BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan industri kosmetik, detergen, produk-produk perawatan diri semakin meningkat, dimana meningkatnya produk-produk tersebut mengakibatkan kebutuhan bahan aktif seperti surfaktan semakin meningkat pula. Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang merupakan senyawa aktif yang mampu menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antaramuka suatu cairan.Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air), sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan penggumpal, pembusaan, dan emusifier oleh industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan serta industri produk perawatan diri [1]. Industri surfaktan di Indonesia masih terbatas, sementara itu surfaktan dibutuhkan dalam jumlah besar.Kebutuhan surfaktan Indonesia pada tahun 2006 adalah95.000 ton, sekitar 45.000 ton, masih diimpor dandiperkirakan jumlah impor tersebut setiap tahunnya terusberkembang sejalan dengan tumbuhnya industri kosmetik,industri makanan, industri minuman, industri farmasi,industri tekstil dan industri penyamakan kulit. Bahan baku surfaktan dapat terbuat dari sumbernabati yang bersifat renewable (dapat diperbaharui) dan biodegradable (mudah terurai),proses produksi lebihbersih sehingga sejalan dengan isu lingkungan [2]. Salah satu surfaktan yang dapat diproduksi daribahan nabati adalah APG (Alkil Poliglikosida) dansurfaktan APG ini telah diklasifikasikan di Jerman sebagaisurfaktan kelas I (satu) yang ramah lingkungan.Untuk itu potensi pengembangan danproduksi surfaktan APG ini masih sangat besarmengingat potensi pasar yang cukup besar dalam berbagaiindustri, antara lain industri herbisida, perawatanbadan,kosmetik dan bahan pembersih.[3]. Proses produksi APG dapat dilakukan melalui dua prosedur yang berbeda, yaitu prosedur pertama berbasis bahan baku pati dan fatty alcohol sedangkan prosedur 1 kedua berbasis bahan baku dekstrosa (glukosa) dan fatty alcohol. Prosedur pertama, berbasis pati-fatty alcohol melalui proses butanolisis dan transasetalisasi, sedangkan prosedur kedua yang berbasis dekstrosa-fatty alcohol hanya melalui proses asetalisasi [4]. Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer, yaitu reaksi asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5]. Permasalahan utama dalam sintesis surfaktan alkil poliglikosida yaitu terbentuknya warna gelap yang tidak diinginkan. Warna gelap diakibatkan oleh proses pencoklatan non enzimatis karena kandungan furfuraldehid pada pati. Penggunaan bahanbaku yang berasal dari pati maupun gula-gula sederhana dalam pembuatan alkil poliglikosida sangat mudah terdegradasi akibat penggunaan suhu tinggi dan keadaan asam maupun basa selama proses sintesis. Proses degradasi inilah yang menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan karena menghasilkan warna gelap. Perbedaan kepolaran dari bahan baku sakarida dan alkohol lemak juga menyebabkan ikatan antara glukosa hasil degradasi pati dengan alkohol lemak sulit berikatan, sehingga glukosa membentuk sebuah polimer (polydextrose) yang berwarna kuning hingga coklat tua akibat kondisi asam, panas dan kandungan air yang yang cukup tinggi selama proses reaksi [6]. Warna gelap juga terbentuk dari degradasi glukosa menjadi hidroksil metil furfural (HMF) [7]. Menurut Lueders (1991) untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada pH netral atau basa [8]. Penelitian sebelumnya menggunakan bahan tambahan untuk menghasilkan APG yang lebih cerah disajikan dalam Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu terkaitPenggunaan Bahan Tambahan untuk Meningkatkan Kecerahan Surfaktan APG Jenis Reaksi Jenis Peneliti Tahun Referensi Natrium Borohidrat Butanolisis dan (NaBH4) dan Bastian, dkk 2012 [6] Transasetalisasi Karbon Aktif Transglikosidasi Karbon Aktif Lueders 1991 [8] Natrium Borohidrat Mc Curry Jr, Asetalisasi 1990 [9] (NaBH4) et al 2 Karbon aktif dibuat dengan mengaktifasi arang dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna. Karbon aktif sebagai bahan pemucat lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay. Penggunaan karbon aktif sebaiknya menggunakan yang berbentuk serbuk karena memiliki daya serap yang lebih bagus dibandingkan dengan karbon aktif yang berbentuk granula [9]. Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan, maka penulismelakukan penelitianpengaruh suhu dan jumlah penambahan karbon aktif terhadap kecerahan surfaktan decyl poliglikosida dari D-glukosa dan dekanol, serta untuk mendapatkan informasi penting terkait suhu adsorbsi dan jumlah penambahan karbon aktif dalam proses pembuatan decyl poliglikosida dengan proses asetalisasi sehingga metode ini nantinya dapat dikembangkan untuk skala industri. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap tingkat kecerahan surfaktan yang dihasilkan. 2. Bagaimana pengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap rendemen yang dihasilkan. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahuipengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap tingkat kecerahan surfaktan yang dihasilkan. 2. Mengetahuipengaruh suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap rendemen yang dihasilkan. 3 1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah 1. Untuk memperoleh informasi mengenai suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap tingkat kecerahan surfaktan yang dihasilkan. 2. Untuk memperoleh informasi mengenai suhu adsorpsi dan penambahan karbon aktif terhadap rendemen yang dihasilkan. 3. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari fatty alcohol yang merupakan produk turunan dari oleokimia. 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dilakukan di LaboratoriumProses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Farmakologi Farmasi, Fakultas Farmasi,Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Bahan baku untuk sintesis APG adalah dekanol (C10H21OH), D-glukosa (C6H12O6), dan asam klorida (HCl) 3. Bahan tambahan untuk sintesis APG adalah natrium hidroksida (NaOH) dan karbon aktif (C). 4. Reaksi sintesis APG dilangsungkan dengan memvariasikan dua variabel seperti berikut : - Suhu adsorpsi: 30, 40 dan 50 0C [8] - Jumlah adsorben : 1, 3, 5, 7 dan 9% (b/b) berbasis massa total larutan [8] Sedangkan variabel tetap nya adalah : - Rasio molarsubstrat D-glukosa : dekanol : 1:5 0 [10] - Suhu reaksi : 95 C [9] - Persenkatalis : 0,5% (b/b) berbasis massa D-Glukosa yang digunakan [9] - Waktu reaksi: 1 jam [11] Analisis yang dilakukan adalah : 1. Analisisidentifikasi APG dengan spektrofoskopi FT-IR(Fourier Transform Infrared). 2. Analisis pengukuran kecerahan APG. 3. Analisis perhitungan rendemen APG. 4