5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Mieloma multipel termasuk dalam kelainan gamopati monoklonal karena berasal dari limfosit yang menghasilkan paraprotein (globulin gamma) yang bersifat monoklonal. Mieloma multipel adalah keganasan sel plasma dalam sumsum tulang khas disertai lesi osteolitik dan terdapat protein monoklonal dalam serum dan urine (Multiple Myeloma Research Foundation, 2012). Sumber : (International Myeloma Foundation, 2011) Gambar 2.1 Sel Multipel Mieloma 2.2 EPIDEMIOLOGI Angka kejadian mieloma multipel pada skala dunia, diperkirakan bahwa sekitar 86.000 kasus insiden terjadi setiap tahun (47.000 laki-laki dan 39.000 perempuan). Sekitar 63.000 orang dilaporkan meninggal karena penyakit ini setiap tahun (33.000 laki-laki dan 30.000 perempuan). Tingkat kejadian tahunan berjumlah 1,7 per 100.000 orang pada laki-laki dan 1,2 per 100.000 orang pada perempuan. Mieloma multipel merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari tumor hematologi. Secara geografis, frekuensi sangat tidak merata di dunia 5 6 dengan insiden tertinggi di daerah industri seperti Australia, Selandia Baru, Eropa, dan Amerika Utara (Alexander DD, 2007; Syahrir, M. 2009). Perbandingan etnis dalam populasi Amerika Serikat menunjukkan kejadian mieloma multipel hampir dua kali lipat antara kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih, sementara orang-orang asal Asia, terutama Cina dan Jepang, mengalami kejadian yang jauh lebih rendah. Kejadian tahunan mieloma multipel di Inggris adalah sekitar 60-70 per juta penduduk (Alexander DD, 2007; Brown LM, 2008). Prevalensi kemungkinan akan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya tingkat harapan hidup selama dekade terakhir (Brenner H, dkk, 2009). 2.3 FAKTOR RISIKO Menurut American Cancer Society (2015) beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita mieloma multipel: a. Usia, risiko mieloma multipel meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang. Kurang dari 1% dari kasus yang didiagnosis pada orang yang berusia di bawah 35 tahun. Kebanyakan didiagnosis dengan kanker pada usia 65 tahun. b. Jenis kelamin, pria lebih berisiko menderita mieloma multipel dari pada wanita. c. Ras, kejadian mieloma multipel dua kali lebih besar pada ras Afrika Amerika dari pada ras Amerika berkulit putih. 7 d. Riwayat keluarga, seseorang yang memiliki saudara kandung atau orang tua dengan mieloma multipel 4 kali lebih mungkin untuk menderita mutipel mieloma daripada yang tidak memiliki riwayat keluarga. e. Lingkungan dan pekerjaan, terutama eksposur pestisida, pelarut, terutama benzena, bahan kimia lainnya, dan pewarna rambut. f. Kegemukan, sebuah studi yang dilakukan oleh American Cancer Society menemukan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas meningkatkan risiko seseorang terkena multipel mieloma. g. Memiliki penyakit sel plasma lainnya, penderita monoklonal gammopathy (MGUS) atau plasmasitoma soliter akhirnya akan berkembang menjadi multipel mieloma. 2.4 ETIOLOGI Sampai saat ini belum terdapat penyebab pasti untuk multipel mieloma. Penyebab yang sampai saat ini ditemukan akibat mutasi gen yang terjadi dalam sel mieloma. Mutasi melibatkan molekul imunoglobulin dan protein yang penting untuk pertumbuhan sel, pematangan sel atau kematian sel. Ada kemungkinan bahwa semua faktor yang menimbulkan mutasi dapat berkontribusi pada perkembangan mieloma multipel seperti: a. Genetik, dalam beberapa penelitian dilaporkan peningkatan risiko pada keluarga tingkat pertama dengan diagnosis mieloma multipel atau hematopoietik keganasan lainnya. Peningkatan risiko tidak ditemukan di kerabat kedua atau ketiga. 