BAB II - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia
Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan
kegiatan berupa pengumpulan dana masyarakat dan menyalurkannya kembali
pada masyarakat dalam berbagai bentuk. Pengertian perbankan menurut UndangUndang No.7 tahun 1992 tentang perbankan Bab I pasal 1 adalah sebagai berikut:
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.”
2.1.1 Pengertian Bank
Peran bank sebagai lembaga keuangan terpenting diatur oleh negara melalui
produk hukum yang dikeluarkannya sehingga definisi bank dapat ditemukan
dalam produk hukum tersebut yaitu berupa Undang-Undang No.10 tahun 1998,
tentang perbankan. Menurut Undang-Undang tersebut, dinyatakan bahwa:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.”
Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa bank merupakan suatu badan
usaha. Hal ini berarti bank memiliki tujuan melalui kegiatan usahanya untuk
memperoleh keuntungan. Namun, ada tujuan umum yang lebih luas yang harus
dicapai bersama-sama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Definisi bank lainnya dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang
dikemukakan oleh para pakar dan salah satunya adalah yang dikemukakan oleh
Frederic S. Mishikin (2000;7), memberikan pengertian umum dari bank sebagai
berikut:
“Financial institutions that accept deposits and make loans.”
11
12
Sedangkan dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004;PSAK no. 31:31.1),
disebutkan bahwa:
“Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan
(Financial Intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang
memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu
lintas pembayaran.”
Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bank
merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan/atau bentuk-bentuk lainnya untuk kemudian disalurkan kembali
kepada masyarakat yang membutuhkannya. Hal tersebut tampak dalam kegiatan
pokok bank yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro,
tabungan, serta deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang
memerlukan dana.
2.1.2 Fungsi Bank
Menurut Y. Sri Susilo, Sigit Triandara, dan A. Totok Budi Santoso (2000;6)
fungsi bank adalah sebagai berikut:
“ 1. Kegiatan perbankan berdasarkan kepercayaan (Agent of Trust),
2. Memperlancar kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi (Agent of
Development) dan,
3. Memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
masyarakat (Agent of Service).”
1. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Masyarakat percaya
bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh pihak bank, uangnya akan
dikelola dengan baik, dan percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan
masyarakat dapat menarik simpanan dananya di bank. Selain itu, pihak bank
percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan
mengelola dana pinjamannya dengan baik, debitur mempunyai kemampuan untuk
membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur
mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya
pada saat jatuh tempo.
13
2. Agent of Development
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk
kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan konsumsi barang
dan jasa yang merupakan kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
3. Agent of Services
Bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa
penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyaluran
tagihan.
Sesuai dengan fungsi tersebut, maka bank tidak saja hanya memperhatikan
tercapainya profit yang maksimal dalam setiap kegiatan usahanya, tetapi juga
harus mampu membantu proses pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh
pemerintah.
2.1.3 Usaha Bank Umum
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang
merupakan hasil pembaharuan dari Undang-Undang No. 7 tahun 1992, usaha
bank meliputi:
“ 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit
3. Menerbitkan surat pengakuan utang;
4. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya seperti:
a. Surat-surat weselnya termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank
yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud;
c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
d. Sertifikasi Bank Indonesia (BI);
14
e. Obligasi;
f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah;
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, dan/atau meminjamkan
dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak;
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan
wali amanat;
12. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia;
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang tentang perbankan dan
peraturan yang berlaku.”
Selain usaha bank yang diuraikan di atas, usaha bank juga dapat meliputi:
a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di
bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
15
2.1.4 Jenis-Jenis Bank
Pada bagian ini akan dibahas mengenai jenis bank menurut kegiatan usaha,
bentuk badan usaha, pendirian dan kepemilikan, target pasar dan menurut
kemampuan melakukan transaksi valuta asing.
2.1.4.1 Jenis Bank Menurut Kegiatan Usaha
1. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum diantaranya
adalah:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang.
d. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
e. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun
yang berlaku.
2. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan
Rakyat adalah:
16
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, dan/atau tabungan pada bank lain.
2.1.4.2 Jenis Bank Menurut Bentuk Badan Usaha
Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa perseroan terbatas,
koperasi, atau perusahaan daerah. Sedangkan bentuk hukum bank perkreditan
rakyat dapat berupa perusahaan daerah, koperasi, perseroan terbatas atau bentuk
lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2.1.4.3 Jenis Bank Menurut Pendirian dan Kepemilikan
1. Bank Umum
Bank umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan
izin Direksi Bank Indonesia oleh:
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
2. Bank Perkreditan Rakyat.
Bank perkreditan Rakyat hanya didirikan dan dimiliki warga negara
Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia, pemerintah daerah atau dapat dimiliki bersama diantara kegiatannya.
2.1.4.4 Jenis Bank Menurut Target Pasar
Sebagian bank memfokuskan pelayanan dan transaksinya pada jenis-jenis
nasabah tertentu. Dengan pemfokusan ini diharapkan bank-bank tersebut dapat
17
lebih menguasai karakteristik nasabahnya sehingga kegiatan usahanya dapat
dilaksanakan dengan lebih efisien dan menghasilkan tingkat keuntungan yang
lebih tinggi.
1. Retail Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabahnasabah retail. Pengertian retail disini adalah nasabah-nasabah individual,
perusahaan dan lembaga lain yang skalanya kecil. Meskipun pengertian dari kata
kecil atau retail adalah relatif namun biasanya apabila ditinjau dari jasa kredit
yang diberikan, nasabah debitur yang dilayani adalah yang memerlukan fasilitas
kredit tidak lebih besar daripada Rp 20 milyar. Angka tersebut bukan merupakan
angka yang standar atau baku, tapi sebaliknya dapat memberikan gambaran
tentang kelompok nasabah yang dilayani oleh bank jenis ini.
2. Corporate Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabahnasabah yang berskala besar. Mengingat nasabah yang berskala besar ini biasanya
berbentuk suatu korporasi, maka bank kelompok ini disebut Corporate Bank.
Meskipun namanya adalah Corporate Bank tidak berarti seluruh nasabahnya
berbentuk suatu perusahaan, pelayanan dan transaksi yang diberikan kepada suatu
perusahaan sering kali membawa konsekuensi berupa pelayanan yang harus sering
diberikan juga kepada karyawan, direksi dan komisaris dari perusahaan tersebut.
Secara individual pelayanan yang diberikan secara perorangan di sini diarahkan
untuk menjalin kerjasama yang lebih baik dengan nasabah-nasabah korporasi.
3. Retail-corporate Bank
Di samping kedua jenis bank tersebut, terdapat juga bank yang tidak
memfokuskan pada kedua pilihan jenis nasabah dari kedua bank yang telah
disebutkan sebelumnya. Bank jenis ini memberikan pelayanan tidak hanya kepada
nasabah retail tetapi juga kepada nasabah korporasi. Penyebab dari munculnya
bank jenis ini tidaklah seragam. Ada bank yang sejak awal sudah menentukan
untuk menjadi bank yang melayani bank nasabah retail dan korporasi harus
18
dimanfatkan kedua-keduanya untuk mencapai keuntungan yang maksimal,
meskipun terdapat kemungkinan penurunan efisiensi.
