faktor-faktor pengaruh, agen penyebab dan cara

advertisement
FAKTOR-FAKTOR PENGARUH, AGEN PENYEBAB
DAN CARA PENULARAN PENYAKIT
PADA TERNAK
Oleh :
Drh. Imbang Dwi Rahayu, Mkes.
Staf Pengajar Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian-Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT
Kesehatan ternak merupakan kunci penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Motto
klasik tetap berlaku sampai saat ini, yaitu pencegahan lebih baik daripada pengobatan,
sehingga tindakan-tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan pelaksanaan biosekuritas di
lingkungan peternakan secara konsisten harus dilaksanakan.
Arti “ sehat “ bagi ternak adalah suatu kondisi dimana di dalam tubuh ternak berlangsung
proses-proses normal, baik proses fisis, kimiawi , biokimiawi dan fisiologis yang normal.
Sebaliknya “ sakit ” adalah kondisi ternak yang sebaliknya.
Seringkali pengobatan terhadap suatu penyakit tidak membuahkan hasil, hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain harus dimengerti bahwa tidak semua penyakit
dapat diobati, seperti penyakit virus. Penyakit-penyakit non infeksius harus diatasi
dengan memperbaiki tatalaksana budidaya yang baik dan benar. Berdasarkan pemikiran
tersebut sangat perlu untuk diketahui adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan
penyakit pada ternak, sehingga dapat dilakukan metode penanggulangan penyakit yang
efisien dan efektif.
Timbulnya penyakit pada ternak merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan
merupakan hasil interaksi tiga faktor, yaitu ternak, agen penyakit (pathogen) dan
lingkungan. Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan
pengaruh positif atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan agen penyakit.
Interaksi ketiga faktor yang normal dan seimbang sebagaimana akan menghasilkan ternak
yang sehat dan tidak ada wabah penyakit.
Keseimbangan ketiga faktor di atas tidak selalu stabil, pada keadaan tertentu akan
berubah. Jika hal ini terjadi maka ternak yang dipelihara akan sakit dan menunjukkan
tampilan (performance) yang tidak memuaskan.
Terdapat beberapa kondisi yang mampu menciptakan perubahan keseimbangan ketiga
faktor tersebut. Kondisi-kondisi tersebut antara lain adalah (1) perubahan-perubahan
yang terjadi pada ternak, misalnya penurunan kondisi tubuh yang mungkin disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain : kualitas dan kuantitas zat-zat gizi dalam pakan yang
kurang, faktor-faktor yang mampu menekan timbulnya kekebalan (immunosupressif)
dalam tubuh ternak, sehingga akan terjadi kegagalan dalam program vaksinasi. Di lain
pihak terjadi peningkatan tantangan terhadap ternak oleh mikroorganisme yang hidup dan
berkembang di sekeliling ternak akibat sistim biosekuritas yang tidak konsisten, waktu
istirahat kandang yang minim, kegagalan program vaksinasi dan pengobatan (2) terjadi
perubahan hanya pada aspek lingkungan, sedangkan kondisi hewan ternak dan
mikroorganisme tidak berubah. Perubahan lingkungan ini mungkin disebabkan oleh
perubahan iklim, perubahan suhu dan kelembaban lingkungan yang ekstrim, ketinggian
tempat, kesalahan menejemen, seperti : kepadatan kandang yang tinggi, ventilasi yang
jelek, intensitas cahaya yang terlalu tinggi, kegaduhan suara dan tingginya tingkat polusi.
Kondidi-kondisi lingkungan demikian akan berdampak negatif bagi ternak yang
berakibat penurunan kondisi tubuh ternak, sebaliknya menguntungkan bagi
mikroorganisme untuk berkembang biak, baik jumlah maupun jenisnya.
Tiga aspek usaha penting harus dilakukan guna mencegah wabah penyakit di lingkungan
peternakan, yaitu (1) usaha-usaha mengurangi jenis dan jumlah mikroorganisme,
terutama yang patogen di sekeliling ternak yang dipelihara (aspek mikroorganisme) (2)
usaha-usaha mencegah terjadinya kontak antara ternak yang dipelihara dengan
mikroorganisme patogen (aspek lingkungan) dan (3) usaha-usaha meningkatkan daya
kebal tubuh ternak yang dipelihara (aspek ternak).
Aspek Mikroorganisme
Upaya untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme patogen di sekeliling ternak
yang dipelihara dapat ditempuh melalui pendekatan-pendekatan antara lain mengadakan
identifikasi terhadap mikroorganisme secara lengkap. Identifikasi bisa dilakukan dengan
deteksi terhadap sifat-sifat epidemiologis mikroorganisme, seperti cara penyebaran,
kecepatan menyebar, pola kematian ternak, gejala-gejala klinis khas yang ditimbulkan
bila menginfeksi spesies ternak tertentu dan aspek-aspek patogenesisnya (perjalanan
penyakit di dalam tubuh ternak).
Identifikasi mikroorganisme juga dapat dilakukan dengan melakukan anamnesa
(menganalisis data tentang sejarah penyakit dalam lingkungan suatu peternakan), yang
merupakan langkah awal diagnosis penyakit. Pengamatan terhadap perubahan pasca mati
dan uji laboratorium akan memperkuat diagnosis. Apabila jenis mikroorganisme
penyebab penyakit sudah diketahui, maka dapat diketahui pula pola penularan penyakit
dari ternak satu ke ternak yang lain, dari satu kandang ke kandang lain bahkan dari
peternakan satu ke peternakan yang lain, sehingga bisa dilakukan langkah-langkah yang
tepat untuk upaya pencegahan maupun tindakan pengobatan.
Aspek Lingkungan
Guna mencegah kontak antara ternak dengan mikroorganisme patogen, maka perlu
dilakukan usaha-usaha antara lain adalah mengontrol lalu lintas kendaraan, alat-alat,
karyawan kandang yang bisa menjadi media bagi mikroorganisme untuk masuk ke dalam
lingkungan suatu flok ternak atau peternakan. Melakukan sanitasi lengkap sebagai
tindakan pencegahan, baik berupa dekontaminasi maupun desinfeksi, memberantas
hewan liar yang bisa berperan sebagai vektor suatu penyakit, seperti tikus, burung liar,
insekta. Manajemen all in all out sangat perlu dipertimbangkan. Pengelompokan ternak
berdasarkan umur perlu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit dari ternak
berumur lebih tua ke ternak muda. Usaha lain yang harus diperhatikan juga yaitu
mencegah kontaminasi bahan pakan dan air minum yang digunakan.
Aspek Ternak
Kondisi tubuh ternak yang tetap baik akan tahan terhadap serangan penyakit. Salah satu
faktor terpenting guna penciptaan kondisi ternak yang ideal adalah pemilihan strain
ternak secara tepat yang sesuai dengan kondisi lingkungan peternakan setempat.
Upaya lain yang bisa ditempuh untuk meningkatkan kondisi tubuh ternak, antara lain
adalah pemberian pakan yang sesuai kebutuhan, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Vaksinasi dilakukan secara tepat waktu dengan meminimalkan faktor-faktor penyebab
kegagalan vaksinasi, sehingga akan menstimulir terbentuknya kekebalan ternak secara
sempurna. Penggunaan antibiotik harus terkontrol, cocok untuk menekan perkembangan
atau membunuh mikroorganisme penyebab penyakit tertentu dan dengan dosis yang
tepat. Memperlakukan ternak dengan penuh kasih sayang, tidak kasar, memperkecil
faktor-faktor yang merugikan ternak, seperti adanya parasit cacing, mikotoksin dan zat
antinutrisi di dalam bahan pakan, logam-logam dalam air minum.
AGEN-AGEN PENYEBAB PENYAKIT
Agen penyebab penyakit pada ternak dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu
a) penyebab fisik, b) penyebab kimiawi, dan c) penyebab biologis.
