i. pendahuluan - IPB Repository

advertisement
I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal
jantan atau disebut juga transplantasi sel testikular. Transplantasi merupakan
teknik pemindahan organ, jaringan atau sel tertentu dari donor ke resipien. Jika
hewan
donor
dan
resipien
merupakan
individu
yang
sama
disebut
autotransplantasi (transplantasi autogenik), sedangkan jika hewan donor dan
resipien merupakan individu yang berbeda namun dari spesies yang sama disebut
allotransplantasi (transplantasi singenik). Transplantasi sel atau jaringan dari
hewan donor ke resipien yang berasal dari individu dan spesies yang berbeda
disebut xenotransplantasi (transplantasi xenogenik) (Johnston et al. 2000).
Transplantasi sel testikular memiliki banyak aplikasi dalam bidang biologi,
peternakan dan perikanan di antaranya untuk 1) menjajaki proses-proses
perkembangan dan diferensiasi sel germinal (gametogenesis), 2) terapi regeneratif
penyakit organ reproduksi, 3) memproduksi hewan transgenik melalui sistem
transfer gen yang dimediasi sel, dan 4) menciptakan sistem pembenihan dimana
spesies target dapat diproduksi dari induk yang lain atau dikenal dengan istilah
induk pengganti atau surrogate broodstock (Brinster & Zimmermann 1994,
Okutsu et al. 2006a).
Penelitian transplantasi sel germinal telah banyak dilakukan pada vertebrata
tingkat tinggi. Transplantasi sel germinal pertama kali diperkenalkan pada ayam
oleh Tajima et al. (1993), kemudian pada tikus dengan menggunakan sel punca
spermatogonia
(Brinster & Zimmerman 1994) dan selanjutnya pada hewan-
hewan lain seperti kambing, babi dan primata (Schatt 2002, Dobrinski 2005).
Pada bidang perikanan, teknologi transplantasi sel germinal pertama kali
dikembangkan pada ikan rainbow trout menggunakan sel germinal bakal gonad
yang disebut PGC (primordial germ cell) sebagai sel donor.
Pada awalnya
Takeuchi et al. (2003) melakukan transplantasi sel donor PGC dari ikan rainbow
trout transgenik ke dalam rongga peritoneal larva ikan rainbow trout dalam rangka
pembuatan model sistem transfer gen yang diperantarai oleh sel. Allotransplantasi
2
tersebut menghasilkan sel donor yang mampu bermigrasi, mampu bergabung
(terkolonisasi) dengan sel-sel somatik saluran bakal gonad larva, dan mampu
berdiferensiasi hingga menjadi sel gamet yang fungsional. Penelitian ini telah
membuktikan bahwa sel donor yang berasal dari individu berbeda tidak
mengalami penolakan oleh sistem imun resipien.
Keberhasilan transplantasi tersebut menjadi inspirasi bagi Takeuchi dan
koleganya untuk menerapkan sistem transplantasi menggunakan sel donor PGC
ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) ke resipien yang berbeda spesies ikan
salmon
masu
(Oncorhynchus
masou)
yang
dikenal
dengan
istilah
xenotransplantasi. Meskipun ikan rainbow trout memiliki masa matang gonad
yang lebih lama (sekitar 2 tahun) dari ikan salmon (sekitar 1 tahun) namun PGC
ikan rainbow trout yang ditransplantasikan pada ikan salmon ternyata dapat
melakukan gametogenesis secara normal pada gonad ikan salmon masu bahkan
diperoleh sel spermatozoa ikan rainbow yang fungsional dari induk ikan salmon
yang berumur 1 tahun pascatransplantasi (Takeuchi et al. 2004).
hasil xenotransplantasi tersebut merupakan model
Ikan salmon
surrogate broodstock atau
induk pengganti pertama pada ikan.
