V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Pada bab ini akan dipaparkan hasil wawancara terhadap para informan yang telah dilaksanakan dan datanya diolah secara sistematis sebagaimana yang ditetapkan dalam metode penelitian. Setelah diadakan penelitian terhadap informan yang menjadi peer educator remaja, berikut ini akan digambarkan bagaimana peran dari peer educator remaja dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada remaja. 1. Informan 1 RM, perempuan berumur 18 tahun, beragama Islam. Ia berdomisili di Bandar Lampung. Ia aktif menjadi peer educator remaja bagi teman sebayanya di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya sejak SMA. Pertama kali ia menjadi peer educator remaja yakni saat ia masuk dalam organisasi SKR (sanggar konsultasi remaja) di sekolahnya. Dari situlah ia mulai aktif dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi. Sebelum menjadi peer educator remaja, ia mengikuti pelatihan di PKBI Lampung. 75 Peer educator remaja sifatnya adalah sukarela. Peer educator yang ia ikuti ini merupakan program dari PKBI Lampung. Peer educator mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja dan melakukan penjangkauan kepada teman sebaya. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang dimiliki remaja yang menyangkut sistem dan fungsi reproduksi. Tetapi sehat bukan hanya terlepas dari penyakit, namun juga secara mental dan jiwanya. Banyak yang didapat dari pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, yaitu organ seksual manusia dan fungsinya, aktifitas seksual manusia, kehamilan tidak diinginkan, aborsi, HIV/AIDS. Menurut informan, informasi kesehatan reproduksi remaja sangat penting untuk diketahui. Banyak manfaat yang akan didapat dari informasi tersebut. Dengan mengetahui informasi kesehatan reproduksi remaja, kita dapat menentukan kehidupan seksual dan reproduksi kita. Selain itu, kita lebih tahu mana informasi kesehatan reproduksi remaja yang benar dan mana yang salah. Sehingga kita tidak akan melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan untuk kehidupan kita. “Kespro remaja itu adalah kondisi sehat yang dimiliki remaja yang menyangkut system dan fungsi reproduksi, tetapi bukan hanya tidak sakit saja, namum dari mental dan jiwanya juga. Yang bisa kita dapet dari info kespro itu banyak, diantaranya tentang organ/alat dan fungsi seksual, aktifitas seksual, KTD, HIV dan AIDS. Dengan tahu info kespro, kita dapet manfaatnya seperti kita dapat menentukan kehidupan seks dan reproduksi” (wawancara, 27 Oktober 2009). Melihat dari banyaknya kasus yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi yang terjadi dan dialami oleh remaja Indonesia, maka remaja sangat memerlukan informasi yang benar. Pergaulan bebas yang terjadi pada remaja salah satunya 76 dikarenakan adanya dampak negativ dari kemajuan di bidang tekhnologi dan informasi. Dengan adanya perkembangan dan kemajuan tersebut, informasi lebih sangat mudah didapatkan oleh para remaja saat ini. Mulai dari informasi yang dapat membuat remaja mempunyai pengetahuan yang bagus (positif) sampai informasi yang negativ. “Info kesehatan reproduksi (kespro) harusnya udah diketahui oleh remaja sekarang. Kalo dah tau info kespro, remaja kan dah punya pengetahuan yang benar buat hidupnya, terutama kehidupan seksnya. Dengan adanya kemajuan dan perkembangan teknologi, remaja gampang dapet info apa aja. Apalagi sekarang dah ada internet” (wawancara, 27 Oktober 2009). Sebelum menjadi peer educator remaja, ia tidak mengetahui informasi kesehatan reproduksi secara benar. Pertama kali ia mendapatkan informasi kesehatan reproduksi remaja dengan benar melalui pelatihan peer educator yang diadakan oleh PKBI Lampung. Dari sanalah ia mendapat banyak informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Selain itu, ia mendapatkan informasi kesehatan reproduksi remaja melalui Modul DAKU! (Dunia Remajaku Seru!) yang juga diselenggarakan oleh PKBI Lampung di sekolahnya. “Tadinya saya tidak tahu tentang info kespro sedikitpun. Tapi sejak saya mengikuti pelatihan PE (peer educator) di PKBI dan ikut belajar modul DAKU!, saya lebih banyak tahu tentang kespro” (wawancara, 27 Oktober 2009). Informasi tentang kesehatan reproduksi remaja yang informan ketahui cukup banyak, diantaranya adalah tentang bagian tubuh dan alat seksual manusia, penyakit menular seksual, kehamilan tidak diinginkan (KTD), dan narkoba. Selain itu, informan mengaku bahwa ia juga selalu berusaha untuk menambah dan mencari informasi kesehatan reproduksi remaja yang belum ia ketahui. Dengan cara bertanya atau berdiskusi dengan teman sebaya dan orang disekitarnya, ia 77 akan mendapatkan informasi yang belum ia ketahui. Namun informasi yang ia dapat tidak langsung ia terima begitu saja, biasanya ia bertanya tentang kebenaran informasi tersebut kepada orang yang lebih tahu. “Saya selalu mencari dan ingin tahu info kespro yang belum saya dapet. Biasanya saya nanya sama temen. Tapi kalo dah dapet info, saya nggak langsung percaya, saya tanya dulu sama yang lebih tau” (wawancara, 27 Oktober 2009). Informasi kesehatan reproduksi remaja yang telah didapat oleh informan akan diberikan kepada teman sebaya atau orang yang belum mengetahui informasi kesehatan reproduksi remaja. Dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja, tidak ada waktu yang pasti dan tidak terjadwal. Kapan saja bila informasi kesehatan reproduksi itu akan diberikan, informan akan memberikannya pada teman sebaya dan orang yang membutuhkannya. Dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja, informan mengaku tidak menggunakan media atau alat khusus. Ia hanya menggunakan leaflet dalam menyebarkan informasi. Selain itu ia mengakui bahwa biasanya untuk menyebarkan informasi, ia lebih senang dengan berbicara langsung atau dengan berdiskusi saja. Metode (cara) penyebaran informasi dengan berdiskusi menurutnya lebih efektif daripada dengan menyebarkan informasi menggunakan kertas atau selebaran-selebaran. “Kalo saya dah dapet info kespro yang bner, baru saya beritahu kepada teman atau orang lain. Kalo masalah kapannya, saya tidak ada waktu yang pasti. Bila ktemu temen dan sedang ngobrol, biasanya disitulah saya beri tahu mereka. Saya juga gak pake alat bantu pas ngasih info, cukup dengan ngbrol dan berdiskusi aja. Paling sesekali saya pake leflet. Dan itu juga kalo saya dapet leflet dari PKBI atau dinas yang punya info tentang kespro” (wawancara, 27 Oktober 2009). 