BAB VI KESIMPULAN Keberhasilan Alkhairat dalam mempertahankan eksistensinya di Palu baik sebagai lembaga pendidikan Islam maupun sebagai organisasi sosial keagamaan disebabkan oleh jaringan sosial yang berhasil dibangun dan dimanfaatkan oleh para pemimpin organisasi ini. Sayyid Idrus sebagai pendiri madrasah Alkhairat Al-Islamiyah telah membangun jaringan sosial dan politik awal Alkhairat dengan para tokoh-tokoh masyarakat (khususnya orang Arab), tokoh-tokoh politik lokal dan penguasa lokal ketika tiba di Palu pada tahun 1930. Jaringan yang dibangun tersebut semakin kuat berkat pernikahannya dengan salah satu wanita bangsawan Kaili yang membuatnya banyak memperoleh bantuan dari masyarakat. Pernikahan tersebut juga berimplikasi pada kuatnya ikatan yang menghubungkan ia dengan bangsawanbangsawan Kaili lainnya, sehingga dalam berbagai kesempatan mereka senantisa membantu usaha Sayyid Idrus dalam mengembangkan Alkhairat. Berkat penguasa backing-an lokal setempat, dari para tokoh masyarakat Palu masyarakat dan dan sekitarnya 142 mempercayakan anak-anak mereka untuk belajar dan dibina oleh Sayyid Idrus. Murid-murid yang belajar dan dibimbing langsung inilah yang berperan sebagai mata-rantai dalam perluasan jaringan awal madrasah Alkhairat ke berbagai daerah, dan pada tahap selanjutnya menghubungkan jaringan Alkhairat dengan instansi pemerintah dan politik, sebab di antara murid-murid ini ada yang berkecimpung dan menempati posisi stategis di pemerintahan dan partai politik. Saling silang antara para murid dalam jaringan komunitas sosial “Abnaul dan politik Khairat” yang Alkhairat saling menghasilkan menjalin demi keberlangsungan Alkhairat. Masyarakat Palu dan sekitarnya cenderung lebih memilih menyekolahkan anaknya di madrasah Alkhairat, sebab sekolah yang ada saat itu hanya sedikit dan dikelola sepenuhnya oleh pemerintah Belanda dan organisasi Leger Dois Heist (LDH) atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Bala Keselamatan (BK) yang mengemban misi kristenisasi. Keengganan masyarakat (khususnya yang beragama Islam) untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang didirikan oleh orang-orang Belanda disebabkan oleh adanya kekhawatiran akan dikristenkan. Selain itu, sekolah-sekolah yang dibangun Belanda kebanyakan diperuntukan bagi anak-anak bangsawan atau pejabat dan masih harus dibebani lagi dengan uang 143 pembayaran sekolah, sehingga masyarakat biasa tidak memiliki akses untuk menikmati fasilitas tersebut. Di saat seperti inilah madrasah Alkhairat Al-Islamiyah muncul sebagai alternatif bagi masyarakat golongan bawah yang ingin menyekolahkan anaknya. Pendekatan secara persuasif yang dilakukan oleh Sayyid Idrus dalam menyiarkan ajaran Islam dikalangan penduduk lokal membuat mereka tertarik untuk bergabung dengan Alkhairat. Masyarakat Palu yang beragama Islam bahkan tidak segan-segan menyatakan diri sebagai bagian dari keluarga besar Alkhairat, meskipun hanya belajar mengaji secara informal pada guru-guru Alkhairat. Sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan yang mempunyai hak untuk mengartikulasikan kepentingan politiknya, Alkhairat secara organisatoris menyatakan diri tidak berpolitik atau berpihak pada kepentingan suatu partai, namun Alkhairat berusaha untuk membangun jaringan politiknya dengan cara menghubungkan para alumni-alumni Alkhairat yang berkiprah di partai politik yang dianggap dominan atau berkuasa ke dalam sturktur Pengurus Besar Alkhairat ataupun sebaliknya merekrut orang-orang yang berpengaruh baik dalam partai politik maupun pemerintahan daerah kedalam Pengurus membangun relasi Alkhairat. atau Kecenderungan jaringan dengan Alkhairat partai untuk politik dan pemerintah karena mereka menyadari bahwa kekuatan tersebut dapat digunakan untuk membantu mempertahankan eksistensi 144 Alkhairat dan juga perkembangannya, sebab tanpa bantuan dari mereka Alkhairat pengembangannya. akan mengalami kesulitan dalam proses