Disebabkan oleh jumlah PGC yang sedikit dan sulit ditemukan, penelitian
transplantasi sel germinal pada ikan ini kemudian dikembangkan dengan
menggunakan sel testikular sebagai sel donor seperti yang telah dilakukan oleh
Okutsu et al. (2006a), Lacerda et al. (2008), Takeuchi et al. (2009). Penggunaan
sel testikular sebagai sel donor ini didasari atas kesamaan sifat tipe sel testikular
spermatogonia dengan PGC (Okutsu et al. 2006a). Spermatogonia pada
allotransplantasi sel testikular ikan rainbow trout ternyata tidak hanya mampu
berdiferensiasi menjadi sel gamet jantan yang fungsional tetapi juga mampu
berdiferensiasi menjadi sel gamet betina yang fungsional (Okutsu et al. 2006b).
Kemampuan sel spermatogonia berdiferensiasi menjadi spermatosit dan
derivatnya serta menjadi oosit dan derivatnya disebut sebagai development
plasticity atau sexual plasticity (Okutsu et al. 2006a, Yoshizaki et al. 2010).
Xenotransplantasi pada hewan ternak yang memiliki kekerabatan jauh dan
imunokompetensi yang berbeda sangat memungkinkan berhasil meskipun ada
juga kegagalan xenotransplantasi yang diakibatkan oleh hubungan filogeni yang
3
jauh (Hill & Dobrinsky 2006). Xenotransplantasi sel testikular manusia ke tubuli
seminiferi mencit mampu menghasilkan kolonisasi dan produksi spermatozoa
manusia pada 25% resipien (Sofikitis et al. 1999). Sebaliknya, xenotransplantasi
hamster ke tikus (Ogawa et al. 1999) dan primata ke tikus (Nagano et al. 2001)
mengalami proses spermatogenesis tidak sempurna yang diduga karena perbedaan
morfologis sel donor dan gonad resipien serta hubungan filogeni yang jauh.
Perbedaan hasil xenotransplantasi tersebut menunjukkan bahwa faktor yang
menentukan terjadinya inkompatibilitas antara hewan donor dan resipien bersifat
spesifik atau dapat berbeda pada spesies tertentu.
Pada dekade terakhir xenotransplantasi sel testikular juga telah dilakukan
pada beberapa jenis ikan yang berbeda spesies hingga berbeda famili dan
menghasilkan sel donor yang mampu bermigrasi ke saluran bakal gonad,
terkolonisasi dan berproliferasi pada gonad resipien (Yazawa et al. 2010) bahkan
ada pula yang dapat menghasilkan sel gamet jantan yang fungsional (Majhi et al.
2009). Namun belum terdapat informasi apakah kemampuan development
plasticity spermatogonia pada resipien yang berbeda jenis juga masih dapat terjadi.
Keberhasilan xenoransplantasi sel testikular pada beberapa jenis ikan telah
memberikan peluang dan harapan bagi aplikasi xenotransplantasi ini untuk
dijadikan sebagai alternatif metode pembenihan dengan cara pembuatan induk
pengganti untuk ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan untuk ikanikan langka
namun sulit penanganan produksinya. Oleh karena itu aplikasi
teknologi transplantasi sel germinal ini perlu diupayakan di Indonesia.
Penelitian ini merupakan upaya awal penerapan teknologi xenotransplantasi
di bidang perikanan di Indonesia. Sebagai model hewan donor digunakan ikan
gurami (Osphronemus goramy) dan sebagai model resipien digunakan ikan nila
(Oreochromis niloticus).
Ikan gurami digunakan sebagai model hewan donor
karena ikan gurami adalah ikan air tawar ekonomis penting yang mencapai umur
matang gonad pertama yang lama. Menurut SNI (2000), ikan gurami mencapai
matang gonad pertama pada umur 24–30 bulan untuk jantan dan 30–36 bulan
untuk betina. Teknologi xenotransplantasi sel germinal sangat tepat digunakan
untuk pembenihan ikan-ikan yang matang gonadnya lama (Takeuchi et al. 2004).
Jika sel testikular spermatogonia ikan gurami ditransplantasikan ke resipien yang
4
memiliki masa matang gonad cepat serta dapat berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel gamet fungsional pada gonad resipien, melalui teknik pemijahan
buatan, benih ikan gurami dapat diperoleh dengan cepat.
Ikan nila dijadikan sebagai model resipien untuk aplikasi teknologi
xenotransplantasi sel testikular ikan gurami karena matang gonad pertamanya
lebih cepat (4–5 bulan) dan masa rematurasi juga lebih cepat. Selain itu, ikan nila
mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan viabilitas larvanya yang
tinggi (Stickney 2000). Di masa yang akan datang, teknologi xenotransplantasi
sel testikular ikan gurami menggunakan ikan nila sebagai induk pengganti ini
diharapkan dapat menciptakan model sistem pembenihan baru dalam budidaya
ikan gurami khususnya dan ikan air tawar pada umumnya.
Ikan gurami dan ikan nila telah terpisah pada tingkatan taksonomi ordo,
yaitu ikan gurami berasal dari ordo Labyrintichii dan ikan nila dari ordo
Percomorphii (Saanin 1984). Biologi reproduksi kedua ikan ini juga memiliki
beberapa perbedaan.
Salah satu perbedaan yang menyolok adalah pada tipe
telurnya. Ikan gurami memiliki tipe telur mengapung, sedangkan telur ikan nila
tenggelam ke dasar. Melalui teknologi xenotransplantasi sel germinal jantan antar
ikan gurami dan ikan nila ini, maka kita dapat mengkaji sejauh mana kemampuan
sel donor ikan gurami terkolonisasi dan berproliferasi pada resipien yang jauh
hubungan filogeninya dan memiliki perbedaan morfologis pada sel gametnya.
Selain hubungan genetik, respons lingkungan mikro sel germinal resipien
seperti sel-sel sertoli dan sel-sel somatik lainnya terhadap sel donor juga
mempengaruhi keberhasilan dari transplantasi (Doitsidou
et al. 2002).
Xenotransplantasi sel testikular ikan nibe ke larva ikan yang berbeda famili yaitu
ikan chub mackerel menunjukkan bahwa lingkungan mikro ikan chub mackerel
mampu mendukung sel spermatogonia ikan nibe terkolonisasi dan berproliferasi
pada gonad ikan mackerel
(Yazawa et al. 2010).
Saito et al. (2011)
Xenotransplantasi PGC ikan sidat Jepang yang fase larvanya di air laut ke ikan air
tawar zebra menghasilkan kolonisasi PGC ikan sidat Jepang pada daerah gonad
ikan zebra sebanyak 42,7% dalam waktu pengamatan 6 hingga 7 hari. Namun
setelah 7 hari PGC menghilang dan diduga disebabkan oleh perbedaan tahap awal
kehidupan kedua ikan tersebut.
Menurut Saito et al. (2011) penelitian ini
5
membuka peluang untuk menjadikan ikan air tawar sebagai induk pengganti jenis
ikan air laut.
Beberapa fenomena transplantasi sel germinal pada ikan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya perlu dikaji untuk keberhasilan aplikasi teknologi
xenotransplantasi sel testikular ikan gurami kepada ikan nila. Sebagai tahap awal
dibutuhkan beberapa informasi dasar dan tahapan teknis transplantasi di antaranya
adalah preparasi sel donor yang terdiri atas karakterisasi sel spermatogonia ikan
gurami, penentuan sumber donor ikan gurami dan penentuan metode disosiasi
jaringan gonad ikan gurami. Ketiga tahapan teknis ini merupakan upaya untuk
menyiapkan suspensi sel donor yang kaya akan sel donor yang memiliki
kemampuan kolonisasi.
Menurut Grisswold et al. (2001), karakterisasi sel spermatogonia yang tidak
jelas sering menjadi faktor pembatas dalam pelaksanaan transplantasi sel germinal.
