BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan berupa pengumpulan dana masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam berbagai bentuk. Pengertian perbankan menurut UndangUndang No.7 tahun 1992 tentang perbankan Bab I pasal 1 adalah sebagai berikut: “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.” 2.1.1 Pengertian Bank Peran bank sebagai lembaga keuangan terpenting diatur oleh negara melalui produk hukum yang dikeluarkannya sehingga definisi bank dapat ditemukan dalam produk hukum tersebut yaitu berupa Undang-Undang No.10 tahun 1998, tentang perbankan. Menurut Undang-Undang tersebut, dinyatakan bahwa: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa bank merupakan suatu badan usaha. Hal ini berarti bank memiliki tujuan melalui kegiatan usahanya untuk memperoleh keuntungan. Namun, ada tujuan umum yang lebih luas yang harus dicapai bersama-sama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi bank lainnya dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang dikemukakan oleh para pakar dan salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Frederic S. Mishikin (2000;7), memberikan pengertian umum dari bank sebagai berikut: “Financial institutions that accept deposits and make loans.” 11 12 Sedangkan dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004;PSAK no. 31:31.1), disebutkan bahwa: “Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (Financial Intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.” Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan/atau bentuk-bentuk lainnya untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok bank yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana. 2.1.2 Fungsi Bank Menurut Y. Sri Susilo, Sigit Triandara, dan A. Totok Budi Santoso (2000;6) fungsi bank adalah sebagai berikut: “ 1. Kegiatan perbankan berdasarkan kepercayaan (Agent of Trust), 2. Memperlancar kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi (Agent of Development) dan, 3. Memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat (Agent of Service).” 1. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh pihak bank, uangnya akan dikelola dengan baik, dan percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik simpanan dananya di bank. Selain itu, pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjamannya dengan baik, debitur mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. 13 2. Agent of Development Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa yang merupakan kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. 3. Agent of Services Bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyaluran tagihan. Sesuai dengan fungsi tersebut, maka bank tidak saja hanya memperhatikan tercapainya profit yang maksimal dalam setiap kegiatan usahanya, tetapi juga harus mampu membantu proses pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. 2.1.3 Usaha Bank Umum Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang merupakan hasil pembaharuan dari Undang-Undang No. 7 tahun 1992, usaha bank meliputi: “ 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 2. Memberikan kredit 3. Menerbitkan surat pengakuan utang; 4. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya seperti: a. Surat-surat weselnya termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; d. Sertifikasi Bank Indonesia (BI); 14 e. Obligasi; f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun. 5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; 6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, dan/atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; 7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; 8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; 9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; 10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; 11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; 12. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang tentang perbankan dan peraturan yang berlaku.” Selain usaha bank yang diuraikan di atas, usaha bank juga dapat meliputi: a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 15 2.1.4 Jenis-Jenis Bank Pada bagian ini akan dibahas mengenai jenis bank menurut kegiatan usaha, bentuk badan usaha, pendirian dan kepemilikan, target pasar dan menurut kemampuan melakukan transaksi valuta asing. 2.1.4.1 Jenis Bank Menurut Kegiatan Usaha 1. Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum diantaranya adalah: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit. c. Menerbitkan surat pengakuan hutang. d. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. 2. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat adalah: 16 a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit. c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan/atau tabungan pada bank lain. 2.1.4.2 Jenis Bank Menurut Bentuk Badan Usaha Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa perseroan terbatas, koperasi, atau perusahaan daerah. Sedangkan bentuk hukum bank perkreditan rakyat dapat berupa perusahaan daerah, koperasi, perseroan terbatas atau bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 2.1.4.3 Jenis Bank Menurut Pendirian dan Kepemilikan 1. Bank Umum Bank umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank Indonesia oleh: a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan. 2. Bank Perkreditan Rakyat. Bank perkreditan Rakyat hanya didirikan dan dimiliki warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah atau dapat dimiliki bersama diantara kegiatannya. 2.1.4.4 Jenis Bank Menurut Target Pasar Sebagian bank memfokuskan pelayanan dan transaksinya pada jenis-jenis nasabah tertentu. Dengan pemfokusan ini diharapkan bank-bank tersebut dapat 17 lebih menguasai karakteristik nasabahnya sehingga kegiatan usahanya dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi. 1. Retail Bank Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabahnasabah retail. Pengertian retail disini adalah nasabah-nasabah individual, perusahaan dan lembaga lain yang skalanya kecil. Meskipun pengertian dari kata kecil atau retail adalah relatif namun biasanya apabila ditinjau dari jasa kredit yang diberikan, nasabah debitur yang dilayani adalah yang memerlukan fasilitas kredit tidak lebih besar daripada Rp 20 milyar. Angka tersebut bukan merupakan angka yang standar atau baku, tapi sebaliknya dapat memberikan gambaran tentang kelompok nasabah yang dilayani oleh bank jenis ini. 2. Corporate Bank Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada nasabahnasabah yang berskala besar. Mengingat nasabah yang berskala besar ini biasanya berbentuk suatu korporasi, maka bank kelompok ini disebut Corporate Bank. Meskipun namanya adalah Corporate Bank tidak berarti seluruh nasabahnya berbentuk suatu perusahaan, pelayanan dan transaksi yang diberikan kepada suatu perusahaan sering kali membawa konsekuensi berupa pelayanan yang harus sering diberikan juga kepada karyawan, direksi dan komisaris dari perusahaan tersebut. Secara individual pelayanan yang diberikan secara perorangan di sini diarahkan untuk menjalin kerjasama yang lebih baik dengan nasabah-nasabah korporasi. 