BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ekonomi Islam

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi Islam merupakan manifestasi antara ajaran Islam maupun
prilaku ekonomi baik mulai penentuan tujuan kegiatan ekonomi, sikap,
analisis dan respon terhadap fenomena sosial agar terciptanya maslahat
dalam kehidupan. Ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang ideal
dikarenakan bersumber dari Al-quran dan Sunnah, sebagai muslim wajib
meyakini apapun yang telah ditetapkan dalam Al-quran maupun Sunnah
sebagai suatu kebenaran dan sekaligus ilmu. (P3EI, 2011:41).
Seiring dengan munculnya krisis ekonomi global yang dimulai tahun
2008, peranan ekonomi Islam sangatlah dibutuhkan mengingat ekonomi
kapitalis bukanlah jawaban dalam menciptakan sebuah mashlahah bagi
permasalahan krisis yang sedang berlangsung saat ini (Alamsyah, 2012:2).
Penerapan sistem bunga jangka panjang bisa membawa dampak
buruk bagi perekonomian di mana sektor keuangan secara makro
berkembang tanpa adanya underlying aset sehingga terjadi fenomena krisis
perekonomian di berbagai dunia (Satria, 2013:3). Berbeda dengan ekonomi
Islam yang mana menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat sehingga
lebih mementingkan keadilan membuang yang bersifat merugikan (Adnan,
2006:2).
2
Krisis ekonomi yang melanda dunia mengakibatkan terpuruknya
segala sisi perekonomian, termasuk Indonesia terkena imbas dari krisis
tersebut mengakibatkan hampir lumpuhnya dari sektor rill maupun sektor
moneter . Hampir semua lini kehidupan ekonomi terkena dampak dari krisis
tersebut, salah satunya adalah sektor perbankan (Adnan, 2006:3).
Sementara itu, eksistensi perbankan syariah di Indonesia saat ini
meningkat sejak pemerintah mengeluarkan regulasi terkait industri
perbankan syariah di Indonesia. Undang-undang No. 10 Tahun 1998
menyebutkan operasional perbankan dapat melalui dual banking sistem
kemudian keluar No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang
memberikan landasan operasi yang lebih jelas bagi bank syariah.
Perkembangan jumlah lembaga keuangan syariah di Indonesia yang terdiri
dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) ditunjukan dalam tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1
Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah
Kelomok
Bank
BUS
UUS
BPRS
Tahun
1992
1999
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1
9
2
1
78
3
19
92
3
20
105
3
26
114
5
27
131
6
25
139
11
23
150
11
23
154
Sumber: LPPS (2005). LPPS (2006), Statistik Perbankan Syariah (2011)
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa perkembangan kelembagaan
perbankan syariah semakin meningkat sejak dikeluarkanya Undang-Undang
No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di mana pada tahun 1992 hanya ada
3
satu Bank Umum Syariah yang beroperasi di Indonesia dan sembilan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. Perkembangan kelembagaan bank syariah
menunjukkan bahwa dilakukanya amandemen UU No. 7 tahun 1992
menjadi UU No.10 tahun 1998 direspon positif oleh pelaku industri
perbankan syariah dengan penambahan satu Bank Umum Syariah dan satu
Unit Usaha Syariah serta 69 BPRS pada tahun 1999, sehingga pada tahun
2010, jumlah Bank Umum Syariah yang beroperasi menjadi 11, diikuti oleh
23 Unit Usaha Syariah dan 150 BPRS.
Walaupun
perkembangan
yang
sangat
membanggakan
dari
perumbuhan perbankan syariah, bank syariah saat ini mempunyai
tantangan utama di antaranya adalah bagaimana mewujudkan kepercayaan
dari para stakeholder. Sudah menjadi rahasia umum bahwa, hanya bankbank yang sanggup membangkitkan kepercayaan stakeholder mereka
saja yang akan bisa tumbuh, berkembang dan mengukir sejarah baru.
Bank tersebut akan mampu memobilisasi simpanan, menarik investasi,
menyalurkan pembiayaan, menanamkan investasi, sekaligus memperluas
kesempatan kerja, membantu pemerintah membiayai defisit anggaran untuk
pembangunan, dan mengakselerasi pembangunan ekonomi dengan baik.
Hal ini terjadi karena semua institusi keuangan harus merespon realitas
bahwa penyedia dana (shareholde dan deposan) serta stakeholder yang
lain memiliki harapan, dan mereka tidak akan menanamkan dana atau
berkontribusi dengan baik apabila ekspektasi mereka tidak diproyeksikan
terpenuhi (Setiawan, 2009,4).
4
Agar tercapainya suatu bank yang sehat maka bank syariah harus
menjaga kinerjanya, dengan kinerja perbankan yang baik maka akan
mempengaruhi kepercayaan pada masyarakat hal ini akan menambah
profitabilitas bank syariah karena masyarakat banyak yang bertransaksi
pada bank tersebut. Selain itu para pemegang saham juga akan lebih percaya
dan nyaman untuk menginvestasikan dananya di perbankan syariah (Pratiwi,
2012,5).
Profitabilitas sebagai salah satu indikator yang paling tepat untuk
mengukur kinerja suatu perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dapat menjadi tolak ukur kinerja perusahaan tersebut,
semakin tinggi profitnya maka akan semakin baik kinerja keuangan
perusahaan.
Financing to deposit ratio (FDR) merupakan salah satu rasio sebab
meningkatnya
atau
menurunnya
profit
suatu
perbankan.
Apabila
pembiayaan yang dilemparkan pada perbankan dalam kategori lancar maka
profit akan naik sementara apabila sebaliknya maka profit akan menurun.
Sementara apabila dilihat 3 tahun terakhir FDR perbankan syariah
mengalami penurunan menandakan menurunya tingkat resiko pembiayaan
perbankan syariah yang dilemparkan.
5
Tabel 1.2
Target pencapaian rasio Financing to Deposit Ratio (FDR)
Perbankan Syariah
Rasio
2008
2009
2010
FDR
103,65%
89,70%
86,67%
(Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Oktokber 2012)
Pada tabel di atas terlihat Financing to Deposit Ratio (FDR) pada
perbankan syariah dimulai tahun 2008 sangat tinggi dengan prosentase
103,65%, bisa jadi disebabkan krisis keuangan yang melanda dunia
mengakibatkan pembiayaan yang dilemparkan tersendat karena faktor krisis
keuangan tersebut. Kemudian pada tahun 2009 dan 2010 resiko pembiayan
bermasalah menurun sebesar 89,70% menjadi 86,67% dengan penurunan
tersebut maka FDR pada perbankan syariah semakin membaik.
Dalam pengelolaan aktivitas operasional bank yang efisien dengan
memperkecil biaya operasional bank, akan sangat mempengaruhi tingkat
profitabilitas bank. Sebagai indikator mencerminkan efektivitas bank dalam
menghasilkan laba dengan memanfaatkan keseluruhan aktiva yang dimiliki
(Ponttie, 2007:3).
Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan
perbandingan antara total biaya operasi dengan total pendapatan
operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Semakin
tinggi rasio BOPO, kinerja bank akan semakin menurun. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja
6
managemen bank (Riyadi dalam Pratiwi, 2006:7). Denagan demikian besar
kecilnya BOPO akan mempengaruhi profitabilitas bank.
Tabel 1.3
Target pencapaian rasio Biaya Operasional
Pendapatan Operasional (BOPO) perbankan syariah
Rasio
2008
2009
2010
BOPO
81,75%
84,39%
80,54%
(Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Oktokber 2012)
Pada tabel di atas tingkat rasio pada BOPO dalam tiga tahun
mengalami naik turun, hal ini menandakan belum stabilnya efisiensi dalam
mengoptimalkan biaya dan pendapatan operasional. Walaupun begitu
tingkat BOPO pada perbankan syariah dalam keadaan baik.
Selain rasio BOPO dan FDR yang mempengaruhi tingkat
profitabilitas, Capital Aset Ratio (CAR) juga saling berkaitan dengan
profitabilitas hal ini dikarenakan besarnya modal suatu bank akan
berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu bank secara efisien
menjalankan kegiatnnya. Jika modal yang dimiliki oleh bank tersebut
mampu menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, maka
bank dapat mengelola seluruh kegiatan secara efisien, sehingga kekayaan
bank akan semakin meningkat demikian juga sebaliknya. Akan tetapi
tingginya CAR juga tidak baik karena akan mengakibatkan mengendapnya
modal, padahal itu dapat untuk memutar pendapatan bank (Pratiwi, 2012:5).
