I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberadaan alga cokelat Sargassum siliquosum di perairan Indonesia sangat melimpah dan pemanfaatannya masih jauh dari optimal. Pada puncak musimnya, sering terlihat S. siliquosum dibiarkan terdampar di pinggir pantai dan tidak dimanfaatkan. S. crassifolium mengandung keragaman nutrisi diantaranya protein sebesar 5,19% (w/w), mineral 36,39%, vitamin C: 49,01 mg/100g, vitamin A: 489,11 g/100g, lipid: 1,63% (w/w) dan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 60,02 % (Handayani et al., 2004; Putri, 2011). Kandungan alginat dalam rumput laut cokelat relatif tinggi yaitu 24% (Davis et al., 2004), 30,5% (Andriamanantoanina & Rinaudo., 2013), 32,57% (Parthiban et al., 2012), 37,91% (Handayani et al., 2004) bahkan mencapai 40,34 (Yudiati et al., 2016) Alginat merupakan metabolit primer yang tersusun atas rangkaian polisakarida yang merupakan kopolimer dari monosakarida D-manuronat dan Lglukoronat. Alginat merupakan polisakarida yang dapat berfungsi sebagai immunomodulator. Pemberian alginat dalam pakan udang terbukti mampu meningkatkan pertahanan non spesifik L. vannamei (Yeh et al., 2009). Liu et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian alginat sebanyak 2 g/kg pada Penaeus monodon mampu meningkatkan aktivitas fagositik selulernya. Cheng et al. (2005) melaporkan dosis pemberian alginat yang sama pada udang L. vannamei mampu meningkatkan parameter imonologik dan menghasilkan kelulushidupan yang lebih tinggi terhadap serangan bakteri Vibrio sp. Penelitian oleh Chung et al. (2011) terhadap induk dan larva udang vaname (L. vannamei) menunjukkan potensi alginat sebagai imunomudulator yang mampu meningkatkan produksi telur, daya tetas, kelulushidupan dan berat larva. Penelitian oleh Isnansetyo et al, (2014, 2015) menunjukkan bahwa rumput laut cokelat Sargassum sp. mampu meningkatkan kekebalan non spesifik ikan lele (Clarias sp.) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Alginat mempunyai sejumlah besar ikatan grup hidroksil dan karboksil bebas yang terdistribusi sepanjang backbone rantai polimer. Dua grup fungsional ini sangat memungkinkan untuk dimodifikasi sehingga berubah dari komponen asalnya (Yang et al., 2011). Na2CO3 merupakan senyawa bersifat alkali yang dapat memodifikasi gugus karboksil sehingga konformasinya berubah. CaCl2 yang ditambahkan pada proses ekstraksi alginat akan membentuk “egg box” sehingga 1 alginat akan lebih stabil (Yang et al., 2009). Variasi kedua senyawa tersebut, apabila diberi penguat EDTA (Jork et al., 2000) sehingga dapat menghasilkan persentase rendemen yang lebih besar. Rendemen yang tinggi dengan kemampuan immunomodulator yang efektif pada budidaya udang vaname dan proteksi serangan WSSV merupakan suatu terobosan dalam keberhasilan teknologi. Immunostimulan adalah komponen bahan alam yang dapat memodulasi sistem immun dengan cara meningkatkan ketahanan tubuh inang dalam mempertahankan serangannya terhadap pathogen (Ringo et al., 2006). Sistem immun pada udang masih merupakan innate immune berupa pertahanan non spesifik. Secara umum, terdapat dua komponen yaitu seluler dan humoral. Komponen seluler terdiri atas fagositosis, enkapsulasi dan pembentukan nodul pada hemositnya, sedangkan komponen humoral adalah Lektin, Pro Phenol Oksidase, Respiratory Burst, Superoxide Dismutase, Superoxide Anion dan Antimikrobial Peptida (Li & Xiang., 2014). Kedua komponen ini bekerja saling berinteraksi dan bersinergi serta tidak dapat dipisah-pisahkan. Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan komoditas unggulan Indonesia. Selama dekade terakhir ini, produksi udang di seluruh dunia, terancam oleh penyakit yang disebabkan oleh virus (Bai et al., 2014). Akibatnya adalah penurunan produksi sehingga berdampak akhir pada kerugian ekonomi yang besar. Hal ini terutama disebabkan oleh serangan penyakit virus, diantaranya yang sangat populer adalah White Spot Syndrome Virus (Lightner, 1996; Jiang et al., 2014). Serangan virus diawali dengan penempelan ligan atau PAMP (Pathogen Associated Molecular Pattern) dengan PRR (Pattern Recognition Receptor) dari inang (Ma et al., 2007). Pengenalan pola yang unik dari PAMP’s secara cepat menghasilkan aktivasi sistem immun udang secara luas, termasuk pengeluaran molekul-mulekul terlarut dan hemosit tersirkulasi yang dimediasi oleh komponen humoral dan seluler. Enzim yang memicu perlawanan terhadap serangan virus seperti ProPO, Serine Proteinase akan bekerja lebih aktif dan menghasilkan reaksi pewarnaan berupa melanin (Amparyup et al., 2013). Pathogen Recognition Receptor memberikan peranan yang penting dalam sistem imun udang serta memberikan pola ekspresi yang berbeda dalam kaitannya dengan penanggulangan infeksi virus. Informasi menunjukkan, bahwa PRR yang berperan diantaranya adalah Toll-like Receptor (TLR), β-glucan binding protein 2 (BGBP), C-type Lectin (CTL’s). Ketiga PRR ini memberikan peranan yang penting dengan cara mengenali dan mengeliminasi keberadaan microinvaders. Penelitian tentang peran lektin sebagai reseptor pada L. vannamei sudah dilaporkan dan sudah diidentifikasi. Ma et al. (2007) mengidentifikasi lektin tipe C dari hepatopankreas L. vannamei (LvLT). Zhang et al. (2009) dan Zhan et al. (2011) memastikan bahwa gen LvLec yang diambil dari otak, hemosit dan hepatopancreas terdiri atas 157 dan 169 asam amino. LvLectin-1 dan LvLectin-2 diidentifikasi Wei et al. (2012) pada hampir semua jaringan termasuk insang dan gonad. Kesemua lektin tersebut berasal dari satu atau dua CRD. Penelitian terbaru Li et al. (2014) membuktikan bahwa LvCTL3 mempunyai single C-type lectin-like domain (CTLD). LvCTL3 mRNA dapat dideteksi di semua jaringan inang dan ekspresi LvCTL3 tertinggi didapatkan pada insang L. vannamei setelah diuji tantang dengan Vibrio parahaemalyticus dan WSSV. Transkrip BGBP dari udang karang disintesa di dalam hepatopankreas dan dilepaskan ke dalam plasma. Setelah berikatan dengan β-1,3-glucan (BG), akan memacu aktivasi dari sistem proPO dan menginduksi degranulasi hemosit (Duvic dan Söderhäll, 1990). Perkembangan informasi menunjukkan adanya BGBP-HDL telah diisolasi dari udang Litopenaeus vannamei (Vargas-Albores et al., 2000; Yepiz-Plascencia et al., 2000; Romo-Figueroa et al., 2004) dan Ferropenaeus chinensis (Lai et al., 2011) yang mempunyai 70% sekuen asam amino yang sama dengan BGBP udang karang. Pada saat pathogen mengenai penghalang fisik, seperti kulit atau saluran mukosa intestinal, TLR akan mengenali dan respon sel imun menjadi aktif (Kumagai et al., 2008). Full length cDNA dari Toll reseptor yang pertama (disebut dengan LcToll yang mengkode 926 asam amino residu pada L. vanamei) telah dilaporkan. Pola ekspresi dari FcToll secara jelas termodulasi setelah adanya rangsangan dari serangan bakteri atau virus (Yang et al., 2008). Informasi menyebutkan bahwa telah ditemukan dua buah TLR yaitu LvToll2 dan LvToll3 yang diisolasi dari L. vannamei. Keduanya mengandung 1009 dan 1224 residu asam amino (Wang et al., 2012). Wang et al. (2013) berhasil mengindentifikasi LvTollip pada L. vannamei. Setelah dilakuan uji tantang dengan WSSV dan Vibrio alginolyticus, tingkat ekspresinya menjadi naik dan teramati pada hampir semua jaringan yaitu insang, hemosit, hepatopancreas, intestinal dan daging udang. Penulis menduga bahwa tingkat ekspresi LvTollip responsif terhadap infeksi mikrobia. 3 S. siliquosum kaya akan alginat yang mempunyai kandungan monosakarida yang mempunyai potensi sebagai immunostimulan pada udang. Sistem pertahanan tubuh udang adalah sistem immun bawaan, tidak mempunyai sel memori seperti ikan (Whittington et al., 1994). dan hewan-hewan tingkatan yang lebih tinggi serta bersifat non spesifik. Kondisi seperti ini tidak memungkinkan untuk aplikasi vaksin. Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan pemakaian antibiotik, namun pemakaiannya dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif (Isnansetyo et al., 2014). Dampak ini bukan saja terhadap lingkungan perairan timbulnya resistensi, tetapi berdampak lebih jauh terhadap kesehatan konsumen karena residu antibiotik. Pengembangan dan pembuatan antivirus merupakan salah satu solusi alternatif, tetapi dengan memperhatikan perkembangan penyakit viral yang semakin kompleks dari waktu ke waktu, maka solusi ini menjadi tidak efektif. Harga yang mahal tentu menjadi suatu pertimbangan tersendiri pula bagi para praktisi di lapangan. Solusi dan pencegahan terhadap hal ini adalah dengan cara meningkatkan ketahanan tubuh udang melalui immunostimulasi yang bersifat alami dan ramah lingkungan (Alifuddin et al., 2003). Pertahanan tubuh non spesifik yang baik akan memberikan perlindungan sejak awal terjadinya infeksi oleh jamur, parasit, bakteri maupun virus yang terdapat di perairan. 2. Permasalahan Penelitian immunologik-molekuler terkait infeksi WSSV pada L. vannamei yang berkembang pesat akhir-akhir ini sangat menarik untuk dilakukan, karena semua penulis sepakat bahwa sistem immun pada udang sangat kompleks dan belum secara komprehensif dipahami. Laporan publikasi terkait sistem immun non spesifik pada udang pada umumnya menyajikan informasi tentang hasil akhir dari serangkaian proses yang rumit dan panjang dalam mekanisme pertahanan udang. Proses yang terkait dengan pengenalan Virus Binding Protein dari WSSV pada reseptor (PRR) udang belum pernah dilaporkan, sehingga jawaban atas pertanyaan reseptor yang bertanggung jawab pada pengenalan pathogen dan mekanismenya menjadi menarik untuk dikaji. Terlebih lagi penggunaan berbagai variasi alginat dengan konformasi yang berbeda sebagai immunomodulator merupakan suatu tema yang belum pernah digali. 4 Phenol Oxydase (PO) banyak dilaporkan memegang kunci dan mempunyai peran utama dalam sistem pertahanan udang. Setelah PRR mengenali WSSV, maka akan terjadi serangkaian proses penghambatan protein oleh enzim serin, dan diikuti dengan enzim PO dan menghasilkan melanin sebagai produk akhirnya. Enzim PO sendiri tidak serta merta muncul, tetapi melalui serangkaian proses. Salah satunya adalah sintesis proPhenol Oxydase Activating Enzyme (PPA) yang mengaktivasi sistem proPhenol Oxydase (proPO) menjadi Phenol Oxydase (PO). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian komprehensif yang memadukan peranan antara variasi konformasi alginat Sargassum siliquosum sebagai imunostimulan dengan ekspresi gen immun pada reseptor dan proPO yang diinfeksi dengan WSSV pada L. vanname perlu dilakukan. 3. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai berbagai variasi alginat (asam, sodium, kalsium) dalam kaitannya dengan menanggulangi WSSV potensinya sebagai immunomudulator untuk pada udang L. vannamei belum pernah dilaporkan. Pemberian ini menggunakan species L. vannamei sebagai hewan uji. Parameter yang diteliti cukup banyak baik parameter kekebalan seluler dan humoral, parameter ekspresi gen hingga sintasan dan pertumbuhan sehingga menggunakan udang pada berbagai ukuran dan membuat keunikan tersendiri. Udang vanname yang digunakan berukuran juvenile sampai dengan sekitar 15-22 gram. Liu et al. (2006) menggunakan udang Penaeus monodon dalam penelitiannya, sedangkan Yeh et al. (2008) menggunakan ikan Epinephelus coioides. Penelitian terbaru Wongprasert et al. (2014) menggunakan species P. Monodon sebagai hewan uji. Penggunaan tiga tipe alginat sekaligus dalam satu penelitian juga belum pernah dilaporkan sebelumnya. Para peneliti terdahulu menggunakan satu tipe alginat saja, yaitu sodium alginat (Cheng et al., 2004; Cheng et al., 2005; Liu et al., 2006; Yeh, et al., 2008; Chung et al., 2011). Sodium alginat yang mereka gunakan adalah buatan pabrik dan bersifat komersial. Penelitian ini menggunakan tiga tipe alginat sekaligus, melakukan ekstraksi sehingga target ekstrak tercapai, sekaligus memanfaatkan species lokal. Selain tipe, dosis alginat yang diaplikasikan pada penelitian ini yaitu 0; 2,0; 4,0 dan 6,0g kg-1 baru pertama kali dilakukan. Penelitian oleh Liu et al. (2006) menggunakan dosis 2g kg-1, aplikasi pemberian pakan secara oral oleh Cheng et al. (2004; 2005) menggunakan dosis 0; 1,0 dan 2,0 g kg-1. 