9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (agency theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Kumalasari (2007), mengungkapkan bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen perusahaan) dan principal (pemegang saham). Scott (1997) menyatakan bahwa perusahaan memiliki beberapa kontrak, contohnya kontrak kerja antara perusahaan dengan manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan kreditor. Kedua kontrak ini seringkali dibuat berdasarkan angka laba bersih (income), oleh karena itu kontrak tersebut berpengaruh terhadap akuntansi. Hubungan antara agen dan prinsipal biasanya dalam situasi asimetri informasi. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya pihak yang mempunyai informasi lebih (agen) dibandingkan dengan pihak lain (prinsipal). Agen lebih banyak memperoleh informasi karena berhubungan langsung dengan operasional perusahaan. Dengan asumsi individu mempunyai kepentingan untuk dirinya sendiri, maka dengan adanya asimetri informasi akan mendorong agen menyembunyikan informasi yang tidak dimiliki oleh principal. Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya masalah keagenan, yaitu. 1) Moral Hazard Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan-perusahaan besar, dimana manajer cenderung untuk memanfaatkan insentif yang sesuai dengan kepentingannya 9 10 atau berdasarkan keahliannya untuk bayaran yang diterima dari perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak termasuk dalam kontrak. 2) Jumlah laba yang ditahan Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang berlebihan oleh pihak manajemen (agen) melalui peningkatan dana pertumbuhan dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise atau memperbesar kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan bagi dirinya sendiri, namun dapat menghancurkan kesejahteraan pemegang sahamnya (principal). 3) Horison Waktu Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana prinsipal lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum pasti, sedangkan manajemen senderung menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. 4) Penghindaran Risiko Manajerial Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja dicapainya sehingga manajer akan meminimalkan risiko saham perusahaan dari keputusan investasi yang meningkatkan risikonya. Menurut DeAngelo (1986) yang dikutip dalam Gumanti (2000) mengatakan bahwa teori keagenan (agency theory) juga menekankan bahwa angka-angka akuntansi memainkan peranan penting dalam menekan konflik antara prinsipal dan agen. Dari sini jelas bahwa mengapa manajer memiliki 11 motivasi untuk mengelola data keuangan pada umumnya dan keuntungan atau earnings pada khususnya. Semuanya tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai usaha-usaha untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat pribadi (obtaining private gains). Dividen dapat digunakan untuk memperkecil masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham (Jensen et al., 1992). Semakin banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh suatu perusahaan, semakin besar kemungkinan berkurangnya laba ditahan. Hal ini menyebabkan perusahaan harus mencari sumber dana eksternal untuk melakukan investasi baru. Pembiayaan dividen mungkin dapat digunakan sebagai alat untuk memonitor atau mengevaluasi hasil kerja manajemen meskipun pembayaran dividen yang tinggi mengakibatkan pembiayaan eksternal yang mahal (Weston dan Copeland, 2010). Pembayaran dividen juga berperan dalam mekanisme monitoring karena membuat manajer harus menyediakan dana yang mungkin diperoleh dari luar perusahaan yang tentunya akan dapat mengurangi biaya keagenan (Ambarwati, 2010). Di sisi lain pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana yang berada dalam pengendaliannya (Putra dan Ratnadi, 2008). Hal ini sesuai dengan residual theory of cash dividend (Karen, 2003) yang menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam bentuk dividen. Pada umumnya manajemen ridak menyukai pembagian laba yang diperoleh dalam bentuk dividen. Manajemen lebih menyukai memperlakukannya sebagai laba 12 ditahan, kecuali mengetahui dana tersebut tidak memberikan net present value (NVP) yang positif pada tambahan investasi. 2.1.2 Teori pensinyalan (signalling theory) Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (khususnya investor dan kreditor). Teori sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun pihak yang berkepentingan lainnya. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik, atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari pada perusahaan lain. Penggunaan dividen sebagai isyarat, cenderung berupa cerita bagaimana informasi dapat diteruskan ke pasar daripada teori tentang kebijakan dividen optimal. Pengumuman yang menyatakan bahwa suatu perusahaan telah 13 memutuskan untuk menaikkan dividen per saham mungkin diartikan oleh penanam modal sebagai berita yang baik, karena dividen per saham yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan yakin arus kas pada masa mendatang akan cukup besar untuk menanggung tingkat dividen yang tinggi (Weston dan Copeland, 2010). Pengumuman dividen sebagai alat untuk mengirimkan isyarat yang nyata kepada pasar mengenai hasil kerja perusahaan di masa kini dan masa yang akan datang adalah merupakan cara yang tepat meskipun mahal tetapi sangat berarti. Setelah menerima isyarat melalui pengumuman dividen maka pasar akan bereaksi terhadap pengumuman perubahan dividen yang dibayarkan sehingga bisa dikatakan pasar menangkap informasi tentang prospek perusahaan yang terkandung dalam pengumuman tersebut (Ambarwati, 2010). 2.1.3 Teori kebijakan dividen Dividen merupakan adalah pembayaran dari perusahaan kepada para pemegang saham atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba yang ditahan untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001). Gitman (2003) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen harus dibuat. Lee dan Finerty (1990) mengartikan kebijakan dividen sebagai suatu keputusan perusahaan apakah akan membagikan earnings yang dihasilkan kepada 14 para pemegang saham atau akan menahan earnings untuk kegiatan reinvestasi dalam perusahaan. Ada empat bentuk kebijakan pembayaran dividen (Riyanto, 2000), yaitu sebagai berikut. 1) Kebijakan dividen yang stabil. Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahun relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang. 2) Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu. Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Jika kondisi keuangan perusahaan baik, perusahaan akan membagikan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Jika kondisi memburuk, maka yang dibayarkan hanya dividen minimalnya saja. 3) Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan. Jika kebijakan ini yang dipakai oleh perusahaan, ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya. 15 4) Kebijakan dividen yang fleksibel. Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen yang besarnya disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial perusahaan setiap tahunnya. Menurut Weston dan Brigham dan Gapenski (1996) kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertambahan di masa yang akan datang sehingga memaksimalkan harga saham perusahaan. Prosentasee laba yang dibayarkan sabagai dividen akan berfluktuasi dari satu periode ke periode lainnya seiring dengan jumlah peluang yang diterima persahaan. Dengan dibayarkannya dividen maka diharapkan perusahaan tersebut akan memiliki nilai yang tinggi di mata investor. Selain itu dengan pembayaran dividen yang terus menerus, perusahaan mampu menghadapi gejolak perekonomian dan mampu memberikan hasil kepada para pemegang saham. Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsi-asumsi yang mendasari antara lain. 1) Dividen tidak relevan Menurut Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2010) dividend payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividen payout ratio adalah tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai 16 perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller (1961) mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut. 1. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan 2. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi 3. Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio 4. Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang 5. Distribusi pendapatan di antara dividend an laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor 2) Bird in the hand theory Teori ini dikemukakan oleh Gordon dan Lintner (1956) dalam Ambarwati (2010) yang menganggap dividen yang diterima merupakan sesuatu yang sudah pasti di tangan sehingga memiliki risiko yang leboh rendah dibandingkan dengan capital gain. Gordon dan Lintner (1956) juga berpendapat bahwa investor lebih menyukai dividen karena lebih pasti pendapatannya daripada mengharapkan return yang belum pasti jika menginvestasikan kembali dividen pada investasi tertentu. 3) Tax preference theory Capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadilebih menarik Sebaliknya jika capital gain dikenai pajak yang samadengan pendapatan atas dividen , maka keuntungan capital gain menjadi berkurang, namun demikian 17 pajak atas dividen karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen . Periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen . Iinvestor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dalam Puspita (2009). 2.1.4 Rasio kas (Cash Ratio) Cash ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya (current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya (Brigham dan Gapenski, 1996). Menurut Harahap (2009) cash ratio dapat dirumuskan sebagai berikut. cash + equivalen cash ratio = ..................................................................(1) curent liabilities Kas dan ekuivalennya dalam persamaan tersebut menunjukkan besarnya kas dan setara kas (giro dan simpanan lain yang pengambilannya tidak dibatasi oleh 18 waktu) yang tercermin dalam neraca (sisi assets/ current assets). Current liability menunjukkan jumlah kewajiban jangka pendek perusahaan yang tercermin dalam neraca (sisi liabilitas/ current liability). Mollah dan Keasen (2000) menunjukkan bahwa posisi cash ratio merupakan variabel penting yang dipertimbangkan oleh manajemen dalam kebijakan dividen. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar, free cash flow yang tinggi akan memungkinkan perusahaan lebih berfokus pada pembayaran dividen atau menyelesaikan hutang untuk mengurangi biaya keagenan (Mollah dan Keasen, 2000). Sehingga semakin kuat cash ratio perusahaan, berarti semakin besar kemampuan untuk membayar dividen. 2.1.5 Debt to equity ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Menurut Riyanto (2000), salah satu rasio yang termasuk dalam rasio solvabilitas atau leverage adalah debt to equity ratio. Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa bagian dari setiap modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang perusahaan atau untuk menilai banyaknya hutang yang dipergunakan oleh perusahaan. Kebijakan debt dapat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik perusahaan yang akan mempengaruhi kurva permintaan dari debt yang ditawarkan kepada perusahaan atau permintaan perusahaan akan debt (Ang, 1997). Perusahaanperusahaan yang profitable memiliki lebih banyak earnings yang tersedia untuk 19 retensi atau investasi dan karenanya, akan cenderung membangun equitas mereka relatif terhadap debt. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya (Ang, 1997). Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya (Ang, 1997). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividend yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividend. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividend akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai pengaruh negatif dengan dividend payout ratio. Debt to equity ratio dihitung dengan total hutang dibagi dengan total ekuitas (Jensen et al., 1992). Menurut Sartono (2010), debt to equity ratio dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut. total liabilities ......................................................(2) debt to equity ratio = total equity 2.1.6 Return on asset ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan/laba bagi perusahaan. Ang (1997) menyebutkan bahwa rasio ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini 20 merupakan rasio yang terpenting di antara rasio rentabilitas yang ada. Menurut Ang (1997) ROA dapat diukur dengan perhitungan sebagai berikut. nett income after tax ...................................................(3) return on asset = total assets Nilai ROA yang tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan keuntungan berbanding asset yang relatif tinggi. Investor akan menyukai perusahaan dengan nilai ROA yang tinggi, karena perusahaan dengan nilai ROA yang tinggi mampu menghasilkan tingkat keuntungan lebih besar dibandingkan perusahaan dengan ROA rendah. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang Dividend Payout Ratio telah banyak dilakukan sebelumnya, antara lain oleh Chang dan Ree (1990), Jensen et.al (1992), Mahadwartha dan Jogiyanto ( 2002), Ismiyanti dan Hanafi (2003), Prihantoro (2003), Andriyani (2008), Amidu dan Abor (2006), Anil dan Kapoor (2008), Ahmed dan Javid (2009), Gill et al., (2010), dan Appannan dan Sim (2011). Namun hasil dari penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Pada penelitian Chang dan Ree (1990) yang menguji pengaruh Growth, Earning variability, Nondebt Tax Shields, Firm Size, dan Profitability terhadap DPR. Kesimpulan yang didapat bahwa variabel Growth pada penelitian ini tidak berpengaruh signifikan, tetapi tetap berpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio, sedangkan variabel Earning variability, Nondebt Tax shields, dan 21 Firm Size berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jensen et al. (1992) menghasilkan kesimpulan bahwa kebijakan insider ownership, debt, dan dividend yang dikaitkan dengan karakteristik-karakteristik perusahaan mempunyai hubungan yang interdependensi. Penelitian dari Mahadwartha dan Jogiyanto (2002), menguji pengaruh Investment Opportunity Set (IOS), kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan kebijakan hutang terhadap DPR. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian tersebut adalah, kebijakan hutang, invesment opportunity set, memiliki pengaruh positif terhadap DPR. Pada variabel kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap DPR. Prihantoro (2003) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada 148 perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta kurun waktu 1991-1996 menggunakan variabel posisi kas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio hutang dan modal, profitabilitas, kepemilikan dan dividen payout ratio. Hasilnya hanya posisi kas dan rasio hutang dengan modal yang berpengaruh signifikan terhadap dividen payout ratio sedangkan earning memiliki pengaruh yang tidak terlalu signifikan. Ismiyanti dan Hanafi (2003) melakukan penelitian yang mengkaji pengaruh kebijakan hutang, kepemilikan manajerial, risiko, kepemilikan institusi, return on asset, dan aset tetap terhadap kebijakan dividen yang diukur dengan dividen payout ratio dari perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur di BEJ antara 22 tahun 1998-2001. Hasil penelitian Ismiyanti dan Hanafi (2003) adalah bahwa risiko dan aset tetap memiliki pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio. Damayanti dan Achyani (2006) melakukan penelitian terhadap seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 1999-2003 untuk menguji pengaruh antara variabel independen investasi perusahaan, likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan variabel dependen dividen payout ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Andriyani (2008) yang menganalisis pengaruh cash ratio, debt to equity ratio, insider ownership, investment opportunity set, dan profitability terhadap kebijakan dividen yang dilakukan pada perusahaan otomotif yang listed di Bursa Efek Indonesia pada periode 2004-2006. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa cash ratio, debt to equity ratio, investment opportunity set, dan return on asset secara parsial berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio, sedangkan insider ownership tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio Amidu dan Abor (2006) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada 22 perusahaan yang listed di Ghana Stock Exchange pada periode tahun 1998-2003. Variabel-variabel yang digunakan untuk meprediksi DPR adalah profitability, cash flow, tax, risk, insider ownership, growth, dan market to book value. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa profitability, cash flow, dan tax berpengaruh signifikan positif terhadap DPR, sedangkan risk, insider ownership, growth, dan market to book value berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR. 23 Anil dan Kapoor (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang memengaruhi dividned payout ratio pada perusahaan-perusahaan IT di India. Variabel-variabel yang diduga memengaruhi dividend payout ratio dalam penelitian tersebut adalah earning before interest and taxes /total assets, cash from operations, corporatetax/profit before tax, annual sales growth, dan market to book value. Kesimpulan yang didapat adalah ada hubungan positif tidak signifikan antara profitabilitas dan DPR, hubungan positif signifikan antara cash flow dengan dividend payout ratio,tetapi terjadi hubungan tidak signifikan untuk variabel lainnya. Ahmed dan Javid (2009) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada 320 perusahaan non keuangan yang terdaftar di Karachi Stock Exchange Pakistan pada periode 2001-2006. Adapun variabel-variabel yang dipergunakan untuk memprediksi DPR adalah previous dividend payout, net earnings, ownership opportunities, leverage, dan structure, liquidity, investments size of the firms. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel net earnings, ownership structure, investments opportunities, dan size of the firms berpengaruh signifikan terhadap DPR. Gill et all. (2010) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada 266 perusahaan jasa dan manufaktur di Amerika Serikat. Variabelvariabel yang digunakan dalam memprediksi DPR adalah corporate profitability, cash flow, tax, sales growth, market to book value,dan debt to equity ratio. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada perusahaan jasa, DPR yang dibayarkan secara signifikan dipengaruhi oleh variabel profit margin, sales 24 growth dan debt to equity ratio, sedangkan variabel-variabel cash flow, tax dan market to book value tidak berpengaruh terhadap DPR. Pada perusahaan manufaktur variabel-variabel yang mempengaruhi DPR adalah profit margin, tax dan market to book ratio, sedangkan variabel-variabel cash flow, sales growth dan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap DPR. Appannan dan Sim (2011) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada lima perusahaan yang masuk kedalam kategori industri pengolahan makanan (konsumsi) yang listed di Kuala Lumpur Stock Exchange. Variabel-variabel yang digunakan untuk memprediksi DPR adalah profit after tax, cash flow, debt to equity ratio, past dividend per share, sales growth, size of the firm dan outstanding shares of the firm. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio dan past dividend per share adalah variabel yang paling kuat berpengaruh terhadap DPR sedangkan variabel profit after tax, cash flow, sales growth, size of the firm dan outstanding shares of the firm tidak berpengaruh terlalu signifikan terhadap DPR. Ringkasan penelitian terdahulu sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dirangkum dalam Tabel 2.1 pada halaman 24. 25 Tabel 2.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu No. Peneliti dan tahun penelitian Variabel penelitian Teknik analisis data 1 Chang dan Ree (1990) Growth, Earning variability, Nondebt Tax Shields, Firm Size, dan Profitability 2 Mahadwartha dan Jogiyanto (2002) IOS, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, kebijakan hutang Analisis regresi Prihantoro (2003) Posisi kas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio hutang dan modal, profitabilitas, kepemilikan, DPR Analisis regresi 3 4 5 Ismiyanti dan Hanafi (2003) Damayanti dan Achyani (2006) Kebijakan hutang, kepemilikan manajerial, risiko, kepemilikan institusi, return on asset dan aset tetap Investasi perusahaan, likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan Analisis regresi Hasil penelitian - Variabel Growth pada penelitian ini tidak signifikan tetapi tetap berpengaruh negatif terhadap DPR - Variabel Earning variability, Nondebt tax shields, firm size, dan profitability berpengaruh positif terhadap DPR - Kebijakan hutang, (IOS) memiliki pengaruh positif terhadap dividend payout ratio. - Kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio - Posisi kas berpengaruh positif signifikan terhadap DPR, sedangkan rasio hutang dan modal (DER) berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR sedangkan earnings mempunyai pengaruh yang kurang signifikan. Analisis regresi - Risiko dan aset tetap memiliki pengaruh negatif terhadap DPR, sedangkan kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap DPR Analisis regresi - Variabel investasi perusahaan, likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan tidak berpengaruh ignifikan terhadap DPR 26 No. 6 7 8 9 10 Peneliti dan tahun penelitian Amidu dan Abor (2006) Variabel penelitian Profitability, cash flow, tax, risk, growth, institutional holding,dan MBV Teknik analisis data Analisis regresi Andiyani (2008) Cash ratio, debt to equity ratio, insider ownership, IOS, dan profitability Analisis regresi Anil dan Kapoor (2008) Current and anticipated earnings, cashflow or liquidity, corporate tax, risk (beta), sales growth, dan MTBV Analisis regresi Ahmed dan Javid (2009) Previous dividend payout, net earnings, ownership structure, liquidity, investment opportunities, dan size of the firms Analisis jalur Gill et.al. (2010) Corporate profitability, cash flow, tax, sales growth, MBV, dan DER Analisis regresi Hasil penelitian - Terdapat hubungan positif antara DPR dengan profitability, cash flow, dan tax - Terdapat hubungan negatif antara DPR dengan risk, institutional holding, growth, dan MBV. - Cash ratio, IOS, dan ROA berpengaruh signifikan terhadap DPR - DER berpengaruh negatif terhadap DPR - IOS tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR - Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif tidak signifikan antara profitabilitas dan DPR, hubungan positif dan signifikan antara cash flow dengan DPR, dan tidak ada hubungan signifikan untuk variabel lainnya. - Variabel net earnings, ownership structure, investments opportunities, dan size of the firms berpengaruh terhadap DPR - Variabel liquidity dan leverage tidak berpengaruh terhadap DPR - Pada perusahaan jasa profit margin, sales growth, dan DER berpengaruh terhadap DPR - Pada perusahaan manufaktur profit margin, tax, dan MVB berpengaruh terhadap DPR 27 No. 11 Peneliti dan tahun penelitian Variabel penelitian Appanan dan Sim (2011) Profit after tax, cash flow, DER, past dividend per share, sales growth, size of the firm, dan outstanding shares of the firm Teknik analisis data Hasil penelitian Analisis regresi - DER dan past dividend per share berpengaruh paling kuat terhadap DPR, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR