Penggunaan Radiasi dalam Klinik Tim Dosen Fisika FMIPA UI Penggunaan Radiasi dalam Klinik Secara umum penggunaan radiasi dalam klinik dibagi menjadi tiga, yaitu untuk tujuan Diagnostik Radiodiagnostik Terapi Radioterapi Kedokteran Nuklir Radiodiagnostik Radiodiagnostik Diagnostic Imaging Pencitraan Diagnostik Pencitraan Diagnostik Pesawat Sinar-X Konvensional Fluoroskopi Mamografi Computerized Tomography (CT Magnetic Resonance Imaging (MRI) Ultra Sound Pesawat Sinar-X Konvensional (Radiografi) Radiografi adalah teknologi pencitraan medis yang pertama yang diperkenalkan oleh Fisikawan Wilhelm Roentgen sebagai penemu sinar-X pada tanggal 8 November 1895. Pasien ditempatkan diantara tabung sinarX dan kaset film. Citra berupa lembaran film Sinar yang telah habis terserap tubuh tidak akan menghasilkan bayangan pada film Fluoroskopi Fluoroskopi adalah alat radiografi yang bertujuan untuk mengambil gambar gerakan. Dibutuhkan konversi foton xray menjadi sinyal listrik yang dapat dilihat pada monitor TV atau alat perekam lain. Menggunakan image intensifier sebagai bagian dari konversi tersebut. Fluoroskopi Mamografi Mamografi adalah konsep pencitraan medis yang dikhususkan untuk pemeriksaan payudara. Sinar-X yang digunakan dalam mamografi adalah yang berenergi rendah. Dalam era modern sekarang ini, mamografi tidak hanya untuk penegakkan diagnosa tetapi untuk screening breast cancer. Computerized Tomography (CT) CT tersedia di rumah sakit sejak awal 1970 adalah merupakan modalitas pencitraan medis pertama yang menggunakan computer. Citra CT dihasilkan setelah sinar-X melewati tubuh pada sejumlah sudut yang besar yaitu dengan memutarkan tabung sinar-X mengelilingi tubuh pasien. Satu atau banyak deretan detector dipasang berlawanan terhadap tabung sinar X nya, yang akan mengumpulkan data proyeksi transmisi sinar-X. Sejumlah data akan dikumpulkan dan disintesa menjadi citra tomografi dengan bantuan algoritma computer. Computerized Tomography (CT) Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI scanner menggunakan medan magnetic 10.000 sampai 60.000 kali lebih kuat dari pada medan magnet bumi. MRI menggunakan sifat fisis nuclear magnetic resonance proton seperti aton hydrogen, yang banyak mendominasi tubuh manusia (1 cc akan terdiri dari 1018 proton). Proton mempunyai momen magnetic yang pada saat di letakkan pada medan magnet luar 1,5 T, proton akan terabsorbsi oleh frekuensi radio peresonan 63 MHz. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pada MRI, pasien yang ditempatkan pada medan magnetic, pulsa gelombang radio dihasilkan dari antenna (coil) yang diletakkan mengelilingi pasien. Proton pada tubuh pasien akan di absorbsi oleh gelombang radio dan akan terjadi emisi gelombang radio dalam periode tertentu tergantung dari sifat magnetic local sekitar jaringan. Gelombang radio yang diemisikan oleh proton dalam tubuh pasien akan dideteksi oleh antenna yang melingkupi pasien. Dengan mengubah kuat medan magnetic sebagai fungsi posisi (menggunakan gradient medan), proton akan beresonansi bervariasi terhadap posisi, karena frekuensi sebanding dengan kuat medan eksternal. Sistem MRI menggunakan frekuensi (dan fase) pada gelombang radio sinyal untuk menyatakan posisi masing-masing sinyal dari pasien. Mode operasi MRI ini dikenal sebagai pencitraan spin echo. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pencitraan Ultra Sound USG bekerja berdasarkan gelombang suara (ultrasound) Manusia dapat mendengar suara dengan frekuensi 20-20.000 hertz, sedangkan ultrasound menggunakan frekuensi di atas 20.000 hertz. Gelombang suara tidak dapat merambat di ruang vakum seperti gelombang cahaya, sehingga harus melalui medium Pencitraan Ultra Sound Transducer atau probe mengubah pulsa listrik menjadi pulsa suara dan dikirimkan ke tubuh manusia Gelombang suara akan berjalan melalui jaringan tubuh sampai menumbuk permukaan dimana dua organ tubuh yang berbeda berdekatan. Karena hal itu menyebabkan gelombang suara akan dipantulkan dan beberapa akan terus merambat ke organ selanjutnya. Gelombang suara yang dipantulkan, echo, akan ditangkap oleh transducer dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik kemudian dikirim ke komputer/layar monitor. Pencitraan Ultra Sound Radioterapi Radiasi eksterna (teleterapi). Brakhiterapi. Radiasi dengan menggunakan radio farmaka Radiasi Eksterna Berasal dan kata 'tele' (Greek) yang berarti jauh, maka teleterapi diartikan sebagai radiasi dilakukan dengan menggunakan sumber radiasi yang terletak pada jarak tertentu diluar target (tumor) radiasi atau kulit. Keuntungan cara ini adalah dapat mencakup daerah target lebih luas sesuai dengan luas lapangan radiasi yang digunakan. Sedangkan kerugiannya adalah mengenai juga daerah sehat disekitar tumor yang akan mengakibatkan timbulnya gejala efek samping. Cara ini misalnya digunakan sebagai. radiasi awal pada berbagai keganasan misalnya payudara, mulut rahim, kolorektal, nasofaring dll Cobalt dan Linac Cobalt Pemercepat