8 b. Karsinogen kimiawi, karsinogen kimiawi dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak langsung dengan kulit, inhalasi udara serta melalui makanan dan minuman. Di dalam tubuh karsinogen akan teraktivasi di jalur metabolisme dan berkompetisi dengan proses detoksifikasi tubuh. Selanjutnya bila bahan kimia berhasil mengubah komposisi genetik DNA maka sel akan memasuki tahap inisisasi tumor. Contoh dari karsinogen kimiawi adalah benzene, etilen oksida dan lain sebagainya (Rasjidi I, 2013). c. Karsinogen nutrisi, makanan berperan sebagai pemicu dalam terjadinya kanker dalam tubuh. Pada pasien MM diduga makanan yang dapat meningkatkan hormonal seseorang. Namun, penelitian epidemiologi belum menemukan hubungan sebab-akibat definitive antara makanan dan kanker (Rasjidi I, 2013). d. Karsinogen fisik, energi radiasi dalam bentuk sinar UV, radiasi ionisasi dan radiasi partikel dapat menyebabkan transformasi sel baik secara in vivo maupun in vitro. Efek sinar UV dan radiasi ionisasi terhadap kerusakan DNA masing-masing memiliki mekanisme yang berbeda (Rasjidi I, 2013). 2.5 PATOFISIOLOGI Pertumbuhan mieloma multipel dalam sel plasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun perubahan tertentu dalam DNA dapat menyebabkan sel-sel plasma berubah menjadi kanker. DNA adalah bahan kimia yang membawa petunjuk pada hampir semua sel-sel dalam tubuh. Beberapa gen berisi instruksi untuk mengontrol ketika sel tumbuh dan membelah. Gen yang mengintrusikan 9 pembelahan sel disebut onkogen, sedangkan gen yang memperlambat pembelahan sel atau penyebab kematian sel pada waktu yang tepat disebut gen supresor tumor. Sumber : (National Comprehensive Cancer Network, 2016) Gambar 2.2 Pembelahan pada sel plasma normal dan pada sel mieloma multipel Kanker dapat disebabkan oleh kesalahan, atau kecacatan dalam mutasi DNA, yang mengaktifkan onkogen dan menghambat gen supresor tumor. Studi terbaru menemukan bahwa kelainan beberapa onkogen (seperti MYC) mengembangkan proses awal perjalanan tumor sel plasma. Perubahan onkogen lain (seperti gen RAS) yang lebih sering ditemukan pada sel-sel mieloma di sumsum tulang, dan perubahan dalam gen penekan tumor (seperti gen p53 ) berhubungan dengan penyebaran ke organ lain (American Cancer Society, 2015). Sel-sel mieloma juga menunjukkan kelainan pada kromosom. Dalam sel manusia, DNA dikemas dalam kromosom, meskipun sel-sel manusia normal mengandung 46 kromosom, namun kromosom sel kanker dapat berduplikasi atau mengalami delesi. Salah satu temuan umum di sel mieloma adalah bahwa kromosom nomor 13 mengalami delesi. Mekanisme delesi ini berguna untuk 10 menjadikan sel kanker lebih agresif dan resisten terhadap pengobatan. Para peneliti telah menemukan bahwa pasien dengan tumor sel plasma memiliki kelainan dalam sel-sel sumsum tulang dan kelainan ini juga dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan sel pada plasma. Sel tertentu di sumsum tulang yang disebut sel dendritik melepaskan hormon yang disebut interleukin-6 (IL-6), yang merangsang sel-sel plasma yang normal untuk tumbuh. Produksi berlebihan dari IL-6 ini dapat menjadi faktor penting dalam perkembangan tumor sel plasma (American Cancer Society, 2015; Syahrir, M. 2009). 