I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salak merupakan tumbuhan asli daerah tropika, suku Arecaceae, anak suku Lepidocaryoidae, dan marga Salacca. Marga ini terdiri dari dua jenis dengan empat varietas yang tersebar alami di kawasan Malesiana mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Kalimantan, Sumatra bagian selatan dan Jawa Barat (Mogea, 1977). Tiga jenis salak yang dibudidayakan yaitu : Salacca sumatrana di Padangsidempuan dan sekitarnya, Salacca zalacca di Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon, serta Salacca wallichiana di Thailand. Pusat salak di Jawa terdapat dibeberapa daerah misalnya, salak bongkok di Sumedang, salak manonjaya di Tasikmalaya, Salak petruk dan salak gading di daerah Bejalen, Ambarawa, Salak condet di Condet, salak pondoh, kembang arum dan salak gading di Sleman, salak nglumut di Magelang, salak kacun, gondanglegi dan suwaru di Malang, di Padangsidempuan dikenal salak sibakua dan siamporik. Tanaman salak dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan optimal pada ketinggian 500 m dpl. Tanaman ini menghendaki curah hujan merata yakni 200 – 400 mm/bulan, dengan suhu berkisar 20 – 30 ºC, pH 5 – 7 dan mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang berada di Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, yang dikenal dengan salak bongkok. Dinamakan salak bongkok karena pertama kali ditemukan salak ini di desa Bongkok yang terletak di lereng Gunung Tampomas. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Sumedang tahun 2007, rata-rata produksi buah salak sebesar 42.095 kuintal dengan harga beli di tingkat petani sekitar Rp 500/kg. Hasil dari perkebunan salak untuk saat ini dianggap sebagai penghasilan tambahan. Produksi buahnya untuk saat ini hanya dipasarkan di daerah sekitar Sumedang, hal ini dikarenakan salak lokal Sumedang 2 belum mampu untuk bersaing dengan salak dari daerah lainnya terutama dengan salak pondoh yang berasal dari Sleman, Yogyakarta. Salak lokal Sumedang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar (diameter buah mencapai 6 cm). Akan tetapi rasa buahnya “sepat” meskipun dalam keadaan matang. Di Kabupaten Sumedang tanaman ini tumbuh baik di tanah Latosol yang memiliki ketinggian 25-500 m di atas permukaan laut (dpl), dengan rata-rata curah hujan sebesar 2.547 mm/tahun di Kecamatan Conggeang dan sebesar 2.246 mm/tahun di Kecamatan Paseh (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Tanaman salak lokal sumedang meskipun tumbuh di tanah yang sama, akan tetapi buah yang dihasilkan dari tanamannya berbeda-beda. Salak lokal sumedang tidak semuanya memiliki rasa asam dan sepat tetapi ada juga yang memiliki rasa manis. 1.2. Tujuan Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik hara tanah dan hara tanaman salak yang di hubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang.