BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Simamora (2014:4), manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. Menurut Bangun (2012:6), manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan, dan pengawasan, terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja, untuk mencapai tujuan organisasi. Orang yang melaksanakan aktivitas tersebut adalah manajer sumber daya manusia, yang memperoleh kewenangan dari manajer umum untuk mengelola manusia dalam suatu organisasi Menurut Simamora (2014:37), Maksud dari manajemen sumber daya manusia adalah memperbaiki kontribusi produktif orang-orang terhadap organisasi dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan manajemen sumber daya manusia tidak hanya harus mencerminkan kehendak manajemen senior, namun juga harus menyeimbangkan tantangan organisasi, fungsi sumber daya manusia, masyarakat, dan orangorang yang terpengaruh. Kegagalan melakukan hal itu dapat merusak kinerja, angka laba, dan bahkan kelangsungan hidup perusahaan. Simamora (2012:37) mengkategorikan empat tujuan manajemen sumber daya manusia, antara lain: a. Tujuan kemasyarakatan/sosial Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat seraya meminimalkan dampak negatif tuntutan itu terhadap organisasi. b. Tujuan Organisasional Tujuan organisasional adalah sasaran (target) formal organisasi yang dibuat membantu organisasi mencapai tujuannya. c. Tujuan Fungsional Tujuan fungsional merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen manajemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. d. Tujuan Individual Tujuan individual adalah tujuan pribadi dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi. A. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Rivai (2009) mengemukakan bahwa fungsi manajerial dalam Sumber Daya Manusia meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), pengendalian (controlling), sedangkan fungsi operasional meliputi pengadaan tenaga kerja (procurement), pengembangan (development),kompensasi (compensation), pengintegrasian (integration), pemeliharaan (maintenance),dan pemutusan hubungan kerja (separation). Sebagai ilmu terapan dalam ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi manajerial sebagai berikut : 1. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perubahan secara efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan. 2. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagian organisasi. 3. Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan. 4. Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar menaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. B. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Rivai (2009) mengemukakan bahwa fungsi manajerial dalam Sumber Daya Manusia meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), pengendalian (controlling), sedangkan fungsi operasional meliputi pengadaan tenaga kerja (procurement), pengembangan (development),kompensasi (compensation), pengintegrasian (integration), pemeliharaan (maintenance),dan pemutusan hubungan kerja (separation). Sebagai ilmu terapan dalam ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi manajerial sebagai berikut : 1. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perubahan secara efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan. 2. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagian organisasi. 3. Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan. 4. Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar menaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. 2.1.2 Penghargaan Berdasarkan Mathis, Robert L & Jackson , John H dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia” (2006:67), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Sehingga, manajemen sumber daya manusia adalah sistem dan kebijakan yang mengatur penggunaan karyawan secara organisasional dengan cara yang etis untuk mempengaruhi kinerja karyawan dan memberikan kontribusi terhadap efektivitas organisasi. Pemberian kompensasi berupa penghargaan (punishment) yang tepat dalam arti memenuhi persyaratan adil dan layak merupakan prinsip penting dalam sistem manajemen kompensasi. Manajemen kompensasi yang baik adalah kompensasi yang berorientasi pada pemberian penghargaan, karena sistem penghargaan akan mendorong manajemen untuk memperlakukan dan menempatkan karyawan pada posisi yang terhormat atau dihormati dan berharga. "Penghargaan adalah ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan yang bertujuan agar seseorang menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja yang telah dicapai” (Nugroho, 2006:5). Menurut Henri Simamora (2004:514) “penghargaan adalah insentif yang mengaitkan bayaran atas dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai keunggulan yang kompetitif”. Dengan adanya pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemberian penghargaan yang dimaksudkan sebagai dorongan agar karyawan mau bekerja dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson dalam Gania (2006:226) tujuan utama dari program penghargaan adalah: a) Menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk bergabung dengan organisasi b) Mempertahankan karyawan agar terus datang untuk bekerja c) Mendorong karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi Menurut Ivancevich, Konopaske dan Mattesondalam Gania (2006:226) penghargaan dibagi menjadi dua jenis yaitu : A. Penghargaan ekstrinsik (ekstrinsic penghargaans) adalah suatu penghargaan yang datang dari luar diri orang tersebut. 1) Penghargaan finansial: a. Gaji dan upah Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukanya sebagai seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan atau dapat dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari sebuah perusahaan. Upah adalah imbalan yang dibayarkan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. b. Tunjangan Tunjangan karyawan seperti dana pensiun, perawatan di rumah sakit dan liburan. Pada umumnya merupakan hal yang tidak berhubungan dengan kinerja karyawan, akan tetapi didasarkan pada senioritas atau catatan kehadiran. c. Bonus/insentif Bonus/insentif adalah tambahan- tambahan imbalan di atas atau di luar gaji/upah yang diberikan organisasi. 1) Penghargaan non finansial : a. Penghargaan interpersonal Atau biasa yang disebut dengan penghargaan antar pribadi, manajer memilik sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan interpersonal, seperti status dan pengakuan. b. Promosi: Manajer menjadikan penghargaan promosi sebagai usahau ntuk menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Kinerja jika diukur dengan akurat, sering kali memberikan pertimbangan yang signifikan dalam alokasi penghargaan promosi. B. Penghargaan intrinsic (intrinsic penghargaans) adalah suatu penghargaan yang diatur oleh diri sendiri. 1) Penyelesaian (completion) Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan hal yang angat penting bagi sebagian orang. Orang- orang seperti ini menilai apa yang mereka sebut sebagai penyelesaian tugas. Beberapa orang memiliki kebutuhan untuk menyelesaiakan tugas dan efek dari menyelesaiakan tugas bagi seseorang merupakan suatu bentuk penghargaan pada dirinya sendiri. 2) Pencapaian (achievement) Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang diperoleh ketika seseorang meraih suatu tujuan yang menantang. 3) Otonomi (autonomy) Sebagian orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak untuk mengambil keputusan dan bekerja tanpa diawasi dengan ketat. Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan melakukan apa yang terbaik oleh karyawan dalam situasi tertentu. Penghargaan artinya ganjaran, hadiah, penghargaan, atau imbalan. Dalam konsep manajemen, penghargaan merupakan salah satu alat untuk meningkatkan motivasi para pegawai. 2.1.3 Hukuman (Pemberian hukuman) Hukuman (pemberian hukuman) adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum. Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan. Dalam menjalankan organisasi diperlukan sebuah aturan dan hukum yang berfungsi sebagai alat pengendali agar kinerja pada organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik. Jika aturan dan hukum dalam suatu organisasi tidak berjalan baik maka akan terjadi konflik kepentingan baik antar individu maupun antar organisasi. Pada beberapa kondisi tertentu, penggunaan hukuman dapat lebih efektif untuk merubah perilaku pegawai, yaitu dengan mempertimbangkan: Waktu, Intensitas, Jadwal, Klarifikasi, dan Impersonalitas (tidak bersifat pribadi). Menurut Mangkunegara (2003:130) “pemberian hukuman adalah ancaman hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja karyawan pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar”.Menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson dalam Gania (2006:226) “pemberian hukuman didefinisikan sebagai tindakan penyajikan konsekuensi yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan sebagai hasil dari dilakukanya perilaku tertentu”. Menurut Veithzal Rivai (2005:450) jenis-jenis pemberian hukuman dapat diuraikan seperti berikut : a. b. Hukuman ringan, dengan jenis : • Teguran lisan kepada karyawan yang bersangkutan • Teguran tertulis • Pernyataan tidak puas secara tidak tertulis Hukuman sedang, dengan jenis : • Penundaan kenaikan gaji yang sebelumnya telah direncanakan sebagaimana karyawan lainya c. • Penurunan gaji yang besaranya disesuai dengan peraturan perusahaan • Penundaan kenaikan pangkat atau promosi Hukuman berat, dengan jenis : • Penurunan pangkat atau demosi • Pembebasan dari jabatan • Pemberhentian kerja atas permintaan karyawan yang bersangkutan • Pemutusan hubungan kerja sebagai karyawan di perusahaan A. Penghargaan (Reward) dan Hukuman (Punishment) dalam Organisasi Dalam berorganisai misalnya, pemberlakuan metode Penghargaan And Pemberian hukuman merupakan hal yang penting untuk membentuk pribadi dari warga organisasi tersebut. Jika Pemberian hukuman menghasilkan efek jera, maka Penghargaan akan menghasilkan efek sebaliknya yaitu ketauladanan, untuk membuat Penghargaan dan Pemberian hukuman dapat berjalan denga baik diperlukan nya konsistensi yang dapat menjamin bahwa penghargaan yang diberikan haruslah bersifat konkrit (bermanfaat), dan Pemberian hukuman yang diberikan bersifat keras dan tidak pandang bulu. Secara teori, penerapan penghargaan dan pemberian hukuman secara konsekuen dapat membawa pengaruh positif, antara lain: • Mekanisme dan sistem kerja di Suatu Organisai menjadi lebih baik, karena adanya tolak ukur kinerja yang jelas. • Kinerja individu dalam suatu Organisasi semakin meningkat, karena adanya sistem pengawasan yang obyektif dan tepat sasaran. • Adaya kepastian indikator kinerja yang menjadi ukuran kuantitatif maupun kualitatif tingkat pencapaian kinerja para individu Organisai. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja. B. Tujuan Penghargaan (Reward) dan Pemberian Hukuman (Punishment) Ada tiga fungsi atau tujuan penting dari penghargaan yang berperan besar bagi pembentukan tingkah laku yang diharapkan: • Memperkuat motivasi untuk memacu diri agar mencapai prestasi • Memberikan tanda bagi seseorang yang memiliki kemampuan lebih • Bersifat Universal. • Ada tiga fungsi atau tujuan penting dari hukuman yang berperan besar bagi pembentukan tingkah laku yang diharapkan: • Membatasi perilaku. Hukuman menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak diharapkan. • Bersifat mendidik. • Memperkuat Selain definisi penghargaan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Francisca (2006:2) memfokuskan definisi penghargaan sebagai hadiah atau bonus yang diberikan karena prestasi seseorang. Penghargaan dapat berwujud banyak rupa. Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah salah satu bentuknya. Penghargaan biasanya digunakan untuk mengendalikan jam kerja seseorang dalam organisasi (Raharja, 2006:10). Artinya, dengan penghargaan seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa adanya sesuai evaluasi kinerja sebelumnya. Selebihnya, dengan penghargaan seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya tanpa harus dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan Gouillart and Kelly (dalam Raharja, 2006:12) bahwa penghargaan yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara fundamental. 2.1.4 Budaya organsasi Budaya organsasi sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi. Hal ini didukung oleh pendapat Robbins (2008) yang menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut berbeda dengan organisasi lain. Budaya muncul pertama kali dari pendiri (Founders) atau pimpinan paling atas (top management) dari organisasi sebagai perintis. Pendiri ini memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan organisasi dan menetapkan suatu cara tersendiri yang dijalankan di dalam organisasinya. Robbins (2008:734-735) selanjutnya meringkaskan bagaimana budaya suatu organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli ditunjukkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan karyawan. Tindakan dan manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Kemampuan pendiri dalam menciptakan budaya tidak dibatasi oleh nilai-nilai dan ideologi sebelumnya. Mereka dapat dengan mudah menerapkan keyakinan mereka pada organisasi untuk mencapai nilainilai yang diinginkan, namun lambat laun nilai-nilai ini akan terseleksi dengan sendirinya untuk melakukan sejumlah penyesuaian terhadap perubahan. Hasil akhir akan muncul budaya organisasi yang diinginkan. A. Fungsi Budaya Organisasi Menurut Kreitner dan Kinicki (2003: 83-86) mengemukakan empat fungsi budaya organisasi yaitu : a) Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya; b) Memudahkan komitmen kolektif; c) Mempromosikan stabilitas sistem sosial; d) Membentuk Perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya. Robbins (2008: 729-735) mengemukakan pandangannya tentang terciptanya dan kelangsungan suatu budaya