitra benchmarking. G. BENCHMARKING INTERNAL DAN EKSTERNAL. Secara garis besar, ada dua cara untuk melakukan benchmarking, yaitu yang berorientasi ke internal dan yang berorientasi ke eksternal. Metoda benchmarking internal memperbandingkan proses, fungsi, jasa atau kegiatan tertentu yang sama dalam unit perusahaan sendiri, termasuk pada anak perusahaan atau induk perusahaan atau perusahaan afiliasinya. Benchmarking Gap Closure today ¦ Leadership Goal Benchmark performance ¦ Parity Goal Performance Gap ¦ Short-Term Goal Gain from Entitlement Our Performance Time Sedangkan benchmarking eksternal memilih best-practice tentang proses, fungsi, jasa atau kegiatan tertentu yang dilaksanakan di perusahaan lain, baik dalam jenis 73 perusahaan yang sama (pesaing) maupun dalam perusahaan yang lain jenisnya. Metoda eksternal ini dapat dibedakan menurut 5 tipe yakni : • • • • • • Metoda kompetitif Metoda generik Metoda proses Metoda fungsional Metoda kooperatif Metoda kolaboratif Metoda benchmarking kompetitif dilakukan terhadap mitra benchmarking yang merupakan pesaing langsung. Metoda ini mungkin paling suka digunakan karena dengan mudah dapat membandingkan secara apple to apple. Tetapi sekaligus metoda ini paling sulit dilaksanakan karena sulit memperoleh dan mengumpulkan data , karena pesaingnya pasti menyimpan dengan rapat rahasia perusahaannya, padahal pengumpulan data merupakan hal mutlak dalam melaksanakan benchmarking. Metoda benchmarking generik dilakukan oleh dua atau lebih mitra benchmarking yang memiliki bisnis yang berbeda, bukan pesaing langsung, dan sepakat untuk memperbandingkan suatu subyek benchmarking yang menjadi perhatian bersama. Subyek ini bisa proses, produk, jasa, fungsi maupun kegiatan tertentu. Tipe benchmarking jenis ini relatif mudah dilaksanakan karena relatif mudah mencari mitra. Semua pihak yang terlibat dalam benchmarking tipe ini merasa ada keuntungan bersama untuk saling menukarkan data dan informasi yang diperlukan. Metoda benchmarking proses adalah benchmarking generik yang subyek benchamarkingnya adalah proses, seperti proses pengadaan barang, proses merekrut pegawai baru dan sebagainya. Tipe benchmarking ini juga secara relatif mudah dilakukan dalam arti mudah mencari mitra benchmarking. Kegiatan benchmarking yang dilakukan Xerox, 90% adalah dari tipe ini. Meskipun tadi dikatakan bahwa dalam benchmarking tipe ini mudah mencari mitra, tetapi pelaksanaan benchmarking itu sendiri tidaklah mudah, justru karena menyangkut proses. Metoda benchmarking fungsional adalah benchmarking generik yang subyek benchmarkingnya adalah ‘fungsi manajemen’ tertentu, misalnya fungsi marketing, fungsi SDM, fungsi inventory control dan sebagainya. Tipe benchmarking ini juga banyak dilakukan meskipun tidak sebanyak benchmarking proses. Dalam pelaksanaannya, benchmarking tipe ini relatif lebih mudah daripada tipe benchmarking proses. Metoda benchmarking kooperatif adalah benchmarking yang dilakukan dengan secara ‘bapak/anak-asuh’. Biasanya sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan kinerja aktivitas tertentu menghubungi perusahaan yang dianggap lebih superior yang bukan pesaing langsung. Dalam tipe ini, biasanya informasi mengalir satu arah saja yaitu dari perusahaan sasaran ke kelompok perusahaan yang melakukan benchmarking. Metoda benchmarking kolaboratif (kemitraan) adalah apabila sejumlah perusahaan bergabung untuk saling berbagi pengetahuan tentang sesuatu kegiatan. Tujuannya 74 adalah agar masing-masing perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. Biasanya ada pihak ketiga yang bertindak sebagai koordinator, kolektor dan distributor data. Tipe benchmarking jenis ini juga banyak digunakan. Sebagai contoh, dalam tabel berikut, dicantumkan mitra benchmarking dan subyek benchmarking (jasa) yang dipilih oleh Xerox : Subyek dan Mitra Benchmarking Proses yang dipilih oleh Xerox ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------• American Express : collections • American Hospital Supply : inventory control • Marriott Hotel : customer survey technics • Milliken : employee recognition • Dow Chemical : supplier certification • Hewlett -Packard : R&D in engineering • Florida Power and Light : quality program • USAA : telephonics • Ford Motor : warehouse and inventory • Westinghouse : schedule compliance ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Dalam tabel berikut dapat dicantumkan pula beberapa contoh perusahaan dunia dengan mitra benchmarkingnya mengenai subyek tertentu : Contoh Mitra dan Subyek Benchmarking Proses oleh Perusahaan-Perusahaan tingkat dunia. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Perusahaan yang melaku Mitra Subyek kan benchmarking benchmarking benchmarking ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------• ICI Mark & Spencer Distribution system • Alcoa General Electric Hercules Management Process Safety program • Chevron 3M Capital project manage ment • First Chicago Bank Airlines Queue handling • Motorola Federal Express Order receipt & despatch Walt Disney Corporate symbol Pepsico Recruiting & training ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------• Manco H. BENCHMARK DAN BENCHMARKING SEBAGAI ALAT PENGENDALI. 75 Dalam proses outsourcing ada beberapa tahap yang perlu dilalui, dari sejak menetapkan atau memutuskan untuk melakukan outsourcing, sampai pada tahap melakukan evaluasi apa yang telah dicapai dengan outsourcing. Dua tahap proses tersebut dinamakan : Monitoring dan pengukuran kinerja pemberi jasa. Melakukan evaluasi yang diperoleh dengan outsourcing. Untuk melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja tersebut, dapat dilakukan dalam dimensi waktu dan dimensi ruang. Yang dimaksud pengukuran kinerja dalam ‘dimensi waktu’ adalah data kinerja terakhir dibandingkan dengan data kinerja perusahaan sendiri pada waktu-waktu yang lalu, baik sebelum dilakukan maupun sesudah dilakukan outsourcing. Yang dimaksud pengukuran kinerja dalam ‘dimensi ruang’ adalah data kinerja yang terakhir dibandingkan dengan data kinerja perusahaan yang lain yang dianggap paling unggul di dunia (best practice dari world class company) atau yang dinamakan benchmark. Dalam pengertian dimensi waktu, apabila makin lama kinerja perusahaan makin baik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memang ada kemajuan, tetapi ini belum cukup. Masih perku dikaji, apakah kemajuan itu cukup sepadan atau cukup mendekati benchmark, sebab apabila tidak, mungkin belum berarti dalam arti membawa perusahaan pada kemampuan persaingan yang diperlukan Oleh karena itu, pengukuran dalam dimensi ruang khususnya pembandingan dengan benchmark, sangat membantu untuk mengarahkan outsourcing pada tingkat yang diinginkan. Dan usaha terus menerus untuk mendesak mitra outsourcing untuk meningkatkan kinerja agar terus menerus mendekati benchmark adalah usaha yang terkait dengan usaha outsourcing. Oleh karena itu benchmark dan benchmarking merupakan alat yang sangat ampuh untuk membantu mengendalikan kinerja mitra outsourcing. Untuk itu, dalam monitoring dan pengukuran kinerja mitra outsourcing, perlu selalu dicantumkan data kinerja sebagai berikut : Ukuran Kinerja tahun-tahun sebelumnya, baik sebelum maupun sesudah outsourcing (secara kuantitatif) Ukuran kinerja pada saat pelaporan (bulanan, atau kuartalan atau semesteran) Target ukuran kinerja dalam waktu pendek yang ingin dicapai (misalnya tahun depan) Target ukuran kinerja dalam jangka waktu sedang atau panjang, yaitu benchmark (misalnya target 3 tahun atau 5 tahun atau 10 tahun) Dengan demikian, pencapaian dan kemajuan terus-menerus dapat dimonitor dan diukur dan ini akan sangat berguna baik untuk perusahaan sendiri maupun untuk mitra outsourcing. Dengan adanya benchmark dan benchmarking ada tujuan dan usaha yang jelas, kemana perbaikan itu diarahkan dan setiap kali dapat diukur dan 76 diketahui, sampai dimana tingkat keberhasilan untuk mencapai tujuan yang diarah. Disamping itu, dalam rangka business process reengineering, benchmark dan benchmarking seperti halnya outsourcing, juga merupakan beberapa alternatif strategi yang dapat dipergunakan. Benchmarking dan outsourcing, dapat dikatakan juga sebagai by products dari business process reengineering. Tabel berikut mungkin dapat lebih menjelaskan hal di atas. Suatu perusahaan yang mengoutsourcekan pekerjaan pemeliharaan mesin-mesin termasuk pengadaan, pembelian, dan penyimpanan suku cadang dan material umum, akan mengukur kinerja pemeliharaan dan manajemen material. Untuk mengukur dan mengendalikan kinerja manajemen material, biasanya ada beberapa tolok ukur yang digunakan, diantaranya adalah service level atau service ratio (yang mengukur efektivitas), turn over ratio (mengukur efisiensi), lead time (mengukur kecepatan pengadaan material dan suku cadang). Untuk itu, kontraktor perlu membuat laporan bulanan yang disusun sebagai berikut ini. Perusahaan mulai mengoutsourcekan pekerjaan tersebut pada tahun 2001, jadi data tahun 2000 ialah data sebelum outsourcing. Laporan Bulanan Manajemen Material Akhir Bulan : Desember 2001 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Unit Nilai Persediaan Nilai Pemakaian TOR TOR TOR TOR Operasi Material 12 bulan terakhir 2000 2001 2004 2006 US$ US$ (target) (benchmark) ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Medan 12.500.000 6.250.000 0,42 0,50 0,65 0,80 Palembang 3.600.000 1.200.000 0,29 0,33 0,50 0,80 Bandung 4.500.000 3.000.000 0,56 0,67 0,74 0,80 Makasar 3.500.000 1.750.000 0,50 0,50 0,65 0,80 Samarinda 800.000 600.000 0,60 0,75 0,78 0,80 Menado 1.200.000 800.000 0,63 0,67 0,74 0,80 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jumlah 26.100.000 13.600.000 0,45 0,52 0,66 0,80 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Catatan : TOR (turn over ratio) dihitung dari nilai pemakaian 1 tahun terakhir dibagi nilai persediaan. Makin tinggi TOR, berarti makin efisien. 77 Dari laporan bulanan tersebut, dapat dibaca hal-hal sebagai berikut. • Bahwa pada umumnya ada kemajuan dari segi efisiensi pengelolaan persediaan material, karena TOR sesudah outsourcing lebih tinggi dari TOR sebelum outsourcing. • Pengecualian adalah pengelolaan material untuk unit operasi Makasar, yang belum menunjukkan perbaikan. • Bahwa pada akhir tahun 2006, diharapkan semua unit operasi dapat mencapai TOR benchmark sebesar 0,80 atau lebih. • Bahwa untuk itu, ditargetkan sasaran antara, yaitu TOR untuk akhir tahun 2004 bagi masing-masing unit operasi. Laporan yang sama atau sejenis dapat dibuat juga untuk mengukur kinerja pemeliharaan ataupun service level dan lead time. BAB VII MENGAPA MELAKUKAN DAN TIDAK MELAKUKAN OUTSOURCING A. MENGAPA MELAKUKAN OUTSOURCING Perusahaan-perusahaan yang melakukan outsourcing melakukannya dengan berbagai alasan. Demikian pula perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan outsourcing juga mempunyai alasan-alasan tertentu. Di bawah ini dikumpulkan alasan-alasan tersebut baik bagi yang menggunakan maupun yang tidak menggunakan outsourcing. Bagi yang menggunakan outsourcing, ada cukup banyak alasan yang diajukan, antara lain : • • • • • • Alasan organisasi. Alasan perbaikan kinerja. Alasan keuangan. Alasan penghasilan. Alasan biaya. Alasan sumber daya manusia. Alasan organisasi. Beberapa alasan yang termasuk dalam kategori ini antara lain ialah : • Meningkatkan efektivitas perusahaan dengan menfokuskan diri pada apa yang dapat dilakukan paling baik, yaitu kompetensi utamanya. Dengan perkataan lain memfokuskan diri pada bisnis utamanya. • Meningkatkan fleksibilitas untuk mengantisipasi perubahan dalam bisnis, baik penggunaan teknologi atau proses, maupun perubahan volume bisnis. • Melakukan tranformasi organisasi. 78 • • • • • • Meningkatkan nilai produk dan layanan. Meningkatkan kepuasan pelanggan. Meningkatkan nilai pemegang saham. Menghindari pengendalian bagian yang sulit dikendalikan. Mempercepat hasil reengineering. dan sebagainya. Alasan perbaikan kinerja. Beberapa alasan yang dikategorikan dalam golongan ini antara lain ialah : • Memperbaiki kinerja operasi perusahaan. • Memperoleh ketrampilan ahli dan teknologi yang tidak mungkin diperoleh dengan cara lain. • Meningkatkan manajemen dan pengendalian. • Memperbaiki manajemen risiko. • Mendapatkan ide-ide yang inovatif. • Memperbaiki kredibilitas dan pamor tinggi dengan cara berasosiasi dengan pemberi jasa yang unggul. • dan sebagainya. Alasan keuangan. Langkah outsourcing dapat dipicu juga karena alasan keuangan, antara lain misalnya adalah : • Mengurangi investasi dalam pembelian atau penggantian aset. • Menggunakan dana yang ada untuk keperluan lain yang lebih mendesak dan penting. • Memperoleh arus kas dengan memindahkan aset kepada pemberi jasa. • Membagi risiko keuangan dengan pemberi jasa. • Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. • dan sebagainya. Alasan penghasilan. Alasan penghasilan (revenue) juga merupakan salah satu sebab suatu perusahaan melakukan outsourcing, yang secara lebih terinci pengharapkan : • Mendapatkan akses pasar dan kesempatan bisnis lebih luas dengan melalui jaringan pemberi jasa. • Mempercepat perluasan bisnis dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, sistem dan proses pemberi jasa. • Menambah kapasitas produksi dan penghasilan pada saat perusahaan tidak mampu mendanainya. • dan sebagainya. Alasan biaya. Alasan yang cukup banyak yang melatarbelakangi suatu perusahaan melakukan kebijakan outsourcing ialah biaya. • Mengurangi biaya dengan memanfaatkan kemampuan unggul pemberi jasa, baik kemampuan teknologi, spesialisasi, produktivitas, pengembangan dan riset dan sebagainya. • Merubah biaya tetap menjadi biaya variabel. • Mengurangi kebutuhan arus kas. 79 • • Sering kali dapat mengurangi biaya gaji dan upah karyawan. dan sebagainya. Alasan sumber daya manusia. Juga latar belakang sumber daya manusia memberikan motivasi kuat pada suatu perusahaan untuk melakukan outsourcing. • Memberikan pada karyawan kepastian lebih dalam hal jenjang karier. • Menghindari problema yang ditimbulkan oleh tuntutan sumber daya manusia, yang sering kali sulit diatasi sendiri. • Lebih memberikan fokus pada pembinaan sumber daya manusia di bidang kegiatan utama perusahaan. • dan sebagainya. B. MENGAPA TIDAK MELAKUKAN OUTSOURCING Disamping banyak alasan yang dikemukakan perusahaan untuk melakukan outsourcing, namun cukup banyak pula alasan yang dikemukakan oleh sebagian perusahaan yang tidak melakukan outsourcing. Alasan-alasan itu diantaranya berkaitan dengan ketidak pastian, kurangnya pengawasan, potensi konflik, ketidak senangan karyawan, finansial dan lain-lain. Karena alasan-alasan ini, baik karena pertimbangan maupun pengalaman, suatu perusahaan tidak mau melakukan outsourcing atau tidak mau melanjutkan melakukan outsourcing. Ketidak-pastian. Beberapa alasan perusahaan yang dikemukakan yang termasuk dalam kategori ini antara lain ialah : • Ketidak-pastian yang cukup besar memang ada. • Biaya yang ada sekarang kurang dimengerti besarnya. • Penghematan yang diharapkan tidak kunjung didapat. • Kinerja pemberi jasa ternyata tidak memuaskan. • Reputasi besar pemberi jasa ternyata tidak terbukti. • Tidak ada pemberi jasa yang memenuhi harapan dan persyaratan. • dan sebagainya. Kurangnya pengawasan. Banyak perusahaan yang mengalami was-was mengenai kehilangan pengawasan. Ada semacam kekhawatiran sejumlah perusahaan dalam melaksanakan outsourcing, antara lain mengenai : • Kehilangan kendali terhadap pemberi jasa. • Kehilangan kendali kelancaran tersedianya jasa. • Ketergantungan pada pemberi jasa. • Potensi kehilangan keahlian. • dan sebagainya. Potensi konflik. Ada semacam konflik dalam kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas perusahaan, termasuk kekhawatiran : • Kehilangan kompetensi utama. • Kehilangan rasa percaya diri. 80 • • • • Ketidak mulusan jalannya operasi karena berbagai konflik kepentingan yang mungkin timbul. Pemberi jasa dapat mengetahui rahasia perusahaan dan berpotensi membocorkan pada kompetitor. Pemberi jasa dapat mengambil alih kegiatan perusahaan dan berubah menjadi kompetitor. dan sebagainya. 81 Ketidak senangan karyawan. Yang termasuk alasan keberatan dalam kategori ini ialah antara lain : • Perasaan gagal melaksanakan tanggung jawab atas preservasi kesempatan kerja. • Memberikan sinyal buruk pada karyawan lain yang terkena transfer atau pemutusan hubungan kerja. • Mengurangi komitmen pada masyarakat. • Khawatir dianggap tidak etis dalam menangani nasib karyawan. • Memperburuk moral dan semangat karyawan lain, meskipun tidak terkena transfer. • dan sebagainya. Alasan finansial. Meskipun banyak alasan finansial yang mendukung kebijakan outsourcing, tetapi ada juga beberapa alasan finansial yang menghalangi kebijakan ini, antara lain : • Pemberi jasa tidak mampu melaksanakan kerja dengan biaya yang lebih efisien. • Ekonomis skala besar mungkin tidak dapat diperoleh. • dan sebagainya. Lain-lain. Alasan-alasan lain yang dapat dikemukakan perusahaan mengapa kebijakan outsourcing tidak ditempuh, yang kadang-kadang juga semacam alasan yang dibuatbuat antara lain misalnya : • Belum melakukan studi. • Merasa terlalu sibuk melakukan studi. • Tidak berani mengambil risiko walau kecilpun. • Menganggap ide yang baik tetapi waktunya belum tepat. • Mempunyai pengalaman jelek dengan pemberi jasa terdahulu. • Menganggap pelanggan membenci ini. • Takut akan reaksi karyawan. • Takut reaksi serikat buruh. • Menunggu proyek percobaan sampai berhasil. • Terlalu banyak biaya tersembunyi yang tidak ketahuan. • dan sebagainya. C. BEBERAPA HASIL SURVEI. Seperti telah disinggung di atas, beberapa survei atau riset mengumpulkan data alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan atau tidak melakukan outsourcing. Untuk membandingkan dengan uraian di atas, di bawah ini disampaikan sekali lagi beberapa hasil survei yang berkenaan dengan mengapa suatu perusahaan melakukan atau tidak melakukan outsourcing dan beberapa hal lain seperti motivasi utama melakukan outsourcing dan sebagainya. 