78 Ketika informan memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja, umumnya para remaja (teman sebaya) belum mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi remaja. Hal itu dapat terlihat dari adanya antusias para remaja yang ingin mengetahui lebih banyak informasi kesehatan reproduksi. Selain itu ada juga remaja yang telah mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, namun yang mereka ketahui adalah pengetahuan yang tidak benar dan hanya berupa mitos-mitos yang berkaitan tentang kehidupan seks semata. “Sebenarnya hanya sedikit sekali remaja yang udah punya pengetahuan tentang kespro. Saya bisa bilang begitu karena waktu saya sedang memberikan info kespro, teman-teman banyak yang tidak tahu. Paling yang mereka tahu hanya seputar mitos-mitos tentang seks. Contohnya tentang organ seks, hubungan seks (ciuman, petting, gaya senggama) kehamilan, pengguguran kandungan (aborsi)” (wawancara, 27 Oktober 2009). Melihat permasalahan remaja sekarang, informan mengaku sangat perihatin sekali. Banyak perilaku-perilaku remaja yang menyimpang dari norma-norma yang ada. Terutama perilaku penyimpangan-penyimpangan seks yang dilakukan remaja saat ini. Anak yang baru menginjak usia remajapun sudah melakukan penyimpangan seks. Penyimpangan seks yang dilakukan remaja saat ini sangat beragam mulai dari berciuman, petting hingga menjual dirinya. Informan mengaku pernah mendapat permasalahan kesehatan reproduksi pada temannya. Salah satu masalah kesehatan reproduksi remaja yang pernah didapatkannya adalah penyimpangan seks, aborsi, dan narkoba. “Saya sangat perihatin kalo lihat remaja saat ini. Perilaku remaja dah lewat dari batas wajar dan norma yang ada. Saya pernah ktemu sama temen yang punya masalah kespro. Dia laki-laki yang pernah menjual dirinya pada lelaki dewasa lain. Dia disuruh melayani nafsu om-om. Dia sih ngaku na untuk nyari uang jajan aja. Selain itu juga saya punya temen yang punya pacar, dan kalo ktemu pasti ciuman terus. Katanya kalo gak ciuman ada yang kurang” (wawancara, 27 Oktober 2009). 79 Kekhawatiran yang lain lebih banyak akan timbul dari diri remaja itu sendiri. Kebanyakan dari mereka (remaja) cenderung cuek dan pura-pura tidak tahu tentang permaslahan remaja yang ada saat ini. Meskipun mereka tahu jika perilaku mereka salah, biasanya mereka tetap melakukan kesalahan dalam menjalani kehidupan reproduksinya. Mereka terlanjur terpengaruh oleh lingkungan mereka dan juga pengaruh dari kemajuan teknologi yang menyuguhkan informasi yang menyimpang dan tidak bertanggung jawab. Ketika melihat permasalahan kesehatan reproduksi remaja, informan pernah memberikan bantuan dalam memecahkan permasalahan kesehatan reproduksi remaja tersebut. Ia mengaku walau tidak banyak yang bisa ia lakukan dalam membantu memecahkan masalah, tapi ia selalu ingin membantu. Pertolongan pertama yang pernah ia lakukan yaitu memposisikan dirinya sebagai tempat berbagi teman sebayanya yang punya masalah kesehatan reproduksi remaja. Setelah itu ia mulai memberikan informasi kesehatan reproduksi yang benar agar teman sebayanya lebih mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Dari mempunyai pengetahuan yang baik diharapkan remaja dapat menentukan kehidupan reproduksi lebih baik lagi. “Kalo yang saya lihat remaja sekarang cuek dengan masalah kespro, walau nggak semua. Mereka dah terpengaruh lingkungan dan info dari teknologi yang gak bener, misalnya video porno dari internet. Saya pernah membantu temen yang pernah punya masalah kespro. Ternyata dia tidak punya pengetahuan kespro remaja yang benar. Makanya saya kasih info kespro yang bener. Walau saya tidak bisa langsung bantu memecahkan masalahnya, karena itu kan kehidupan pribadinya” (wawancara, 27 Oktober 2009). Dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada remaja, peer educator mempunyai kendala. Salah satu kendala yang dihadapi informan dalam 80 memberikan informasi kesehatan reproduksi adalah seringkali peer educator tidak dipercaya oleh teman sebayanya atau orang yang diberi informasi. Bahkan yang lebih membuat peer educator kurang percaya diri ketika mereka memberikan informasi kepada teman sebayanya namun mereka tidak dianggap. Untuk mengatasi kendala tersebut, informan biasanya berusaha menjelaskan informasi secara kontinyu dengan menerangkan dan memberi contoh kasus permasalahanpermasalahan kesehatan reproduksi yang pernah dialami oleh remaja. “Ketika saya memberikan info kespro biasanya saya punya kendala. Salah satunya saya sering gak dipercaya, apalagi kalau ngasih infonya ke orang yang lebih tua dari saya. Kalau dah gak dipercaya terkadang saya males lagi mw ngasih tahu, tapi saya rasa ini kewajiban saya, jadi saya berusaha menjelaskan terus-menerus aja sampe mereka bener-bener percaya” (wawancara, 27 Oktober 2009). 2. Informan 2 Kst, perempuan berumur 17 tahun. Ia masih duduk di kelas 3 salah satu SMA swasta di Bandar Lampung. Informan beragama Islam. Ia masih aktif dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja kepada teman sebayanya. Selain itu, dia juga menjadi ketua dari organisasi SKR (sanggar konsultasi remaja) di sekolahnya. Ia menjadi peer educator remaja melalui PKBI Lampung. Sebelumnya ia mengikuti pelatihan sebagai peer educator untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja. Peer educator ini sifatnya hanya sukarela saja dan merupakan program kerja dari PKBI Lampung dalam menyebarkan informasi kesehatan reproduksi. 81 Menurut informan kesehatan reproduksi remaja adalah keadaan sehat pada sistem reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Ketika mempunyai pengetahuan reproduksi remaja, ada manfaat yang akan didapat, yaitu kita akan lebih mengerti tentang kehidupan seksual dan reproduksinya. Selain itu, kita akan dapat mengambil keputusan yang menyangkut tentang permasalahan kesehatan reprodusi remaja itu sendiri. “Kespro remaja itu keadaan sehat sistem reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Kita akan mendapatkan manfaat dari info kespro yang telah didapat, diantaranya adalah kita akan lebih mengerti tentang kehidupan reproduksi dan permasalahannya” (wawancara, 30 Oktober 2009). Informan mengaku bahwa belum lama ia mengetahui informasi tentang kesehatan reproduksi. Ia mengetahui tentang kesehatan reproduksi baru 2 tahun. Sebelum ia mengetahui informasi kesehatan reproduksi, ia selalu menganggap bahwa informasi tersebut tidak terlalu penting. Namun, ketika ia telah mengetahui informasi dan manfaat dari informasi tersebut, ia lebih mengerti tentang kesehatan reproduksi khususnya remaja. Bahkan ia lebih tertarik menjadi peer educator untuk menyebarkan informasi kesehatan reproduksi yang benar kepada teman sebayanya. “Sebelum saya tahu apa itu kespro, saya selalu menyepelekan info tentang kespro. Tetapi ketika saya dah tahu info dan manfaatnya, saya tertarik untuk menjadi peer educator remaja. Saya ingin menyebarkan dan memberi pengetahuan kepada teman sebaya agar remaja indonesia (khususnya teman saya) mengerti tentang kesehatan reproduksi. Ketika mereka mengerti apa itu kespro, mereka akan lebih siap dalam mengambil keputusan tentang kehidupan seksnya” (wawancara, 30 Oktober 2009). Banyak informasi kesehatan reproduksi yang telah ia ketahui terutama tentang remaja, diantaranya tentang alat reproduksi manusia, aktivitas seksual remaja, KTD (kehamilan tidak diinginkan), narkoba dan HIV/AIDS. Informasi tersebut ia 82 dapat dari pelatihan peer educator