BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Depkes RI (2003) bahwa kasus kebutaan yang dilaporkan oleh WHO tahun 2002 disebabkan oleh glaukoma adalah sebesar 12,7% sedangkan 47,8% disebabkan oleh katarak. Dilaporkan pula oleh Depkes RI (2008) berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1993-1996 bahwa kasus kebutaan adalah sebesar 1,5% dari penduduk Indonesia disebabkan oleh katarak sebesar 0,78%, glaukoma 0,20%, kelainan refraksi 0,14%, gangguan retina 0,13% dan kelainan kornea 0,10%. Dari sebab-sebab kebutaan yang ada, glaukoma menduduki peringkat kedua setelah katarak, hal ini juga ditegaskan oleh Stamper dan Grehn (2009) bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia. Glaukoma merupakan kumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan gangguan lapang pandangan yang khas, disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) tinggi yaitu lebih dari 21 mmHg yang merupakan salah satu faktor risiko utamanya (Coplin dan Lundy, 2007). Menurut Stamper dan Grehn (2009), glaukoma dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma kongenital. Glaukoma normotensi merupakan bagian dari glaukoma sudut terbuka bersama dengan glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma sekunder sudut terbuka. Insidensi glaucoma normotensi adalah 20%-40% dari semua glaukoma sudut terbuka (Zimmerman dan Kooner, 2001). 1 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Depkes RI (2003) bahwa kasus kebutaan yang dilaporkan oleh WHO tahun 2002 disebabkan oleh glaukoma adalah sebesar 12,7% sedangkan 47,8% disebabkan oleh katarak. Dilaporkan pula oleh Depkes RI (2008) berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1993-1996 bahwa kasus kebutaan adalah sebesar 1,5% dari penduduk Indonesia disebabkan oleh katarak sebesar 0,78%, glaukoma 0,20%, kelainan refraksi 0,14%, gangguan retina 0,13% dan kelainan kornea 0,10%. Dari sebab-sebab kebutaan yang ada, glaukoma menduduki peringkat kedua setelah katarak, hal ini juga ditegaskan oleh Stamper dan Grehn (2009) bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia. Glaukoma merupakan kumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan gangguan lapang pandangan yang khas, disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) tinggi yaitu lebih dari 21 mmHg yang merupakan salah satu faktor risiko utamanya (Coplin dan Lundy, 2007). Menurut Stamper dan Grehn (2009), glaukoma dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma kongenital. Glaukoma normotensi merupakan bagian dari glaukoma sudut terbuka bersama dengan glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma sekunder sudut terbuka. Insidensi glaucoma normotensi adalah 20%-40% dari semua glaukoma sudut terbuka (Zimmerman dan Kooner, 2001). 2 Patogenesis glaukoma normotensi sampai saat ini masih belum jelas, karena terjadinya kerusakan nervus optikus tidak berhubungan dengan peningkatan TIO (Stamper, 2009). Dijelaskan oleh Matsumoto (2001), glaukoma normotensi merupakan suatu penyakit yang kronik dan progresif, mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, walaupun TIO berada dalam rentang yang normal. Nilai TIO normal pada populasi normal adalah 10-22 mmHg, sedangkan TIO diatas 24 mmHg sebagian besar ditemukan pada glaukoma. Pada glaukoma normotensi, progresifitas defek lapang pandang masih terjadi walaupun TIO berkisar rerata normal, sehingga diperkirakan terdapat faktor-faktor lain penyebab defek lapang pandang selain TIO (Herris et al., 1994; Bito et al., 1996). Faktor risiko glaukoma normotensi yang telah dilaporkan meliputi kelainan pembuluh darah, hipotensi, syok, kencing manis, kenaikan kadar lipid darah, koagulasi darah abnormal dan tekanan darah pada arteri oftalmika (Klaver et al., 1985). Peningkatan viskositas darah dan plasma, vasospasme pembuluh darah tepi, Raynaud’s disease dan migraine juga disebutkan sebagai faktor risiko glaukoma normotensi (Stamper et al., 2009). Abnormalitas aliran darah, hipotensi sistemik dan abnormalitas pembekuan darah dilaporkan lebih tinggi pada pasien dengan glaukoma normotensi dibandingkan pasien normal (Kamal dan Hitchings, 1998). Proses iskemik diskus optikus dan kondisi hiperkoagulasi yang mempunyai tendensi terjadinya thrombosis diduga menjadi faktor yang berperan dalam pathogenesis glaukoma normotensi (Joist et al., 1976). Iskemik terjadi ketika jaringan tidak memperoleh oksigen yang cukup untuk mempertahankan 3 status metabolism basal. Insufisiensi lokal dapat mengakibatkan iskemik lokal dan pelepasan vaso-active substance dari endotel kapiler yang mungkin menyebabkan kerusakan glaukomatous pada nervus optikus (Ates et al., 1998). Perdarahan peripapil pada pasien glaukoma normotensi merupakan tanda iskemik dan penggaungan pada diskus optikus disebabkan oleh suatu kondisi hipoksia (Flammer et al., 1994). Beberapa bentuk gangguan sirkulasi, seperti vasokonstriksi dan retensi darah dapat merusak sel-sel hemangio-endotelial yang menyebabkan kolagen (suatu komponen vaskuler) terpapar. Kejadian ini dapat menstimulasi platelet yang akan menyebabkan peningkatan agregasi. Peningkatan agregasi juga dapat dijelaskan dengan adanya produksi thrombin yang tinggi di dalam pembuluh darah yang dapat mengaktivasi sistem agregasi. Sel-sel endotelial menerima berbagai informasi yang mempengaruhi agregasi, fungsi platelet dan fibrinolisis, yang dapat bereaksi melepas hormon lokal yang mengatur konstriksi dari sel-sel otot polos dan sel-sel perifer pembuluh darah. Menurut McGill dan Ardlie (1994) pada penyakit-penyakit sistemik lain seperti penyakit jantung iskemik dan Transient Cerebral Ischemia diketahui berhubungan dengan peningkatan agregasi platelet karena pengaruh dari kondisi iskemik yang merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit-penyakit tersebut. Sistem agregasi platelet dan fibrinolitik dapat menjadi pemicu kerusakan vaskuler yang pada akhirnya menyebabkan gangguan mikro-sirkulasi pada ujung kepala saraf optik. 4 B. Perumusan Masalah Diduga terdapat faktor risiko lain penyebab glaukoma normotensi selain tekanan intra okuler. Insufisiensi aliran darah pada pembuluh darah nervus optikus dapat mengakibatkan iskemik lokal yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada nervus optikus. Agregasi trombosit mempengaruhi regulasi vaskuler sistemik dan okuler. Apakah agregasi trombosit merupakan faktor risiko glaukoma normotensi yang mempengaruhi perfusi nervus optikus? C. Pertanyaan Penelitian Apakah agregasi trombosit merupakan faktor risiko glaukoma normotensi? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan berapa besar odds ratio kuantitas agregasi trombosit sebagai faktor risiko glaukoma normotensi. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan untuk menilai darah pasien glaukoma dapat disajikan sebagai berikut: Penelitian ini mempunyai perbedaan dengan penelitian yang dilaporkan Matsumoto et al., (2001) dengan subyek yang diperiksa adalah pasien glaukoma normotensi dan kontrol yang dinilai agregasi trombositnya. 5 Tabel 1. Keaslian penelitian Nama Bojic dan Skare-Librenjak, 1999 Penelitian Membandingkan agregasi trombosit pada glaukoma sudut terbuka TIO tinggi dan penelitian kontrol. Rancangan menggunakan cross sectional, jumlah subyek 32 pasien dengan TIO tinggi dan 20 subjek kontrol. Hasil agregasi trombosit pasien glaukoma lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, secara statistik hasil ini adalah signifikan p < 0,05 Matsumoto et al., 2001 Membandingkan glaukoma normotensi dan glaukoma sudut terbuka primer yang dikaitkan dengan peningkatan agregasi platelet. Jumlah pasien adalah 22 pasien normotensi dengan glaukoma 6 Nama Penelitian terbuka primer (GSTaP). Hasil agregasi platelet lebih tampak pada glaukoma normotensi dibandingkan GSTaP. 17 pasien dari 22 pasien (77%) dengan glaukoma normotensi dan 5 dari 13 pasien (38%) dengan GSTaP, secara statistik hasil ini adalah glaukoma sudut signifikan p < 0,05 Hoyng et al., 1985 Membandingkan terbuka primer dan hipertensi okuli yang dikaitkan dengan peningkatan agregasi platelet. Hasil agregasi platelet lebih pada glaukoma sudut terbuka primer dibandingkan hipertensi okuli, secara statistik hasil ini adalah signifikan p < 0,05 7 Nama Joist et al., 1976 Penelitian Membandingkan fungsi trombosit, koagulasi darah dan fibrinolisis pada pasien normotensi dan kontrol. Rancangan penelitian menggunakan cross sectional, 12 pasien glaukoma normotensi dan 12 kontrol. Hasil tidak ada perbedaaan bermakna F. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritik Sebagai informasi dan pengetahuan tentang faktor-faktor risiko lain, dalam hal ini faktor hemorheology pada glaukoma normotensi. 2. Aspek Aplikatif Melengkapi sumber data bagi institusi kesehatan dan pendidikan, mengenai perbandingan agregasi trombosit pasien glaukoma normotensi dengan bukan glaukoma. Dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan penatalaksanaan glaukoma normotensi dan sebagai pertimbangan dalam penelitian lebih lanjut tentang penyakit glaukoma normotensi.