82 Hasil survei Outsourcing Institute. Outsourcing Institute yang berbasis di Amerika, yang mempunyai 18.000 anggota pernah melakukan survei pada tahun 1998 di antara 600 anggotanya mengenai alasan mereka melakukan outsourcing. Survei tersebut menghasilkan 10 alasan terpenting yang dikemukakan oleh mereka yaitu : 1. Mempercepat keuntungan reengineering. 2. Mendapatkan akses pada kemampuan kelas dunia. 3. Memperoleh suntikan kas. 4. Membebaskan sumber daya untuk kepentingan lain. 5. Membebaskan diri dari fungsi yang sulit dikelola atau dikendalikan. 6. Memperbaiki fokus perusahaan. 7. Memperoleh dana kapital. 8. Mengurangi biaya operasi. 9. Mengurangi risiko. 10. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki di dalam perusahaan. Hasil survei Shreeveport. Shreeveport mengadakan survei diantara 500 perusahaan besar di Inggris dengan judul ‘outsourcing – winning the benefits, reaping the rewards’ antara lain menghasilkan alasan-alasan yang paling banyak dikemukakan mengapa suatu perusahaan takut melakukan outsourcing, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kehilangan kendali. Implikasi kehilangan lapangan kerja. Kehilangan sumber daya manusia Kesulitan mengendalikan biaya. Kehilangan waktu pengorganisasian. Terlalu tergantung pada pemberi jasa. Butuh waktu mengendalikan pemberi jasa. Meragukan kemampuan pemberi jasa. Hasil survei Business Communications Review. Survei yang dilakukan oleh Business Communications Review (BCR) pada tahun 1998 menunjukkan bahwa alasan utama yang semula diajukan untuk melakukan outsourcing yaitu untuk menekan biaya, yang memang berlaku pada tahun 1995an, rupanya tidak sepenuhnya berlaku lagi sesudah tiga tahun. Khususnya di bidang teknologi informasi, outsourcing terutama dipicu oleh kekurangan tenaga intern yang menguasai bidang tersebut. Oleh karena itu hasil yang diperoleh mungkin tidak berupa pengurangi biaya. Hasil survei American Management Association. Pada tahun 1997, American Management Association (AMA) mengadakan riset tahunan mengenai penghapusan pekerjaan menemukan bahwa 23% dari penghapusan pekerjaan adalah karena outsourcing, yang merupakan kenaikan dari angka 21% pada tahun 1995. Hasil ini menyebabkan AMA mengembangkan risetnya mengenai outsourcing sekitar apakah suatu jenis pekerjaan tertentu di oursourcekan, sebagian atau seluruhnya, pada satu atau beberapa pemberi jasa, apakah sudah 83 dilakukan sejak lama (sebelum 1994) atau baru saja. Riset ini antara lain menemukan beberapa data sebagai berikut, yang memberikan gambaran mengenai : • • • • • • • • Tingkat outsourcing dalam berbagai jenis usaha atau industri. Tingkat outsourcing dalam fungsi keuangan. Tujuan melakukan outsourcing fungsi bidang keuangan. Tingkat outsourcing dalam fungsi umum dan administrasi. Tujuan melakukan outsourcing dalam fungsi umum dan administrasi. Tingkat outsourcing dalam fungsi personalia. Tujuan melakukan outsourcing dalam fungsi personalia. dan sebagainya. Misalnya, tingkat outsourcing dalam berbagai jenis usaha atau aktivitas dapat dilihat dalam gambar berikut ini. Respondents Currently Outsourcing One or More Activities in Each Function Finance & 9% 9% Accounting General & 68% 10% Administration Human 60% 17% Resources 45% 18% Information System Marketing 38% 13% Transport & 56% 10% Distribution Manufacturing 44% 12% Long term Total 18% Total 78% Total 77% Total 63% Total 51% Total 66% Total 56% Recent Sumber : Eric Rolfe Greenburg and Carol Canzoneri : ‘Outsourcing : The AMA Survey”, AMA Research Reports, 1997. Beberapa temuan kunci lain yang diperoleh dalam riset tersebut ialah : • 94% dari perusahaan responden paling sedikit mengoutsourcekan satu dari aktivitas-aktivitas tersebut, dan jumlah aktivitas rata-rata yang dioutsourcekan adalah sembilan. • Outsourcing ternyata berkembang dengan pesat di bidang keuangan dan akuntansi, yaitu mencapai dua kali pada kurun waktu tujuh tahun terakhir. Bidang lain yang berkembang dengan cepat ialah sistem informasi (naik 40% sejak tahun 1994), dan marketing (naik 35%) • Pengurangan biaya merupakan sebab utama untuk outsourcing, diikuti dengan pengurangan waktu proses, perbaikan mutu produk. Namun banyak 84 • hal yang tidak dicapai, karena kurang dari 25% perusahaan responden menyatakan bahwa keseluruhan tujuan tersebut tercapai. Karena alasan itu, maka 51% dari perusahaan responden mengatakan bahwa paling sedikit satu aktivitas yang tadinya di outsource, dikembalikan pada keadaan semula, yaitu dikerjakan sendiri lagi. Fungsi Keuangan. Fungsi keuangan yang dioutsourcekan meliputi fungsi bookkeeping, clerical function dan data processing. Meskipun dalam fungsi keuangan, outsourcing paling kurang populer (hanya 18%), tetapi perkembangannya sangat cepat (100% dalam 3 tahun terakhir). Perusahaan besar (mempunyai karyawan lebih dari 10.000 orang) cenderung untuk melakukan outsourcing pada lebih dari satu aktivitas keuangan dan akuntansi dari pada perusahaan kecil, dengan perbandingan 34% dan 17%. Tipikal lamanya kontrak outsource adalah kurang dari satu tahun (38%), antara satu sampai tiga tahun (24%) dan tiga tahun atau lebih (38%). Tujuan utama mengapa fungsi ini dioutsourcekan ialah mengurangi biaya (76,1%), mengurangi waktu proses (61,5%) dan meningkatkan mutu layanan (49,5%) Fungsi Administrasi dan Umum. Fungsi yang dioutsourcekan meliputi fungsi pemeliharaan dan pembersihan gedung, fungsi klerk, antar-jemput surat menyurat, penyimpanan dan pemindahan, desain kantor dan keperluan kantor. Dalam kategori ini, pemeliharaan gedung dan pembersihan kantor merupakan aktivitas yang paling banyak dioutsourcekan, dan sekaligus merupakan aktivitas yang paling memuaskan dalam outsource. Dari semua perusahaan responden, 64% memiliki gedung sendiri dan sisanya 36% menyewa. Kurang-lebih separo (50%)dari outsourcing aktivitas ini berlangsung kurang atau sampai dengan satu tahun, 25% antara satu sampai tiga tahun dan 25% dengan waktu tiga tahun atau lebih. Motivasi utama mengapa fungsi ini dioutsourcekan ialah terutama mengurangi biaya (76,4%), mengurangi waktu proses (66,5%) dan meningkatkan mutu layanan (53,2%). Fungsi Sumber Daya Manusia. Dalam fungsi ini, aktivitas yang dioutsourcekan ialah administrasi pendapatan, pembayaran gaji, rekrutmen, penyediaan staf sementara, dan pelatihan kerja. Kirakira tiga perempat (75%) perusahaan responden melakukan outsourcing satu atau lebih aktivitas yang termasuk dalam fungsi ini. Berbeda dengan fungsi keuangan, dalama fungsi ini, makin kecil suatu perusahaan cenderung makin banyak melakukan outsourcing, dengan perbandingan 81% dan 69%. Lamanya kontrak biasanya lebih pendek, yaitu 58% jangka sampai dengan satu tahun, 12% antara satu dan tiga tahun dan 20% untuk tiga tahun atau lebih. Motivasi utama melakukan outsourcing pada fungsi ini kira-kira seimbang antara mengurangi biaya (70,1%), mengurangi waktu (72,2%) dan meningkatkan mutu (65,0%). 85 Fungsi Sistim Informasi. Aktivitas yang dioutsourcekan dalam fungsi ini termasuk proses batch, komunikasi data, komunikasi suara, instalasi dan pemeliharaan perangkat lunak/keras, pemasokan barang keperluan sistem, fotokopi dan desain sistem. Hampir tiga perempat (73%) perusahaan besar (mempunyai lebih dari 10.000 karyawan) mengoutsourcekan satu atau lebih aktivitas dalam fungsi ini, dibandingkan dengan perusahaan kecil, dengan perbandingan 73% dan 62%. Tipe kontrak sebagian besar adalah jangka pendek 51%, sedangkan jangka menengah 25% dan jangka panjang 24%. Motivasi utama perusahaan responden melakukan outsourcing dalam fungsi ini ialah terutama untuk mengurangi biaya (75,1%), kemudian mengurangi waktu proses (72,5%), dan meningkatkan mutu layanan (70,0%) Fungsi Marketing. Aktivitas dalam fungsi ini yang dioutsourcekan ialah advertensi, layanan pelanggan, publisitas dan promosi, penjualan/kirim langsung dengan pos, perwakilan penjualan, dan penjualan jarakjauh/telemarketing. Perusahaan kecil cenderung lebih banyak mengoutsource daripada perusahaan besar. 62% dari perusahaan kecil (memiliki kurang dai 100 karyawan) melakukan outsourcing paling sedikit satu dari aktivitas di atas, dibandingkan dengan hanya 39% dari perusahaan besar (memiliki karyawan lebih dari 10.000 karyawan) yang melakukan hal yang sama. Lamanya kontrak kebanyakan jangka pendek (58%) sedangkan jangka menengah 20% jangka menengah dan 22% jangka panjang. Motivasi utama mengapa fungsi marketing di outsourcekan ialah untuk meningkatkan mutu marketing (75,6%), mengurangi waktu (63,3%) dan mengurangi biaya (60,1%). Fungsi Transportasi dan Distribusi. Dalam fungsi ini, aktivitas yang tercatat dioutsourcekan meliputi perjalanan bisnis untuk karyawan, angkutan antar kantor dan angkutan produk maupun layanan. Pengurusan perjalanan bisnis atau dinas karyawan menduduki tempat ketiga yang paling banyak dioutsourcekan, sesudah angkutan barang/jasa dan angkutan antar kantor. Dari semua fungsi yang dioutsourcekan, fungsi transportasi dan distribusi paling banyak dipicu oleh keinginan untuk mengurangi biaya (84,8%), mengurangi waktu tunggu dan angkut (75,1%), dan meningkatkan mutu (61,4%). Fungsi Manufaktur. Dari fungsi ini, aktivitas yang dioutsourcekan meliputi desain komponen, produksi komponen, pengepakan, perakitan produk, dan desain produk. Aktivitas dalam fungsi manufaktur adalah jenis aktivitas yang paling populer dioutsourcekan ke beberapa pemberi jasa, bukan hanya satu, yang mungkin agak berlainan dengan fungsi-fungsi lain. Pengurangan biaya (81,9%) dan pengurangan waktu manufaktur (81,4%) merupakan tujuan utama melakukan outsourcing, baru diikuti dengan peningkatan mutu (66,0%). 35% dari perusahaan responden melaporkan bahwa satu atau dua aktivitas yang tadinya dioutsourcekan, dikembalikan dikerjakan kembali karena satu dan lain hal. Kontrak yang paling banyak dilakukan ialah jangka pendek (60%), sebagian lagi jangka menengah (27%) dan sebagian kecil jangka panjang (13%). Prosentasi jangka panjang yang sedikit ini agaknya paling sedikit diantara semua fungsi di atas. 86 Secara keseluruhan, riset AMA menunjukkan perubahan dari 37 aktivitas selama dua tahun terakhir, yaitu tahun 1994-1996. Perubahan dimaksud ialah mengenai ranking diurutkan dari yang paling tinggi dan paling rendah. Aktivitas pemeliharan dan pembersihan bangunan , pada tahun riset menduduki ranking pertama (64,5%) dalam outsourcing, sedangkan pertambahannya selama dua tahun terakhir menduduki ranking paling kecil (37) dengan perkembangan hanya sebesar 21,3%. Dengan perkataan lain, dari 37 aktivitas yang diriset, perkembangan outsourcing selama dua tahun terakhir paling sedikit adalah 21,3% dan paling banyak 181,2% yaitu di bidang fungsi klerikal. Ini sekaligus menunjukkan betapa pesatnya perkembangan outsourcing di Amerika pada waktu itu. Secara lengkap, ranking yang dihasilkan oleh riset AMA tersebut adalah sebagai berikut : FA GA HR IST MFG MKT TD Cat : Financial & Accounting : General & Adminstration Services : Human Resources : Information System : Manufacturing : Marketing : Transportation & Distribution Activity Current rank 1994-96 % of Incr. Rank Planned % of Inc. Rank Total Current & Planned Rank GA HR TD IST IST Building maintenance & cleaning Temporary staffing Employee business travel PC Supply/maintenance Installation/maintenance 64,5% 57,4% 49,9% 46,0% 43,8% 1 2 3 4 5 21,3% 44,3% 26,6% 65,7% 54,0% 37 22 35 15 20 3,3% 1,8% 5,2% 6,7% 9,6% 36 37 33 28 24 66,6% 59,1% 52,5% 49,1% 48,0% 1 2 3 4 5 MFG GA TD MKT HR Componen production Moving & storing Product/service delivery Advertising Payroll 43,3% 43,0% 41,4% 39,4% 38,4% 6 7 8 9 10 32,7% 33,0% 21,3% 23,6% 37,6% 31 30 36 32 27 6,2% 31 4,9% 35 5,1% 34 7,0% 26 10,9% 22 46,0% 45,1% 43,5% 42,2% 42,6% 6 7 8 10 9 MKT GA GA HR HR Publicity & Promotion Office supply Office design Training (management/supv) Training (functional) 36,7% 36,2% 34,6% 32,3% 31,2% 11 12 13 14 15 73,3% 34,1% 43,6% 58,7% 60,8% 12 28 23 17 16 6,2% 6,7% 5,6% 6,5% 9,3% 30 27 32 29 25 38,9% 38,6% 36,5% 34,4% 34,1% 11 12 13 14 15 MFG HR MFG IST IST Packaging Recruiting Product assembly System design Voice communication 27,0% 26,2% 25,5% 24,6% 22,1% 16 17 18 19 20 33,8% 57,3% 50,9% 74,7% 57,5% 29 19 21 10 18 12,1% 12,3% 14,0% 16,4% 10,9% 20 19 15 12 21 30,3% 29,4% 29,1% 28,6% 24,6% 16 17 18 19 21 HR MFG IST TD IST Benefit administrations Component design Photocopying Intra office delivery Data communication 21,8% 19,9% 19,9% 17,8% 17,1% 21 22 23 24 25 29,8% 42,6% 38,2% 42,9% 71,0% 33 25 26 24 13 17,0% 14,9% 13,0% 10,0% 13,2% 10 13 18 23 17 25,5% 22,8% 22,5% 19,5% 19,4% 20 22 23 24 25 HR Regular staffing 15,8% 26 84,9% 7 87 13,3% 16 17,9% 26 MKT MFG MKT FA Sales-direct mail Product design Sales-representative Data processing 14,4% 13,9% 12,9% 11,5% 27 28 29 30 81,6% 74,1% 29,0% 91,9% 8 11 34 6 14,6% 25,5% 17,5% 25,4% 14 6 9 7 16,5% 17,5% 15,2% 14,4% 28 27 29 30 GA GA IST FA MKT Mailroom function Clerical function Batch processing Clerical function Sales-telemarketing 9,9% 9,5% 8,2% 7,3% 6,6% 31 32 33 34 35 125,9% 136,0% 70,0% 181,2% 91,9% 4 2 14 1 5 26,2% 5 16,9% 11 21,6% 8 40,0% 3 34,1% 4 12,4% 11,1% 10,0% 10,2% 8,9% 31 32 34 33 35 4,8% 2,6% 36 37 76,5% 9 128,6% 3 53,3% 2 81,3% 1 7,4% 36 4,7% 37 FA Bookkeeping MKT Customer service Sumber : Maurice F.Greaver II, Strategic Outsourcing 88 BAB VIII RISIKO OUTSOURCING A. RISIKO SECARA UMUM. Agar pembicaraan mengenai outsourcing seimbang, maka disamping dibicarakan mengenai potensi keuntungan-keuntungan yang diperolah, ada baiknya dibicarakan juga mengenai risiko-risiko yang dihadapi perusahaan dalam melakukan outsourcing. Hal ini perlu disampaikan karena betapapun baiknya konsep outsourcing dan betapa baiknya persiapan yang dilakukan suatu perusahaan untuk melakukan outsourcing, usaha itu tidak selamanya berhasil. Keberhasilan atau kegagalan outsourcing dapat disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam perusahaan atau faktor-faktor dari luar perusahaan. Secara umum, risiko outsourcing dapat berupa : • • • Tidak tercapainya secara penuh tujuan yang diinginkan. Tidak tercapainya sebagian dari tujuan yang diinginkan. Lambatnya pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Secara kategoris, risiko tersebut dapat dihubungkan dan dihadapkan dengan tujuan outsourcing itu sendiri, sehingga dengan berpedoman pada tujuan outsourcing yang sudah dijelaskan sebelumnya, kemungkinan risiko dapat dipaparkan sebagai berikut ini. Tujuan outsourcing Risiko outsourcing 1. Mempercepat keuntungan reengineering. 1. Keuntungan tidak diperoleh secara cepat tidak diperoleh dalam jumlah yang cukup signifikan. 2. Mendapatkan akses pada kemampuan kelas dunia. 2. Akses tidak diperoleh karena pemberi jasa tidak menunjukkan kinerja perusahaan kelas dunia. 3. Memperoleh suntikan kas. 3. Suntikan kas ternyata seret atau tidak diperoleh sama sekali karena perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan. 4. Membebaskan sumber daya untuk kepentingan lain. 4. Sumber daya mungkin harus ditrans fer ke atau diperlukan oleh perusahaan pemberi jasa, sehingga tetap kekurangan sumber daya. 5. Membebaskan diri dari fungsi yang sulit 5. Perusahaan mungkin tidak dapat dikelola atau dikendalikan. bebas seluruhnya dari kesulitan yang sebetulnya ingin dihindari. 89 6. Memperbaiki fokus perusahaan. 6. Karena berbagai tujuan yang ingin dicapai di atas, tidak sepenuhnya didapat, maka fokus pada core business mungkin tidak dicapai. 7. Memperoleh dana kapital. 7. Karena perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan, maka mungkin peroleh dana kapital tambahan tidak tercapai. 8. Mengurangi biaya operasi. 8. Biaya sesudah outsourcing mungkin tidak berkurang, tetapi tetap atau bahkan bertambah. 9. Mengurangi risiko usaha. 9. Karena berbagai tujuan yang ingin dicapai tidak sepenuhnya diperoleh, mungkin risiko usaha tetap saja besar. 10.Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki di dalam perusahaan. 