2.1.4.5 Jenis Bank Menurut Kemampuan Melakukan Transaksi Valuta
Asing
1. Bank Devisa
Adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing,
dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Non Devisa
Adalah bank yang hanya dapat memberikan jasa lalu lintas pembayarannya
dalam rupiah saja.
2.2
Dana Bank
Sebagaimana fungsi bank yaitu sebagai lembaga intermediasi keuangan dan
agen pembangunan (Agent of Development) serta Agent of Trust maka komoditi
yang terlibat dalam kegiatannya adalah uang dan jasa. Oleh karena itu, uang atau
dana merupakan unsur yang amat vital dalam kesinambungan usaha bank,
sehingga bank dituntut untuk meningkatkan kemampuannya menggali dan
memobilisasi dana dari berbagai sumber.
Kemampuan menghimpun dana dengan biaya yang relatif tidak mahal
merupakan kunci dalam pengelolaan bank. Melihat ketatnya kompetisi perbankan
saat ini, yang mulai terlihat sejak adanya deregulasi perbankan pada tahun 1998
yang mempermudah pendirian bank, maka para bankir Indonesia harus melakukan
pendekatan yang proaktif kepada masyarakat agar mereka tertarik untuk
menanamkan dananya pada bank yang bersangkutan.
2.2.1 Sumber Dana Bank
Menurut Kasmir (2003;45) pengertian sumber dana bank adalah usaha bank
dalam menghimpun dana dari masyarakat. Perolehan dana ini tergantung dari
19
kebijakan bank itu sendiri dan perolehannya disesuaikan pula dengan tujuan dari
penggunaan dana tersebut. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar
kecilnya biaya yang ditanggung. Oleh karena itu pemilihan sumber dana harus
dilakukan secara tepat.
Sumber-sumber penghimpunan dana bank biasanya terdiri dari:
1. Modal Sendiri
Modal sendiri adalah dana yang berasal dari pemilik bank (pemegang
saham) termasuk agio saham maupun dari hasil keuntungan yang
diperoleh dari kegiatan operasi bank.
Komponen modal terdiri atas:
a. Modal disetor, adalah modal yang secara efektif telah disetor oleh
pemegang saham yang selanjutnya dapat digunakan sebagai modal bagi
bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.
b. Cadangan-cadangan, merupakan bagian keuntungan yang diperoleh
bank yang disisihkan untuk dipergunakan sebagai cadangan dalam
kegiatan bank.
c. Sisa laba/rugi tahun lalu, adalah sisa laba/rugi tahun lalu yang belum
dibagikan atau dibebankan ke rekening lain.
d. Laba /rugi tahun berjalan, adalah laba/rugi yang diperoleh bank dalam
kegiatan operasinya pada tahun buku berjalan.
e. Agio/disagio saham, adalah selisih lebih antara nilai nominal dengan
harga jual saham bank.
2. Dana dari Deposan
Sumber dana dari masyarakat dapat berupa:
a. Giro, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau bilyet giro untuk
pemindah bukuan. Sedangkan cek atau bilyet giro ini oleh pemiliknya
dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Karena sifat penarikannya
yang dapat dilakukan setiap saat tersebut, maka sumber dana dari
rekening giro ini merupakan sumber dana jangka pendek yang
jumlahnya relatif lebih dinamis atau berfluktuasi dari waktu ke waktu.
20
b. Tabungan, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet
giro atau alat lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Cara penarikan
rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan
buku tabungan, cash card, atau kartu ATM dan debit card.
c. Deposito berjangka, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan tanggal yang diperjanjikan
antara deposan dan bank. Mengingat simpanan ini hanya dapat
dicairkan pada saat jatuh temponya oleh pihak yang namanya tercantum
dalam bilyet deposit sesuai dengan jatuh temponya, maka deposito
berjangka ini merupakan simpanan atas nama dan bukan atas untuk.
d. Sertifikat deposito, merupakan hasil pengembangan dari deposito
berjangka, sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti
simpannya dapat diperjual belikan. Agar simpanan ini dapat diperjual
belikan dengan mudah maka penarikan pada saat jatuh tempo dapat
dilakukan atas tunjuk, sehingga siapapun yang memegang bukti
simpanan tersebut dapat menguangkan pada saat jatuh tempo. Hal lain
yang menjadi ciri dari sertifikat deposito adalah dalam hal pembayaran
bunganya. Apabila deposito berjangka bunga dibayarkan setelah dana
mengendap, maka bunga sertifikat deposito ini dibayarkan di muka
yaitu pada saat nasabah menempatkan dananya dalam bank deposito.
3. Dana Pinjaman
a. Call Money, merupakan sumber dana yang dapat diperoleh bank berupa
pinjaman jangka pendek dari bank lain. Sumber dana ini sering
digunakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam
jangka pendek, seperti bila terjadi kalah kliring atau adanya rush. Dana
dari call money ini berjangka waktu relatif pendek yaitu satu hari
sampai dengan 180 hari, dan tingkat bunganya berfluktuasi serta sangat
dipengaruhi oleh permintaan dan ketersediaan dana di pasar pada suatu
saat.
21
b. Pinjaman antar bank, berbeda dengan call money, pinjaman ini
dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam
jangka pendek, melainkan untuk memenuhi suatu kebutuhan dana yang
lebih terencana dalam rangka pengembangan usaha atau meningkatkan
penerimaan bank.
c. Kredit likuiditas Bank Indonesia, adalah kredit yang diberikan oleh
Bank Indonesia terutama kepada bank yang sedang mengalami kesulitan
likuiditas. Masalah kesulitan likuiditas ini bisa terjadi karena kalah
kliring atau adanya rush penarikan dana oleh nasabah-nasabah suatu
bank. Untuk kepentingan mempertahankan kepercayan masyarakat
terhadap sektor perbankan secara umum, maka Bank Indonesia akan
berusaha memberikan bantuan likuiditas kepada bank tersebut
sepanjang masih memungkinkan untuk ditolong.
4. Sumber Dana Lain
a. Setoran jaminan, merupakan sejumlah dana yang wajib diserahkan oleh
nasabah yang menerima jasa-jasa tertentu dari bank. Setoran jaminan ini
dibutuhkan sebagai dana untuk menutup sebagian kerugian bank yang
mungkin timbul akibat terjadinya risiko. Jasa-jasa bank yang biasanya
memerlukan setoran jaminan antara lain adalah letter of credit dan bank
garansi.
b. Dana transfer, sebelum dana transfer ini ditarik oleh si penerima transfer
atau selama masih mengendap di bank, dana ini dapat digunakan oleh
bank untuk mendanai kegiatannya
c. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), merupakan surat-surat berharga
jangka pendek yang dapat diperjual belikan dengan cara didiskonto oleh
Bank Indonesia. Pada saat suatu bank mempunyai kelebihan likuiditas,
bank tersebut dapat membeli berbagai macam SBPU dan menjualnya
kembali pada saat mengalami kekurangan likuiditas
d. Diskonto Bank Indonesia, adalah penyediaan dana jangka pendek oleh
Bank Indonesia dengan cara pembelian promes yang diterbitkan oleh
bank-bank atas dasar diskonto.
