VIII. KESIMPfiLAN DAN IhIPLIKASI K E B I J A W N 8.1. Kesirnpulan Model Setelah dilakukan respesifikasi, maka dapat dibangun model mikro- lnakroekonoini Indonesia yang berbasiskan fondasi niikro dan makro yang konsisten dengan fenomena dan koheren secara teoritikal, yang terdiri dari atas : ( I ) model perilaku produksi (2) model perilaku perda~angan:(3) model perilaku harga domestik, (4) model perilaku produksi sektoral, ( 5 ) model perilaku tenaga kerja, (6) model perilaku fiskal dan pendapatan nasional, (7) lnodel perilaku moneter, dan (8) lnodel perilaku kinerja perekonomian Indonesia. Kelebihan model ini adalah mampu mengevaluasi dan meralnalkan kinerja perekonolnian di masa datang, sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi altematif kebijakan, dan meramalkan dampak goncangan internal maupun eksternal. 8.2. Kesimpulan Perilaku Perekonomian Indonesia 1. Secara umum perilaku produksi ko~noditidominan baik dari sektor pertanian, hasil tambang maupun industri menunjukkan sifat yang kurang responsif terhadap perubahan harga output, harga input maupun besarnya investasi. Dengan perkataan lain respons produksinya bersifat inelastis. 2. Pola perilaku perdagangan komoditi dominan secara ulnuin dicirjkan oleh : (1) ekspor Indonesia umumnya saling bersubstitusi berdasarkan negara tujuan ekspor, begitu pula im pornya tidak sal ing bersubstitusi berdasarkan negara asal impornya: (2) elastisitas harga dari ekspor dan imponnya umumnya inelastis; (3) elastisitas nilai tukar mata uang rupiah dari ekspor dan impor umuinnya inelastis; dan (4) perubahan ekspor maupun impor cukup responsif (elastis) terhadap perubahan produksi dan konsumsi domestik, khususnya dalam jangka panjang. 3. Perilaku harga komoditi yang diteliti umumnya mempunyai hubungan positif dan nyata dengan harga dunia, berhubungan positif dengan nilar tukar mata uang (rupiaWdollar US), namun responsnya umumnya rendah (inelastis). Untuk kasus beras, harga domestiknya akan semakin menin_pkatsejalan dengan adanya penurunan produksi dan adanya kenaikan permintaan, dengan respon yang elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan pengaruh restriksi perdagangan terhadap harga domestik sejalan dengan arah restriksi, artinya harga domestik akan rendah apabila dilakukan restriksi yang bersifat mensubsidi, dan akan meningkat apabila dilakukan kebijakan yang berperilaku seperti tarif. 4. Perilaku tenaga kerja setiap sektor mernang benar-benar tergantung dari produk agegatnya, namun elastisitasnya urnumnya sangat rendah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Keadaan ini diduga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga kerja di Indonesia. 5. Penerimaan pemerintah berasal dari minyak, pajak dan pinjaman asing. Penerimaan dari minyak tampak sangat dipengaruhi secara nyata oleh nilai ekspor minyak mentah, sedangkan penerimaan yang berasal dari pajak sangat ditentukan oleh pendapatan nasional. Namun untuk penerimaan yang berasal dari bantuan asing walaupun berhubungan positif dengan total arus modal asing yang masuk untuk pemerintah namun tidak nyata secara statistik. 6. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin, investasi pemerintah dan cicilan hutang. Pengeluaran konsumsi rutin pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan penerimaan pemerintah, namun jika diasumsikan bahwa konsumsi rutin pemerintah yang umumnya digunakan untuk belanja pegawai sebagai sarana pelayanan masyarakat (penduduk), maka diperoleli lienyataan yang tidak sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. 