10.Karena perusahaan pemberi jasa juga tidak memiliki sumber daya yang diperlukan, maka tujuan ini tidak tercapai. Risiko-risiko ini sungguh ada dan cukup banyak pula perusahaan yang mengalami sehingga ada beberapa diantara yang mencoba melakukan outsourcing, terpaksa kembali pada kegiatan semula, yaitu mengambil alih pekerjaan dimaksud dengan dikerjakan di perusahaan sendiri lagi. B. BIAYA TERSEMBUNYI : ADMINISTRASI. Outsourcing merupakan cara yang cukup populer akhir-akhir ini untuk memangkas biaya dan meningkatkan fleksibilitas. Namun demikian, cara tersebut dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang sering kali tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Problema yang ditimbulkan dapat berupa biaya administrasi, mengurangi gairah karyawan, menurunkan produktivitas kerja, dan kompromi etis, yang dapat disebut sebagai biaya tersembunyi. Para manajer harus memahami dan menyadari konsekuensi ini agar memperoleh perspektif yang seimbang mengenai outsourcing. Problema yang menyangkut etika akan dibahas secara tersendiri di bab belakang, sedangkan konsekuensi yang merupakan biaya tersembunyi di bidang administrasi dan sumber daya manusia, akan dibahas secara singkat di bab ini. Sebelum suatu perusahaan memutuskan untuk melakukan outsourcing, biasanya didahului dengan kegiatan-kegiatan seperti : • • • • melakukan analisis kinerja perusahaan sendiri, melakukan analisis apakah perlu melakukan outsourcing atau tidak, meyakinkan pimpinan perusahaan untuk mendapatkan persetujuan, meyakinkan bagian-bagian lain yang terkait, 90 • • • mensosialisasikan pada karyawan yang akan terkait, menentukan target outsourcing, dan sebagainya. Selanjutnya kegiatan awal tersebut perlu diteruskan lagi dengan kegiatan-kegiatan seperti : • • • • • • • • • • • • mencari calon pemberi jasa, menyiapkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan, melakukan pre-kualifikasi, menyiapkan dokumen tender, melakukan tender, melakukan pertemuan penjelasan, mengevaluasi tender, menentukan pemenang, menentukan persyaratan-persyaratan kontrak, melakukan negosiasi, menyiapkan dan membuat kontrak, dan sebagainya. Pada permulaan lanjutan seperti : • • • • • • pelaksanaan outsourcing, kegiatan dilanjutkan dengan aktivitas melakukan uji coba atau mungkin proyek percobaan, menentukan tolok ukur atau target kinerja untuk pemberi jasa, memonitor dan mengawasi kinerja pemberi jasa, menganalisis hasil outsourcing, membantu memperbaiki kinerja pemberi jasa apabila diperlukan, dan seterusnya. Tanpa disadari ketrampilan para manajer yang semula yaitu mengawasi pekerjaan secara langsung, beralih pada ketrampilan mengawasi dan mengendalikan pemberi jasa agar kinerjanya sesuai dengan kriteria dan tolok ukur yang sudah ditetapkan. Ini membutuhkan ketrampilan tertentu dan sering kali memerlukan pelatihan. Memonitor pemberi jasa memerlukan seperangkat pelaporan tertentu secara berkala. Ini harus dibuat dan dipersiapkan sebelumnya. Dalam hal menyangkut outsourcing menyenai bidang yang sangat luas dan rumit pelaksanaan, dan dengan demikian pengawasan dan pengendaliannya, maka diperlukan ketrampilan pengawasan yang khusus pula. Disamping itu, para manajer masih dituntut memiliki perencanaan darurat (contingency plan), sekiranya di tengah jalan, kinerja pemberi jasa sedemikian rupa buruknya sehingga dapat membahayakan operasi perusahaan, atau dalam hal pemberi jasa tidak dapat atau tidak mau meneruskan pemberian jasanya berhubung dengan satu dan lain hal. Pemutusan jasa dapat pula diakibatkan oleh perselisihan perburuhan, yang sering terjadi akhir-akhir ini, bencana alam atau kesulitan keuangan perusahaan pemberi jasa. Pentingnya perancanaan darurat ini tergantung dari tingkat kekritisan jasa yang dioutsourcekan, kemampuan untuk mengganti pemberi jasa secara cepat, dan atau kemampuan mengambil alih sendiri lagi pekerjaan yang dimaksud. 91 Risiko-risiko inilah yang menjadi salah satu sebab, mengapa perusahaan cenderung untuk hanya melakukan outsourcing untuk kegiatan perusahaan non utama saja, bukan pekerjaan utamanya. Maka, disamping outsourcing memang menjanjikan beberapa keuntungan pada perusahaan, tetapi tetap harus disadari bahwa tetap ada risiko ataupun biaya-biaya yang tersembunyi. Para pemasok pemberi jasa, yang mula-mula memang bergairah untuk menjadi mitra kerja, apabila tidak dimonitor terus dan dipelihara hubungan dan pembinaan mitra, makin lama dapat makin jauh dari semangat kemitraan dan hanya memikirkan kepentingan perusahaan sendiri. C. BIAYA TERSEMBUNYI : SUMBER DAYA MANUSIA. Perkembangan selama dua dekade terakhir ini menunjukkan bahwa faktor sumber daya manusia dalam suatu perusahaan menunjukkan perubahan yang sangat berarti, dimana sumber daya yang satu ini makin penting bagi perusahaan sehingga pemerlukan penanganan yang lebih sungguh-sungguh. Hal ini berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya, dimana secara relatif pendidikan mereka belum terlalu tinggi. Dewasa ini, rata-rata pendidikan sumber daya manusia semakin tinggi, mereka mendapatkan perlindungan lebih tinggi lagi dari masyarakat dan hukum, yang menyebabkan mereka mengajukan tuntutan dan mempunyai harapan lebih tinggi lagi dalam hal kepuasan kerja dan perolehan imbalan jasa. Perusahaan memerlukan mereka untuk mencapai tujuan perusahaan, sedangkan mereka juga memerlukan perusahaan untuk mencapai kepuasan dan kepentingan pribadi masing-masing. Hubungan ini semakin lama semakin berkembang kearah hubungan yang sejajar. Apabila seseorang menandatangani kontrak menjadi karyawan suatu perusahaan, sekaligus sebenarnya ia menandatangani kontrak psikologis tidak tertulis. Kontrak kerja ekonomis mencantumkan kesediaan seorang pekerja untuk mencurahkan waktu, keahlian, bakat, dan tenaga pada perusahaan, dan untuk itu diberikan imbalan berupa gaji dan fasilitas serta kondisi kerja tertentu. Kontrak psikologis mengandung arti keterkaitan psikologis pekerja pada perusahaan berupa pemberian kesetiaan, kreativitas, dan usaha ekstra, namun inipun memerlukan imbalan bentuk lain berupa keamanan kerja, perlakuan adil, pengakuan martabat, jaminan hari tua, hubungan yang serasi dengan atasan dan sesama pekerja, dan dukungan perusahaan dalam pengembangan kepribadiannya. Banyak manajer mengeluh mengenai tuntutan karyawan yang berlebihan, tidak hanya dalam segi ekonomis tetapi juga segi psikologis tersebut di atas. Oleh karena itu para manajer tersebut sering kali berusaha untuk menghindari hal tersebut dengan melakukan outsourcing, sehingga terlepas dari tuntutan karyawan yang dianggap berlebihan tersebut. Tetapi halnya tidak sering kali tidak sesederhana itu. Persoalan makin sulit dan kompleks apabila menyangkut karyawan dengan keahlian atau pendidikan tinggi. Meskipun gaji dan pendapatan lainnya di perusahaan baru tidak berkurang, tetapi faedah psikologis sulit diganti di perusahaan baru tersebut. Tidak hanya itu saja, karena pengaruh outsourcing sering kali menimpa pula karyawan yang tidak secara langsung terkena dampak outsourcing tersebut. Karyawan yang masih tinggal di perusahaan, melihat teman-temannya yang ditransfer kepada perusahaan pemberi jasa, bertanya-tanya terus kapan gilirannya tiba ? Ini mengurangi rasa keamanan mereka dan secara psikologis mempunyai 92 dampak yang sama dengan rekan-rekannya yang terkena dampak outsourcing. Rasa kurang aman ini akan mempengaruhi kinerja mereka dan mungkin sebagai kompensasi mereka akan mencari perlindungan pada serikat pekerja. Outsourcing mempunyai potensi timbulnya dampak-dampak seperti telah dijelaskan tersebut. D. DILAKUKAN TETAPI TIDAK DISENANGI. Survei yang dilakukan oleh Business Communications Review (BCR) pada sekitar tahun 1998 pada sekitar 2.000 orang pembacanya, dengan prosentasi jawaban yang sangat tinggi yaitu 97,5%, menunjukkan hasil yang cukup menarik. Pertanyaan mengenai apakah keuntungan outsourcing mengungguli risikonya (di bidang teknologi information), dijawab oleh sebagian besar ‘tidak’ namun beda prosentase antara yang menjawab ‘ya’ dan ‘tidak’ tidaklah begitu besar, seperti tampak pada diagram di bawah ini. Yang menjawab ‘tidak’ berjumlah 56% dan yang menjawab ‘ya’ berjumlah 44%. Outsourcing Benefits Outweigh Risks Strongly Disagree 24% Agree 36% Disagree 32% Agree Strongly Agree Disagree Strongly Disagree Strongly Agree 8% Sumber : Eric Krapf, Outsourcing : Doing It More, Liking It Less. Mengenai pertanyaan apakah dalam bidang teknologi informasi, biaya dengan outsourcing lebih rendah daripada biaya kalau dikerjakan sendiri, jawabannyapun cukup menarik, yaitu 55% tidak setuju, dan hanya 45% setuju. Lagi-lagi perbedaan prosentase jawaban relatif tidak sangat besar. 93 We Are Getting Good Value With Outsourcing Strongly Disagree 17% Agree 42% Disagree 38% Agree Strongly Agree Disagree Strongly Disagree Strongly Agree 3% Sumber : Eric Krapf, Outsourcing : Doing It More, Liking It Less. Pertanyaan yang cukup menarik untuk diajukan ialah kalau memang hasil dari outsourcing tidak memenuhi harapan perusahaan, mengapa mereka tetap melakukannya ? Dari survei yang dilakukan agaknya cukup sulit untuk menjawab pertanyaan ini secara konsisten. Hal ini terutama disebabkan bahwa 68% dari para perusahaan responden mengaku bahwa mereka tidak sepenuhnya dapat secara tajam memberikan alasan sesungguhnya mengapa mereka melakukan outsourcing. Pada penelusuran lebih lanjut dapat diketahui bahwa umumnya, dorongan untuk melakukan outsourcing adalah hal-hal yang berkenaan dengan sumber daya manusia, yang sering kali tidak dapat diukur secara kualitatif. Yang dimaksud di sini ialah : • • • • Kekurangan tenaga terampil untuk melakukan pekerjaan yang dibutuhkan. Kualitas pekerjaan yang dilakukan sendiri. Keinginan membebaskan karyawan dari suatu pekerjaan tertentu. Pengurangan biaya karyawan. E. USAHA MENGURANGI RISIKO. Dalam setiap usaha atau perubahan, selalu ada risiko, demikian juga usaha outsourcing. Persoalannya ialah bagaimana mengantisipasi risiko itu dan bagaimana mengusahakan agar risiko dapat ditekan serendah mungkin, kalaupun tidak dapat dihilangkan seluruhnya. Memperhatikan kemungkinan-kemungkinan risiko yang mungkin akan dialami seperti telah diutarakan di atas, maka beberapa usaha dapat dilakukan untuk menguranginya antara lain dengan melakukan uji coba terlebih dahulu, melakukan pemilihan pemberi jasa dengan lebih teliti, melakukan kontrak jangka pendek dahulu, merencanakan dan melakukan pengawasan dengan baik, menggunakan konsultan, memilih waktu yang tepat, mempersiapkan perencanaan darurat, dan sebagainya. 94 Melakukan uji coba. Ini adalah cara yang paling mudah dan umum ditempuh untuk mengurangi risiko besar. Uji coba dapat dilakukan untuk suatu jenis jasa tertentu dan untuk bagian perusahaan tertentu saja terlebih dahulu. Sambil menimba pengalaman dari hal yang mungkin baru bagi perusahaan dan bagi karyawan, maka persiapan-persiapan lebih lanjut dilakukan untuk memperluas cakupan outsourcing. Dalam masa uji coba, kesulitan dan persoalan yang timbul relatif akan lebih mudah diatasi karena masih berskala kecil. Pada akhir masa uji coba, perlu dilakukan analisis, apakah outsourcing perlu dan dapat dilanjutkan atau tidak. Kalau akan dilanjutkan, apakah perlu dilakukan sekarang atau ditunda. Apakah masa uji coba perlu diperpanjang atau tidak. Apabila dalam masa uji coba dialami kesulitan besar yang sulit dan tidak dapat dipecahkan, maka mungkin saja rencana outsourcing selanjutnya dibatalkan. Demikian pula sebaliknya, apabila masa uji coba berjalan dengan lancar, kesulitan dan hambatan yang ditemui dapat diselesaikan dengan memuaskan, maka outsourcing untuk bagian-bagian lain atau jasa lain dapat diteruskan. Uji coba dapat dilakukan sekali saja dan seterusnya outsourcing dapat dilakukan dalam skala penuh, atau uji coba dapat dilakukan secara bertahap dalam skala yang makin lama makin luas sampai pada skala penuh. Ini sangat tergantung dari keperluan dan penilaian risiko tersebut. Melakukan pemilihan pemberi jasa dengan teliti. Ini juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko. Pemilihan pemberi jasa merupakan kegiatan yang sangat krusial dalam menentukan berhasil tidaknya suatu outsourcing. Pemilihan yang hanya didasarkan atas analisis tertulis sering kali tidak memberikan gambaran sesungguhnya. Oleh karena itu sering kali cara pemilihan pemberi jasa ini misalnya hanya dapat dilakukan dengan masa percobaan tertentu, artinya untuk suatu saat digunakan beberapa pemberi jasa untuk satu jenis jasa. Kemudian, sesudah cukup waktu untuk penilaian, jasa tersebut diserahkan pada pemberi jasa yang paling memuaskan kinerjanya berdasarkan suatu tolok ukur tertentu. Pemilihan outsourcing untuk jasa boga (catering) misalnya, hanya dapat dinilai sesudah mengalami untuk beberapa waktu lamanya. Rasa makanan tidak pernah dapat dijelaskan dengan deskripsi apapun, dan hanya dapat dirasakan dan dinilai kalau sungguh-sungguh sudah dirasakan. Rasa inipun sering kali sangat subyektif, oleh karena dalam hal ini misalnya perlu dianalisis oleh suatu tim dengan latar belakang budaya dan kebiasaan makan yang berbeda, agar mendapatkan hasil penilaian yang lebih obyektif. Melakukan kontrak jangka pendek dahulu. Kiat ini juga merupakan salah satu cara yang gampang untuk mengurangi risiko yang lebih besar. Kontrak jangka pendek biasanya diartikan sebagai kontrak dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun. Apabila layanan dan kinerja pemberi jasa cukup memuaskan, dapat dilanjutkan dengan jangka menengah, yaitu antara satu tahun dan tiga atau lima tahun, seterusnya dapat dilanjutkan dengan kontrak jangka panjang, yaitu lebih dari tiga atau lima tahun. Dalam kenyataan, outsourcing yang berkembang menjadi kemitraan bisnis, dapat berlangsung sampai duapuluh tahun atau lebih. Merencanakan dan melakukan pengawasan. 95 Cara pengawasan terhadap perusahaan pemberi jasa perlu dipersiapkan sebelum pelaksanaan outsourcing dan ini sering kali tidak mudah. Cara-cara ini dapat berupa bentuk laporan berkala yang dipantau dan dibicarakan dalam bentuk pertemuan berkala pula. Dengan cara ini, maka kalau ada tanda-tanda mulainya suatu penyimpangan, dapat dideteksi secara dini dan tindakan korektif dapat dilakukan segera pula sebelum berkembang dan mencapai tahap sukar dikendalikan lagi. Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk mengukur keuntungan yang diharapkan didapat dari outsourcing adalah misalnya sebagai berikut. • • • • • • • • • • Dengan survei informal. Dengan melakukan inspeksi. Dengan melakukan benchmarking. Membandingkan dengan tingkat layanan yang disetujui. Membandingkan dengan standard mutu. Membandingkan dengan target biaya. Dengan survei kepuasan pelanggan. Membandingkan dengan tartet tingkat layanan. Membandingkan dengan tujuan layanan. dan sebagainya. Menggunakan konsultan. Menggunakan konsultan selalu dapat dilakukan, apalagi kalau perusahaan belum berpengalaman sama sekali dengan proyek outsourcing. Tentu saja harus menggunakan jasa konsultan yang berpengalaman dalam bidang outsourcing, bukan sekedar konsultan umum. Hal yang perlu dipertimbangkan ialah perbandingan antara biaya konsultan dan target penghematan biaya yang diharapkan dapat dicapai. Perbandingan ini haruslah sepadan dan tidak timpang. Perhitungan tarif jasa angkutan sering kali dapat dinegosiasikan dengan mengkaitkan dengan penghematan biaya yang dicapai. Misalnya untuk tarif tetap bulanan, ditetapkan tarif yang kecil, namun setiap kali ada penghematan biaya yang diperoleh, konsultan mendapatkan prosentase tertentu darinya. Mempersiapkan perencanaan darurat. Perencanaan darurat ialah perencanaan yang dilakukan perusahaan penerima jasa outsourcing untuk berjaga-jaga apabila outsourcing di tengah jalan mengalami kemacetan atau hambatan serius, karena satu dan lain sebab. Termasuk dalam perencanaan ini ialah apa tindakan yang harus segera diambil kalau terjadi kemacetan. Misalnya mencari pemberi jasa lain yang siap mengambil alih dalam waktu singkat. Tidak hanya itu saja, tetapi pemberi jasa siapa saja yang berpotensi seperti ini. Termasuk juga dalam perencanaan ini, kalau terpaksa perusahaan mengambil kembali tugas yang sudah dioutsourcing, bagaimana cara melaksanakannya ? Dengan adanya perencanaan darurat seperti ini, maka risiko kerugian dan hambatan karena gagalnya outsourcing di tengah jalan dapat dikurangi dan sekaligus memberikan rasa aman pada pimpinan perusahaan. Memilih waktu yang tepat. Kadang-kadang risiko outsourcing dapat dikurangi dengan memilih waktu yang tepat untuk memulainya. Misalnya saja situasi dimana sedang terjadi gejolak karyawan akan sesuatu hal bukanlah waktu yang paling tepat untuk melakukan 96 suatu perubahan besar, termasuk melakukan outsourcing, karena akan berhadapan dengan resistensi yang besar yang sangat berpotensi menggagalkan outsourcing itu sendiri. Demikian pula pada waktu terjadi krisis ekonomi yang berpengaruh pada hampir semua perusahaan, tidaklah tepat melakukan perubahan dalam skala besar, termasuk outsourcing, karena ketidak-stabilan baik perusahaan sendiri maupun perusahaan pemberi jasa bukan merupakan kondisi yang baik untuk melakukan perubahan, kecuali outsourcing dalam hal-hal atau pekerjaan kecil-kecilan. F. KAPAN HARUS MENGHENTIKAN OUTSOURCING. Seorang manajer tidak hanya harus mampu menetapkan untuk memulai langkah outsourcing, tetapi dalam keadaan tertentu harus mampu pula memutuskan untuk tidak melanjutkan outsourcing. Beberapa alasan mengapa outsourcing harus dihentikan misalnya karena alasan keperluan jangka pendek, kinerja tidak memuaskan, biaya terlalu tinggi, dan sebagainya. Keperluan jangka pendek. Apabila keperluan suatu outsourcing berjangka pendek, dan jangka waktu itu sudah terlampauai dan tidak ada lagi keperluan, tentu saja outsourcing harus dihentikan. Outsourcing semacam ini disebut transitional outsourcing. Misalnya saja outsourcing diperlukan untuk pekerjaan transisi perubahan dari penggunaan sistem lama ke sistem baru. Apabila sistem baru sudah berjalan dengan lancar, maka masa transisi selesai dan pekerjaan mengoperasikan sistem tersebut dikembalikan ke perusahaan sendiri. Kinerja tidak memuaskan. Apabila sesudah waktu tertentu terbukti kinerja pemberi jasa tidak sesuai dengan harapan atau persyaratan yang ditetapkan dan usaha-usaha perbaikan tidak berhasil, maka sebaiknya outsourcing dihentikan saja. Seterusnya, dapat diserahkan pada pemberi jasa lainnya atau dikerjakan sendiri. Agar penilaian ini obyektif dan pemutusan kontrak outsourcing ini tidak menimbulkan perselisihan dengan pihak pemberi kerja, tolok ukur dan target kinerja dalam kurun waktu tertentu harus dicantumkan secara jelas dan secara kuantitatif dalam kontrak. Kadang-kadang hal ini sementara dapat diatasi dengan mencantumkan sanksi tertentu apabila kinerja tidak tercapai dan kontrak diteruskan sampai akhir dan tidak diperpanjang lagi. Biaya terlalu tinggi. Apabila sesudah waktu tertentu efisiensi biaya tidak diperoleh sesuai dengan harapan atau target yang ditetapkan, outsourcing memang juga harus dihentikan. Tentu saja target efisiensi biaya harus secara jelas dicantumkan dalam kontrak termasuk target waktu. Sama dengan hal di atas, kontrak ini dapat dihentikan di tengah jalan atau ditunggu sampai selesai kontrak dan tidak diperpanjang lagi. Lain-lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa kontrak outsourcing sebaiknya dihentikan apabila tujuan outsourcing tidak tercapai secara memuaskan sesudah jangka waktu tertentu dan sesudah segala macam upaya perbaikan tidak juga kunjung berhasil. 