3. Retail-corporate Bank Di samping kedua jenis bank tersebut, terdapat juga bank yang tidak memfokuskan pada kedua pilihan jenis nasabah dari kedua bank yang telah disebutkan sebelumnya. Bank jenis ini memberikan pelayanan tidak hanya kepada nasabah retail tetapi juga kepada nasabah korporasi. Penyebab dari munculnya bank jenis ini tidaklah seragam. Ada bank yang sejak awal sudah menentukan untuk menjadi bank yang melayani bank nasabah retail dan korporasi harus 18 dimanfatkan kedua-keduanya untuk mencapai keuntungan yang maksimal, meskipun terdapat kemungkinan penurunan efisiensi. 2.1.4.5 Jenis Bank Menurut Kemampuan Melakukan Transaksi Valuta Asing 1. Bank Devisa Adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Non Devisa Adalah bank yang hanya dapat memberikan jasa lalu lintas pembayarannya dalam rupiah saja. 2.2 Dana Bank Sebagaimana fungsi bank yaitu sebagai lembaga intermediasi keuangan dan agen pembangunan (Agent of Development) serta Agent of Trust maka komoditi yang terlibat dalam kegiatannya adalah uang dan jasa. Oleh karena itu, uang atau dana merupakan unsur yang amat vital dalam kesinambungan usaha bank, sehingga bank dituntut untuk meningkatkan kemampuannya menggali dan memobilisasi dana dari berbagai sumber. Kemampuan menghimpun dana dengan biaya yang relatif tidak mahal merupakan kunci dalam pengelolaan bank. Melihat ketatnya kompetisi perbankan saat ini, yang mulai terlihat sejak adanya deregulasi perbankan pada tahun 1998 yang mempermudah pendirian bank, maka para bankir Indonesia harus melakukan pendekatan yang proaktif kepada masyarakat agar mereka tertarik untuk menanamkan dananya pada bank yang bersangkutan. 2.2.1 Sumber Dana Bank Menurut Kasmir (2003;45) pengertian sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. Perolehan dana ini tergantung dari 19 kebijakan bank itu sendiri dan perolehannya disesuaikan pula dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung. Oleh karena itu pemilihan sumber dana harus dilakukan secara tepat. Sumber-sumber penghimpunan dana bank biasanya terdiri dari: 1. Modal Sendiri Modal sendiri adalah dana yang berasal dari pemilik bank (pemegang saham) termasuk agio saham maupun dari hasil keuntungan yang diperoleh dari kegiatan operasi bank. Komponen modal terdiri atas: a. Modal disetor, adalah modal yang secara efektif telah disetor oleh pemegang saham yang selanjutnya dapat digunakan sebagai modal bagi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. b. Cadangan-cadangan, merupakan bagian keuntungan yang diperoleh bank yang disisihkan untuk dipergunakan sebagai cadangan dalam kegiatan bank. c. Sisa laba/rugi tahun lalu, adalah sisa laba/rugi tahun lalu yang belum dibagikan atau dibebankan ke rekening lain. d. Laba /rugi tahun berjalan, adalah laba/rugi yang diperoleh bank dalam kegiatan operasinya pada tahun buku berjalan. e. Agio/disagio saham, adalah selisih lebih antara nilai nominal dengan harga jual saham bank. 2. Dana dari Deposan Sumber dana dari masyarakat dapat berupa: a. Giro, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau bilyet giro untuk pemindah bukuan. Sedangkan cek atau bilyet giro ini oleh pemiliknya dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Karena sifat penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat tersebut, maka sumber dana dari rekening giro ini merupakan sumber dana jangka pendek yang jumlahnya relatif lebih dinamis atau berfluktuasi dari waktu ke waktu. 20 b. Tabungan, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Cara penarikan rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan buku tabungan, cash card, atau kartu ATM dan debit card. c. Deposito berjangka, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan tanggal yang diperjanjikan antara deposan dan bank. Mengingat simpanan ini hanya dapat dicairkan pada saat jatuh temponya oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposit sesuai dengan jatuh temponya, maka deposito berjangka ini merupakan simpanan atas nama dan bukan atas untuk. d. Sertifikat deposito, merupakan hasil pengembangan dari deposito berjangka, sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpannya dapat diperjual belikan. Agar simpanan ini dapat diperjual belikan dengan mudah maka penarikan pada saat jatuh tempo dapat dilakukan atas tunjuk, sehingga siapapun yang memegang bukti simpanan tersebut dapat menguangkan pada saat jatuh tempo. Hal lain yang menjadi ciri dari sertifikat deposito adalah dalam hal pembayaran bunganya. Apabila deposito berjangka bunga dibayarkan setelah dana mengendap, maka bunga sertifikat deposito ini dibayarkan di muka yaitu pada saat nasabah menempatkan dananya dalam bank deposito. 3. Dana Pinjaman a. Call Money, merupakan sumber dana yang dapat diperoleh bank berupa pinjaman jangka pendek dari bank lain. Sumber dana ini sering digunakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, seperti bila terjadi kalah kliring atau adanya rush. Dana dari call money ini berjangka waktu relatif pendek yaitu satu hari sampai dengan 180 hari, dan tingkat bunganya berfluktuasi serta sangat dipengaruhi oleh permintaan dan ketersediaan dana di pasar pada suatu saat. 21 b. Pinjaman antar bank, berbeda dengan call money, pinjaman ini dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, melainkan untuk memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana dalam rangka pengembangan usaha atau meningkatkan penerimaan bank. c. Kredit likuiditas Bank Indonesia, adalah kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia terutama kepada bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas. Masalah kesulitan likuiditas ini bisa terjadi karena kalah kliring atau adanya rush penarikan dana oleh nasabah-nasabah suatu bank. Untuk kepentingan mempertahankan kepercayan masyarakat terhadap sektor perbankan secara umum, maka Bank Indonesia akan berusaha memberikan bantuan likuiditas kepada bank tersebut sepanjang masih memungkinkan untuk ditolong. 