analisis pengaruh pajak daerah, dana alokasi umum dan produk

advertisement
ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, DANA ALOKASI UMUM
DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
TERHADAP MENINGKATNYA BELANJA DAERAH
DI KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2011
ARTIKEL PUBLIKASI
Disusun Oleh :
A. ROHMAT SURYO D
B 300 090 010
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, telah membaca artikel publikasi
dengan judul: “Analisis Pengaruh Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Meningkatnya Belanja
Daerah Di Kota Surakarta Tahun 1990-2011 “
yang ditulis oleh :
A. ROHMAT SURYO D
B 300 090 010
Penandatangan berpendapat bahwa artikel publikasi tersebut telah memenuhi
syarat untuk di terima.
Surakarta, 20 Maret 2014
Pembimbing
Yuni Prihadi Utomo, SE., MM.
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dr. Triyono, SE,Ak,MSi
NIP : 642
ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, DANA ALOKASI UMUM
DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
TERHADAP MENINGKATNYA BELANJA DAERAH
DI KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2011
A. Rohmat Suryo D
B 300 090 010
Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstrak: Penelitian ini betujuan untuk mengetahui pengaruh Pajak
Daerah, Dana Alokasi Umum, Produk Domestik Regional Bruto perkapita,
Pengangguran, Tingkat Pendidikan, dan Inflasi baik secara parsial maupun secara
simultan terhadap meningkatnya Belanja Daerah di Kota Surakarta tahun 19902011.
Data yang digunakan adalah data sekunder (time series) dalam kurun
waktu 1990-2011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) kota Surakarta
serta sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Adapun data yang
digunakan meliputi data Belanja Daerah, Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum,
PDRB Perkapita, Pengangguran, Tingkat Pendidikan dan Inflasi. Model penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan metode
Ordinary Least Square (OLS)
Berdasarkan hasil Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya ada
dua variabel independent yang memiliki pengaruh terhadap variabel dependent
yaitu hanya variabel Dana Alokasi Umum dan PDRB Perkapita yang berpengaruh
terhadap Belanja Daerah. Secara simulatan menunjukkan variabel Pajak Daerah,
Dana Alokasi Umum, PDRB Perkapita, Pengangguran, Tingkat Pendidikan, dan
Inflasi berpengaruh terhadap Belanja Daerah Kota Surakarta. Uji kebaikan model,
pada R2 (Koefisien Determinasi Majemuk) menunjukkan variasi peningkatan
Belanja Daerah tahun 1990 – 2011 dapat dijelaskan oleh variasi variabel
independen dalam model statistik.
Kata Kunci: Balanja Daerah, Kota Surakarta, dan Peningkatan Belanja
1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Reformasi yang telah terjadi membuat perubahan politik dan
administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk
pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan
diberlakukan Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Pemerintah
daerah. Tujuan ekonomi yang hendak dicapai melalui desentralisasi adalah
mewujudkan kesejahteraan melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih
merata dan memperpendek jaraj antara penyedia layanan publik dan
masyarakat lokal (Harianto dan Adi,2007).
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah
diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan pengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi
daerah berlaku efektif mulai 1 Januari 2001 mempunyai tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten
dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari
Pemerintah pusat ke Pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut
menegaskan bahwa Pemda memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi
sumberdaya yang dimiliki untuk belanja-belanja daerah dengan menganut
asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum dalam
anggaran daerah (Harianto dan Adi,2007).
Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan
dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan
moneter. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan
rencana keuangan tahunan Pemda yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemda dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah yang merupakan pedoman
bagi Pemda dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam masa satu
tahun anggaran. APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan
pembiayaan daerah (Harianto dan Adi,2007).
Sejak diberlakukan otonomi daerah pembangunan dan perekonomian
daerah menjadi tanggung jawab daerah dalam mangaturnya. Sebagaimana
dalam UU Nomor 22 tahun 1999 Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
paraturan perundang-undangan. Dengan demikian,pemerintah daerah
dianggap lebih mengetahui kebutuhan dan kondisi daerah serta keinginan
masyarakat didaerah masing-masing dibandingkan dengan pemerintah pusat.
2
2.