remaja di PKBI Lampung, dari guru, orang tua dan modul DAKU!. Biasanya ia selalu mencari informasi kesehatan reproduksi remaja yang belum ia ketahui ataupun yang kebenarannya masih ia ragukan. Banyak cara ia lakukan untuk mendapatkan informasi kesehatan reproduksi, salah satunya ia mencari di internet. Banyak informasi tersedia di sana, namun tak semua informasi ia ambil karena belum tentu informasi itu benar. Bertanya kepada orang yang lebih mengerti dan paham selalu ia lakukan untuk memastikan kebenaran informasi tentang kesehatan reproduksi. “Saya dapet informasi kesehatan reproduksi juga dari peer educator yang waktu itu memberikan info kespro ke saya. Selain itu saya juga dapet info dari pelatihan peer educator di PKBI Lampung, dari guru, orang tua dan modul DAKU!. Biasanya saya nyari info di internet, tapi gak semuanya saya ambil, kan ada juga info yang salah dari orang yang gak bertanggung jawab” (wawancara, 30 Oktober 2009). Informasi kesehatan reproduksi yang telah didapat oleh informan akan diberikan oleh teman sebayanya. Dalam memberikan informasi, ia lebih cenderung bercerita dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Menurutnya dengan metode seperti itu, remaja lebih merespon dan mempunyai antusias yang lebih besar. Namun memang tidak bisa merangkul atau mengumpulkan teman yang lebih banyak dalam satu waktu. Informan dalam melakukan diskusi untuk menyebarkan informasi hanya mengajak beberapa teman sebayanya saja. “Ketika saya dah dapet info yang benar tentang kespro, saya akan menyebarkannya pada teman. Biasanya untuk menyebarkan info kespro saya hanya bercerita dan melakukan diskusi mengenai info itu dengan teman. Memang gak banyak teman yang bisa ngumpul dalam satu waktu, tapi dengan cara itu, teman lebih merespon apa yang saya katakan” (wawancara, 30 Oktober 2009). 83 Untuk menyebarkan informasi, informan juga memakai media atau alat bantu. Alat yang pernah informan gunakan dalam memberikan informasi adalah komputer, brosur dan selebaran-selebaran. Dalam memberikan informasi, pemanfaatan teknologi juga sangat membantu. Untuk membuat remaja tertarik pada suatu informasi, maka informasi itu juga harus dibuat lebih menarik. Tidak jarang remaja akan lebih tertarik pada informasi yang sedikit tetapi lebih bisa membuat mereka bertanya-tanya. “Untuk memberikan info kespro terkadang saya juga pake media. Saya pake komputer jika ada info yang harus dibuka pake komputer. Selain itu saya juga saya pernah pake brosur dan slebaran itu juga kalo saya bisa buat atau dapet dari tempat yang ngasih info pake brosur” (wawancara, 30 Oktober 2009). Pengetahuan tentang permasalahan kesehatan reproduksi remaja, informan mengaku tidak terlalu banyak tahu. Informan hanya mengetahui tentang perilakku seks remaja yang akhir-akhir ini sangat menyimpang dari aturan dan normanorma yang ada. Selain itu, informan juga jarang mendapatkan permasalahan kesehatan reproduksi pada teman sebayanya. Walaupun pernah, ia mengaku hanya masalah kehidupan pribadi dari remaja, sehingga dia tidak terlalu bisa masuk ke dalam masalah itu untuk membantu remaja yang punya masalah kesehatan reproduksi. Umumnya ia mendapatkan permasalahan hanya seputar pacaran dan perilaku pacaran dari teman sebayanya. Untuk membantu teman sebaya yang mempunyai permasalahan kesehatan reproduksi, ia hanya memberikan pemahan yang benar dan motivasi bagi teman sebayanya saja. “Saya tidak terlalu banyak tahu tentang masalah kespro yang dialami remaja (teman sebaya). Paling saya pernah membantu teman yang punya masalah mengenai pacaran yang sedikit menyimpang. Ada perilaku seks yang di paksakan oleh pasangan tema saya. Trus saya membantunya lewat sharing dan memberikan pemahaman bagaimana perilaku pacaran yang baik” (wawancara, 30 Oktober 2009). 84 Pemberian informasi kesehatan reproduksi kepada remaja tidak terlepas dari kendala yang selalu hadir dalam proses tersebut. Beberapa kendala yang dihadapi oleh peer educator (informan) adalah kurangnya pemahaman tentang permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Selain itu, kendala yang dihadapi oleh informan adalah kurangnya kepercayaan teman sebayanya ketika ia memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja. Terkadang teman sebaya kurang mempercayai informasi yang diberikan oleh peer educator. Kendala-kendala itu harus segera diatasi oleh peer educator remaja. Dalam menyikapi kendala, terkadang peer educator remaja kesulitan untuk menyelesaikannya. Informan punya cara yang hampir sama pada setiap peer educator remaja yang lain dalam menangani kendala yang ada dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja. Informan akan bertanya pada orang yang lebih tahu (ahlinya) tentang permasalah kesehatan reproduksi. Informan juga berusaha menjelaskan informasi yang diberikan kepada orang yang kurang mempercayainya. “Kadang saya gak dipercaya sama orang yang saya beri info tentang kespro. Apalagi orang itu umurnya lebih tua dari saya. Kalo dah kaya gitu saya agak patah semangat, tapi kalo kaya gitu saya terus berusaha sebisanya untuk memberikan info, atau saya tanya lagi sama ahlinya kalo saya kurang menguasai info itu” (wawancara, 30 Oktober 2009). 85 3. Informan 3 DWA, seorang laki-laki berumur 17 tahun. Informan masih duduk di kelas 3 SMA swasta di Bandar Lampung. Ia memeluk agama Islam dan berdomisili di Bandar Lampung. Saat ini ia masih aktif menjadi peer educator bagi teman sebayanya di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Informan juga aktif di organisasi sekolahnya yakni SKR (Sanggar Konsultasi Remaja). Dengan aktif di organisasi sekolah, informan mempunyai kesempatan mengenal lebih banyak teman-teman di sekolahnya. Dengan begitu, ia lebih leluasa untuk menyampaikan informasi kesehatan reproduksi remaja kepada teman dengan jumlah yang lebih banyak. Kesempatan inilah yang digunakan informan untuk selalu memberikan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja. Menurut informan, kesehatan reproduksi remaja adalah keadaan sehat pada diri remaja yang menyangkut sistem dan fungsi reproduksinya. Selain itu, sehat juga dilihat dari keadaan mental remaja itu sendiri, bukan hanya bebas dari penyakit saja. Manfaat dari pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki adalah kita akan lebih mengerti tentang fungsi-fungsi dan permasalahan reproduksi yang ada. “Kespro remaja itu artinya keadaan sehat yang ada pada remaja tentang system dan fungsi alat reproduksinya. Tapi sehat bukan berarti hanya bebas dari penyakit, bisa dilihat dari mental remajanya juga. Jika sudah tahu tentang kespro remaja, kiata lebih mengerti tentang fungsi dan masalah kespro yang ada” (wawancara, 31 Oktober 2009). Awalnya informan juga tidak mengetahui banyak tentang kesehatan reproduksi. Ia mengaku mendapatkan informasi kesehatan reproduksi remaja hanya setengahsetengah. Informasi itu ia dapatkan dari teman dan internet juga film. Informan 86 mengakui bahwa informasi yang ia dapat tidak ada yang benar. Setelah ia mengikuti pelatihan peer educator remaja dan Modul DAKU!, ia sekarang lebih mempunyai pengetahuan yang benar tentang kesehatan reproduksi. Informasi yang ia ketahui diantaranya adalah tentang organ-organ reproduksi, sex education, IMS dan Narkoba. “Tadinya saya juga gak punya pengetahuan tentang kespro. Paling saya tahu setengah-setengah, itu jg saya dapet dari temen atau internet dan film. Semua info yang saya dapet waktu itu cuma mitos saja, gak ada benarnya. Tapi sekarang saya dah punya info yang bener, saya dapet dari pelatihan peer educator dan Modul DAKU!” (wawancara, 31 Oktober 2009). Informan selalu mencari informasi tentang kesehatan reproduksi remaja melalui internet. Dalam mencari informasi, dia tidak sembarang membuka situs atau alamat. Hanya alamat atau situs yang terpercaya saja yang menjadi refrensi dalam mendapatkan informasi kesehatan reproduksi, diantaranya dinas kesehatan, PKBI, BKKBN, KPA dan situs-situs yang terpercaya untuk dijadikan sumber informasi. Tidak ada waktu yang pasti untuk informan dalam mencari informasi. Ia hanya memanfaatkan waktu luang yang ada. Ketika mendapatkan informasi kesehatan reproduksi, tidak semua informasi langsung ia terima, melainkan in cari tahu dulu kebenaranya. “Saya selalu mencari info tentang kespro jika ada waktu luang. Biasaya saya mencari di internet soalnya di sana banyak info yang akan saya dapat, tapi gak sembarang situs yang saya buka. Cuma situs-situs tertentu aja yang saya buka. Kalo dah dapet, info itu gak langsung saya terima, tapi saya cari yahu dulu kbenarannya dengan bertanya pada orang yang bener-bener tahu” (wawancara, 31 Oktober 2009). Setelah mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi, informan memberikan informasi tersebut kepada teman sebayanya. Namun tidak setiap waktu dia memberkannya, jika ada waktu luang saja. Memanfaatkan waktu luang 87 dan kesempatan yang selalu ia pergunakan untuk memberikan informasi. Dalam memberikan informasi, informan hanya dengan metode berdiskusi dengan teman sebayanya. Menurutnya, dengan berdiskusi, informasi akan cepat sampai, walaupun informasi tersebut tidak bisa mencakup orang banyak secara bersamasama dalam waktu yang bersamaan. “Kalo dah dapet info tentang kespro, pasti info itu saya berikan pada temanteman. Memberikan infonya dengan berdiskusi saja dengan mereka, saya mencoba menerangkannya. Memang gak semua teman langsung bisa ikut berdiskusi sama-sama dalam satu waktu, tapi menurut saya info itu akan cepet sampai dengan akurat” (wawancara, 31 Oktober 2009). Dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi, informan menggunakan media atau alat yang ia punya saja. Salah satu media yang sering ia gunakan adalah handphone. Dengan menggunakan handphone, ia bisa memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada teman sebayanya tanpa harus bertemu, dengan begitu ia tidak membuang waktu terlalu banyak, namun memang memerlukan biaya yang cukup besar. Informan mempunyai cara dalam mensiasati untuk menegurangi biaya yang dikeluarkannya dengan menggunakan fasilitas SMS (Sort Message Service) dari operator seluler yang memberikan fasilitas tersebut secara gratis. “Selain berdiskusi, saya juga pake hp untuk memberikan info kespro kepada teman, jd gak perlu ketemu sama mereka kalo gak punya waktu. Memang ada biayanya, tapi saya siasati dengan memanfaatkan pke sms gratis dari operator seluler tertentu” (wawancara, 31 Oktober 2009). Permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini sangat menghawatirkan. Banyak perilaku remaja yang sudah menyimpang dari norma-norma dan adapt istiadat yang ada. Mulai dari berpacaran dengan perilaku yang kurang sehat seperti sering melakukan ciuman, petting dan seks bebas sampai penggunaan 88 narkoba. Informan sering menemui permasalahan kesehatan remaja yang dilakukan oleh teman sebayanya. Umumnya masalah yang sering ditemuinya adalah narkoba. “Saya merasa khawatir jika melihat remaja saat ini dengan pola perilaku yang sudah menyimpang. Paling sering saya menemukan penyalahgunaan Narkoba pada remaja (teman-teman sebaya)” (wawancara, 31 Oktober 2009). Banyak permasalahan yang dihadapi remaja. Mulai dari tugas mereka sebagai remaja dalam perkembangannya, kehidupan pendidikannya sampai masalah kesehatan reproduksi remaja. Dari semua permasalahan remaja yang ada saat ini, permasalahan yang tidak kalah sangat mengkhawatirkan adalah masalah kesehatan reproduksi. Walau begitu, jika kita lihat remaja saat ini, mereka cenderung cuek dan tidak memperdulikan masalah kesehatan reproduksi yang sekarang lebih kompleks. Sebab dari adanya sikap mereka karena pengetahuan mereka yang kurang mengenai kesehatan reproduksi khususnya kesehatan rerpoduksi remaja. “Banyak masalah yang dihadapi remaja. Salah satunya adalah kespro remaja. Kalau saya lihat, remaja saat ini cenderung cuek dan sok gak tahu tentang masalah kespro remaja, soalnya pengetahuan mereka tentang kespro itu sangat kurang” (wawancara, 31 Oktober 2009). Dari permasalahan kesehatan reproduksi yang dihadapi oleh remaja (teman sebaya), informan pernah membantu remaja dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan reproduksinya. Dalam menghadapi masalah kesehatan reproduksi, remaja memerlukan pendamping untuk menyelesaikannya. Informan mengaku tindakan pertama yang ia lakukan dalam membantu memecahkan masalah kesehatan reproduksi remaja adalah dengan memnjadikan dirinya tempat berbagi bagi teman sebayanya. Dengan menjadi tempat berbagi untuk teman sebaya, peer 89 educator lebih mempunyai ruang untuk menyampaikan informasi kesehatan reproduksi dan membantu pemecahan masalah yang dihadapi remaja. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh peer educator remaja (informan) dalam membantu memecahkan masalah kesehatan reproduksi. Salah satu yang dapat dilakukan informan adalah dengan memberikan informasi yang benar mengenai masalah yang sedang dihadapi teman sebayanya. Selain itu, dengan memberikan motivasi kepada teman sebaya (remaja) adalah cara yang tepat agar remaja mempunyai pengetahuan dan kehidupan reproduksi yang sehat. Jikapun ada tindakan yang dapat membantu remaja dalam myelesaikan masalah kesehatan reproduksi itu hanya sebatas kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki peer educator remaja (informan). “Saya pernah bantu teman memecahkan masalah kespronya. Kebetulan masalah itu adalah penyalahgunaan narkoba. Memang tidak banyak yang dapat saya lakukan, karena hanya sebatas kemampuan dan pengetahuan saya. Hal pertama yang saya lakukan adalah menjadikan saya tempat berbagi (curhat), setelah itu saya memberikan info yang benar. Kalaupun saya bisa lebih banyak berbuat, mengkin hanya memberitahu penanggulangan dan tempat rehabilitasi saja” (wawancara, 31 Oktober 2009). Dalam memberikan informasi dan membantu memecahkan masalah kesehatan reproduksi remaja, informan mengaku sering mendapatkan kendala. Beberapa kendala yang sering dihadapi oleh informan adalah mengenai sedikitnya waktu yang dimiliki informan dan itu berbanding terbalik dengan tingginya mobilitas teman sebayanya (kelompok dampingan), terkadang peer educator (informan) tidak dipercaya oleh teman sebayanya. “Ketika memberikan info dan bantu teman sebaya memecahkan mesalah kespro, ada aja kendalanya. Salah satunya, saya hanya punya sedikit waktu. Selain itu saya pernah tidak dianggap dan tidak dipercaya” (wawancara, 31 Oktober 2009). 