4. Sumber Dana Lain a. Setoran jaminan, merupakan sejumlah dana yang wajib diserahkan oleh nasabah yang menerima jasa-jasa tertentu dari bank. Setoran jaminan ini dibutuhkan sebagai dana untuk menutup sebagian kerugian bank yang mungkin timbul akibat terjadinya risiko. Jasa-jasa bank yang biasanya memerlukan setoran jaminan antara lain adalah letter of credit dan bank garansi. b. Dana transfer, sebelum dana transfer ini ditarik oleh si penerima transfer atau selama masih mengendap di bank, dana ini dapat digunakan oleh bank untuk mendanai kegiatannya c. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), merupakan surat-surat berharga jangka pendek yang dapat diperjual belikan dengan cara didiskonto oleh Bank Indonesia. Pada saat suatu bank mempunyai kelebihan likuiditas, bank tersebut dapat membeli berbagai macam SBPU dan menjualnya kembali pada saat mengalami kekurangan likuiditas d. Diskonto Bank Indonesia, adalah penyediaan dana jangka pendek oleh Bank Indonesia dengan cara pembelian promes yang diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto. 22 2.2.2 Pengalokasian Dana Sumber dana yang berhasil dihimpun dan dikumpulkan oleh bank kemudian dialokasikan sedemikian rupa berdasarkan rencana alokasi dana dengan memperhatikan kebijaksanaan yang telah ditetapkan dengan tujuan: 1. Mencapai tingkat profitabilitas yang besar. 2. Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. Dengan menggabungkan kedua tujuan tersebut, maka penempatan dana bank diarahkan sedemikian rupa agar pada saat yang diperlukan semua kepentingan nasabah dapat terpenuhi. Penggunaan dana bank secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Aktiva Yang Tidak Menghasilkan (Non Earning Assets). Merupakan penempatan dana oleh bank dalam asset yang tidak memberikan keuntungan secara finansial, akan tetapi penempatan tersebut harus dilakukan oleh bank untuk memenuhi kewajiban kepada nasabah dan untuk kepentingan bank sendiri. Penanaman tersebut terdiri dari: a. Cadangan primer (Primary Reserve), bisa dalam bentuk uang kas, saldo pada bank sentral, saldo pada bank lain dan warkat dalam proses penagihan. Aktiva ini ditujukan terutama untuk memenuhi Reserve Requirement yang ditentukan oleh Bank Sentral, dan juga untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari b. Investasi pada aktiva tetap, misalnya gedung kantor, mobil, komputer dan lain-lain. Aktiva tetap tergolong aktiva yang tidak menghasilkan, karena oleh Bank Indonesia dipandang sebagai aktiva yang risikonya cukup tinggi dan tidak likuid. 2. Aktiva Yang menghasilkan (Earning Assets) Merupakan penempatan dana oleh bank dalam asset yang menghasilkan pendapatan untuk menutup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank. Dari aktiva inilah bank mengharapkan adanya selisih (margin) keuntungan dari kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana. Penanaman ini terdiri dari: 23 a. Cadangan sekunder (Secondary Reserve), di Indonesia aktiva ini dapat berupa Surat Berharga Pasar Uang, Surat Utang Negara, dan sertifikat deposito. Penempatan dana dalam bentuk cadangan sekunder ini terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek yang sebelumnya telah dapat diperkirakan seperti penarikan simpanan dan pencairan kredit, dan untuk memperoleh penerimaan dari penanaman atas surat berharga tersebut. b. Pinjaman yang diberikan (kredit), adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Penerimaan yang utama dari bank adalah dari penyaluran kredit karena tingkat penerimaannya tinggi. Namun konsekuensinya penyaluran kredit juga mengandung resiko yang lebih tinggi daripada aktiva yang lain. c. Penanaman dana dalam surat-surat berharga jangka menengah dan panjang, atau berupa penyertaan langsung pada badan usaha lain. Bentuk dari surat berharga tersebut antara lain adalah saham dan obligasi. 2.3 Laporan Keuangan Ada beberapa pengertian mengenai laporan keuangan diantaranya adalah sebagai berikut: Pengertian laporan keuangan menurut PSAK, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan edisi 1 Oktober 2004 (Revisi 2000), menyatakan: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang meliputi neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.” Sedangkan menurut Charles H. Gibson (2001;38) menyatakan bahwa: “The principal financial statement of corporations are the balance sheet, income statement, and statement of cash flow, foot notes (notes) accompany these financial statement. To evaluate the financial condition, the 24 profitability, and cash flows of an entity, the user needs to understand the statements and the related notes.” Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang bersifat keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi kondisi keuangan, tingkat profitabilitas, dan arus kas dari suatu perusahaan. 2.3.1 Tinjauan Umum Laporan Keuangan Perbankan Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Pada pokoknya, laporan keuangan yang dikeluarkan oleh bank merupakan suatu media komunikasi internal dan eksternal. Pihak intern yang menjadi target komunikasi adalah para karyawan bank yang bersangkutan, baik karyawan dengan jabatan tinggi maupun rendah. Sedangkan pihak eksternal yang menjadi target adalah bank sentral, masyarakat umum, investor dan pihak lain yang berkepentingan terhadap bank yang bersangkutan. Informasi yang didasarkan pada analisis keuangan mencakup penilaian keadaan keuangan perusahaan baik yang telah lampau, saat sekarang dan ekspektasi masa depan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengidentifikasi setiap kelemahan dari keadaan keuangan yang dapat menimbulkan masalah di masa depan. Di samping itu analisis yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan dapat digunakan untuk menentukan tingkat kredibilitas atau proses investasi. Laporan keuangan bank umum pada prinsipnya terdiri dari neraca dan perhitungan laba/rugi dimana laporan keuangan ini, terutama bagi analisis ekstern, merupakan sumber informasi penting untuk mengetahui dan menganalisis keadaan suatu bank. Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 34, setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba atau rugi berdasarkan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 25 Neraca bank adalah suatu daftar yang menggambarkan kekayaan, kewajiban, dan modal bank pada suatu periode tertentu. Aktiva bank pada umumnya terdiri dari alat-alat likuid, aktiva produktif, dan aktiva tidak produktif. Sisi pasiva dalam neraca bank menggambarkan kewajiban bank yang berupa klaim pihak ketiga atau pihak lainnya atas kekayaan bank yang dinyatakan dalam bentuk rekening giro, deposito berjangka, tabungan, dan instrumen-instrumen utang atau kewajiban bank lainnya. Selain itu, modal bank menggambarkan nilai buku pemilik saham bank. Laporan perhitungan laba/rugi bank (profit and loss statement) atau lebih dikenal juga dengan income statement dari suatu bank umum adalah suatu laporan keuangan bank yang menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan non operasional bank serta keuntungan bersih bank untuk suatu periode tertentu. Penyusunan perhitungan laba rugi bank dilakukan dengan menganut konsep konservatisme. Konsep ini menekankan bahwa pendapatan yang diperhitungkan adalah pendapatan yang benar-benar telah diterima secara efektif , seperti bunga atau pendapatan lain yang telah diterima oleh bank dari nasabah secara tunai atau atas beban giro nasabah yang saldonya masih mencukupi. Laporan keuangan bank berkepentingan dengan likuiditas, solvabilitas, dan resiko yang berkaitan dengan aktiva dan kewajiban yang diakui dalam neraca dan unsur-unsur di luar neraca. Likuiditas menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya kepada semua pihak sewaktu-waktu dapat menarik atau mencairkan simpanan dan komitmen lainnya. Usaha bank rentan terhadap berbagai resiko seperti resiko likuiditas, resiko fluktuasi mata uang, tingkat bunga, perubahan harga pasar, dan kegagalan pihak-pihak yang mengadakan perikatan dengan bank. Analisis laporan keuangan bank berguna sebagai alat dalam pemilihan investasi, alat perkiraan terhadap hasil dan kondisi keuangan bank, alat diagnosis terhadap masalah manajerial (management problems), operasi atau masalahmasalah lainnya dan alat utuk menilai kinerja manajemen bank serta berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi, dimana salah satu bentuk yang umum dalam menganalisis laporan keuangan adalah dengan menggunakan rasio-rasio 26 keuangan. Analisis keuangan merupakan suatu proses analisis dari data neraca dan laporan laba/rugi menjadi suatu informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan. Salah satu analisis ini adalah analisis rasio. Analisis rasio digunakan untuk mengidentifikasi keadaan keuangan perusahaan, dan untuk dasar perencanaan keuangan. Analisis rasio pada dasarnya adalah suatu teknik yang digunakan untuk menilai sifat-sifat kegiatan operasional bank dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran kinerja bank yang telah distandarisasi. Dengan analisis rasio kita dapat membandingkan berbagai perkiraan dalam kategori yang berbeda, yakni antara perkiraan yang satu dengan perkiraan yang lainnya, baik antara perkiraan dalam laporan laba/rugi sendiri maupun antar neraca dan laporan laba/rugi itu sendiri dan lain-lain. Rasio yang menggunakan unsur-unsur neraca dan laporan laba rugi atau dengan yang lainnya, dapat memberikan gambaran tentang penilaian posisi keuangan pada saat ini maupun di saat masa mendatang. Di samping itu, rasio juga memungkinkan manajer keuangan untuk memperkirakan reaksi kreditor atau debitur (investor). 2.3.2 Tujuan Laporan Keuangan Bank Secara umum tujuan pembuatan laporan keuangan suatu bank menurut Kasmir (2003;240) adalah sebagai berikut: “ 1. Memberikan informasi keuangan tentang, jumlah aktiva dan jenis-jenis aktiva yang dimiliki. 2. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah kewajiban dan jenisjenis kewajiban baik jangka pendek (lancar) maupun jangka panjang. 3. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal dan jenis-jenis modal bank pada waktu tertentu. 4. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pendapatan yang diperoleh dan sumber-sumber pendapatan bank tersebut. 5. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan berikut jenis-jenis biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu. 6. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban, dan modal suatu bank. 27 7. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil laporan keuangan yang disajikan.” Dengan demikian laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen yang bersangkutan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah manajemen berhasil atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan oleh perusahaan. 2.4 Likuiditas Pengertian likuiditas menurut Munawir (1995;31): “Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.” Menurut Oliver G. Wood, Jr. yang dikutip oleh Dahlan Siamat (2004;167): “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.” Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa likuiditas merupakan kemampuan suatu bank dalam memenuhi kewajiban keuangannya, yaitu berupa penarikan dana simpanan oleh nasabah, penyediaan dana untuk fasilitas kredit, pemenuhan kewajiban yang telah jatuh tempo, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Pada dasarnya likuiditas suatu bank itu mempunyai arti yang sama dengan likuiditas pada badan usaha lain yaitu ukuran kemampuan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa sebagian besar dana yang dikelola bank bersumber dari dana masyarakat yang dititipkan pada bank dalam bentuk rekening giro, tabungan, deposito, dan bentuk simpanan lainnya. Kewajiban bank dalam hal ini adalah memenuhi semua kebutuhan penarikan dana oleh nasabah pada saat simpanannya jatuh tempo atau pada saat diminta. 28 Menurut Imam Rusyamsi (2000;38) suatu bank dianggap likuid apabila: “1. Memiliki dana yang cukup di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Memiliki uang pada saat dibutuhkan. 3. Kemampuan menyediakan dana untuk memenuhi komitmen dengan harga yang layak setiap saat. 4. Mampu menyediakan dana untuk memenuhi penarikan deposit (simpanan nasabah), kewajiban yang jatuh tempo, dan kredit tanpa tertunda. 5. Dapat membayar setiap kewajiban keuangan tanpa tertunda dan tanpa kerugian.” 