TRANMUTASI I. PENDAHULUAN Ketika saya menangkap gejala makna lingga-yoni yang menggugah emosi dan memiliki daya tarik besar bagi berbagai unsur dari totalitas pengalaman, maka saya mewujudkan “bangunan ide-ide” (construct of ideas) sebagai respon atasnya. Artinya gejala yang bersifat fisikal maupun non-fisikal (lingga-yoni dan makna yang ter-kandung), akan membentuk construct of ideas sejauh gejala tersebut menyentuh perasaan, proyeksi diri, pengalaman, dan pilihan nilai-nilai yang dimilikinya. Ide-ide yang muncul dan terbangun dalam construct of ideas selanjutnya ditransformasikan dalam bentuk visual (dalam tataan ide-ide). Artikulasinya itu men-jadi ”bentuk signifikan”, jika memiliki citra semakna dengan ide-ide yang telah dikonsepsikan. Citra yang semakna itu bersifat simbolik, dan bisa metaforik, karena nilai korespondensinya diletakkan pada medan ideologi antara lingga-yoni dengan referensi simbol yang saya miliki. Ide-ide kebentukan yang terakumulasi dalam consept of form tersebut pada akhirnya nanti harus memiliki relevansi dengan artikulasi visualnya. Oleh karena itu dalam pencapaian kesesuaian ide-ide dengan nilai-nilai artistiknya, saya mencapainya dengan melakukan deformasi, distorsi, atau stilirisasi, serta teknik-teknik yang khas. Cara ungkap Sexual-inter Course pada karya bukan dengan penggambaran fisik ansih, yang mampu membangkitkan sexual desire. Pengungkapan persenggamaan dibuat lewat berbagai image-image / citra-citra yang secara estetika sesungguhnya mengandung makna seks (asmara, birahi) dengan metaforik dan simbolik sebagai pilihan diksi rupanya. II. PEMBAHASAN Seks di dalam koridor perkawinan tidak sekedar bermakna biologis, sebab “peruntukannya” bukan hanya aspek material (jasmani), namun menyangkut spiritual. Dalam perspektif ekologi, tampaknya hubungan antara seks, estetika, dan agama memungkinkan terciptanya ekologi kehidupan harmonis, oleh karena di situ ada semacam relasi (konsep hubungan harmoni) bukan eksploitasi. Begitu juga dalam kebudayaan Bali khususnya agama Hindu seks itu adalah sesuatu yang suci, sakral dan religius, hal itu dapat dijumpai dalam kitab Kamasastra (juga disebut Kamasutra) yang membahas masalah percintaan atau seni bercinta (termasuk seni melakukan hubungan seksual) dengan pendekatan ilmiah. Kemudian juga tentang tata cara (teknik) berhubungan seks yang dianggap baik dan benar, cara pengobatan disertai mantranya, seperti dalam naskah Smarakrida Laksana koleksi Gedong Kirtya: IIIc.702 / 7. Tidak luput juga terdapat ala-ayuning dewasa (baik-buruknya hari) dalam berhubungan seks dapat dibaca pada lontar Pameda Smara. Paparan di atas secara konseptual nampak menekankan relasi “laki-perempuan” atau jalu-histri yang memang telah “dipersiapkan” oleh Sang Pencipta sejak manusia itu ada. Penciptaan laki-perempuan dalam konsepsi kebudayaan Hindu disebut dengan purusa-pradana, sesungguhnya merupakan sebuah relasi dialektika kodrat manusia yang menuju suatu keharmonisan, bagaimana melihat sisi mata uang. Purusa-pradana adalah dua sifat saling melengkapi, bukan dalam pengertian hegomoni “kekuasaan” laki-perempuan. Oleh karena itu legalitas hubungan seks (suami-istri) adalah pada sebuah perkawinan (pawiwahan). Sebab disitulah seks berkaitan dengan agama, artinya hubungan seks yang wajib dilakukan sebagai ibadah. Proses penciptaan karya seni lukis ini difokuskan pada pendekatan hermeneutik dan menafsirkannya atau menginterpretasi dengan pemaknaan terhadap subyect matter dengan jukstaposisi dan sintesis. Saya juga mencoba memakai metode bereksprimen membangun berbagai warna dan menciptakan kesan tekstur. Berbagai warna dan tekstur saya tata, komposisikan untuk memperoleh keharmonisan. III. PENUTUP Karya ini mengandung makna bahwa seks adalah anak tangga pertama yang dapat mengantar kita ke alam Kasih Ilahi yang kekal dan abadi. Sambil menaiki tangga kekehidupan ini, kita juga akan menemukan Cinta. Namun jangan lupa, perjalanan awal harus dimulai dari anak tangga pertama—dan itu adalah seks. Seks di dalam koridor perkawinan tidak sekedar bermakna biologis, sebab “peruntukannya” bukan hanya aspek material (jasmani), namun menyangkut spiritual. Dalam perspektif ekologi, tampaknya hubungan antara seks, estetika, dan agama memungkinkan terciptanya ekologi kehidupan harmonis, oleh karena di situ ada semacam relasi (konsep hubungan harmoni) bukan eksploitasi. Judul Tahun Bahan Ukuran Pernah Dipamerkan Posisi Karya : Tranmutasi : 2010 : akrilik pada kanvas : 140 x 160 cm. : Gedung Kriya Asta Mandala, Institut Seni Indonesia Denpasar, ”Pameran Hasil Hibah Penciptaan LP2M ISI Denpasar 2010”. Tgl. 12 s/d 19 Nopember 2010. : di StudioPencipta, jalan Batu Intan, Batubulan, Sukawati, Gianyar, Bali.