49 BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 3.1. Merek (Brand) 3.1.1. Pengertian Merek (Brand) Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas pasar produk dari perusahaan di Indonesia dan di sisi lain keadaan tersebut memunculkan persaingan yang semakin ketat baik antar perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Fenomena persaingan yang ada dalam era gobalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut market share (pangsa pasar). Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah brand (merek). Menurut Kotler (2009), merek adalah nama, istilah tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan menurut Tjiptono (2011), merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk- http://digilib.mercubuana.ac.id/z 50 produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa. Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan tangible (terkait dengan kinerja produk dari merek bersangkutan) maupun simbolik, emosional, intangible (berkenaan dengan representasi merek). Dengan kata lain, merek mencerminkan keseluruhan persepsi dan perasaan konsumen mengenai atribut dan kinerja produk, nama merek dan maknanya, dan perusahaan yang diasosiasikan dengan merek bersangkutan. Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan barang atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek spesifik. Pendek kata, merek merupakan salah satu aset terpenting perusahaan, bahkan Whitwell, Lukas dan Doyle menegaskan bahwa merek adalah intangible asset organisasi yang paling penting. 3.1.2. Ekuitas Merek (Brand Equity) Definisi Brand Equity menurut Aaker (2009) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbol yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Definisi Brand Equity menurut Keller (2003) adalah adalah efek diferensial dari pengetahuan merek, seperangkat atau set lengkap asosiasi merek yang terkait dengan merek dalam ingatan/benak konsumen jangka panjang atau dampak perbedaan /efek diferensial dari pengetahuan merek yang memiliki respon konsumen terhadap pemasaran merek tersebut. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 51 Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004), Brand Equity dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu : 1. Brand Awareness (Kesadaran Merek) – Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. 2. Brand Association (Asosiasi Merek) – Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, daln lain-lain. 3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas) – Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. 4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek) – Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. 5. Other Proprietary Brand Assets – Aset-aset merek lainnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 52 3.2. Citra Merek (Brand Image) 3.2.1. Pengertian Citra Merek (Brand Image) Gambar 3.1. Dimensi Pengetahuan Tentang Merek (Dimensions of Brand Knowledge) Sumber : Schultz et. al (2015) Dimensi Pertama Dari Pengetahuan Merek (Brand Knowledge) – Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut Schultz et. al (2015), dimensi pertama dari pengetahuan tentang merek yang berdasarkan konsumen (consumer-based brand knowledge) adalah kesadaran dari sebuah merek (Brand Awareness). Hal ini berkaitan dengan kekuatan brand node merek atau kesan di dalam benak konsumen, yang direfleksikan melalui kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi merek dibawah kondisi yang berbeda. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 53 Kesadaran merek (Brand Awareness) terdiri dari : Pengenalan Merek (Brand Recognition) Jadi pengenalan merek berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengkonfirmasi paparan sebelum merek diberikan merek sebagai isyarat. Konsumen benar untuk membedakan merek ketika telah melihat atau mendengar sebelumnya. Pengingatan Merek (Brand Recall Performance) Jadi pengingatan merek berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengingat merek ketika diberikan kategori produk, kebutuhan terpenuhi oleh kategori tersebut, atau beberapa jenis lainnya sebagai isyarat (menghasilkan merek dari memori). Dimensi Kedua Dari Pengetahuan Merek (Brand Knowledge) – Citra Merek (Brand Image) Dimensi kedua dari pengetahuan tentang merek yang berdasarkan konsumen (Consumer-Based Brand Knowledge) adalah citra merek (Brand Image). Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Definisi Brand Image menurut Schultz et. al (2015) adalah persepsi mengenai sebuah merek sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat di dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/z 54 benak atau ingatan konsumen dan asosiasi merek adalah informasi lain yang terhubung dengan benak atau ingatan konsumen yang memuat arti penting suatu merek bagi konsumen. Sedangkan menurut Aaker (2009), asosiasi merek adalah sesuatu yang berhubungan dengan merek dalam ingatan konsumen. 3.2.2. Dimensi Citra Merek (Brand Image) Dimensi dari Brand Image menurut Schultz et. al (2015) : 1. Type Asosiasi Merek (Types of brand associations) Types of brand associations dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori utama : atributatribut (attributes), manfaat (benefits), sikap (attitudes). Dengan penjelasan sebagai berikut : Atribut-atribut (Attributes) Atribut adalah karakteristik sebuah produk atau jasa – apa yang konsumen pikirkan tentang sebuah produk atau jasa dan apa yang terlibat dengan pembelian atau konsumsi tersebut atau pendefinisan deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam sebuah produk atau jasa. Atribut (Attributes) dibedakan menjadi dua yaitu : a. Atribut yang berhubungan langsung dengan produk (Product-related attributes) Atribut yang berhubungan dengan produk adalah unsur yang diperlukan untuk menunjukkan fungsi produk atau jasa yang dicari oleh konsumen atau unsur-unsur http://digilib.mercubuana.ac.id/z 55 yang membuat fungsi produk dapat bekerja, biasanya berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu produk atau jasa yang ditawarkan. b. Atribut yang tidak berhubungan langsung dengan produk (Non-product-related attributes) Atribut yang berhubungan dengan non-produk adalah aspek eksternal dari sebuah produk atau jasa yang berhubungan dengan pembelian atau konsumsi. 4 (empat) tipe utama dari non-product-related attributes : informasi harga (price information), kemasan atau informasi penampilan produk (packaging or product apperance information), citra dari pengguna (apa tipe orang yang menggunakan produk atau jasa) (user imagery, what type of person uses the product or service), citra penggunaan (dimana dan dalam bagaimana jenis situasi saat produk atau jasa digunakan) (usage imagery, where and in what types of situations the product or service is used) Manfaat (Benefits) Manfaat adalah nilai personal konsumen yang dikaitkan oleh konsumen pada sebuah atribut-atribut produk atau jasa – itulah yang konsumen pikirkan bahwa apa yang yang dapat lakukan produk atau jasa untuk mereka. Benefits dapat dibedakan menjadi 3 kategori berdasarkan motivasi : http://digilib.mercubuana.ac.id/z 56 Manfaat fungsional (functional benefits) adalah keuntungan intrinsik yang lebih dari konsumsi produk atau jasa dan biasanya sesuai dengan atribut yang berhubungan dengan produk atau manfaat produk yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah. Manfaat pengalaman (experiental benefits) adalah berhubungan dengan bagaimana rasanya menggunakan atribut-atribut produk terkait atau perasaan yang muncul ketika menggunakan suatu produk atau jasa. Manfaat simbolis (symbolic benefits) adalah keuntungan ekstrinsik yang lebih dari konsumsi sebuah produk atau jasa atau berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial dan ekspresi personal. Sikap Merek (Brand attitudes) Menurut Schultz et. al (2015), sikap merek adalah keseluruhan evaluasi konsumen terhadap sebuah merek. Apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai merek-merek tertentu, sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut-bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 57 2. Keunggulan Asosiasi Merek (Favorability of brand associations) Asosiasi berbeda sesuai dengan keunggulan yang telah mereka evaluasi. Kesuksesan program pemasaran direfleksikan dalam penciptaan asosiasi merek yang unggul, dimana konsumen dapat percaya bahwa merek memiliki atribut dan manfaat yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan sehingga sikap merek secara keseluruhan yang positif terbentuk. Menurut Schultz et. al (2015), keunggulan asosiasi merek sebagai faktor pendukung terbentuknya citra merek adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. 3. Kekuatan Asosiasi Merek (Strength of brand association) Asosiasi dapat dikarakteristikan juga oleh kekuatan dari brand node. Kekuatan asosiasi merek tergantung pada bagaimana informasi masuk ke dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi itu bertahan sebagai bagian dari citra merek. Strength of brand association/familiarity of brand association merupakan faktor pendukung terbentuknya citra merek. Setiap merek yang berharga mempunyai jiwa, suatu kepribadian khusus adalah kewajiban mendasar bagi pemilik merek untuk dapat mengungkapkan, mensosialisasikan jiwa/kepribadian tersebut dalam satu bentuk iklan, ataupun bentuk kegiatan promosi dan pemasaran lainnya. Hal itulah yang akan terus menerus menjadi penghubung antara produk/ merek dengan konsumen. Dengan demikian merek tersebut akan cepat dikenal dan akan tetap terjaga ditengah-tengah maraknya persaingan. Membangun popularitas sebuah merek menjadi merek yang http://digilib.mercubuana.ac.id/z 58 terkenal tidaklah mudah. Namun demikian, popularitas adalah salah satu kunci yang dapat membentuk citra merek konsumen. 4. Keunikan Asosiasi Merek (Uniqueness of brand association) Menurut Schultz et. al (2015), asosiasi merek mungkin atau tidak mungkin dibagikan dengan merek bersaing lainnya. Inti dari positioning merek adalah bahwa merek memiliki keunggulan bersaing (kompetitif) yang berkelanjutan atau promosi penjualan yang unik, yang memberikan konsumen alasan yang kuat untuk membeli merek tertentu. Faktor pendukung terbentuknya citra merek lainnya adalah uniqueness of brand associations yang merupakan keunikan-keunikan yang dimiliki suatu produk. Setiap merek harus memiliki keunggulan bersaing yang menjadi alasan bagi konsumen untuk memilih merek tertentu. Keunikan asosiasi merek dapat berdasarkan atribut produk, fungsi produk, atau citra yang dinikmati oleh konsumen. Menurut Kotler (2001), citra merek harus dibangun melalui seluruh media yang ada serta berkelanjutan dan pesan tersebut dapat disampaikan melalui lambang, media visual, suasana serta acara. Menurut Kotler dan Keller (2008), merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian sebagai berikut : 1. Atribut : suatu merek dapat mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. 2. Manfaat : atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3. Nilai : suatu merek juga mengantarkan sesuatu tentang nilai prosedurnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 59 4. Budaya : suatu merek mungkin juga melambangkan budaya tertentu. 5. Kepribadian : suatu merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai : suatu merek menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan suatu produk. Menurut Simamora (2002), komponen citra merek terdiri atas 3 (tiga) bagian, yaitu : 1. Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Citra merek dapat meliputi : popularitas, kredibilitas, serta jaringan perusahaan. 2. Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Citra pemakai dapat meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya. 3. Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk yang meliputi atribut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunaannya, serta jaminan. Menurut Kotler dan Keller (2008), citra merek adalah sekumpulan persepsi dan kepercayaan yang dimiliki konsumen seperti yang tercermin dalam asosiasi-asosiasi yang diingat dalam benak konsumen. Jadi konsumen akan menganut persepsi dan kepercayaan mereka sesuai dengan pengalaman yang mereka rasakan dan terangkum di dalam ingatan mereka. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 60 Variabel citra merek perusahaan (Brand Image), diproksi berdasarkan dimensi corporate image yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2008) yang dikembangkan menjadi 5 (lima) dimensi, sebagai berikut : 1. Profesionalisme, yang mewakili pendekatan kualitas atribut, manfaat dan perilaku. 2. Modern, yang mewakili pendekatan inovasi dari atribut, manfaat dan perilaku. 3. Melayani semua segmen masyarakat yang mewakili nilai dan program dari kepedulian terhadap lingkungan dan tanggung jawab sosial. 4. Concern pada konsumen yang merupakan pendekatan dari orientasi pelanggan (customer orientation). 5. Aman merupakan pendekatan dari corporate credibility. Citra merek perusahaan dinilai penting bagi setiap perusahaan karena merupakan keseluruhan kesan yang terbentuk di benak masyarakat tentang perusahaan. Citra dapat berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi dari produk, tradisi, ideologi dan kesan pada kualitas komunikasi yang merupakan interaksi antara konsumen dengan perusahaan. Untuk mengukur citra merek (Brand Image) pada penelitian ini, penulis mengadopsi dimensi citra merek (Brand Image) pada jurnal internasional Kim dan Kim, 2004. Dimana citra merek (Brand Image) pada penelitian sebelumnya spesifik pada “product category” atau product-related attributes. Dan pada penelitian ini, dimensi citra merek (Brand Image) yang akan dipakai oleh peneliti adalah : http://digilib.mercubuana.ac.id/z 61 Tabel 3.1. Dimensi Citra Merek (Brand Image) Variabel Penelitian Citra Merek (Brand Image) “Perceptions about a brand as reflected by the brand associations held in consumer memory. Brand associations are the other informational nodes linked to the brand node in memory an contain the meaning of the brand of consumers. ” (Keller, 2003) Konsep/Teori Citra merek (Brand Image) merupakan persepsi mengenai sebuah merek sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat di dalam benak atau ingatan konsumen dan asosiasi merek adalah informasi lain yang terhubung dengan benak atau ingatan konsumen yang memuat arti penting suatu merek bagi konsumen Sumber : Data diolah peneliti (2017) 3.3. Dimensi 1. Type Asosiasi Merek (Types of brand associations) Attributes - Product-related attributes - Non-product-related attributes 2. Keunggulan Asosiasi Merek (Favorability of brand associations) – Keunggulan produk, sehingga produk tersebut unggul dalam persaingan. 3. Kekuatan Asosiasi Merek (Strength of brand association) – Kepopuleran merek karena strategi komunikasi melalui periklanan atau media komunikasi lainnya. 4. Keunikan Asosiasi Merek (Uniqueness of brand association) – Keunikan yang dimiliki oleh suatu produk. Schultz et. al (2015) Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality) 3.3.1. Pengertian Persepsi Kualitas Menurut Aaker (2009), persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan tentang keseluruhan kualitas atau keunggulan dari layanan sebuah produk yang berhubungan http://digilib.mercubuana.ac.id/z 62 terhadap pilihan lain. Persepsi kualitas belum tentu ditentukan secara obyektif, karena persepsi kualitas itu sendiri adalah ringkasan yang membangun. Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2004), Brand Perceived Quality (persepsi kualitas) yang dimaksud adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk. Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena perceived quality merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika perceived quality pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika perceived quality pelanggan positif, produk akan disukai. Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 63 Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat di aplikasikan dalam berbagai hal, seperti : 1. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality) Perluasan ke suatu bagian dari produk/jasa yang memberikan pelayanan lebih baik. 2. Kualitas isi produk (product-based quality) Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan. 3. Kualitas proses manufaktur (manufacturing quality) Kesesuaian dengan spesifikasi, hasil akhir yang “tanpa cacat” (zero defect). 