7. Pengeluaran pemerintah untuk cicilan hutang berhubungan positif dengan adanya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar, penambahan jumlah hutang, dan adanya modal asing masuk ke pemerintah, serta tidak berhubungan dengan meni ngkatnya penerimaan pemerintah. Tidak adanya hubungan antara jumlah cicilan hutang dengan penerimaan pemerintah mencenninkan bahwa pemerintah mempunyai watak senang berhutang. Terjadinya peningkatan cicilan hutang antara lain diakibatkan karena depresiasi nilai tukar rupiah, maka jika konsulnsi rutin pen~erintah tidak bisa dikurangi, maka jelas investasi pemerintah dalam pembangunan menjadi kecil. 8. Ditinjau dari segi pengeluaran konsumsi agregat swasta, hasil pendugaan menunjukkan sangat tergantung pada konsumsi untuk pangannya. Keadaan ini umumnya terjadi pada negara sedang berkembang. 9. Perilaku investasi swasta asal kredit domestik yang diukur dengan baki kredit investasi pada setiap sektor, tampak bahwa untuk sektor pertanian kurang dipengaruhi oleh rasio harga (indeks harga) dengan suku bunganya, sedangkan pada sektor industri dipengaruhi positif oleh rasio harga dan suku bunganya dengan respons yang rendah. Keadaan ini karena pada masa lalu pemerintah terlalu berambisi dalam proses industrialisasi sehingga berakibat justru sektor industri padat modal yang iilendapat prioritas, sementara pengenibangan industri dengan skala kecil dan sektor pertanian menjadi terabaikan. 10. Perilaku investasi asal kredit asing pada sehor pertanian dicirikan oleh sifatnya komplemen dengan investasi asal kredit domestik, semakin menurun sejalan adanya depresiasi nilai tukar. Untuk sektor industri dicirikan oleh hubungan pos~tifdengan harganya, berhubungan negatif dengan nilai tukar, serta berhubungan positif dengan suku bunga domestik. Keadaan yang serupa juga terjadi pada sektor pertambangan, namun tidak berhubungan dengan harganya. 1 1. Dalam sisi perrnintaan uang, perilaku pennintaan uang currency dipengaruhi secara nyata oleh tingkat suku bunga dan inflasi dalam hubungan negatif, dan pendapatan nasional dalam hubungan positif. Hal yang sama juga terjadi pada perilaku permintaan uang giral, namun peubah inflasi tidak nyata berpengaruh secara statistik. Hal yang berlawanan terjadi pada pennintaan uang untuk tabungaddeposito, dimana semakin tinggi tingkat suku bunga dan inflasi, maka makin tinggi uang yang ditabungkan oleh masyarakat. 12. .Dalam segi penawaran uang, perilakunya tidak dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga, inflasi dan suku bunga Bank sentral (SBI). Peubah yang nyata berpengaruh terhadap penawaran uang adalah Neraca Pembayaran yang merupakan penjumlahan dari neraca perdagangan dan masukan uang asing (nel cupz~ul~nflow). Hasil pendugaan ini mengindikasikan bahwa selama pemerintah tidak melakukan kebijakan pencetakan uang, maka peningkatan penawaran uang sejalan dengan neraca pembayaran internasional. 13. Dalatn sisi perilaku nilai tukar, dari hasil pendugaan menunjukkan bahwa menguat dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar sangat dipengaruhi oleh neraca perdagangan, kebijakan intervensi pemerintah, arus modal asing swasta yang ~nasuk, sedangkan arus modal asing pemerintah dan penanaman modal asing langsung (Foreiglz Direct Irzves/inent) tidak nyata pengaruhnya terhadap nilai tukar. Nilai tukar rupiah akan menguat sejalan dengan meningkatnya neraca perdagangan dan jasa dan semakin meningkatnya arus modal asing swasta yang masuk. Sedangkan kebijakan intervensi pemerintah untuk mempertahankan nilai tukar tetap tampak sangat efektif untuk menguatkan nilai tukar rupiah. 