Penyebab Fisik
Penyakit ternak yang disebabkan oleh agen fisik antara lain luka akibat benturan, terjatuh
karena lantai kandang yang licin pada sapi, terjepit pada ayam. Penanganan kasar oleh
anak kandang sering kali menyebabkan luka-luka pada tubuh ternak.
Penyebab Kimiawi
Penyakit yang disebabkan oleh agen penyakit yang bersifat kimiawi antara lain : penyakit
defisiensi dan keracunan. Penyakit defisiensi mineral, seperti kalsium menyebabkan
pertumbuhan terhambat, konsumsi pakan turun, laju metabolik basal meningkat, aktivitas
menurun dan osteoporosis. Defisiensi vitamin, misalnya vitamin D menyebabkan rachitis,
terutama pada hewan muda dan osteomalasia pada ternak yang sudah sempurna
tulangnya, namun diberi pakan dengan kadar vitamin D yang kurang dari kebutuhan
Osteomalasia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh dekalsifikasi sebagian tulang
sehingga mengakibatkan tulang menjadi lunak dan rapuh.
Turkey Diseases merupakan penyakit akibat keracunan oleh mikotoksin yang mencemari
bahan pakan pernah terjadi di Inggris dan menyebabkan kematian sampai 10.000 ekor
kalkun. Mikotoksin adalah sejenis racun yang dihasilkan oleh sejenis jamur. Mikotoksin
terkenal yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus disebut aflatoksin bersifat sangat toksik
bagi ternak, baik unggas maupun ruminansia.
Keracunan bisa juga disebabkan oleh bahan-bahan anorganik, seperti : H2S, NH3, CH4,
merkaptan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut sebagai kontaminan yang dibebaskan dari
kotoran ternak. Amoniak memiliki arti penting pada peternakan ayam oleh karena gas
tersebut tersebar luas di peternakan dan memberikan andil yang cukup besar dalam
mempengaruhi kesehatan ternak maupun dan manusia. Toleransi maksimal manusia
terhadap amoniak sebesar 5 – 10 ppm dan pada unggas sebesar 15 – 20 ppm. Pada
manusia, kadar amoniak 20 ppm menyebabkan iritasi mata dan saluran pernapasan.
Kadar amoniak 50 ppm akan menghambat pertumbuhan babi dan apabila terjadi kontak
dalam waktu yang lama menyebabkan ternak tersebut terserang pneumonia maupun
penyakit pernapasan yang lain. Pada kadar tersebut broiler akan terganggu
pertumbuhannya sampai 7%. Pada kadar amoniak antara 50 –100 ppm akan mengganggu
pertumbuhan broiler dan pulet sebesar 15%.
Rumah Potong Hewan (RPH) juga merupakan sumber pencemaran, dimana biasanya
berupa isi saluran pencernaan/feses dan bahan-bahan lain berupa sisa daging, lemak dan
darah yang dibuang langsung ke sungai. Limbah tersebut mengandung N, P dan K serta
kontaminan biologis yang berupa bakteri, jamur, virus, parasit, yang merupakan sumber
infeksi yang bisa menular ke ternak lain dan banyak diantaranya bisa menyerang
manusia. Sumber polusi lain yang perlu diwaspadai, adalah bahan-bahan buangan,
berupa sampah organik, bahan buangan dari industri pengolahan pangan, pabrik kertas,
penyamakan kulit, industri pembekuan udang, dan lain-lain.
Kebanyakan bahan-bahan buangan mengandung karbon sebagai unsur yang terbanyak,
sehingga diperlukan oksigen untuk proses oksidasi menjadi karbon dioksida. Perlu
diketahui, bahwa sebelum terbentuk CO2, mungkin akan terbentuk hasil-hasil oksidasi
sementara, seperti : alkohol, asam, amina, amonia dan hidrogen sulfida. Senyawasenyawa tersebut menimbulkan bau busuk dan bersifat racun bagi hewan dan manusia.