2.4.1 Manajemen Likuiditas Mengukur dan mempertahankan posisi likuiditas bank dalam arti luas bukan pekerjaan yang mudah, karena memperkirakan pemasukan dan pengeluaran kas pada masa yang akan datang juga tidak mudah. Sebagai contoh bank tidak dapat memperkirakan secara pasti nasabah mana yang akan menarik giro atau deposito berjangka mereka, pada tanggal berapa dan jumlah berapa. Di lain pihak bank juga sulit untuk memperkirakan secara pasti, berapa jumlah tambahan giro, tabungan atau deposito berjangka yang mereka terima dari nasabah pada masa mendatang. Sedangkan setiap bankir mengetahui bahwa untuk melayani penarikan deposito dalam jumlah besar secara tiba-tiba, atau permintaan kredit dari banyak debitur dapat memaksa mereka untuk mencari dana yang lebih mahal. Hal yang sebaliknya dapat juga berdampak kurang menguntungkan bagi bank, dan uang dalam jumlah besar yang tiba-tiba didepositokan nasabah dapat menjadi beban (pembayaran bunga) bilamana bank tidak dapat segera memutarkan dana tersebut. Oleh karena itu, diperlukan manajemen likuiditas sebagai antisipasi dalam menghadapi hal-hal tersebut. Menurut Duane B. Graddy dan Oliver G.Wood yang dikutip oleh Dahlan Siamat (2004;153) pengertian dari manajemen likuiditas adalah sebagai berikut: Duane B. Graddy ”Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan.” 29 Oliver G. Wood “Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang.” Sedangkan pengertian manajemen likuiditas menurut Drs. Muchdarsyah Sinungan (1999;98) adalah: “Manajemen likuiditas bank diartikan sebagai suatu proses pengendalian dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus dibayar.” Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajiban-kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat. Kewajiban yang timbul dari sisi aktiva, misalnya penyediaan dana bagi penarikan pinjaman yang telah disetujui. Sedangkan kewajiban yang timbul dari sisi pasiva atau liabilities, misalnya penyediaan dana bagi penarikan tabungan dan simpanan lainnya oleh nasabah. Pada intinya manajemen likuiditas ini bertujuan antara lain: pertama untuk menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan Bank Sentral. Kedua, mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo. Ketiga, sedapat mungkin memperkecil terjadinya idle funds. Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002;279), secara keseluruhan manajemen likuiditas meliputi pengelolaan atas: “1. Reserve Requirement (RR) atau Primary Reserve atau Giro Wajib Minimum (GWM) sesuai ketentuan Bank Indonesia. 2. Secondary Reserve maupun pembahasan tentang seluruh sumber dan penggunaan dana.” 30 1. Reserve Requirement (RR) atau Primary Reserve atau Giro Wajib Minimum (GWM). Ini adalah cadangan utama yang harus dipelihara Bank Umum, yuridis dari Bank Sentral (Bank Indonesia). Selain itu, pendekatan masalah Primary Reserve diperlukan untuk memenuhi permintaan efektif (effective demand) dari para nasabah yang muncul secara tiba-tiba. Bahasa teknis perbankan dalam mewujudkan Primary Reserve ini adalah alat-alat yang dikuasai dan tercermin pada pos-pos aktiva, berupa: a. Saldo Kas, digunakan bank untuk menjaga transaksi tunai para nasabah seperti pengambilan ataupun penyetoran tunai melalui rekening masingmasing ataupun memenuhi pembayaran kiriman uang yang diterima dari bank lain. Saldo kas akan bertambah pada sore harinya, bilamana lebih banyak jumlah setoran nasabah dibandingkan jumlah pengambilannya. Sebaliknya, saldo kas akan berkurang pada sore harinya, bilamana lebih banyak jumlah pengambilan nasabah dibandingkan dengan jumlah penyetorannya. b. Saldo Rekening pada Bank Indonesia, adalah saldo rekening suatu bank pada Bank Indonesia, yang digunakan bank untuk menjaga perubahan penerimaan dan pemasukan uang bank melalui transaksi clearing, yaitu penyesuaian utang piutang bank karena transaksi nasabah melalui rekening giro masing-masing. Bertambahnya saldo BI terjadi karena lebih banyak setoran nasabah pada transaksi clearing dibandingkan dengan pengambilannya. Demikian pula sebaliknya, pengurangan Saldo Giro pada BI terjadi karena lebih banyak setoran nasabah melalui transaksi giral dibandingkan dengan penyetorannya. Penempatan kas dan Saldo Giro pada BI sebagai alat likuid yang paling utama (primary reserve) tidak hanya semata-mata untuk memenuhi ketentuan perundangan, tapi juga untuk alasan keamanan bank itu sendiri (safety). Faktor ini erat juga hubungannya dengan segi-segi soliditas bank, yaitu kepercayaan masyarakat bahwa uang simpanannya pada bank tersebut akan aman dan bank akan dianggap mampu untuk memenuhi berbagai kemudahan yang diminta para 31 nasabahnya. Kemudahan ataupun fasilitas yang ditawarkan bank sebagai jasa, akan sangat erat kaitannya dengan perkembangan bank di masa-masa selanjutnya. 2. Secondary Reserve Secondary Reserve adalah cadangan tunai kedua yang berfungsi sebagai cadangan penyangga posisi Primary Reserve. Artinya, bila saldo kas terus berkurang, demikian juga saldo giro pada Bank Indonesia sebagai akibat dari besarnya penarikan nasabah, maka Secondary Reserve akan muncul ke permukaan untuk memberikan bantuan. Bantuan Secondary Reserve ini akan dapat memperbaiki posisi likuiditas yang sudah mulai terancam. Secara empiris, lemahnya posisi likuiditas ditandai dengan minimnya posisi kas, artinya berada di bawah minimum Reserve Requirement dan terjadi berturut-turut tanpa bisa diatasi penyetoran tunai dan clearing para nasabah giro. Dengan demikian, kecenderungan untuk menyisihkan sebagian Loanable Funds sebagai suatu excess reserve mempunyai alasan tersendiri. Alasan ini lebih bersifat penyelamatan daripada hanya sekedar mengisi kekurangan likuiditas. Namun, manajemen bank harus berpikir untuk mengelola likuiditas untuk jangka yang relatif agak panjang. Karena itu muncullah kebijaksanaan untuk memposisikan secondary reserve tidak semata-mata sebagai penyangga primary reserve, tetapi juga sebagai dana yang lincah bergerak dan ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dengan sifat-sifat yang tetap current. Investasi seperti ini disebut protective investment atau sering disebut juga dengan earning reserve, yaitu cadangan uang tunai yang dapat menghasilkan (dalam bentuk bunga). Penanaman sementara dana-dana tunai dalam bentuk protective investment adalah dalam bentuk aktiva yang menghasilkan uang terutama pada current assets. Dalam mengelola likuiditas selalu akan terjadi benturan kepentingan antara keputusan untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan keuntungan. Bank yang terlalu berhati-hati dalam menjaga likuiditasnya akan cenderung memelihara alat likuid yang relatif besar dari yang diperlukan dengan maksud untuk menghindari resiko kesulitan likuiditas, namun di sisi lain bank tersebut juga dihadapkan kepada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alat likuid yang 32 berlebihan. Oleh karenanya dalam manajemen likuiditas diperlukan adanya keseimbangan antara dua kepentingan di atas. Selain itu, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa salah satu tujuan dari manajemen likuiditas adalah memperkecil resiko likuiditas yang disebabkan oleh adanya kekurangan dana, sehingga dalam memenuhi kewajibannya bank tidak perlu harus mencari dana dengan suku bunga yang relatif tinggi di pasar uang atau bank terpaksa menjual sebagian assetnya dengan kerugian yang relatif besar yang akan mempengaruhi pendapatan bank. Apabila keadaan ini terjadi dan terus berlanjut tidak tertutup kemungkinan akan terjadi erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank. Sehingga pengelolaan secara baik dana cadangan tunai ini merupakan bagian terpenting dari tugas manajemen likuiditas karena akan sangat menentukan apakah bank dapat merebut kepercayaan masyarakat atau tidak. Banyak kesuksesan bank yang terjadi karena keberhasilan menggelola secara baik dana cadangan tunai ini. 2.4.2 Teori Manajemen Likuiditas Menurut Totok Budisantoso dan Sigit Triandara (2000;110), beberapa pendekatan-pendekatan atau teori-teori dari manajemen likuiditas yang dikenal dalam perbankan adalah sebagai berikut: 1. Commercial Loan Theory atau Productive Theory of Credit atau Real Bills Doctrine. Pendekatan ini menyatakan bahwa likuiditas bank akan dapat terjamin apabila aktiva produktif bank diwujudkan dalam bentuk kredit jangka panjang. Dan apabila bank yang bersangkutan akan memberikan kredit yang lebih panjang hendaknya sumber dana diambil dari modal bank dan sumber dana jangka panjang. Secara khusus teori ini menyatakan bahwa bank harus memberikan kredit jangka pendek atau self liquidating loans. Misalnya kredit yang digunakan untuk modal kerja usaha untuk memproses suatu produksi secara musiman atau yang bersifat sementara misalnya pertanian. 33 2. Asset Shiftability Theory. Pendekatan ini menyatakan bahwa likuiditas bank akan dapat dipelihara apabila asset bank dapat dengan cepat diubah dalam bentuk asset yang lain yang lebih likuid sesuai kebutuhan. Fokus dari pendekatan ini adalah surat berharga, karena surat berharga dipandang cukup mudah untuk dikonversikan menjadi alat likuid. Pinjaman yang diberikan oleh bank diharapkan juga dijamin dengan menggunakan surat berharga. 3. Doctrine of Anticipated Income Theory. Pendekatan ini menyatakan bahwa sumber likuiditas bank dapat dipelihara meskipun bank menyalurkan kredit jangka panjang. Lebih jauh pendekatan ini menyatakan bahwa kredit jangka panjang tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas apabila jadwal pembayaran pokok dan bunga pinjaman direncanakan sebaik mungkin dan betul-betul disesuaikan dengan pendapatan masa mendatang dari debiturnya. Dari pendekatan-pendekatan tersebut dapat diketahui bahwa teori tersebut pada dasarnya adalah teori yang berkaitan dengan bagaimana mengelola dana dan sumber-sumber dana bank agar dapat memelihara posisi likuiditas dan memenuhi segala kebutuhan likuiditas dalam kegiatan operasional bank sehari-hari. Pendekatan-pendektan tersebut bukanlah suatu teori yang kaku, namun pendekatan tersebut lebih merupakan suatu dasar pemikiran saja dalam pengelolaan likuiditas bank. Penerapannya selalu fleksibel disesuaikan dengan keadaan riil yang dihadapi suatu bank mengingat keadaan riil yang dihadapi suatu bank selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. 2.4.3 Rasio-Rasio Likuiditas Bank Untuk mengukur posisi likuiditas suatu bank umumnya digunakan rasio likuiditas yang dapat digunakan dalam menilai kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi. Ukuran rasio likuiditas bank berbeda dengan rasio likuiditas yang sering digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan atau lembaga bukan bank 34 (non-bank). Perbedaan sifat usaha dan struktur aktiva dan pasiva bank dengan perusahaan manufaktur misalnya, mengharuskan perlunya perbedaan perlakuan dalam mengukur likuiditas kedua badan usaha tersebut. Oleh karena itu variabelvariabel yang digunakan dalam likuiditas ini tentunya jelas akan berbeda pula. Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Adapun beberapa jenis rasio likuiditas perbankan menurut Teguh Pudjo Muljono (1999;92) adalah sebagai berikut: 1. Quick Ratio Quick Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya terhadap para deposan (pemilik simpanan giro, tabungan, dan deposito) dengan harta yang paling likuid yang dimiliki oleh suatu bank. Rumus untuk mencari Quick Ratio adalah sebagai berikut: Quick Ratio = Cash Assets .x 100 % TTotal Deposit 2. Investing Policy Ratio Securities disini adalah berbagai macam surat berharga yang dapat dicairkan sewaktu-waktu, atau surat-surat berharga yang telah jatuh tempo yang dimiliki bank untuk memanfaatkan dananya yang menganggur. Jadi rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajibannya kepada para deposannya dengan melikuidasi surat-surat berharga yang dimilikinya. Rumus untuk menghitung besarnya Investing Policy Ratio adalah sebagai berikut: Investing Policy Ratio = Securities Total Deposit . x 100 % 35 3. Loan to Deposit Ratio Rasio ini memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Rasio yang tinggi menggambarkan kurang baiknya posisi likuiditas bank. Umumnya rasio sampai dengan 100% memberikan gambaran yang cukup baik atas keadaan likuiditas bank. Semakin tinggi rasio ini semakin buruk kondisi likuiditas bank dan begitu pun sebaliknya. Bank Indonesia memberi nilai kredit nol bagi bank yang memiliki rasio sebesar 120% atau lebih. Rumus untuk rasio ini adalah: Loan to Deposit Ratio = Total Loans . x 100 % Total Deposit + Equity 4. Assets to Loan Ratio Assets to Loan Ratio merupakan rasio untuk mengukur jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah harta yang dimiliki bank. Semakin tinggi tingkat rasio, menunjukkan semakin rendahnya tingkat likuiditas bank. Rumus untuk mencari Assets to loan Ratio adalah sebagai berikut: Assets to Loan Ratio = Total Loans . x 100 % Total Assets 5. Cash Ratio Yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan bank untuk melunasi kewajiban-kewajiban yang segera harus dibayar dengan alat-alat likuid yang dipunyainya. Rumus untuk menghitung besarnya Cash Ratio adalah sebagai berikut: Cash Ratio = Liquid Assets . x 100 % Total Deposit T 36 2.5 Profitabilitas 2.5.1 Pengertian Profitabilitas Profit atau laba merupakan hasil dari kebijakan manajemen, sehingga kinerja dari sebuah perusahaan dapat diukur dengan besarnya profit yang diperoleh perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit disebut profitabilitas. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Gibson (2000;285), bahwa: “Profitability is the ability of the firm to generate earning”. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001;89), menyatakan bahwa: “Profitabilitas adalah serangkaian hasil bersih dari serangkaian kebijaksanaan dan keputusan”. Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikehendaki di masa yang akan datang. Informasi kinerja bermanfaat untuk memperbaiki kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber dana yang ada. Di samping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber dana. Selain itu apabila dari masa ke masa suatu perusahaan dapat mengumpulkan keuntungan secara memadai, maka dapat dikatakan perusahaan tersebut berhasil dalam menjalankan operasi bisnisnya. Dengan jumlah dan tingkat laba yang memadai, manajemen bank dapat meningkatkan kepercayaan nasabahnya kepada pihak bank. Di samping itu, bank juga dapat membina kepercayaan kepada masyarakat sehingga masyarakat tertarik untuk menyimpan dana di bank dimana sumber dana yang baru tersebut dapat digunakan oleh manajemen bank dalam kegiatan operasional yang dapat meningkatkan profitabilitas. 2.5.2 Laba Laba atau profit merupakan indikasi kesuksesan suatu badan usaha dengan mengukur efektivitas dan efisiensi. Walaupun tidak semua perusahaan menjadikan 37 profit sebagai tujuan utamanya, tetapi dalam mempertahankan usahanya memerlukan laba. Pada dasarnya pengertian laba adalah hasil dari pengurangan antara pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh pendapatan tersebut. Laba operasi bank dalam tahun tertentu akan terbaca dari laporan laba rugi dimana pendapatan bank bersumber dari dua kelompok utama, yaitu: 1. Holding Asset, yaitu pendapatan bunga yang terutama berasal dari transaksi pinjaman dan penempatan dana di pasar uang antar bank. Di samping itu termasuk hasil yang diperoleh dari perdagangan surat-surat berharga jangka pendek. Dalam laporan laba rugi jumlah perolehan ini terlihat pada pos pendapatan bunga. 2. Handling Transaction, yaitu pendapatan yang tidak berasal dari holding asset. Pendapatan ini diperoleh dari transaksi finansial dengan pihak nasabah bank seperti propisi pembukaan Letter of Credit (L/C), spread yang berasal dari deal service, atau hasil perdagangan valuta asing. Di samping perolehan pendapatan operasi, bank juga menanggung biaya yang bersumber dari tiga kelompok yaitu: 1. Biaya bunga yang merupakan biaya terbesar yang ditanggung sebuah bank komersial yang terdiri dari biaya dana bank yang disimpan nasabah berupa tabungan, deposito, giro. 2. Biaya di luar biaya bunga yaitu untuk biaya personalia, biaya untuk pendukung aktivitas seperti biaya marketing, dan biaya overhead. 3. Loan losses adalah cadangan yang ditentukan untuk menutup kegiatan pada pos pinjaman di sisi asset. Untuk mengetahui profitabilitas perusahaan, maka perlu dilakukan penilaian atas kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Untuk melakukan penilaian tersebut diperlukan adanya ukuran yang dapat memberikan indikasi mengenai profitabilitas perusahaan. Dengan kata lain, untuk menilai profitabilitas perusahaan diperlukan adanya ukuran profitabilitas. 38 2.5.3 Rasio-Rasio Profitabilitas Bank Laporan keuangan memperlihatkan kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif. Dengan menggunakan alat-alat analisis, yaitu rasio-rasio keuangan, laporan keuangan dari suatu perusahaan dapat diukur tingkat profitabilitasnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sutrisno (2000;259), bahwa: “Rasio keuntungan atau profitability ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan”. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa rasio profitabilitas memperlihatkan keseluruhan keefektifan operasi yang dilakukan perusahaan. Berikut ini adalah beberapa rasio keuangan yang dipergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan menurut Teguh Pudjo Muljono (1999;139): 1. Gross Profit Margin Rasio ini digunakan untuk mengetahui presentasi laba dari kegiatan usaha murni bank yang bersangkutan setelah dikurangi biaya-biaya. Rasio yang tinggi menggambarkan kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya-biaya operasionalnya. Rumus untuk mencari Gross Profit Margin adalah sebagai berikut: Gross Profit Margin = Operating Income - Operating Expense x .100 % Operating Income 2. Net Profit Margin Rumus ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan Net Income dari kegiatan operasi pokok bagi bank yang bersangkutan. 39 Rumus untuk menghitung besarnya Net Profit Margin adalah sebagai berikut: Net Profit Margin = Net Income . x 100 % Operating Income 3. Return on Equity Capital Return on Equity Capital merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan net income. Rumus untuk mencari Return on Equity Capital adalah sebagai berikut: Return on Equity = Net Income . x 100 % Equity Capital 4. Return on Total Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitas dan efisiensi manajerial secara keseluruhan. Rumus untuk mencari Return on Total Assets adalah sebagai berikut: Return on Total Assets = Net Income . x 100 % Total Assets 5. Rate Return on Loans Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola kegiatan perkreditannya. 40 Rumus untuk menghitung besarnya Rate return on Loans adalah sebagai berikut: Rate Return on Loans = Interest and Fees on Loans . x 100 % Total Loans 6. Interest Margin on Earning Assets Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya-biaya. Rumus untuk mencari Interest Margin on Earning Assets adalah sebagai berikut: Interest Margin = 2.6 Interest Income - Interest Expense Earning Assets . x 100 % Pengaruh Tingkat Likuiditas Terhadap Profitabilitas Bank Secara umum usaha pokok bank adalah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk. Hal ini sesuai dengan peranan bank yang dinyatakan dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan yang menyatakan bahwa: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Dana yang telah dihimpun oleh bank dapat dipergunakan untuk menyediakan sejumlah alat likuid dengan tujuan memenuhi kewajiban giro minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, serta untuk berbagai keperluan kegiatan usahanya. Tetapi, dana yang telah dihimpun oleh bank tersebut bukan berarti sepenuhnya menjadi milik bank. Dana tersebut merupakan simpanan yang dititipkan oleh masyarakat kepada pihak bank. Oleh karena itu, dana tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan bank berkewajiban untuk 41 mengembalikannya. Sehingga sewaktu kewajibannya jatuh tempo, bank harus mempunyai sejumlah alat likuid untuk memenuhi kewajibannya. Menurut Oliver G. Wood, Jr yang dikutip oleh Dahlan Siamat (2004;153) pengertian likuiditas adalah: “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.” Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasi bank. Sulitnya pengelolaan likuiditas tersebut disebabkan dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat ditarik sewaktu-waktu. Oleh karena itu, bank harus memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat, dan jenis sumber dana yang dikelola bank. Untuk membantu manajemen bank dalam memperkirakan kebutuhan likuiditasnya bank dapat menerapkan manajemen likuiditas dalam kegiatan bisnisnya. Manajemen likuiditas ini bertujuan antara lain untuk mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan operasional bank termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo, selain itu tujuan lain dari manajemen likuiditas adalah untuk menjaga posisi likuiditas. Kepercayaan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh bank karena dana operasional bank berdasar dari dana masyarakat. Oleh karena itu, bank wajib untuk memelihara kepercayaan nasabahnya. Salah satu cara bank untuk menjaga kepercayaan nasabahnya adalah dengan menjaga posisi likuiditas dari bank. Tingkat investasi suatu bank dalam aktiva likuid yang besar, berarti bank tersebut mempunyai tingkat likuiditas yang baik. Dengan terpeliharanya kepercayaan ini, maka diharapkan dapat menambah jumlah nasabah yang pada akhirnya akan berpengaruh pada besarnya simpanan dana yang dapat digunakan bank dalam menjaga posisi likuiditasnya. 42 Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan yang produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adalah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam keuntungan misalnya dengan penyaluran kredit, investasi pada surat berharga, dan pembelian aktiva tetap. Penyaluran kredit merupakan salah satu bentuk pengalokasian dana yang paling banyak dilakukan oleh bank pada umumnya, karena penerimaan yang utama dari bank diharapkan dari penyaluran kredit. Selain itu penerimaan dari penyaluran kredit, yaitu pendapatan bunga, merupakan penerimaan yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan aktiva produktif lainnya. Dengan jumlah penyaluran kredit yang besar akan menyebabkan meningkatnya profitabilitas suatu bank. Pengertian profitabilitas menurut Munawir (1995;33) adalah: “Rentabilitas atau profitabilitas adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.” Namun tindakan seperti ini sangat beresiko apabila dana yang terlanjur digunakan tidak dapat ditarik, sedangkan dana baru yang diharapkan untuk memenuhi penarikan simpanan secara tiba-tiba tidak terpenuhi dan pada gilirannya akan menggangu likuiditas bank tersebut. Tentu saja, sebuah bank dapat memilih untuk “bermain dengan aman” dan tetap benar-benar likuid dengan menyimpan uang tunai sama dengan semua kewajiban-kewajibannya. Akan tetapi aktiva yang sangat likuid seringkali menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih rendah daripada aktiva-aktiva yang kurang likuid, maka apabila bank mempunyai aktiva likuid yang besar jumlah profitabilitasnya dapat terganggu. Tetapi hal ini berbeda pada sektor industri lainnya, dimana pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas sektor industri lain mempunyai arti yang 43 berlawanan dengan sektor perbankan. Pada sektor industri lain arti penting aspek likuiditas akan sangat dirasakan pada berbagai akibat yang merugikan atau tidak dapat digunakannya kesempatan untuk memperoleh laba, jika perusahaan berada dalam keadaan kurang likuid. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Drs. Harnanto, M.Soc., Sc. (1991;174), bahwa: “Aspek likuiditas merupakan suatu tingkat kemampuan yang bersifat relatip. Karena itu apabila perusahaan berada dalam keadaan kurang likuid, ada kemungkinan perusahaan tidak bisa memanfaatkan kesempatan potongan (pembelian, tunai) yang ditawarkan oleh para leveransiernya. Sebagai akibatnya perusahaan terpaksa beroperasi pada tingkat biaya yang tinggi, sehingga mengurangi kesempatan untuk meraih laba yang lebih besar”. Dari uraian-uraian yang telah disebutkan sebelumnya dapat diketahui bahwa dalam dunia perbankan likuiditas dan profitabilitas sangat erat hubungannya, likuiditas menunjang pencapaian profitabilitas. Seperti yang disebutkan oleh Goldfeld dan Chandler (1990;4) bahwa: “Semua bank dan lembaga keuangan menghadapi berbagai ketidakpastian oleh karena itu menghadapi berbagai jenis resiko ketidakpastian mengenai jumlah dana dan biaya dananya di masa depan dan ketidakpastian mengenai pendapatan dan harga dari berbagai jenis aktiva yang memberikan penghasilan yang diperolehnya. Oleh karena itu, bank tidak hanya memikirkan peghasilan saja; lebih dari itu bank mencari suatu kombinasi optimum antara penghasilan, likuiditas, dan keamanan. Dan untuk memperoleh yang satu lebih besar, bank tersebut harus sering mengorbankan sebagian dari yang lain.” Sedangkan menurut Bambang Djinarto (2000;14) pengaruh antara likuiditas terhadap profitabilitas bank adalah sebagai berikut: “Dalam liquidity management (manajemen likuiditas), tingkat likuiditas dan rentabilitas bank tidak selalu berjalan searah, artinya pada saat tingkat likuiditas tinggi, tingkat rentabilitas belum tentu tinggi pula. Tetapi sebaliknya, pada tingkat likuiditas rendah kita akan mampu mencapai tingkat rentabilitas tinggi, karena likuiditas yang berlebihan dapat menekan rentabilitas perusahaan, sementara likuiditas yang terlalu kecil dapat meningkatkan risiko likuiditas bank.” Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa semakin likuid suatu bank akan semakin kecil profitabilitasnya. Begitu pula sebaliknya semakin besar 44 profitabilitas maka akan semakin tidak likuid suatu bank. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan jumlah aktiva likuid yang besar dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan, sedangkan jumlah aktiva likuid yang besar dapat menyebabkan terganggunya profitabilitas bank.