97 Untuk mengantisipasi kemungkinan penghentian kontrak ini, maka dalam perjanjian kontrak harus ada klausula khusus mengenai hal ini, termasuk kapan dapat dihentikan, siapa boleh menghentikan, berapa lama harus memberitahukan terlebih dahulu, apakah ada kompensasi atau tidak, dan sebagainya. Dengan demikian, kemungkinan timbulnya perselisihan akan berkurang. Pertimbangan apakah kontrak outsourcing yang sudah dihentikan atau tidak dilanjutkan itu akan diberikan kepada pemberi jasa lainnya atau dikerjakan sendiri lagi, tergantung pada evaluasi manajemen pada waktu itu. Apabila berdasarkan pengalaman mengenai kinerja pemberi kerja yang lama, baik mengenai mutu kerja, biaya, maupun hubungan sedemikian rupa sehingga diperkirakan bahwa pemberi jasa lain juga tidak akan banyak bedanya, maka ini mendorong keputusan untuk kembali dikerjakan sendiri. BAB IX MASALAH ETIKA DALAM OUTSOURCING A. PENGERTIAN ETIKA. Kegiatan outsourcing pada hakekatnya adalah kegiatan pembelian, yaitu pembelian jasa. Pembelian itu sendiri adalah bagian dari kegiatan bisnis perusahaan, sehingga terhadap kegiatan pembelian berlaku pula etika bisnis. Untuk itu perlu kiranya 98 dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan etika, etika bisnis dan etika pembelian dan selanjutnya masalah etika yang menyangkut outsourcing. Dalam kata ‘etika bisnis’ termuat kata ‘etika’ dan kata ‘bisnis’. Pengertian bisnis umumnya sudah lama diketahui, hanya mungkin perlu sedikit dibicarakan terlebih dahulu mengenai kata ‘etika’ agar jelas yang dimaksud, sekurang-kurangnya dalam tulisan ini. Kata ‘etika’ dalam praktek dapat berarti bermacam-macam seperti misalnya : • Pertama, dapat berarti sekedar ‘sopan santun’ atau ‘adat kebiasaan’ seperti etika dalam makan dan minum, dalam berbicara di depan umum dan sebagainya. Dalam pengertian ini, sering juga digunakan kata ‘etiket’. • Kedua, berarti ‘filsafat tentang moral’. Dalam pengertian ini, etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tentang yang baik dan yang buruk. Etika adalah filsafat tentang praxis manusia. • Ketiga, sering kali disamakan dengan ‘moral’ atau ‘kumpulan asas atau nilai moral’, yaitu rangka normatif bagi tingkah-laku manusia yang mencakup aturan bertindak, ukuran penilaian dan norma yang mengarahkan tindakan manusia terhadap diri sendiri. Moral membicarakan mengenai baik dan buruknya tindakan manusia terhadap dirinya maupun terhadap manusia lain. Moral menilai manusia sebagai manusia. Dalam pengertian ini, sering juga digunakan kata ‘kode etik’. Dalam pengertian etika bisnis, etika lebih berarti pada arti yang ketiga, yaitu moral dalam melakukan bisnis. Dalam masyarakat umum, berlaku beberapa norma yang mengatur warga masyarakat. Norma-norma itu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : • • • Peraturan sopan santun Norma-norma hukum Norma-norma moral Peraturan sopan santun. Peraturan sopan santun ialah peraturan yang merupakan kebiasaan saja, berdasarkan suatu konvensi, berlaku untuk daerah tertentu, dan apabila disetujui oleh banyak orang, akan dapat dirubah dan berubah. Bagi orang Barat, makan dengan garpu dan sendok misalnya, adalah sopan santun biasa. Di negeri Barat, makan dalam acara resmi dengan tangan dianggap tidak sopan. Di desa-desa di kota-kota di Indonesia, makan dengan tangan masih dianggap biasa dan sopan saja. Orang yang makan dengan tangan tersebut tidak dianggap sebagai orang yang tidak sopan. Norma hukum. Norma hukum, biasanya berlaku berdasarkan peraturan atau perundang-undangan (kecuali hukum adat). Norma hukum adalah norma yang pelaksanaannya dapat dituntut dan dipaksakan serta pelanggarannya dapat ditindak dengan pasti oleh penguasa sah dalam masyarakat. Norma hukum berlaku sejak suatu saat tertentu 99 misalnya sejak undang-undangnya diberlakukan dan dapat tidak berlaku lagi misalnya kalau undang-undangnya dicabut. Norma moral. Tidak demikian dengan norma moral. Norma moral tidak didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berlaku untuk kurun waktu tertentu saja. Misalnya ‘jangan membunuh’ adalah norma yang selalu berlaku, baik diundangkan ataupun tidak. Norma moral belum tentu dapat dituntut pelaksanaannya serta ditindak pelanggarannya. Misalnya norma ‘anak wajib membantu orang tua apalagi yang sudah lanjut usia’ merupakan norma moral yang pelaksanaannya tidak dapat dipaksakan secara fisik dan hukum. Baru apabila norma moral tersebut menjadi norma hukum, dapat dilakukan demikian. Jangan membunuh adalah contoh dari norma moral yang sudah lama dimasukkan dalam norma hukum. Norma moral adalah norma yang berhubungan dengan kesadaran moral. Dalam hal yang menyangkut norma moral, kesadaran moral manusia mengatakan bahwa : • sesuatu hal itu merupakan kewajiban (moral) yang bersifat mutlak. • bahwa melaksanakan kewajiban itu merupakan kewajiban setiap orang. • bahwa kewajiban itu masuk akal dan dapat disetujui. • bahwa dengan mengambil keputusaan untuk melaksanakan kewajiban itu atau tidak melaksanakan kewajiban itu sekaligus menentukan nilai saya sendiri. B. ETIKA BISNIS. Dengan demikian sudah dapat dikatakan bahwa etika bisnis menyangkut moral dalam berbisnis, yaitu norma yang mengatur tingkat laku bisnis, apakah suatu bisnis itu dilakukan dengan baik atau tidak. Yang dikaji bukanlah suatu perusahaan tetapi pelaku bisnis, yaitu orangnya. Yang dinilai baik buruk adalah perilaku orang yang berbisnis tersebut. Yang dinilai bukan dia sebagai CEO atau dia sebagai manajer, tetapi dia sebagai manusia. Pelaksanaan etika bisnis tidak selalu dapat dipaksanakan secara fisik atau secara hukum. Baru apabila etika bisnis itu menjadi ketentuan peraturan atau undang-undang positif, pelaksanaannya dapat dipaksakan dan sanksi hukumnya dapat dilaksanakan. 100 Untuk memberikan gambaran mengenai apa itu etika bisnis, di bawah ini dikutip beberapa definisi sebagai berikut . ‘Business ethics may be defined as a self-generating system of moral standards to which a substantial majority of business executives give voluntary assent. It is a force within business that leads to industry-wide acceptance of certain standards of practical conduct.’ (Gary J Zenz) Dimana letak etika bisnis dalam keseluruhan faham etika ? Hal ini, menurut Sonny Keraf, dapat dilihat dalam diagram pembagian atau pengelompokan atau skema etika sebagai berikut. Etika : Etika Umum Etika Khusus : Etika Individual Etika Lingkungan Etika Sosial : Sikap terhadap Sesama Etika Keluarga Etika Gender Etika Politik Kritik Ideologi Etika Profesi : Etika Biomedis Etika Bisnis Etika Hukum Etika Ilmu Pengetahuan Etika Pendidikan dan sebagainya. Dengan demikian jelas, bahwa Etika Bisnis termasuk dalam golongan etika profesi. Etika bisnis dapat juga disebut kode etik bisnis. Apabila Etika Bisnis ingin dikembangkan atau dijabarkan lagi, mungkin dapat berbentuk sebagai berikut : Etika pembelian Etika outsourcing Etika penyewaan Etika pengangkutan Etika pembayaran dan sebagainya. Etika marketing Etika penjualan Etika pelelangan Etika periklanan Etika persaingan Dan sebagainya. 101 Adalah sangat menarik sewaktu Peter Drucker, seorang pakar manajemen terkenal, mengatakan bahwa : ’There is no such thing as business ethics, only ethics’. Yang dimaksudkan adalah bahwa etika ya hanya satu yaitu yang mengatur tingkah laku manusia, apapun kedudukan, jabatan maupun fungsinya. Dalam arti tertentu memang ia benar, karena sebenarnya business ethics adalah penjabaran secara lebih jelas mengenai praktek etika dalam dunia bisnis, yang pada hakekatnya mempunyai nilai yang sama dengan etika yang satu itu. C. ETIKA PEMBELI PROFESIONAL. NAPM (The National Association of Purchasing Management) suatu asosiasi besar yang mewakili para pembeli di indutri AS, sejak tahun 1929 telah menetapkan kode etik yang perlu diindahkan oleh para buyer. Mula-mula dinamakan NAPM Standards of Conduct, dan kode etik pembelian ini sudah berkali-kali dimutakhirkan. Versi terakhir diberi nama Principles and Standards of Purchasing Practice, diterbitkan tahun 1992 dan dimaksudkan untuk digunakan oleh pembeli profesional dalam menanggapi perkembangan terakhir dalam lingkungan perdagangan. Karena kode etik ini oleh kalangan pembeli profesional dianggap sebagai pilar yang penting dan digunakan sebagai benchmark dalam manajemen pembelian, maka ada baiknya dikutib disini secara lengkap untuk referensi mereka yang berkecimpung di manajemen pembelian. Sebagian besar memuat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang berlaku secara universal, hanya di sana sini mungkin terselip kebiasaan setempat. The current NAPM Standards of Purchasing Practice Loyalty To Your Company Justice to Those With Whom You Deal Faith In Your Profession. From these principles are derived the NAPM standards of purchasing practice. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Avoid the intent and appearance of unethical or compromising practice in relationships, actions, and communications. Demonstrate loyatly to the employer by diligently following the lawful instructions of the employer, using reasonable care and only authority granted. Refrain from any private business or professional activity that would create a conflict between personal interests and the interests of the employer. Refrain from soliciting or accepting money, loans, credits, or prejudicial discounts, and the acceptance of gifts, entertainment, favours or services from present or potential suppliers which might influence, or appear to influence purchasing decisions. Handle information on a confidential or proprietary nature to employers and/or suppliers with due care and proper consideration of ethical and legal ramifications and governmental regulations.. Promote positive supplier relationships through courtesy and impartiality in all phases of the purchasing cycle. Refrain from reciprocal agreements which restrain competition. 102 8. 9. 10. 11. 12. Know and obey the letter and spirit of laws governing the purchasing function and remain alert to the legal ramifications of purchasing decisions. Encourage that all segments of society have the opportunity to participate by demonstrating support for small, disadvantaged and minority-owned businesses. Discourage purchasing’s involvement in employer sponsored programs of personal purchases which are not business related. Enhance the proficiency and stature of the purchasing profession by acquiring and maintaining current technical knowledge and the highest standards of ethical behavior. Conduct international purchasing in accordance with the laws, customs, and practices of foreign countries, consistent with United States laws, your organization’s policies, and these Ethical Standards and Guidelines. Mengenai kode etik pembeli profesional dari NAPM tersebut, secara singkat dapat diberikan beberapa catatan dan komentar sebagai berikut. 1. Mengenai ethical perception. Tidak perlu komentar lebih lanjut karena ini mengenai pengertian atau nilai umum. Yang jelas, pihak yang melakukan pekerjaan pembelian diharapkan mempunyai faham etika. 2. Mengenai responsibility to the employer. Kepentingan pemberi kerja apakah itu perorangan atau perusahaan harus diutamakan, dan kepentingan sendiri harus dikalahkan. 3. Mengenai conflict of interest. Ini hal yang sudah banyak diketahui. Batasan dalam hal ini memang sangat luas dan dapat dirasa dan diketahui dengan mudah. Beberapa contoh conflict of interest. Rekanan pemasok milik saudara dekat atau dipimpin oleh saudara dekat. Pembeli mempunyai saham kepemilikan atau bagian dari pimpinan perusahaan pemasok. 4. Mengenai gratuities. Pemberian yang dimaksud disini ialah segala bentuk pemberian berupa barang, jasa, kemudahan, rekreasi atau apa saja. Mengenai undangan makan, pada tahap tertentu dapat dianggap masih dapat dibenarkan. Beberapa pedoman yang biasanya diberikan mengenai hal ini ialah misalnya : Undangan makan hendaknya dalam rangka membicarakan suatu bisnis tertentu Tidak terlalu sering menerima undangan dari rekanan yang sama. Sebaiknya buyer mengundang balik rekanan dalam frekuensi yang sama baik dengan biaya sendiri atau biaya perusahaan. Demikian pula pemberian, undangan makan, entertainment dalam batas tertentu diperbolehkan dalam budaya perusahaan atau negara tertentu. 103 5. Mengenai confidential information. Yang biasanya dianggap sebagai hal yang rahasia ialah antara lain : Harga dan data mengenai biaya. Penawaran atau keterangan mengenai itu. Formula dan informasi mengenai proses. Informasi mengenai desain (gambar, cetak biru dan sebagainya) Perencanaan, strategi, dan sebagainya dari perusahaan. Informasi pribadi mengenai karyawan atau yang mempercayakan pada seseorang. Sumber pemasok atau keterangan pemasok. Daftar pelanggan dan keterangan mengenai pelanggan. Program perangkat lunak komputer. 6. Mengenai treatment of suppliers. Pemasok haruslah diperlakukan dan dihormati sebagai mitra bisnis yang sejajar. Selain itu, hubungan haruslah didasarkan atas kejujuran, keadilan. 7. Mengenai reciprocity. Perlakuan harus hati-hati apabila pembeli menghadapi pemasok yang sekaligus juga pelanggan, dalam arti bahwa pemasok tetap harus diperlakukan secara adil dan sama dengan pemasok lain. Dianggap tidak etis apabila mereka mendapatkan perlakuan istimewa. 8. Mengenai federal and state laws. Hal ini mengenai peraturan dan hukum setempat, yang tentu saja harus dihormati dan diindahkan. 9. Mengenai small, disadvantaged, and minority-owned businesses. Inilah yang dinamakan tugas sosial dari fungsi pembelian, yang tidak hanya berlaku di negara yang sedang berkembang, tetapi berlaku juga di negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat. Pengertian disadvantages dan small dapat diperluas dengan kepentingan buruh dari perusahaan pemasok dan semua perusahaan yang terkait. 10. Mengenai personal purchases for employees. Tugas pembelian ialah untuk keperluan perusahaan. Pembelian untuk pribadi dapat mengganggu pencapaian tugas utama tersebut. Namun apabila perusahaan mengijinkan ada program pembelian untuk pegawai, harus diatur sedemikian rupa sehingga : Hindari melakukan penekanan pada pemasok. Jelaskan dengan terus terang pada pemasok bahwa pembelian bukan untuk perusahaan, tetapi untuk pribadi karyawan. Usahakan agar semua karyawan memperoleh faedah yang sama. 104 Pembeli harus bertindak adil terhadap perusahaan (pemilik), pada karyawan dan pada pemasok . 11. Mengenai responsibilities to the profession. Mereka yang bekerja di bidang pembelian berkewajiban meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, sekurang-kurangnya dalam pengetahuan dan ketrampilan dasar mengenai pembelian. Tidak hanya itu, mereka harus mengetahui etika profesinya dan menjunjung tinggi etika tersebut. 