BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsepsi
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah proses jual beli baik berupa barang
maupun jasa yang dilakukan antar satu negara dengan negara lainnya.
Perdagangan internasional ini sangatlah menguntungkan kedua belah pihak karena
dapat meningkatkan perekonomian di negaranya masing-masing, dimana bagi
negara yang menjual barang atau jasa keluar negeri (export) akan dapat
menambah devisa negaranya selain itu juga dapat menjual barang lebih tinggi
dibandingkan menjualnya di dalam negeri dan bagi negara yang membeli barang
keluar negeri (import) akan dapat memenuhi kebutuhan di negaranya tersebut.
Perdagangan luar negeri diakibatkan oleh adanya perbedaan kebutuhan
dan hasil produksi di setiap negara. Menurut Boediono (2012:1) ekonomi
internasional mempelajari tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan
hubungan ekonomi yang mencakup tiga bentuk hubungan yang berbeda, yaitu:
1)
Hubungan ekonomi yang berupa hasil atau output negara satu dengan
negara lainnya. Misalnya negara Indonesia yang mengekspor minyak,
kayu, karet, dan Indonesia juga mengimpor beras, gandum, bahan plastik,
benang dan lain sebagainya. Hubungan ini terbentuk karena adanya
perbedaan hasil produksi dari satu negara dengan negara lain demi
pemenuhan kebutuhan di negara yang bersangkutan.
11
2)
Hubungan ekonomi yang berupa pertukaran sarana produksi (faktor
produksi). Faktor-faktor produksi adalah tenaga kerja, modal, dan
teknologi. Faktor produksi ini dapat mengalir dari satu negara ke negara
lain karena berbagai sebab, salah satunya karena adanya perbedaan upah
yang dibayarkan untuk tenaga kerja. Menurut teori migrasi tenaga kerja,
dimana tingkat upah tinggi maka kearah sana tenaga kerja melakukan
perpindahan, sehingga keinginan tenaga kerja untuk mendapatkan upah
yang lebih tinggi lah yang menyebabkan terjadi hubungan ekonomi.
3)
Hubungan ekonomi yang dilihat dari segi konsekuensinya terhadap posisi
utang piutang. Hubungan utang-piutang ini terbentuk karena adanya
konsekuensi dari hubungan perdagangan dan hubungan faktor produksi.
Suatu negara yang memiliki utang diluar negeri akan membentuk
hubungan ekonomi antar negara tersebut.
Teori-teori perdagangan internasional terdiri atas teori pra-klasik, teori
klasik dan teori modern.
1) Teori Pra-Klasik (Merkantilis)
Teori perdagangan internasional pertama kali muncul dari ajaran
merkantilis pada abad ke 16 dan 17. Merkantilis adalah kaum yang sangat
menyukai perdagangan. Menurut kaum merkantilis, kemakmuran suatu negara
tercermin dari surplus perdagangan negara tersebut (Rahardja, Manurung,
2008:75). Tujuan utama kaum merkantilis adalah mendapatkan kemajuan dari
ekspor dan mengumpulkan logam mulia sebanyak-banyaknya sebagai ukuran
kejayaan suatu negara. Merkantilis menyukai intervensi dari pemerintah, karena
12
dengan adanya intervensi maka merkantilis berkeyakinan bahwa perekonomian
akan dapat maju karena pemerintah dapat mengurangi impor barang yang datang
dari negara lain sehingga nilai ekspor akan lebih tinggi dibandingkan dengan
jumlah impor. Selain adanya intervensi, merkantilis juga menyukai monopoli
karena dengan adanya monopoli oleh produsen dalam negeri, maka produsen
dalam negeri dapat bersaing dengan barang-barang yang datang dari luar negeri.
Tetapi dampak buruknya terhadap masyarakat adalah masyarakat harus membeli
barang dalam negeri yang jauh lebih mahal dibandingkan barang yang diimpor
dari luar negeri.