22
2.2.2 Pengalokasian Dana
Sumber dana yang berhasil dihimpun dan dikumpulkan oleh bank kemudian
dialokasikan sedemikian rupa berdasarkan rencana alokasi dana dengan
memperhatikan kebijaksanaan yang telah ditetapkan dengan tujuan:
1. Mencapai tingkat profitabilitas yang besar.
2. Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi
likuiditas tetap aman.
Dengan menggabungkan kedua tujuan tersebut, maka penempatan dana
bank diarahkan sedemikian rupa agar pada saat yang diperlukan semua
kepentingan nasabah dapat terpenuhi.
Penggunaan dana bank secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Aktiva Yang Tidak Menghasilkan (Non Earning Assets).
Merupakan penempatan dana oleh bank dalam asset yang tidak
memberikan keuntungan secara finansial, akan tetapi penempatan tersebut
harus dilakukan oleh bank untuk memenuhi kewajiban kepada nasabah
dan untuk kepentingan bank sendiri. Penanaman tersebut terdiri dari:
a. Cadangan primer (Primary Reserve), bisa dalam bentuk uang kas, saldo
pada bank sentral, saldo pada bank lain dan warkat dalam proses
penagihan. Aktiva ini ditujukan terutama untuk memenuhi Reserve
Requirement yang ditentukan oleh Bank Sentral, dan juga untuk
membiayai kegiatan operasional sehari-hari
b. Investasi pada aktiva tetap, misalnya gedung kantor, mobil, komputer
dan lain-lain. Aktiva tetap tergolong aktiva yang tidak menghasilkan,
karena oleh Bank Indonesia dipandang sebagai aktiva yang risikonya
cukup tinggi dan tidak likuid.
2. Aktiva Yang menghasilkan (Earning Assets)
Merupakan penempatan dana oleh bank dalam asset yang menghasilkan
pendapatan untuk menutup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank. Dari
aktiva inilah bank mengharapkan adanya selisih (margin) keuntungan dari
kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana. Penanaman ini terdiri dari:
23
a. Cadangan sekunder (Secondary Reserve), di Indonesia aktiva ini dapat
berupa Surat Berharga Pasar Uang, Surat Utang Negara, dan sertifikat
deposito. Penempatan dana dalam bentuk cadangan sekunder ini
terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek
yang sebelumnya telah dapat diperkirakan seperti penarikan simpanan
dan pencairan kredit, dan untuk memperoleh penerimaan dari
penanaman atas surat berharga tersebut.
b. Pinjaman yang diberikan (kredit), adalah penyediaan uang atau tagihan
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Penerimaan yang
utama dari bank adalah dari penyaluran kredit karena tingkat
penerimaannya tinggi. Namun konsekuensinya penyaluran kredit juga
mengandung resiko yang lebih tinggi daripada aktiva yang lain.
c. Penanaman dana dalam surat-surat berharga jangka menengah dan
panjang, atau berupa penyertaan langsung pada badan usaha lain.
Bentuk dari surat berharga tersebut antara lain adalah saham dan
obligasi.
2.3
Laporan Keuangan
Ada beberapa pengertian mengenai laporan keuangan diantaranya adalah
sebagai berikut: Pengertian laporan keuangan menurut PSAK, Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan edisi 1 Oktober 2004 (Revisi
2000), menyatakan:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang
meliputi neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan posisi keuangan,
catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan.”
Sedangkan menurut Charles H. Gibson (2001;38) menyatakan bahwa:
“The principal financial statement of corporations are the balance sheet,
income statement, and statement of cash flow, foot notes (notes) accompany
these financial statement. To evaluate the financial condition, the
24
profitability, and cash flows of an entity, the user needs to understand the
statements and the related notes.”
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan
merupakan laporan yang bersifat keuangan yang terdiri dari neraca, laporan
laba/rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta
materi penjelasan yang dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk
mengevaluasi kondisi keuangan, tingkat profitabilitas, dan arus kas dari suatu
perusahaan.
2.3.1 Tinjauan Umum Laporan Keuangan Perbankan
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang
merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama
tahun buku yang bersangkutan. Pada pokoknya, laporan keuangan yang
dikeluarkan oleh bank merupakan suatu media komunikasi internal dan eksternal.
Pihak intern yang menjadi target komunikasi adalah para karyawan bank yang
bersangkutan, baik karyawan dengan jabatan tinggi maupun rendah. Sedangkan
pihak eksternal yang menjadi target adalah bank sentral, masyarakat umum,
investor dan pihak lain yang berkepentingan terhadap bank yang bersangkutan.
Informasi yang didasarkan pada analisis keuangan mencakup penilaian
keadaan keuangan perusahaan baik yang telah lampau, saat sekarang dan
ekspektasi masa depan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengidentifikasi
setiap kelemahan dari keadaan keuangan yang dapat menimbulkan masalah di
masa depan. Di samping itu analisis yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan
dapat digunakan untuk menentukan tingkat kredibilitas atau proses investasi.
Laporan keuangan bank umum pada prinsipnya terdiri dari neraca dan
perhitungan laba/rugi dimana laporan keuangan ini, terutama bagi analisis ekstern,
merupakan sumber informasi penting untuk mengetahui dan menganalisis
keadaan suatu bank. Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang
Perbankan Pasal 34, setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan
keuangan berupa neraca dan perhitungan laba atau rugi berdasarkan waktu dan
bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
25
Neraca bank adalah suatu daftar yang menggambarkan kekayaan,
kewajiban, dan modal bank pada suatu periode tertentu. Aktiva bank pada
umumnya terdiri dari alat-alat likuid, aktiva produktif, dan aktiva tidak produktif.
Sisi pasiva dalam neraca bank menggambarkan kewajiban bank yang berupa
klaim pihak ketiga atau pihak lainnya atas kekayaan bank yang dinyatakan dalam
bentuk rekening giro, deposito berjangka, tabungan, dan instrumen-instrumen
utang atau kewajiban bank lainnya. Selain itu, modal bank menggambarkan nilai
buku pemilik saham bank.
Laporan perhitungan laba/rugi bank (profit and loss statement) atau lebih
dikenal juga dengan income statement dari suatu bank umum adalah suatu laporan
keuangan bank yang menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan non
operasional bank serta keuntungan bersih bank untuk suatu periode tertentu.
Penyusunan perhitungan laba rugi bank dilakukan dengan menganut konsep
konservatisme. Konsep ini menekankan bahwa pendapatan yang diperhitungkan
adalah pendapatan yang benar-benar telah diterima secara efektif , seperti bunga
atau pendapatan lain yang telah diterima oleh bank dari nasabah secara tunai atau
atas beban giro nasabah yang saldonya masih mencukupi.
Laporan keuangan bank berkepentingan dengan likuiditas, solvabilitas, dan
resiko yang berkaitan dengan aktiva dan kewajiban yang diakui dalam neraca dan
unsur-unsur di luar neraca. Likuiditas menunjukkan kemampuan bank untuk
memenuhi kewajibannya kepada semua pihak sewaktu-waktu dapat menarik atau
mencairkan simpanan dan komitmen lainnya. Usaha bank rentan terhadap
berbagai resiko seperti resiko likuiditas, resiko fluktuasi mata uang, tingkat bunga,
perubahan harga pasar, dan kegagalan pihak-pihak yang mengadakan perikatan
dengan bank.
Analisis laporan keuangan bank berguna sebagai alat dalam pemilihan
investasi, alat perkiraan terhadap hasil dan kondisi keuangan bank, alat diagnosis
terhadap masalah manajerial (management problems), operasi atau masalahmasalah lainnya dan alat utuk menilai kinerja manajemen bank serta berguna
dalam pengambilan keputusan ekonomi, dimana salah satu bentuk yang umum
dalam menganalisis laporan keuangan adalah dengan menggunakan rasio-rasio
26
keuangan. Analisis keuangan merupakan suatu proses analisis dari data neraca dan
laporan laba/rugi menjadi suatu informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan. Salah satu analisis ini adalah analisis rasio. Analisis rasio digunakan
untuk mengidentifikasi keadaan keuangan perusahaan, dan untuk dasar
perencanaan keuangan.
Analisis rasio pada dasarnya adalah suatu teknik yang digunakan untuk
menilai sifat-sifat kegiatan operasional bank dengan cara mengembangkan
ukuran-ukuran kinerja bank yang telah distandarisasi. Dengan analisis rasio kita
dapat membandingkan berbagai perkiraan dalam kategori yang berbeda, yakni
antara perkiraan yang satu dengan perkiraan yang lainnya, baik antara perkiraan
dalam laporan laba/rugi sendiri maupun antar neraca dan laporan laba/rugi itu
sendiri dan lain-lain.
Rasio yang menggunakan unsur-unsur neraca dan laporan laba rugi atau
dengan yang lainnya, dapat memberikan gambaran tentang penilaian posisi
keuangan pada saat ini maupun di saat masa mendatang. Di samping itu, rasio
juga memungkinkan manajer keuangan untuk memperkirakan reaksi kreditor atau
debitur (investor).
2.3.2 Tujuan Laporan Keuangan Bank
Secara umum tujuan pembuatan laporan keuangan suatu bank menurut
Kasmir (2003;240) adalah sebagai berikut:
“ 1. Memberikan informasi keuangan tentang, jumlah aktiva dan jenis-jenis
aktiva yang dimiliki.
2. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah kewajiban dan jenisjenis kewajiban baik jangka pendek (lancar) maupun jangka panjang.
3. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal dan jenis-jenis
modal bank pada waktu tertentu.
4. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah
pendapatan yang diperoleh dan sumber-sumber pendapatan bank
tersebut.
5. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah biaya-biaya yang
dikeluarkan berikut jenis-jenis biaya yang dikeluarkan dalam periode
tertentu.
6. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam
aktiva, kewajiban, dan modal suatu bank.
27
7. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode
dari hasil laporan keuangan yang disajikan.”
Dengan demikian laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi
keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen yang bersangkutan.
Penilaian kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah manajemen berhasil
atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan oleh perusahaan.
2.4
Likuiditas
Pengertian likuiditas menurut Munawir (1995;31):
“Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.”
Menurut Oliver G. Wood, Jr. yang dikutip oleh Dahlan Siamat (2004;167):
“Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan
dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan
memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.”
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa likuiditas merupakan
kemampuan suatu bank dalam memenuhi kewajiban keuangannya, yaitu berupa
penarikan dana simpanan oleh nasabah, penyediaan dana untuk fasilitas kredit,
pemenuhan kewajiban yang telah jatuh tempo, dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Pada dasarnya likuiditas suatu bank itu mempunyai arti yang sama dengan
likuiditas pada badan usaha lain yaitu ukuran kemampuan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
sebagian besar dana yang dikelola bank bersumber dari dana masyarakat yang
dititipkan pada bank dalam bentuk rekening giro, tabungan, deposito, dan bentuk
simpanan lainnya. Kewajiban bank dalam hal ini adalah memenuhi semua
kebutuhan penarikan dana oleh nasabah pada saat simpanannya jatuh tempo atau
pada saat diminta.
28
Menurut Imam Rusyamsi (2000;38) suatu bank dianggap likuid apabila:
“1. Memiliki dana yang cukup di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2. Memiliki uang pada saat dibutuhkan.
3. Kemampuan menyediakan dana untuk memenuhi komitmen dengan
harga yang layak setiap saat.
4. Mampu menyediakan dana untuk memenuhi penarikan deposit
(simpanan nasabah), kewajiban yang jatuh tempo, dan kredit tanpa
tertunda.
5. Dapat membayar setiap kewajiban keuangan tanpa tertunda dan tanpa
kerugian.”
2.4.1 Manajemen Likuiditas
Mengukur dan mempertahankan posisi likuiditas bank dalam arti luas
bukan pekerjaan yang mudah, karena memperkirakan pemasukan dan pengeluaran
kas pada masa yang akan datang juga tidak mudah. Sebagai contoh bank tidak
dapat memperkirakan secara pasti nasabah mana yang akan menarik giro atau
deposito berjangka mereka, pada tanggal berapa dan jumlah berapa. Di lain pihak
bank juga sulit untuk memperkirakan secara pasti, berapa jumlah tambahan giro,
tabungan atau deposito berjangka yang mereka terima dari nasabah pada masa
mendatang. Sedangkan setiap bankir mengetahui bahwa untuk melayani penarikan
deposito dalam jumlah besar secara tiba-tiba, atau permintaan kredit dari banyak
debitur dapat memaksa mereka untuk mencari dana yang lebih mahal. Hal yang
sebaliknya dapat juga berdampak kurang menguntungkan bagi bank, dan uang
dalam jumlah besar yang tiba-tiba didepositokan nasabah dapat menjadi beban
(pembayaran bunga) bilamana bank tidak dapat segera memutarkan dana tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan manajemen likuiditas sebagai antisipasi dalam
menghadapi hal-hal tersebut.
Menurut Duane B. Graddy dan Oliver G.Wood yang dikutip oleh Dahlan
Siamat (2004;153) pengertian dari manajemen likuiditas adalah sebagai berikut:
Duane B. Graddy
”Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh
masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan.”