Kemampuan mengidentifikasi spermatogonia dari sel testikular lainnya penting
karena hanya spermatogonia yang tidak terdiferensiasi, yaitu spermatogonia A,
yang memiliki kemampuan terkolonisasi pada resipien (Okutsu et al. 2006a).
Oleh karena itu karakterisasi sel spermatogonia ikan gurami merupakan informasi
dasar yang harus diketahui sebelum melakukan kegiatan transplantasi sel germinal
ikan gurami.
Selanjutnya dilakukan penentuan tahap perkembangan gonad ikan gurami
yang dapat dijadikan sebagai sumber donor. Menurut Zapata (2009) kelimpahan
spermatogonia berkaitan dengan perkembangan gonad. Hingga saat ini belum
terdapat informasi yang jelas mengenai tahap perkembangan gonad pada ikan
gurami.
Dengan metode disosiasi yang tepat, jaringan gonad dari ukuran ikan
gurami yang optimum dapat menghasilkan suspensi sel testikular yang
mengandung banyak spermatogonia.
Setelah mendapatkan suspensi sel donor, tahapan teknis penting selanjutnya
adalah menentukan umur resipien yang optimum untuk keberhasilan transplantasi.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa umur resipien juga
berpengaruh terhadap efisiensi kolonisasi (Takeuchi et al. 2003, Takeuchi et al.
2009, Yazawa et al. 2010). Kemampuan lingkungan mikro resipien mengarahkan
sel donor ke rongga genital semakin berkurang dengan semakin berkembangnya
6
gonad resipien atau dengan semakin bertambahnya umur resipien (Okutsu et al.
2006a). Pengaruh interval umur resipien yang mempengaruhi efisiensi kolonisasi
berkaitan dengan sistem imunodefisiensi yang belum sempurna pada larva
(Manning & Nakanishi 1996). Faktor-faktor tersebut dilaporkan berbeda-beda di
antara spesies (Dobrinski et al. 1999, Johnston et al. 2000). Hingga saat ini larva
ikan nila belum pernah digunakan sebagai resipien dalam kegiatan transplantasi.
Pada penelitian ini dilakukan uji kompetensi terhadap larva ikan nila sebagai
resipien dengan menganalisis kemampuan kolonisasi sel testikular ikan gurami
pada gonad berbagai umur awal larva ikan nila untuk mengetahui umur larva
ikan nila yang optimum untuk kegiatan transplantasi. Selanjutnya dilakukan pula
analisis kemampuan proliferasi sel donor yang telah terkolonisasi pada resipien
tersebut.
Pada aplikasi teknik transplantasi, faktor ketersediaan sel juga sering
menjadi faktor pembatas (Griswold et al. 2001). Sinkronisasi ketersediaan sel
donor dengan resipien dan terbatasnya jumlah sel donor spermatogonia adalah dua
hal yang berkaitan dengan ketersediaan sel.
Terkadang sel atau jaringan donor
sudah tersedia tetapi resipien belum siap ditransplantasi. Sementara itu, jaringan
gonad yang dikeluarkan dari tubuh ikan akan beresiko mengalami kerusakan jika
tidak segera diproses.
Oleh karena itu untuk mengatasi kendala ini dibutuhkan
teknik penyimpanan atau teknik preservasi jangka pendek untuk menghindari
kerusakan sel-sel gamet pada gonad sebelum transplantasi dilakukan dan
sekaligus menambah daya tahan hidup.
Preservasi jangka pendek yang paling sederhana adalah penyimpanan pada
suhu dingin (4 oC) atau preservasi dingin.
Hingga saat ini belum diperoleh
informasi mengenai teknik preservasi jangka pendek pada ikan namun pada
hewan vertebrata teknik ini sudah dilakukan seperti yang telah dilakukan oleh
Eriani et al. (2008) dengan melakukan preservasi duktus deferens dan epididimis
kucing pada suhu 4 oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel gamet jantan
masih bisa diselamatkan hingga 6 hari.
