BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsepsi 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah proses jual beli baik berupa barang maupun jasa yang dilakukan antar satu negara dengan negara lainnya. Perdagangan internasional ini sangatlah menguntungkan kedua belah pihak karena dapat meningkatkan perekonomian di negaranya masing-masing, dimana bagi negara yang menjual barang atau jasa keluar negeri (export) akan dapat menambah devisa negaranya selain itu juga dapat menjual barang lebih tinggi dibandingkan menjualnya di dalam negeri dan bagi negara yang membeli barang keluar negeri (import) akan dapat memenuhi kebutuhan di negaranya tersebut. Perdagangan luar negeri diakibatkan oleh adanya perbedaan kebutuhan dan hasil produksi di setiap negara. Menurut Boediono (2012:1) ekonomi internasional mempelajari tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan ekonomi yang mencakup tiga bentuk hubungan yang berbeda, yaitu: 1) Hubungan ekonomi yang berupa hasil atau output negara satu dengan negara lainnya. Misalnya negara Indonesia yang mengekspor minyak, kayu, karet, dan Indonesia juga mengimpor beras, gandum, bahan plastik, benang dan lain sebagainya. Hubungan ini terbentuk karena adanya perbedaan hasil produksi dari satu negara dengan negara lain demi pemenuhan kebutuhan di negara yang bersangkutan. 11 2) Hubungan ekonomi yang berupa pertukaran sarana produksi (faktor produksi). Faktor-faktor produksi adalah tenaga kerja, modal, dan teknologi. Faktor produksi ini dapat mengalir dari satu negara ke negara lain karena berbagai sebab, salah satunya karena adanya perbedaan upah yang dibayarkan untuk tenaga kerja. Menurut teori migrasi tenaga kerja, dimana tingkat upah tinggi maka kearah sana tenaga kerja melakukan perpindahan, sehingga keinginan tenaga kerja untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi lah yang menyebabkan terjadi hubungan ekonomi. 3) Hubungan ekonomi yang dilihat dari segi konsekuensinya terhadap posisi utang piutang. Hubungan utang-piutang ini terbentuk karena adanya konsekuensi dari hubungan perdagangan dan hubungan faktor produksi. Suatu negara yang memiliki utang diluar negeri akan membentuk hubungan ekonomi antar negara tersebut. Teori-teori perdagangan internasional terdiri atas teori pra-klasik, teori klasik dan teori modern. 1) Teori Pra-Klasik (Merkantilis) Teori perdagangan internasional pertama kali muncul dari ajaran merkantilis pada abad ke 16 dan 17. Merkantilis adalah kaum yang sangat menyukai perdagangan. Menurut kaum merkantilis, kemakmuran suatu negara tercermin dari surplus perdagangan negara tersebut (Rahardja, Manurung, 2008:75). Tujuan utama kaum merkantilis adalah mendapatkan kemajuan dari ekspor dan mengumpulkan logam mulia sebanyak-banyaknya sebagai ukuran kejayaan suatu negara. Merkantilis menyukai intervensi dari pemerintah, karena 12 dengan adanya intervensi maka merkantilis berkeyakinan bahwa perekonomian akan dapat maju karena pemerintah dapat mengurangi impor barang yang datang dari negara lain sehingga nilai ekspor akan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah impor. Selain adanya intervensi, merkantilis juga menyukai monopoli karena dengan adanya monopoli oleh produsen dalam negeri, maka produsen dalam negeri dapat bersaing dengan barang-barang yang datang dari luar negeri. Tetapi dampak buruknya terhadap masyarakat adalah masyarakat harus membeli barang dalam negeri yang jauh lebih mahal dibandingkan barang yang diimpor dari luar negeri. 2) Teori Klasik (1) Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage) Teori keunggulan mutlak dikembang oleh Adam Smith pada tahun 1776 yang menyatakan bahwa bukanlah pemerintah yang mengatur perekonomian tetapi ekonomi pasar (market economy) dan tangan tak kentara (invisible hands) yang menentukan ekspor dan impor di suatu negara. Kaum klasik sebelum David Ricardo berpendapat bahwa suatu negara mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang yang sama dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain karena negara tersebut mempunyai keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut (Boediono, 2012:20). (2) Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) Teori keunggulan komparatif adalah teori yang menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan beberapa barang yang kemudian akan mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan lebih memilih 13 mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage yaitu suatu barang yang memiliki harga yang lebih rendah jika diimpor dibandingkan di produksi didalam negeri. Apabila suatu negara memiliki keunggulan mutlak untuk semua barang yang diproduksinya maka negara tersebut tidak sepenuhnya mengekspor barang tanpa ada mengimpor barang, karena menurut David Ricardo teori yang berlaku adalah teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dimana suatu negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi, dan mengimpor barang yang mempunyai komparatif rendah dari barang-barang yang diproduksi lainnya (Boediono, 2012:21). 3) Teori Modern (1) Teori Heckscher–Ohlin (Teori H-O) Eli Heckscher dan Bertil Ohlin mengemukakan sebuah teori perdagangan internasional sebagai kritik dari teori yang dikeluarkan oleh David Ricardo dalam Teori Klasik. Teori H-O menjelaskan sebuah model yang memperhatikan aspek kepemilikan suatu faktor produksi (factor endowment) yang bisa menimbulkan perbedaan dalam keunggulan komparatif dan selanjutnya menimbulkan suatu perdagangan. Menurut Boediono (2012-59) ada beberapa asumsi didalam model ini, yaitu adanya dua negara yang memiliki jumlah faktor produksi yang berbeda, adanya dua faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal, dan adanya dua barang yang memiliki kepadatan faktor produksi yang tidak sama. Analisis dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan kurva isocost dan isoquant. Hasil dari analisis akan memprediksi bagaimanakah ciri-ciri dari perdagangan internasional yang 14 dilakukan oleh kedua negara tersebut berdasarkan proporsi jenis faktor produksi yang dimilikinya. Misalnya antara negara Korea Selatan dan Indonesia melakukan perdagangan produk sepatu dan televisi. Indonesia yang memiliki banyak tenaga kerja namum memiliki modal yang sedikit akan mengekspor barang-barang yang bersifat labor intensive (sepatu) dan Korea Selatan yang berlimpah akan barang modal sehingga cenderung untuk mengekspor barang-barang yang bersifat capital insentive (televisi). Gambar 2.1 Kurva Isocost Dua Jenis Produk pada Dua Negara TK TK 75 Isocost $900 Isocost $900 Isocost $800 Isocost $800 25 Modal 8 Modal Sumber: Darwanto (2013) Sehingga dalam kasus di atas, setiap negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi suatu barang menurut kepemilikan dari faktor produksi yang dimiliki oleh setiap negara. 2.1.2 Teori Impor Impor adalah kegiatan pembelian barang dari negara lain demi pemenuhan kebutuhan didalam negeri. Dalam model ekonomi terbuka, impor merupakan kebocoran dari pendapatan karena menimbulkan aliran uang ke luar negeri dan 15 menyebabkan devisa negara menjadi berkurang. Fungsi impor dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Fungsi Impor Impor (M) M (fungsi Impor) ∆M ∆Y Y Sumber: Nopirin (2011:241) Konsep yang berhubungan dengan fungsi impor adalah average propensity to impor (APM) dan marginal propensity to impor (MPM). APM adalah proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor dengan rumus matematisnya adalah APM = M/Y sedangkan MPM adalah proporsi dari perubahan pendapatan yang digunakan untuk merubah impor dengan rumus matematisnya adalah MPM = ∆M/∆Y. Impor tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan suatu negara tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu adanya daya saing antar satu negara dengan negara lain, adanya selera dari masyarakat, dan karena adanya perbedaan harga di dalam negeri dengan diluar negeri yang jauh lebih murah. Perubahan faktor-faktor inilah dapat menggeser fungsi dari impor itu sendiri. Selain itu impor terjadi karena adanya kelangkangan suatu barang didalam negeri yang mendorong pemerintah untuk membuat keputusan mengimpor barang dari luar negeri dan 16 adanya ketidakmampuan masyarakat untuk membeli barang didalam negeri karena harganya yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan luar negeri. 