BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Mieloma multipel termasuk dalam kelainan gamopati monoklonal karena
berasal dari limfosit yang menghasilkan paraprotein (globulin gamma) yang
bersifat monoklonal. Mieloma multipel adalah keganasan sel plasma dalam
sumsum tulang khas disertai lesi osteolitik dan terdapat protein monoklonal dalam
serum dan urine (Multiple Myeloma Research Foundation, 2012).
Sumber : (International Myeloma Foundation, 2011)
Gambar 2.1 Sel Multipel Mieloma
2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian mieloma multipel pada skala dunia, diperkirakan bahwa
sekitar 86.000 kasus insiden terjadi setiap tahun (47.000 laki-laki dan 39.000
perempuan). Sekitar 63.000 orang dilaporkan meninggal karena penyakit ini
setiap tahun (33.000 laki-laki dan 30.000 perempuan). Tingkat kejadian tahunan
berjumlah 1,7 per 100.000 orang pada laki-laki dan 1,2 per 100.000 orang pada
perempuan. Mieloma multipel merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari
tumor hematologi. Secara geografis, frekuensi sangat tidak merata di dunia
5
6
dengan insiden tertinggi di daerah industri seperti Australia, Selandia Baru, Eropa,
dan Amerika Utara (Alexander DD, 2007; Syahrir, M. 2009).
Perbandingan etnis dalam populasi Amerika Serikat menunjukkan
kejadian mieloma multipel hampir dua kali lipat antara kulit hitam dibandingkan
dengan orang kulit putih, sementara orang-orang asal Asia, terutama Cina dan
Jepang, mengalami kejadian yang jauh lebih rendah. Kejadian tahunan mieloma
multipel di Inggris adalah sekitar 60-70 per juta penduduk (Alexander DD, 2007;
Brown LM, 2008). Prevalensi kemungkinan akan mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya tingkat harapan hidup selama dekade terakhir (Brenner H,
dkk, 2009).
2.3 FAKTOR RISIKO
Menurut American Cancer Society (2015) beberapa faktor risiko yang
dapat menyebabkan seseorang menderita mieloma multipel:
a. Usia, risiko mieloma multipel meningkat seiring dengan peningkatan usia
seseorang. Kurang dari 1% dari kasus yang didiagnosis pada orang yang
berusia di bawah 35 tahun. Kebanyakan didiagnosis dengan kanker pada
usia 65 tahun.
b. Jenis kelamin, pria lebih berisiko menderita mieloma multipel dari pada
wanita.
c. Ras, kejadian mieloma multipel dua kali lebih besar pada ras Afrika
Amerika dari pada ras Amerika berkulit putih.
7
d. Riwayat keluarga, seseorang yang memiliki saudara kandung atau orang
tua dengan mieloma multipel 4 kali lebih mungkin untuk menderita
mutipel mieloma daripada yang tidak memiliki riwayat keluarga.
e. Lingkungan dan pekerjaan, terutama eksposur pestisida, pelarut, terutama
benzena, bahan kimia lainnya, dan pewarna rambut.
f. Kegemukan, sebuah studi yang dilakukan oleh American Cancer Society
menemukan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas meningkatkan
risiko seseorang terkena multipel mieloma.
g. Memiliki penyakit sel plasma lainnya, penderita monoklonal gammopathy
(MGUS) atau plasmasitoma soliter akhirnya akan berkembang menjadi
multipel mieloma.
2.4 ETIOLOGI
Sampai saat ini belum terdapat penyebab pasti untuk multipel mieloma.
Penyebab yang sampai saat ini ditemukan akibat mutasi gen yang terjadi dalam
sel mieloma. Mutasi melibatkan molekul imunoglobulin dan protein yang penting
untuk pertumbuhan sel, pematangan sel atau kematian sel. Ada kemungkinan
bahwa semua faktor yang menimbulkan mutasi dapat berkontribusi pada
perkembangan mieloma multipel seperti:
a. Genetik, dalam beberapa penelitian dilaporkan peningkatan risiko pada
keluarga tingkat pertama dengan diagnosis mieloma multipel atau
hematopoietik keganasan lainnya. Peningkatan risiko tidak ditemukan di
kerabat kedua atau ketiga.