7
Tabel 1.4
Target pencapaian rasio Capital Aset Ratio (CAR)
perbankan syariah
Rasio
2008
2009
2010
CAR
12,81%
10,77% 16,25%
(Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Oktokber 2012)
Pada tabel di atas tingkat rasio Capital Aset Ratio (CAR) perbankan
syariah termasuk baik dikarenakan di atas angka minimum Peraturan Bank
Indonesia yakni sebesar 8%. Sebagai bank yang berlandaskan syariah maka
sebaiknya tidak menargetkan simpanan modal yang tinggi karena akan
mengakibatkan terjadinya pengendapan, padahal dengan modal itu akan
berputarnya uang pada masyarakat dan menambah nilai profit bank dengan
cara dilemparkan dengan bentuk pembiayaan.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
CAR, FDR dan BOPO berpengaruh dalam tinggi rendahnya profitablitas
atau ROA, maka variabel-variabel tersebut layak sebagai faktor independen
yang disandingkan terhadap dependen ROA. Dalam penelitian yang akan
penulis teliti diharapkan variable-variabel tersebut mampu berjalan sesuai
dengan porsinya masing-masing, dengan begitu akan mempermudah penulis
dalam menyampaikan hasil dan analisa pembahasan. Dalam penelitian ini
penulis mengambil 4 same bank besar syariah di Indonesia yaitu Bank
Bukopin Syariah, BNI Syariah BRI Syariah dan Bank Syariah Mandiri
(BSM). Alasan mengapa penulis menghambil empat bank tersebut karena
memiliki tingkat perkembangan share aset tertinggi dijajaran perbankan
8
syariah di Indonesia. Dengan share asset yang tinggi maka otomatis
keseimbangan dalam menjaga profitabilitas bank dapat terjaga dengan baik.
Grafik 1.1
Perkembangan share asset Bank Syariah di Indonesia
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Tahun 2010
Tahun 2011
Sumber: Statistik Perbankan Syariah September 2011
Kemampuan bank syariah untuk memikat hati masyarakat tidak
diragukan lagi dari sampel keempat perbankan di atas serta berbagai prestasi
yang sudah diperoleh bank tersebut. Oleh karena itu timbul ketertarikan
penulis untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul ”Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Return On Aset (ROA) Pada Beberapa
Perbankan Syariah Di Indonesia (Periode 2011-2013)”.
B. Rumusan Masalah:
1. Apakah ada pengaruh Capital Adecuacy Ratio (CAR)
terhadap Return On Aset (ROA) pada perbankan syariah di Indonesia?
2. Apakah ada pengaruh Financing Deposit Ratio (FDR) terhadap Return
On Aset (ROA) pada perbankan syariah di Indonesia?
9
3. Apakah ada pengaruh Biaya Operasional Pendapatan Operasional
(BOPO) terhadap Return On Aset (ROA) pada perbankan syariah di
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Capital Adecuacy Ratio (CAR)
terhadap Return On Asset (ROA) pada perbankan syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Net Perfoming Financing
(FDR) terhadap Return On Asset (ROA) pada perbankan syariah di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Biaya Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO) terhadap Return On Asset (ROA) pada perbankan
syariah di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian:
Adapun manfaat penelitian yang akan didapat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis
mengenai kinerja keuangan pada perbankan syariah yang menyangkut
profitabilitas
perbankan
keuangannya.
2. Bagi Perbankan Syariah
syariah
dalam
menjaga
keseimbangan
10
Manfaat bagi perbankan syariah adalah sebagai sumber revrensi dan
informasi
untuk
mengetahui
kinerja
perbankan
dalam
rangka
memaksimumkan kinerja keuangan.
3. Bagi Jurusan Ekonomi dan Perbankan Islam
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi Jurusan Ekonomi dan
Perbankan Islam sebagai revrensi untuk perbandingan terhadap penelitian
sebelumnya
Download