14. Dalam aspek kinerja pemerataan, menunjukkan bahwa PDB sektor pertanian per kapita tidak mempengaruhi pemerataan pendapatan, namun untuk PDB sektor industri apabila ditingkatkan justru akan memperburuk pemerataan pendapatan. Sedangkan PDB sektor perdagangan apabila ditingkatkan akan memperbaiki pemeretaan pendapatan. Tidak nyatanya PDB sektor pertanian terhadap pemerataan dan semakin memburuknya pemerataan dengan semakin meningkatnya PDB sektor industri, disebabkan karena pada masa lalu pemerintah terlalu berambisi dalam proses industrialisasi sehingga berakibat justru sektor industri padat modal yang mendapat prioritas, sementara pengembansan industri dengan skla kecil dan sektor pertanian menjadi terabaikan. 15. Inflasi di Indonesia dapat tejadi karena tarikan permintaan agregat (demund pull inflution) yang disebabkan adanya peningkatan jumlah uang beredar, peningkatan pengeluaran pemerintah, serta pengaruh (imported inflution) yakni adanya depresiasi nilai tukar. 8.3. Kesimpulan Dampak Krisis Ekonomi, Liberalisasi Perdagangan dan Alternatif Kebijakan 1. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia telah membuat perekonomian nasional terpuruk, dimana apabila di~lkursecara keseluruhan dengan pendapatan nasional akan terjadi penurunan sebesar 19 % per tahun, neraca pembayaran Indonesia turun 127%, nilai tukar (diukur rill efektif) terdepresiasi 120 % , inflasi meningkat yang apabila diukur dengan indeks harga konsumen meningkat sekitar 46%, konsumsi agregat menurun 8.7 % serta semakin memburuknya distribusi pendapatan. Sedangkan apabila dilihat Produk Domestik Bruto (PDB) setiap sektor telah terjadi penurunan sekitar 4 %, namun PDB sektor pertanian terjadi pertumbuhan yang cukup tinggi yakni sebesar 9.5 % dan pertambangan 1 %. 2. Apabila liberalisasi terjadi pada masa krisis ekonomi, maka kedaaan perekonomian relatif tidak berubah artinya perekonomian Indonesia tetap terpuruk, namun pendapatan sektor pertanian semakin meningkat, dan peinerataan pendapatan semakin membaik. Sedangkan dampak liberalisasi perdagangan pada keadaan perekonomian normal menyebabkan tejadinya pertumbuhan ekonomi pada seluruh sektor, namun sektor pertambangan dan industri relatif tidak berubah, nalnun diduga kuat sektor industri yang bersifat padat modal yang banyak mendapat proteksi dan bersifat monopoli akan runtuh sebaliknya yang padat tenaga kerja dan sumber daya akan berkembang. Disarnping itu liberalisasi perdagangan akan mampu memperbaiki pemerataan pendapatan. 3. Kebijakan yang cukup relevan dilakukan untuk mengatasi krisis ekonomi adalah pnoritas pemberian kredit investasi pada sektor pertanian dan perdagangan disertai kebijakan penurunan suku bunga Bank Indonesia (SBI) seperti sebeluln adanya krisis ekonomi, serta tetap meinpertahankan restriksi perdagangan pada beras dan gula. Kebijakan ini mampu menumbuhkan PDB sektor kecuali pada sektor industri, namun pada beberapa indikator makro ekonomi lainnya lainnya seperti nilai tukar, inflasi, neraca perdagangan dan jasa dan pembayaran ~nasihrelatif sama dengan inasa krisis ekonomi. 4. Kebijakan yang relevan dilakukan pada era liberalisasi perdagangan pada inasa perekomian normal (perekonomian telah pulih) adalah alternatif kebijakan penurunan suku bunga (SBI) dengan tetap mempertahankan restriksi perdagangan beras dan gula disertai kebijakan peningkatan kredit investasi dengan priotas pada sektor pertanian. Kebijakan ini mampu memperbaiki kinerja perekonomian pertumbuhan Indonesia, dimana ekonomi akan meningkat, malnpu mengurangi defisit neraca perdagangan dan jasa dan mampu meningkatkan neraca pembayaran dan menstabilkan nilai tukar. Disamping itu kebijakan ini mampu memperbaki pemerataan pendapatan, serta membuat apresiasl nilai tukar walaupun pengaruhnya kecil. 