29
Oliver G. Wood
“Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas
secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun
kebutuhan jangka panjang.”
Sedangkan pengertian manajemen likuiditas menurut Drs. Muchdarsyah Sinungan
(1999;98) adalah:
“Manajemen likuiditas bank diartikan sebagai suatu proses pengendalian
dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua
kewajiban bank yang segera harus dibayar.”
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen
likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang
cukup untuk memenuhi semua kewajiban-kewajibannya maupun komitmen yang
telah dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat. Kewajiban yang timbul dari sisi
aktiva, misalnya penyediaan dana bagi penarikan pinjaman yang telah disetujui.
Sedangkan kewajiban yang timbul dari sisi pasiva atau liabilities, misalnya
penyediaan dana bagi penarikan tabungan dan simpanan lainnya oleh nasabah.
Pada intinya manajemen likuiditas ini bertujuan antara lain: pertama untuk
menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan
Bank Sentral. Kedua, mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi
semua kebutuhan cash flow termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan,
misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka
yang belum jatuh tempo. Ketiga, sedapat mungkin memperkecil terjadinya idle
funds.
Menurut
Mudrajad
Kuncoro
dan
Suhardjono
(2002;279),
secara
keseluruhan manajemen likuiditas meliputi pengelolaan atas:
“1. Reserve Requirement (RR) atau Primary Reserve atau Giro Wajib
Minimum (GWM) sesuai ketentuan Bank Indonesia.
2. Secondary Reserve maupun pembahasan tentang seluruh sumber dan
penggunaan dana.”
30
1. Reserve Requirement (RR) atau Primary Reserve atau Giro Wajib
Minimum (GWM).
Ini adalah cadangan utama yang harus dipelihara Bank Umum, yuridis dari
Bank Sentral (Bank Indonesia). Selain itu, pendekatan masalah Primary Reserve
diperlukan untuk memenuhi permintaan efektif (effective demand) dari para
nasabah yang muncul secara tiba-tiba.
Bahasa teknis perbankan dalam mewujudkan Primary Reserve ini adalah
alat-alat yang dikuasai dan tercermin pada pos-pos aktiva, berupa:
a. Saldo Kas, digunakan bank untuk menjaga transaksi tunai para nasabah
seperti pengambilan ataupun penyetoran tunai melalui rekening masingmasing ataupun memenuhi pembayaran kiriman uang yang diterima dari
bank lain. Saldo kas akan bertambah pada sore harinya, bilamana lebih
banyak jumlah setoran nasabah dibandingkan jumlah pengambilannya.
Sebaliknya, saldo kas akan berkurang pada sore harinya, bilamana lebih
banyak jumlah pengambilan nasabah dibandingkan dengan jumlah
penyetorannya.
b. Saldo Rekening pada Bank Indonesia, adalah saldo rekening suatu bank
pada Bank Indonesia, yang digunakan bank untuk menjaga perubahan
penerimaan dan pemasukan uang bank melalui transaksi clearing, yaitu
penyesuaian utang piutang bank karena transaksi nasabah melalui
rekening giro masing-masing. Bertambahnya saldo BI terjadi karena
lebih banyak setoran nasabah pada transaksi clearing dibandingkan
dengan pengambilannya. Demikian pula sebaliknya, pengurangan Saldo
Giro pada BI terjadi karena lebih banyak setoran nasabah melalui
transaksi giral dibandingkan dengan penyetorannya.
Penempatan kas dan Saldo Giro pada BI sebagai alat likuid yang paling
utama (primary reserve) tidak hanya semata-mata untuk memenuhi ketentuan
perundangan, tapi juga untuk alasan keamanan bank itu sendiri (safety). Faktor ini
erat juga hubungannya dengan segi-segi soliditas bank, yaitu kepercayaan
masyarakat bahwa uang simpanannya pada bank tersebut akan aman dan bank
akan dianggap mampu untuk memenuhi berbagai kemudahan yang diminta para
31
nasabahnya. Kemudahan ataupun fasilitas yang ditawarkan bank sebagai jasa,
akan sangat erat kaitannya dengan perkembangan bank di masa-masa selanjutnya.
2. Secondary Reserve
Secondary Reserve adalah cadangan tunai kedua yang berfungsi sebagai
cadangan penyangga posisi Primary Reserve. Artinya, bila saldo kas terus
berkurang, demikian juga saldo giro pada Bank Indonesia sebagai akibat dari
besarnya penarikan nasabah, maka Secondary Reserve akan muncul ke permukaan
untuk memberikan bantuan. Bantuan Secondary Reserve ini akan dapat
memperbaiki posisi likuiditas yang sudah mulai terancam. Secara empiris,
lemahnya posisi likuiditas ditandai dengan minimnya posisi kas, artinya berada di
bawah minimum Reserve Requirement dan terjadi berturut-turut tanpa bisa diatasi
penyetoran tunai dan clearing para nasabah giro.
Dengan demikian, kecenderungan untuk menyisihkan sebagian Loanable
Funds sebagai suatu excess reserve mempunyai alasan tersendiri. Alasan ini lebih
bersifat penyelamatan daripada hanya sekedar mengisi kekurangan likuiditas.
Namun, manajemen bank harus berpikir untuk mengelola likuiditas untuk jangka
yang relatif agak panjang. Karena itu muncullah kebijaksanaan untuk
memposisikan secondary reserve tidak semata-mata sebagai penyangga primary
reserve, tetapi juga sebagai dana yang lincah bergerak dan ditanam dalam bentuk
investasi jangka pendek dengan sifat-sifat yang tetap current. Investasi seperti ini
disebut protective investment atau sering disebut juga dengan earning reserve,
yaitu cadangan uang tunai yang dapat menghasilkan (dalam bentuk bunga).
Penanaman sementara dana-dana tunai dalam bentuk protective investment adalah
dalam bentuk aktiva yang menghasilkan uang terutama pada current assets.
Dalam mengelola likuiditas selalu akan terjadi benturan kepentingan antara
keputusan untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan keuntungan. Bank yang
terlalu berhati-hati dalam menjaga likuiditasnya akan cenderung memelihara alat
likuid yang relatif besar dari yang diperlukan dengan maksud untuk menghindari
resiko kesulitan likuiditas, namun di sisi lain bank tersebut juga dihadapkan
kepada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alat likuid yang
32
berlebihan. Oleh karenanya dalam manajemen likuiditas diperlukan adanya
keseimbangan antara dua kepentingan di atas.