2.1.3 Konsepsi Produk Domestik Bruto Salah satu indikator penting pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB) yang merupakan salah satu cara didalam menentukan kondisi perekonomian suatu negara. PDB pada dasarnya adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu atau dapat juga dikatakan dengan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB adalah hasil dari produksi barang-barang dengan jasa-jasa dan perusahaan serta barang dan jasa asing yang ada di suatu negara bersangkutan (Acc Prataditeja dalam Hastuti 2008). PDB menghitung nilai barang serta jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada periode tertentu (Herlambang, 2001:22). PDB terdiri atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dimana dijelaskan sebagai berikut: 1) PDB atas harga berlaku PDB atas dasar harga berlaku atau PDB nominal menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. 2) PDB atas dasar harga konstan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. 17 2.1.4 Konsepsi Kurs Valuta Asing Valuta asing atau yang lebih dikenal dengan foreign exchange adalah mata uang asing yang menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain (Sukirno, 2012:397). Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang dalam negeri seperti Dollar Amerika Serikat (USD), Dollar Singapore (SGD), Dollar Australia (AUD) dan mata uang negara lainnya. Kurs atau nilai tukar adalah harga-harga dari mata uang luar negeri (Dornbush et al. 2008). Nilai valuta asing mempunyai nilai yang berbedabeda dengan negara lain, nilai tersebut menakar berapa banyak suatu mata uang harus ditukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang negara lain. Perbandingan pertukaran tersebut disebut dengan istilah foreign exchange rate (kurs valuta asing). Boediono (2012:102) menjabarkan 4 jenis sitem utama kurs valuta asing yang berlaku yaitu kurs devisa tetap (fixed exchange rate), kurs devisa mengambang (floating exchange rate), kurs merangkak (crawling peg) dan teori paritas tenaga beli (purchasing power parity theory). 1) Kurs Devisa Tetap Kurs devisa tetap (fixed exchange rate) adalah sitem standar emas penuh. Harga setiap mata uang akan tetap apabila isi emas dari masing-masing mata uang tidak mengalami perubahan. Dalam hal ini, pemerintah akan berusaha untuk mempertahankan tingkat kurs mata uang tersebut dengan mata uang negara lain dengan berbagai kebijakan yang dilakukan. 18 2) Kurs Devisa Mengambang Kurs devisa mengambang atau dengan kata lain dinamakan sebagai floating exchange rate adalah suatu sistem dimana kurs satu mata uang dengan mata uang lain dibiarkan bebas saling tarik menarik berdasarkan kekuatan pasar. Keuntungan dari kurs devisa mengambang ini adalah tingkat kurs yang belaku selalu sama dengan tingkat kurs keseimbangan dan dalam kurs ini tidak adanya surplus ataupun defisit neraca karena bekerjanya pasar selalu bisa menyeimbangkan jumlah devisa yang masuk dengan devisa yang keluar. 3) Crawling Peg Kurs merangkak atau crawling peg adalah tingkat kurs yang ditentukan oleh pemerintah dalam kurs tetap untuk melakukan perubahan sesuai dengan perkembangan permintaan dan penawaran dalam jangka panjang, dan pemerintah akan menaikkan tingkat kurs secara berkala untuk mecapai suatu nilai tertentu. 4) Teori Paritas Tenaga Beli Teori ini memiliki kegunaan yaitu untuk membandingkan atau menentukan apakah kurs resmi yang ditetapkan pemerintah adalah realistis atau tidak. Kurs valuta asing dapat mengalami perubahan sewaktu-waktu karena disebabkan oleh mekanisme pasar dari masing-masing negara. Perubahan dari kurs valuta asing dipengaruhi oleh adanya permintaan dan penawaran valuta asing tersebut. Permintaan dan penawaran valuta asing dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu (Nopirin, 2011:148): 19 a) Pendapatan Apabila pendapatan masyarakat di suatu negara meningkat maka, semakin tinggi daya beli masyarakat untuk membeli barang impor sehingga volume impor akan meningkat dan permintaan akan valuta asing juga mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan kurs valuta asing akan mengalami peningkatan dan mata uang dalam negeri akan mengalami penurunan. b) Harga Harga didalam negeri mengalami kenaikan maka masyarakat akan lebih suka mengimpor barang karena harganya yang lebih murah sehingga volume impor lebih banyak dibandingkan dengan volume ekspor yang menyebabkan permintaan akan kurs valuta asing juga mengalami peningkatan. c) Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga yang meningkat akan menstimulus investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia sehingga tingkat aliran modal asing akan meningkat dan kurs dollar valuta asing akan mengalami penurunan dan mata uang dalam negeri mengalami peningkatan seiring dengan menurunnya kurs valuta asing. Selain ketiga faktor di atas, permintaan dan penawaran kurs valuta asing juga disebabkan oleh adanya keadaan politik dan psikologi suatu negara. Apabila keadaan politik suatu negara tidak baik maka aliran dana keluar negeri akan mengalami peningkatan sehingga kurs valuta asing akan mengalami peningkatan. 