5. Strategi kebijakan investasi di Indonesia harus diarahkan pada: (1) prioritas pada sektor pertanian dalam arti luas dengan pemilihan komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif, (2) investasi pada sektor industri perlu diarahkan pada industn yang berbasiskan sumberdaya domestik dan padat karya, (3) mengngat potensi sumberdaya domestik ada pada selumh wilayah Indonesia, lnaka strategi kebijakan investasi sekaligus perlu diarahkan untuk pengembangan wilayah. 8.4. Saran Untuk Penelitian Lanjutan Penelitian ini walaupun telah mencoba mendasarkan pada fondasi mikroekonomi yang dikaitkan dengan aspek makroekonomi, nalnun sesuai dengan keterbatasan data, dana, maupun waktu yang dipunyai penulis, penelitian ini mempunyai keterbatasan baik berupa aspek substansi maupun aspek teknik analisis. keterbatasan Dalam aspek substansi, penelitian ini adalah : (1) model hanya didasarkan pada aliran Modern Keynes-Klein dengan pendekaan ekonometrika standard, dan tidak diperbandingkan dengan Rational Expectation Model, maupun aliran makroekonomi lainnya yang telah berkembang, (2) tidak mendesagregasi sektor industri dan perdagangan berdasarkan besar kecilnya skala usaha, (3) tidak mendisagregasi aspek regional (wilayah). Oleh karena itu ada beberapa alternatif untuk melanjutkan penelitian ini sesuai dengan keterbatasan substansi tersebut. Ditinjau dari segi teknik analisis, model telah konsisten dengan fenomena dan koheren secara teoritikal, dan telah menggunakan dynanzic sinztilatio~z serta daya ramalnya telah teruji secara statistik (validasi model), namun mengasumsikan data yang dipergunakan bersifat stasioner (stalionur:~ time series). kenyataannya masih belum tentu sehingga sebenarnya Pada ha1 dalam bahkan dimungkinkan non stationary variables, diperlukan pengujian stubility of a system, yang sangat menentukan ketepatan untuk perarnalan masa datang (the future values of economic vuriables). Hal ini dikarenakan model yang &bangun sangat kompleks serta menggunakan banyak variabel, sehingga dengan keterbatasan ivaktu yang dipunyai penulis tidak memungkinkan untuk melakukan pengujian tersebut, sehingga hanya dilakukan dengan teknik kalihrusi nzodel. Disamping itu meskipun pendekatan standard ini mempunyai kelebihan dalam upaya peramalan dan telah menggunakan ~aj~nunzicsinlulurio~~,tetapi kurang memperhitungkan proses stokatisnya (stochustic process). Sehingga penilaian sifat dinamik dati parameter sebaran peluan~mya(esj~ctuliom-r,variance, dan covul-iurzce) yang berubah dari waktu ke waktu, apakah bersifat stationer atau non staioner tidak dapat diketahui. Keterbatasan aspek analisis lainnya, yakni model ini menggunakan model yang umumnya digunakan pada "Large ecorzomny" atau negara maju seperti seperti di Amerika Serikat dan Eropa yang sangat berlainan dengan kondisi "Small Economy" atau negra yang sedang berkembang, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan hubungan kausalitas antar variable ekonominya. Oleh karena itu sebenarnya memerlukan Granger casuality analysis yakni analisis untuk memastikan adanya hubungan sebab akibat dari variabel ekonomi yang terdapat dalam model. Hal ini sebenarnya penting dilakukan mengingat ekonomi makro Indonesia tergolong pada "Small Economy".