Selain itu, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa salah satu tujuan dari
manajemen likuiditas adalah memperkecil resiko likuiditas yang disebabkan oleh
adanya kekurangan dana, sehingga dalam memenuhi kewajibannya bank tidak
perlu harus mencari dana dengan suku bunga yang relatif tinggi di pasar uang atau
bank terpaksa menjual sebagian assetnya dengan kerugian yang relatif besar yang
akan mempengaruhi pendapatan bank. Apabila keadaan ini terjadi dan terus
berlanjut tidak tertutup kemungkinan akan terjadi erosi kepercayaan masyarakat
terhadap bank. Sehingga pengelolaan secara baik dana cadangan tunai ini
merupakan bagian terpenting dari tugas manajemen likuiditas karena akan sangat
menentukan apakah bank dapat merebut kepercayaan masyarakat atau tidak.
Banyak kesuksesan bank yang terjadi karena keberhasilan menggelola secara baik
dana cadangan tunai ini.
2.4.2 Teori Manajemen Likuiditas
Menurut Totok Budisantoso dan Sigit Triandara (2000;110), beberapa
pendekatan-pendekatan atau teori-teori dari manajemen likuiditas yang dikenal
dalam perbankan adalah sebagai berikut:
1. Commercial Loan Theory atau Productive Theory of Credit atau Real
Bills Doctrine.
Pendekatan ini menyatakan bahwa likuiditas bank akan dapat terjamin
apabila aktiva produktif bank diwujudkan dalam bentuk kredit jangka
panjang. Dan apabila bank yang bersangkutan akan memberikan kredit
yang lebih panjang hendaknya sumber dana diambil dari modal bank dan
sumber dana jangka panjang. Secara khusus teori ini menyatakan bahwa
bank harus memberikan kredit jangka pendek atau self liquidating loans.
Misalnya kredit yang digunakan untuk modal kerja usaha untuk
memproses suatu produksi secara musiman atau yang bersifat sementara
misalnya pertanian.
33
2. Asset Shiftability Theory.
Pendekatan ini menyatakan bahwa likuiditas bank akan dapat dipelihara
apabila asset bank dapat dengan cepat diubah dalam bentuk asset yang lain
yang lebih likuid sesuai kebutuhan. Fokus dari pendekatan ini adalah surat
berharga, karena surat berharga dipandang cukup mudah untuk
dikonversikan menjadi alat likuid. Pinjaman yang diberikan oleh bank
diharapkan juga dijamin dengan menggunakan surat berharga.
3. Doctrine of Anticipated Income Theory.
Pendekatan ini menyatakan bahwa sumber likuiditas bank dapat dipelihara
meskipun bank menyalurkan kredit jangka panjang. Lebih jauh pendekatan
ini menyatakan bahwa kredit jangka panjang tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas apabila jadwal pembayaran pokok
dan bunga pinjaman direncanakan sebaik mungkin dan betul-betul
disesuaikan dengan pendapatan masa mendatang dari debiturnya.
Dari pendekatan-pendekatan tersebut dapat diketahui bahwa teori tersebut
pada dasarnya adalah teori yang berkaitan dengan bagaimana mengelola dana dan
sumber-sumber dana bank agar dapat memelihara posisi likuiditas dan memenuhi
segala kebutuhan likuiditas dalam kegiatan operasional bank sehari-hari.
Pendekatan-pendektan tersebut bukanlah suatu teori yang kaku, namun
pendekatan tersebut lebih merupakan suatu dasar pemikiran saja dalam
pengelolaan likuiditas bank. Penerapannya selalu fleksibel disesuaikan dengan
keadaan riil yang dihadapi suatu bank mengingat keadaan riil yang dihadapi suatu
bank selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
2.4.3 Rasio-Rasio Likuiditas Bank
Untuk mengukur posisi likuiditas suatu bank umumnya digunakan rasio
likuiditas yang dapat digunakan dalam menilai kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi. Ukuran rasio likuiditas bank
berbeda dengan rasio likuiditas yang sering digunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan atau lembaga bukan bank
34
(non-bank). Perbedaan sifat usaha dan struktur aktiva dan pasiva bank dengan
perusahaan manufaktur misalnya, mengharuskan perlunya perbedaan perlakuan
dalam mengukur likuiditas kedua badan usaha tersebut. Oleh karena itu variabelvariabel yang digunakan dalam likuiditas ini tentunya jelas akan berbeda pula.
Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain dapat
membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat
mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan.
Adapun beberapa jenis rasio likuiditas perbankan menurut Teguh Pudjo
Muljono (1999;92) adalah sebagai berikut:
1. Quick Ratio
Quick Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajibannya terhadap para deposan (pemilik simpanan giro,
tabungan, dan deposito) dengan harta yang paling likuid yang dimiliki
oleh suatu bank. Rumus untuk mencari Quick Ratio adalah sebagai
berikut:
Quick Ratio =
Cash Assets .x 100 %
TTotal Deposit
2. Investing Policy Ratio
Securities disini adalah berbagai macam surat berharga yang dapat
dicairkan sewaktu-waktu, atau surat-surat berharga yang telah jatuh tempo
yang dimiliki bank untuk memanfaatkan dananya yang menganggur. Jadi
rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi
kewajibannya kepada para deposannya dengan melikuidasi surat-surat
berharga yang dimilikinya. Rumus untuk menghitung besarnya Investing
Policy Ratio adalah sebagai berikut:
Investing Policy Ratio =
Securities
Total Deposit
.
x 100 %
35
3. Loan to Deposit Ratio
Rasio ini memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang
disalurkan dalam bentuk kredit. Rasio yang tinggi menggambarkan kurang
baiknya posisi likuiditas bank. Umumnya rasio sampai dengan 100%
memberikan gambaran yang cukup baik atas keadaan likuiditas bank.
Semakin tinggi rasio ini semakin buruk kondisi likuiditas bank dan begitu
pun sebaliknya. Bank Indonesia memberi nilai kredit nol bagi bank yang
memiliki rasio sebesar 120% atau lebih. Rumus untuk rasio ini adalah:
Loan to Deposit Ratio =
Total Loans
. x 100 %
Total Deposit + Equity
4. Assets to Loan Ratio
Assets to Loan Ratio merupakan rasio untuk mengukur jumlah kredit yang
disalurkan dengan jumlah harta yang dimiliki bank. Semakin tinggi tingkat
rasio, menunjukkan semakin rendahnya tingkat likuiditas bank. Rumus
untuk mencari Assets to loan Ratio adalah sebagai berikut:
Assets to Loan Ratio = Total Loans . x 100 %
Total Assets
5. Cash Ratio
Yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan bank untuk melunasi
kewajiban-kewajiban yang segera harus dibayar dengan alat-alat likuid
yang dipunyainya. Rumus untuk menghitung besarnya Cash Ratio adalah
sebagai berikut:
Cash Ratio =
Liquid Assets . x 100 %
Total
Deposit
T
36
2.5
Profitabilitas
2.5.1 Pengertian Profitabilitas
Profit atau laba merupakan hasil dari kebijakan manajemen, sehingga
kinerja dari sebuah perusahaan dapat diukur dengan besarnya profit yang
diperoleh perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit disebut
profitabilitas. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Gibson (2000;285), bahwa:
“Profitability is the ability of the firm to generate earning”.
Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001;89), menyatakan bahwa:
“Profitabilitas
adalah
serangkaian
hasil
bersih
dari
serangkaian
kebijaksanaan dan keputusan”.
Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk
menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikehendaki di
masa yang akan datang. Informasi kinerja bermanfaat untuk memperbaiki
kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber dana yang ada. Di
samping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan
tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber dana.
Selain itu apabila dari masa ke masa suatu perusahaan dapat mengumpulkan
keuntungan secara memadai, maka dapat dikatakan perusahaan tersebut berhasil
dalam menjalankan operasi bisnisnya. Dengan jumlah dan tingkat laba yang
memadai, manajemen bank dapat meningkatkan kepercayaan nasabahnya kepada
pihak bank. Di samping itu, bank juga dapat membina kepercayaan kepada
masyarakat sehingga masyarakat tertarik untuk menyimpan dana di bank dimana
sumber dana yang baru tersebut dapat digunakan oleh manajemen bank dalam
kegiatan operasional yang dapat meningkatkan profitabilitas.
2.5.2 Laba
Laba atau profit merupakan indikasi kesuksesan suatu badan usaha dengan
mengukur efektivitas dan efisiensi. Walaupun tidak semua perusahaan menjadikan
37
profit sebagai tujuan utamanya, tetapi dalam mempertahankan usahanya
memerlukan laba.
Pada dasarnya pengertian laba adalah hasil dari pengurangan antara
pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh pendapatan
tersebut. Laba operasi bank dalam tahun tertentu akan terbaca dari laporan laba
rugi dimana pendapatan bank bersumber dari dua kelompok utama, yaitu:
1. Holding Asset, yaitu pendapatan bunga yang terutama berasal dari
transaksi pinjaman dan penempatan dana di pasar uang antar bank. Di
samping itu termasuk hasil yang diperoleh dari perdagangan surat-surat
berharga jangka pendek. Dalam laporan laba rugi jumlah perolehan ini
terlihat pada pos pendapatan bunga.
2. Handling Transaction, yaitu pendapatan yang tidak berasal dari holding
asset. Pendapatan ini diperoleh dari transaksi finansial dengan pihak
nasabah bank seperti propisi pembukaan Letter of Credit (L/C), spread
yang berasal dari deal service, atau hasil perdagangan valuta asing.
Di samping perolehan pendapatan operasi, bank juga menanggung biaya
yang bersumber dari tiga kelompok yaitu:
1. Biaya bunga yang merupakan biaya terbesar yang ditanggung sebuah bank
komersial yang terdiri dari biaya dana bank yang disimpan nasabah berupa
tabungan, deposito, giro.
2. Biaya di luar biaya bunga yaitu untuk biaya personalia, biaya untuk
pendukung aktivitas seperti biaya marketing, dan biaya overhead.
3. Loan losses adalah cadangan yang ditentukan untuk menutup kegiatan
pada pos pinjaman di sisi asset.
Untuk mengetahui profitabilitas perusahaan, maka perlu dilakukan
penilaian atas kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Untuk melakukan
penilaian tersebut diperlukan adanya ukuran yang dapat memberikan indikasi
mengenai profitabilitas perusahaan. Dengan kata lain, untuk menilai profitabilitas
perusahaan diperlukan adanya ukuran profitabilitas.
38
2.5.3 Rasio-Rasio Profitabilitas Bank
Laporan keuangan memperlihatkan kinerja suatu perusahaan selama periode
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif. Dengan menggunakan alat-alat
analisis, yaitu rasio-rasio keuangan, laporan keuangan dari suatu perusahaan dapat
diukur tingkat profitabilitasnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sutrisno
(2000;259), bahwa:
“Rasio keuntungan atau profitability ratio merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan”.
Dari
pernyataan
tersebut
dapat
diketahui
bahwa
rasio
profitabilitas
memperlihatkan keseluruhan keefektifan operasi yang dilakukan perusahaan.
Berikut ini adalah beberapa rasio keuangan yang dipergunakan sebagai
tolak ukur untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan
menurut Teguh Pudjo Muljono (1999;139):
1. Gross Profit Margin
Rasio ini digunakan untuk mengetahui presentasi laba dari kegiatan usaha
murni bank yang bersangkutan setelah dikurangi biaya-biaya. Rasio yang
tinggi
menggambarkan
kemampuan
manajemen
bank
dalam
mengendalikan biaya-biaya operasionalnya. Rumus untuk mencari Gross
Profit Margin adalah sebagai berikut:
Gross Profit Margin = Operating Income - Operating Expense x .100 %
Operating Income
2. Net Profit Margin
Rumus ini digunakan
untuk mengukur kemampuan bank
yang
bersangkutan dalam menghasilkan Net Income dari kegiatan operasi pokok
bagi bank yang bersangkutan.
39
Rumus untuk menghitung besarnya Net Profit Margin adalah sebagai
berikut:
Net Profit Margin =
Net Income
. x 100 %
Operating Income
3. Return on Equity Capital
Return on Equity Capital merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan
net income. Rumus untuk mencari Return on Equity Capital adalah
sebagai berikut:
Return on Equity =
Net Income . x 100 %
Equity Capital
4. Return on Total Assets (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh profitabilitas dan efisiensi manajerial secara keseluruhan.
Rumus untuk mencari Return on Total Assets adalah sebagai berikut:
Return on Total Assets =
Net Income . x 100 %
Total Assets
5. Rate Return on Loans
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam
mengelola kegiatan perkreditannya.
40
Rumus untuk menghitung besarnya Rate return on Loans adalah sebagai
berikut:
Rate Return on Loans =
Interest and Fees on Loans . x 100 %
Total Loans
6. Interest Margin on Earning Assets
Merupakan
rasio
yang
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
manajemen dalam mengendalikan biaya-biaya. Rumus untuk mencari
Interest Margin on Earning Assets adalah sebagai berikut:
Interest Margin =
2.6
Interest Income - Interest Expense
Earning Assets
. x 100 %
Pengaruh Tingkat Likuiditas Terhadap Profitabilitas Bank
Secara umum usaha pokok bank adalah menghimpun dana masyarakat dan
menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk. Hal ini sesuai
dengan peranan bank yang dinyatakan dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998
tentang perbankan yang menyatakan bahwa:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.”
Dana yang telah dihimpun oleh bank dapat dipergunakan untuk
menyediakan sejumlah alat likuid dengan tujuan memenuhi kewajiban giro
minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, serta untuk berbagai keperluan
kegiatan usahanya. Tetapi, dana yang telah dihimpun oleh bank tersebut bukan
berarti sepenuhnya menjadi milik bank. Dana tersebut merupakan simpanan yang
dititipkan oleh masyarakat kepada pihak bank. Oleh karena itu, dana tersebut
sewaktu-waktu
dapat
ditarik
kembali
dan
bank
berkewajiban
untuk
41
mengembalikannya. Sehingga sewaktu kewajibannya jatuh tempo, bank harus
mempunyai sejumlah alat likuid untuk memenuhi kewajibannya.
Menurut Oliver G. Wood, Jr yang dikutip oleh Dahlan Siamat (2004;153)
pengertian likuiditas adalah:
“Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan
dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan
memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.”
Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan
operasi bank. Sulitnya pengelolaan likuiditas tersebut disebabkan dana yang
dikelola bank sebagian besar adalah dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek
dan dapat ditarik sewaktu-waktu. Oleh karena itu, bank harus memperhatikan
seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu.
Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku
penarikan nasabah, sifat, dan jenis sumber dana yang dikelola bank. Untuk
membantu manajemen bank dalam memperkirakan kebutuhan likuiditasnya bank
dapat menerapkan manajemen likuiditas dalam kegiatan bisnisnya. Manajemen
likuiditas ini bertujuan antara lain untuk mengelola alat-alat likuid agar selalu
dapat memenuhi semua kebutuhan operasional bank termasuk kebutuhan yang
tidak diperkirakan misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau
deposito berjangka yang belum jatuh tempo, selain itu tujuan lain dari manajemen
likuiditas adalah untuk menjaga posisi likuiditas.
Kepercayaan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh bank karena
dana operasional bank berdasar dari dana masyarakat. Oleh karena itu, bank wajib
untuk memelihara kepercayaan nasabahnya. Salah satu cara bank untuk menjaga
kepercayaan nasabahnya adalah dengan menjaga posisi likuiditas dari bank.
Tingkat investasi suatu bank dalam aktiva likuid yang besar, berarti bank tersebut
mempunyai tingkat likuiditas yang baik. Dengan terpeliharanya kepercayaan ini,
maka diharapkan dapat menambah jumlah nasabah yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada besarnya simpanan dana yang dapat digunakan bank dalam
menjaga posisi likuiditasnya.
42
Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban
apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan yang
produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi
sebagian besar adalah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank
untuk membayar imbal jasa berupa bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga
untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta
mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam
berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam keuntungan misalnya dengan
penyaluran kredit, investasi pada surat berharga, dan pembelian aktiva tetap.
Penyaluran kredit merupakan salah satu bentuk pengalokasian dana yang
paling banyak dilakukan oleh bank pada umumnya, karena penerimaan yang
utama dari bank diharapkan dari penyaluran kredit. Selain itu penerimaan dari
penyaluran kredit, yaitu pendapatan bunga, merupakan penerimaan yang relatif
tinggi bila dibandingkan dengan aktiva produktif lainnya.
Dengan jumlah penyaluran kredit yang besar akan menyebabkan
meningkatnya profitabilitas suatu bank. Pengertian profitabilitas menurut
Munawir (1995;33) adalah:
“Rentabilitas
atau
profitabilitas
adalah
menunjukkan
kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.”
Namun tindakan seperti ini sangat beresiko apabila dana yang terlanjur digunakan
tidak dapat ditarik, sedangkan dana baru yang diharapkan untuk memenuhi
penarikan simpanan secara tiba-tiba tidak terpenuhi dan pada gilirannya akan
menggangu likuiditas bank tersebut. Tentu saja, sebuah bank dapat memilih untuk
“bermain dengan aman” dan tetap benar-benar likuid dengan menyimpan uang
tunai sama dengan semua kewajiban-kewajibannya. Akan tetapi aktiva yang
sangat likuid seringkali menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih rendah
daripada aktiva-aktiva yang kurang likuid, maka apabila bank mempunyai aktiva
likuid yang besar jumlah profitabilitasnya dapat terganggu.
Tetapi hal ini berbeda pada sektor industri lainnya, dimana pengaruh
likuiditas terhadap profitabilitas sektor industri lain mempunyai arti yang
43
berlawanan dengan sektor perbankan. Pada sektor industri lain arti penting aspek
likuiditas akan sangat dirasakan pada berbagai akibat yang merugikan atau tidak
dapat digunakannya kesempatan untuk memperoleh laba, jika perusahaan berada
dalam keadaan kurang likuid. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Drs.
Harnanto, M.Soc., Sc. (1991;174), bahwa:
“Aspek likuiditas merupakan suatu tingkat kemampuan yang bersifat
relatip. Karena itu apabila perusahaan berada dalam keadaan kurang likuid,
ada kemungkinan perusahaan tidak bisa memanfaatkan kesempatan
potongan (pembelian, tunai) yang ditawarkan oleh para leveransiernya.
Sebagai akibatnya perusahaan terpaksa beroperasi pada tingkat biaya yang
tinggi, sehingga mengurangi kesempatan untuk meraih laba yang lebih
besar”.
Dari uraian-uraian yang telah disebutkan sebelumnya dapat diketahui
bahwa dalam dunia perbankan likuiditas dan profitabilitas sangat erat
hubungannya, likuiditas menunjang pencapaian profitabilitas. Seperti yang
disebutkan oleh Goldfeld dan Chandler (1990;4) bahwa:
“Semua bank dan lembaga keuangan menghadapi berbagai ketidakpastian
oleh karena itu menghadapi berbagai jenis resiko ketidakpastian mengenai
jumlah dana dan biaya dananya di masa depan dan ketidakpastian
mengenai pendapatan dan harga dari berbagai jenis aktiva yang
memberikan penghasilan yang diperolehnya. Oleh karena itu, bank tidak
hanya memikirkan peghasilan saja; lebih dari itu bank mencari suatu
kombinasi optimum antara penghasilan, likuiditas, dan keamanan. Dan
untuk memperoleh yang satu lebih besar, bank tersebut harus sering
mengorbankan sebagian dari yang lain.”
Sedangkan menurut Bambang Djinarto (2000;14) pengaruh antara likuiditas
terhadap profitabilitas bank adalah sebagai berikut:
“Dalam liquidity management (manajemen likuiditas), tingkat likuiditas
dan rentabilitas bank tidak selalu berjalan searah, artinya pada saat tingkat
likuiditas tinggi, tingkat rentabilitas belum tentu tinggi pula. Tetapi
sebaliknya, pada tingkat likuiditas rendah kita akan mampu mencapai
tingkat rentabilitas tinggi, karena likuiditas yang berlebihan dapat
menekan rentabilitas perusahaan, sementara likuiditas yang terlalu kecil
dapat meningkatkan risiko likuiditas bank.”
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa semakin likuid suatu bank akan
semakin kecil profitabilitasnya. Begitu pula sebaliknya semakin besar
44
profitabilitas maka akan semakin tidak likuid suatu bank. Jadi, dapat diambil
kesimpulan bahwa dengan jumlah aktiva likuid yang besar dapat meningkatkan
profitabilitas perusahaan, sedangkan jumlah aktiva likuid yang besar dapat
menyebabkan terganggunya profitabilitas bank.
Download