TRAUMATIK INJURI PADA GIGI ANAK Pengantar Traumatik Injuri pada Gigi Anak Traumatik injuri pada gigi dan struktur pendukung adalah suatu keadaan yang ditimbulkan sebagal keadaan darurat. Akibat trauma denta-alveolar pada anak dapat menimbulkan stres pada anak maupun orang tua, dan penangananya sering menimbulkan kesulitan bagi dokter gigi yang merawatnya. Bagaimanapun trauma adalah salah sam kejadian paling banyak dialami pada anak muda. Perawatan gigi karena trauma sangat bervariasi, antara lain penangan rasa sakit yang ditimbulkan, proteksi terhadap dentin yang terbuka, memperbaiki posisi gigi yang berpindah tempat dan replantasi gigi yang lepas serta beberapa macam perawatan pulpa. Efek trauma injuri terhadap gigi permanen maupun pada gigi desidui dan kejadian yang sedemikian cepat diperlukan penanganan yang serius. Perawatan trauma injuri tergantung dan diagnosis yang akurat. Tanda-tanda dan gejala yang timbul sangat komplek. Bagaimanapun prosedur harus Iengkap dan pemeriksaan anamnesa sehingga dapat membuat diagnosa yang betul dan dengan sendirinya perawatan yang dilakukan akan berhasil dengan baik. KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TRAUMATIK INJURI Trauma injuri banyak terjadi di kalangan anak. Beberapa hash penelitian dan beberapa negara diperoleh data, Ellis mendapatkan 4,2% fraktura gigi di Kanada pada anak laki-laki> perempuan (2,5:1); 0 Mullane mendapatkan pada anak laki-laki> perempuan (1,5: 1) untuk 7 - 11 tahun dan anak perempuan 6 - 10 tahun serta predisposisi pada gigi insisivus permanen. Traumatik injuri di kalangan para olahragawan terutama pada olah raga foot-ball, ski es, base ball ditemukan pada anak laki-laki Iebih banyak dan didapatkan 5% yang mengalami fraktur. Distribusi fraktur gigi di kalangan remaja: 37% pada gigi Insisivus satu atas 18% pada gigi Insisivus satu bawah 3% gigi nsisivus dua atas 6% pada gigi Insisivus dua bawah (Ellis) Zadik (dkk) mendapatkan 89,5% pada gigi Insisivus satu atas O Mullane mendapatkan 87,1% pada gigi Insisivus anak perempuan dan 74% pada gigi Insisivus anak laki-laki Dari Manchaster Dental Hospital dilaporkan bahwa fraktura gigi desidui banyak terjadi pada gigi Insisivus anak umur 1 - 2 tahun Universitas Gadjah Mada 1 Beberapa faktor seperti etiologi, anatomi, patologi dan terapi yang akan dikerjakah merupakan dasar yang kuat dalam menentukan klasifikasi.dasar klasifikasi traumatik injuri adalah berdasarkan nomor dan diskrepsi. Kiasifikasi numerik aakan ditunjukkan dengan sistem nomer dan tidak ada standar yang nyata, sedangkan klasifikasi berdasarkan kiasifikasi akan lebib balk karena dapat menunjukkan lokalisasi tipe dan perluasan injuri secara nyata. Banyak klasifikasi fraktura gigi diperkenalkan orang natra lain menurut Ellis, Anderson, WHO. Pembagian klasifikasi tersebut dengan dasar yang berbeda-beda, seperti Ellis berdasarkan kerusakan struktur gigi, AndersQp mengadopsi sistem WHO. Sistem ml mempertimbangkan anatomi dan perawatan baik pada gigi desidui dan permanen. Traumatik injuri gigi, struktur jaringan pendukung, gangren danjaringan mukosa rongga mulut. Metode Kiasifikasi berdasarkan atas: I. Injuri pada gigi dan strukturjaringan pendukung gigi a. Crazi (retak) mahkota: retak atau fraktur email tidak sempuma tanpa hilangnya struktur gigi secara depan, secara vertikal/horizontal b. Fraktur mahkota : macam fraktur dapat horizontal, vertikal, oblique pada email, atau dan sampal dentin c. Fraktur mahkota sampal akar d. Fraktur akar e. Konkrusi (sensivitas) f. Mobilitas : mobilitas dapat secara vertikal dan horizontal g. Pindah tempat (displacement) missal II. - Intrusi : pindah tempat gigi masuk kedalam soket - Ekstrusi = pidah tempat sebagian gigi di soket - Pindah tempat ke labial - Pindah tempat ke lingua - Pindah tempat ke labial kearah mesial atau distal - Avulsi = pindah tempat gigi secara total di soket Injuri jaringan keras dan lunak gigi dan tulang alveolaris - Fraktur mahkota akar fraktur ini termasuk email, dentin dan sementum III. - Fraktur akar - Fraktur dengan sakit mandibularis / makxilaris lnjuri pada jaringan periodontal - Konkrusi : injuri pada struktur pendukung gigi tanpa hilangnya atau pindah tempat, tetapi dengan tanda reaksi pada perkusi Universitas Gadjah Mada 2 - Subluksasi = injuri pada struktur pendukung gigi hilangnya abnomal tetapi tanpa pindah tempat - Ektrusi luksasi = pindah tempat sebagian gigi di soket - Lateral luksasi = pindah tempat gigi secara langsung diikuti fraktur alveolus - Intrusi Iuksasi = pindah tempat masuk ke tulang alveolus dengan fraktur tulang alveolus IV. Avulasi = gigi keluar dan soketnya Injuri pada mukosa gingiva dalam mulut 1. Luksasi gingiva atau mukosa mulut Kedalaman luka dalam mukosa sebagai hasil dan biasanya dihasilkan oleh benda tajam 2. Kombinasi gingiva atau mukosa mulut biasanya disebabkan perdarahan sub mukosa 3. Abrasi gingiva atau mokosa luka supra dihasilkan oleh Klasifikasi fraktur yang sering digunakan adalah berdasarkan Ellis sebagai berikut: Klas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau tanpa memakai perubahan tempat KIas II : Fraktur mengenai dentin dan belum mengenal pulpa dengan atau tanpa perubahan tempat Klas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau atau tanpa perubahan tempat Klas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota. Klas V : Hilangnya gigi sebagal akibat trauma Kias VI : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi Klas VIII: Fraktur mahkota sampai akar Klas IX : Fraktur pada gigi desidui Klasifikasi yang berdasarka Ellis tersebut kemudian dimodifikasi oleh Craig dan Hargreaves menjadi 5 klas dengan beberapa perubahan arti pada kias IV dan V. Untuk kias IV adalah fraktur akar gigi dan dengan tanpa fraktur mahkota, dengan atau tanpa perubahan tempat. Dari pada klas V adalah perubahan tempat atau lepasnya gigi. Menurut Ellis semua fraktur pada gigi desidui dimasukkan dalam fraktur klas IX dan dikenal fraktur klas IX devisi 1 dan 2. Penentuan diagnosis untuk kias IX devisi I adalah fraktur gigi desidui sedangkan klas IX devisi 2 adalah perpindahan tempat gigi desidui. Universitas Gadjah Mada 3 Klasifikasi fraktur menurut Anderson bedasarkan atas keruskan gigi dan jaringan pendukung dengan pembagian sebagai berikut: 1. Berdasarkan kerusakan jaringan keras gigi 2. Berdasarkan kerusakan jaringan periodontal dan tulang alveolus 3. Berdasarkan keruskan maxilla / mandibula 4. Berdasarkan kerusakan PEMERIKSAAN KLINIS DAN PEMAKAIAN DIAGNOSIS Dalam perawatan fraktur akibat trauma diperlukan pemeriksaan klinis termasuk intra oral dan ektra oral. Pada pemeriksaan klinis anamnese baik pada anak dan pada orang tuanya dapat membantu dalam menegakan diagnosis. Beberapa anamnese yang diperlukan adalah: 1. Medical history: riwayat kesehatan medis yang mempengaruhi untuk perawatan yang akan dilakukan, seperti beberapa penyakit gangguan pendarahan, kelainan sistemik atau sensivitas terhadap obat, seperti: 1. Hemofilia, pada anak mi dengan gejala klinis perdarahan sukar berhenti. 2. Diabetes, kasus diabetes pada anak jarang terjadi 3. Penyakit jantung pada anak sering terlihat anak lemah. pucat kadang-kadang wajah membiru 4. Alergi obat, khusus terhadap obat antibiotika, analgetika 5. Status profilaksis tetanus 2. Dental history: pada anamnese ini anak perlu ditanyakan penyebab adanya injuri pada gusi, reaksi gigi dan kerusakan jaringan sekitar gigi akibat trauma yang timbul serta waktu, bagaimana, kapan dan dimana kejadian terjadi 3. Perdarahan : yang terjadi diperiksa asal pendarahan baik dan bibir ataupun jaringan Junak di sekitarnya. Pembersihan darab yang telah menjendal dengan bahan antiseptik sangat diperlukan guna membantu penyembuhan luka jaringan 4. Waktu terjadinya ‘trauma: sangat diperiukan untuk membantu menentukan perawatán. Dan untuk batas maksimal perawatan avulsi yang ideal adalah ½ jam setelah trauma 5. Bagaimana terjadinya trauma merupakan informasi yang akan dapat memberikan suatu gambaran injuri yang terjadi, sehingga operator mempunyai gambaran berat, ringan serta lokasi injuri yang terjadi 6. Kapan terjadinya trauma merupakahinformasi yang diperlukan untuk menentukan rencana perawatan maupun gambaran prognosa hasil perawatan pada pasien Universitas Gadjah Mada 4 7. Dimana kejadiannya trauma merupakan informasi yang diperlukan untuk pada anak guna mengambil tindakan menjaga kesehatan anak. Tempat kejadian seperti jatuh dijalan, dikolam renang dan sebagainya merupakan informasi perlu tidaknya pemberian tetanus Pemeriksaan intra oral mencakup: I. Luka jaringan lunak a. Pemeriksaan muka, bibir, gingiva. Dengan melihat perubahan padajaringan lunak seperti wama, textur, ulcerasi, udcm dsb b. Adanya fragmen atau debris yang masuk ke dalam jaringan diperlukan pemeriksaan yang teliti, seperti perdarahan yang tidak behenti-henti pada jaringan lunak yang kena injuri. Fragmen atau debris perlu diambil guna penyembuhan jaringan yang luka c. Pembersihan jaringan sekitar luka dipakai : saline, yod d. Penentuan rencana perawatan luka jaringan lunak akibat trauma. Seperti perlu tidaknya jahitan, untuk mengatasi perdarahan yang terjadi II. Luka pada jaringan keras gigi dan prosesus alveolaris: a. Fraktur mahkota atau dan fraktur akar. Pemeriksaan perlu bantuan rontgen foto untuk melihat kerusakan struktur gigi b. Posisi gigi termasuk konkusi, Iuksasi, perpindahan tempat, avulse c. Dicatat besarnya mobilitas baik secara vertical atau horizontal. Khusus pada gigi permanen muda dan gigi desidul d. Dicatat pulpa terbuka atau tidak e. Periksa ggi didekatnya dan gigi antagonisnya, untuk melihat ada/tidaknya abnormalitas oklusi. f. Reaksi gigi terhadap perkusi. Alat yang digunakan dapat memakai tangkai kaca mulut secara perlahan-lahan kearah pertikal atau horizontal. Rasa sakit pada perkusi menunjukkan kerusakan pada ligament-periodontal g. Warna gigi. Adanya sedikit perubahan warna mahkota setelah mendapat injuri khusus diperhatikan dibagian permukaan palatinal sepertiga mahkota daerah gingiva III. Pemeriksaan rontg foto Anak di bawah 2 tahun sering kesulitan untuk dilakukan pemeriksaan radiografi, disebabkan adanya rasa takut atau tidak ada kerjasama yang baik antara pasien dan operator. Dalam pembuatan rontgenografi anak tersebut perlu kehadiran orang tuanya. Adapun tujuan pembuatan rontgenografi adalah: a. Mengetahui besar dan posisi fraktur yang terjadi b. Untuk melihat perkembangan akar, seperti penutupan ujung akar c. Fraktur akar baik secara vertikal, horizontal atau letak fraktur Universitas Gadjah Mada 5 d. Fraktur prosesus alveolaris. Kondisi tersebut sangat membantu dalam penyembuhan luka yang terjadi e. Periksa jaringan periapikal f. IV. Periksa apakah perlu dilakukan perawatan endodontik dan jenis restorasinya Tes vitalitas: Pengetesan vitalitas gigi dapat dilakukan dengan tes pulpa listrik atau tes termal. Bagi gigi yang mengalami trauma yang baru, reaksi terhadap tes vitalitas pulpa mungkin dapat negatif selama 6-8 jam, diikuti diskolorisasi mahkota yang bersifat sementara. Akibat tes pulpa tersebut bundel syaraf sobek dan terjadi parastesi dan perdarahan. Kemudian setelah lama terjadi proses iritasi sebagian diskolorisasi akan hilang dan warna gigi akan normal kembali. Darah masuk kedalam tubulis dentalis menyebabkan perubahan wama pada mahkota. V. Diagnosis Dengan mengkombinasikan beberapa informasi dan pemeriksaan klinis dan rontgenologis, maka diagnosis dan klasifikasi injuri dapat dilakukan. Pada gigi desidul kasus traumatik injuri banyak adalah perpindahan tempat atau ekstrusi atau intrusi. Kondisi tersebut ditunjang adanya beberapa penyebab atau itiologi yang menuju antara lain: 1. Kedudukan gigianterior gigi desiduilebih vertiak 2. Tulang alveolus hinak 3. Adanya bibir sebagai pertahanan Anak-anak yang sering mendapat trauma adalah pada anak umur 1,5 - 2,5 tahun, terlihat kasus intrusi, ekstrusi atau perpindahan tempat. Apabila gigi desidui mengalami kasus tersebut maka dalam waktu 1-6 bulan akan terjadi reerupsi secara spontan, dan kalau dalam 2-3 bulan tidak terjadi reerupsi maka gigi tersebut akan mengalami ankilosis di kemudian hari. Selama masa perkembangan, benih gigi insisivi permananen berada disebelah palatinal dan dengan kedudukan tertutup pada apek gigi insisivus desidui. Dengan adanya injuri gigi desidui, maka dokter gigi harus selalu berpikir bahwa kemungkinan akibat injuri akan merusak benih gigi permanen penggantinya. Beberap kemungkinan injuri gigi desiduai akibat trauma pada anak umur 3 tahun adalah Dalam perawatannya kelompok umur anak ini sangat diperlukan kerja sama yang baik antara operator, anak dan orang tha. Kebanyakan anak tersebut sulit untuk dilakukan kerjasama. Beberapa cara memeriksa dengan anak dipangku orang tua dengan anak disuruh membuka mulut dan pada pemeriksaan pertama Iengkung rahang atas dan bawah dapat segera terlihat. Universitas Gadjah Mada 6 Perawatan Gigi Anak yang Terkena Trauma. 1. Pada fraktur email gigi desidui dengan menghaluskan permukaan yang tajam dan diinstruksikan kepada orang tua untuk mengontrolkan anaknya setiap 6 bulan 2. Perawatan fraktur gigi sampai dentin ialah dengan merestorasi gigi sistem etsa dan resin komposit 3. Perawatan gigi dengan pulpa terbuka dan masih hidup dengan teknik pulpotomi. Fraktur ini pada umur tertentu akan memberi dampak terhadap gigi penggantinya. 4. Perawatan fraktur akar pada gigi desidui yang terjadi, dan kalau ada tindakannya adalah pencabutan. Konkusi, subluxsasi dan Iuxsasi suatu injuri yang dominan pada gigi desidui. Kebanyakan anak yang mengalami trauma mi sering diikuti dengan kerusakan jaringan lunak, seperti bibir melepub, Jaserasidan perdarahan dan mukosa dan atau gingiva. Orang tua diintruksi untuk membersihkan luka dengan chiorhexidin 0,1% dengan kapas/koton dua kali sehari untuk waktu 2 minggu. Jaringan lunak kembali normal sangat cepat dan untuk pembengkaan proses penyembuhan diperlukan waktu 1 minggu. Kasus konkusi paling banyak tidak terlihat oleh dokter gigi pada saat terjadi keeelakaan, karena orang tua yang memeriksakan anaknya kecuali kalau ada sedikit perubahan wama mahkota gigi. Pada kasus subluxsasi, orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah injuri dan anak diberi diet lunak untuk beberapa han dan mobilitas akan hilang dalam waktu 1 - 2 minggu. Pada kasus luxsasi yang dilkuti dengan ekstrusi sangat mencolok adalah mobilitas gigi dan perawatan yang baik adalah segera dilakukan pencabutan. Pada kasus luksasi mahkota kelateral, seperti pindah tempat kepalatinal, implikasinya ujung akar secara menekan langsung kebukal dan mengenai benih gigi permanen. Kasus mi tidak dilakukan perawatan dan dalam waktu 1-2 bulan tidak akan menekan dan Pada kasus pindah tempat ke bukal, akar akan bergerak kepalatinal benih permanen scam langsung. Ekstraksi adalah pilihan pertama akan mencegah kerusakan benih permanen. Pada kasus luksasi dengan intrusi, sering memperlihatkan pindah tempat. Kadangkadang gigi intrusi masuk kedalam proses alveolaris. Temuan kasus intrusi akar dapat ditekan kearah palatinal atau bukal secara langsung. Beberapa gangguan perkembangan gigi perkembangan akibat trauma pada gigi desidui 1. Perubahan wama kuning atau kecokiatan pada email karena hipoplasia 2. Delacerasi mahkota 3. Malformasi seperti odontoma, granuloma, cysta Universitas Gadjah Mada 7 4. Akar gigi mengalami duplikasi 5. Pembelokan akar vestibulair 6. Pembelokan akar sebelah lateral 7. Penghentian akar gigi secara total atau sebagian 8. Ectopic, prematur, kelambatan erupsi atau impaksi 9. Terjadinya sequester benih gigi Perawatan trauma pada gigi permanen muda Trauma paling banyak dialami pada anak dalam umur 8-11 tahun. Keadaan kasus mi praktis dialami pada gigi dengan penutupan ujung akar yang belum sempurna. Dilihat dan segi sosial dan segi psikologi kasus ini banyak menimbulkan stres yang berat dengan gigi yang fraktur atau hilangnya gigi perrnanen dan secara psikologis akan menimbulkan gangguan perkembangan anak. Tindakan yang tepat untuk mengatasi stres bagi anak dan orang tua dengan mengembalikan estetika akibat trauma secepat mungkin. Perawatan fraktur pada gigi permanen muda 1. Pada fraktur klasi I adalah kerusakan gigi pada email. Kebanyakan pada trauma yang baru disertai dengan luksasi dan sebagai restorasinya dikerjakan dengan sistem etsa dan resin komposit, disertai dengan mengembalikan posisi dan splinting pada gigi yang goyah 2. Pada fraktur klas II adalah kerusakan gigi pada email dan dentin, kalau disertai dengan /luksasi maka perawatan disertai dengan splinting. Untuk restorasi mahkota dikerjakan: • Perlindungan pulpa kalsium hidroksit, • Restorasi komposit dengan etsa dan • Kontrol vitalitas 6-8 minggu 3. Pada fraktur klas III adalah kerusakan gigi dengan pulpa terbuka. Untuk perawatannya dikerjakan: Perawatan pulpotomi (yang baik jika perawatan pulpa dilakukan 1-2 hari setelah mendapatkan trauma) prognosa. Hasil yang diharapkan pulpa tetap hidup Perawatan pulpektomi (bila vitalitas gigi tidak dapat dipertahankan). Bagi ujung akar masih ternuka dilakukan dengan perawatan apeksifikasi lebih dahulu. Jika ada mobilitas dilakukan splinting 4. Pada fraktur klas IV adalah gigi non vital dengan tanpa hilangnya struktur mahkota. Perawatannya gigi tersebut adalah: • Dilakukan pulpektomi, dan untuk estetika perlu perawatan • Bleaching jika ada perubahan wama mahkota gigi Universitas Gadjah Mada 8 5. Pada fraktur klas V adalah hilangnya gigi atau lepasanya gigi dan soket dan perawatannya dilakukan replantasi. Prognosa baik jika perawatannya dilakukan setelah ± V2 jam lepasnya gigi dan soket 6. Pada fraktur klas VI adalah fraktur yang terjadi pada akar gigi baik yang 1/3 dari ujung akar, bagian tengah-tengah akar atau 1/3 Dilakukan splinting (fraktur akar 1/3 dan apikal) Pada fraktur akar 1/3 dan gingiva dilakukan pencabutan 7. Pada fraktur klas VII adalah gigi mengalami perubahan tempat dan sebagai perawatannya adalah: Dikembalikan kemudian splinting. Untuk ini perlu evaluasi vitalitas gigi 1 bulan, 3 bulan sampai I tahun 8. Pada fraktur klas VIII adalah fraktur akar miring pada mahkota sampai akar Dilakukan pencabutan gigi Universitas Gadjah Mada 9