5 Penelitian peningkatan kekebalan dengan menggunakan sampel hemosit udang telah banyak dilaporkan, baik paramater Total Haemocyte Counts (THC) dan Aktifitas Fagositosis (Hou et al., 2005; Yeh et al., 2006; Lin et al., 2011; Sirirustananun et al., 2011). Penelitian oleh Isnansetyo et al, (2014, 2015) menunjukkan bahwa rumput laut cokelat Sargassum sp. mampu meningkatkan kekebalan non spesifik ikan lele (Clarias sp.) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk data mengenai Indeks Fagositosis. Faktanya, penelitian-penelitian terkait immunologi yang menyajikan data Indeks Fagositosis pada budidaya udang belum pernah dilaporkan. Penelitian lingkup immunologi dan hubungannya dengan tingkat ekspresi gen pernah dipublikasikan oleh beberapa peneliti. Tingkat ekspresi gen proPO dan βGBP pernah dilaporkan oleh Liu et al, (2006). Chen et al, (2014) melaporkan terkait kekebalan non spesifik dan ekspresi gen WSSV, sementara data ekspresi gen VP 28 dipublikasikan oleh Wongprasert et al, (2014). Kenyataan memperlihatkan bahwa ekspresi tiga immun reseptor dan satu gen kekebalan (proPO) sekaligus memang belum pernah dipublikasikan. Data tingkat ekspresi relatif gen dan kuantifikasi virus WSSV merupakan keunggulan tersendiri sekaligus mempunyai nilai novelti yang tinggi pada penelitian ini. Keaslian penelitian semakin diperkuat dengan fakta bahwa kuantifikasi virus berupa data jumlah copi virus, hingga penelitian ini ditulis, belum pernah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. 4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui persentase rendemen dengan metode ekstraksi yang berbeda serta karakterisasi alginat dari alga cokelat S. siliquosum. b. Mendapatkan penemuan dan menganalis efektifitas suplementasi tiga tipe alginat S. siliquosum sebagai imunostimulan dan mengetahui parameter imunologik (Total Haemocyte Count /THC, aktivitas enzim ProPO, Super oxide dismutase) dan pertahanan udang pada L. vannamei terhadap infeksi WSSV. c. Mendapatkan penemuan dan menganalis pengaruh tipe alginat terpilih terhadap ekspresi gen yang berhubungan dengan sistem immun pada udang. d. Mendapatkan penemuan dan menganalis efektifitas suplementasi secara 6 oral tipe alginat terpilih dari S. siliquosum pada dosis yang berbeda untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan L. vannamei terhadap infeksi WSSV. 5. Manfaat Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain: a. Alginat diharapkan dapat menjadi salah satu immunostimulan yang dapat meningkatkan kekebalan udang terhadap serangan WSSV pada L. vannamei serta mengetahui hubungan suplementasi immunostimulan/alginat, parameter ketahanan non spesifik dan ekspresi gen yang bertanggung jawab. b. Pencegahan penyakit viral dengan pemberian alginat melalui pakan selain dapat meningkatkan nilai tambah pakan, maka akan lebih mudah diaplikasikan dalam usaha budidaya baik skala kecil maupun besar. c. Memberikan informasi bagi petani sekaligus pemegang kebijakan tentang suplementasi alginat pada pakan untuk peningkatan produksi L.vannamei. d. Informasi dan penemuan teknologi dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan serta mendorong pengetahuan dan penelitian selanjutnya untuk memperluas eksplorasi dan pemanfaatan alginat, terutama dalam bidang budidaya perikanan/kelautan. 7