12. Mengenai international purchasing. Dalam melakukan pembelian secara internasional, etika pembelian tetap harus diindahkan dan dilaksanakan. Meskipun ada hukum dan kebiasaan setempat, biasanya prinsip-prinsip etika di atas berlaku secara universal, hanya di beberapa tempat pelaksanaan dapat berbeda dalam cara dan gradasinya. Biasanya tidak ada perbedaan secara prinsip. Keppres-18/2000, suatu Keppres yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia, dalam salah satu pasalnya juga mengatur mengenai hal ini, seperti dapat dikutib sebagai berikut ini. Etika Pengadaan Barang/Jasa Pasal 5 Pengguna barang/jasa Instansi Pemerintah (termasuk perencana, pelaksana dan pengawas), penyelia barang/jasa harus mematuhi etika pengadaan barang/jasa, yaitu : 1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketetapan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa. 2. Bekerja secara profesional, mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa. 3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat. 4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak. 5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa. 6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang dan jasa. 7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dengan atau melakukan kegiatan bersama dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara. 105 8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa. Disamping itu, beberapa hal sebagai berikut mengenai praktek pembelian perlu diperhatikan karena menyangkut pula etika pembelian. Hindari praktek yang curang (sharp practice) Praktek semacam ini, yaitu kecurangan adalah hal-hal yang sengaja dilakukan untuk mengambil manfaat tidak jujur dan adil dari pihak lain, yang sudah mendekati penipuan, harus dihindarkan. Beberapa contoh yang dapat diberikan misalnya : • Sengaja memberikan janji membeli dalam jumlah besar untuk mendapatkan harga rendah, sedangkan pembelian sebenarnya hanya sedikit saja. Disini pembeli mendapatkan harga dengan tidak jujur dan berlaku curang. • Permintaan penawaran dari pemasok yang berlainan tingkat atau bidang keahlian dengan maksud memenangkan suatu pihak tanpa pelelangan yang sebenarnya. • Memberi tahukan penawaran pemasok lain kepada pemasok tertentu dengan cara seakan-akan tidak disengaja. • Dan praktek-praktek sejenis itu. Acurex Corporation misalnya menambahkan beberapa ketentuan berikut ini, yang harus dihindarkan : • Memperbolehkan satu atau beberapa pemasok untuk mendapatkan informasi mengenai penawaran kompetitor lain, dan memperbolehkan mereka untuk melakukan penawaran ulang. • Memberikan preferensi pada pemasok yang ingin dimenangkan oleh anggota pimpinan perusahaan. • Membatalkan pembelian suku cadang yang sudah dalam proses fabrikasi dan sekaligus mencoba mengelakkan kewajiban membayar ganti rugi (cancellation charges) • Menipu atau menyesatkan penjual dalam negosiasi. • Menyebabkan pemasok sangat tergantung pada organisasi pembeli untuk hampir seluruh penjualannya. 106 Penawaran kompetitif (competitive bidding) Pembeli profesional wajib memperhatikan etika dalam hal penawaran kompetitif seperti misalnya : • • • • • • • • • Hanya memberikan undangan kepada pemasok yang betul-betul akan diberikan pesanan apabila memenangkan tender. Syarat-syarat penilaian harus transparan dan diberitahukan sebelum melakukan tender. Spesifikasi barang atau jasa yang ditawarkan harus berlaku umum dan jangan menjurus pada spesifikasi khusus yang hanya dimiliki oleh salah satu pemasok saja. Semua peserta tender masing-masing harus mendapatkan penjelasan dan keterangan lengkap dan sama. Harga penawaran tender harus dirahasiakan. Memberitahukan pihak yang kalah secepat mungkin agar mereka dapat menyesuaikan diri. Jangan menerima lagi penawaran sesudah waktu penutupan. Jangan mengambil keuntungan dengan cara mencari-cari kesalahan dalam penawaran pemasok. Dan sebagainya. Negosiasi. Dalam hal negosiasi, beberapa etika yang harus diperhatikan antara lain misalnya : • Negosiasi perlu dilakukan apabila memang dirasakan adil bagi dua belah pihak. • Negosiasi tidak boleh dilakukan sekadar untuk negosiasi, tetapi harus dengan alasan yang adil. • Sebelumnya, para peserta tender/penawaran harus diberitahu semua faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam mengevaluasi penawaran. • Semua peserta tender/penawaran harus diberikan kesempatan mendapatkan informasi yang lengkap dan sama. • Dan sebagainya. Contoh barang (samples) Apabila contoh barang diterima pembeli, harus betul-betul dilakukan pengujian seperlunya dan hasilnya perlu diberitahukan kepada yang bersangkutan. Perlakuan terhadap penjual. Para penjual barang atau jasa, termasuk para salesperson, harus diperlakukan dengan hormat seperti tamu-tamu lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain. • Perjanjian (appointment) harus ditepati dengan baik. Jangan biarkan salesperson, juga tamu-tamu lain, menunggu terlalu lama apabila bertamu. • Jangan membatalkan perjanjian seenaknya. • Perlakukan mereka sebagai mitra bisnis, mitra kerja karena ini berpotensi melancarkan hubungan demi kepentingan bersama. 107 Material dibawah standar. Apabila menerima barang yang dibawah standar atau tidak sesuai dengan spesifikasi pemesanan, maka : • Harus segera diberitahukan kepada pemasok yang bersangkutan, dan jangan menunggu terlalu lama. • Tindakan koreksi harus segera dibicarakan dan dinegosiasikan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hadiah dan Pemberian lainnya. Menurut NAPM Principles and Standard Purchasing Practice nomer 4 di atas, pemberian atau hadiah dalam bentuk apapun dari para pemasok tidak boleh diterima oleh para pembeli profesional. Dalam praktek, hal ini ada beberapa pengecualiannya misalnya sebagai berikut ini. • Beberapa perusahaan mengatur batasan pemberian yang boleh diterima, misalnya boleh menerima barang yang sifatnya untuk promosi. • Ada yang mengatur boleh sampai batas harga tertentu atau apabila tidak berlebihan. Namun dalam hal ini ada kesulitan juga karena berapa batas tidak berlebihan atau berlebihan tidak begitu jelas dan sangat subyektif sifatnya. • Ada perusahaan yang mengharuskan pemberian hadiah berupa barang atau uang dipusatkan, kemudian perusahaan sendiri membaginya kepada seluruh karyawan secara adil. Penyuapan (bribery) Penyuapan adalah hal yang lebih berat dan lebih parah dari hanya sekedar penerima pemberian hadiah berupa uang, barang, atau bentuk-bentuk lain. Penyuapan menyangkut pemberian barang, atau uang, atau bentuk-bentuk lain dengan permintaan kompensasi tertentu yang menyalahi peraturan, merugikan pihak lain secara tidak sah, melanggar atau merampas hak pihak lain. Penyuapan tidak hanya termasuk pelanggaran etika tetapi sekaligus juga melanggar peraturan hukum. Kesimpulan. Sebagai semacam kesimpulan dapat dikatakan bahwa semua yang bekerja di bidang pembelian dan pemasokan mempunyai tanggung jawab etis kepada tiga kelompok orang, yaitu pemberi kerja, pemasok dan teman sekerja. • Pada pemberi kerja. Diperlukan pedoman yang jelas mengenai kesetiaan kepada orang atau perusahaan pemberi kerja tentang karakteristik kesetiaan yang diharapkan demi kepentingan pemberi kerja. • Pada pemasok. Pedoman umum yang dapat diberikan menyangkut hubungan dengan pemasok ialah perlakuan secara adil (fair play) dan jujur. • Pada teman sekerja. Semua anggota yang bekerja di bidang pembelian harus menjaga profesi mereka sebagai profesi yang terhormat dan etis. 108 Apabila mereka yang bekerja di bidang pembelian menghadapi keadaan yang meragukan (grey area), dimana jawaban tidak didapatkan dari peraturan tertulis atau praktek sebelumnya, beberapa pertanyaan berikut ini dapat membantu untuk dijadikan bahan pemikiran. • Apakah tindakan saya ini dapat diterima oleh setiap orang dalam organisasi saya ? • Bagaimana tindakan saya ini apabila dikaitkan dengan tanggung jawab saya pada perusahaan, rekanan pemasok dan teman sekerja ? • Bagaimana akibatnya apabila semua pembeli dan penjual melakukan hal ini ? • Apabila saya berada di pihak yang lain, bagaimana sikap dan perasaan saya apabila diperlakukan serupa ? • Bagaimana suara hati nurani saya ? The Rotary International Organization mengenai hal ini memberikan pertanyaan yang dinamakan ‘the four way test’ mengenai apa yang mereka pikirkan, katakan dan lakukan. Pertanyuaan-pertanyaan itu ialah : • Is is the TRUTH ? • Is it FAIR to all concerned ? • Will it build GOODWILL ? • Will it be BENEFICIAL to all concerned ? Dalam melakukan keputusan terakhir, beberapa waktu merenung perlu dilakukan dengan memikirkan kata-kata berikut ini, yang dinamakan : ‘What Makes a Profession’ ‘If there is such a thing as a profession as a concept distinct from a vocation, it must consist in the ideals which its members maintain, the dignity of character which they bring to the performance of their duties, and the austerity of the selfimposed ethical standards. To constitute a true profession, there must be ethical tradition so potent as to bring into conformity members whose personal standards of conduct are at a lower level, and to have an elevating and ennobling effect on those members. A profession cannot be created by resolution, or become such overnight. It requires many years for its development, and they must be years of self-denial, years when success by base means is scorned, years when no results bring honor except those free from the taint of unworthy methods.’ D. ETIKA DALAM OUTSOURCING. Bagaimana hal itu semua, yaitu isu etika dapat menyangkut outsourcing ? Seperti telah di singgung di atas, outsourcing pada hakekatnya adalah suatu kegiatan pembelian, yaitu kegiatan pembelian jasa dengan tujuan strategis berjangka panjang. Salah satu tujuan yang penting dari outsourcing adalah untuk meningkatkan efisiensi perusahaan dengan menekan biaya operasi. Oleh karena itu banyak wujud outsourcing yang berupa mengganti mempekerjakan karyawan tetap dan purna waktu dengan karyawan tidak tetap dan paro waktu, karyawan kontrak atau bentuk lain dimana para karyawan tidak atau lebih sedikit menerima fringe benefit. Dengan lain perkataan outsourcing dapat berupa penggantian memperkerjakan karyawan secara tetap dengan gaji tinggi dengan mempekerjakan karyawan secara temporer 109 dengan gaji lebih rendah. Meskipun outsourcing secara historis merupakan elemen utama ekonomi Jepang, namun konsep bahwa karyawan tidak memperoleh pekerjaan selama dan karier yang lama dalam suatu perusahaan sampai baru-baru ini merupakan hal yang asing di Amerika. Namun perusahaan yang secara historis yang bersikap paternalistik, cenderung berubah dan secara aktif mempekerjakan karyawan atas dasar sementara. Hal-hal inilah yang menyebabkan outsourcing bersinggungan dengan etika. Lagipula, banyak kritik yang dilontarkan bahwa outsourcing merupakan pengkhianatan para pimpinan perusahaan pada karyawannya dimana para pimpinan menerima gaji rata-rata 100 atau 150 kali lipat dari rata-rata penerimaan karyawan rendahnya. Adalah tidak etis, beberapa orang menganggap, apabila perusahaan di Amerika yang walaupun menghadapi persaingan ketat, membebani penurunan biaya dalam bentuk pengurangan gaji dan peniadaan asuransi kesehatan sementara para eksekutif menerima gaji yang sedemikian besarnya. Dalam ensiklik Rerum Novarum oleh Paus Leo XIII tahun 1891, tertulis bahwa : ‘Pekerja yang ….. karena terpaksa atau takut akan akibat yang lebih buruk lagi…. menerima kondisi yang lebih berat karena pemberi kerja atau kontraktor tidak memberikan mereka hal yang lebih baik lagi, merupakan korban kekerasan dan ketidak-adilan….’ Seratus tahun kemudian, dalam ensikliknya yang bernama Laborem Exercens, Paus Johanes Paulus II mendifinisikan kerja sebagai suatu tugas, tetapi juga sebagai sumber hak-hak seorang pribadi. ‘Remunerasi yang adil untuk orang dewasa yang bertanggung jawab atas suatu keluarga berarti suatu remunerasi yang cukup untuk menjaga kehidupan suatu keluarga dan menjamin hari depannya’. Jadi konsep Paus Johanes Paulus II tentang remunerasi melampaui sekedar gaji. Itu termasuk hak untuk pemeliharaan kesehatan, bantuan medis, cuti dan jaminan hari tua. Tuntutan akan perlakuan dan hak-hak yang adil bagi pekerja tidak hanya terbatas pada pendapat dan anjuran para Paus tersebut, tetapi juga merupakan pandangan para pemerhati masalah sosial. John Rawls, dalam bukunya Theory of Justice mengatakan, bahwa : ‘Perhaps the most important primary good is self respect, and without it nothing may seem worth doing, or if somethings have value on us, we will lack the will to strive for them. All desire and activity becomes empty and vain, and we sink into apathy and cynicism.’ Walaupun konsep mengenai remunerasi dan hak-hak karyawan di atas merupakan hal yang cukup jelas namun dalam pelaksanaan tidaklah semudah itu. Dalam banyak hal cukup sulit untuk memberikan gaji karyawan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut di atas, karena kemampuan perusahaan. Hal ini banyak dialami oleh perusahaan di negara yang sedang berkembang. Memang tidak semua hal berlaku demikian, artinya tidak semua perusahaan terpaksa memberikan gaji rendah karena faktor mempertahankan hidup perusahaan. Ada sementara perusahaan yang 110 memang terlalu serakah dalam mendapatkan keuntungan yang sangat besar dengan mengorbankan kepentingan pokok para karyawannya. Dalam negara yang sedang berkembang, persoalannya juga tidak hanya itu. Selalu ada persoalan dilematis antara mempekerjakan sedikit orang dengan gaji cukup atau mempekerjakan banyak orang dengan gaji kurang sementara angka pengangguran begitu tinggi. Oleh karena itu sekali lagi persoalan di lapangan tidak semudah harapan yang dimiliki oleh para pemerhati masalah sosial, termasuk harapan para pimpinan perusahaan sendiri. Memang persoalan etis sebaiknya tidak dikompromikan dengan persoalan non etis. Tetapi barangkali persoalannya tidak disitu, karena masalahnya adalah dilematis antara masalah etis. Oleh karena itu mungkin persoalannya ialah etiskah apabila sedikit mengorbankan suatu persoalan etis demi mempertahankan masalah etis yang lebih besar. Namun bagaimanapun juga, isu etika dalam outsourcing tetap ada dan tetap wajib untuk dicermati, diperhatikan dan diindahkan secara sangat serius. Meskipun keuntungan merupakan motivasi yang sangat penting dalam masyarakat dewasa ini, namun pencariannya tidak boleh membenarkan pengingkaran terhadap komitmen terhadap kepentingan dan hak-hak karyawan. Dalam mengeterapkan outsourcing, manajemen harus memikirkan dan mempertimbangkan masak-masak pentingnya kesetiaan dan keamanan kelangsungan kerja. Pengurangan biaya yang dicari dengan cara outsourcing haruslah pertama-tama dengan cara-cara lain dan cara-cara pengurangan gaji dan hak-hak karyawan hanyalah merupakan opsi terakhir. Dapatkah hal itu dijalankan, karena biaya karyawan adalah porsi biaya yang cukup besar dan biasanya merupakan sasaran pertama untuk mengurangi biaya? Pengalaman berikut mungkin memberikan gambaran kemungkinan itu. Pada tahun 1996, Pertamina mulai mengoutsourcekan pemeliharaan refinerynya kepada PT Elnusa. Dalam persyaratan outsourcing tersebut, salah satu persyaratan yang disetujui dua belah pihak ialah bahwa semua karyawan yang semula mengerjakan tugas pemeliharaan di Pertamina, ditransfer dan diterima PT Elnusa dengan tetap memperoleh gaji dan kemudahan paling sedikit sama dengan yang diterima sewaktu di Pertamina. Dalam kenyataannya, Pertamina tetap memperoleh keuntungan berupa penghematan biaya pemeliharan yang cukup signifikan. Meskipun motivasi utama dalam kebijakan tersebut bukan motivasi etis, namun tetap secara etis memang baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Ini sekedar suatu contoh bahwa masih banyak cara lain dalam outsourcing dalam menghemat biaya tanpa harus mengurangi pendapatan dan hak karyawan. E. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PEMBELIAN. Ada beberapa dari penerapan prinsip-prinsip etika yang dapat digolongkan dalam ‘tanggung jawab sosial’ pembelian. Tanggung jawab sosial ini dapat dihasilkan dari tanggung jawab moral, atau dapat juga dihasilkan dari ketentuan hukum yang ada. Beberapa hal yang dapat dimasukkan dalam kategori tanggung jawab sosial pembelian ialah antara lain. • Pembelian kepada golongan lemah. Hampir semua negara mempunyai kebijakan tertentu mengenai hal ini, baik negara yang sedang berkembang maupun negara yang sudah berkembang. 