Dalam rangka otonomi daerah yang lebih luas kepada daerah terutama
di bidang keuangan daerah diberi kewenangan untuk dapat mengisi sumber
dana yang ada sesuai dengan potensi dan keadaan daerah masing-masing
sehingga nantinya dapat meningkatkan pendapatan daerahnya untuk
kepentingan pembiayaan rumah tangganya sendiri. Kemampuan administrasi
pemerintah daerah sangat berpengaruh terhadap realisasi penerimaan
pendapatan, alokasi tanggung jawab untuk melaksanakan pengenaan pajak
dan pungutan pajak tergantung pendapatan asli daerah, tingkat kemampuan
yang dibutuhkan dan tersedianya tenaga ditingkatkan daerah. Tenaga terampil
mungkin terbatas dan sulit bagi pemerintah daerah mempekerjakannya,
meskipun ada alternatif seperti menyewa konsultan atau bantuan tenaga dari
suatu instansi lain.(Arsyad, 2000:10)
Pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta Tahun 2013 diproyeksi sebesar
6,11%, kontribusi terbesar masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel
& restoran, industri pengolahan dan jasa. Sektor keuangan,persewaan dan
Jasa Perusahaan,dan sektor sekunder dan tersier tersebut menjadi penggerak
pertumbuhan PDB Kota Surakarta. Pertumbuhan kedua sektor tersebut
meningkat seiring dengan berhasilnya pencitraan brand image Kota Surakarta
sebagai Kota yang skala regional, nasional dan internasional yang memberi
akselerasi pada pertumbuhan dan kontribusi sektor basis. Kondisi
perekonomian Kota Surakarta pada tahun 2012 dan 2013 optimis tumbuh,
seiring dengan kuatnya pasar domestik dalam memicu pertumbuhan ekonomi
nasional dan daerah. pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta diperkirakan akan
tumbuh sebesar 6,07% tahun 2012 dan 6,11% pada tahun 2013. Sedangkan
proyeksi pertumbuhan nilai PDRB atas Dasar Harga Berlaku dan harga
konstan tahun 2012-2013, masing-masing tumbuh sebesar 9,25% dan 6,06%
untuk tahun 2011-2012 dan 11,06% dan 6,11% untuk tahun 2012-2013.
Sedangkan inflasi di Kota Surakarta pada Tahun 2010 sebesar 6,65 % dan
Tahun 2011 sebesar 2,35 % (Bappeda Surakarta).
Tujuan Penelitian
untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum,
Produk Domestik Regional Bruto perkapita, Pengangguran, Tingkat
Pendidikan, dan Inflasi baik secara parsial maupun secara simultan terhadap
meningkatnya Belanja Daerah di Kota Surakarta tahun 1990-2011.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengeluaran Pemerintah
Menurut Guritno (2001), Pengeluaran pemerintah mencerminkan
kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan
untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya
3
yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan
tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi
dua bagian, yaitu teori makro dan teori mikro.
2. Pengeluaran Pemerintah
Belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas
umum daerah yang dapat mengakibatkan berkurangnya nilai ekuitas dana
sebagai kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran serta tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja juga dirinci menurut
urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis,
objek, dan rincian objek belanja (Yuwono, 2008).
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi/kabupaten/kota
yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan
bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah
daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam
penyelenggaraan belanja, urusan wajib diproritaskan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sebagai upaya pemenuhan
kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak
serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat tersebut diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian
standar pelayanan minimal sesuai peraturan perundang-undangan (Yuwono,
2008).
3. Pajak Daerah
Pada umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara
penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak,
misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman
pemerintah baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri,
penerimaan dari badan usaha milik pemerintah, penerimaan dari lelang
(Guritno, 2001).
Penerimaan pemerintah lainnya dari pajak. Definisi pajak suatu
pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut
didasarkan pada Undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada
subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat
ditunjukkan penggunaanya. Salah satunya adalah pajak penghasilan, pajak
penghasilan termasuk salah satu jenis pajak yang menimbulkan distorsi,
walaupun secara umum, pajak penghasilan yang diterapkan secara
menyeluruh menimbulkan distorsi yang paling kecil, ditinjau dari segi
keadilan maka pajak penghasilan merupakan pajak yang baik karena pajak ini
4
struktur pajaknya dapat dibuat menjadi progresif. Pajak penghasilan
dikatakan mempunyai tarif yang progresif apabila presentase pajak (terhadap
pendapatan) semakin besar dengan semakin tingginya tingkat pendapatan
(Guritno, 2001)
4. Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dari pengertian yang diambil dari Undangundang nomor 33
tahun 2004 tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa DAU merupakan sarana
untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan di sisi lain juga
memberikan sumber pembiayaan daerah. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa DAU lebih diprioritaskan untuk daerah yang mempunyai kapasitas
fiskal yang rendah.
