beras analog sagu baik untuk orang dengan diabetes

advertisement
BERAS ANALOG SAGU BAIK UNTUK ORANG DENGAN DIABETES
Oleh : DR. Heryudarini Harahap
Badan Penelitian dan Pengembangan
Tahun ini Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi
Riau bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
membuat sagu menjadi ‘beras analog sagu’. Beras analog adalah beras yang
dibuat dari tepung atau pati, sehingga beras analog sagu adalah beras yang
dibuat dari pati sagu ditambah dengan sedikit pati dari karbohidrat lainnya
seperti jagung. Biasanya perbandingan pati sagu dengan pati jagung adalah
70 – 80%, dan pati jagung 20 – 30%. Sagu mengandung 353 kalori, 0,7%
protein, 0,2% lemak per 100 gramnya.
Peningkatan kadar gula darah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan jenis
karbohidrat yang dikonsumsi. Semakin banyak jumlah karbohidrat yang dikonsumsi (dengan
kata lain semakin banyak seseorang mengkonsumsi suatu jenis makanan), maka kadar glukosa
darah akan semakin meningkat. Sedangkan jenis karbohidrat suatu makanan dapat diketahui
berdasarkan indeks glikemik (IG) makanan tersebut. Makanan dengan indeks glikemik yang
tinggi akan meningkatkan gula darah secara cepat. IG adalah ukuran kecepatan perubahan pati
menjadi gula di dalam tubuh, semakin rendah IG maka akan semakin baik untuk penderita
diabetes. IG dikategorikan tinggi jika nilainya > 70, sedang 55 – 70, dan rendah < 55. Indeks
glikemik beras sagu adalah 40, beras adalah 79, dan roti adalah 71.
Penderita diabetes harus berhati-hati dalam memilih makanan yang akan di komsumsi.
Mengomsumsi makanan yang kaya akan karbohidrat akan berisiko meningkatkan kadar gula
darah (hyperglikemia). Hal yang terpenting dilakukan seorang penderita diabetes adalah harus
mampu mengendalikan penyebab meningkatnya kadar gula darahnya yaitu melalui asupan
karbohidrat dari makanan. Pada orang yang tidak diabetes, ketika gula darah naik, tubuh akan
memproduksi insulin. Namun, proses ini tidak bekerja sebagaimana mestinya pada penderita
diabetes. Tubuh tidak menghasilkan cukup insulin atau sel-sel yang resisten terhadap insulin
yang dibuat. Makanan tinggi IG menyebabkan lonjakan gula darah besar sehingga dapat
menggangu kesehatan. Jadi bagi penderita diabetes disarankan untuk memilih makanan dengan
indeks glikemik yang rendah.
Penelitian yang dilakukan pada binatang percobaan yang diabetes menunjukkan
pemberian beras sagu selama 4 minggu dapat mengembalikan fungsi pakreas kembali normal.
Pankreas mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glucogen, yang menambah
kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan dari hati atau pengurangan kadar
gula dalam darah dengan mengeluarkan insulin yang mana mempercepat aliran glukosa ke dalam
sel pada tubuh, terutama otot. Penelitian yang dilakukan oleh Wahjuningsih (2016) menemukan
bahwa responden yang diberi makan 100% nasi sagu mempunyai IG yang rendah yaitu 40,7.
Rekomendasi dari American Dietetic Association tahun 2008 low– glycemic index foods
that are rich in fiber and other important nutrients are to be encouraged. Bagi penderita dan
orang yang tidak menderita diabetes disarankan untuk mengonsumsi makanan dengan IG rendah
atau beras sagu karena jika makan makanan yang mengandung IG tinggi terus menerus tanpa
diimbangi dengan gaya hidup sehat seperti berolah raga, maka akan dapat menyebabkan risiko
resistensi insulin yang berdampak kepada terjadinya penyakit diabetes, obesitas, darah tinggi,
dan jantung (HRH).
Sumber
American Diabetes Association. 2008. Nutrition Recommendations And Interventions For
Diabetes: A Position Statement Of The American Diabetes Association. Diabetes Care,
31: Supp 1; s61-78.
Hariyanto B, Indah K, Widia P, Agus Tri P. 2013. Peluang Pengembangan Sagu Sebagai
Makanan Sehat. Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-obatan, dan Lingkungan untuk
Kesehatan. Universitas Pakuan Bogor dan Universitas Padjajaran Bandung.
Wahjuningsih, SB et al. 2016. Resistant starch content and glycaemix index of sago (Metroxylon
spp.) starch and red bean (Phaseolus vulgaris) based alnaoque rice. Pakistan Journal of
Nutrition 15 (7):667-672.
Download