KSK No.23, September 2014 Ringkasan Eksekutif Pada semester I 2014 stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap terjaga walaupun dihadapkan pada tantangan baru berupa perlambatan perekonomian domestik sebagai dampak dari berlanjutnya beberapa permasalahan eksternal dan internal pada semester sebelumnya. Permasalahan eksternal dipicu oleh ketidakpastian pertumbuhan perekonomian global dan tren penurunan harga komoditas terutama Crude Palm Oil (CPO) serta minyak dunia yang berimplikasi pada turut melambatnya pertumbuhan ekonomi di berbagai negara Emerging Market (EM) termasuk Indonesia. Permasalahan internal antara lain terkait defisit transaksi berjalan dan beberapa risiko ketidakseimbangan keuangan seperti potensi terjadinya downturn pada siklus keuangan yang dapat memicu perlambatan perekonomian domestik lebih lanjut, peningkatan perilaku prosiklikalitas perbankan, dan peningkatan utang luar negeri. Selain itu, terdapat pula beberapa sumber kerentanan dari sisi global terkait dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang diperkirakan masih belum terlalu kondusif, serta dari sisi domestik terkait dengan ketidakseimbangan pertumbuhan dana dalam mendukung pertumbuhan kredit yang memicu tekanan likuiditas dan peningkatan persaingan suku bunga, serta kenaikan risiko kredit. Pertumbuhan perekonomian domestik yang masih lebih baik dibandingkan dengan perekonomian global mendorong peningkatan kinerja pasar keuangan domestik antara lain tercermin pada peningkatan inflow asing, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) dan obligasi korporasi, serta kenaikan volume transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Rupiah. Peningkatan aktivitas pasar keuangan diikuti dengan risiko yang relatif aman sebagaimana tercermin dari penurunan volatilitas di pasar saham, SBN, obligasi korporasi, dan PUAB. Meski demikian, pasar keuangan Indonesia masih rentan terhadap potensi risiko akibat pengaruh ketidakseimbangan eksternal terutama terkait dengan potensi terjadinya capital reversal. Di sektor Rumah Tangga dan Korporasi, kinerja dan risiko secara umum masih menunjukkan perbaikan meskipun sempat mengalami tekanan di awal semester I 2014. Tekanan terjadi sebagai akibat masih belum pulihnya kondisi ekonomi global, pelemahan Rupiah terkait dengan ketidakpastian hasil Pemilu pada waktu itu, dan inflasi yang masih tinggi. Namun menjelang akhir semester 1 tingkat inflasi yang menurun mampu mendorong kegiatan Rumah Tangga (RT) dan Korporasi. Pertumbuhan konsumsi RT menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dengan risiko leverage yang relatif kecil. Non Performing Loan (NPL) gross kredit perbankan kepada RT juga terindikasi masih relatif rendah meskipun sedikit meningkat dibanding semester sebelumnya. Potensi risiko yang patut diwaspadai dari RT berada pada kelompok RT berpenghasilan rendah dengan leverage tinggi tanpa tabungan. Sementara itu, peningkatan permintaan domestik khususnya terkait dengan kegiatan Pemilu dan persiapan menjelang puasa Ramadhan menjadi pendorong kegiatan dunia usaha sektor Korporasi. Namun demikian, sektor ini masih menghadapi potensi risiko terutama bersumber dari masih lemahnya harga komoditas ekspor utama non migas. i KSK No.23, September 2014 Di tengah kondisi perlambatan perekonomian yang diikuti dengan ketidakpastian politik terkait hasil Pemilu, serta masih berlanjutnya kebijakan makroekonomi yang ketat terkait dengan kenaikan risiko tekanan inflasi, kondisi perbankan masih terjaga dengan tingkat risiko yang cukup aman dan ketahanan yang cukup tinggi. Pada semester laporan, terdapat tekanan likuiditas antara lain karena ketidakseimbangan pertumbuhan dana dalam mendukung pertumbuhan kredit yang memicu persaingan suku bunga. Namun demikian, kemampuan likuiditas bank untuk memenuhi kewajiban terkait potensi penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK) serta mendukung ekspansi kredit masih memadai. Sejalan dengan hal tersebut, fungsi intermediasi perbankan tetap mengalami peningkatan sebagaimana tercermin dari masih tumbuhnya kredit dan DPK pada periode laporan. Pertumbuhan kredit yang lebih besar dibandingkan dengan DPK menyebabkan peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) menjadi 90,25% dari 89,87% pada semester sebelumnya. Total kredit perbankan termasuk Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan meskipun dengan pertumbuhan yang melambat. Perlambatan pertumbuhan kredit antara lain karena penurunan harga komoditas dan larangan ekspor mineral mentah, serta pertumbuhan ekonomi yang melambat. Sementara itu, risiko kredit cenderung meningkat, tercermin dari kenaikan rasio NPL gross terutama sebagai akibat dari kondisi ekonomi global dan domestik yang kurang kondusif. Di sisi kredit UMKM, peningkatan rasio NPL gross disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal bank. Faktor internal yang mempengaruhi NPL antara lain kurangnya kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penyaluran (analisis dan monitoring) kredit UMKM, keterbatasan jaringan kantor yang dimiliki bank dan ketidaksiapan proses bisnis bank. Sedangkan faktor eksternal adalah perlambatan perekonomian, inflasi, dan suku bunga yang tinggi. Selain risiko kredit, pada semester laporan, perbankan terindikasi menghadapi peningkatan risiko pasar yang bersumber dari kenaikan suku bunga dana, pelemahan nilai tukar, dan penurunan harga SBN. Namun demikian, potensi ancaman dari ketiga risiko pasar tersebut terhadap perbankan masih relatif terbatas. Sementara itu, perbankan masih mampu meningkatkan profitabilitas didukung dengan tingkat permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang cukup tinggi. Terjaganya tingkat permodalan bank di tengah peningkatan berbagai potensi risiko mencerminkan kehati-hatian bank dalam menjalankan kegiatan usaha. Hasil simulasi stress test menunjukkan CAR industri perbankan masih cukup memadai untuk mengantisipasi gejolak dan peningkatan potensi risiko kredit dan risiko pasar. Selanjutnya, sejalan dengan penurunan risiko di pasar keuangan pada akhir semester 1 2014, kinerja dan risiko Industri Keuangan Non Bank (IKNB) membaik. Meskipun demikian, khusus Perusahaan Pembiayaan (PP) terindikasi menghadapi potensi risiko nilai tukar sehubungan dengan peningkatan sumber pendanaan PP dari luar negeri yang dipergunakan untuk pembiayaan domestik. Penurunan risiko pasar keuangan juga mendorong peningkatan pembiayaan melalui nonbank, khususnya melalui pasar modal. Salah satu komponen infrastruktur sistem keuangan Indonesia yang terpenting adalah sistem pembayaran. Keandalan sistem pembayaran menjadi prasyarat utama untuk mendukung stabilitas sistem keuangan. Selain itu, sistem pembayaran yang efektif memungkinkan terselenggaranya keuangan inklusif yang dapat mendorong peningkatan peran lembaga keuangan dalam perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sepanjang semester I 2014, penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang ii KSK No.23, September 2014 diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun yang dilakukan di luar Bank Indonesia berjalan efisien, aman dan lancar tanpa gangguan yang berarti. Keandalan sistem pembayaran sebagai infrastruktur sistem keuangan ditunjukkan dengan terpenuhinya tingkat ketersediaan (availability) sistem pembayaran sesuai tingkat layanan yang telah ditetapkan. Selama semester I 2014 aktivitas sistem pembayaran juga mengalami peningkatan baik dari sisi volume maupun nilai. Likuiditas peserta Real Time Gross Settlement (RTGS) untuk menyelesaikan perputaran transaksi pembayaran relatif memadai. Hal ini tercermin dari membaiknya kinerja berbagai indikator likuiditas sistem pembayaran berupa penyediaan saldo giro, turn over ratio dan queue transaction. Terselenggaranya sistem pembayaran secara lancar, aman dan efisien ditopang oleh berbagai upaya Bank Indonesia dalam meminimalisir risiko-risiko utama yang timbul dalam penyelenggaraan sistem pembayaran yaitu risiko setelmen, likuiditas dan operasional yang terjadi baik di level penyelenggara maupun industri sistem pembayaran. Pada semester laporan, risiko-risiko tersebut dapat dimitigasi dengan baik . iii