Penyebab Biologis
Penyebab penyakit yang berupa agen biologis antara lain : bakteri, virus, jamur, protozoa
dan metazoa. Penyakit akibat agen biologis ini bersifat menular (infeksius), sedangkan
agen kimiawi maupun fisik bersifat tidak menular (non infeksius).
Pada umumnya penyakit virus bersifat sangat akut karena menimbulkan angka kematian
yang tinggi bagi ternak dan penyakit ini tidak dapat diobati, hanya dapat dicegah dengan
sanitasi dan vaksinasi. Pengobatan pada penyakit virus dengan antibiotik dimaksudkan
tidak untuk membunuh virus, namun hanya bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder oleh bakteri yang memperburuk kondisi ternak. Demikian pula pemberian
vitamin dan cairan elektrolit pada penyakit virus bertujuan untuk mempertahankan
kondisi tubuh ternak supaya tetap baik.
Penyakit bakterial pada ternak tidak selalu bersifat kronis. Tingkat keparahan penyakit
sangat tergantung pada jenis dan jumlah bakteri yang menginfeksi. Penggunaan
antibiotik yang tepat sesuai dengan jenis bakteri yang menyerang bisa menghasilkan
angka kesembuhan yang memuaskan, namun penggunaan antibiotik yang kurang tepat
akan menyebabkan terjadinya resistensi dan meningkatkan residu antibiotik pada
produk-produk ternak.
Penyakit parasit yang disebabkan oleh parasit internal meliputi penyakit parasit cacing,
seperti nematodosis, trematodosis dan cestodosis. Contoh penting yang lain adalah
coccidiosis yang disebabkan oleh protozoa. Penyakit-penyakit parasit eksternal, antara
lain scabies atau kudisan yang sering menyerang ternak ruminansia, disebabkan oleh
Sarcoptes scabiei. Penyakit-penyakit parasit eksternal lain yang secara ekonomis juga
merugikan antara lain adalah caplak, kutu, lalat, pinjal tungau, dan lain-lain.
CARA PENULARAN PENYAKIT
Mekanisme masuknya agen penyakit ke dalam suatu peternakan sangat penting
dipelajari, sehingga dapat diketahui prosedur yang tepat dalam pengendalian suatu
penyakit.
Penularan penyakit dari ternak sakit ke ternak yang peka bisa terjadi melalui beberapa
mekanisme yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu
penularan secara langsung dan secara tidak langsung.
Penularan Secara Langsung
Penularan secara langsung merupakan penularan bibit penyakit dari ternak penderita
yang secara klinis terkena penyakit atau ternak carrier yang tidak menunjukkan gejala
klinis ke ternak lain yang peka. Penularan dapat terjadi saat bibit penyakit memperbanyak
diri di dalam tubuh penderita, penderita mengadakan kontak dengan ternak peka.
Keadaan ini sangat mungkin terjadi terutama pada peternakan dengan ternak beragam
umur yang dicampur dalam satu lokasi, sebagai contoh cara penularan beberapa
penyakit pada ayam, antara lain IInfectious Laryngotracheitis) (ILT), salmonellosis,
pasteurellosis/fowl cholera, coryza (snot) dan mikoplasmosis (Chronic Respiratory
Diseases, CRD). Pada ruminansia, penyakit yang dapat menular melalui kontak langsung
melalui perkawinan antara lain adalah brucellosis.
Penularan Secara Tidak Langsung
Penularan secara tidak langsung adalah penularan bibit penyakit secara mekanis melalui
perantaraan berbagai hal, antara lain petugas kandang yang terkontaminasi, kandang dan
peralatan yang tercemar, vektor yang dapat berupa serangga, rodensia (binatang
mengerat), burung liar, dan mungkin pula penyakit yang dapat ditularkan melalui
udara/debu yang terkontaminasi yang diterbangkan oleh angin.