90 Ketika mengahadapi kendala yang ada, diperlukan pemecahan dan strategi yang tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam hal ini adalah pemberian informasi dan membantu memecahkan permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Untuk mengatasi kendala yang ada, informan biasanya mempunyai cara yang cukup efektif, yaitu dengan memanage waktu yang dia punya agar bisa memberikan informasi kepada teman sebaya lebih maksimal. Selain itu untuk mengatasi ketikpercayaan teman sebayanya, ia melakukan diskusi lebih lama dan memberikan info secara kontinyu dengan contoh kasus kesehatan reprodusi yang benar. “Untuk pemecahan kendala yang ada, biasanya saya meluangkan waktu lebih banyak dengan mengatur waktu yang saya punya. Kalo masalah ketidakpercayaan teman sebaya, saya mengajak mereka berdiskusi secara kontinyu dan memberikan contoh-contoh kasus kespro yang benar”. 4. Informan 4 FH, laki-laki berumur 17 tahun dan masih duduk di kelas 3 SMA Swasta di Bandar Lampung. Dia bertempat tinggal di Bandar Lampung. Seperti informan yang lain, ia juga aktif di organisasi sekolahnya yaitu SKR (Sanggar Konsultasi Remaja). Selain aktif di sana, informan juga sering menghabiskan waktunya sebagai peer educator remaja bagi teman-teman sebayanya di sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya. Peer educator remaja yang ia ikuti adalah sebuah program pemberian informasi oleh remaja yang dimiliki dan dijalankan oleh PKBI Lampung, sifatnya hanya sukarela namun mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan informasi kepada teman sebaya. 91 Menurut informan menjadi peer educator adalah sebuah pekerjaan yang menyenangkan. Banyak hal yang bisa ia dapat terutama informasi dan pengalaman. Informan mengaku pada awalnya dia tidak banyak tahu tentang informasi kesehatan reproduksi. Dari keikutsertaanya menjadi peer educator bagi teman sebayanya inilah yang membuat dia memperoleh banyak pengetahuan tentang kesehatan reproduksi khususnya kesehatan reproduksi remaja. Menurutnya kesehatan reproduksi remaja adalah keadaan sehat dari fungsi alat reproduksi remaja. Tidak hanya sehat dan bebas dari penyakit, remaja juga dikatan sehat reproduksinya apabila mental dan sosialnya juga sehat. Ada manfaat yang akan didapat dari memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, yaitu kita akan jauh lebih mengerti setiap hal yang berkaitan tentang reproduksi, baik itu sistem danfungsi reproduksi maupun permasalahannya. “Kespro remaja buat saya adalah keadaan sehata dari fungsi reproduksi remaja. Tapi tidak cuma sehat dan bebas dari penyakit, mental dan sosialnya juga harus sehat. Jika kita tahu tentang kespro remaja, kita akan mengerti setiap hal yang tentang kespro remaja” (wawancara, 31 Oktober 2009). Sebelum menjadi peer educator remaja, informan mengikuti pelatihan peer educator terlebih dahulu. Pelatihan ini diselenggarakan oleh PKBI Lampung. Dalam pelatihan ini informan banyak dibekali informasi dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja serta bagaiman menjadi peer educator yang baik. Tujuan dibekali pengetahuan kesehatan reproduksi remaja adalah agar para peer educator remaja mampu memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada teman sebayanya. 92 Dari proses pelatihan itu, informan sekarang mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja yang cukup banyak. Selain dari pelatihan menjadi peer educator remaja, informan juga mendapatkan informasi kesehatan reproduksi dari Mosul DAKU!, seminar serta informasi dari orang-orang yang tahu dan menguasai bidang kesehatan reproduksi. Beberapa informasi kesehatan rerpoduksi yang telah dia ketahui diantaranya tentang sex education (alat dan fungsi seksual, perilaku seks), aborsi, HIV dan AIDS serta narkoba. “Saya senang jadi peer educator remaja. Banyak yang bisa saya dapat, terutama pengetahuan dan pengalaman. Saya dapet info kespro awalnya dari PKBI Lampung, Modul DAKU! Serta orang-orang yang tahu tentang kespro. Info yang telah saya dapat diantaranya sex education, aborsi HIV/AIDS dan Narkoba” (wawancara, 04 November 2009). Informan selalu berusaha mencari informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Biasanya dia mencari di internet. Banyak informasi yang bisa diperoleh informan dari situs-situs internet. Tidak ada waktu yang pasti kapan untuk mencari informasi kesehatan reproduksi remaja. Dengan aktifitas yang tinggi, informan berusaha membagi waktunya untuk mencari informasi dan memberikannya kepada teman sebaya. Tidak semua informasi langsung diterima, karena banyak juga informasi yang salah dan menyesatkan. Ketika sudah mendapat informasi kesehatan reproduksi, informan mencari kebenaranya sebelum informasi tersebut diberikan kepada teman sebayanya dan orang yang belum tahu (keluarga, saudara dan lain-lain). “Biasanya saya mencari info kespro di warnet. Tidak ada waktu yang pasti, jika ada waktu senggang saja saya berusaha mencari info soalnya saya juga punya aktifitas yang lumayan padat. Kalau sudah dapat info, saya cari tahu dukku kebenarannya, baru saya berikan info itu ke teman, keluarga dan orang lain yang belum tahu” (wawancara, 04 November 2009). 93 Cara memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja yang biasa informan lakukan adalah dengan mengajak ngobrol teman atau dengan berdiskusi seputar informasi yang akan diberikan. Selain itu, informan mengaku pernah memberikan atau memperlihatkan artikel tentang kesehatan reproduksi remaja. Dalam memberikan informasi, informan terkadang menggunakan media atau alat, diantarnya laptop atau komputer. “Kalau memberikan info, saya lebih sering dengan cara ngobrol atau berdiskusi tentang info yang akan diberikan pada teman sebaya. Sesekali saya pakai laptop/komputer untuk memperlihatkan info tentang kespro, tapi bukan video porno!” (wawancara, 04 November 2009). Permasalahan yang dihadapi remaja saat ini semakin mengkhawatirkan. Hampir setiap remaja di Indonesia mempunyai permasalahan kesehatan reproduksi. Mulai dari masalah perilaku berpacaran yang menyimpang dari norma dan nilai yang ada sampai penyalahgunaan narkoba yang semaki banyak dilakukan remaja. Lebih mengkhawatirkan lagi sikap dari para remaja yang seolah-olah cuek dan tidak mau tahu. Informan pernah mendapati teman sebayanya yang sedang mempunyai masalah kesehatan reproduksi yaitu IMS, seks bebas dan narkoba. “Saya lumayan tahu tentang masalah kespro remaja saat ini. Saya tahu dari media