Linier (Linac) Brakhiterapi Berasal dari kata 'brachy' (greek) yang berarti pendek. Sehingga diartikan brakhiterapi adalah radiasi yang dilakukan dengan mendekatkan sumber radiasi pada / di dalam daerah target radiasi (tumor). Tehnik yang dapat dilakukan adalah: Implantasi Intrakaviter Kontak Implantasi Yaitu menanamkan sumber radiasi kedalam tumor . Teknik ini misalnya dapat dilakukan pada radiasi kanker lidah, dengan menggunakan jarum Cesium 131, atau lridium 192 yang diimplantasikan untuk waktu tertentu (temporer) sesuai dengan dosis yang diperlukan dan akan diangkat setelah dosis tersebut dicapai. Pada kanker tonsil dapat digunakan juga butiran I-125, yang diimplantasikan secara permanen, karena jenis radioaktif ini mempunyai waktu kerja sangat pendek. Intrakaviter Yaitu radiasi yang dilakukan dengan menempatkan sumber radioaktif didalam kavitas tubuh. Tehnik ini misalnya digunakan pada radiasi kanker mulut rahim, yang dilakukan dengan radioaktif Co-60 atau Ir-192 yang diletakkan di cavum uteri dan lumen vagina. Pada kanker osofagus, nasofaring, paru-paru juga dapat dilakukan radiasi metode ini Kontak Yaitu dengan menempelkan sumber radiasi pada daerah yang akan diradiasi. Misalnya radiasi pada conjungtiva dengan menggunakan strontium maupun radiasi menggunakan aplikator yang diletakkan pada permukaan kulit untuk tumor kulit Metode Brakhiterapi Brakhiterapi ini dapat dilakukan dengan cara manual, yakni sumber radiasi tersebut dimasukkan oleh dokter operator ke lokasi radiasi. Teknik lain yakni dengan 'afterloading' dimana pemasukan sumber radiasi diatur secara secara kendali jarak jauh ke dalam aplikator yang telah ditempatkan sebelumnya oleh dokter operator. Cara ini memberikan keamanan bagi operator dan bahaya radiasi. Kedokteran Nuklir Kegiatan kedokteran nuklir menggunakan radiasi dari sumber terbuka untuk tujuan diagnosa, terapi, dan penelitian medik. Kedokteran nuklir, menurut difinisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka dari radioisotop buatan untuk mempelajari perubahan fisiologik dan biokimia sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian. Dengan kedokteran nuklir dimungkinkan pemeriksaan medik dilakukan secara in-vitro (dalam sel tubuh manusia) di klinik, maupun secara in-vivo (dalam gelas percobaan) di laboratorium Diagnosis dengan Radioisotop Untuk studi in-vivo, radioisotop direaksikan dengan bahan biologik seperti darah, urin, serta cairan lainnya yang diambil dari tubuh pasien. bahan biologik tersebut selanjutnya direaksikan dengan suatu senyawa bertanda yang bersifat radioaktif. Senyawa bertanda merupakan senyawa di mana satu atau lebih atom penyusunnya adalah atom radioaktif dari unsur yang sama tanpa mengubah struktur letak atom-atom dalam senyawa tersebut. Senyawa bertanda yang dipakai dalam kedokteran nuklir ini disebut radiofarmaka. Radiofarmaka terdiri dari dua komponen, yaitu radioisotop dan senyawa pembawanya. Radioisotop memungkinkan suatu radiofarmaka dapat dideteksi dan diketahui lokasinya, sedang senyawa pembawa menentukan tempat akumulasi radiofarmaka tersebut. Diagnosis dengan Radioisotop Studi in-vitro dilakukan dengan teknik radioimmunoassay (RIA). Teknik ini sangat peka serta spesifik dan biasanya digunakan untuk mengetahui kandungan zat biologik tertentu dalam tubuh yang jumlahnya sangat kecil. Misalnya, hormon insulin atau tiroksin, enzim, dan lain-lain. Prinsip pemeriksaan RIA adalah kompetisi antara antigen (bahan biologi yang diperiksa) dengan antigen radioaktif dalam memperebutkan antibodi yang jumlahnya sangat terbatas. Saat ini juga dikenal teknik lain yang serupa dengan RIA yang disebut immunoradiometric assay (IRMA). Dalam teknik ini yang ditandai dengan radioaktif bukan antigen, tetapi antibodinya. Diagnosis dengan Radioisotop Dalam studi in-vitro, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien secara inhalasi melalui saluran pernapasan, melalui mulut maupun injeksi. Kepada pasien diberikan radiofarmaka yang sesuai dengan jenis pemeriksaan yang dikehendaki. Berbagai jenis radiofarmaka digunakan untuk mempelajari berbagai jenis organ. Setelah masuk ke dalam tubuh, radiofarmaka akan menuju ke organ tertentu. Karena senyawa tersebut dapat memancarkan radiasi gamma, maka keberadaannya di dalam organ tubuh dapat diketahui dengan pemantau radiasi, baik kinetik maupun distribusinya. Pemantau radiasi yang digunakan dalam pemeriksaan ini berupa kamera gamma yang dapat mendeteksi sinargamma dari bagian tubuh pasien yang sedang diperiksa. Kamera Gamma Radiasi dengan menggunakan radio farmaka Radiasi dipancarkan dan bahan radioaktif yang terikat pada radiofarmaka tertentu yang dimasuk dalam tubuh peroral injeksi intrakaviter Kemudian bahan tersebut akan mengikuti proses metabolisme dalam tubuh Karena bahan tersebut mempunyai afinitas terhadap organ tertentu, maka akan terakumulasi dalam organ tersebut, sambil memancarkan radiasi. Kanker thyroid I-131, Proses metastasis ditulang fosfor radioaktif. Questions ???