2) Teori Klasik
(1) Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage)
Teori keunggulan mutlak dikembang oleh Adam Smith pada tahun 1776
yang menyatakan bahwa bukanlah pemerintah yang mengatur perekonomian
tetapi ekonomi pasar (market economy) dan tangan tak kentara (invisible hands)
yang menentukan ekspor dan impor di suatu negara. Kaum klasik sebelum David
Ricardo berpendapat bahwa suatu negara mengekspor barang tertentu karena
negara tersebut bisa menghasilkan barang yang sama dengan harga yang lebih
murah dibandingkan dengan negara lain karena negara tersebut mempunyai
keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut (Boediono, 2012:20).
(2) Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)
Teori keunggulan komparatif adalah teori yang menyatakan bahwa suatu
negara akan menghasilkan beberapa barang yang kemudian akan mengekspor
suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan lebih memilih
13
mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage yaitu suatu barang
yang memiliki harga yang lebih rendah jika diimpor dibandingkan di produksi
didalam negeri.
Apabila suatu negara memiliki keunggulan mutlak untuk semua barang
yang diproduksinya maka negara tersebut tidak sepenuhnya mengekspor barang
tanpa ada mengimpor barang, karena menurut David Ricardo teori yang berlaku
adalah teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dimana suatu negara
hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi,
dan mengimpor barang yang mempunyai komparatif rendah dari barang-barang
yang diproduksi lainnya (Boediono, 2012:21).
3)
Teori Modern
(1) Teori Heckscher–Ohlin (Teori H-O)
Eli Heckscher dan Bertil Ohlin mengemukakan sebuah teori perdagangan
internasional sebagai kritik dari teori yang dikeluarkan oleh David Ricardo dalam
Teori Klasik. Teori H-O menjelaskan sebuah model yang memperhatikan aspek
kepemilikan suatu faktor produksi (factor endowment) yang bisa menimbulkan
perbedaan dalam keunggulan komparatif dan selanjutnya menimbulkan suatu
perdagangan. Menurut Boediono (2012-59) ada beberapa asumsi didalam model
ini, yaitu adanya dua negara yang memiliki jumlah faktor produksi yang berbeda,
adanya dua faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal, dan adanya dua barang
yang memiliki kepadatan faktor produksi yang tidak sama. Analisis dalam hal ini
dilakukan dengan menggunakan kurva isocost dan isoquant. Hasil dari analisis
akan memprediksi bagaimanakah ciri-ciri dari perdagangan internasional yang
14
dilakukan oleh kedua negara tersebut berdasarkan proporsi jenis faktor produksi
yang dimilikinya. Misalnya antara negara Korea Selatan dan Indonesia melakukan
perdagangan produk sepatu dan televisi.
Indonesia yang memiliki banyak tenaga kerja namum memiliki modal
yang sedikit akan mengekspor barang-barang yang bersifat labor intensive
(sepatu) dan Korea Selatan yang berlimpah akan barang modal sehingga
cenderung untuk mengekspor barang-barang yang bersifat capital insentive
(televisi).
Gambar 2.1 Kurva Isocost Dua Jenis Produk pada Dua Negara
TK
TK
75
Isocost $900
Isocost $900
Isocost $800
Isocost $800
25 Modal
8
Modal
Sumber: Darwanto (2013)
Sehingga dalam kasus di atas, setiap negara melakukan spesialisasi dalam
memproduksi suatu barang menurut kepemilikan dari faktor produksi yang
dimiliki oleh setiap negara.
2.1.2 Teori Impor
Impor adalah kegiatan pembelian barang dari negara lain demi pemenuhan
kebutuhan didalam negeri. Dalam model ekonomi terbuka, impor merupakan
kebocoran dari pendapatan karena menimbulkan aliran uang ke luar negeri dan
15
menyebabkan devisa negara menjadi berkurang. Fungsi impor dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.2 Fungsi Impor
Impor (M)
M (fungsi Impor)
∆M
∆Y
Y
Sumber: Nopirin (2011:241)
Konsep yang berhubungan dengan fungsi impor adalah average propensity
to impor (APM) dan marginal propensity to impor (MPM). APM adalah proporsi
pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor dengan rumus
matematisnya adalah APM = M/Y sedangkan MPM adalah proporsi dari
perubahan pendapatan yang digunakan untuk merubah impor dengan rumus
matematisnya adalah MPM = ∆M/∆Y.
Impor tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan suatu negara tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor lain yaitu adanya daya saing antar satu negara dengan
negara lain, adanya selera dari masyarakat, dan karena adanya perbedaan harga di
dalam negeri dengan diluar negeri yang jauh lebih murah. Perubahan faktor-faktor
inilah dapat menggeser fungsi dari impor itu sendiri. Selain itu impor terjadi
karena adanya kelangkangan suatu barang didalam negeri yang mendorong
pemerintah untuk membuat keputusan mengimpor barang dari luar negeri dan
16
adanya ketidakmampuan masyarakat untuk membeli barang didalam negeri
karena harganya yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan luar negeri.
2.1.3 Konsepsi Produk Domestik Bruto
Salah satu indikator penting pertumbuhan ekonomi adalah Produk
Domestik Bruto (PDB) yang merupakan salah satu cara didalam menentukan
kondisi perekonomian suatu negara. PDB pada dasarnya adalah jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu atau
dapat juga dikatakan dengan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi. PDB adalah hasil dari produksi barang-barang dengan
jasa-jasa dan perusahaan serta barang dan jasa asing yang ada di suatu negara
bersangkutan (Acc Prataditeja dalam Hastuti 2008). PDB menghitung nilai barang
serta jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan
kewarganegaraan pada periode tertentu (Herlambang, 2001:22). PDB terdiri atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dimana dijelaskan sebagai
berikut:
1)
PDB atas harga berlaku
PDB atas dasar harga berlaku atau PDB nominal menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku
pada setiap tahun.
2)
PDB atas dasar harga konstan
PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai dasar.
17
2.1.4 Konsepsi Kurs Valuta Asing
Valuta asing atau yang lebih dikenal dengan foreign exchange adalah mata
uang asing yang menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara yang
dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain (Sukirno, 2012:397). Mata uang
asing adalah mata uang selain mata uang dalam negeri seperti Dollar Amerika
Serikat (USD), Dollar Singapore (SGD), Dollar Australia (AUD) dan mata uang
negara lainnya. Kurs atau nilai tukar adalah harga-harga dari mata uang luar
negeri (Dornbush et al. 2008). Nilai valuta asing mempunyai nilai yang berbedabeda dengan negara lain, nilai tersebut menakar berapa banyak suatu mata uang
harus ditukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang negara lain.
Perbandingan pertukaran tersebut disebut dengan istilah foreign exchange rate
(kurs valuta asing).
Boediono (2012:102) menjabarkan 4 jenis sitem utama kurs valuta asing
yang berlaku yaitu kurs devisa tetap (fixed exchange rate), kurs devisa
mengambang (floating exchange rate), kurs merangkak (crawling peg) dan teori
paritas tenaga beli (purchasing power parity theory).
1) Kurs Devisa Tetap
Kurs devisa tetap (fixed exchange rate) adalah sitem standar emas penuh.
Harga setiap mata uang akan tetap apabila isi emas dari masing-masing mata uang
tidak mengalami perubahan. Dalam hal ini, pemerintah akan berusaha untuk
mempertahankan tingkat kurs mata uang tersebut dengan mata uang negara lain
dengan berbagai kebijakan yang dilakukan.
18
2) Kurs Devisa Mengambang
Kurs devisa mengambang atau dengan kata lain dinamakan sebagai
floating exchange rate adalah suatu sistem dimana kurs satu mata uang dengan
mata uang lain dibiarkan bebas saling tarik menarik berdasarkan kekuatan pasar.
Keuntungan dari kurs devisa mengambang ini adalah tingkat kurs yang belaku
selalu sama dengan tingkat kurs keseimbangan dan dalam kurs ini tidak adanya
surplus
ataupun
defisit
neraca
karena
bekerjanya
pasar
selalu
bisa
menyeimbangkan jumlah devisa yang masuk dengan devisa yang keluar.
3) Crawling Peg
Kurs merangkak atau crawling peg adalah tingkat kurs yang ditentukan
oleh pemerintah dalam kurs tetap untuk melakukan perubahan sesuai dengan
perkembangan permintaan dan penawaran dalam jangka panjang, dan pemerintah
akan menaikkan tingkat kurs secara berkala untuk mecapai suatu nilai tertentu.
4) Teori Paritas Tenaga Beli
Teori ini memiliki kegunaan yaitu untuk membandingkan atau
menentukan apakah kurs resmi yang ditetapkan pemerintah adalah realistis atau
tidak. Kurs valuta asing dapat mengalami perubahan sewaktu-waktu karena
disebabkan oleh mekanisme pasar dari masing-masing negara. Perubahan dari
kurs valuta asing dipengaruhi oleh adanya permintaan dan penawaran valuta asing
tersebut. Permintaan dan penawaran valuta asing dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
(Nopirin, 2011:148):
19
a) Pendapatan
Apabila pendapatan masyarakat di suatu negara meningkat maka, semakin
tinggi daya beli masyarakat untuk membeli barang impor sehingga volume impor
akan meningkat dan permintaan akan valuta asing juga mengalami peningkatan.
Hal ini menyebabkan kurs valuta asing akan mengalami peningkatan dan mata
uang dalam negeri akan mengalami penurunan.
b) Harga
Harga didalam negeri mengalami kenaikan maka masyarakat akan lebih
suka mengimpor barang karena harganya yang lebih murah sehingga volume
impor lebih banyak dibandingkan dengan volume ekspor yang menyebabkan
permintaan akan kurs valuta asing juga mengalami peningkatan.
c) Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga yang meningkat akan menstimulus investor asing
untuk menanamkan modal di Indonesia sehingga tingkat aliran modal asing akan
meningkat dan kurs dollar valuta asing akan mengalami penurunan dan mata uang
dalam negeri mengalami peningkatan seiring dengan menurunnya kurs valuta
asing.
Selain ketiga faktor di atas, permintaan dan penawaran kurs valuta asing
juga disebabkan oleh adanya keadaan politik dan psikologi suatu negara. Apabila
keadaan politik suatu negara tidak baik maka aliran dana keluar negeri akan
mengalami peningkatan sehingga kurs valuta asing akan mengalami peningkatan.
20
2.1.5 Teori Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga barang yang terjadi secara terus menerus.
Menurut Nanga dalam Wiguna dan Suresmiathi (2013), inflasi adalah suatu gejala
dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus.
Terjadinya inflasi di suatu negara diakibatkan oleh banyaknya jumlah uang yang
beredar di masyarakat sehingga daya beli masyarakat akan meningkat dan
permintaan akan barang tersebut mengalami peningkatan sehingga harga barangbarang tersebut akan mengalami peningkatan seiring meningkatnya permintaan
akan barang tersebut. Khan et al (2007) menemukan bahwa di Pakistan yang
menjadi faktor utama penyebab inflasi adalah faktor pengaruh inflasi tahun
sebelumnya atau adaptive expectations, kredit sektor swasta dan kenaikan harga
barang-barang impor. Sebaliknya pengaruh kebijakan fiskal pemerintah sangat
minim terhadap inflasi.
Inflasi bagi beberapa para ahli dianggap sebagai masalah pelik dalam
perekonomian. Fischer (1993), Barro (1996) dan Bruno and Easterly (1998)
menyimpulkan
bahwa perekonomian akan menurun drastis saat inflasi yang
tinggi sedangkan perekonomian akan kembali
Namun,
Mallik
dan
Chowdhury
(2001),
naik
saat
inflasi
menurun.
menemukan bahwa
dalam
penelitiannya di empat Negara di Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh,
dan Sri Lanka), dalam jangka panjang inflasi justru berpengaruh positif terhadap
GDP.
Sukirno (2012:333) menjelaskan terdapat tiga bentuk inflasi berdasarkan
sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, yaitu sebagai berikut:
21
1) Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi tarikan biaya ini biasanya terjadi pada negara yang mengalami
kemajuan perekonomian yang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi akan
menambah pendapatan masyarakat sehingga menimbulkan pengeluaran yang
melebihi kemampuan ekonomi untuk memproduksi suatu barang dan jasa,
pengeluaran yang berlebihan inilah yang menyebabkan terjadinya inflasi. Selain
terjadi pada masa kemajuan perekonomian yang pesat, inflasi tarikan permintaan
juga dapat terjadi pada masa perang dan ketidakstabilan politik.
2) Inflasi Desakan Biaya
Inflasi ini juga terjadi pada perekonomian yang mengalami kemajuan yang
pesat ketika pengangguran sangat rendah. Apabila perusahaan mengalami
kenaikan permintaan yang berkelanjutan maka perusahaan tersebut akan
menambah produksinya dan mengeluarkan banyak biaya produksi untuk bayaran
tenaga kerja tambahan demi pemenuhan permintaan, langkah ini menyebabkan
kenaikan harga-harga di berbagai barang.
3) Inflasi Impor
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan barang-barang impor yang
mempunyai peranan penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan
salah satunya adalah kenaikan minyak impor yang merupakan faktor produksi
disuatu perusahaan. Kenaikan minyak impor akan menyebabkan biaya produksi
suatu perusahaan akan mengalami peningkatan, dan menyebabkan harga-harga
produk juga mengalami kenaikan.
22
Rio (2013) menjelaskan bahwa inflasi di Indonesia untuk jangka pendek
maupun jangka panjang dipengaruhi oleh tingkat bunga. Dan dalam jangka
panjang, inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh jumlah uang beredar dan harga
minyak dunia. Tingkat inflasi di suatu negara mencerminkan kemajuan
perekonomi di suatu negara tersebut. Tingginya tingkat inflasi dapat
memperburuk kemakmuran individu dan masyarakat. Inflasi dapat memberikan
efek yang buruk bagi kemakmuran masyarakat yaitu inflasi akan menurunkan
pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap, inflasi akan mengurangi
nilai kekayaan yang berbentuk uang, dan inflasi dapat memperburuk pembagian
kekayaan (Sukirno, 2012:339).
Secara umum, penyebab inflasi di negara maju diidentifikasi sebagai
pertumbuhan jumlah uang beredar, sebaliknya di negara berkembang inflasi
bukan fenomena moneter
murni,
ketidakseimbangan
seperti pertumbuhan uang yang lebih tinggi dan
fiskal
tetapi
biasanya
berhubungan
dengan
depresiasi nilai tukar yang timbul dari krisis neraca pembayaran (Totonchi, 2011).
2.1.6 Hubungan Produk Domestik Bruto dengan Impor
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah seluruh barang dan jasa
yang diproduksi di suatu negara dalam periode tertentu. Pada umumnya
pertumbuhan perekonomian suatu negara dapat diukur dengan PDB karena
merupakan nilai pasar semua barang/jasa akhir yang diproduksi dalam suatu
negara selama satu periode atau satu tahun (Van den Bergh, 2009). PDB
merupakan
bentuk
pendapatan
(Y)
dimana
meningkatnya
pertumbuhan
pendapatan dalam suatu negara cenderung meningkatkan kemungkinan untuk
23
impor (Nopirin, 2011:148). Hal ini sesuai dengan yang digambarkan oleh kurva
fungsi impor terhadap Y yang memiliki slope positif, sehingga apabila pendapatan
meningkat maka impor juga akan mengalami peningkatan sehingga dapat
dikatakan memiliki hubungan yang positif.
2.1.7 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Impor
Impor tidak hanya dipengaruhi oleh produksi, konsumsi, harga dan
inflasi saja tetapi juga berhubungan dengan kurs, dimana kurs diartikan
sebagai harga mata uang negara tertentu terhadap mata uang negara lain. Sudah
secara luas diakui bahwa stabilitas dalam nilai tukar menjamin stabilitas makro
ekonomi yang berdampak pertumbuhan ekonomi positif (Khan dan Qayyum,
2008). Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang berlaku untuk
menunjukkan harga-harga barang dan jasa (Asmanto dan Suryandari, 2008). Nilai
tukar atau kurs biasanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi
dan apresiasi.
Nilai mata uang asing yang ditentukan oleh mekanisme pasar akan mudah
mengalami perubahan nilai dan perubahan nilai mata uang asing akan dapat
berpengaruh terhadap kegiatan impor. Apabila terjadi kenaikan nilai mata uang
suatu negara terhadap mata uang negara asing maka akan menyebabkan kenaikan
harga barang-barang didalam negeri bagi pihak luar negeri dan begitu juga
sebaliknya (Jakaria, 2008). Sukirno (2012:402) menjelaskan bahwa perubahan
tingkat penawaran dan permintaan mata uang negara tersebut akan menyebabkan
perubahan nilai mata uangnya sehingga berpengaruh terhadap jumlah ekspor dan
impor.
24
Menurut teori elastisitas tradisional, apresiasi nilai tukar
rupiah akan
menurunkan ekspor dan meningkatkan impor (Chen, 2012). Jika kurs rupiah
melemah maka harga barang atau jasa yang diimpor akan semakin mahal, tetapi
jika kurs rupiah menguat maka harga barang atau jasa impor semakin murah.
Dapat dikatakan bahwa hubungan antara kurs valuta asing dengan impor adalah
negatif.
2.1.8 Hubungan Tingkat Inflasi dengan Impor
Selain tingkat inflasi dapat dipengaruhi oleh harga barang impor, inflasi
juga dapat berbalik dan mempengaruhi harga barang impor. Inflasi yang terjadi di
suatu negara menyebabkan harga barang di dalam negeri mengalami kenaikan
sehingga harga barang dalam negeri jauh lebih mahal daripada harga barang dari
luar negeri sehingga masyarakat lebih cenderung untuk mengimpor barang, inflasi
berkecenderungan menambah impor (Sukirno, 2012:402). Penelitian Ulke (2011)
dalam Econometric Analysis of Import and Inflation Relationship in Turkey
between 1995 and 2010 dinyatakan bahwa, inflasi mempunyai hubungan yang
searah terhadap volume impor. Semakin tinggi tingkat inflasi di suatu negara
maka semakin meningkat jumlah barang impor di negara tersebut dan semakin
rendah jumlah ekspornya. Dapat dikatakan bahwa tingkat inflasi didalam negeri
berpengaruh positif terhadap jumlah barang impor.
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang akan
diuji kebenarannya dengan melakukan analisis. Berdasarkan rumusan masalah
25
dan kajian teori yang telah diuraikan maka didapatlah hipotesis penelitain sebagai
berikut:
1) Produk Domestik Bruto, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Impor Sayuran Indonesia kurun
waktu 1994-2013.
2) a. Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Impor Sayuran Indonesia kurun waktu 1994-2013.
b. Kurs Dollar Amerika Serikat berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Impor Sayuran Indonesia kurun waktu 1994-2013.
c. Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impor Sayuran
Indonesia kurun waktu 1994-2013.
26
Download