Cara-cara penularan penyakit pada unggas yang sudah banyak dikenal, antara lain
adalah penularan melalui indung telur (transovarial), permukaan kerabang telur, angin,
vektor biologis, vaksin, pakan dan kantong pakan.
a. Melalui Indung Telur (Transovarial)
Penularan penyakit secara transovarial adalah penularan bibit penyakit secara vertikal
dari induk kepada anak keturunannya, melalui telur. Beberapa contoh penyakit pada
unggas yang dapat menular secara vertikal, antara lain adalah mikoplasmosis, pullorum,
reovirus, adenovirus dan lain-lain.
b. Melalui Permukaan kerabang Telur
Cara penularan melalui permukaan kerabang telur sering terjadi pada bakteri
Escherichia. coli dan Salmonella spp. Pada unggas, bakteri ini memasuki pori-pori
kerabang telur dan menimbulkan infeksi terhadap embrio yang sedang tumbuh. Penularan
semacam ini sering terjadi pada sarang telur (nest box) yang terkontaminasi oleh bakteri
yang keluar dari kloaka bersama-sama feses ataupun saat telur akan dikeluarkan dan
melewati kloaka. Kemungkinan pula dapat terjadi pada mesin penetasan sehingga anak
ayam dapat terinfeksi secara langsung atau tidak langsung.
c. Melalui Angin
Penularan penyakit virus, seperti ND dan ILT bisa terjadi melalui debu yang
diterbangkan angin sampai radius beberapa kilometer.
d. Vektor Biologis
Penularan penyakit bisa terjadi melalui vektor biologis, seperti burung liar, tikus,
serangga dan lain-lian. Penyakit influenza pada unggas dan Pasteurella spp bisa
disebarkan oleh burung liar. Penyakit pasteurellosis dan salmonellosis ditularkan oleh
tikus. Serangga banyak bertanggung jawab terhadap penyebaran berbagai penyakit,
antara lain koksidiosis yang diperantarai oleh mrutu (Simulium) dan agas (Colicoides).
Pox (cacar ayam) ditularkan oleh nyamuk. Penyakit Marek, gumboro, salmonellosis,
pasteurellosis dapat ditularkan oleh kumbang. Lalat dapat menularkan penyakit
campilobakteriosis. Pada ruminansia, penyakit fasciolosis ditularkan melalui siput dan
anthrax ditularkan melalui lalat kandang.
e. Melalui Vaksin
Mycoplasma seringkali mudah mencemari vaksin hidup. Bibit penyakit lain juga dapat
ditularkan melalui peralatan vaksinasi.
f. Melalui Pakan dan Kantong Pakan.
Salmonella spp, virus penyebab gumboro dan paramyxovirus dapat menginfeksi unggas
yang peka melalui pakan yang terkontaminasi. Penyakit ND bisa ditularkan melalui
penggunaan kantong pakan bekas.
_________________________________
Sumber Bacaan :

Blaha, T., 1989. Applied Veterinary Epidemiology. Development in Animal and
Veterinary Sciences, 21. Elsevier. Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo.
 Fardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Kerjasama dengan
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
 Rahayu, ID., 2000. Mungkinkah Mycoplasma Dicegah dan Diobati?. Infovet
Edisi 071 Juni 2000.
 Rahayu, ID., Kunci Sukses Mengatasi Kegagalan Program Vaksinasi. Poultry
Indonesia, Mei – 2000.
 Sudardjat, S., 1990. Epidemiologi Veteriner. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian, Jakarta.
 Shane, SM.,1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. (Terjemahan). Alih Bahasa :
Tangenjaya dkk.. American Soybean Association.
 Tabbu, CR., 1992. Pencemaran Akibat Industrialisasi Peternakan. Infovet 004
Agustus – Oktober 1992.
 Unandar, T., 2001. Lingkungan dan Kesehatan Ayam. Poultry Indonesia,
September 2001.
Tags: cara penularan penyakit, faktor-faktor penularan penyakit, penyakit pada ternak,
penyakit ternak, penyebab penularan penyakit pada ternak
Download