I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lele (Clarias sp.) adalah salah satu komoditi perikanan yang banyak disukai masyarakat. Data menunjukkan permintaan atau kebutuhan komoditi ini terus meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata peningkatan sebesar 18,3% (Anonim, 2013). Dari keseluruhan permintaan di tahun 2003 sebesar 57.470 ton, sebagian besar dibeli oleh konsumen dalam keadaan hidup atau segar. Namun demikian menurut Suryaningrum (2010) produk pengolahan dan pengawetan Lele mempunyai prospek yang baik dikemudian hari seperti produk fillet, daging lumat atau surimi, lele asap dan lain-lain (Anonim, 2013). Dalam pengolahan dan pengawetan lele menjadi produk akan menghasilkan limbah baik itu berupa gonad, kulit maupun kepala. Menurut Wulandari dan Sedayu (2013) limbah pengolahan daging lumat atau surimi dapat mencapai lebih dari 60%. Beberapa bagian limbah seperti kulit dan sirip lele telah dimanfaatkan dan diolah menjadi kripik oleh beberapa Usaha Kecil Menengah (UKM) di Jombang (Anonim, 2010) dan di Yogyakarta (Ustadi et al, 2013). UKM pengolahan ikan Khansa Snack and Food Perumahan Banteng Baru Yogyakarta juga telah mengolah dan memanfaatkan tulang dan kepala lele untuk fortifikasi kalsium pada kerupuk ikan (Ustadi et al., 2013). Menurut Nurhayati, et al. (2014) limbah merupakan bahan baku dengan kualitas rendah yang jika tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah lingkungan, kesehatan, dan ekonomi. Jika masih belum ada upaya yang lebih beragam dan solutif untuk pemanfaatan limbah jeroan ikan maka akan timbul berbagai macam dampak kerugian pada lingkungan serta sosial. Limbah industri perikanan berupa jeroan ikan dapat dimanfaatkan salah satunya sebagai sumber bahan baku pembuatan protein hidrolisat (Bhaskar dan Mahendrakar, 2008). Dengan adanya penelitian tentang pemanfaatan limbah jeroan ikan seperti pembuatan hidrolisat protein jeroan diharapkan mampu menambah pengentahuan tentang ilmu terapan yang lebih menguntungkan dari limbah yang awalnya hanya dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan yang bernilai ekonomi rendah menjadi lebih tinggi (high value) dan menguntungkan baik secara ekonomi, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Hidrolisat protein merupakan suatu proses pemutusan ikatan peptida pada struktur protein menjadi ikatan yang lebih sederhana melalui proses hidrolisis baik menggunakan enzim, asam, maupun basa. Reaksi hidrolisis ini akan menghasilkan hidrolisat protein yang berkualitas karena pH, kondisi suhu, dan waktu hidrolisis yang terkontrol (Kristinson et al., 2000). Hidrolisat protein ikan (HPI) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan ikan lele yang cukup potensial. Hidrolisat protein ikan adalah produk cairan yang dibuat dari ikan dengan penambahan enzim proteolitik untuk mempercepat hidrolisis dalam kondisi terkontrol dengan hasil akhir berupa campuran komponen protein (Pigott dan Tucker, 1990). Hidrolisat protein ikan (HPI) memiliki sifat fungsionalnya lebih tinggi sehingga lebih luas pemanfaatannya. Produk tersebut lebih baik dibandingkan dari sumber hewani lainnya karena memiliki komposisi protein cukup lengkap (Koesoemawardani et al., 2008). Berbagai macam peptida yang potensial bersifat bioaktif dihasilkan oleh urutan asam amino dan struktur protein yang sangat beragam dalam ikan serta spesifitas enzim protease yang beragam. Berbagai jenis peptida terdapat dalam kandungan produk hidrolisis protein limbah pengolahan ikan yang berfungsi sebagai anti-hipertensi, anti-koagulan, anti-oksidan, anti-diabetes, anti-kanker, immunostimulator, pengikat kalsium, hypokolesteremik dan penurun nafsu makan (Harnedy dan FitzGerald, 2012). Milochau et al., (1997) telah mengisolasi dan mengkarakterisasi protein antibakteri dari cairan coelomic dari cacing tanah Eisenia fetida andrei, yang mempunyai aktivitas antibakteri dan diberi nama fetidin dengan berat molekul 40,0 kDa dan 45,0 kDa. Pada penelitian Latifah (2013) tentang pengujian aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih (Lates calcalifer) diadapatkan hasil produk hidrolisat menghasilkan aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 1.048,40 ppm dan mengandung senyawa flavonoid, karbohidrat, gula pereduksi, peptida, dan asam amino. Produk dihasilkan berdasarkan pemilihan kondisi aktivitas antioksidan tertinggi, yaitu pada konsentrasi enzim 0,1%, waktu hidrolisis 4 jam, dan nilai pH 7. Produk mengandung 15 jenis asam amino dengan kadar tertinggi yaitu asam glutamat (8,71%) dan kadar terendah histidina (1,38%). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas senyawa bioaktif antibakteri dan antioksidan pada hidrolisat protein limbah jeroan lele khususnya telur agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai lebih sehingga dapat mendukung prinsip zero waste. B. Tujuan 1. Mengetahui hasil pemurnian protein dengan presipitasi ammonium sulfat. 2. Mengetahui adanya potensi aktivitas antibakteri dari hidrolisat protein limbah telur lele. 3. Mengetahui adanya potensi aktivitas antioksidan dari hidrolisat protein limbah telur lele. C. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang hidolisat protein limbah telur ikan lele yang memiliki adanya potensi aktivitas antioksidan dan antibakteri serta mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan serta ramah lingkungan yang tertuang dalam Code of Conduct Responsible Fisheries (CCRF) yaitu dengan cara meminimalkan limbah industri pengolahan ikan (khususnya lele dumbo) dan memanfaatkan limbah (khususnya telur) menjadi produk bernilai tambah.