3.3.2. Nilai-Nilai Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Gambar 3.2. Nilai-Nilai Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Sumber : Durianto, Sugiarto, Budiman (2004) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 64 Gambar 3.2. menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas dalam bentuk : 1. Alasan untuk membeli Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada obyektivitasnya mengenai kualitas. Atau informasi itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memperoleh informasi. Karena terkait dengan keputusan-keputusan pembelian, persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan efektif. 2. Diferensiasi/posisi Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum, bernilai atau ekonomis. Juga berkenaan dengan persepsi kualitas, apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain. 3. Harga optimum Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penerapan harga optimum (price optimum). Harga optimum bisa meningkatkan laba dan atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai sumber daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti menguatkan http://digilib.mercubuana.ac.id/z 65 kesadaran atau asosiasi atau mutu produk. Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas. 4. Minat saluran distribusi Persepsi kualitas juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen. 5. Perluasan merek Suatu merek yang kuat dalam hal persepsi kualitas dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah. Caranya adalah dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk ke dalam kategori produk baru. 3.3.3. Dimensi Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Menurut Durianto, Sugianto, dan Sitinjak (2004), dimensi perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu : 1. Kinerja : Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan http://digilib.mercubuana.ac.id/z 66 mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja. Misalnya : karakterisitik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan. 2. Pelayanan : Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misalnya, mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan atau service mobil 24 jam di seluruh kota. 3. Ketahanan : Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misal mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12 tahun, tetapi masih berfungsi dengan baik. 4. Keandalan : Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya. 5. Karakteristik produk : Bagian-bagian tambahan dari produk (feature), biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberikan penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan. 6. Kesesuaian dengan spesifikasi : Merupakan pandangan mengenai kualitas produk manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misalnya sebuah mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah ditentukan seperti jenis dan kekuatan mesin, ban, interior, dan lainnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 67 7. Hasil : Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting. Pada penelitian ini, mengukur perceived quality berarti mengukur persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas yang dimiliki oleh produk daripada kualitas elemen yang dirasakan oleh individu. Kualitas keseluruhan yang dimaksud adalah kualitas dari atribut yang dimiliki oleh produk tersebut. Dan pada penelitian ini, dimensi persepsi kualitas (Perceived Quality) yang akan dipakai oleh peneliti adalah : Tabel 3.2. Dimensi Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Variabel Penelitian “as the customer's perception of the overall quality or superiority of a product service relative to alternatives. Perceived quality cannot necessarily be objectively determined, because perceived quality itself is a summary construct.” Aaker (2009) Teori/Konsep Persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan tentang keseluruhan kualitas atau keunggulan dari layanan sebuah produk yang berhubungan terhadap pilihan lain. Persepsi kualitas belum tentu ditentukan secara obyektif, karena persepsi kualitas itu sendiri adalah ringkasan yang membangun. Dimensi - Performance (Kinerja) - Service (Pelayanan) - Reliability (Kehandalan) - Feature (Karakteristik Produk) - Conformance to Spesification (Kesesuaian spesifikasi) - Fit and Finish (Hasil) Durianto, Sugianto, dan Sitinjak (2004) Secara konseptual dimensi Persepsi Kualitas (Perceived Quality) dibedakan dalam 7 : - Performance (Kinerja) - Service (Pelayanan) - Durability (Ketahanan) - Reliability (Kehandalan) Pada penelitian ini, dimensi ketahanan tidak digunakan dalam penelitian ini, karena konteks ketahanan tidak sesuai untuk jenis penelitian ini. Dimensi ketahanan yang dimaksud, lebih mengacu kepada produk yang memiliki umur http://digilib.mercubuana.ac.id/z 68 - Feature (Karakteristik Produk) - Conformance to Spesification (Kesesuaian spesifik) - Fit and Finish (Hasil) Sumber : Data diolah peneliti (2017) 3.4. ekonomis. Kesadaran Merek (Brand Awareness) 3.4.1. Pengertian Kesadaran Merek (Brand Awareness) Brand Recognition Brand Recall Top of Mind Kesadaran Merek (Brand Awareness) Brand Dominance Brand Knowledge Brand Opinion Gambar 3.3. Framework for Measuring Customer-Based Brand Equity (Brand Awareness) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 69 Sumber : Journal of Arts Science & Commerce, Customer-Based Brand Equity : A Literature Review, Y.L dan Lee (2011) Menurut Chieng Fayrene Y.L. dan Go Chai Lee (2011), kesadaran merek adalah penentu utama yang diidentifikasikan, dan hampir ada untuk semua model ekuitas merek dan kesadaran merek adalah kesanggupan customer untuk mengenali dan mengingat sebuah merek yang direfleksikan dengan kesanggupan mereka untuk mengidentifikasi merek dibawah kondisi yang berbeda dan terhubung dengan nama merek, logo, simbol, dan sebagainya untuk asosiasi tertentu dalam ingatan customer. Aaker (2009) mengidentifikasi tingkatan lain yang lebih tinggi disamping (mengingat) recognition dan (mengenali) recall. Aaker memasukkan (puncak pikiran) top of mind, (merek yang dominan) brand dominance, (pengetahuan merek) brand knowledge dan (opini sebuah merek) brand opinion. Menurut Aaker (2009), untuk merek yang baru, pengenalan (recognition) dapat menjadi sesuatu yang penting. Brand recall dan top-of-mind adalah sensitif dan penuh arti. Brand knowledge dan brand opinion dapat digunakan sebagai bagian untuk meningkatkan pengukuran brand recall. Aaker mengkonseptualisasi brand awareness harus mendahului brand associations. Menurut Chieng Fayrene Y.L. dan Go Chai Lee (2011), konsumen pertama kali harus menyadari sebuah merek agar dapat mengembangkan seperangkat asosiasi. Menurut Aaker (2009), kesadaran merek adalah kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Sebuah hubungan antara kelas produk dan merek yang http://digilib.mercubuana.ac.id/z 70 dikenali sebagai suatu keyakinan bahwa itu adalah satu-satunya di dalam kategori produk. Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Brand Awareness adalah kemampuan konsumen dalam hal pengakuan dan pengingatan sebuah merek dan pembedaan dari merek lainnya. Brand awareness merupakan tujuan utama komunikasi pemasaran, adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan kategori akan sebuah produk muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali dari ingatan, yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dari berbagai alternatif pengambilan keputusan. Brand awareness menunjukkan pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand. Brand awareness terdiri dari : 1. Pengenalan Merek (Brand Recognition) Pengenalan merek berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengkonfirmasi paparan sebuah merek, sebelum merek itu diberikan sebagai isyarat. Pengenalan merek mengharuskan konsumen secara benar membedakan merek sebagai sesuatu yang telah diihat atau didengar sebelumnya. Pengenalan merek adalah tingkat minimal kesadaran merek. Pengenalan merek sangat penting ketika pembeli memilih merek pada titik pembelian. 2. Pengingatan Merek (Brand Recall) Tingkat berikutnya dari kesadaran merek adalah pengingatan merek (brand recall). Hal ini berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengambil http://digilib.mercubuana.ac.id/z 71 merek ketika diberikan sebuah kategori produk, kebutuhan konsumen terpenuhi oleh kategori, atau beberapa jenis lainnya yang diselidiki sebagai isyarat. Pengingatan merek mengharuskan konsumen secara benar dapat memunculkan merek dari ingatan. Pengingatan merek didasarkan pada pengingatan tanpa bantuan, yang merupakan tugas substansial (pokok), yang lebih sulit daripada pengenalan. Nama merek pertama dalam tugas pengingatan tanpa bantuan telah mencapai kesadaran puncak pikiran. Menurut Keller (2003), brand awareness dapat dikarakteristikan berdasarkan depth dan breadth. Dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Kedalaman sebuah kesadaran merek menyangkut kemungkinan bahwa elemen merek akan datang ke pikiran dan mudahnya dengan lebih dari satu yang hanya dapat dikenali. 