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Perjalanan pembangunan ekonomi telah menimbulkan berbagai
macam perubahan terutama pada struktur perekonomian. Perubahan struktur
ekonomi merupakan salah satu karakteristik yang terjadi dalam pertumbuhan
ekonomi pada hampir setiap negara maju. Berdasarkan catatan sejarah tingkat
pertumbuhan sektoral ini termasuk pergeseran secara perlahan dan kegiatankegiatan pertanian menuju ke kegiatan non pertanian dan akhir-akhir ini dari
sektor industri ke sektor jasa (Arsyad, 1995). Pembangunan daerah sebagai
integral dari pembangunan nasional merupakan suatu proses perubahan yang
terencana dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang di dalamnya melibatkan seluruh kegiatan
yang ada melalui dukungan masyarakat di berbagai sektor. Pembangunan
daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang
tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah
kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka
pemanfaatan sumber daya yang ada menjadi kurang optimal. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi
daerah yang bersangkutan (Sukirno, 1981).
6. Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15
sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum
mendapatkannya. Pengangguran merupakan bagian dari angkatan kerja yang
tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik yang belum pernah bekerja
maupun yang sudah pernah bekerja), atau sedang mempersiapkan suatu
usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
untuk mendapatkan pekerjaan atau mereka yang sudah memiliki pekerjaan
5
tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa untuk memperoleh
(dalam jiwa orang).
7. Tingkat Pendidikan
Menurut Mankiw (2003), modal manusia adalah pengetahuan dan
kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan, mulai dari program untuk
anak-anak sampai dengan pelatihan dalam pekerjaan (on the job training)
untuk para pekerja dewasa. Pendidikan merupakan hal pokok untuk
menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga selain itu hal yang
fundamental untuk membentuk kapabilitas manusia yang lebih luas yang
berada pada inti makna pembangunan.
Bagi pembangunan ekonomi pendidikan merupakan satu investasi
yang sangat berguna. Di satu pihak untuk memperoleh pendidikan diperlukan
waktu dan uang. Pada masa selanjutnya setelah pendidikan diperoleh,
masyarakat dan individu akan memperoleh manfaat. Individu yang
memperoleh pendidikan tinggi cenderung memperoleh pendapatan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan,
csemakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh.
8. Inflasi
Laju Inflasi adalah tingkat perubahan tingkat harga umum
(Samuelson, 1997:306). Dampak dari inflasi tidak untuk diidentifikasi sangat
sulit, dan selama inflasi seluruh harga dan upah tidak bergerak dengan tingkat
yang sama. Menurut Bank Indonesia (2007), inflasi yang terjadi sebagai
akibat dari adanya berbagai kendala atau kekakuan struktural (structural
rigidities) yang menyebabkan penawaran dalam perekonomian menjadi
kurang atau tidak adanya responsif terhadap permintaan yang meningkat.
Inflasi yaitu kenaikan dalam tingkat harga umum.
METODE PENELITIAN
1. Objek Penelitian
Wilayah yang dijadikan penelitian adalah Kota Surakarta, Propinsi
Jawa Tengah, dan penelitian ini menganalisis pengaruh Pajak Daerah (X1),
Dana Alokasi Umum, PDRB Perkapita, Pengangguran, Tingkat Pendidikan
dan Inflasi Kota Surakarta terhadap Belanja Daerah Kota Surakarta dalam
kurun waktu 1990-10.
2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder (time series) dalam kurun
waktu 1990-2011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) kota
Surakarta serta sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Data yang
digunakan yaitu time series selama kurun waktu 1990-2010. Adapun data
yang digunakan meliputi data Belanja Daerah (Y), Pajak Daerah (X1), Dana
6
Alokasi Umum (X2), PDRB Perkapita (X3), Pengangguran (X4), Tingkat
Pendidikan (X5) dan Inflasi (X6).
3. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah regresi linier
berganda. Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan
mengevaluasi hubungan antara suatu peubah bebas (independent variable)
dengan satu peubah tak bebas (dependent variable) dengan tujuan untuk
mengestimasi atau meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai
peubah bebas yang diketahui (Gujarati, 1999).
Pengaruh peubah bebas terhadap total penerimaan belanja daerah
dapat diketahui dari persamaan regresi berikut ini:
Yt = β0+β1X1t+β2X2t+β3X3t+β4X4t+β5X5t+ β6X6t+Ut
Keterangan :
Y : Belanja Daerah
X1 : Pajak Daerah
X2 : Dana Alokasi Umum
X3 : PDRB Perkapita
X4 : Pengangguran
X5 : Tingkat Pendidikan
X6 : Inflasi
β0 : Konstanta Intersep
β1: Koefisien regresi pajak daerah
β2 : Koefisien regresi Dana Alokasi Umum
β3 : Koefisien regresi PDRB
β4 : Koefisiensi Pengangguran
β5 : Koefisiensi Tingkat Pendidikan
β6 : Koefisiensi Inflasi
Ut : Variabel penganggu
Parameter yang digunakan dalam model diatas dapat ditaksir dengan
metode ordinary least squares (OLS), dengan syarat asumsi-asumsi model
regresi linier berganda ini terpenuhi (Gujarati, 1999)
Penggunaan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) dapat dilakukan
apabila asumsi regresi linier klasik terpenuhi. Beberapa asumsi yang harus
dipenuhi oleh persamaan regresi linier berganda yaitu Uji Normalitas,
Autokorelasi, Heterokedastisitas, dan Multikolinearitas
HASIL PENELITIAN
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun
persamaan modelnya sebagai berikut
Yt = β0+β1X1t+β2X2t+β3X3t+β4X4t+β5X5t+ β6X6t+Ut
Model persamaan ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh
Pajak Daerah (X1) Dana Alokasi Umum (X2), Produk Domestik Regional
Bruto Perkapita (X3), Pengangguran (X4), Tingkat Pendidikan (X5), dan
Inflasi (X6) terhadap Belanja Daerah (Y). Guna untuk mendapatkan model
terbaik maka dilakukan Log pada variabel yang memungkinkan untuk diLog7
kan. Sehingga setelah dilakukan Log maka didapat model persamaan sebagai
berikut:
Log(Yt) = β0+β1 Log(X1t)+β2 Log(X2t)+β3 Log(X3t)+β4
Log(X4t)+β5 Log(X5t)+ β6X6t+Ut
Dimana:
Y : Belanja Daerah
X1 : Pajak Daerah (ribuan)
X2 : Dana Alokasi Umum ((ribuan)
X3 : PDRB Perkapita (jutaan)
X4 : Pengangguran (jiwa)
X5 : Tingkat Pendidikan (jiwa)
X6 : Inflasi (persen)
β0 : Konstanta Intersep
β1 : Koefisien regresi pajak daerah
β2 : Koefisien regresi Dana Alokasi Umum
β3 : Koefisien regresi PDRB
β4 : Koefisiensi Pengangguran
β5 : Koefisiensi Tingkat Pendidikan
β6 : Koefisiensi Inflasi
Ut : Variabel penganggu
1. Hasil Estimasi Regresi Linear Berganda
Hasil estimasi model diatas yang dipakai untuk melihat pengaruh
variable Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum, PDRB perkapita,
Pengangguran, Tingkat Pendidikan dan Inflasi terhadap Belanja Daerah
menggunakan regresi linear dengan metode Ordinary Least Square (OLS)
memperlihatkan hasil sebagaimana terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda
LOG(Y) = 5.086761 + 0.213667. LOG(X1) + 0.471100. LOG(X2) +
(2.516453) (1.369586)
(4.741913)*
0.411500. LOG(X3) - 0.105041. LOG(X4) (2.523452)**
(1.182356)
0.007785. LOG(X5) - 0.001522. X6 + Ut
(0.030990)
(0.802484)
R-squared = 0.995933; Durbin-Watson stat = 1.434577; F-statistic =
612.1940
Sumber: Sumber: Hasil Olah data dengan E Views
Keterangan:
* Signifikan pada α = 0,01; ** Signifikan pada α = 0,05; ***Signifikan
pada α = 0,10; angka kurung adalah nilai t-statistik
Sebelum bias dilkauk interpretasi ekonomi terhadap hasi pada tabel 1
hasilnya harus diverifikasi validitasnya dengan uji asumsi klasik, uji kebaikan
model dan uji validitas pengaruh.