8
b. Karsinogen kimiawi, karsinogen kimiawi dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kontak langsung dengan kulit, inhalasi udara serta melalui
makanan dan minuman. Di dalam tubuh karsinogen akan teraktivasi di
jalur metabolisme dan berkompetisi dengan proses detoksifikasi tubuh.
Selanjutnya bila bahan kimia berhasil mengubah komposisi genetik DNA
maka sel akan memasuki tahap inisisasi tumor. Contoh dari karsinogen
kimiawi adalah benzene, etilen oksida dan lain sebagainya (Rasjidi I,
2013).
c. Karsinogen nutrisi, makanan berperan sebagai pemicu dalam terjadinya
kanker dalam tubuh. Pada pasien MM diduga makanan yang dapat
meningkatkan hormonal seseorang. Namun, penelitian epidemiologi
belum menemukan hubungan sebab-akibat definitive antara makanan dan
kanker (Rasjidi I, 2013).
d. Karsinogen fisik, energi radiasi dalam bentuk sinar UV, radiasi ionisasi
dan radiasi partikel dapat menyebabkan transformasi sel baik secara in
vivo maupun in vitro. Efek sinar UV dan radiasi ionisasi terhadap
kerusakan DNA masing-masing memiliki mekanisme yang berbeda
(Rasjidi I, 2013).
2.5 PATOFISIOLOGI
Pertumbuhan mieloma multipel dalam sel plasma sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun perubahan tertentu dalam DNA dapat menyebabkan
sel-sel plasma berubah menjadi kanker. DNA adalah bahan kimia yang membawa
petunjuk pada hampir semua sel-sel dalam tubuh. Beberapa gen berisi instruksi
untuk mengontrol ketika sel tumbuh dan membelah. Gen yang mengintrusikan
9
pembelahan sel disebut onkogen, sedangkan gen yang memperlambat pembelahan
sel atau penyebab kematian sel pada waktu yang tepat disebut gen supresor tumor.
Sumber : (National Comprehensive Cancer Network, 2016)
Gambar 2.2 Pembelahan pada sel plasma normal dan pada sel mieloma
multipel
Kanker dapat disebabkan oleh kesalahan, atau kecacatan dalam mutasi
DNA, yang mengaktifkan onkogen dan menghambat gen supresor tumor. Studi
terbaru menemukan bahwa kelainan beberapa onkogen (seperti MYC)
mengembangkan proses awal perjalanan tumor sel plasma. Perubahan onkogen
lain (seperti gen RAS) yang lebih sering ditemukan pada sel-sel mieloma di
sumsum tulang, dan perubahan dalam gen penekan tumor (seperti gen p53 )
berhubungan dengan penyebaran ke organ lain (American Cancer Society, 2015).
Sel-sel mieloma juga menunjukkan kelainan pada kromosom. Dalam sel
manusia, DNA dikemas dalam kromosom, meskipun sel-sel manusia normal
mengandung 46 kromosom, namun kromosom sel kanker dapat berduplikasi atau
mengalami delesi. Salah satu temuan umum di sel mieloma adalah bahwa
kromosom nomor 13 mengalami delesi. Mekanisme delesi ini berguna untuk
10
menjadikan sel kanker lebih agresif dan resisten terhadap pengobatan. Para
peneliti telah menemukan bahwa pasien dengan tumor sel plasma memiliki
kelainan dalam sel-sel sumsum tulang dan kelainan ini juga dapat menyebabkan
peningkatan pertumbuhan sel pada plasma. Sel tertentu di sumsum tulang yang
disebut sel dendritik melepaskan hormon yang disebut interleukin-6 (IL-6), yang
merangsang sel-sel plasma yang normal untuk tumbuh. Produksi berlebihan dari
IL-6 ini dapat menjadi faktor penting dalam perkembangan tumor sel plasma
(American Cancer Society, 2015; Syahrir, M. 2009).