massa, cetak (koran, majalah), elektonik (tv, internet) juga dari orang tua. Sayangnya remaja punya sikap cuek terhadap masalah kespro, ya walaupun gak semua remaja. Saya pernah tahu dan dapet teman yang punya masalah kespro. Ada tema saya yang terkena IMS, ada yang selalu petting dan seks bebas, ada juga yang pemakai narkoba” (wawancara, 04 November 2009). Ketika informan telah mengetahui ada teman sebaya yang mempunyai masalah kesehatan reproduksi remaja, dia berusaha membantu. Bentuk bantuan yang sering ia berikan hanya sebatas pemberian informasi, pemberian motivasi agar mereka punya kehidupan reproduksi yang sehat. Namun informan juga pernah 94 memberikan bantuan yang lebih dari sekedar pemberian informasi dan motivasi, diantarnya informan pernah mendampingi teman sebayanya yang terkena narkoba ke pusat rehabilitasi, berkonsultasi ke dokter bagi teman sebayanya yang terkena IMS serta menyelesaikan masalah perilaku menyimpang dalam berpacaran yang dilakukan oleh pasangan teman sebayanya. “Saya pernah bantu teman yang punya masalah kespro. Waktu itu saya pernah nganter teman ke pusat rehabilitasi orang yang terkena narkoba (pemakai), ke dokter untuk tmenin teman berkonsultasi seputar masalah IMS. Pernah juga menyelesaikan masalah perilaku pacaran teman, karena pacarnya (cowonya) selalu mau seks bebas terus” (wawancara, 06 November 2009). Dalam memberikan informasi dan membantu memecahkan permasalahan kesehatan reproduksi remaja yang dialami teman sebaya, informan mengaku sering mengalami kendala. Beberapa kendala itu diantaranya waktu yang dimiliki informan sangat terbatas, mobilitas teman sebaya tinggi, kurang dipercaya oleh teman sebaya yang sedang diberi informasi. Untuk mengatasi kendala tersebut, informan mempunyai cara sendiri yaitu dengan meluangkan dan membagi waktu, menggunakan media dalam memberikan informasi untuk mensiasati remaja yang mobilitasnya tinggi. Untuk mengatasi masalah kurangnya kepercayaan oleh teman sebaya terhadap peer educator, informan mengatasinya dengan menggunakan personal guna meyakinkan teman sebaya tersebut. Selain itu dengan memberikan informasi yang akurat, menjaga kepercayaan yang telah didapat akan dapat mengatasi masalah tersebut. “Ketika memberikan info kespro, pasti ada saja kendala yang akan dihadapi, diantaranya waktu yang saya punya sedikit, mobilitas teman sebaya tinggi, dan terkadang tidak dipercaya sama mereka. Kesel juga kadang kalau dah tidak dipercaya, ya tapi mau gimana lagi ini kan tantangannya. Cari solusi saja biar ngasih infonya sukses, kasih info yang akurat, dan menjaga kepercayaan yang mereka dah kasih ke kita saja” (wawancara, 06 November 2009). 95 5. Informan 5 IH, perempuan berumur 17 tahun. Informan masih duduk di kelas 3 di salah satu SMA swasta di Bandar Lampung. Sejak lahir informan tinggal di Bandar Lampung. Informan juga aktif mengikuti organisasi di sekolahnya. Namun seiring kesibukannya dan tuntutan untuk menghadapi ujian kelulusan yang akan dihadapi, informan perlahan harus meninggalkan kesibukan organisasinya. Informan telah 2 tahun menjadi peer educator bagi teman sebayanya di sekolah maupun di tempat tinggalnya. Sebelum menjadi peer educator remaja, informan mengaku belum mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja yang baik. Setelah ia mengikuti pelatihan menjadi peer educator remaja yang, pengetahuannya bertambah. Selain itu ia juga dapat informasi kesehatan reproduksi remaja dari Modul DAKU!. “Sebelum jadi peer educator remaja, saya tidak mempunyai pengetahuan tentang kespro rremaja dengan baik. Dari pelatihan peer educator saya dapat info kespro yang banyak. Tapi saya juga dapet info kespro dari modul DAKU!” (wawancara, 10 November 2009). Kesehatan reproduksi remaja menurut informan adalah sehatnya sistem dan fungsi alat reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Manfaat dari adanya pengetahuan tentang kesehatan reprtoduksi remaja adalah kita akan mengerti tentang permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Selain itu kita juga akan lebih siap dan mengerti untuk menjalani kehidupan seks dan reproduksi. “Kespro remaja itu sehatnya system dan fungsi alat reproduksi yang ada pada remaja. Kalau sudah tahu, kita akan mengerti tentang permasalahan kespro remaja yang ada” (wawancara, 10 November 2009). 96 Pengetahuan dan informasi kesehatan reproduksi remaja sangat penting untuk dimiliki oleh para remaja. Dengan memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, maka mereka dapat menentukan kehidupan reproduksi dan seksnya. Informasi yang informan ketahui sampai saat ini sudah cukup banyak diantaranya tentang alat reproduksi dan fungsinya, sex educaton, HIV dan AIDS. Informan mengaku, dia selalu berusah mencari informasi kesehatan rerpoduksi remaja untuk menambah pengetahuannya. Biasanya dia mendapatkan informasi tersebut dari Modul DAKU!, dan membaca buku-buku yang ada. Setelah informan mendapatkan informasi, maka informan akan memberikannya kepada teman sebaya dan keluarganya. Metode yang dipakai dalam pemberian informasi adalah dengan berbicara langsung atau dengan berdiskusi kepada teman sebaya dan orang yang memang memerlukan informasi kesehatan reproduksi khususnya remaja. “Pengetahuan tentang kespro itu sangat pentinguntuk dimiliki para remaja, agar mereka (remaja) tahu dan pahan bagaimana menentukan kehidupan reproduksinya. Saya selalu berusaha mencari info kespro untuk menmbah pengetahuan saya. Biasanya saya dapat dari Modul DAKU! Dan membaca buku. Kalau sudah dapat, saya akan memberikan info tersebut kepada remaja yang lain dan orang yang membutuhkan info tersebut” (wawancara, 10 November 2009). Dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja, informan mengaku tidak menggunakan media atau alat untuk membantunya. Menurut informan, dengan berbicara lansung atau dengan cara berdiskusi, informasi akan mudah diterima oleh remaja yang memang membutuhkannya. Walaupun dengan cara ini tidak bisa mencakup teman sebaya dengan jumlah besar dalam waktu yang bersamaan, informan selalu menerapkan cara seperti ini dan tidak ada waktu yang pasti atau khusus untuk memberikan informasi. 97 “Untuk memberikan informasi kespro, saya tidak menggunakan alat bantu. Dengan berdiskusi, menurut saya info itu akan mudah diterima oleh remaja. Tapi tidak semua remaja bisa langsung ikut dalam waktu yang bersamaan. Tidak ada waktu yang khusus untuk memberikan info, jika ada waktu luang saja” (wawancara, 10 November 2009). Permasalah kesehatan reproduksi remaja saat ini semakin banyak dan mengkhawatirkan sekali. Dengan pengetahuan yang sedikit yang dimiliki remaja tentang kesehatan reproduksi, remaja sangat rentan mengalami masalah kesehatan reproduksi. Tidak semua remaja menanggapi permasalahan kesehatan reproduksi dengan positif, karena sebagian remaja yang ada tidak mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi dengan baik dan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah sikap remaja yang cuek terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Informan mengaku tidak terlalu banyak mengetaui permasalahan kesehatan reproduksi remaja yang ada saat ini. Dia hanya mengetahui beberapa saja, di antaranya tentang perilaku berpacarang remaja yang menyimpang dari nilai-nilai yang ada, masalah seks bebas, HIV dan AIDS. Sejauh ini, dalam memberikan infornmasi kesehatan reproduksi remaja, informan tidak terlalu sering mendapatkan masalah kesehatan reproduksi yang ada pada teman sebayanya. Umumnya masalah itu didapatnya dari teman sebaya yang perempuan. Permasalahan yang terjadi pada mereka mulai dari masalah menstruasi dan tentang vagina. “Saya hanya tahu sedikit tentang maslah kespro remaja yang ada pada remaja saat ini. Saya juga jarang menemukan langsung teman sebaya yang pumya masalah kespro remaja. Yang saya temukan hanya seputar menstruasi dan tentang vagina saja. Itu saya dapatkan dari teman saya yang perempuan” (wawancara, 10 November 2009). 98 Ketika menemukan masalah kesehatan reproduksi remaja pada teman sebaya, informan berusaha membantu untuk memecahkan masalahnya itu. Cara yang sering ia pakai adalah dengan cara memberikan informasi dan solusi tentang permasalahan yang sedang dialami oleh teman sebayanya. Walaupun tidak banyak yanng bisa ia lakukan, tetapi teman sebaya selalu merasa tertolong dengan adanya peer educator remaja. Dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh remaja, ada kendala yang selalu dihadapi oleh informan. Kendala itu berupa ketidakpercayaan oleh teman sebaya kepada peer educator (informan). Sering kali remaja merasa kurang percaya apabila menerima informasi dari peer educator remaja atau untuk berkonsultasi kepada peer educator remaja terkait masalah yang dihadapinya. Untuk mengatasi kendala tersebut, informan mengaku selalu berusaha meyakinkan teman sebayanya bahwa apa yang dia sampaikan adalah benar. Dengan cara memberikan informasi secara lengkap dan kontinyu bisa mengurangi rasa ketidakpercayaan teman sebaya terhadapnya. “Ketika memberikan info kespro remaja, sering kali saya kurang dipercaya sama eman saya. Menurut mereka saya sok tahu dan belum memiliki pengetahuan yang baik tentanng kespro remaja. Tetapi saya selalu mengatasi masalah itu dengan cara memberikan informasi kespro kepada mereka secara lengkan dan kontinyu, dan biasanya mereka akan percaya” (wawancara, 10 November 2009). 99 B. Pembahasan 1. Peran Peer Educator (PE) Remaja dalam Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja Pendidik sebaya atau peer educator remaja adalah suatu prinsip yang bekerja menurut dasar dari remaja, untuk remaja, dan oleh remaja. Metode ini secara sederhana menggunakan teman sebaya/seusia sebagai konselor/pendidik untuk membantu teman lainnya agar dapat mengambil keputusan sendiri atas permasalahan yang dihadapinya. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa kosep dari peer educator remaja yang sedang diteliti adalah merupakan sebuah program dari sebuah lembaga swadaya masyarakat yang ada. Bentuk kerja dari peer educator remaja ini adalah bersifat sukarela. Para peer educator ini mempunyai kewajiban dalam menjalankan perannya. Sesuai dengan statusnya sebagai peer educator, remaja mempunyai peran dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja kepada teman sebayanya. Selain itu, mereka berperan untuk membantu teman sebayanya dalam memecahkan permasalahan reproduksinya. Sebagaimana diketahuai bahwa peran adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi dan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Dari hasil penelitian yang ada, sebelum menjadi peer educator, para informan mengikuti pelatihan dari sebuah lembaga yang memberdayakan remaja dalam 100 pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja yaitu PKBI Lampung. Hal ini bertujuan agar para peer educator remaja mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi sebelum menyampaikan informasi tersebut kepada teman sebayanya. Setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan, umumnya para peer educator remaja (informan) akan mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi remaja. Pengetahuan yang telah dimiliki oleh peer educator diantarnya adalah organ seks remaja dan fungsinya, sistem reproduksi dan permasalahannya, perilaku seksual, kehamilan dan aborsi, IMS, HIV/AIDS dan Narkoba. Dalam memberikan informasi seputar kesehatan reproduksi remaja, peer educator remaja dituntut untuk mampu berinteraksi dengan baik kepada teman sebayanya. Oleh sebab itu, mereka harus mempunyai pengetahuan yang cukup bahkan lebih menguasai informasi kesehatan reproduksi remaja. Karp dan Yoels (Kamanto Sunarto, 2000), mengemukakan bahwa untuk dapat berinteraksi dan mengambil peran orang lain, seseorang perlu mempunyai informasi mengenai orang yang ada dihadapannya. Dengan memberikan informasi, peer educator remaja membantu teman sebayanya untuk mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja. Peer educator remaja wajib memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja yang benar, oleh karena itu mereka harus mempunyai pengetahuan yang baik mengenai informasi kesehatan reproduksi remaja. Selain itu, mereka harus peka terhadap permasalahan yang dihadapi remaja pada umumnya dan teman sebaya mereka pada khususnya. 101 Dalam menyampaikan informasi kesehatan reproduksi remaja, peer educator memakai metode berdiskusi nonformal atau berbicara langsung dengan teman sebayanya. Cara ini diakui oleh peer educator lebih efektif karena informasi yang mereka berikan akan langsung bisa diterima oleh teman sebaya (remaja). Namun kelemahan metode ini adalah peer educator tidak bisa memberikan informasi kepada teman sebayanya dalam jumlah yang banyak sekaligus dalam satu waktu untuk berdiskusi karena diskusi ini sifatnya nonformal dan hanya memakai pendekatan pribadi. Lain halnya bila diskusi yang diadakan secara formal, maka peer educator dapat menyampaikan informasi kepada remaja dengan jumlah yang banyak. Ketika memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja, peer educator remaja jarang memakai media atau alat bantu. Hanya sebagian dari peer educator (informan) yang memakai alat bantu. Media atau alat yang pernah informan pakai diantarnya laptop atau komputer, handphone (hp), brosur atau selebaran dan leaflet. Umumnya dengan menggunakan media yang membuat informasi itu lebih menarik, maka para remaja biasanya lebih antusias umtuk mengetahui informasi kesehatan reproduksi remaja tersebut. 2. Peran Peer Educator (PE) Remaja dalam Melakukan Penjangkauan Kepada Remaja (Teman Sebaya) Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang 102 berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi. Setiap bentuk perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang beragam. Perilaku reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat, begitu pula hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Kesehatan reproduksi sendiri yaitu suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh makhluk hidup. Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan dimana remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya (peer group) maupun sekolah. Sedang faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi akan 103 menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap permisif terhadap kelompok tersebut. Melihat permasalahan kesehatan reproduksi yang ada pada dunia remaja sekarang, sangat memperihatinkan. Banyak perilaku seks remaja yang menyimpang dari norma-norma yang ada. Penyimpangan seks yang dilakukan remaja saat ini sangat beragam mulai dari berciuman, petting, seks bebas hingga menjual dirinya. Kekhawatiran ini diperparah oleh sikap remaja yang seolah-olah tidak mau tahu walaupun sebenarnya mereka tahu tentang masalah kesehatan reproduksi remaja. Kebanyakan dari mereka (remaja) cenderung cuek dan pura-pura tidak tahu tentang permasalahan remaja yang ada saat ini. Meskipun mereka tahu jika perilaku mereka salah, biasanya mereka tetap melakukan perbuatan yang menyimpang dari norma-norma yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi mereka. Pengaruh yang besar terhadap perilaku mereka adalah lingkungan mereka dan juga pengaruh dari kemajuan teknologi yang menyuguhkan informasi yang menyimpang dan tidak bertanggung jawab. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja sangat mempengaruhi perilaku seks dan reproduksi dalam kehidupannya. Begitu juga terhadap peer educator yang merupakan bagian dari remaja. Peer educator tidak begitu saja bisa lepas dari masalah kesehatan reproduksi. Namun, dengan mempunyai pengetahuan yang baik, mereka dapat menjalani kehidupan reproduksinya dengan baik serta dapat membantu teman sebayanya dalam memberikan informasi dan penjangkauan terhadap teman sebayanya. 104 Secara langsung ataupun tidak langsung peer educator remaja dituntut untuk peka terhadap permasalahan kesehatan reproduksi yang ada pada remaja dan teman sebayanya. Dengan mengetahui permasalahan yang ada pada remaja dan informasi kesehatan reproduksi yang dimiliki, peer educator remaja dapat membantu teman sebayanya dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya. Beberapa bentuk penjangkauan yang dilakukan oleh peer educator remaja yaitu membantu teman sebaya dalam memecahkan permasalah kesehatan reproduksi, memberikan motivasi kepada teman sebaya serta menjadi penghubung antara petugas outreach (PO) dan kelompok dampingan (KD). Dalam melakukan penjangkauan terhadap remaja, peer educator dalam hal ini informan, sering menemukan masalah kesehatan reproduksi yang sedang dialami oleh teman sebayanya. Mulai dari masalah alat reproduksi dan fungsinya, perilaku berpacaran, pelacuran, IMS sampai pada Narkoba pernah mereka temui pada teman sebayanya. Ketika menemukan permasalahan kesehatan reproduksi yang ada pada teman sebayanya, peer educator remaja berusaha untuk membantu memecahkan masalah tersebut. Banyak hal yang sebenarnya dapat mereka lakukan untuk membantu dalam memecahkan masalah teman sebayanya. Namun bentuk pertolongan yang mereka berikan hanya sebatas kepada kemampuan yang mereka punyai. Hal kecil namun bermanfaat yang dapat mereka lakukan untuk membantu teman sebayanya adalah dengan memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja yang benar dan pemberian motivasi kepada remaja yang membutuhkan. Meskipun jika 105 ada bentuk pertolongan lain yang akan peer educator remaja berikan kepada teman sebayanya hal itu terbatas pada kemampuan yang mereka miliki dan tidak semua peer educator remaja mampu memberikannya. Dalam proses pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja dan melakukan penjangkauan terhadap teman sebaya, peer educator sering mengalami kendala. Beberapa kendala yang mereka alami adalah terbatasya waktu mereka dalam memberikan informasi dan dalam melakukan penjangkauan, jumlah peer educator tidak sebanding dengan jumlah teman sebaya, mobilitas teman sebaya yang tinggi sehingga peer educator sulit memberikan informasi dan terkadang peer educator remaja kurang dipercaya oleh teman sebayanya. Mobilitas teman sebaya (kelompok dampingan) yang begitu tinggi akan menyulitkan peer educator remaja dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja. Dengan tingginya mobilitas teman sebaya, maka peer educator akan kesulitan untuk bertemu dan berdiskusi serta melakukan penjangkauan terhadap mereka. Selain itu, masalah yang sering dihadapi oleh peer educator remaja adalah kurang dipercaya oleh teman sebayanya. Seringkali peer educator remaja dipandang sebelah mata, diacuhkan dan dianggap „sok tahu‟ oleh teman sebayanya, sehingga peer educator remaja sulit menjalankan fungsinya manifesnya yaitu memberikan informasi dan melakukan penjangkauan terhadap teman sebaya. Untuk menjalankan fungsinya sebagai peer educator remaja, mereka harus bisa mengatasi kendala tersebut. Peer educator biasanya punya cara tersendiri dalam mengatasi kendala yang ada. Untuk mengatasi mobilitas teman sebaya yang 106 tinggi, biasanya mereka membuat janji untuk bertemu, langsung memberikan informasi jika mereka bertemu atau memanfaatkan teknologi yang ada seperti handphone. Sementara itu, untuk mengatasi ketidakpercayaan teman sebaya terhadap peer educator, mereka biasanya memberikan informasi secara kontinyu dan selengkaplengkapnya. Memberikan informasi dengan contoh kasus yang ada juga menjadi alternatif solusi yang sering dipilih. Kemampuan peer educator dalam menjaga kepercayaan untuk menjaga rahasia dari masalah yang telah diceritakan dan dihadapi oleh teman sebaya juga akan mempengaruhi tingkat kepercayaan teman sebaya terhadap peer educator remaja. Selain dari permasalahan peer educator dalam memberikan informasi dan melakukan penjangkauan kepada remaja (teman sebaya), sebenarnya ada suatu permasalahan yang menyertai dari peer educator, yaitu bemtuk kerja dari peer educator itu sendiri. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan telah dibahas di atas, bahwa bentuk kerja dari peer educator remaja hanya bersifat sukarela dan hanya merupakan sebuah program dari sebuah lembaga terkait. Program ini tidak bersifat formal karena keikutsertaan remaja sebagai peer educator tidak terikat oleh sebuah ikatan yang resmi. Artinya, peer educator akan tetap berjalan jika program kerja mengenai peer educator tersebut masih tetap ada. Menurut informasi dan hasil penelitian yang ada, peer educator remaja hanya mempunyai tugas dan kewajiban dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja tetapi tidak mempunyai hak apa-apa selain fasilitas dari pelatihan untuk menambah pengetahuan mereka. Kenyataan ini berbanding 107 terbalik jika melihat dari tugas dan peran mereka untuk menyebarkan informasi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Soekanto (2002: 220) bahwa seseorang melaksanakan peran jika ia melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.