BAB 2 - Library Binus

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Perilaku Organisasi
Menurut Stephen Robbins (2007:9), perilaku organisasi adalah suatu
bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok dan struktur pada
perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan untuk
memperbaiki
keefektifan
organisasi.
Perilaku
organisasi
mempelajari
tiga
pendekatan perilaku yakni perorangan, kelompok dan struktur.Perilaku sekelompok
karyawan tidak mungkin dipahami berdasarkan tindakan-tindakan masing-masing
individu karena individu dalam lingkup kelompok berperilaku berbeda dengan
individu yang bertindak sendiri.Para karyawan organisasi merupakan individu dan
juga anggota kelompok. Oleh karena itu, pengembangan potensi dan kemampuan diri
karyawan melalui modifikasi perilaku program manajemen sumber daya manusia
setidaknya akan memberi pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku bersama
kelompoknya. Perilaku organisasi merupakan ilmu perilaku terapan yang dibangun
dan dikontribusi dari sejumlah bidang perilaku disiplin.Bidangnya adalah psikologi,
sosiologi, psikologi sosial, dan antropologi. Kontribusi psikologi terutama pada
tingkat individu atau mikro; ketiga disiplin yang lain mengkontribusi pemahaman
terhadap makro.
2.1.2 Kepemimpinan
Menurut Yukl (2010:309) mendefinisikan kepemimpinan adalah proses
untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan menyetujui kebutuhan yang
harus dipenuhi dan cara melakukannya, serta proses memfasilitasi individu dan
kelompok berusaha mencapai tujuan bersama.
Menurut Bass dan Bass (2011:25) mendefinisikan kepemimpinan adalah
interaksi dua atau orang lebih dalam suatu kelompok terstruktur atau struktur ulang
terhadap situasi persepsi dan harapan anggota. Dua orang itu merupakan pemimpin
dengan bawahannya. Keduanya atau lebih menyamakan persepsi dan harapan agar
memiliki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang sama dalam memenuhi harapan
bersama.
6
7
2.1.2.1 Gaya Kepemimpinan
Menurut Yukl (2010:309), gaya kepemimpinan adalah gaya yang digunakan
seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang-orang dalam organisasi untuk
memahami dan melakukan apa yang diinginkan serta proses untuk memfasilitasi
individu dan usaha untuk menyelesaikan tujuan bersama.
2.1.2.1.1 Charismatic Leadership
Gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin mempunyai image yang kuat
di mata bawahannya sehingga bawahan patuh secara tidak sadar akan leader
tersebut.
Karakteristik utama Charismatic leader menurut Conger dan Kanungo (Robbins,
2003:342) adalah sebagai berikut:
a. Vision and articulation
Mempunyai visi, dinyatakan sebagai tujuan yang ideal, yang memproses masa
depan lebih baik status quo.
b. Personal risk
Ingin mengambil risiko personal tinggi, menderita biaya tinggi, dan terikat dalam
pengorbanan diri untuk mencapai visi.
c. Environmental sensitivity
Dapat membuat pengukuran realistik atas hambatan lingkungan dan sumber daya
yang diperlukan untuk melakukan perubahan.
d. Sensitivity to follower needs
Pengertian terhadap kemampuan dan tanggapan orang lain terhadap kebutuhan
dan perasaan.
e. Unconventional behavior
Terkait dalam perilaku yang dirasakan sebagai baru dan berlawanan terhadap
norma.
2.1.2.1.2 Transformational Leadership
Gaya
kepemimpinandimana
seorang
pemimpin
berperan
dalam
memotivasi untuk mempengaruhi kesadaran diri dari para pengikutnya terhadap
pentingnya visi, misi, dan tujuan organisasi secara keseluruhan serta kontribusi yang
dapat diberikan oleh bawahan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
8
Transformational leader menurut Bass (Robbins, 2003:344) mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Charisma
Menyediakan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, mendapatkan
penghormatan dan kepercayaan.
b. Inspiration
Mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk memfokus
usaha, mengekspresikan maksud penting dengan cara sederhana.
c. Intellectual stimulation
Meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan mengatasi masalah secara hatihati.
d. Individualized consideration
Memberikan perhatian secara personal, memperlakukan masing-masing
pekerja secara individual, memberi coach, nasihat.
2.1.2.1.3 Transactional leadership
Gaya kepemimpinanyang memberikan motivasi kepada para pengikutnya
untuk menarik kepentingan pribadi mereka dan menukarkan dengan manfaat yang
ada.
Transactional leader menurut Bass (Robbins, 2003: 344) mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Contingent reward
Kontrak atas pertukaran reward atas usaha, menjanjikan reward atas
kinerja baik, mengenal penyelesian.
b. Management by exception (active)
Mengamati dan mencari diviasi dari aturan dan standar, melakukan
tindakan korektif.
c. Management by exception (passive)
Campur tangan hanya dilakukan apabila standar tidak dicapai.
d. Laissez-faire
Melepaskan tanggung jawab, menghindari membuat keputusan.
9
2.1.2.1.4 Laissez-Faire
Kata-kata laissez faire tersebut berasal dari bahasa Prancis, yang di dalam
manajemen dapat diartikan sebagai “tanpa kepemimpinan”. Kondisi ini terjadi pada
saat di dalam sebuah komunitas tidak terdapat struktur kepemimpinan. Hal ini dapat
terjadi pada kondisi di mana sang pemimpin menyerah dan membiarkan segala
sesuatu berjalan apa adanya seperti yang sudah-sudah. Kondisi laissez-faire juga
dapat terjadi pada masa penantian pergantian pemimpin, di mana pemimpin ad
interim yang sementara menggantikan pemimpin yang lama tidak mengambil
keputusan yang bersifat mengubah sesuatu sampai munculnya pemimpin pengganti
yang sah. Biasanya, sang pemimpin bergaya laissez-faire adalah gaya yang memberi
kebebasan serta kekuasaan kepada karyawan atau bawahan. Jadi, karyawan atau
bawahan harus menentukan sendiri tujuan yang mesti dicapai, mengambil keputusan
sendiri, dan mengatasi sendiri segala persoalan yang dihadapi. Prinsipnya, sang
pemimpin tahu bersih, tidak mau tahu bagaimana bawahan atau karyawan jungkir
balik menjalankan tugas.
Model kepemimpinan laissez-faire ini terbilang efektif menghadapi situasi:
1. Karyawan atau bawahan yang memiliki keahlian, pengalaman, dan
pendidikan tinggi
2. Karyawan memiliki rasa bangga dengan pekerjaan mereka dan setiap
motivasi menjalankan tugas adalah untuk kepentingan sang karyawan
3. Karyawan memiliki rasa percaya diri dan dapat dipercaya serta
berpengalaman
Pakar manajemen dan kepemimpinan menyarankan agar model pemimpin seperti ini
tidak dipakai dalam situasi:
1. Cara manajer tidak dapat merespon atau memberi tanggapan balik agar
karyawan atau bawahan mengetahui bahwa mereka telah bekerja dengan
baik
2. Pimpinan tidak dapat menyampaikan rasa terima kasih kepada karyawan
atau bawahan atas kerja baik mereka.
Ciri-cirinya :
- Pemimpin menyerahkan tanggung jawab pada pelaksanaan pekerjaan kepada
bawahan.
10
- Pemimpin memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengemukakan ide,
saran dan pendapat.
- Pemimpin menyerahkan kepada bawahan sepenuhnya dalam hal pengambilan
keputusan.
- Pemimpin percaya bawahannya mampu melaksanakan tugas tugasnya dengan
baik.
- Pemimpin membiarkan bawahannya memilih cara-cara yang dikehendakinya
dalam melaksanakan tugas.
2.1.2.2 Teori Kepemimpinan
a. Teori Sifat
Teori sifat kepemimpinan adalah teori-teori yang mempertimbangkan berbagai
sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan para pemimpin dari mereka
yang bukan pemimpin.
Tujuh sifat yang berhubungan dengan kepemimpinan
1. Drive berari bahwa pemimpin menunjukkan tingkat upaya yang tinggi.
mereka memiliki keinginan yang relatif tinggi untuk berprestasi, mereka
yang ambisius, mereka memiliki banyak energi, mereka tanpa lelah
terus-menerus dalam kegiatan mereka, dan mereka menunjukkan
inisiatif
2. Keinginan untuk memimpin. Seorang pemimpin memiliki keinginan
yang kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain. mereka
menunjukkan kesediaan untuk bertanggung jawab.
3. Kejujuran dan integritas. Seorang pemimpin membangun hubungan
saling percaya dengan pengikutnya dengan jujur atau tidak menipu dan
dengan menunjukkan konsistensi yang tinggi antara kata dan perbuatan.
4. Kepercayaan diri. seorang pemimpin harus yakin bahwa keterampilan
dan
kemampuan
yang
dimilikinya
akan
membuatnya
mampu
mengantarkan organisasi pada pencapaian tujuan .
5. Kecerdasan.Seorang
pemimpin
harus
mampu
mengumpulkan,
menyatukan, dan menafsirkan banyak informasi dan juga harus dapat
menciptakan visi, menyelesaikan beberapa persoalan, dan membuat
berbagai keputusan yang tepat.
11
6. Pekerjaan pengetahuan yang relevan. Pemimpin yang efektif memiliki
tingkat tinggi pengetahuan tentang perusahaan, industri, dan masalah
teknis. dalam pengetahuan yang mendalam memungkinkan para
pemimpin untuk membuat keputusan informasi dengan baik dan
memahami dampak dari keputusan tersebut.
7. Ekstraversion. Soerang pemimpin harus energik, semangat, suka bergaul
dan tegas.
b. Teori Perilaku
Behavioral theories atau teori perilaku kepemimpinan tumbuh sebagai hasil dari
ketidakpuasan terhadap trait theories atau teori sifat karena dinilai tidak dapat
menjelaskan efektivitas kepemimpinan dan gerakan hubungan antara manusia.
Teori ini percaya bahwa perilaku pemimpin secara langsung memengaruhi
efektivitas kelompok. Pemimpin dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya
untuk memengaruhi orang lain dengan efektif.
1. Ohio State Studies
Studi ini mengidentifikasi adanya dua dimensi perilaku pemimpin yang
dinamakan Initiating Structure dan Consideration. Initiating structure
merupakan tingkatan keadaan di mana seorang pemimpin mungkin
mendefinisikan dan menstrurkturkan perannya dan bawahannya dalam
usaha pencapaian tujuan. Pemimpin dengan initiating structure tinggi
adalah seseorang yang menugaskan anggota kelompok pada tugas
tertentu, mengharapkan pekerja memelihara standar kinerja yang pasti,
dan menekankan pencapaian deadline.
Sedangkan consideration dideskripsikan sebagai tingkatan di mana
seseorang mungkin mempunyai hubungan kerja yang ditandai oleh
saling percaya, menghargai gagasan pekerja, dan menghargai perasaan
mereka. Pemimpin dengan consideration tinggi adalah seseorang yang
membantu pekerja yang mempunyai masalah personal, bersahabat dan
mudah didekati, dan memperlakukan dengan sama semua pekerja.
2. University of Michigan Studies
Menurut pandangan teori ini, perilaku pemimpin juga mempunyai dua
dimensi yaitu : employee-oriented dan production-oriented. Pemimpin
yang employee-oriented menekankan pada hubungan interpersonal,
12
mereka memerhatikan kepentingan personal dalam kebutuhan pekerja
mereka dan menerima perbedaan individual di antara anggota.
Pemimpin dengan production-oriented cenderung menekankan pada
aspek teknis atau tugas dari pekerjaan, kepentingan utama mereka
adalah dalam penyelesaian tugas kelompok mereka, dan anggota
kelompok adalah sarana menuju akhir.
3. The Managerial Grid
Managerial Grid sering juga dinamakan Leadership Grid merupakan
jaringan manajerial dengan matriks 9x9 menggambarkan 81 gaya
kepemimpinan yang berbeda. Managerial Grid berdasarkan gaya
“concern for people” dan “concern for production”, yang pada
dasarnya mencerminkan dimensi The Ohio State consideration dan
initiating structure atau dimensi The Michigan tentang employeeoriented dan production-oriented.
4. Scandinavian Studies
Menghadapi dinamika perkembangan yang semakin meningkat,
pendekatan dengan menggunakan dua dimensi seperti di atas dipandang
tidak memadai. Dalam pandangan Scandinavian study dalam dunia
yang sedang berubah, pemimpin yang efektif harus menunjukkan
perilaku development-oriented. Pemimpin yang menghargai percobaan,
mencari gagasan baru, membangkitkan dan melaksanakan perubahan.
Pemimpin
yang
menunjukkan
perilaku
development-oriented
mempunyai pekerja yang lebih puas dan dilihat sebagai kompeten oleh
pekerja.
5. Job-Centered and Employee-Centered Leadership
Rensis Likert mempelajari bagaimana cara terbaik mengelola usaha
individu mencapai sasaran produksi dan kepuasan yang diharapkan.
Maksud dari semua kepemimpinan adalah menemukan prinsip dan
metode kepemimpinan yang efektif. Untuk itu ada dua pilihan gaya
kepemimpinan:
a. Job-centered leader
Memfokuskan pada penyelesaian tugas dan menggunakan supervisi
ketat sehingga bawahan mengerjakan tugasnya menggunakan
prosedur terinci. Pemimpin ini mengandalkan pada kekuasaan
13
memaksa, menghargai, dan legitimasi untuk mempengaruhi perilaku
dan
kinerja
pengikut.
Pemimpin
yang
menunjukkan
gaya
kepemimpinan ini kurang memperhatikan pekerjanya.
b. Employee-centered leader
Memfokus pada orang untuk melakukan pekerjaan dan percaya
dalam mendelegasikan pengambilan keputusan dan membantu
pengikut dalam memuaskan kebutuhan dengan menciptakan
lingkungan kerja yang mendukung. Employee-centered leader
berkepentingan dengan kemajuan personal, pertumbuhan dan
prestasi pengikut. Pemimpin seperti ini menekankan pengembangan
individu dan kelompok dengan harapan bahwa kinerja yang efektif
akan secara alamiah mengikuti.
c.
Teori Kontinjensi
Contingency theory dinamakan pula sebagai Situasional theory. Teori ini
menganjurkan bahwa efektivitas gaya perilaku pemimpin tertentu tergantung
pada situasi. Apabila situasi berubah diperlukan gaya kepemimpinan yang
berbeda. Gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan perubahan situasi. Teori
ini secara langsung menantang gagasan bahwa hanya ada satu gaya
kepemimpinan terbaik.
1. Fiedler Model : Contingency Leadership Model’
Model Fiedler’s menjelaskan gaya kepemimpinan yang terbaik
bergantung pada 3 situasional control yaitu (1) Leader-member
relations,
mencerminkan tingkatan di mana pemimpin mempunyai
dukungan, loyalitas dan kepercayaan terhadap kelompok kerja. (2) TaskStructure, menunjukkan jumlah struktur diisi dalam tugas yang
dilakukan oleh kelompok kerja. (3) Position power, menunjukkan
tingkatan keadaan di mana pemimpin mempunyai kekuasaan formal
untuk
memberikan
penghargaan,
menghukum,
atau
sebaliknya
memperoleh pemenuhan dari pekerja.
2. Teori Situasional Hersey and Blanchard’s
Teori situasional Hersey and Blanchard ini menjelaskan bahwa
keefktifan seorang pemimpin akan ditentukan oleh tingkat kesiapan dari
pengikut/bawahan. Tingkat kesiapan yang dimaksudkan dalam hal ini
14
merujuk pada sejauh mana seorang mempunyai kemampuan dan
kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Hersey dan Blanchard
mengembangkan 4 perilaku spesifik yaitu:
a. Telling. Pemimpin mendefinisikan peran yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan dan memberitahu pengikut apa, di mana,
bagaimana, dan kapan melakukan tugas.
b. Selling. Pemimpin menyediakan bagi pengikut dengan instruksi yang
terstruktur tetapi juga supportif.
c. Participate. Pemimpin dan pengikut berbagi dalam keputusan tentang
bagaimana cara terbaik menyelesaikan pekerjaan berkualitas tinggi.
d. Delegating. Pemimpin memberikan arah sedikit spesifik, atau
dukungan personal pada pengikut.
3. Leader-Member Exchange Theory
Kebanyakan model kepemimpinan mengasumsi bahwa pemimpin
memperlakukan semua pekerja kurang lebih dengan cara yang sama.
Model Leader-member exchange didasarkan pada asumsi bahwa
pemimpin mengembangkan hubungan yang unik satu per satu dengan
masing-masing bawahan langsung. Sebagai akibatnya berkembang dua
gaya leader-member relationship:
a. In-group exchange. Pemimpin dan pengikut mengembangkan
kemitraan
ditandai
mempercayai,
oleh
menghormati
pengaruh
dan
timbal
menyukai,
balik,
dan
saling
perasaan
persamaan nasib.
b. Out-group exchange. Pemimpin mempunyai karakteristik sebagai
pengawas yang gagal menciptakan perasaan saling mempercayai,
menghargai atau perasaan persamaan nasib.