2.6 MANIFESTASI KLINIS Meskipun beberapa pasien dengan mieloma multipel tidak memiliki gejala yang spesifik, berikut ini adalah gejala yang umum dari penyakit ini yaitu : (1) Nyeri tulang, gejala yang paling sering dijumpai terutama pada tulang punggung; (2) Terlihat lesu, lemah, letih pucat dan sesak nafas sebagai manifestasi dari anemia; (3) Gejala infeksi yang berulang terutama infeksi paru karena terjadi leukopenia; (4) Gejala gagal ginjal dan hiperkalsemia, seperti polidipsi, poliuri, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan gangguan mental; (5) Perdarahan akibat trombositopenia; (6) Syndrome hiperviskositas, seperti gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, atau payah jantung. (7) Fraktur patologik oleh karena adanya lesi osteolitik; (8) Gangguan saraf berupa parastesia atau paraplegia (National Comprehensive Cancer Network (NCCN), 2015). 11 2.7 DIAGNOSIS Diagnosis mieloma multipel dapat ditegakan dengan beberapa diagnosis salah satunya adalah menurut Durie dan Salmon adalah (International Myeloma Foundation, 2011): Kriteria mayor: a. Plasmasitoma pada biopsi jaringan b. Plasmasitoma pada sumsum tulang dengan plasma sel > 30 % c. Spike dari globulin monoklonal pada elektroforesis : 1. Ig G > 35 g/l 2. Ig A > 20 g/l 3. Ekspresi light chain urine > 1 g/24 jam tanpa adanya amiloidosis Kriteria minor : a. Plasmasitoma pada sumsum tulang dengan sel plasma 10-30% b. Terdapat spike globulin monoklonal, tetapi nilainya kurang dari nilai yang diatas c. Terdapat lesi osteolitik d. IgM normal < 0,5 g/l, Ig A < 1 g/l atau Ig G < 6 g/l Diagnosis mieloma multipel ditegakan apabila, terdapat 1 mayor dan 1 minor positif, atau 3 minor positif. 2.7.1 Tes Laboratorium Pada Pemeriksaan laboratorium mieloma multipel dapat ditemukan: 12 2.7.1.1. Tes darah a. Tes darah lengkap (DL) adalah tes yang mengukur jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit dalam darah. Pada pasien mieloma multipel terjadi penurunan jumlah sel darah merah. Pada fase lanjut dapat dijumpai leukopenia dan trombositopenia (American Cancer Society, 2015). b. Free light chains, Tes ini mengukur jumlah light chain dalam darah yang menjadi tanda kemungkinan mieloma. Hal ini sangat membantu dalam kasus yang jarang terjadi dimana tidak ditemukannya M protein saat pemeriksaan SPEP (American Cancer Society, 2015). c. Beta-2 microglobulin adalah protein lain yang dihasilkan oleh sel-sel ganas. Jumlah protein Beta-2 microglobulin dapat menjadi indicator dalam menentukan prognosis pasien. Semakin tinggi jumlah protein dalam tubuh maka staging penyakit dan prognosis semakin buruk (American Cancer Society, 2015). d. C-reactive protein, dengan mengukur CRP secara tidak langsung dapat mengukur jumlah sel kanker (Mieloma multipel Research Foundation (MMRF), 2012). e. Elektroforesis protein serum (SPEP) adalah tes yang mengukur imunoglobulin dalam darah dan dapat menemukan imunoglobulin monoklonal. Menemukan imunoglobulin monoklonal dalam darah mungkin menjadi langkah pertama dalam mendiagnosis multipel mieloma. Protein yang abnormal ini dikenal dengan beberapa nama yang berbeda, termasuk imunoglobulin monoklonal, protein M, M 13 lonjakan, dan paraprotein. Protein urine ini dikenal sebagai protein Bence-Jones yang membentuk “spike” pada daerah gamma. Pada Imunoelektroforesis ditemukan jenis Ig G (59%), IgA (23%), IgD (1%), light chain (16%) dan tidak ada M protein. Tes yang digunakan untuk menemukan imunoglobulin monoklonal dalam urin disebut elektroforesis protein urin (UPEP) dan immunofixation urine. Ini dilakukan paling sering pada urin yang telah dikumpulkan selama periode 24-jam (American Cancer Society, 2015). f. Tes kimia darah digunakan untuk melihat jumlah nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin (Cr), albumin, kalsium, dan elektrolit lain. BUN dan Cr tingkat menunjukkan fungsi ginjal, jika jumlah meningkat dari normal mengindikasikan adanya gangguan fungsi pada ginjal. Albumin adalah protein yang ditemukan dalam darah, jumlahnya yang rendah menjadi tanda mieloma. Mieloma multipel menunjukan adalanya peningkatan kalsium maka pemeriksaan kadar kalsium dapat membantu diagnosis (American Cancer Society, 2015). 2.7.1.2. Biopsi sumsum tulang Penderita mieloma multipel memiliki banyak sel plasma di sumsum tulang mereka. Biopsi sumsum tulang dapat membantu diagnosis, jika ditemukan lebih dari 10% sel plasma dalam sumsum tulang dengan “malignant looking plasma cell” (American Cancer Society, 2015). 14 2.7.1.3. Tes Urin Uji urin bisa digunakan untuk mendiagnosis mieloma multipel dengan melihat keadaan ginjal, melihat Bence Jones protein yang dikeluarkan melalui urine. Tipe tes urine yang dapat membantu mendiagnosis mieloma multipel adalah (Mieloma Multipel Research Foundation (MMRF), 2012 ; National Comprehensive Cancer Network (NCCN), 2015). a. Urine protein electrophoresis (UPEP) digunakan untuk mengukur protein bence jones dan M protein sebagai indikasi mieloma multipel. b. Urine Imunofixation electrophoresis (UIFE), tes untuk mengidentifikasi jenis M protein dalam urine. Hanya ligt chain, tidak heavy chain yang di temukan dalam urine. 2.7.2 Tes Radiologi Tes radiologi yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan diagnosis serta pengobatan ialah: a. X-ray tulang dapat mendeteksi kerusakan tulang yang disebabkan oleh selsel mieloma (American Cancer Society, 2015). b. Computed tomography scan (CT scan) merupakan prosedur X-ray yang menghasilkan gambar penampang rinci tubuh Anda. CT scan memakan waktu lebih lama dari X-ray biasa, CT scan juga dapat digunakan untuk memandu jarum biopsi justru menjadi tumor yang dicurigai (American Cancer Society, 2015). 15 c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat bukan sinar-X. Energi dari gelombang radio yang diserap dan kemudian dirilis dalam pola yang dibentuk oleh jenis jaringan dan oleh penyakit tertentu. MRI scan sangat membantu dalam melihat tulang, otak, dan sumsum tulang belakang. Karena MRI dapat menemukan plasmasitoma yang tidak dapat terlihat pada X-ray biasa, MRI dapat membantu pasien yang mengalami nyeri di tulang tapi terlihat normal pada X-ray. MRI scan lebih nyaman daripada CT scan (American Cancer Society, 2015). d. Positron emission tomography scans bekerja dengan menyuntikan glukosa radioaktif (gula) ke pembuluh darah pasien untuk mencari sel-sel kanker. Karena kanker menggunakan glukosa dalam jumlah yang lebih besar dari jaringan normal, radioaktivitas akan cenderung berkonsentrasi di kanker. PET scan dapat menemukan plasmacytomas yang tidak dapat terlihat pada X-ray biasa, sehingga membantu jika pasien mengalami nyeri di tulang tetapi hasil X-ray negatif (American Cancer Society, 2015). 2.8 TERAPI Tujuan pengobatan ialah menghancurkan sel kanker, mencegah dampak yang akan ditimbulkan dengan mengontrol penyakit, mempertahankan kualitas hidup, menghilangkan gejala lain dan mencegah kekambuhan mieloma multipel (Mieloma Multipel Research Foundation (MMRF), 2012). Beberapa pengobatan yang dapat dilakukan untuk pasien MM adalah: 16 2.8.1 Kemoterapi Pengobatan kemoterapi bertujuan untuk membunuh langsung sel mieloma. Obat kemoterapi yang dapat digunakan untuk mengobati mieloma multipel ialah (American Cancer Society, 2015): Terapi standar (siklus diulang setiap 28 hari) : Melphalan 9 mg/m2 oral, selama 4 hari, Prednisone 80 mg oral, selama 4 hari, Regimen VAD, Vincristine 0,4 mg/hari iv kontinu, selama 4 hari, Doxorubicin 9 mg/m2/hari iv kontinu, selama 4 hari, Deksametason 32 mg tds oral, selama 5 hari Selama pemberian VAD berikan ranitidine 150 mg dua kali sehari, kotrimoksasol 2 kali sehari untuk mencegah pneumositis. Untuk penderita yang akan dilakukan transplantasi, VAD merupakan regimen pilihan. Pemberian terapi standar antara melphalan dan prednisone memberikan hasil yang sama dengan regimen kemoterapi kombinasi dengan dosis tinggi lainnya. Obat kemoterapi lain yang juga dapat digunakan adalah Cyclophosphamide, Etoposide, Liposomal Doxorubicin, Bendamustine (American Cancer Society, 2015). Terdapat dua kontraindikasi dalam pemberian kemoterapi yaitu, kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut meliputi pasien dengan stadium kanker terminal, hamil trimester pertama (kecuali akan digugurkan), septicemia, dan koma. Kontraindikasi relatif meliputi pasien usia lanjut (terutama penderita tumor yang lambat tumbuh dan kurang sensitif), gangguan berat fungsi organ vital, demensia, pasien 17 tidak mampu mengunjungi rumah sakit secara teratur, pasien tidak koopertatif, dan tidak terdapat fasilitas penunjang yang memadai. 2.8.2 Medikamentosa a. Kortikosteroid seperti deksametason dan prednison, merupakan bagian penting dari pengobatan multipel mieloma. Kortikosteroid dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi. Kortikosteroid juga digunakan untuk membantu mengurangi mual dan muntah kemoterapi. Ketika digunakan untuk waktu yang lama, kortikosteroid juga menekan sistem kekebalan tubuh, hal ini menyebabkan peningkatan risiko infeksi serius (American Cancer Society, 2015). b. Proteasome inhibitor bekerja dengan menghentikan kompleks enzim (proteasomes) dalam sel dari pemecahan protein untuk menjaga pembelahan agar tetap terkontrol (American Cancer Society, 2015). c. Bortezomib bekerja dalam mengobati pasien mieloma dengan masalah ginjal. Ini disuntikkan ke pembuluh darah (IV) atau di bawah kulit, sekali atau dua kali seminggu (American Cancer Society, 2015). d. Carfilzomib adalah jenis proteasome inhibitor baru yang dapat digunakan untuk mengobati mieloma multipel. Efek samping carfalizomib ialah kelelahan, mual dan muntah, diare, sesak napas, demam, dan masalah serius yang dapat timbul adalah pneumonia, masalah jantung, dan ginjal atau gagal hati (American Cancer Society, 2015). 