8
2. Uji Asumsi Klasik
Tabel 2. Hasil Uji Asumsi Klasik
(1) Normalitas (Jarque Berra)
Jarque-Bera = 4.989286; Probability = 0.082526**
(2) Autokorelasi (Breusgh–Godtrey)
Obs. R-squared = 2.487770; Prob. Chi-Square(2) = 0.2883**
(3) Hateroskedastisitas (White)
Obs. R-squared = 3.608991; Prob. Chi-Square(6) = 0.7294**
(4) Multikolinearitas (Klien)
R2 = 0,995933
R21 = 0,984494**
R22 = 0,976550**
R23 = 0,978832**
R24 = 0,671824**
R25 = 0,935523**
R26 = 0,182861**
(5) Uji Spesifikasi Model (Ramsey Reset)
F-statistic (2, 13) = 0.582502; Probability = 0.3890**
Sumber: Sumber: Hasil Olah data dengan E Views
Keterangan:
Diterima pada * Signifikansi α = 0,01; ** Signifikansi α = 0,05;
***Signifikansi pada α = 0,10;
Pada tabel 2 hasil uji asumsi klasik dan spesifikasi model terlihat
bahwa uji normalilitas diterima pada tingkat signifikansi 0,05. Kenormalan
distribusi Ut penting sekali mengingat uji validitas pengaruh variabel
independen baik secara serempak (uji F) maupun sendiri-sendiri (uji t) dan
estimasi nilai variabel dependen mansyaratkan hal ini. Uji autokorelasi juga
terlihat hasil pengujiannya diterima pada tingkat signifikansi 0,05.
Diterimanya uji autokorelasi menunjukkan nilai variabel masa lalu tidak
memiliki pengaruh terhadap nilai variabel masa kini, atau masa datang.
Pada uji heteroskedastisitas diterima pada tingkat signifikansi 0,05
yang menunjukkan bahwa pada model tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas atau kondisi dimana variabel pengganggu tidak
mempunyai varian yang sama. Sama halnya dengan aji sebelumnya pada uji
multikolinearitas diterima pada tingkat signifikansi 0,05 yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada model statistik terpilih
atau suatu kondisi dimana satu atau lebih variabel bebas berkorelasi dengan
variabel bebas lainnya, atau dengan kata lain suatu variabel bebas merupakan
fungsi linear dari variabel bebas lainnya. Uji Spesifikasi Model juga diterima
pada tingkat signifikansi 0,05 yang menunjukkan model linear.
9
3. Uji Kebaikan Model
Tabel 3. Hasil Uji Kebaikan Model
(1) Uji F
F-statistic = 612.1940; Prob(F-statistic) = 0.000000*
(2) Uji Interpretasi R2
R-squared = 0.995933 atau 99,5 %
Sumber: Sumber: Hasil Olah data dengan E Views
Keterangan:
Ditolak * Signifikan pada α = 0,01; ** Signifikan pada α = 0,05;
***Signifikan pada α = 0,10;
Pada tabel 4.10 hasil uji kebaikan model terlihat bahwa pada uji F
terlihat pada tingkat signifikansi 0,01 ditolak. Artinya model yang digunakan
eksis, sehingga dengan demikian variabel Pajak Daerah, Dana Alokasi
Umum, PDRB Perkapita, Pengangguran, Tingkat Pendidikan, dan Inflasi
berpengaruh terhadap Belanja Daerah Kota Surakarta. R2 (Koefisien
Determinasi Majemuk) menyatakan proporsi atau presentase tata varian
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model. Nilai
R2 terletak antara 0 dan 1, jika R2, berarti garis regresi tersebut menjelaskan
100% variasi atau proporsi dan variabel dependen. Dari hasil estimasi
persamaan tersebut besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,995 Artinya
99,5% variasi peningkatan Belanja Daerah tahun 1990 – 2011 dapat
dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam model statistik.
4. Uji Validatas Pengaruh
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Pengaruh
Uji t
(1) Probabity X1 = 0.1910
(2) Probabity X2 = 0.0003*
(3) Probabity X3 = 0.0234**
(4) Probabity X4 = 0.2555
(5) Probabity X5 = 0.9757
(6) Probabity X6 = 0.4348
Sumber: Sumber: Hasil Olah data dengan E Views
Keterangan:
Ditolak * Signifikan pada α = 0,01; ** Signifikan pada α = 0,05;
***Signifikan pada α = 0,10;
Pada tabel 4 hasil uji kebaikan model terlihat bahwa pada uji t hanya
ada dua variabel independent yang memiliki pengaruh terhadap variabel
dependent pada tingkat signifikansi 0,01 dan 0,05 (ditolak). Variabel lainnya,
sampai pada tingkat signifikansi 0,10 tetap tidak berpengaruh (diterima).
Dengan demikian hanya variabel Dana Alokasi Umum dan PDRB perkapita
yang berpengaruh.