4. Path Goal Theory
PathGoal Theory merupakan teori kepemimpinanyang menjelaskan
bagaimana perilaku pemimpin yang akan mempengaruhi bagaimana
persepsi karyawan tentang harapan (path) antara usaha mereka yang
mereka lakukan dengan tujuan (goals). Path Goal Theory menekankan
pada empat perilaku utama dari pemimpin yakni :
15
a. Supportive Leadership, memberi perhatian pada kebutuhan para
bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka
dan menciptakan suasana bersahabat dalam unit kerja mereka.
b. Directive Leadership, memberitahukan kepada para bawahan apa
yang diharapkan pemimpin dari mereka, memberi pedoman yang
spesifik, meminta bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur, mengatur waktu dan mengkoordinasi pekerjaan
mereka.
c. Partiesipative Leadership, melakukan konsultasi dengan para
bawahan dan memperhatikan opini dan pendapat mereka.
d. Achievement oriented leadership, menetapkan tujuan-tujuan yang
menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada
keunggulan dalam kinerja dan memperlihatkan kepercayaan bahwa
para bawahan akan mencapai standar tinggi (Robbins,2009).
2.1.3 Komitmen
Komitmen berarti keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi
pencapaian tujuan organisasi. (Darmawan, 2013:172). Dalam suatu perusahaan, para
manager menghadapi tantangan untuk memikirkan cara untuk membuat para pekerja
yang kurang memiliki komitmen organisasi mampu termotivasi sehingga mampu
bersaing dengan para kompetitor. Komitmen berfokus pada bagaimana karyawan
mengidentifikasi tujuan dan nilai organisasi. Perilaku karyawan yang menunjukkan
komitmen adalah dimana karyawan tersebut berupaya menyesuaikan sikapnya
dengan lingkungan organisasi. Sikap komitmen ini menunjukkan perilaku positif
yang sangat berguna bagi pengembangan organisasi. Menurut Mowday, Porter dan
Steers dalam Darmawan (2013:168), komitmen adalah kuatnya pengenalan dan
keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu.
2.1.3.1 Definisi Komitmen Organisasi
Menurut Don, Ismail dan Daud (2007:176), komitmen organisasi merujuk
tahap
kesungguhan
pekerja
terhadap
organisasi
serta
keinginan
pekerja
mengukuhkan keahlian dalam organisasi. Allen dan Meyer dalam Darmawan
(2013:168) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah konsep yang
16
memiliki 3 kriteria yaitu affective, normative dan continueance commitment.
Sedangkan menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2002:34), komitmen
organisasi adalah perasaan identifikasi, keterlibatan dan kesetiaan yang diekspresikan
oleh karyawan terhadap perusahaan. Komitmen berarti keinginan karyawan untuk
tetap mempertahankan keanggotananya dalam organisasi dan bersedia melakukan
usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi.
Oleh karena itu dapat
disimpulkan berdasarkan pendapat para ahli, bahwa komitmen organisasi adalah
tahap dimana karyawan merasa terlibat dan setia terhadap suatu perusahaan serta
berusaha mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi untuk membantu
perusahaan tersebut mencapai tujuan yang efektif.
Lalu menurut Luthans (2006:249), komitmen organisasi dapat didefinisikan
sebagai suatu
keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu,
berusaha keras sesuai dengan keinginan organisasi, dan penerimaan nilai maupun
tujuan organisasi. Dengan kata lain, komitmen organisasi ini memperlihatkan
loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota
organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta
kemajuan secara berkelanjutan.
2.1.3.2 Manfaat Komitmen Organisasi
Orang yang berkomitmen mungkin akan melihat diri mereka sebagai anggota
organisasi yang berdedikasi, mereka akan mengabaikan sumber ketidakpuasan kerja
kecil dan memiliki masa jabatan yang panjang di dalam organisasi. Sebaliknya,
individu yang berkomitmen rendah akan mengekspresikan hal-hal tentang
ketidakpuasannya dengan lebih terbuka, dan akan memiliki masa yang pendek di
dalam organisasi.
Karyawan yang memiliki komitmen cenderung mempunyai catatan kehadiran
yang lebih baik dan masa kerja yang lebih lama dari karyawan yang kurang meiliki
komitmen. (Ivancevich, Konopaske, & Matteson, 2007:169).
2.1.3.3 Dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Luthans (2006:249) komitmen organisasi ini bersifat multidimensi,
maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga model komponen yang diajukan
oleh Meyer dan Allen. Ketiga dimensi tersebut adalah:
17
1. Komitmen afektif
Ini merupakan keterkaitan emosional karyawan, identifikasi sikap karyawan,
dan keterlibatan dalam organisasi
2. Komitmen kelanjutan
Merupakan komitmen berdasarkan keinginan yang berhubungan dengan
keluarnya karyawan dari dalam organisasi. Hal ini mungkin karena
kehilangan senioritas, promosi, atau benefit yang didapatkan
3. Komitmen normatif
Merupakan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena
memang harus seperti itu, tindakan tersebut merupakan hal yang benar yang
harus dilakukan
2.1.4 Kinerja Organisasi
2.1.4.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikatorindikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009:5).
Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. (Rivai dan Basri,
2004:97).
Apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda, maka
pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan
secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika.
(Rivai dan Basri, 2004:97-98). Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang atau
kelompok dalam waktu tertentu.
2.1.4.2 Fungsi Standar Kinerja
Dalam evaluasi kinerja, ada standar yang disebut sebagai standar kinerja.
Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan
baik tanpa standar
kinerja. Standar kinerja menurut Wirawan (2009:66) adalah tolak ukur minimal
18
kinerja yang harus dicapai karyawan secara individual atau kelompok pada semua
indikator kinerjanya.
Fungsi utama standar kinerja adalah sebagai tolak ukur (benchmark)
untuk menentukan keberhasilan dan ketidakberhasilan kinerja ternilai dalam
melaksanakan pekerjaannya. Standar kinerja merupakan target, sasaran, atau tujuan
upaya kerja karyawan dalam kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan
pekerjaannya, karyawan harus mengarahkan semua tenaga, pikiran, keterampilan,
pengetahuaannya, dan waktu kerjanya untuk mencapai apa yang ditentukan oleh
standar kinerjanya.
Standar kinerja setiap karyawan harus diberitahukan kepada karyawan
sebagai pedoman melaksanakan tugasnya. Tanpa mengetahui standar kinerjanya,
karyawan tidak mengetahui apa yang harus dicapainya dan tidak terarah dalam
mencapai kinerjanya. Dalam melaksanakan tugasnya, karyawan selalu berpedoman
pada standar kinerjanya dan standar prosedur dalam pelaksanaan tugasnya.
Kemudian, kinerja karyawan dievaluasi oleh penilai secara periodik dan
dibandingkan dengan standar kinerjanya.
2.1.4.3 Pelaksanaan Kinerja
Pelaksanaan kinerja merupakan aktivitas bersama pegawai dan manajernya.
Pegawai dan manajer mempunyai tanggung jawab tertentu. Menurut Wirawan
(2009:103) dalam upaya mencapai kinerjanya, pegawai mempunyai tanggung
jawab berikut:
a.
Komitmen pencapaian tujuan
Tujuan yang telah ditetapkan bersama oleh manajer dan pegawai belum
menjadi tujuan sampai pegawai berkomitmen dan termotivasi untuk
mencapainya.
b.
Meminta balikan dan pelatihan kinerja
Pegawai harus menyadari pentingnya balikan dan pelatihan kinerja yang
merupakan alat untuk mengembangkan kinerjanya.
c.
Berkomunikasi secara terbuka dan teratur dengan manajernya
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai berkomunikasi secara terbuka
dan terus menerus untuk membahas balikan yang dikemukakan manajer.
Selain itu, ia akan membahas pekerjaan atau tugas yang dikerjakannya
apakah sudah sesuai dengan prosedur dan standar kinerja atau belum.
19
d.
Mengumpulkan dan berbagi data kinerja
Dalam melaksanakan tugas dan menyelesaikan proyeknya, pegawai mencatat
informasi mengenai kemajuannya atau seberapa besar tujuan yang ditetapkan
dapat tercapai. Ia mengkomunikasikan status tersebut kepada manajernya.
2.1.4.4 Pengertian Kinerja Organisasi
Kinerja Organisasi adalah hasil akhir dari suatu kegiatan dalam
melaksanakan tanggung jawab pekerjaan secara efisien dan efektif. Pemimpin harus
memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kinerja organisasi, karena
pemimpin harus mengelola kinerja organisasi agar organisasi, unit kerja, maupun
kelompok kerja pemimpin tersebut mencapai pencapaian tujuan tertinggi. (Stephen P
Robbins, 2009).
2.1.4.5 Langkah-langkah Dalam Kinerja Organisasi
Langkah-langkah umum yang digunakan dalam kinerja organisasi yaitu:
- Produktivitas organisasi
Produktiktivitas adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan, dibagi
dengan input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut.
- Efektivitas organisasi
Efektivitas organisasi adalah ukuran dari kesesuaian tujuan organisasi
danseberapa baik tujuan tersebut terpenuhi.
2.1.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan studi terdahulu :
1. Penelitian Syauta, et.al (2012), menyatakan bahwa organisasi komitmen
berpengaruh secara langsung terhadap kinerja karyawan (tidak langsung
melalui kepuasan kerja).
2. Selain itu juga penelitian Breet et al dalam Darmawan (2013:173), dimana
hasil penemuannya adalah terdapat hubungan antara komitmen organisasi
dengan kinerja karyawan bagi mereka yang kurang membutuhkan dana
lebih kuat daripada bagi mereka yang membutuhkan dana. Hal ini dapat
dikatakan bahwa karyawan yang tidak berfokus kerja atas dasar uang
akan lebih memiliki komitmen organisasi yang kuat dibandingkan
karyawan yang bekerja dengan orientasi uang.
20
3. Dalam penelitian Supriadi dan Ahmadi (2007), menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif dan dalam tingkatan rendah antara gaya
kepemimpinan dan kinerja. Variabel bebas gaya kepemimpinan
mempengaruhi variabel terikat (kinerja) dengan koefisien determinasi
sebesar 12,82%, sedangkan 87,18% nya dipengaruhi faktor lain diluar
penelitian tersebut.
4. Zehir, Sehitoglu dan Erdogan (2012), melakukan penelitian mengenai
pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen organisasi dan dampaknya
pada kinerja organisasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi terhadap kinerja
organisasi. Selain itu juga komitmen organisasi dipengaruhi oleh
kepemimpinan
sehingga
ada
pengaruh
tidak
langsung
antara
kepemimpinan terhadap kinerja organisasi melalui komitmen organisasi.
Berdasarkan teori dan studi terdahulu, maka kerangka pemikiran dalam penelitian
ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.1.6 Hipotesis
Menurut Sekaran (2006:135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan
21
perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskan hipotesis atau
dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan sebagai
berikut.
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
- T-1 = Untuk mengetahui gaya kepemimpinan laissez-faire berpengaruh
terhadap komitmen organisasi.
Ho:Tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan laissez-faireterhadap komitmen
Organisasi di CV Bandung Jaya Rubber.
Ha : Ada pengaruh gaya kepemimpinan laissez-faireterhadap komitmen
Organisasi di CV Bandung Jaya Rubber.
- T-2 = Untuk mengetahui gaya kepemimpinan laissez-faire berpengaruh
terhadap kinerja organisasi.
Ho: Tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan laissez-faireterhadap kinerja
organisasi pada CV Bandung Jaya Rubber.
Ha : Ada pengaruh gaya kepemimpinan laissez-faireterhadap kinerja organisasi
pada CV Bandung Jaya Rubber.
- T-3 = Untuk mengetahui komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja
organisasi.
Ho: Tidak ada pengaruh antarakomitmen organisasi terhadap kinerja organisasi
di CV Bandung Jaya Rubber.
Ha:Ada pengaruh antara komitmen organisasi terhadap kinerja organisasidi CV
Bandung Jaya Rubber.
- T-4 =Untuk mengetahui gaya kepemimpinan laissez-faire terhadap komitmen
organisasi berpengaruh dan dampaknya pada kinerja organisasi
Ho : Tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan laissez-faire terhadap komitmen
organisasi dan dampaknya pada kinerja organisasi
Ha : Ada pengaruh gaya kepemimpinan laissez-faire terhadap komitmen
organisasi dan dampaknya kinerja organisasi.
Download