18 2.8.3 Terapi radiasi Terapi radiasi merupakan modalitas penting dari pengobatan untuk mieloma. Terapi radiasi menggunakan energi tinggi sinar-X yang terfokus atau partikel yang menembus jaringan tubuh untuk mencapai dan menghancurkan sel-sel kanker. Radiasi efektif untuk pasien dengan masalah lokal yang parah seperti kerusakan tulang, tekanan pada saraf atau sumsum tulang belakang. Kerugian utama adalah terapi radiasi secara permanen merusak sumsum tulang sel-sel induk normal dalam bidang pengobatan. Radiasi merupakan pengobatan yang paling umum untuk plasmasitoma soliter. (American Cancer Society, 2015 ; Bird, J.M, , dkk, 2014). 2.8.4 Bedah Operasi pada mieloma multipel dilakukan jika terjadi kompresi sumsum tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan, kelemahan otot yang parah, atau mati rasa. Non-darurat (elektif) operasi untuk melampirkan batang logam atau pelat dapat mengatasi kelemahan tulang dan mungkin diperlukan untuk mencegah atau mengobati patah tulang (American Cancer Society, 2015). 2.8.5 Perawatan suportif Terapi suportif diberikan untuk mengatasi gejala atau komplikasi yang timbul, seperti: a. Bifosfonat, Sel-sel mieloma dapat melemahkan, dan mematahkan tulang. Obat bifosfonat seperti asam zoledronic dan pamidronat dapat membantu 19 tulang tetap kuat. Penelitian meta-analisis mengevaluasi peran bifosfonat dalam pengobatan penyakit tulang dibeberapa mieloma. Penelitian menyimpulkan bahwa efek menguntungkan dari bifosfonat adalah Pengurangan patah tulang belakang, mengurangi kesakitan, dan tidak ada efek langsung dari bifosfonat pada kelangsungan hidup secara keseluruhan. Pasien mieloma dengan pemberian pengobatan bifosfonat harus memantau fungsi ginjal sebelumnyaa. Pengobatan bisfosfonat memiliki efek samping serius yang disebut osteonekrosis rahang (ONJ) (American Cancer Society, 2015 ; Kyle Robert, dkk, 2007). b. Agen imunomodulator, bekerja dengan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Terapi imunmodulator seperti interferon masih dalam taraf penelitian. Obat agen imunnomodulator lain yang juga dapat membantu mengobati mieloma multipel adalah Imunoglobulin intravena (IVIG), pomalidomide, lenalidomide, thalidomide dan revlimid (American Cancer Society, 2015). Pada pertemuan tahunan ASH 2010 melaporkan, terapi suportif revlimid signifikan untuk meningkatkan survival rate pasien mieloma multipel (Durie B, dkk, 2012). c. Pengobatan Anemia, Anemia yang menyebabkan gejala dapat diobati dengan transfusi, atau pemberian obat Eritropoitin dan darbepoietin untuk mengurangi kebutuhan transfusi darah pada beberapa pasien yang mendapatkan kemoterapi (American Cancer Society, 2015). Eritropoitin diberikan untuk meningkatkan tingkat hemoglobin pada pasien yang mengalami anemia persisten. Namun, dibawah pedoman baru, eritropoitin seharusnya hanya digunakan dalam pengobatan aktif mieloma dan hanya 20 harus dilanjutkan pada pasien yang menunjukkan manfaat yang jelas (Durie B, dkk, 2012). d. Plasmaparesis dapat digunakan untuk menghilangkan protein mieloma dari darah yang menyebabkan hiperviskositas. Meskipun plasmaparesis menurunkan jumlah protein kanker dalam darah dan dapat meredakan gejala untuk sementara waktu, namun tidak dapat membunuh sel-sel mieloma. Maka plasmaparesis dikombinasikan dengan kemoterapi atau beberapa jenis obat lain untuk membunuh sel-sel yang membuat protein (American Cancer Society, 2015). e. Pengobatan hiperkalsemia, hiperkalsemia diatasi dengan pemberian cairan intravena yang adekuat, atau dengan pemberian furosemid dan kortikosteroid. Namun jika tidak berhasil berikan kalsitonin dan mithramycin atau bifosfonat intravena (American Cancer Society, 2015). f. Antibiotik, infeksi adalah masalah umum dan berulang pada pasien dengan mieloma. Diperlukan sebuah strategi yang cermat untuk manajemen infeksi seperti penggunaan antibiotik pencegahan atau profilaksis. Namun sebuah studi perbandingan baru-baru ini yang disajikan pada ASH 2010 menyimpulkan bahwa "penggunaan antibiotik profilaksis tidak menurunkan kejadian infeksi serius atau infeksi apapun dalam 2 bulan pertama pengobatan". Berdasarkan penelitian ini, perlu di pertimbangkan lagi pemberian antibiotik pada 2 bulan pertama dalam beberapa kasus karena dapat meningkatkan kemungkinan resistensi antibiotik. Penggunaan dosis tinggi gamma globulin diperlukan pada pasien dengan infeksi berulang akut dan parah. Seperti GM-CSF dapat membantu 21 meningkatkan jumlah sel darah putih dalam upaya untuk mengatasi komplikasi infeksi (Durie B, dkk, 2012). g. Antivirus, peningkatan kejadian herpes zoster telah diamati pada beberapa populasi pasien dengan mieloma multipel. Pasien mieloma diharapkan untuk menghindari vaksin herpes zoster, karena vaksin herpes merupakan virus hidup yang dapat menimbulkan risiko bagi pasien yang kekebalan tubuhnya menurun (Durie B, dkk, 2012). 2.9 KOMPLIKASI a. Patah Tulang Mieloma multipel dapat merusak sel normal tulang sehingga membentuk lesi pada tulang yang dapat menyebabkan rasa nyeri, kelemahan bahkan patah tulang. Nyeri tulang, umunya terjadi di punggung, pinggul, dan tengkorak. Patah tulang disebabkan hanya karena stres ringan atau cedera ringan akibat adanya lesi osteolitik pada tulang. Patah tulang umumnya terjadi pada tulang punggung (American Cancer Society, 2015). b. Hiperkalsemia Pasien mieloma multipel dengan hiperkalsemia mencapai 30% dari keseluruhan kasus. Tingginya kadar kalsium dalam darah dapat menyebabkan dehidrasi yang diikuti dengan peningkatan produksi urin, masalah pada ginjal dan bahkan gagal ginjal, sembelit, pankreatitis, perut terasa nyeri, nafsu makan menurun, lemah, rasa mengantuk, dan bingung (American Cancer Society, 2015). 22 c. Penekanan Spinal Cord Kompresi sumsum tulang belakang terjadi pada 5% pasien mieloma multipel selama perjalanan penyakitnya. Gambaran klinis tergantung pada sifat kompresi, tingkat tulang belakang, luasnya penyakit dan laju perkembangan kompresi, tetapi umumnya gejala yang ditimbulkan seperti kesakitan punggung yang parah, kelemahan otot dan anggota gerak sensorik yang umunya terjadi di kaki. Ini adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan diagnosis yang cepat dan pengobatan (American Cancer Society, 2015 ; Bird, J.M, , dkk, 2014). d. Hiperviskositas Sindrom hiperviskositas dapat berkembang pada pasien dengan kadar serum paraprotein tinggi, terutama dari IgA dan jenis IgG3. Pada beberapa pasien, sejumlah besar protein mieloma dapat menyebabkan peningkatan kekentalan darah. Hal ini dapat memperlambat aliran darah ke otak dan menyebabkan: kebingungan, pusing, perdarahan, dan gejala-gejala stroke, seperti kelemahan pada satu sisi tubuh dan bicara cadel (American Cancer Society, 2015 ; Bird, J.M, dkk, 2014). e. Masalah ginjal Gangguan ginjal adalah komplikasi umum dan berpotensi serius pada kasus mieloma multipel, terjadi hingga 20-25%, dan sampai dengan 50% selama perjalanan penyakit. Ginjal adalah organ yang menyaring darah dalam tubuh. Mieloma dapat merusak tulang, sehingga menyebabkan kalsium keluar 23 menuju saluran darah. Kalsium yang berlebihan dalam darah dapat merusak fungsi ginjal. Tanda-tanda kerusakan ginjal dapat dilihat pada tes darah atau tes urine. Ginjal mulai kehilangan kemampuan untuk membuang kelebihan garam, cairan, dan produk-produk limbah tubuh. Hal ini dapat menyebabkan gejala seperti, lemas, nafas pendek, pembengkakan pada kaki (American Cancer Society, 2015; National Comprehensive Cancer Network (NCCN), 2015). 2.10 STADIUM DAN PROGNOSIS 2.10.1 Stadium Prognosis mieloma multipel sangat bervariasi, sebagaian besar ditentukan oleh tingkat penyakit serta dampak pada organ. Terdapat klasifikasi CRAB untuk mengidentifikasi organ yang terkena, klasifikasi sebagai berikut (Durie B, dkk, 2012): a. C adalah Calcium Elevation (>10 mg/L) b. R adalah Renal Disfunction (creatinine >2 mg/dL) c. A adalah Anemia (hemoglobin <10 g/dL atau ≥2 g/dL) d. B adalah Bone Disease Durie dan Salmon membuat kriteria stadium berdasarkan tingkat keparahan penyakit sebagai berikut (International Myeloma Foundation, 2011): 24 1. Stadium I Memenuhi semua kriteria di bawah ini : a. Foto rontgen normal atau dijumpai lesi osteolitik soliter b. Laboratorium : 1. Kadar Hb > 10 g/dl 2. Kalsium serum ≤ 12 mg/dl 3. Ig G < 5 g/dl atau igA < 3 g/dl dalam serum atau rantai ringan dalam urine < 4 g/24 jam 2. Stadium II Terletak antara stadium I dan III, namun tidak memenuhi secara lengkap stadium I maupun Stadium III. 3. Stadium III Memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini: a. Foto rontgen normal atau di jumpai lesi osteolitik luas b. Laboratorium: 1. Kadar Hb < 8.5 g/dl 2. Kalsium serum > 12 mg/dl 3. Ig G < 7 g/dl atau igA < 5 g/dl dalam serum atau rantai ringan dalam urine > 12 g/24 jam 25 Subklasifikasi : A: Jika kreatinin serum < 2 mg/dl B: Jika kreatinin serum > 2 mg/dl Tabel 2.1 International Staging Sistem (ISS) International Staging Sistem (ISS) Stadium Stadium 1 Nilai Serum β 2M < 3.5 mg/l Serum Albumin ≥ 3.5 g/dl Stadium 2 β 2M < 3.5 Serum Albumin < 3.5 or β 2M 3.5 – 5.5 Stadium 3 Serum β 2M > 5.5 mg/l Sumber : Moreau, P., San Miguel, J., Ludwig, H., Schouten, H., Mohty, M., Dimopoulos, M. and Dreyling, M. (2013). pp.vi134. 26 2.10.2 Prognosis Tabel 2.2 Indikator Prognosis Mieloma Multipel Indikator risiko Tes Indikasi rendah Kadar ß2-M Semakin tinggi kadar ß2-M penyebaran <3.5 mg/mL kanker semakin luas serta fungsi ginjal semakin buruk Kadar Albumin Kadar albumin tingi mengindikasikan ≥3.5 g/dL prognosis yang lebih baik Kadar Lactate Semakin tinggi kadar LDH penyebaran Usia <60 tahun: Dehydrogenase kanker semakin luas 100-190 U/L Usia >60 tahun: (LDH) 110-210 U/L Analisi Jika terdapat gangguan yang spesifik Tidak kromosom mengindikasikan prognosis yang buruk Freelite™ Hasil yang abnormal mengindikasikan Rasio serum free risiko perkembangan menuju MGUS dan chain light chain Smoldering assay mengindikasikan prognosis yang buruk Myeloma (SMM) terdapat gangguan Free light dan MGUS: 0.26-1.65 SMM: 0.125-8.0 Mieloma: 0.03-32 Gene expression Adanya kelompok gen yang spesifik, Risiko tergantung profiling kemungkinan relaps dapat diprediksi Sumber : Multiple Myeloma Research Foundation. 2012. pp : 2. setiap individu