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Meskipun beberapa pasien dengan mieloma multipel tidak memiliki gejala
yang spesifik, berikut ini adalah gejala yang umum dari penyakit ini yaitu : (1)
Nyeri tulang, gejala yang paling sering dijumpai terutama pada tulang punggung;
(2) Terlihat lesu, lemah, letih pucat dan sesak nafas sebagai manifestasi dari
anemia; (3) Gejala infeksi yang berulang terutama infeksi paru karena terjadi
leukopenia; (4) Gejala gagal ginjal dan hiperkalsemia, seperti polidipsi, poliuri,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan gangguan mental; (5) Perdarahan akibat
trombositopenia; (6) Syndrome hiperviskositas, seperti gangguan pengelihatan,
kesadaran menurun, atau payah jantung. (7) Fraktur patologik oleh karena adanya
lesi osteolitik; (8) Gangguan saraf berupa parastesia atau paraplegia (National
Comprehensive Cancer Network (NCCN), 2015).
11
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis mieloma multipel dapat ditegakan dengan beberapa diagnosis
salah satunya adalah menurut Durie dan Salmon adalah (International Myeloma
Foundation, 2011):
Kriteria mayor:
a. Plasmasitoma pada biopsi jaringan
b. Plasmasitoma pada sumsum tulang dengan plasma sel > 30 %
c. Spike dari globulin monoklonal pada elektroforesis :
1. Ig G > 35 g/l
2. Ig A > 20 g/l
3. Ekspresi light chain urine > 1 g/24 jam tanpa adanya amiloidosis
Kriteria minor :
a. Plasmasitoma pada sumsum tulang dengan sel plasma 10-30%
b. Terdapat spike globulin monoklonal, tetapi nilainya kurang dari nilai yang
diatas
c. Terdapat lesi osteolitik
d. IgM normal < 0,5 g/l, Ig A < 1 g/l atau Ig G < 6 g/l
Diagnosis mieloma multipel ditegakan apabila, terdapat 1 mayor dan 1
minor positif, atau 3 minor positif.
2.7.1 Tes Laboratorium
Pada Pemeriksaan laboratorium mieloma multipel dapat ditemukan:
12
2.7.1.1. Tes darah
a. Tes darah lengkap (DL) adalah tes yang mengukur jumlah sel darah
merah, sel darah putih, dan trombosit dalam darah. Pada pasien
mieloma multipel terjadi penurunan jumlah sel darah merah. Pada fase
lanjut dapat dijumpai leukopenia dan trombositopenia (American
Cancer Society, 2015).
b. Free light chains, Tes ini mengukur jumlah light chain dalam darah
yang menjadi tanda kemungkinan mieloma. Hal ini sangat membantu
dalam kasus yang jarang terjadi dimana tidak ditemukannya M protein
saat pemeriksaan SPEP (American Cancer Society, 2015).
c. Beta-2 microglobulin adalah protein lain yang dihasilkan oleh sel-sel
ganas. Jumlah protein Beta-2 microglobulin dapat menjadi indicator
dalam menentukan prognosis pasien. Semakin tinggi jumlah protein
dalam tubuh maka staging penyakit dan prognosis semakin buruk
(American Cancer Society, 2015).
d. C-reactive protein, dengan mengukur CRP secara tidak langsung
dapat mengukur jumlah sel kanker (Mieloma multipel Research
Foundation (MMRF), 2012).
e. Elektroforesis protein serum (SPEP) adalah tes yang mengukur
imunoglobulin dalam darah dan dapat menemukan imunoglobulin
monoklonal. Menemukan imunoglobulin monoklonal dalam darah
mungkin menjadi langkah pertama dalam mendiagnosis multipel
mieloma. Protein yang abnormal ini dikenal dengan beberapa nama
yang berbeda, termasuk imunoglobulin monoklonal, protein M, M
13
lonjakan, dan paraprotein. Protein urine ini dikenal sebagai protein
Bence-Jones yang membentuk “spike” pada daerah gamma. Pada
Imunoelektroforesis ditemukan jenis Ig G (59%), IgA (23%), IgD
(1%), light chain (16%) dan tidak ada M protein. Tes yang digunakan
untuk menemukan imunoglobulin monoklonal dalam urin disebut
elektroforesis protein urin (UPEP) dan immunofixation urine. Ini
dilakukan paling sering pada urin yang telah dikumpulkan selama
periode 24-jam (American Cancer Society, 2015).
f. Tes kimia darah digunakan untuk melihat jumlah nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin (Cr), albumin, kalsium, dan elektrolit lain. BUN
dan Cr tingkat menunjukkan fungsi ginjal, jika jumlah meningkat dari
normal mengindikasikan adanya gangguan fungsi pada ginjal.