20 2.1.5 Teori Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga barang yang terjadi secara terus menerus. Menurut Nanga dalam Wiguna dan Suresmiathi (2013), inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Terjadinya inflasi di suatu negara diakibatkan oleh banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga daya beli masyarakat akan meningkat dan permintaan akan barang tersebut mengalami peningkatan sehingga harga barangbarang tersebut akan mengalami peningkatan seiring meningkatnya permintaan akan barang tersebut. Khan et al (2007) menemukan bahwa di Pakistan yang menjadi faktor utama penyebab inflasi adalah faktor pengaruh inflasi tahun sebelumnya atau adaptive expectations, kredit sektor swasta dan kenaikan harga barang-barang impor. Sebaliknya pengaruh kebijakan fiskal pemerintah sangat minim terhadap inflasi. Inflasi bagi beberapa para ahli dianggap sebagai masalah pelik dalam perekonomian. Fischer (1993), Barro (1996) dan Bruno and Easterly (1998) menyimpulkan bahwa perekonomian akan menurun drastis saat inflasi yang tinggi sedangkan perekonomian akan kembali Namun, Mallik dan Chowdhury (2001), naik saat inflasi menurun. menemukan bahwa dalam penelitiannya di empat Negara di Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka), dalam jangka panjang inflasi justru berpengaruh positif terhadap GDP. Sukirno (2012:333) menjelaskan terdapat tiga bentuk inflasi berdasarkan sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, yaitu sebagai berikut: 21 1) Inflasi Tarikan Permintaan Inflasi tarikan biaya ini biasanya terjadi pada negara yang mengalami kemajuan perekonomian yang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi akan menambah pendapatan masyarakat sehingga menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi untuk memproduksi suatu barang dan jasa, pengeluaran yang berlebihan inilah yang menyebabkan terjadinya inflasi. Selain terjadi pada masa kemajuan perekonomian yang pesat, inflasi tarikan permintaan juga dapat terjadi pada masa perang dan ketidakstabilan politik. 2) Inflasi Desakan Biaya Inflasi ini juga terjadi pada perekonomian yang mengalami kemajuan yang pesat ketika pengangguran sangat rendah. Apabila perusahaan mengalami kenaikan permintaan yang berkelanjutan maka perusahaan tersebut akan menambah produksinya dan mengeluarkan banyak biaya produksi untuk bayaran tenaga kerja tambahan demi pemenuhan permintaan, langkah ini menyebabkan kenaikan harga-harga di berbagai barang. 3) Inflasi Impor Inflasi terjadi karena adanya kenaikan barang-barang impor yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan salah satunya adalah kenaikan minyak impor yang merupakan faktor produksi disuatu perusahaan. Kenaikan minyak impor akan menyebabkan biaya produksi suatu perusahaan akan mengalami peningkatan, dan menyebabkan harga-harga produk juga mengalami kenaikan. 22 Rio (2013) menjelaskan bahwa inflasi di Indonesia untuk jangka pendek maupun jangka panjang dipengaruhi oleh tingkat bunga. Dan dalam jangka panjang, inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh jumlah uang beredar dan harga minyak dunia. Tingkat inflasi di suatu negara mencerminkan kemajuan perekonomi di suatu negara tersebut. Tingginya tingkat inflasi dapat memperburuk kemakmuran individu dan masyarakat. Inflasi dapat memberikan efek yang buruk bagi kemakmuran masyarakat yaitu inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap, inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang, dan inflasi dapat memperburuk pembagian kekayaan (Sukirno, 2012:339). Secara umum, penyebab inflasi di negara maju diidentifikasi sebagai pertumbuhan jumlah uang beredar, sebaliknya di negara berkembang inflasi bukan fenomena moneter murni, ketidakseimbangan seperti pertumbuhan uang yang lebih tinggi dan fiskal tetapi biasanya berhubungan dengan depresiasi nilai tukar yang timbul dari krisis neraca pembayaran (Totonchi, 2011). 