10
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa regresi berganda dengan metode Ordinary Least
Square (OLS) tentang variabel yang mempengaruhi Belanja Daerah, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Uji asumsi klasik terlihat bahwa disitribusi Ut Normal. Uji autokorelasi
menunjukan tidak ada masalah autokorelasi dalam model. Uji
heteroskedastisitas menunjukkan model tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas. Uji multikolinearitas menunjukkan tidak terdapat
masalah multikolinearitas pada model statistik terpilih. Uji Spesifikasi
Model menunjukkan model linear.
2) Uji kebaikan model, pada uji F t menunjukkan model yang digunakan
eksis, sehingga dengan demikian variabel Pajak Daerah, Dana Alokasi
Umum, PDRB Perkapita, Pengangguran, Tingkat Pendidikan, dan Inflasi
berpengaruh terhadap Belanja Daerah Kota Surakarta.
3) Uji kebaikan model, pada R2 (Koefisien Determinasi Majemuk)
menunjukkan variasi peningkatan Belanja Daerah tahun 1990 – 2011
dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam model statistik.
4) Uji validatas pengaruh, pada uji t hanya ada dua variabel independent
yang memiliki pengaruh terhadap variabel dependent yaitu hanya
variabel Dana Alokasi Umum dan PDRB Perkapita yang berpengaruh
terhadap Belanja Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Unun Dian dan Suhardjo, Yohanes. 2010. Analisis Pengaruh Dana
Alokasi Umum ( DAU ) dan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) terhadap
Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
Solusi, Vol. 9 No. 1, Januari 70 2010 : 69 – 81
Arsyad, Lincolin. 1995. Peramalan Bisnis. Yogyakarta: BPFE
__________, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi ke-5. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN
Badan Pusat Statistik 1998, Kotamadya Surakarta dalam angka 1997. Surakarta:
BPS
__________ 1999, Kotamadya Surakarta dalam angka 1998. Surakarta: BPS
__________ 2000, Surakarta dalam angka 1999. Surakarta: BPS
__________ 2001, Surakarta dalam angka 2000. Surakarta: BPS
__________ 2002, Surakarta dalam angka 2001. Surakarta: BPS
__________ 2003, Surakarta dalam angka 2002. Surakarta: BPS
__________ 2004, Surakarta dalam angka 2003. Surakarta: BPS
__________ 2005, Surakarta dalam angka 2004. Surakarta: BPS
11
__________ 2006, Surakarta dalam angka 2005. Surakarta: BPS
__________ 2007, Surakarta dalam angka 2006. Surakarta: BPS
__________ 2008, Surakarta dalam angka 2007. Surakarta: BPS
__________ 2009, Surakarta dalam angka 2008. Surakarta: BPS
__________ 2010, Surakarta dalam angka 2009. Surakarta: BPS
__________ 2011, Surakarta dalam angka 2010. Surakarta: BPS
__________ 2011. Data dan Informasi Kemiskinan Jawa Tengan 2002-2010,
Semarang: BPS
__________ 2012, Surakarta dalam angka 2011. Surakarta: BPS
__________ 2012. Data dan Informasi Kemiskinan Jawa Tengan 2003-2011.
Semarang: BPS
__________ 2012. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota. Surakarta:
BPS
__________ 2013. Surakarta dalam angka 2012. Surakarta: BPS
Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Guritno M. 2001. Ekonomi Publik. Edisi Tiga. Yogyakarta:BPFE
Harianto, David dan Adi Priyo Hari. 2007. Hubungan Antara Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah Dan Pendapatan Per
Kapita. Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makasar 26-28 Juli
Mankiw. 2003. Pengantar ekonomi, Erlangga. Jakarta
Pemerintah Kota Surakarta, 2012. Nota Kesepakatan Pemerintah Kota Surakarta
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Dearah: Tentang Priotritas plafon
Anggaran Sementara Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota
Surakarta tahun Anggaran 2013. Surakarta: Pemerintah Kota Surakarta
Rusmanto 2012. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Belanja Daerah pada Kota dan Kabupaten dl Propinsi
Kalimantan Selatan. Jurnal Spread. April 2012. Volume 2 Nomor I
halaman 55-64
Rustiadi, E. dkk. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta:
Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Samuelson, Paul A dan willian D. Nordhaus. 1997. Makro Ekonomi. Edisi
Keempat Belas. Jakarta: Erlangga
Simanjutak Payaman. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta:FE-UI
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintahan Pusatdan Daerah
13
Download