Albumin adalah protein yang ditemukan dalam darah, jumlahnya yang
rendah menjadi tanda mieloma. Mieloma multipel menunjukan
adalanya peningkatan kalsium maka pemeriksaan kadar kalsium dapat
membantu diagnosis (American Cancer Society, 2015).
2.7.1.2. Biopsi sumsum tulang
Penderita mieloma multipel memiliki banyak sel plasma di
sumsum tulang mereka. Biopsi sumsum tulang dapat membantu
diagnosis, jika ditemukan lebih dari 10% sel plasma dalam sumsum
tulang dengan “malignant looking plasma cell” (American Cancer
Society, 2015).
14
2.7.1.3. Tes Urin
Uji urin bisa digunakan untuk mendiagnosis mieloma multipel
dengan melihat keadaan ginjal, melihat Bence Jones protein yang
dikeluarkan melalui urine. Tipe tes urine yang dapat membantu
mendiagnosis mieloma multipel adalah (Mieloma Multipel Research
Foundation (MMRF), 2012 ; National Comprehensive Cancer Network
(NCCN), 2015).
a. Urine protein electrophoresis (UPEP) digunakan untuk mengukur
protein bence jones dan M protein sebagai indikasi mieloma
multipel.
b. Urine
Imunofixation
electrophoresis
(UIFE),
tes
untuk
mengidentifikasi jenis M protein dalam urine. Hanya ligt chain, tidak
heavy chain yang di temukan dalam urine.
2.7.2 Tes Radiologi
Tes radiologi yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan
diagnosis serta pengobatan ialah:
a. X-ray tulang dapat mendeteksi kerusakan tulang yang disebabkan oleh selsel mieloma (American Cancer Society, 2015).
b. Computed tomography scan (CT scan) merupakan prosedur X-ray yang
menghasilkan gambar penampang rinci tubuh Anda. CT scan memakan
waktu lebih lama dari X-ray biasa, CT scan juga dapat digunakan untuk
memandu jarum biopsi justru menjadi tumor yang dicurigai (American
Cancer Society, 2015).
15
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan menggunakan gelombang radio
dan magnet yang kuat bukan sinar-X. Energi dari gelombang radio yang
diserap dan kemudian dirilis dalam pola yang dibentuk oleh jenis jaringan
dan oleh penyakit tertentu. MRI scan sangat membantu dalam melihat
tulang, otak, dan sumsum tulang belakang. Karena MRI dapat menemukan
plasmasitoma yang tidak dapat terlihat pada X-ray biasa, MRI dapat
membantu pasien yang mengalami nyeri di tulang tapi terlihat normal pada
X-ray. MRI scan lebih nyaman daripada CT scan (American Cancer
Society, 2015).
d. Positron emission tomography scans bekerja dengan menyuntikan glukosa
radioaktif (gula) ke pembuluh darah pasien untuk mencari sel-sel kanker.
Karena kanker menggunakan glukosa dalam jumlah yang lebih besar dari
jaringan normal, radioaktivitas akan cenderung berkonsentrasi di kanker.
PET scan dapat menemukan plasmacytomas yang tidak dapat terlihat pada
X-ray biasa, sehingga membantu jika pasien mengalami nyeri di tulang
tetapi hasil X-ray negatif (American Cancer Society, 2015).
2.8 TERAPI
Tujuan pengobatan ialah menghancurkan sel kanker, mencegah dampak
yang akan ditimbulkan dengan mengontrol penyakit, mempertahankan kualitas
hidup, menghilangkan gejala lain dan mencegah kekambuhan mieloma multipel
(Mieloma Multipel Research Foundation (MMRF), 2012). Beberapa pengobatan
yang dapat dilakukan untuk pasien MM adalah:
16
2.8.1 Kemoterapi
Pengobatan kemoterapi bertujuan untuk membunuh langsung sel
mieloma. Obat kemoterapi yang dapat digunakan untuk mengobati mieloma
multipel ialah (American Cancer Society, 2015):
Terapi standar (siklus diulang setiap 28 hari) : Melphalan 9 mg/m2
oral, selama 4 hari, Prednisone 80 mg oral, selama 4 hari, Regimen VAD,
Vincristine 0,4 mg/hari iv kontinu, selama 4 hari, Doxorubicin 9 mg/m2/hari
iv kontinu, selama 4 hari, Deksametason 32 mg tds oral, selama 5 hari
Selama pemberian VAD berikan ranitidine 150 mg dua kali sehari,
kotrimoksasol 2 kali sehari untuk mencegah pneumositis. Untuk penderita
yang akan dilakukan transplantasi, VAD merupakan regimen pilihan.
Pemberian terapi standar antara melphalan dan prednisone memberikan hasil
yang sama dengan regimen kemoterapi kombinasi dengan dosis tinggi
lainnya. Obat kemoterapi lain yang juga dapat digunakan adalah
Cyclophosphamide, Etoposide, Liposomal Doxorubicin, Bendamustine
(American Cancer Society, 2015).
Terdapat dua kontraindikasi dalam pemberian kemoterapi yaitu,
kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut
meliputi pasien dengan stadium kanker terminal, hamil trimester pertama
(kecuali akan digugurkan), septicemia, dan koma. Kontraindikasi relatif
meliputi pasien usia lanjut (terutama penderita tumor yang lambat tumbuh
dan kurang sensitif), gangguan berat fungsi organ vital, demensia, pasien
17
tidak mampu mengunjungi rumah sakit secara teratur, pasien tidak
koopertatif, dan tidak terdapat fasilitas penunjang yang memadai.
2.8.2 Medikamentosa
a. Kortikosteroid seperti deksametason dan prednison, merupakan bagian
penting dari pengobatan multipel mieloma.
Kortikosteroid dapat
digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi. Kortikosteroid
juga digunakan untuk membantu mengurangi mual dan muntah
kemoterapi. Ketika digunakan untuk waktu yang lama, kortikosteroid juga
menekan sistem kekebalan tubuh, hal ini menyebabkan peningkatan risiko
infeksi serius (American Cancer Society, 2015).
b. Proteasome inhibitor bekerja dengan menghentikan kompleks enzim
(proteasomes) dalam sel dari pemecahan protein untuk menjaga
pembelahan agar tetap terkontrol (American Cancer Society, 2015).
c. Bortezomib bekerja dalam mengobati pasien mieloma dengan masalah
ginjal. Ini disuntikkan ke pembuluh darah (IV) atau di bawah kulit, sekali
atau dua kali seminggu (American Cancer Society, 2015).
d. Carfilzomib adalah jenis proteasome inhibitor baru yang dapat digunakan
untuk mengobati mieloma multipel. Efek samping carfalizomib ialah
kelelahan, mual dan muntah, diare, sesak napas, demam, dan masalah
serius yang dapat timbul adalah pneumonia, masalah jantung, dan ginjal
atau gagal hati (American Cancer Society, 2015).
18
2.8.3 Terapi radiasi
Terapi radiasi merupakan modalitas penting dari pengobatan untuk
mieloma. Terapi radiasi menggunakan energi tinggi sinar-X yang terfokus
atau partikel yang menembus jaringan tubuh untuk mencapai dan
menghancurkan sel-sel kanker. Radiasi efektif untuk pasien dengan masalah
lokal yang parah seperti kerusakan tulang, tekanan pada saraf atau sumsum
tulang belakang. Kerugian utama adalah terapi radiasi secara permanen
merusak sumsum tulang sel-sel induk normal dalam bidang pengobatan.
Radiasi merupakan pengobatan yang paling umum untuk plasmasitoma
soliter. (American Cancer Society, 2015 ; Bird, J.M, , dkk, 2014).
2.8.4 Bedah
Operasi pada mieloma multipel dilakukan jika terjadi kompresi
sumsum tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan, kelemahan otot
yang parah, atau mati rasa. Non-darurat (elektif) operasi untuk melampirkan
batang logam atau pelat dapat mengatasi kelemahan tulang dan mungkin
diperlukan untuk mencegah atau mengobati patah tulang (American Cancer
Society, 2015).
2.8.5 Perawatan suportif
Terapi suportif diberikan untuk mengatasi gejala atau komplikasi yang
timbul, seperti:
a. Bifosfonat, Sel-sel mieloma dapat melemahkan, dan mematahkan tulang.
Obat bifosfonat seperti asam zoledronic dan pamidronat dapat membantu
19
tulang tetap kuat. Penelitian meta-analisis mengevaluasi peran bifosfonat
dalam pengobatan penyakit tulang dibeberapa mieloma. Penelitian
menyimpulkan bahwa efek menguntungkan dari bifosfonat adalah
Pengurangan patah tulang belakang, mengurangi kesakitan, dan tidak ada
efek
langsung
dari
bifosfonat
pada kelangsungan
hidup
secara
keseluruhan. Pasien mieloma dengan pemberian pengobatan bifosfonat
harus memantau fungsi ginjal sebelumnyaa. Pengobatan bisfosfonat
memiliki efek samping serius yang disebut osteonekrosis rahang (ONJ)
(American Cancer Society, 2015 ; Kyle Robert, dkk, 2007).
b. Agen imunomodulator, bekerja dengan mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh.
Terapi imunmodulator seperti interferon masih dalam taraf
penelitian. Obat agen imunnomodulator lain yang juga dapat membantu
mengobati mieloma multipel adalah Imunoglobulin intravena (IVIG),
pomalidomide, lenalidomide, thalidomide dan revlimid (American Cancer
Society, 2015). Pada pertemuan tahunan ASH 2010 melaporkan, terapi
suportif revlimid signifikan untuk meningkatkan survival rate pasien
mieloma multipel (Durie B, dkk, 2012).
c. Pengobatan Anemia, Anemia yang menyebabkan gejala dapat diobati
dengan transfusi, atau pemberian obat Eritropoitin dan darbepoietin untuk
mengurangi kebutuhan transfusi darah pada beberapa pasien yang
mendapatkan kemoterapi (American Cancer Society, 2015). Eritropoitin
diberikan untuk meningkatkan tingkat hemoglobin pada pasien yang
mengalami anemia persisten. Namun, dibawah pedoman baru, eritropoitin
seharusnya hanya digunakan dalam pengobatan aktif mieloma dan hanya
20
harus dilanjutkan pada pasien yang menunjukkan manfaat yang jelas
(Durie B, dkk, 2012).
d. Plasmaparesis dapat digunakan untuk menghilangkan protein mieloma dari
darah yang menyebabkan hiperviskositas. Meskipun plasmaparesis
menurunkan jumlah protein kanker dalam darah dan dapat meredakan
gejala untuk sementara waktu, namun tidak dapat membunuh sel-sel
mieloma. Maka plasmaparesis dikombinasikan dengan kemoterapi atau
beberapa jenis obat lain untuk membunuh sel-sel yang membuat protein
(American Cancer Society, 2015).
e. Pengobatan hiperkalsemia, hiperkalsemia diatasi dengan pemberian cairan
intravena yang adekuat, atau dengan pemberian furosemid dan
kortikosteroid. Namun jika tidak berhasil berikan kalsitonin dan
mithramycin atau bifosfonat intravena (American Cancer Society, 2015).
f. Antibiotik, infeksi adalah masalah umum dan berulang pada pasien dengan
mieloma. Diperlukan sebuah strategi yang cermat untuk manajemen
infeksi seperti penggunaan antibiotik pencegahan atau profilaksis. Namun
sebuah studi perbandingan baru-baru ini yang disajikan pada ASH 2010
menyimpulkan
bahwa
"penggunaan
antibiotik
profilaksis
tidak
menurunkan kejadian infeksi serius atau infeksi apapun dalam 2 bulan
pertama pengobatan". Berdasarkan penelitian ini, perlu di pertimbangkan
lagi pemberian antibiotik pada 2 bulan pertama dalam beberapa kasus
karena
dapat
meningkatkan
kemungkinan
resistensi
antibiotik.
Penggunaan dosis tinggi gamma globulin diperlukan pada pasien dengan
infeksi berulang akut dan parah. Seperti GM-CSF dapat membantu
21
meningkatkan jumlah sel darah putih dalam upaya untuk mengatasi
komplikasi infeksi (Durie B, dkk, 2012).
g. Antivirus, peningkatan kejadian herpes zoster telah diamati pada beberapa
populasi pasien dengan mieloma multipel. Pasien mieloma diharapkan
untuk menghindari vaksin herpes zoster, karena vaksin herpes merupakan
virus hidup yang dapat menimbulkan risiko bagi pasien yang kekebalan
tubuhnya menurun (Durie B, dkk, 2012).
2.9 KOMPLIKASI
a.
Patah Tulang
Mieloma multipel dapat merusak sel normal tulang sehingga
membentuk lesi pada tulang yang dapat menyebabkan rasa nyeri, kelemahan
bahkan patah tulang. Nyeri tulang, umunya terjadi di punggung, pinggul, dan
tengkorak. Patah tulang disebabkan hanya karena stres ringan atau cedera
ringan akibat adanya lesi osteolitik pada tulang. Patah tulang umumnya
terjadi pada tulang punggung (American Cancer Society, 2015).
b.
Hiperkalsemia
Pasien mieloma multipel dengan hiperkalsemia mencapai 30% dari
keseluruhan kasus. Tingginya kadar kalsium dalam darah dapat menyebabkan
dehidrasi yang diikuti dengan peningkatan produksi urin, masalah pada ginjal
dan bahkan gagal ginjal, sembelit, pankreatitis, perut terasa nyeri, nafsu
makan menurun, lemah, rasa mengantuk, dan bingung (American Cancer
Society, 2015).
22
c.
Penekanan Spinal Cord
Kompresi sumsum tulang belakang terjadi pada 5% pasien mieloma
multipel selama perjalanan penyakitnya. Gambaran klinis tergantung pada
sifat kompresi, tingkat tulang belakang, luasnya penyakit dan laju
perkembangan kompresi, tetapi umumnya gejala yang ditimbulkan seperti
kesakitan punggung yang parah, kelemahan otot dan anggota gerak sensorik
yang umunya terjadi di kaki. Ini adalah keadaan darurat medis yang
membutuhkan diagnosis yang cepat dan pengobatan (American Cancer
Society, 2015 ; Bird, J.M, , dkk, 2014).
d.
Hiperviskositas
Sindrom hiperviskositas dapat berkembang pada pasien dengan kadar
serum paraprotein tinggi, terutama dari IgA dan jenis IgG3. Pada beberapa
pasien, sejumlah besar protein mieloma dapat menyebabkan peningkatan
kekentalan darah. Hal ini dapat memperlambat aliran darah ke otak dan
menyebabkan: kebingungan, pusing, perdarahan, dan gejala-gejala stroke,
seperti kelemahan pada satu sisi tubuh dan bicara cadel (American Cancer
Society, 2015 ; Bird, J.M, dkk, 2014).
e.
Masalah ginjal
Gangguan ginjal adalah komplikasi umum dan berpotensi serius pada
kasus mieloma multipel, terjadi hingga 20-25%, dan sampai dengan 50%
selama perjalanan penyakit. Ginjal adalah organ yang menyaring darah dalam
tubuh. Mieloma dapat merusak tulang, sehingga menyebabkan kalsium keluar
23
menuju saluran darah. Kalsium yang berlebihan dalam darah dapat merusak
fungsi ginjal. Tanda-tanda kerusakan ginjal dapat dilihat pada tes darah atau
tes urine. Ginjal mulai kehilangan kemampuan untuk membuang kelebihan
garam, cairan, dan produk-produk limbah tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
gejala seperti, lemas, nafas pendek, pembengkakan pada kaki (American
Cancer Society, 2015; National Comprehensive Cancer Network (NCCN),
2015).
2.10 STADIUM DAN PROGNOSIS
2.10.1 Stadium
Prognosis mieloma multipel sangat bervariasi, sebagaian besar
ditentukan oleh tingkat penyakit serta dampak pada organ. Terdapat
klasifikasi CRAB untuk mengidentifikasi organ yang terkena, klasifikasi
sebagai berikut (Durie B, dkk, 2012):
a. C adalah Calcium Elevation (>10 mg/L)
b. R adalah Renal Disfunction (creatinine >2 mg/dL)
c. A adalah Anemia (hemoglobin <10 g/dL atau ≥2 g/dL)
d. B adalah Bone Disease
Durie dan Salmon membuat kriteria stadium berdasarkan tingkat
keparahan penyakit sebagai berikut (International Myeloma Foundation,
2011):
24
1. Stadium I
Memenuhi semua kriteria di bawah ini :
a. Foto rontgen normal atau dijumpai lesi osteolitik soliter
b. Laboratorium :
1. Kadar Hb > 10 g/dl
2. Kalsium serum ≤ 12 mg/dl
3. Ig G < 5 g/dl atau igA < 3 g/dl dalam serum atau rantai
ringan dalam urine < 4 g/24 jam
2. Stadium II
Terletak antara stadium I dan III, namun tidak memenuhi secara
lengkap stadium I maupun Stadium III.
3. Stadium III
Memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini:
a. Foto rontgen normal atau di jumpai lesi osteolitik luas
b. Laboratorium:
1. Kadar Hb < 8.5 g/dl
2. Kalsium serum > 12 mg/dl
3. Ig G < 7 g/dl atau igA < 5 g/dl dalam serum atau rantai
ringan dalam urine > 12 g/24 jam
25
Subklasifikasi :
A: Jika kreatinin serum < 2 mg/dl
B: Jika kreatinin serum > 2 mg/dl
Tabel 2.1 International Staging Sistem (ISS)
International Staging Sistem (ISS)
Stadium
Stadium 1
Nilai
Serum β 2M < 3.5 mg/l
Serum Albumin ≥ 3.5 g/dl
Stadium 2
β 2M < 3.5
Serum Albumin < 3.5 or β 2M
3.5 – 5.5
Stadium 3
Serum β 2M > 5.5 mg/l
Sumber : Moreau, P., San Miguel, J., Ludwig, H., Schouten, H., Mohty, M., Dimopoulos, M. and
Dreyling, M. (2013). pp.vi134.
26
2.10.2 Prognosis
Tabel 2.2 Indikator Prognosis Mieloma Multipel
Indikator risiko
Tes
Indikasi
rendah
Kadar ß2-M
Semakin tinggi kadar ß2-M penyebaran <3.5 mg/mL
kanker semakin luas serta fungsi ginjal
semakin buruk
Kadar Albumin
Kadar albumin tingi mengindikasikan ≥3.5 g/dL
prognosis yang lebih baik
Kadar Lactate
Semakin tinggi kadar LDH penyebaran Usia <60 tahun:
Dehydrogenase
kanker semakin luas
100-190 U/L
Usia >60 tahun:
(LDH)
110-210 U/L
Analisi
Jika terdapat gangguan yang spesifik Tidak
kromosom
mengindikasikan prognosis yang buruk
Freelite™
Hasil yang abnormal mengindikasikan Rasio
serum free
risiko perkembangan menuju MGUS dan chain
light chain
Smoldering
assay
mengindikasikan prognosis yang buruk
Myeloma
(SMM)
terdapat
gangguan
Free light
dan MGUS: 0.26-1.65
SMM: 0.125-8.0
Mieloma: 0.03-32
Gene expression Adanya kelompok gen yang spesifik, Risiko tergantung
profiling
kemungkinan relaps dapat diprediksi
Sumber : Multiple Myeloma Research Foundation. 2012. pp : 2.
setiap individu
Download