2. Luasnya sebuah kesadaran merek menyangkut berbagai situasi pembelian dan penggunaan, dimana elemen merek masuk ke dalam pikiran. Luasnya kesadaran merek menyangkut dari berbagai kesadaran, tergantung untuk sebagian besar pada organisasi sebuah merek dan pengetahuan produk dalam ingatan. Menurut Aaker (2009), kesadaran merek menciptakan nilai dengan cara yang berbeda. Kesadaran merek memberikan jangkar yang yang dapat dihubungkan denngan asosiasi lain. Pengenalan merek menyediakan merek dengan rasa keakraban dan orang-orang seperti akrab. Dengan tidak adanya motivasi untuk terlibat dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/z 72 evaluasi atribut, keakraban mungkin cukup. Kesadaran merek dapat menjadi sinyal substansi. Seperangkat pertama dalam proses pembelian seringkali adalah memilih kelompok merek untuk dipertimbangkan. Kesadaran merek dapat menjadi sangat penting untuk masuk ke dalam grup ini. Menurut Keller (2003), brand awareness memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen untuk tiga alasan utama : 1. Adalah penting bahwa konsumen berpikir tentang sebuah merek ketika mereka berpikir tentang kategori produk. Meningkatkan kesadaran merek berarti meningkatkan kemungkinan bahwa merek akan menjadi anggota seperangkat pertimbangan oleh konsumen itu sendiri. 2. Kesadaran merek dapat mempengaruhi keputusan tentang merek dalam seperangkat pertimbangan. Sebagai contoh, beberapa konsumen telah terbukti untuk mengadopsi aturan keputusan untuk membeli hanya karena terbiasa (akrab) dengan merek tersebut atau merek tersebut adalah merek yang mapan. Dalam pengaturan keputusan yang tingkat keterlibatannya rendah, tingkat minimum kesadaran merek mungkin cukup untuk memilih produk, bahkan tanpa adanya sikap terhadap sebuah merek terbentuk dengan baik oleh konsumen tersebut. 3. Kesadaran merek mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dengan mempengaruhi pembentukan dan kekuatan asosiasi merek dalam citra merek. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 73 3.4.2. Dimensi Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi, jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah. Menurut Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004), piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut : 1. Unaware of Brand (tidak menyadari merek) adalah tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. 2. Brand Recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimum kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). 3. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall). http://digilib.mercubuana.ac.id/z 74 4. Top Of Mind (puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. Gambar 3.4. Piramida Kesadaran Merek (Brand Awareness) Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004), Manajemen Ekuitas Merek; Memanfaatkan Nilai Dari Suatu Merek. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 75 3.4.3. Peran Kesadaran Merek (Brand Awareness) Gambar : 3.5. Nilai-Nilai Kesadaran Merek (Brand Awareness) Sumber : Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004) Menurut Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004), peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai dilakukan dengan 4 cara : a. Anchor to which other association can be attached, artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut. b. Familiarity-liking, artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah) seperti pasta gigi, tissue, dan lain-lain. Suatu kebiasaan dapat menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 76 c. Substance/Commitment, kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal karena beberapa alasan, mungkin karena program iklan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, eksistensi yang sudah lama dalam industri, dll. Jika kualitas dua merek sama, brand awareness dapat menjadi faktor yang menentukan dalam mengambil keputusan pembelian. d. Brand to consider, langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang akan diputuskan dibeli. Merek yang memiliki Top of Mind akan mempunyai nilai yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Pengukuran kesadaran merek (Brand Awareness) didasarkan kepada dimensidimensi dari kesadaran merek (Brand Awareness) yang mencakup tingkatan kesadaran merek (Brand Awareness), menurut Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004). Tabel 3.3. Dimensi Kesadaran Merek (Brand Awareness) Variabel Penelitian “Brand awareness is ability of a potential buyer to recognise or recall that a brand is a member of a certain product category. A link between product class Teori/Konsep Jadi kesadaran merek adalah kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. http://digilib.mercubuana.ac.id/z Dimensi Unaware of Brand (tidak menyadari merek) Brand Recognition (pengenalan merek) Brand Recall (pengingatan kembali 77 and brand is recognised to a belief that it is the only on in the product category." (Aaker, 2009) Sebuah hubungan antara terhadap merek) kelas produk dan merek - Top Of Mind (puncak yang dikenali sebagai pikiran) suatu keyakinan bahwa itu Durianto, Sugiarto, dan Lie adalah satu-satunya di Joko Budiman (2004) dalam kategori produk. Sumber : Data diolah peneliti (2017) Loyalitas Merek (Brand Loyalty) 3.5.1. Pengertian Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Menurut Chieng Fayrene Y.L. dan Go Chai Lee (2011), loyalitas merek adalah dimensi utama dalam sebuah ekuitas merek. Loyalitas merek menunjukkan adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu. Dan biasanya seringkali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Loyalitas merek sebagai suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek yang lain, merek yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang pelanggan sangat loyal kepada suatu merek tidak akan mudah memindahkan pembeliannya ke merek yang lain, apapun yang terjadi pada merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 78 Chieng Fayrene Y.L. dan Go Chai Lee (2011), mendeskripsikan tingkatan dalam loyalitas menjadi dua, yaitu : 1. Loyalitas Perilaku (Behavioural Loyalty) Loyalitas perilaku terkait dengan perilaku konsumen di pasar yang dapat ditunjukkan dengan jumlah pembelian berulang, atau berkomitmen untuk membeli kembali merek sebagai pilihan yang utama. 2. Loyalitas Kognitif (Cognitive Loyalty) Loyalitas kognitif berarti bahwa merek yang muncul pertama kali dalam pikiran konsumen, ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan pembelian muncul pada konsumen adalah pilihan pertama. Loyalitas kognitif berhubungan erat dengan tingkat kesadaran tertinggi (puncak pikiran), dimana masalah kepentingan dalam suatu merek, didalam kategori tertentu, konsumen ingat pertama kali. Sebuah merek harus dapat menjadi pilihan pertama oleh konsumen (loyalitas kognitif) dan karena itulah dibeli berulang (loyalitas perilaku). Menurut Pekka Tuominen (Managing Brand Equity), loyalitas merek merupakan sikap yang menguntungkan terhadap sebuah merek yang menghasilkan pembelian yang konsisten terhadap sebuah merek dari waktu ke waktu. Ini adalah hasil dari pembelajaran konsumen bahwa hanya merek tertentu yang dapat memenuhi http://digilib.mercubuana.ac.id/z 79 kebutuhan mereka. Ada dua pendekatan, untuk mempelajari loyalitas merek yang telah mendominasi literatur pemasaran saat ini. 1. Pendekatan Perilaku Loyalitas Merek (A Behavioural Approach) Melihat pembelian yang konsisten dari satu merek dari waktu ke waktu, mengindikasikan loyalitas merek. Pengukuran perilaku telah didefinisikan loyalitas oleh urutan pembelian dan atau proporsi pembelian. Perilaku pembelian berulang telah diasumsikan untuk mencerminkan penguatan dan stimulus yang kuat untuk merespon suatu hubungan. Tetapi, loyalitas tersebut dapat kurang memiliki komitmen kepada sebuah merek dan mencerminkan pembelian yang berulang berdasarkan inersia. 2. Pendekatan Kognitif Loyalitas Merek (A Cognitif Approach) Menekankan bahwa perilaku saja tidak mencerminkan loyalitas merek. Loyalitas menyiratkan sebuah komitmen untuk merek yang mungkin tidak tercermin hanya dengan megukur perilaku terus menerus. Sebuah keluarga mungkin membeli merek tertentu dikarenakan itu adalah merek dengan harga terendah yang ada di pasar. Sedikit peningkatan dalam harga mungkin dapat menyebabkan sebuah keluarga beralih ke merek yang lainnya. Dalam kasus ini, pembelian terus menerus tidak mencerminkan penguatan atau loyalitas. Stimulus sebuah produk dan hubungan penghargaan tidak kuat. Kita dapat menyimpulkan bahwa beberapa keterbatasan yang jelas dari pendekatan perilaku yang ketat dalam mengukur loyalitas merek dapat diatasi, ketika loyalitas meliputi sikap dan perilaku. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 80 Loyalitas merek adalah sebuah fenomena yang kompleks. Setidaknya ada tujuh jenis loyalitas merek yang dapat kita bedakan. Pada loyalitas emosi, unik, mudah diingat, memperkuat pengalaman untuk menciptakan ikatan emosional dengan sebuah merek. Perkataan yang positif dari mulut cenderung sangat tinggi. Loyalitas identitas, merek digunakan sebagai ekspresi diri, untuk meningkatkan harga diri, dan mengarahkan kesan (pengalaman). Prospek sebuah branding ke dalam kategori produk yang terkait adalah baik. Loyalitas dibedakan, loyalitas merek didasarkan pada fitur unggulan yang dirasakan dan atribut. Berikut dengan demonstrasi dan uji coba adalah alat yang sangat penting dalam taktik pemasaran. Loyalitas kontrak, seorang konsumen percaya bahwa loyalitas lanjutan mendapatkan dia (laki-laki atau perempuan) dengan perlakuan yang khusus, tetapi pesaing dapat mempertanyakan apakah kepercayaan konsumen loyal sedang dieksploitasi. Dalam loyalitas biaya peralihan, konsumen loyal karena usaha yang terlibat dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif dan beradaptasi dengan sebuah alternatif yang baru tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan. Kadang-kadang, konsumen bahkan mungkin tidak puas tetapi akan tetap loyal karena pesaing yang dianggap sama. Pesaing dapat merusak loyalitas dengan membuatnya mudah untuk beralih melalui, contoh : desain produk, pelatihan dan nama. Loyalitas familiar atau loyalitas keakraban, loyalitas merek adalah hasil dari puncak pikiran kesadaran merek. Loyalitas semacam ini dipertahankan dan diserang secara konstan, perhatian yang timbul dari periklanan membangun puncak pikiran kesadaran merek. Akhirnya, dalam loyalitas kenyamanan, loyalitas merek berdasarkan kenyamanan ketika membeli. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 81 Jenis loyalitas ini dapat diserang oleh ekspansi pesaing dalam jalur kenyamanan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis loyalitas relatif mudah berubah karena kebiasaan yang dangkal, ditopang dengan membeli karena kenyamanan atau fakta bahwa merek adalah yang pertama dalam pikiran konsumen. (Pekka Tuominen, Managing Brand Equity). Loyalitas merek dari pelanggan yang sudah ada merupakan aset yang strategis, yang jika dikelola dengan baik dan dimanfaatkan, akan memiliki potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa cara. Seperangkat loyalitas pelanggan, dapat mengurangi biaya pemasaran, karena jauh lebih murah untuk menjaga pelanggan daripada mendapatkan dan mendapatkan kembali, dan itu memberikan pengaruh perdagangan terhadap yang lainnya dalam saluran distribusi. Pelanggan menciptakan kesadaran merek dan menghasilkan jaminan kepada pelanggan baru. Pelanggan setia juga akan memberikan waktu kepada perusahaan untu merespon ancaman kompetitif. (Pekka Tuominen, Managing Brand Equity). Durianto (2004) mengemukakan definisi loyalitas merek (Brand Loyalty) adalah sebuah ukuran ketertarikan konsumen terhadap suatu merek. Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), loyalitas merek adalah preferensi konsisten konsumen atau pembelian merek yang sama di kategori produk atau jasa tertentu. Menurut Solomon (2011), loyalitas merek merupakan perilaku pembelian ulang yang mencerminkan kesadaran keputusan untuk terus membeli merek yang sama. Menurut Rangkuti (2008), loyalitas merek adalah satu ukuran kesetiaan konsumen terhadap http://digilib.mercubuana.ac.id/z 82 suatu merek. Simamora (2002), menyatakan bahwa loyalitas merek adalah ukuran kedekatan konsumen pada sebuah merek. Sedangkan menurut Durianto (2004), loyalitas merek merupakan satu ukuran keterkaitan seorang konsumen kepada sebuah merek. Berdasarkan uraian definisi diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek merupakan ukuran kesetiaan, kedekatan atau keterkaitan konsumen pada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek produk yang lain. Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), loyalitas merek terdiri dari dua komponen, yaitu : a. Behavioral : Frekuensi dan konsistensi membeli merek tertentu. b. Attitudinal : Perasaan konsumen untuk komitmen terhadap suatu merek http://digilib.mercubuana.ac.id/z 83 3.5.2. Dimensi Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Gambar 3.6. Piramida Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Sumber : Manajemen Ekuitas Merek; Memanfaatkan Nilai dari Suatu Merek, Durianto, Sugiarto, Budiman (2004) Menurut Durianto, Sugiarto, Budiman (2004), terdapat tingkatan loyalitas merek, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. sebagai berikut, dimana tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. 1. Switcher/Price Buyer (Pembeli yang berpindah-pindah) Adalah tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari satu merek ke merek yang lain, mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini http://digilib.mercubuana.ac.id/z 84 adalah mereka membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena harganya murah. 2. Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan) Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi, ia membeli suatu merek karena alasan kebiasaan. 3. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Namun, mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost), seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat dengan kompensasi. 4. Likes the Brand (Menyukai merek) Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya atau persepsi kualitas yang tinggi. 5. Commited Buyer (Pembeli yang berkomitmen) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 85 Adalah kategori pembeli yang setia. Pembeli ini mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenernya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan atau mempromosikan merek yang digunakannya kepada orang lain. Gambar 3.7. Nilai-Nilai Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Sumber : Durianto, Sugiarto, Budiman, (2004) Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, loyalitas merek (brand loyalty) dapat menjadi aset strategis perusahaan. Menurut Durianto, Sugiarto, Budiman (2004), loyalitas merek yang disajikan pada Gambar 3.3. dapat memberikan nilai atau potensi yang dapat diberikan kepada Perusahaan dalam bentuk : 1. Mengurangi biaya pemasaran (reduced marketing costs) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 86 Biaya pemasaran untuk mempertahankan konsumen akan lebih murah dibandingkan untuk mendapatkan konsumen baru. 2. Meningkatkan perdagangan (trade leverage) Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. 3. Menarik konsumen baru (atrracting new customers) Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya akan merekomendasikan atau mempromosikan merek yang ia pakai kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru. 4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan (provide time to respond to competitive threats) Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan memperbarui produknya. Pengukuran loyalitas merek (Brand Loyalty) didasarkan kepada dimensi- dimensi dari loyalitas merek (Brand Loyalty) yang mencakup tingkatan piramida loyalitas merek menurut Durianto, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman (2004). Tabel 3.4. Dimensi Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Variabel Penelitian Teori/Konsep Dimensi Loyalitas Merek Chieng Fayrene Y.L. dan - Likes the Brand (Menyukai Go Chai Lee (2011) merek) (Brand Loyalty) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 87 defines brand loyalty as the attachment that a customer has to a brand. Durianto (2004), mengemukakan definisi loyalitas merek (brand loyalty) adalah sebuah ukuran ketertarikan konsumen terhadap suatu merek. Sumber : Data diolah peneliti (2017) - Commited Buyer (Pembeli yang berkomitmen) Durianto, Sugiarto, Budiman (2004) Dimensi yang dipilih oleh penulis, mengacu pada penelitian Kim dan Kim (2004). Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat 3.6.1. Pengaruh Antara Citra Merek (Brand Image) (X1) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty) (Y) Jika suatu merek dapat memenuhi harapan konsumen atau bahkan melebihi harapan konsumen dan memberikan jaminan pada setiap kesempatan penggunaannya, serta merek tersebut diproduksi oleh perusahaan yang memiliki reputasi, maka konsumen akan semakin yakin dengan pilihannya dan konsumen akan menyukai merek serta menganggap merek tersebut sebagai bagian dari dirinya. Dengan demikian, kesetiaan merek akan lebih mudah untuk dibentuk dan perusahaan akan memiliki nama merek yang memiliki kesetiaan konsumen yang kuat (menurut Hasugian, 2015). Munculnya berbagai macam produk dalam suatu kategori dengan kualitas produk yang sudah menjadi standar dan dapat dengan mudah ditiru dan dimiliki oleh siapapun mengakibatkan sulitnya suatu perusahaan untuk mempertahankan dirinya sebagai pemimpin pasar. Untuk mengatasi penetrasi yang http://digilib.mercubuana.ac.id/z 88 dilakukan oleh kompetitor, maka perusahaan harus tetap mempertahankan dirinya sebagai pemimpin pasar. Untuk mengatasi penetrasi yang dilakukan oleh kompetitor, maka perusahaan harus tetap menjaga pangsa pasarnya, salah satunya dengan bentuk citra merek (Brand Image) yang kuat. Tanpa citra merek (Brand Image) yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan yang sudah ada (Hasugian, 2015). Kurniawan dan Haryanto (2011) mengemukakan bahwa citra merek merupakan salah satu sumber terpenting dalam pembentukan loyalitas merek. Loyalitas akan terbentuk dari bagaimana konsumen melihat citra merek yang positif berdasarkan dari sudut pandang mereka. Dengan jelasnya, semakin positif citra merek akan semakin berpengaruh juga terhadap pembentukan kesukaan dan loyalitas merek. Citra merek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas merek. Citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen pada merek. (Hasugian, 2015) 3.6.2. Pengaruh Antara Persepsi Kualitas (Perceived Quality) (X2) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty) (Y) Persepsi kualitas adalah penilaian konsumen terhadap keunggulan dari keseluruhan produk (Chen & Tseng, 2010) dan berdasarkan evaluasi subjektif konsumen dalam kombinasi produk, layanan, dan pengalaman. Persepsi kualitas secara luas telah disetujui menjadi elemen yang vital dalam mempengaruhi perilaku http://digilib.mercubuana.ac.id/z 89 konsumen. Pendapat konsumen tentang kualitas produk dan atribut yang berkaitan dengan kinerja yang diharapkan, akan membentuk indikator skala pengukuran kualitas merek yang dirasakan oleh individu (Chen dan Tseng, 2010). Persepsi kualitas menjadi suatu hal yang utama dalam sebuah loyalitas merek (Dib & Alhaddad, 2014). Dan terdapat sebuah hubungan positif yang signifikan antara persepsi kualitas dengan loyalitas merek (Dib & Alhaddad, 2014). Berdasarkan pengetahuan merek (Brand Knowledge) (Keller, 1993), evaluasi yang baik dari persepsi kualitas dapat meningkatkan asosiasi merek. Hal ini dikarenakan, ketika sebuah persepsi kualitas yang baik, citra merek yang positif telah dibuat, karena lebih besar atribut merek, manfaat-manfaat, dan sikap-sikap seperti yang dirasakan oleh konsumen. Tan et al. (2015) telah menerapkan konsep dari tahap keputusan pembelian untuk merasionalisasikan (menguraikan) hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas. Mereka telah mengidentifikasi persepsi kualitas sebagai tahap pengevaluasian informasi, yang berkontribusi secara signifikan terhadap loyalitas. Gil et al. (2007) berpendapat persepsi kualitas sebagai konstruk kognitif yang menghasilkan respon afektif yang ditentukan oleh perilaku konsumen, yang dapat menyebabkan pembelian produk dan loyalitas. Persepsi kualitas didasarkan pada penilaian konsumen tentang atribut merek yang bermakna bagi mereka, yaitu persepsi. Ketika konsumen merasakan sebuah merek memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan dengan merek yang lainnya dalam sebuah set yang kompetitif, mereka cenderung menempatkan nilai yang tinggi pada http://digilib.mercubuana.ac.id/z 90 sebuah merek, menggerakan pembelian mereka dan keputusan pembelian berulang. (Nguyen et al., 2011) Persepsi kualitas konsumen berkaitan dengan loyalitas mereka serta pembelian berulang (Chieng dan Goi, 2011). Semakin tinggi loyalitas merek seorang konsumen, semakin dia menganggap merek tersebut superior (unggul). Merek dengan kualitas yang tinggi memberikan motivasi untuk melakukan pembelian berulang dan mempengaruhi loyalitas merek melalui persepsi nilai sebuah harga dan kepuasan konsumen (Chieng dan Goi, 2011). Chieng dan Goi (2011) menyarankan bahwa persepsi kualitas berhubungan secara positif terhadap perilaku pembelian berulang dan loyalitas. 3.6.3. Pengaruh Antara Kesadaran Merek (Brand Awareness) (X3) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty) (Y) Bagaimanapun, konsumen tidak dapat merasakan kualitas dari suatu merek, jika mereka tidak sadar akan sebuah merek tersebut. Sebagai konsekuensinya, kesadaran merek dapat membantu konsumen untuk menjadi akrab (familiar) dengan merek tersebut. Lebih jauh lagi, keakraban suatu merek dapat mendorong konsumen untuk melakukan keputusan pembelian, khususnya untuk produk yang memiliki keterlibatan rendah (low-involvement products) (Aaker, 1991). Juga, dapat diikatakan bahwa kesadaran merek sangat diperlukan untuk memungkinkan konsumen untuk membedakan atribut suatu merek dengan merek lainnya. Ketika konsumen http://digilib.mercubuana.ac.id/z 91 mengevaluasi sebuah merek yang berhubungan dengan merek lainnya dalam area persaingan, mereka akan mengenali perbedaan yang ada diantara merek tersebut. Interaksi diantara perilaku merek dan perilaku konsumen diharapkan dapat membuat hubungan afektif yang kuat dengan sebuah merek (Nguyen et al., 2011). Loyalitas dimulai oleh konsumen ketika konsumen sadar akan sebuah produk (Chieng dan Goi, 2011). Demikian juga, semakin tinggi tingkat kesadaran merek, maka semakin memiliki kemungkinan besar untuk dibeli oleh konsumen. (Chieng dan Goi, 2011). Dengan demikian, konsumen cenderung untuk membeli sebuah merek yang dikenali daripada merek yang tidak familiar. Kesadaran merek dapat mempengaruhi persepsi konsumen yang menyebabkan pilihan merek yang berbeda dan akhirnya loyalitas merek (Chieng dan Goi, 2011). Dan selanjutnya, tingkat kesadaran merek yang tinggi menurunkan kerentanan kegiatan pemasaran yang kompetitif (Chieng dan Goi, 2011). http://digilib.mercubuana.ac.id/z 92 3.7 Penelitian Terdahulu Tabel 3.5. Penelitian Terdahulu No. 1. Nama dan Judul Penelitian Abdullah Alhaddad (2015) A structural model of the relationships between brand image, brand trust, and brand loyalty Variabel, Metode Penelitian, dan Produk 1. Brand Image, Brand Trust, dan Brand Loyalty. 2. Structural Equations, sample 286 mahasiswa HIBA, Syria-Damascus. 3. Mobile Company, Mobile Market 1. Product Attribute, Advertising, Reference Groups, Autobiographical Memory, Brand Image, Buying Habituation, Brand Loyalty. 2. Cluster sampling, SEM, total responden 231 anak (JHS and Private JHS), Salatiga – Jawa Tengah 3. Fast Food Brand (KFC) 2. Sonny Kurniawan dan Jony Oktavian Haryanto (2011) Kids as future market: The role of autobiographical memory in building brand loyalty 3. Anwar et al. (2011) Impact of brand image, trust, and affect on consumer brand extension attitude : the mediating role of brand loyalty 1. Brand Image, Brand Trust, Brand Affect dari Brand Extension Attitude, dan Brand Loyalty 2. Correlation, Regression, dan Sobel Test 3. Particular Brands (Merek Khusus) : Body Shop and Revelon Living di Pakistan, Rawalpindi, dan Islamabad. 4. Hayan Dib dan Abdullah Alhaddad (2014) The hierarchical relationship between brand equity dimensions 1. Brand Awareness, Brand Trust, Perceived Quality, dan Brand Loyalty 2. Structural Equations, sample 369 mahasiswa universitas lokal 3. Mobile Market di Siria http://digilib.mercubuana.ac.id/z Hasil Penelitian Brand Image memiliki pengaruh yang positif terhadap Brand Trust dan Brand Image maupun Brand Trust memiliki pengaruh yang positif terhadap Brand Loyalty. Reference Group, Advertising, dan Product Attribute mendahului Autobiographical Memory. Autobiographical Memory memiliki pengaruh yang positif terhadap Brand Image. Reference Group, Autobiographical Memory, Brand Image dan Buying Habituation mendahului Brand Loyalty anakanak. (Citra merek berpengaruh secara signifikan kepada loyalitas merek.) Brand Image, Brand Trust, dan Brand Affect memiliki hubungan yang positif dengan Brand Extension Attitude. Lebih lanjut juga ditemukan bahwa Brand Loyalty memediasi hubungan Brand Image, Brand Trust dan Brand Affect kepada Brand Extension Attitude. (Terdapat hubungan yang positif antara citra merek dan loyalitas merek. Analisis regresi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara citra merek dengan loyalitas merek.) Perceived Quality tidak memiliki pengaruh yang signifikan, baik terhadap Brand Trust maupun Brand Equity, dan disisi lainnya, hubungan antara dimensi-dimensi Brand Equity dan Brand Equity dikonfirmasi. Brand Awareness memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Perceived Quality, Brand Trust, dan Brand Equity. Brand Trust juga memiliki 93 5. Teck Ming Tan et al. (2015) Malaysian fast food brand equity 1. Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Familiarity, Brand Image, Brand Trust, Attitudinal Brand Loyalty, Brand Equity 2. 600 kuesioner, nonprobability sampling, SEM untuk analisis multivariate data 3. Fast food restaurants di Klang Valley 6. Gil et al. (2007) Family as a source of consumer-based brand equity 1. Advertising, Family, Price, Promotion, Brand Awareness, Brand Associations, Perceived Quality, Brand Loyalty, Brand Equity 2. Dewasa (18-35 tahun), dengan SEM 3. 6 merek berbeda untuk susu, pasta gigi, dan minyak zaitun di Kota Besar yang ada di Spanyol http://digilib.mercubuana.ac.id/z pengaruh positif yang signifikan terhadap Brand Loyalty dan juga Brand Equity. Juga ditemukan pengaruh positif yang signifikan antara Perceived Quality terhadap Brand Loyalty. Brand Loyalty juga ditemukan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Brand Equity. Brand Awareness memiliki impact yang lebih besar terhadap Brand Equity, ketika dibandingkan dengan dimensi lainnya. Beberapa temuan dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, tetapi berkebalikan dengan ekspetasi, Perceived Quality tidak berpengaruh pada Brand Trust dan Brand Equity. Perceived Quality dan Brand Awareness adalah tahap awal untuk membangun sebuah merek. Brand Familiarity, Brand Image, dan Brand Trust memiliki peranan penting dalam menerangkan hubungan antara Perceived Quality, Brand Awareness, dan Attitudinal Brand Loyalty. Attitudinal Brand Loyalty memainkan variabel kunci untuk memberikan penjelasan hubungan antara dimensi-dimensi lainnya dan keseluruhan Brand Equity. (Persepsi kualitas secara statistik tidak berkontribusi pada sikap loyalitas merek dalam konteks industri fast food. Citra merek memiliki pengaruh yang kuat pada kepercayaan merek dan sikap loyalitas merek.) Informasi merek yang positif diberikan oleh keluarga memiliki pengaruh terhadap pembentukan Brand Awareness-Associations dan Perceived Quality dan selanjutnya disebabkan Brand Loyalty, dan keseluruhan Brand Equity. Pengaruh dari informasi yang didapatkan dari keluarga adalah lebih tinggi dibandingkan variabel yang dipelajari di dunia Marketing. Hasil juga menunjukkan Brand Loyalty juga lebih dekat terhadap konsep 94 keseluruhan Brand dibandingkan dengan Awareness-Associations Perceived Quality. 7. Ching-Fu Chen dan Wen-Shiang Tseng (2010) Exploring customerbased airline brand equity: evidence from Taiwan 1. Brand Awareness, Brand Image, Perceived Quality, Brand Loyalty dan Brand Equity 2. CFA & SEM 3. Taoyuan International Airport in Taiwan 8. Tho D. Nguyen et al. (2011) Brand loyalty in emerging market 1. Perceived Quality, Brand Awareness, Advertising Attitudes, Distribution Intensity, Brand Loyalty 2. SEM 3. 603 konsumen merek shampoo di Bangkok dan Hanoi http://digilib.mercubuana.ac.id/z Equity Brand dan (Hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi Brand Awareness-Associations dan Brand Loyalty dan sebuah hubungan yang positif antara Perceived Quality dan Brand Loyalty. Untuk hasil hubungan ini tidak signifikan, sehingga hipotesis ini tidak diverifikasi. Dengan demikian, Brand Awareness-Associations telah terbukti menjadi faktor penentu Brand Loyalty. Pada gilirannya, secara signifikan juga mempengaruhi Brand Equity secara keseluruhan. Jadi, Brand AwarenessAssociations telah dipertimbangkan menjadi dimensi bersama (Joint Dimension), sejalan dengan penelitian sebelumnya Yoo dan Donthu (2001) dan Washburn dan Plank (2002). Bahkan dimensi ini secara bersamaan ini dapat memimpin kepada Brand Loyalty.) Brand Loyalty, komponenkomponen Brand Equity lainnya adalah penentu utama dari Brand Equity dan sebuah hubungan sebabakibat antara persepsi dan dimensidimensi perilaku confirmed dalam syarat inter-relasi diantara komponen-komponen Brand Equity. (Perceived Quality memiliki pengaruh positif yang signifikan pada Brand Image sebaik Brand Loyalty dan Brand Image memiliki pengaruh positif yang signifikan pada Brand Loyalty juga ditemukan.) Hubungan yang positif antara Perceived Quality dan Brand Loyalty, antara Brand Awareness dan Perceived Quality, antara Advertising Attitudes dan Brand Awareness, dan antara Distribution Intensity dan Brand Awareness di kedua market tersebut. 95 Bagaimanapun, hubungan antara Brand Awareness dan Brand Loyalty hanya ditemukan di Market Vietnam, dan hubungan antara Advertising Attitudes dan Perceived Quality hanya ditemukan di Market Thailand. Akhirnya, tidak ada hubungan antara Distribution Intensity dan Perceived Quality yang ditemukan diantara kedua market tersebut. (Hubungan yang positif antara Perceived Quality dan Brand Loyalty ditemukan di Thailand dan Vietnam. Hipotesis selanjutnya mengusulkan sebuah hubungan yang positif antara Brand Awareness dan Brand Loyalty. Hipotesis ini didukung di Vietnam tetapi gagal untuk memperoleh statistik yang signifikan di Thailand. ) 9. Fayrene Yew-Leh Chieng dan Chai-Lee Goi (2011) Customerbased brand equity : A study on interrelationship among the brand equity dimension in Malaysia 10. Hasugian (2015) Pengaruh Brand Image dan Brand Trust Terhadap Brand Loyalty Telkomsel 11. Sulistyo (2015) The Influence of Brand Image, Service Quality, and Perceived Value Towards Brand Loyalty 1. Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Associations, Brand Loyalty 2. 489 responden, diuji test of relationship menggunakan Correlation 3. Satu merek produk Malaysia yang mereka beli atau gunakan di tahun sebelumnya. 1. Brand Image, Brand Trust dan Brand Loyalty 2. Metode penelitian survei. Populasi adalah pelanggan Telkomsel yang berkunjung ke Grapari Telkomsel Samarinda, sampel 100 orang Koefisien Korelasi antara Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Associations dan Brand Loyalty adalah 0.75, 0.67, dan 0.65 berdasarkan (nilai p = 0.000 < alpha = 0.01). Dapat disimpulkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Associations dan Brand Loyalty. 1. Brand Image, Service Quality, Perceived Value, dan Brand Loyalty 2. Model penelitian menggunakan deskriptif dan model asosiatif. Teknik pengambilan sample adalah Brand Image memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Brand Loyalty. Service Quality tidak memiliki pengaruh yang positif terhadap Brand Loyalty. Perceived Value memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap http://digilib.mercubuana.ac.id/z Brand Image dan Brand Trust secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Brand Loyalty Telkomsel. Brand Image maupun Brand Trust secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Brand Loyalty Telkomsel. Brand Trust memiliki pengaruh paling dominan terhadap Brand Loyalty dibandingkan Brand Image terhadap Brand Loyalty Telkomsel. 96 random sampling, dengan jumlah responden 94 orang. 3. STP Trisakti Brand Loyalty. Brand Image, Service Quality, dan Perceived Value secara bersama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Brand Loyalty. 12. Ming et. al, (2011) Hierarchial Chain Of Consumer-Based Brand Equity: Review From The Fast Food Industry Awareness Of A Brand, Perceived Quality, Brand Familiriaty, Brand Image, Brand Trust, Attitudinal Brand Loyalty Perceived Quality dipertimbangkan sebagai konstruk kognitif yang menghasilkan respon afektif kepada sebuah merek. Respon yang efektif menentukan perilaku konsumen yang memimpin kepada pembelian produk dan Brand Loyalty (Chiuo et.al, 2002). Roberts et.al (2004) beralih kepada tahapan keputusan pembelian untuk membenarkan sebab akibat antara Perceived Quality dan Brand Loyalty. Demikian, Perceived Quality akan terkait dengan tahapan evaluasi informasi dan Brand Loyalty yang terutama akan terkait dengan tahapan keputusan pembelian. Penelitian Gil et.al (2007) menunjukkan Perceived Quality berhubungan positif dengan Brand Loyalty dan Brand Equity. Tong dan Hawley (2009) mengindikasikan Perceived Quality tidak berhubungan positif dengan Brand Equity. Oleh karena itu diajukan hipotesis : The higher the Perceived Quality of A Brand, the greater the Attitudinal Brand Loyalty. 13. Ming et. al, (2011) Hierarchial Chain Of Consumer-Based Brand Equity: Review From The Fast Food Industry Awareness Of A Brand, Perceived Quality, Brand Familiriaty, Brand Image, Brand Trust, Attitudinal Brand Loyalty Sebuah studi keuangan menekankan bahwa Image merupakan salah satu hal fundamental untuk membangun hubungan kepercayaan yang tulus antara kepuasan dan Brand Loyalty. (Flavian et.al,2006). Begitu Pelanggan memiliki Image yang baik terhadap merek tertentu, maka proses ini akan memberi pengaruh positif pada kepercayaan pelanggan dan akhirnya memperkuat kesetiaan mereka. Oleh karena itu diajukan hipotesis : The higher the Image of a Brand, the greater the attitudinal Brand Loyalty. http://digilib.mercubuana.ac.id/z 97 3.6 Kerangka Pemikiran (Conceptual Framework) Kerangka pemikiran dibangun dari beberapa penelitian sebelumnya, dengan 3 (tiga) variabel independen, yakni citra merek (Brand Image), persepsi kualitas (Perceived Quality), kesadaran merek (Brand Awareness), kemudian variabel dependennya adalah loyalitas merek (Brand Loyalty). Penelitian ini merupakan modifikasi dari beberapa penelitian sebelumnya. Menurut Alhaddad (2015), Kurniawan dan Haryanto (2011), Anwar et al. (2011), Tan et al. (2015), Chen dan Tseng (2010), citra merek (Brand Image) memiliki hubungan yang signifikan dan pengaruh yang positif terhadap loyalitas merek (Brand Loyalty). Menurut Dib dan Alhaddad (2014), Tan et al. (2015), Gil et al. (2007), Chen dan Tseng (2010), Nguyen et al. (2011), dan Chieng dan Goi (2011), persepsi kualitas (Perceived Quality) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas merek (Brand Loyalty). Menurut Gil et al. (2007), Nguyen et al. (2011), dan Chieng Goi (2011), kesadaran merek (Brand Awareness) memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap loyalitas merek (Brand Loyalty). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra merek, persepsi kualitas, kesadaran merek terhadap loyalitas merek. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.9. sebagai berikut : http://digilib.mercubuana.ac.id/z 98 (X1) Citra Merek (Brand Image) X1.1 Jenis (Types of Brand Associations) X1.2 Keunggulan (Favorability of Brand Associations) X1.3 Kekuatan (Strength of Brand Associations) X1.4 Keunikan (Uniqueness of Brand Associations) (X2) Persepsi Kualitas (Perceived Quality) X2.1 Kinerja (Performance) X2.2 Pelayanan (Service) X2.3 Kehandalan (Reliability) X2.4 Karakteristik Produk (Feature) X2.5 Kesesuaian spesifikasi (Conformance to Spesification) X2.6 Hasil (Fit & Finish) (X3) Kesadaran Merek (Brand Awareness) X3.1 Tidak menyadari merek (Unaware of Brand) X3.2 Pengenalan merek (Brand Recognition) X3.3 Pengingatan kembali terhadap merek (Brand Recall) X3.4 Puncak pikiran (Top Of Mind) (Y) Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Y.1 Menyukai merek (Likes the Brand) Y.2 Pembeli yang berkomitmen (Commited Buyer) () Gambar 3.9. Kerangka Pemikiran (Conceptual Framework) http://digilib.mercubuana.ac.id/z 99 3.7 Hipotesis Berdasarkan latar belakang penelitian, kajian pustaka, dan kerangka pemikiran penelitian yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan, adalah sebagai berikut : Untuk mengatasi penetrasi yang dilakukan oleh kompetitor, maka perusahaan harus tetap menjaga pangsa pasarnya, salah satunya adalah dengan membentuk citra merek yang kuat. Tanpa citra merek yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada. (Hasugian, 2015). Citra merek merupakan salah satu sumber terpenting dalam pembentukan loyalitas merek. Loyalitas merek akan terbentuk dari bagaimana konsumen melihat citra merek yang positif berdasarkan dari sudut pandang mereka. Semakin positif citra merek, maka semakin berpengaruh juga terhadap pembentukan kesukaan pelanggan terhadap suatu merek dan loyalitas merek. (Kurniawan dan Haryanto, 2011). Oleh karena itu, citra merek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas merek. Produk yang memiliki citra merek yang baik, akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen pada merek tersebut. (Hasugian, 2015). Oleh karena itu, hipotesis satu (H1) pada penelitian ini adalah : H1. Terdapat pengaruh antara Citra Merek (Brand Image) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty). Persepsi kualitas adalah penilaian konsumen terhadap keunggulan dari keseluruhan produk, berdasarkan evaluasi subjektif konsumen dalam kombinasi http://digilib.mercubuana.ac.id/z 100 produk, layanan, dan pengalaman. Persepsi kualitas menjadi elemen yang vital dalam mempengaruhi perilaku konsumen. (Cheng dan Tseng, 2010). Persepsi kualitas menjadi suatu hal yang utama dalam sebuah loyalitas merek. (Dib & Alhaddad, 2014). Dalam tahap keputusan pembelian dapat dirasionalisasikan (diuraikan) menjadi hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas. Persepsi kualitas telah diidentifikasi sebagai tahap pengevaluasian informasi, yang berkontribusi secara signifikan terhadap loyalitas. (Tan et al., 2015). Persepsi kualitas juga sebagai konstruk kognitif yang menghasilkan respon afektif yang ditentukan oleh perilaku konsumen, yang dapat menyebabkan pembelian produk dan loyalitas. (Gil et al.,2007). Persepsi kualitas didasarkan pada penilaian konsumen tentang atribut merek yang bermakna bagi mereka, yaitu persepsi. Ketika konsumen merasakan sebuah merek memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan dengan merek yang lainnya, mereka cenderung menempatkan nilai yang tinggi pada sebuah merek, dan hal tersebut akan menggerakan pembelian mereka dan keputusan pembelian berulang. (Nguyen et al., 2011). Persepsi kualitas konsumen berkaitan dengan loyalitas mereka serta pembelian berulang. Semakin tinggi loyalitas merek seorang konsumen, semakin konsumen tersebut menganggap merek tersebut superior (unggul). Merek dengan kualitas yang tinggi memberikan motivasi untuk melakukan pembelian berulang dan mempengaruhi loyalitas merek melalui persepsi nilai sebuah harga dan kepuasan konsumen. (Chieng dan Goi, 2011). http://digilib.mercubuana.ac.id/z 101 Oleh karena itu, hipotesis dua (H2) pada penelitian ini adalah : H2. Terdapat pengaruh antara Persepsi Kualitas (Perceived Quality) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty). Konsumen tidak dapat merasakan kualitas dari suatu merek, jika mereka tidak sadar akan sebuah merek tersebut. Sebagai konsekuensinya, kesadaran merek dapat membantu konsumen untuk menjadi akrab (familiar) dengan merek tersebut. (Aaker, 1991). Loyalitas dimulai oleh konsumen ketika konsumen sadar akan sebuah produk. Semakin tinggi tingkat kesadaran merek, maka semakin memiliki kemungkinan besar untuk dibeli oleh konsumen. Dengan demikian, konsumen cenderung untuk membeli sebuah merek yang dikenali daripada merek yang tidak familiar. Kesadaran merek dapat mempengaruhi persepsi konsumen yang menyebabkan pilihan merek yang berbeda dan akhirnya loyalitas merek. (Chieng dan Goi, 2011). Oleh karena itu, hipotesis tiga (H3) pada penelitian ini adalah : H3. Terdapat pengaruh antara Kesadaran Merek (Brand Awareness) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty). http://digilib.mercubuana.ac.id/z