2.1.6 Hubungan Produk Domestik Bruto dengan Impor Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah seluruh barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara dalam periode tertentu. Pada umumnya pertumbuhan perekonomian suatu negara dapat diukur dengan PDB karena merupakan nilai pasar semua barang/jasa akhir yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode atau satu tahun (Van den Bergh, 2009). PDB merupakan bentuk pendapatan (Y) dimana meningkatnya pertumbuhan pendapatan dalam suatu negara cenderung meningkatkan kemungkinan untuk 23 impor (Nopirin, 2011:148). Hal ini sesuai dengan yang digambarkan oleh kurva fungsi impor terhadap Y yang memiliki slope positif, sehingga apabila pendapatan meningkat maka impor juga akan mengalami peningkatan sehingga dapat dikatakan memiliki hubungan yang positif. 2.1.7 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Impor Impor tidak hanya dipengaruhi oleh produksi, konsumsi, harga dan inflasi saja tetapi juga berhubungan dengan kurs, dimana kurs diartikan sebagai harga mata uang negara tertentu terhadap mata uang negara lain. Sudah secara luas diakui bahwa stabilitas dalam nilai tukar menjamin stabilitas makro ekonomi yang berdampak pertumbuhan ekonomi positif (Khan dan Qayyum, 2008). Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang berlaku untuk menunjukkan harga-harga barang dan jasa (Asmanto dan Suryandari, 2008). Nilai tukar atau kurs biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Nilai mata uang asing yang ditentukan oleh mekanisme pasar akan mudah mengalami perubahan nilai dan perubahan nilai mata uang asing akan dapat berpengaruh terhadap kegiatan impor. Apabila terjadi kenaikan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara asing maka akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang didalam negeri bagi pihak luar negeri dan begitu juga sebaliknya (Jakaria, 2008). Sukirno (2012:402) menjelaskan bahwa perubahan tingkat penawaran dan permintaan mata uang negara tersebut akan menyebabkan perubahan nilai mata uangnya sehingga berpengaruh terhadap jumlah ekspor dan impor. 24 Menurut teori elastisitas tradisional, apresiasi nilai tukar rupiah akan menurunkan ekspor dan meningkatkan impor (Chen, 2012). Jika kurs rupiah melemah maka harga barang atau jasa yang diimpor akan semakin mahal, tetapi jika kurs rupiah menguat maka harga barang atau jasa impor semakin murah. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara kurs valuta asing dengan impor adalah negatif. 2.1.8 Hubungan Tingkat Inflasi dengan Impor Selain tingkat inflasi dapat dipengaruhi oleh harga barang impor, inflasi juga dapat berbalik dan mempengaruhi harga barang impor. Inflasi yang terjadi di suatu negara menyebabkan harga barang di dalam negeri mengalami kenaikan sehingga harga barang dalam negeri jauh lebih mahal daripada harga barang dari luar negeri sehingga masyarakat lebih cenderung untuk mengimpor barang, inflasi berkecenderungan menambah impor (Sukirno, 2012:402). Penelitian Ulke (2011) dalam Econometric Analysis of Import and Inflation Relationship in Turkey between 1995 and 2010 dinyatakan bahwa, inflasi mempunyai hubungan yang searah terhadap volume impor. Semakin tinggi tingkat inflasi di suatu negara maka semakin meningkat jumlah barang impor di negara tersebut dan semakin rendah jumlah ekspornya. Dapat dikatakan bahwa tingkat inflasi didalam negeri berpengaruh positif terhadap jumlah barang impor. 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang akan diuji kebenarannya dengan melakukan analisis. Berdasarkan rumusan masalah 25 dan kajian teori yang telah diuraikan maka didapatlah hipotesis penelitain sebagai berikut: 1) Produk Domestik Bruto, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Impor Sayuran Indonesia kurun waktu 1994-2013. 2) a. Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impor Sayuran Indonesia kurun waktu 1994-2013. b. Kurs Dollar Amerika Serikat berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Impor Sayuran Indonesia kurun waktu 1994-2013. c. Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impor Sayuran Indonesia kurun waktu 1994-2013. 26