Pada bidang kedokteran, teknik
preservasi jangka pendek umumnya digunakan untuk proses transportasi sumber
gonad ke laboratorium atau sesaat sebelum dilakukan transplantasi organ testis.
Pada bidang perikanan, selain untuk mengatasi kendala sinkronisasi ketersediaan
7
sel donor dan resipien, preservasi jangka pendek ini juga merupakan upaya bagi
proses penyelamatan plasma nutfah gonad atau testis yang langka dan bernilai
ekonomis karena dapat digunakan
sebagai sumber donor dalam kegiatan
transplantasi sel germinal. Sel spermatogonia hidup yang dihasilkan dari gonad
preservasi akan menjadi sesuatu yang berharga jika digunakan pada aplikasi
teknologi transplantasi sel testikular sebagai sumber donor. Oleh karena itu pada
tahap akhir penelitian ini dilakukan pula transplantasi sel donor dari testis ikan
gurami pascapreservasi dingin ke larva ikan nila.
Beberapa tahapan dan kendala teknis yang mempengaruhi keberhasilan
xenotransplantasi khususnya pada ikan gurami belum pernah dilaporkan. Oleh
karena itu penelitian xenotransplantasi sel germinal jantan ikan gurami ke ikan
nila ini diharapkan dapat menambah
informasi dasar tentang
teknologi
transplantasi sel spermatogonia pada ikan.
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kompetensi
sel testikular ikan
gurami sebagai donor dan ikan nila sebagai resipien pada teknologi
xenotransplantasi sel testikular ikan gurami kepada ikan nila. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Melakukan karakterisasi sel spermatogonia ikan gurami dan menganalisis
kelimpahan sel spermatogonia pada beberapa kelompok bobot tubuh ikan
gurami untuk penentuan sumber donor.
2. Menentukan metode disosiasi jaringan testikular ikan gurami yang optimum.
3. Menganalisis pengaruh umur resipien terhadap efisiensi kolonisasi sel
spermatogonia pada gonad ikan nila.
4. Menganalisis
kemampuan
proliferasi
sel
spermatogonia
yang
telah
terkolonisasi pada resipien.
5. Menganalisis kemampuan sel donor dari testis ikan gurami yang dipreservasi
dalam larutan fisiologis pada suhu 4 oC terkolonisasi pada resipien ikan nila.
8
Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas :
1. Karakterisasi morfologi sel spermatogonia ikan gurami dan penentuan sumber
donor .
2. Metode disosiasi jaringan testikular ikan gurami.
3. Xenotransplantasi sel testikular ikan gurami pada berbagai umur larva ikan
nila.
4. Analisis proliferasi sel spermatogonia yang terkolonisasi pada gonad resipien.
5. Viabilitas dan efisiensi kolonisasi spermatogonia dari testis ikan gurami
pascapreservasi dingin pada larva ikan nila.
KEBARUAN PENELITIAN
Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah :
1. Tersedianya data karakteristik morfologi beberapa tipe sel spermatogonia ikan
gurami.
2. Pembuktian bahwa sel spermatogonia ikan gurami mampu terkolonisasi dan
berproliferasi pada gonad ikan nila.
3. Pembuktian bahwa sel testikular ikan gurami yang diisolasi dari gonad yang
dipreservasi pada suhu 4 oC dalam larutan fisiologis mampu terkolonisasi pada
ikan nila.
4. Penggunaan larva ikan nila sebagai resipien untuk xenotransplantasi sel
testikular ikan gurami.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan kolonisasi sel donor pada
resipien dalam kegiatan xenotransplantasi organisme vertebrata tingkat rendah,
khususnya pada ikan.
Penelitian ini juga diharapkan menjadi upaya awal
penerapan teknologi xenotransplantasi dan sistem pembenihan surrogate
broodstock pada bidang perikanan di Indonesia untuk mengatasi masalah-masalah
reproduksi khususnya pada ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi tetapi
bermasalah dalam reproduksinya dan pada ikan-ikan yang telah mengalami
kepunahan.
Download