111 Negara Indonesia misalnya dalam peraturan pengadaan barang/jasa untuk instansi Pemerintah mengenal istilah dan kebijakan khusus untuk ‘golongan ekonomi lemah’ (Keppres16/1994) yang istilahnya sudah diganti menjadi ‘usaha kecil’ dalam Keppres-18/2000. Amerika Serikat menggunakan istilah ‘women own suppliers’ dan ‘minority owned suppliers’ NAPM (National Association of Purchasing Management) menggunakan istilah ‘small, disadvantaged, and minority-owned businesses’ • Lindungan kepada golongan lemah. Tugas di atas dapat dikembangkan lagi menjadi juga lindungan kepada golongan lemah, atau setidak-tidaknya tidak melakukan hal-hal yang membantu memanfaatkan kedudukan golongan yang lemah dengan perlakukan yang tidak adil. Contoh adalah dalam hal outsourcing di atas, dimana pembelian dengan cara outsourcing tidak digunakan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan dengan melakukan cara-cara yang jelasjelas melakukan hal-hal yang tidak adil, apakah itu pada perusahaan yang lemah atau pihak lain seperti karyawan yang lemah. • Pembelian barang hasil daur ulang. Ini termasuk tanggung jawab sosial dalam bidang pelestarian lingkungan. Para pembeli secara moral wajib mendukung dan mempromosikan pembelian barang-barang hasil industri daur ulang misalnya kertas, karton, botol plastik dan sebagainya. Dalam usaha mempromosikan pembelian barang jenis ini, beberapa negara memberikan insentif tertentu pada perusahaan yang melakukannya. • Pembelian kepada rekanan setempat. Istilah ini berkaitan dengan kebijakan pembelian secara sentralisasi atau desentralisasi. Dalam kebijakan ini, yang perlu dipertimbangkan tidak hanya dari segi ekonomi perusahaan semata, tetapi juga dari pembangunan ekonomi daerah setempat. Beberapa negara berkembang mempunyai kebijakan tertentu mengenai hal ini, misalnya Kanada. Indonesia juga mempunyai kebijakan bagi instansi Pemerintah dalam melakukan pengadaan barang dan jasa sampai nilai tertentu harus dilakukan di daerah dimana operasi di laksanakan dan kepada rekanan setempat (lihat Keppres-16/1994 dan penggantinya yaitu Keppres-18/2000) • Pembelian barang hasil dalam negeri. Hal ini juga merupakan konsensus international bahwa masingmasing negara, sampai batas tertentu, diakui mempunyai hak 112 untuk mengutamakan menggunakan produksi dalam negari, baik berupa barang atau jasa dan memproteksi industri dalam negeri yang masih dalam tahap bayi. World Bank mengakui hak tersebut dan menuangkannya dalam Procurement Procedures of the World Bank. Demikian juga WTO (World Trade Organization) mengakuinya dan mencantumkannya dalam WTO Government Procurement Agreement. Demikian juga PBB mengakuinya dengan mengaturnya dalam UNCITRAL (United Nation Commision on International Trade law) Model Law on Procurement of Goods, Construction and Service. Demikian juga, dalam Keppres-18/2000 Indonesia juga mempunyai kebijakan yang sama. Tanggung jawab sosial disini ialah membantu negara yang sedang berkembang dalam mengembangkan industrinya sehingga mampu mengejar ketinggalannya dari negara-negara yang sudah berkembang. BAB X OUTSOURCING DAN UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI 113 A. UNDANG-UNDANG RI NOMOR 5 TAHUN 1999. Pelaksanaan suatu strategi bisnis perlu dicermati agar tetap sesuai dengan peraturan yang ada dalam negara bersangkutan. Demikian pula pelaksanaan strategi outsourcing tidak terkecuali, termasuk pelaksanaannya di Indonesia. Strategi outsourcing itu sendiri, sebetulnya sejauh menyangkut pelaksanaan sebagai jenis kontrak jasa, tidaklah unik dan tidak memerlukan suatu perhatian khusus, meskipun tentu saja tetap tunduk pada perundang-undangan yang berlaku, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun dalam hal disangkutkan dengan strategi kemitraan bisnis seperti disebutkan di atas, diperlukan suatu perhatian khusus atau dengan perkataan lain suatu penyiasatan khusus, agar tidak melanggar undangundang yang ada. Hal ini sehubungan dengan dikeluarkannya ketentuan baru, yaitu Undang-Undang RI Nomer 5 Tahun 1999 tanggal 5 Maret 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Strategi kemitraan bisnis yang menganut faham satu pemasok untuk satu jenis barang dengan hubungan bisnis jangka panjang, secara potensial dapat diartikan sebagai monopoli atau praktek persaingan tidak sehat. Meskipun dalam manajemen pembelian dapat dibedakan antara pemasok satu-satunya (sole supplier) dan pemasok yang hanya satu (single supplier), namun di mata hukum mungkin sulit untuk dibedakan. Seperti sudah dijelaskan, sole supplier ialah keadaan dimana memang sumber pembelian hanya ada satu-satunya di suatu kawasan atau bahkan di seluruh dunia, sedangkan single supplier ialah pemasok yang hanya satu, tetapi dipilih secara terencana dan sengaja dengan suatu cara dan sistem tertentu, diantara sekian banyak pemasok yang ada, untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan strategis. Dari segi manajemen pembelian, sole supplier memang hal yang harus dihindari sedapat mungkin, sedangkan single supplier, justru makin banyak dipraktekkan oleh perusahaan kelas dunia, dengan tujuan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu. Undangundang atau peraturan yang bernafaskan anti monopoli atau anti perdagangan tidak sehat tentunya juga dimiliki oleh negara-negara lain khususnya negara yang sudah berkembang, dan bersamaan dengan itu pula, praktek kemitraan bisnis juga berkembang pesat di negara-negara tersebut sehingga sesungguhnya, praktek kemitraan bisnis tidak bertentangan dengan semangat anti monopoli dan anti perdagangan tidak sehat. Di Amerika Serikat misalnya ada Sherman Act, Clayton Act, Robinson-Patman Act, dan Federal Trade Commision Act. Hanya saja karena peraturan perundangan tersebut di Indonesia masih baru dan praktek kemitraan bisnis di Indonesia juga secara relatif masih baru, sehingga seperti telah disebutkan di atas, mengandung potensi ‘pertentangan’ apabila salah mempraktekkan atau salah menginterpretasikan. Secara umum, materi dari Undang-Undang tersebut mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. perjanjian yang dilarang; kegiatan yang dilarang; posisi dominan; Komisi Pengawas Persaingan Usaha; penegakan hukum; ketentuan lain-lain. 114 Dalam Undang-undang tersebut, yang dianggap sebagai persaingan usaha tidak sehat disamping monopoli ialah oligopoli, monopsoni, oligopsoni, trust, pemboikotan, perjanjian tertutup, penguasaan pasar, persekongkolan, pemboikotan dan sebagainya, namun dengan persyaratan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat, seperti dirumuskan dalam pasal 1, ialah : ‘Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.’ B. PENGERTIAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Di atas telah disebutkan, apa-apa saja yang dimaksud dengan perdagangan tidaks ehat menururt Undang-Undang Nomer 5 tahun 1999 tersebut. Marilah kita tinjau satu persatu secara singkat. Monopoli. Mengenai monopoli, Pasal 17 dari Undang-Undang tersebut memberikan ketentuan sebagai berikut. 1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila : a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bandingkan dengan beberapa definisi lain sebagai berikut ini. Dalam Black’s Law Dictionery, monopoli diartikan sebagai : ‘a privilage or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity’ Selanjutnya, menurut Black’s Law Dictionery pula, sehubungan dengan molopoli yang diatur dalam Sherman Act dikatakan sebagai berikut. ‘Monopoly as prohibited by Section 2 of the Sherman Antitrust Act, has two elements : 1. posession of monopoly power in relevant market, 115 2. willful acquisition of maintenance of that power.’ Dengan demikian ada perbedaan yang cukup menarik antara UU Nomor 5/1999 dan Sherman Act dimana monopoli dalam UU Nomor 5/1999 tersebut lebih dititik beratkan pada adanya monopoli sedangkan Sherman Act lebih menonjolkan terjadinya monopoli yaitu ada kehendak (willful). Artinya dalam Sherman Act dimungkinkan adanya monopoli yang terjadi bukan atas kehendak atau kesengajaan pelaku, tetapi karena tidak ada orang atau badan lain yang mau atau mampu menghasilkan barang atau jasa yang dimaksud. Dalam praktek jenis monopoli seperti ini cukup banyak terjadi, khususnya karena penguasaan teknologi khusus. Kalau dalam UU Nomer 5/1999, jenis monopoli seperti ini dilarang, lalu bagaimana jalan keluarnya ? Agaknya, menurut pendapat penulis, pengertian Sherman Act ini lebih masuk akal. Mengenai ayat (2) yang mencantumkan batas 50% sebagai penguasaan produksi atau pemasaran agaknya bertentangan dengan definisi monopoli itu sendiri dan menimbulkan pertanyaan besar. Apakah kalau misalnya ada satu penjual yang menguasai pangsa pasar 51% dan ada ribuan penjual lain yang menguasai sisa 49% dianggap sebagai keadaan atau praktek monopoli ? Apakah Pertamina, PLN atau Perusahaan Gas Negara dianggap melanggar Undang-Undang Nomer 5/1999 tersebut di atas ? Sangat menarik bahwa di perundangan Amerika Serikat, dikenal dan dibedakan apa yang disebut legal monopoly dan natural monopoly. Legal monopoly. Exclusive right granted by governmental unit to business to provide such services as electric and telephone service. The rates and services of such utilities are in turn regulated by the government. Natural monopoly. A natural monopoly is one resulting where one firm of efficient size can produce all or more than market can take at remunerative price. For example a market for a particular product may be so limited that it is impossible to profitably produce such except by a single plant large enough to supply the whole demand. Jelas bahwa monopoli yang termasuk jenis seperti di atas tidak dianggap melanggar undang-undang. 116 Oligopoli. Pasal 4 mencantumkan pengertian dan larangan mengenai oligopoli sebagai berikut ini. 1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama - sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa lain, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bandingkan dengan definisi oligopoli yang tertera dalam Black Lw’s Dictionery sebagai berikut ini. ‘Oligopoly is an economic condition where only a few companies sell substantially similar or standardized products’ Kalau kita perhatikan, yang dilarang sebetulnya bukan keadaan oligopoli itu sendiri, tetapi oligopoli yang membuat perjanjian sehingga mengarah menjadi monopoli, sehingga yang dilarang sebetulnya adalah monopolinya. Jadi dengan perkataan lain, yang dilarang ialah ‘kehendak’, bukan keadaan, sehingga berlainan dengan konsep monopoli seperti disebutkan di atas, dan lebih mirip dengan ketentuan monopoli di Sherman Act. Dengan demikian, pelaku oligopoli yang tidak melakukan kerja sama atau perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan suatu monopoli, tetapi persaingan oligopolistik, menurut Undang-Undang tersebut, seharusnya tetap boleh. Ketentuan mengenai oligopoli ini lebih masuk akal. Monopsoni. Mengenai monopsoni, pasal 18 Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang berbunyi sebagai berikut. 1. Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan yang tidak sehat. 2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bandingkan pengertian monopsoni sebagaimana dicantumkan dalam Black’s Law Dictionery sebagai berikut ini. 117 ‘Monopsony is a condition of the market in which there is but one buyer for a particular commodity’ Kalau kita perhatikan, yang diatur dalam Undang-Undang tersebut tidak jelas, yaitu ‘kehendak’ atau ‘keadaan’ pembeli yang demikian. Lagipula, seperti pada definisi monopoli, batas 50% bertentangan dengan definisi monopsoni itu sendiri dan menimbulkan pertanyaan besar ? Apakah misalnya ada satu pembeli A menguasai pembelian 51% dan ada ribuan pembeli lain yang mencakup sisanya yang 49% dapat disebut sebagai keadaan dan praktek monopsoni ? Oligopsoni. Mengenai oligopsoni, Undang-Undang tersebut memuat ketentuan paada pasal 13 sebagai berikut ini. 1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian dan atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Disini secara jelas yang dilarang ialah ‘kehendak’ para pelaku oligopsoni yang mengakibatkan terjadinya monopoli, bukan keadaan oligopsoni itu sendiri. Dengan lain perkataan tentunya para pelaku oligopsoni yang tidak membuat perjanjian untuk mengarah pada keadaan monopoli, menurut Undang-Undang ini, tidak dilarang. Trust. Pasal 12 Undang-Undang ini mengatur mengenai trust, yang berbunyi sebagai berikut ini. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat. Dalam Black’s Law Dictionery, trust dirumuskan sebagai berikut ini : 118 ‘Trust is an association or organization of persons or corporations having the intention and power, or the tendency, to create monopoly, control production, interfere with the free course of trade or transportation, or to fix and regulate the supply and the price of commodities.’ Kartel. Dalam pasal 11 Undang-Undang tersebut, kartel dicantumkan dan diatur sebagai berikut ini. ‘Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.’ Bandingkan definisi kartel dalam Black’s Law Dictionery yang dituliskan sebagai berikut ini. ‘Cartel is a combination of producers of any product joined together to control its production, sale and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity.’ Persekongkolan. Dalam pasal 22, 23 dan 24 Undang-Undang persengkongkolan sebagai berikut. tersebut, diatur Pasal 22. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 23. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 24. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasarang barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan. 119 mengenai Pemboikotan. Mengenai hal ini, pasal 10 Undang-Undang tersebut mengatur dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. 2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut : a. merugikan atau dapat diduga merugikan pelaku usaha lain; atau b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan. Integrasi vertikal. Mengenai hal ini, pasal 14 Undang-Undang di atas mengatur dengan ketentuan sebagai berikut. ‘Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.’ Pembagian Wilayah. Pasal 9 Undang-Undang tersebut mengatur dan melarang pula pembagian wilayah pemasaran yang mengakibatkan suatu monopoli. Pasal 9 tersebut berbunyi sebagai berikut. ‘Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.’ Perjanjian Tertutup. Pasal 15 Undang-Undang tersebut mengatur secara agak panjang mengenai larangan terhadap perjanjian tertutup sebagai berikut. 1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. 120 2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. 3. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok : a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok. Dengan ketetapan tersebut agaknya barter atau countertrade dilarang, baik dengan potongan harga maupun tidak. Penetapan Harga. Mengenai penetapan harga, ada beberapa praktek yang dilarang oleh UndangUndang tersebut di atas, seperti tertulis pada pasal 5, 6, 7, dan 8. Pasal 5 1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi : a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. Pasal 6 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. Pasal 7 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah pasar ; yang pengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 8 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang telah diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. 121 C. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU adalah lembaga yang diberi tugas untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomer 5/1999 tersebut. Lembaga ini bersifat independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan baik Pemerintah maupun pihak lain. Komisi ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas KPPU, seperti tercantum dalam pasal 35 Undang-Undang di atas, meliputi hal-hal berikut ini. 1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, 2. melakukan penilaian terhadap tindakan usaha dan atau pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, 3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalah gunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, 4. mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan yang ada, 5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap Komisi kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, 6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UndangUndang nomer 5/1999, 7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. D. IMPLIKASI UU RI NO.5/1999 PADA OUTSOURCING. Kalau melihat seluruh aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomer 5/1999 tersebut, secara eksplisit tidak ada larangan mengenai outsourcing dengan kemitraan. Hanya perlu diwaspadai bahwa dalam pemilihan mitra, haruslah sedemikian rupa sehingga tetap terjadi persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat yang dimaksud disini dalam memilih mitra usaha, yang biasanya berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut. 1. Melalui cara lelang dengan penjelasan lengkap seperti : a. Jangka waktu panjang yang dimaksud, misalnya 3 atau 5 tahun. b. Maksud kemitraan. c. Persyaratan yang diperlukan secara lengkap. d. Cara-cara penilaian tender. e. Cara-cara perhitungan harga kontrak. f. Cara pemantauan kinerja selama menjadi mitra. g. dan sebagainya. dimana semua pemasok yang memenuhi syarat tertentu harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti tender. 2. Melalui cara-cara pemilihan pemasok secara bertahap, misalnya : 122 a. Pemasok baru diberi status ‘kandidat’ b. Setelah beberapa waktu lamanya, dengan suatu penilaian tertentu, dapat meningkat menjadi pemasok ‘mampu’ c. Setelah beberapa waktu menjadi pemasok ‘mampu’, dengan suatu penilaian tertentu, ditingkatkan menjadi pemasok ‘unggul’ d. Setelah beberapa waktu menjadi pemasok ‘unggul’, dengan suatu metode penilaian tertentu yang lebih ketat, dapat menjadi pemasok ‘mitra’ Setiap tahapan, pemasok dapat diberikan sertifikat yang sesuai. Pemasok kandidat misalnya sesudah waktu tertentu harus mencapai sekurangkurangnya pemasok ‘mampu’, dan jika tidak maka dapat dikeluarkan sebagai pemasok. Inti yang paling penting dalam semangat undang-undang di atas ialah bahwa semua pihak, yang memenuhi persyaratan obyektif, diberikan kesempatan untuk melakukan penawaran. Sedangkan tentu saja pilihan hanya dapat diberikan kepada satu pihak saja, namun harus didasarkan atas penilaian yang obyektif, transparan, dan masuk akal. Namun interpretasi para penegak hukum masih perlu dikaji apakah memang demikian karena seringkali, interpretasi mereka kadang-kadang lain dari yang diperkirakan orang sebelumnya. DAFTAR ISTILAH BAHASA INGGRIS aerobridge, 123 atau anjungan belalai, yaitu anjungan yang digunakan untuk menghubungkan pintu pesawat udara dengan terminal pada waktu pesawat tersebut berhenti/parkir. appointment, atau perjanjian untuk bertemu atau melakukan sesuatu pada suatu saat atau keadaan tertentu. apple to apple comparison, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembandingan antara dua hal yang sama atau sejenis. appraisal, adalah penilaian suatu perusahaan atas sesuatu misalnya atas kegiatankegiatan mana yang lebih baik dioutsourcekan. art-transitioning-to-science, adalah model klasik yang ‘merubah seni menjadi ilmu’, perumpamaan atas benchmarking yang berkembang melalui suatu evolusi dalam empat tahap atau generasi. assembling, atau perakitan, adalah kegiatan manufaktur atau produksi barang dengan cara menggabung-gabungkan komponen atau suku cadang menjadi suatu barang jadi. bar chart, adalah salah satu bentuk bagan yang digunakan untuk menggambarkan jadwal suatu rencana kerja maupun pelaksanaan kerja dalam manajemen operasi, berbentuk matriks dengan gambar balok-balok horisontal. batch pricing, atau pemberian harga tumpukan, adalah cara pemberian harga berdasarkan tiap tumpukan atau kumpulan dokumen tertentu. benchmark, atau tolok duga, adalah acuan tolok ukur terbaik dari suatu kinerja perusahaan tertentu. benchmarking, adalah metoda manajemen yang mempelajari dan mengevaluasi secara sistematis dan berkesinambungan terhadap proses kegiatan yang dilakukan perusahaan unggulan untuk kemudian hasilnya diterapkan di perusahaan sendiri dengan tujuan akhir agar mampu meningkatkan kinerja perusahaan mencapai atau bahkan melampauai kinerja perusahaan unggulan tersebut. benchmarking partner, adalah perusahaan yang dianggap memiliki kinerja unggul atas suatu jenis pekerjaan tertentu, yang ditiru oleh perusahaan lain. 124 benefit-based-relationship,. adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak mengadakan investasi bersama, dengan pembagian pekerjaan tertentu. best practice, adalah praktek atau kinerja yang paling unggul dari perusahaan panutan mengenai salah satu jenis pekerjaan. bookkeeping, adalah bagian dari kegiatan keuangan atau sering disebut juga akuntasi, yaitu kegiatan yang menyelenggarakan pembukuan keuangan perusahaan. bribery, atau tindakan pemberian suap, yaitu tindakan yang melanggar hukum dan melanggar etika bisnis, karena mempengaruhi orang atau pejabat untuk melakukan tindakan yang tidak sah atau melanggar hukum. business ethics, adalah aturan yang mengatur tingkah laku para pelaku bisnis berdasarkan kesadaran moral dan bukan karena peraturan formal. business partnership, atau kemitraan bisnis adalah pendekatan dalam manajemen yaitu membangun kerjasa yang sangat erat dengan perusahaan yang lebih hulu atau lebih hilir sehingga betul-betul berkembang menjadi mitra. Sering kali disebut juga strategic alliance. business process improvement, adalah suatu tindakan perusahaan untuk melakukan perbaikan kinerjanya dengan berbagai cara, apakah dengan continuous improvement process, apakah dengan business process reengineering, atau dengan leap frogging. BPR (business process reengineering), adalah alat manajemen dalam melakukan perubahan yang bersifat radikal, drastis dan menyeluruh. buyer, atau pembeli, ialah karyawan yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk membeli barang-barang keperluan perusahaan. by-product, atau hasil sampingan, adalah keluaran kegiatan produksi selain produksi utama. cancellation charges, suatu denda yang biasanya dikenakan kepada pihak yang membatalkan suatu komitmen atau perjanjian. 125 capital project management, adalah cabang manajemen yang membahas mengenai pengelolaan suatu proyek. cartel, adalah pengaturan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan mengenai produksi atau pemasaran barang atau jasa sedemikian rupa sehingga mengakibatkan terjadinya praktek monopoli. career selection, adalah salah satu tugas fungsi sumber daya manusia mengenai pengaturan, perencanaan dan seleksi karier para karyawan suatu perusahaan. catering, atau jasa boga adalah jasa berupa penyediaan makanan dan minuman bagi karyawan perusahaan. CEO (chief executive officer), adalah pejabat tertinggi dalam suatu manajemen perusahaan, atau dapat juga disebut direktur utama suatu perseroan terbatas. CFO (chief financial officer), adalah pejabat tertinggi di bidang manajemen keuangan dalam suatu perusahaan, atau dapat juga disebut direktur keuangan suatu perseroan terbatas. CIO (chief information officer), adalah pejabat tertinggi di bidang informasi teknologi dalam suatu perusahaan. change management, adalah manajemen perubahan, yaitu suatu seni bagaimana mempersiapkan para karyawan untuk menghadapi suatu perubahan, terutama perubahan yang besar, sedemikian rupa sehingga dapat menerima perubahan dengan sebaik-baiknya. 126 clerical function, adalah fungsi klerikal yang ada di bagian umum maupun bagian keuangan yang sering kali dioutsourcekan. cocktail, adalah pesta kecil-kecilan bersifat santai yang biasanya digunakan sebagai ice breaker. Lihat ice breaker. common goal, adalah salah satu semangat kemitraan dimana ke dua belah pihak menyadari sama-sama mempunyai tujuan yang sama, yaitu kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. competitive benchmarking, adalah generasi ke dua dari benchmarking, yang dipelopori oleh Xerox sekitar tahun 1976-1986, dimana benchmarking tidak lagi terfokus pada pembandingan produknya saja, tetapi beralih pada pembandingan proses penghasilan produk, yaitu process approach oriented. competitive bidding, atau tender, adalah cara penyampaian penawaran yang bersifat kompetitif atau bersaing diantara para peserta. confidential information, adalah informasi rahasia mengenai data perusahaan, yang tidak boleh diberitahukan atau diketahui orang atau perusahaan lain. conflict of interest, atau konflik kepentingan, adalah keadaan dimana seseorang tidak bebas atau tidak obyektif untuk melakukan suatu tindakan karena menyangkut kepentingan lain yang mungkin berlawanan. Misalnya seorang anggota panitia tender yang menilai salah satu perusahaan peserta tender yang dimiliki oleh anaknya sendiri. continuous improvement, adalah cara perbaikan kinerja yang dilakukan perusahaan secara sedikitsedikit, terus-menerus, dan dalam jangka waktu panjang. contracting, adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput dan kebun dan sebagainya. 127 core business, kegiatan atau bisnis utama suatu perusahaan, yang sekaligus merupakan pula keunggulan atau kompetensi utamanya. core competence, atau kompetensi utama, adalah keunggulan utama perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut mampu menciptakan keunggulan kompetitif. co-sourcing, adalah jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas, dimana hubungan antara perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa. cost, adalah biaya untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam perusahaan. countertrade, adalah cara perdagangan yang dilakukan dengan persyaratan timbal balik seperti imbal beli, barter, counter purchase, dan sebagainya. crude oil, atau minyak mentah, adalah minyak bumi yang dihasilkan dari perut bumi untuk diolah menjadi bahan bakar minyak atau produk lain. CSA (corporate self assessment), adalah salah satu alat manajemen yang bertujuan membandingkan kinerja bisnis perusahaan secara komprehensif, termasuk aspek keuangan, dengan standar kinerja tingkat dunia. Sering kali pimpinan perusahaan membandingkan kinerja perusahaan mereka dengan kinerja perusahaan yang termasuk Fortune 500 atau yang mendapat quality award. database, adalah satu set file data mengenai hal tertentu yang biasanya disimpan dalam disk komputer. data processing, adalah prosesing data menjadi informasi yang dilakukan oleh komputer untuk tujuan tertentu. delivery time, adalah waktu penyerahan suatu barang oleh pemasok, dihitung sesudah dikeluarkan surat pesanan dari pembeli. disadvantage-business, adalah jenis usaha yang dimiliki atau dilakukan oleh golongan yang kurang beruntung, yang di Amerika adalah golongan hitam hispanik, bangsa asia (minority), atau golongan waknita. distribution system, 128 adalah sistem distribusi yang dikembangkan oleh suatu perusahaan untuk mengatur distribusi barang yang dihasilkan atau digunakannya. downsizing, adalah program perusahaan untuk mengurangi secara besar-besaran jumlah karyawannya, karena satu dan lain hal. economic-of-scale, adalah keuntungan ekonomis yang didapat karena menyangkut jumlah atau volume kegiatan yang besar. EDI (electronic data interchange), adalah bentuk hubungan antar perusahaan dengan menggunakan teknologi informasi, baik dengan ekstranet maupun dengan internet. employee recognition, adalah pengakuan terhadap seseorang karyawan yang diberikan dalam berbagai bentuk misalnya sapaan, pemberian penghargaan, ucapan selamat, perlakuan baik, dan sebagainya. ethical perception, adalah persepsi atau pemahaman secara umum atas etika pada umumnya dan etika perusahaan pada khususnya. expanded core, adalah hubungan outsourcing yang dilakukan dengan cara membuat perusahaan khusus secara tersendiri bersama dalam bentuk joint venture. exploitation, adalah kegiatan memproduksi minyak dan atau gas bumi, yaitu kegiatan mengeluarkan dan mengalirkan minyak mentah dari perut bumi ke permukaan bumi untuk diproses lebih lanjut. exploration, adalah kegiatan mencari sumber dan atau gas minyak bumi yang ada di dalam tanah, mulai dari pemetaan, kegiatan seismik, pengeboran, perhitungan kandungan volume cadangan, dan sebagainya. fairness, adalah perilaku adil dalam perlakukan terhadap semua pihak yang terkait dalam perdagangan. fair play, adalah cara kerja atau praktek kerja yang adil bagi semua pihak yang berhubungan atau terkait. fleet management, adalah pengelolaan armada kendaraan atau alat angkut suatu perusahaan, yang biasanya dilakukan oleh bagian transport. 129 force majeur, atau keadaan kahar, yaitu keadaan darurat yang disebabkan oleh gejolak alam atau faktor ketiada-sengajaan manusia seperti banjir, kebakaran, perang, dan sebagainya. freight payment, adalah pembayaran biaya angkutan barang, baik yang diangkut dari luar negeri maupun dari dalam negeri. fringe benefit, adalah kemudahan yang diterima karyawan di luar gaji seperti penggantian pembelian obat/biaya dokter, memberian beras dan natura lain, peminjaman mobil dinas, penggantian biaya cuti, dan sebagainya. global benchmarking, adalah generasi benchmarking yang ke lima, yang merupakan generasi benchmarking yang akan datang , yang akan diaplikasikan secara global, baik dalam cara proses maupun kebijakan strategis, sebagai akibat dari perdagangan internasional, perubahan kebudayaan dan kompetisi global. gratuities, pemberian tanda terima kasih atau tanda untuk maksud lain yang biasanya diberikan oleh penjual barang/jasa kepada pembeli barang/jasa. grey area, atau daerah abu-abu, adalah kemungkinan-kemungkinan yang ada, di antara keadaan hitam dan putih. hit and run, adalah suatu praktek perdagangan yang bersifat satu kali saja, umumnya dengan keuntungan besar tanpa bermaksud melanjutkan hubungan perdagangan lagi. imitative innovation, adalah kepandaian inovasi di bidang peniruan, yang merupakan salah satu kepandaian bangsa Jepang. industrial espionage, adalah kegiatan mata-mata yang bertujuan mencuri rahasia suatu perusahaan pesaing yang digunakan untuk melawan atau memenangkan persaingan. 130 international purchasing, adalah pembelian yang dilakukan dari sumber di luar negeri. inventory control, atau inventory management ialah manajemen atau cara pengelolaan persediaan barang yang diperlukan oleh suatu perusahaan. inventory management, lihat inventory control. ice breaker, adalah acara santai pemecahan kebekuan yang diadakan menjelang suatu pertemuan atau negosiasi seperti cocktail, dinner, coffee morning, golf dan sebaginya. insourcing, adalah kebalikan dari outsourcing, dimana perusahaan bukan menyerahkan aktivitas pada perusahaan lain yang dianggap lebih kompeten, namun justru mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai motivasi. ISO 9000, adalah standard manajemen mutu perusahaan yang dikeluarkan oleh The International Organization of Standardization. ISO 14000, adalah standard manajemen lindungan lingkungan perusahaan yang dikeluarkan oleh The International Organization of Standardization. joint venture, atau usaha patungan, ialah usaha bersama yang dilakukan oleh dua perusahaan yang menjadi mitra usaha. just-in-time delivery, lihat just-in-time purchasing. just-in-time management, adalah suatu pendekatan manajemen yang mengutamakan bahwa sesuatu itu tersedia tepat pada saat dibutuhkan, sehingga tidak ada hal yang terbuang. just-in-time production, adalah implementasi dari just-in-time management di bidang produksi, dimana produksi suatu barang dilakukan tepat pada saat dipesan. 131 just-in-time purchasing, adalah implementasi dari just-in-time management di bidang pembelian, dimana pembelian khususnya penyerahan barang dilakukan persis pada saat barang itu diperlukan. labour supply, adalah pemberian jasa perusahaan berupa penyediaan orang dengan kualifikasi tertentu, yang di beberapa negara, dilarang dilakukan melebihi suatu kurun waktu tertentu. landscape, adalah pekerjaan mengatur dan memelihara pertanaman dan pertamanan kompleks perumahan atau perkantoran perusahaan. lead time, atau purchasing time, adalah waktu yang diperlukan untuk mengirim barang, yaitu waktu antara pengeluaran surat pesanan sampai barang diterima oleh pembeli. learning curve, atau kurva belajar, ialah kurva kinerja atau produksi perusahaan pada permulaan operasinya, yang biasanya berbentuk seperti huruf S, oleh karena itu sering kali disebut S-curve. leap frogging, adalah bentuk usaha memperbaiki kinerja perusahaan, yaitu bentuk antara BPR dan continuous improvement. leadership goal, adalah target yang akan dituju yang sudah melebihi tingkat kinerja perusahaan mitra benchmarking. legal monopoly, adalah bentuk monopoli yang justru diciptakan oleh pemerintah untuk maksud dan keuntungan tertentu, misalnya produksi BBM, listrik atau air minum. management by lobbying, adalah salah satu management tool yang paling kuno dan relatif paling mudah dan paling banyak dilakukan. management tool, adalah alat pembantu manajemen yang digunakan untuk membantu manajemen mengambil keputusan atau meningkatkan kinerja perusahaan, seperti MBO, benchmarking, BPR, dan sebagainya. 132 MBO (management by objective) adalah salah satu alat manajemen yang menggunakan tolok ukur kuantitatif tertentu untuk pengendalian kinerja seseorang atau suatu fungsi. minority-owned-business, lihat disadvantage-business MIS (management information system), adalah sistem informasi yang digunakan oleh manajemen yang mengintegrasikan data dari semua bagian menjadi informasi yang diperlukan manajemen untuk pengambilan keputusan. monopoly, atau monopoli, adalah keadaan pasar dimana hanya ada satu penjual saja, sedangkan pembelinya banyak. monopsony, atau monopsoni, adalah keadaan pasar dimana hanya ada satu pembeli saja, sedangkan penjualnya banyak. multisource, adalah sumber pembelian barang atau jasa yang cukup banyak tersedia di pasaran. mutual benefit, atau saling menguntungkan, adalah salah satu semangat kemitraan yang perlu dikembangkan, manakala dua perusahaan menjalin hubungan kemitraan. mutual trust, atau saling mempercayai, adalah salah satu semangat kemitraan yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan. NAPM (national association of purchasing management), adalah asosiasi para manajemen pembelian di Amerika Serikat yaitu para manajer pembelian perusahaan dan para pihak yang mempunyai minat pada manajemen pembelian. natural monopoly, adalah monopoli yang timbul secara alamiah, misalnya hanya ada satu produsen dengan kemampuan alamiah yang memproduksi suatu barang, sedangkan tidak mungkin ada produsen lain yang mampu memproduksi barang yang sama. Contoh adalah lukisan dengan gaya tertentu. non core business, adalah bagian pekerjaan perusahaan yang bukan merupakan tugas atau bisnis utamanya. oligopoly, 133 atau oligopoli, adalah keadaan pasar dimana hanya ada beberapa penjual saja, sedangkan pembelinya banyak. oligopsony, atau oligopsoni, adalah keadaan pasar dimana hanya ada beberapa pembeli saja, sedangkan penjualnya banyak. order receipt and dispatch, adalah salah satu jenis kegiatan berupa penerimaan dan pengiriman pesanan, suatu kegiatan yang menjadi obyek outsourcing. overhead cost, adalah biaya umum yang sulit dialokasikan secara langsung pada bagianbagian, seperti biaya kantor pusat, sehingga cara pengalokasian dilakukan dengan suatu kunci atau rumus tertentu. outsourcing, adalah kegiatan menyerahkan suatu bidang pekerjaan kepada perusahaan lain yang memberikan jasa khusus untuk jenis pekerjaan tersebut. packaging, adalah pembungkusan barang atau produk yang bertujuan melindungi barang tersebut dari kerusakan selama didistribusikan. untuk paperless transaction, adalah transaksi bisnis yang dilakukan secara maya (virtual) dalam rangka ecommerce. parity goal, adalah tujuan yang akan dicapai apabila tingkat kinerja sudah menyamai tingkat kinerja mitra benchmarking. partnership, atau kemitraan ialah kerjasama yang sangat erat yang dikembangkan oleh dua perusahaan atau lebih, biasanya dengan perusahaan yang lebih hulu atau lebih hilir, untuk suatu jenis pekerjaan, misalnya pengadaan barang. patent copyright, adalah hak cipta seseorang atau badan hukum tertentu yang didaftarkan sebagai paten. PC (personal computer), adalah perangkat keras komputer yang berdiri sendiri, yang terdiri dari keyboard, processing unit dan screen. personal purchase for employee, adalah pembelian barang atau jasa yang dimaksudkan bukan untuk kepentingan perusahaan, tetapi kepentingan pribadi para karyawan perusahaan tersebut. 134 principled negotiation, adalah suatu pendekatan negosiasi untuk mencapai tujuan bersama, dimana terjadi konflik kepentingan, atas dasar win-win solution, yang dikembangkan oleh Harvard Negotiating Project. process benchmarking, adalah generasi ke tiga benchmarking, yang berkembang sekitar tahun 19821988, dimana perusahaan-perusahaan yang sudah unggul sadar bahwa pembandingan seharusnya tidak terbatas pada perusahaan sejenis saja yang merupakan pesaingnya, tetapi dapat dengan perusahaan-perusahaan lainnya. product return, adalah pengembalian produk yang sudah dibeli yang dilakukan oleh pelanggan kepada penjual karena satu dan lain hal. purchasing time, lihat lead time. QCC (quality control circle), atau gugus kendali mutu, adalah bagian dari cara TQC/TQM, dimana sekelompok karyawan yang berkumpul secara sukarela membicarakan dan mencari pemecahan suatu persoalan yang mereka pilih sendiri berdasarkan suatu metoda khusus. QFD (quality function deployment), adalah salah satu alat manajemen penyebaran mutu suatu fungsi. yang menggunakan pendekatan quality award, adalah penghargaan yang diberikan kepada suatu perusahaan karena terbukti mampu memberikan dan mempertahankan mutu barang/jasa, dalam berbagai bentuk. queu handling, adalah cara mengatur dan mengelola antrian sedemikian rupa sehingga terasa cepat, enak, dan adil. rate negotiation, adalah negosiasi mengenai ratif angkutan barang, baik angkutan laut, darat, udara atau lainnya. 135 R&D (research and development), adalah kegiatan perusahaan yang melakukan riset dan pengembangan produk baru. real time, adalah sistem komputer sedemikian rupa sehingga pencatatan kejadian terjadi tepat bersamaan waktunya dengan dengan kejadian tersebut, misalnya pengeluaran barang dari gudang. reciprocity, adalah tindakan balasan (tidak selalu dalam arti negatif), yang dilakukan oleh perusahaan terhadap tindakan perusahaan lain. refinery, atau kilang adalah pabrik pengilangan atau pemurnian minyak bumi yang memproses minyak bumi menjadi bahan bakar minyak dan hasil-hasil ikutan lain. refinery maintenance, adalah pekerjaan pemeliharaan pabrik pemurnian minyak bumi, yang merupakan salah satu obyek outsourcing. revenue, yaitu pendapatan suatu perusahaan terutama diperoleh dari penjualan produk yang dihasilkan. reverse engineering, adalah generasi pertama benchmarking, yaitu suatu pendekatan kerekayasaan (engineering approach) dalam membanding-bandingkan produk, termasuk membongkar barang hasil perusahaan lain dan mengevaluasinya secara tehnik. Dalam generasi pertama ini, pembandingan difokuskan pada produknya, oleh karena itu disebut product oriented approach. salesperson, adalah orang yang melakukan penjualan secara langsung barang atau jasa suatu perusahaan. samples, adalah contoh barang yang diberikan oleh calon penjual kepada pembeli untuk tujuan pengamatan, penilaian dan penelitian. schedule compliance, adalah kemampuan untuk memenuhi jadwal rencana seperti yang sudah dijanjikan. 136 service level, adalah tingkat kemampuan bagian material atau logistik untuk memenuhi permintaan dari stock di gudang, yang biasanya dihitung dengan service ratio, yaitu perbandingan antara yang dapat dipenuhi eks stock dan permintaan. service ratio, lihat service level. service provider, atau pemberi jasa, dalam konteks ini diartikan sebagai perusahaan yang menawarkan dan memberi jasa yang dapat dioutsourcekan. sharing core, adalah suatu keadaan dimana suatu perusahaan mengoutsourcekan kegiatan yang sangat vital bagi perusahaan tersebut dengan cara hubungan integrasi dalam intensitas tinggi dengan mitra outsourcing. sharp practice, atau praktek kecurangan adalah yang sengaja dilakukan untuk mengambil manfaat tidak jujur dan adil dari pihak lain, yang sudah mendekati penipuan, yang harus dihindarkan. shelf restocking, adalah metoda pengisian kembali rak-rak dengan barang yang berkurang yang biasanya dilakukan di super market. shipment planning, adalah perencanaan pengapalan dan pengangkutan barang, yang biasanya dibuat oleh bagian transport suatu perusahaan, atau oleh perusahaan angkutan. short term goal, adalah tujuan jangka panjang perusahaan, yang biasanya mempunyai kurun waktu kurang dari satu tahun. single source, adalah satu sumber pembelian yang dipilih secara terencana dan dengan metoda memilihan tertentu, dari sejumlah sumber pembelian yang ada di pasaran. small-business, lihat disadvantage-business. sole source, adalah sumber pembelian yang memang hanya ada satu-satunya di pasaran, sehingga merupakan monopoli. SQC (statistical quality control), 137 adalah suatu sistem pengawasan dengan mengembangkan dan menggunakan alat statistik untuk mengetahui perkembangan kinerja perusahaan. strategic alliance, lihat business partnership. strategic benchmarking, adalah generasi ke empat benchmarking, dimana yang diamati dan dibandingkan dengan perusahaan lain yang dianggap lebih baik bukan produknya dan bukan pula proses pembuatan produknya tetapi kebijakan strategisnya. Akibat benchmarking itu tidak hanya perubahan dalam strategi perusahaan saja yang mungkin terjadi, tetapi dapat secara fundamental merubah bisnisnya. supplier certification, adalah cara pembinaan pemasok atau pemilahan pemasok berdasarkan tingkat kemampuannya dengan setiap kali memberikan sertifikat yang sifatnya berjenjang. team building, adalah kebiatan membangun tim dan kerjasama tim. telemarketing, adalah cara marketing yang dilakukan menggunakan peralatan teknologi informasi. secara jarak jauh, dengan The Deming Quality Award, adalah quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia bisnis di Jepang, yang diperkenalkan oleh Japan Union of Scientists and Engineers. The European Quality Award, adalah quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia bisnis di Eropa. The Malcolm Balridge National Quality Award, adalah quality award tertinggi yang diberikan bagi dunia bisnis di Amerika Serikat, yang dikeluarkan oleh pemerintah. TOR (turn over ratio), adalah salah satu tolok efisiensi inventory management, yaitu rasio antara nilai barang yang dijual atau digunakan dan nilai barang yang di gudang. TQC (total quality control), atau pengendalian mutu terpadu adalah konsep pengendalian mutu secara total, salah satu alat management untuk manajemen mutu di perusahaan. Disebut juga TQM (total quality management) TQM (total quality management), lihat TQC. 138 tracking system, sistem pelacakan proses suatu kegiatan tertentu misalnya proses surat pesanan sampai penerimaan barang yang dipesan. transparent, adalah salah satu semangat yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan dalam kemitraan bisnis. treatment of supplier, adalah sikap dan perlakuan pembeli terhadap pemasok, yang merupakan salah satu obyek etika pembelian. trial and error, adalah usaha coba-coba yang biasanya dilakukan pada waktu permulaan suatu program atau proyek, yang penuh dengan kesalahan dan percobaan. trust, adalah usaha penggabungan perusahaan menjadi kerjasama yang lebih besar, dengan tetap mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan masingmasing, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa. UNCITRAL, United Nation Commission on International Trade Law, badan yang mengeluarkan UNICITRAL Model Law on Procurement of Goods, Construction and Services. volume discount, adalah jenis diskon yang diberikan oleh pembeli kepada penjual barang karena pembelian dilakukan dalam volume besar. warehouse operation, adalah kegiatan pergudangan yang meliputi menerimaan, penyimpanan, pengeluaran, pengepakan, pengiriman, preservasi barang dan sebagainya. willfull, adalah faktor ‘kehendak’ yang melatar belakangi suatu motivasi untuk melakukan tindakan bisnis. win win negotiation, adalah negosiasi yang bersifat atau menghasilkan suatu kemenangan atau keuntungan bagi ke dua belah pihak. world class company, adalah perusahaan yang dianggap sangat unggul dalam tataran atau kelas dunia. WTO (World Trade Organization), 139 adalah organisasi dunia sebagai kelanjutan dari GATT (general agreeement of tariff and trade) yang mengatur perdagangan antar negara khususnya dalam pengembangan persaingan atau pasar bebas. DAFTAR PUSTAKA. • • Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Anti Monopoli (Seri Hukum Bisnis), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000 Anil Madaan, Davinder Singh Minhas, Illustrated Computer Encyclopedia, Dreamland Publication, New Delhi, 2001 140 • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • Bengt Karalof & Ostblom, Benchmarking, a Sign to Excellence in Quality and Productivity, John Wiley & Sons Ltd, West Sussex, England, 1993 Bertens K, Etika, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994 David Arminas, Develop Outsourcing Skills in Slump, Purchasers Urged, Supply Management Journal, May 2001 Debra S.Seaman and Michael T.Haskell, Purchasing Performance Benchmarks for the US Petroleum Industry, publication of Center for Advanced Purchasing Studies, Tempe, Arizona, 1993 Donald W.Dobler, David N.Burt, Purchasing and Supply Management, Text and Cases, McGraw-Hill Companies Inc, international edition, sixth edition, 1996 Eric Krapt, Outsourcing : Doing It More, Liking It Less, Business Communications Review Journal, Vol 29, November 1999 Eugene Garaventa, Thomas Tellefsen, Outsourcing : The Hidden Costs, Review of Business Journal, Vol 22, Spring, 2001 Franz von Magnis, Etika Umum, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1979 Fred S.Knight, Outsourcing – Who You Gonna Trust ?, Business Communication Review Journal, Vol 31, May 2001 Gary J.Zenz, Purchasing and the Management of Materials, John Wiley & Sons Inc, seventh edition, USA, 1994 Gregory H.Watson, Strategic Benchmarking, How to Rate your Company’s Performance against the World’s Best, John Wiley and Sons Inc, New York, 1993 Henry Campbell Black MA, Black’s Law Dictionery, West Publishing Co, sixth edition, St.Paul Minnesota, 1990 Hidayat, Business Benchmarking : Why-What-How, Presentasi Yayasan Palapa Nusantara di Pertamina, Jakarta, April, 1996 Institute for Business and Professional Ethics, , An Interview with Megan Barry (Senior Manager Business Ethics at Nortel) and William Giffin (VP of Ethics & Business Policy at Sears), The Online Journal of Ethics, October, 2000 Kelly Gilleland, Outsourcing Buffet, Oil& Gas Investor Journal, April, 2001 Ken Brack (associate editor), Through the Out Door, Industrial Distribution Journal, Vol 88, November 1999 Kevin Grauman, Argument For Outsourcing Tasks Beyond Core Competences Are Many, Employee Benefit Plan Review Journal, Vol 54, November 1999 Les Blumberg, Principal, Strategic Sourcing Relationship, The Outsoaurcing Institute, USA, 1999 Leslie Haines, Outsourcing : Creating Value, Oil & Gas Investor Journal, April, 2001 Maurice F.Greaver II, Strategic Outsourcing, a Structured Approach to Outsourcing Decisions and Initiatives, American Management Association, USA, 1999 C.J.McNair, CMA and Kathleen H.J.Leibfried, Benchmarking, A Tool for Continuous Improvement, Omneo, Essex Junction, USA, 1992 National Association of Purchasing Management, NAPM Certification Program, CPM Study Guide, sixth edition, Tempe, USA, 1992 141 • • • • • • • • • • • • • • Oakie Williams, Outsourcing : A CIO’s Perspective, CRC Press LLC, Boca Raton, USA, 1998 Paus Leo XIII, Rerum Novarum (diambil dari Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1981-1991, Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, Jakarta, 1999) Paus Johanes Paulus II, Laborem Exercens (Tentang Makna Kerja Manusia Pada Ulang Tahun Kesembilanpuluh Ensiklik Rerum Novarum), Nusa Indah, Ende, 1984 Peter Strozniak, Outsourcing Boom, Industry Week Journal, March 2001 J.Rawls, A Theory of Justice, MA Harvard University Press, Cambridge, 1971 Sandor Boyson, Thomas M,Corsi, Maratin E.Dresner and Lisa H.Harrington, Logistics and the Extended Enterprise, Benchmarks and Best Practices for the Manufacturing Professional, John Wiley & Sons, Inc, Canada, 1999 Simon Domberger, The Contracting Organization, A Strategic Guide to Outsourcing, Oxford University Press,Great Britain, 1998 Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1998 Stefan R.Bothe, Outsourcing for Small and Mid-sized Businesses, CPA Journal, Vol 71, May, 2001 Steven M.Bragg, Outsourcing, a Guide to Selecting the Correct Business Unit, Negotiating the Contract, Maintaining Control of the Process, John Wiley & Sons, USA, 1998 Timoth M.Laseter, Balanced Sourcing, Cooperation and Competition in Supplier Relationships, Booz-Allen & Hamilton Inc, first edition, San Francisco, 1998 The Outsourcing Institute, The Outsourcing Institute’s Annual Survey of Outsourcing End Users, Outsourcing Interactive online resources, USA, 1999 Unknown author, Business Process Outsourcing Market to Reach $ 301 Billion by 2004, Direct Marketing Journal, Vol 71, May, 2001 J.H.Westing, I.V.Fine, G.J.Zenz, Purchasing Management, Wiley Eastern Private Ltd, third edition, New Delhi, 1971 142 Richardus Eko Indrajit adalah Chief Executive Officer (CEO) dari Prime Consulting Indonesia yang merupakan sebuah perusahaan konsultan di bidang Manajemen dan Sistem Informasi dan Direktur dari Pusat Kajian Teknologi Informasi “Renaissance Center Indonesia”. Memperoleh gelar Sarjana Teknik Komputer dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Master of Science dari Harvard University, Amerika Serikat. Gelar Master of Business Administration diperoleh pula dari Leicester University, Inggris, sementara Doctor of Business Administration diperolehnya dari University of the City of Manila, Filipina. Selain memiliki profesi sebagai konsultan, menjabat pula sebagai Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer PERBANAS. Aktivitas sehari-harinya diisi pula dengan mengajar di beberapa program sarjana maupun pasca sarjana pada beberapa universitas terkemuka di Indonesia, seperti: Universitas Indonesia, Universitas Bina Nusantara-Curtin University of Technology, Universitas Pelita Harapan, IPMI-Monash University, Universitas Trisakti-Edith Cowan University, Universitas Atmajaya, dan Stimik Veritas. Memiliki pengalaman luas di bidang manajemen dan sistem informasi, serta pengembangannya di beragam industri, seperti: pertambangan, telekomunikasi, distribusi, perbankan, manufaktur, kesehatan, penerbangan, pendidikan, dan pendidikan. Saat ini dipercayakan pula sebagai konsultan dan peneliti ahli pada Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Sehari-harinya yang bersangkutan dapat dihubungi melalui email [email protected]. 143 Richardus Djokopranoto pernah bekerja selama 35 tahun di perusahaan perminyakan sejak NV Bataafse Petroleum Maatchapy (BPM), PT Shell Indonesia, PN Pertamina dan Pertamina dan berpengalaman dalam materials dan logistics management. Jabatan terakhir adalah Kepala Divisi Logistik, yang bertanggung jawab atas pengelolaan 450.000 jenis barang dan pembelian seharga rata-rata 400 juta US Dollar setaun. Beliau menamatkan pendidikannya di Petroleum College PT Shell Indonesia di bidang Materials Administration dan Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta (Fakultas Ekonomi). Disamping itu berbagai jenis program pendidikan manajemen diikuti, baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain pada International Marketing Institute (Boston, USA), Union Texas Petroleum Corporation (USA), PA International Management Consultant (UK), Northwestern University (Illinois, USA), International Law Institute/Georgetown University (Washington DC, USA), London Business School (London, UK), dan Princeton University (New Jersey, USA). Selama masih aktif, beliau adalah anggota dari National Association of Purchasing Management (USA) dan sering mengajar mengenai Logistics, Purchasing, dan Inventory Management dalam berbagai seminar dan forum. Beliau adalah juga penasehat dari APPI (Asosiasi Pengadaan Industri Perminyakan Indonesia). Saat ini beliau menjabat sebagai Ketua Yayasan Atma Jaya, disamping jabatan lainnya sebagai Senior Partner dari Logistics Management Consultant, dan Wakil Ketua Pusat Kajian dan Edukasi Masyarakat. Selain itu beliau pernah menjabat sebagai Direktur Lembaga Bioteknologi Atma Jaya, Komisaris Utama PT Karuna, dan Konsultan Senior pada PT Elnusa. Beliau dapat dihubungi via email [email protected]. 144