organisasi yaitu budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendirinya, kemudian nilai-nilai tersebut dipengaruhi secara kuat oleh kriteria-kriteria tertentu untuk diseleksi. Kegiatan-kegiatan dari manajemen puncak menyusun kondisi-kondisi umum yang dirasakan sangat penting bagi organisasi. Dari kriteria tersebut akan diketahui perilaku yang dapat diterima dan perilaku yang tidak dapat iterima. Sosialisasi yang dilakukan kepada karyawan dari proses seleksi tersebut dengan metode sosialisasi yang diterapkan manajemen puncak. Karyawan organisasi dapat pula mempelajari budaya organisasi melalui cerita, acara, ritual, simbol dan bahasa. B. Peranan Budaya Organisasi Budaya organisasi mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Peran budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi dan yang berhubungan dengan organisasi (Wirawan, 2007: 35-37) adalah Budaya Organisasi berikut : a) Identitas Organisasi b) Menyatukan Organisasi c) Reduksi Konflik d) Komitmen kepada organisasi dan kelompok e) Reduksi Ketidakpastian f) Menciptakan Konsistensi g) Motivasi h) Kinerja Organisasi i) Keselamatan kerja j) Sumber Keunggulan Kompetitif. Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Robbins (!994:480) ada sepuluh karakteristik utama yang dapat menjadi cirri budaya organisasi, yaitu: 1. Inisiatif individual, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan interdepedensi yang dimiliki individu. 2. Toleransi terhadap tindakan yang beresiko, itu sejauh mana para anggota organisasi dianjurkan untuk bertindak aktif, inovatif, dan mengambil resiko. 3. Arah, yaiut sejauh mana organisasi tersebut menetapkan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi. 4. Integrasi, yaitu sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. 5. Dukungan dari manajemen, yaitu sejauh mana para pemimpin memberi komunikasi yang jelas. Bantuan serta dukungan terhadapabawahan mereka. 6. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku anggoata organisasi. 7. Identitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasikan dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan keahlian professional 8. Sistem Imbalan, yaitu sejauh mana alokasi imbalan (kenaikangaji atau promosi jabatan) didasarkan atas krieria presasi sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya. 9. Toleransi terhadap konfik, yaiu tingkat sejauh mana para anggoa organisasi didorong untuk mengemukakan konflikdan kriik secara terbuka, 10. Pola-pola komunikasi, yaiu tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oelhhirarki kewenangan yang formal. C. Tipe Budaya Organisasi Tipe-tipe budaya organisasi memberikan pemahaman yang lebih jauh mengenai keberadaan budaya organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki (2003: 86-87) mengemukakan tipe-tipe budaya organisasi adalah sebagai berikut : a) Keyakinan normatif, mencerminkan pemikiran dan keyakinan individual mengenai bagaimana anggota dari sebuah kelompok atau organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan orang lain b) Budaya Konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Sedangkan menurut Luthan (2006: 125) budaya organisasi punya sejumlah karakteristik penting yaitu : a) Aturan perilaku yang diamat b) Norma c) Nilai dominan; organisasi mendukung dan nilai-nilai utama; d) Filosofi e) Aturan f) Iklim Organisasi. berharap peserta membagikan D. Unsur-unsur Budaya Organisasi Budaya organisasi ada beberapa indikator sebagaimana Menurut Recardo and Jolly dalam SAM Advanced Management Journal (1997 p.62) : a) Komunikasi (Communications); b) Imbalan (Penghargaan); c) Tim Kerja (Teamwork). Sedangkan yang diadaptasi dari Jones (2000: 100) meliputi: a) komunikasi, b) kreativitas/inovasi, c) Imbalan (penghargaan), d) Orientasi pada Pelanggan, e) Tim Kerja. Budaya organisasi yang baik akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku para anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas untuk menciptakan suatu iklim internal. Budaya organisasi juga menciptakan, meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Dimana budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan. Semua factor tersebut merupakan indicator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi juga tinggi. (Wirawan, 2007:37). Menurut Muchlas, (2008), manajemen harus menyadari tipe umum budaya organisasi kalau perusahaan berkeinginan mengubah budayanya agar lebih sempurna, dan menyadari kenyataan bahwa budaya tertentu terbukti lebih superior dari pada budaya lainnya. Sebagian besar ahli perilaku mengadvokasi budaya organisasi yang terbuka dan partisipatif. Bahkan, beberapa di antara mereka berpendapat lebih jauh bahwa budaya terbuka dan partisipatif ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) kepercayaan kepada bawahan, (2) komunikasi terbuka, (3) kepemimpinan yang penuh pertimbangan dan suportif, (4) pemecahan masalah secara kelompok, (5) otonomi pekerja, (6) tukar menukar informasi, dan (7) tujuan-tujuan dengan keluaran (out put) yang berkualitas. Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan otokratik. Budaya ini bisa jadi dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan keluaran yang berkualitas, tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering dideklarasikan dan diterapkan pada organisasi oleh pemimpin-pemimpin otokratik dan suka mengancam. Makin besar rigiditas dalam budaya ini, makin ketat pula keterikatan pada sebuah rantai komando yang formal, makin sempit ruang gerak manajemen, dan makin keras tanggung jawab individualnya. Titik beratnya lebih kepada individu daripada kepada pekerjaan tim. Budaya terbuka dan partisipatif sering kali digunakan untuk memperbaiki moral dan kepuasan karyawan. Keuntungan-keuntungan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah sebagai berikut: (1) meningkatnya penerimaan ide-ide manajemen, (2) meningkatnya kerja sama antara manajeman dan staf, (3) menurunnya angka pindah kerja, (4) menurunya angka absent, (5) menurunnya keluhan-keluhan dan kekesalan, (6) lebih besar penerimaan untuk perubahan-perubahan, dan (7) memperbaiki sikap terhadap pekerjaan dan organisasi. Partisipasi karyawan yang lebih besar seolah-olah memiliki efek yang langsung dan segera pada moral karyawan. Para karyawan kemudian lebih interest dalam pekerjaan dan organisasi. Mereka cenderung untuk menerima dan kadang-kadang mengambil inisiatif perubahan, tidak hanya karena mereka mengerti kepentingan untuk itu, tetapi juga karena mereka merasa mengerti sebagai akibat pengetahuannya lebih mendalam tentang perubahan. Harrison dalam Kenna, et.al., (1995) membagi empat tipe budaya organisasi yang dihubungkan dengan desain organisasi : 1. Budaya Kekuasaan (Power Culture). Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti persepsi dan keinginan anggota suatu organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelaziman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang merupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi. 2. Budaya Peran (Role Culture). Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan menstabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu menstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam organisasi. 3. Budaya Pendukung (Support Culture) Budaya dimana di dalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota di bawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas di dalamnya ada keselarasan antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus- menerus (longlife education). 4. Budaya Prestasi (Achievement Culture) Budaya ini sudah berlaku di kalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya. 2.1.5 Kinerja Menurut Hasibuan (2007:105) “kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya”.Mangkunegara (2000:67) mengemukakan bahwa “pengertian kinerja adalah hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Furthwengler (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi dalam konsep kinerja yang meliputi sebagai berikut: a. Kecepatan kerja. Kecepatan kerja sangatlah penting bagi keunggulan bersaing perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa unsur sebagai berikut Tindakan karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai derajat kepentingan kecepatan dalam lingkungan persaingan, karyawan melakukan pekerjaan dengan bagus, karyawan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal, dan karyawan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat. b. Kualitas kerja. Kualitas kerja tidak dapat dikorbankan demi kecepatan, mengenai kualitas dapat dilihat beberapa unsur sebagai berikut: karyawan bangga terhadap pekerjaannya, karyawan melakukan pekerjaannya dengan benar sejak awal dan, karyawan mencari cara-cara untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya. c. Layanan Kerja. Aspek layanan dapat dilihat dari beberapa unsur sebagai berikut: tindakan karyawan dapat mengindikasikan pemahaman pentingnya melayani kepada para pelanggan, karyawan menunjukkan keinginannya untuk melayani orang lain dengan baik, karyawan merespon pelanggan dengan tepat waktu, dan karyawan memberikan lebih dari apa yang diminta oleh pelanggan. d. Nilai Kerja. Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas kerja. Ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai yaitu: tindakan karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai dan, nilai merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh karyawan dalam pengambilan keputusan. e. Keterampilan interpersonal. Aspek keterampilan interpersonal diindikasikan dari kondisi-kondisi sebagai berikut: karyawan menunjukkan perhatian pada perasaan karyawan lain, karyawan menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada karyawan lain, karyawan bersedia membantu karyawan lain dan, karyawan dengan tulus merayakan keberhasilan karyawan lain. f. Mental untuk sukses. Kondisi mental para karyawan dibutuhkan dalam pencapaian tujuan organisasi. Aspek mental meliputi hal-hal berikut karyawan memiliki sikap can do everything (yakin bahwa ia dapat melakukan apa pun), karyawan mencari cara untuk menambah pengetahuannya, karyawan mencari cara untuk memperbanyak pengalamannya dan, karyawan realistis dalam mengukur kemampuannya. g. Terbuka untuk perubahan. Perubahan dibutuhkan untuk penyesuaian terhadap dinamika lingkungan. Kemampuan karyawan untuk berubah, ditengarai dari indikasi-indikasi sebagai berikut: karyawan bersedia menerima perubahan, karyawan mencari cara untuk menyelesaikan tugas lama, tindakan karyawan mengindikasikan sifat ingin tahu, karyawan memandang perannya sebagai pelayan. h. Kreativitas. Pengembangan kreativitas berpotensi menghasilkan inovasi-inovasi. |Dalam konteks ini, yang menunjukkan kondisi pengembangan kreativitas meliputi beberapa unsur sebagai berikut: karyawan menunjukkan kreativitas dalam pemecahan masalah, karyawan menunjukkan kemampuan untuk melihat hubungan antara masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan, karyawan dapat mengambil konsep abstrak dan mengembangkan menjadi konsep yang dapat diterapkan, karyawan menerapkan kreativitasnya pada pekerjaan sehari-harinya. i. Keterampilan berkomunikasi. Karyawan yang terampil berkomunikasi menjadi asset yang sangat berarti bagi perusahaan. Indikasi keterampilan karyawan dalam berkomunikasi berkembang di dalam perusahaan, di antaranya sebagai berikut karyawan menampilkan gagasan logis dalam bahasa yang mudah dipahami, karyawan menyatakan ketidak setujuannya tanpa menciptakan konflik, karyawan menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat, menggunakan bahasa yang bernada optimis. karyawan j. Inisiatif. Inisiatif karyawan dibutuhkan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan. Insiatif karyawan ini tercermin dalam korporasi dalam bentuk sebagai berikut: karyawan selalu bersedia membantu orang lain jika pekerjaannya telah selesai, karyawan ingin selalu terlibat dalam proyek baru, karyawan selalu berusaha mengembangkan keterampilannya di luar tempat kerj, karyawan menjadi sumber gagasan untuk perbaikan kinerja. k. Perencanaan dalam organisasi. Perencanaan merupakan kegiatan awal dalam manajemen. Dari perencanaan yang baik, sebuah kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik pula. Untuk aspek perencanaan dalam organisasi ini meliputi sebagai berikut: karyawan selalu membuat jadual kerja personal, karyawan bekerja berdasarkan jadwal tersebut;, karyawan selalu lebih dahulu memutuskan pendekatan yang akan digunakan pada tugasnya sebelum memulainya, karyawan selalu lebih dahulu memutuskan pendekatan yang akan digunakan pada tugasnya sebelum memulainya. Penilaian kinerja dikenal dengan “performance rating atau performance appraisal”. Menurut Bangun (2012:231) penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Seorang karyawan yang bekerja di suatu oranisasi perlu dilakukan penilaian dengan tujuan dapat diketahui sejauh mana karyawan tersebut telah menjalankan tugasnya, dan sejauh mana kelemahan yang dimiliki untuk diberi kesempatan memperbaikinya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai karyawan dengan standar pekerjaan. Bila hasil kerja yang diperoleh sampai atau melebihi standar pekerjaan dapat dikatakan kinerja seseorang karyawan termasuk pada kategori baik. Demikian sebaliknya, seorang karyawan yang hasil pekerjaannya tidak mencapai standar pekerjaan termasuk pada kinerja yang tidak baik atau berkinerja rendah. A. Manfaat Penilaian Kinerja Bagi pihak manajemen perusahaan ada banyak manfaat dengan dilakukannya penilaian kinerja. Menurut Fahmi (2013:137) penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk : 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimal. 2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti : promosi, transfer, dan pemberhentian. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan Manfaat yang diperoleh dari penilaian kinerja ini terutama menjadi pedoman dalam melakukan tindakan evaluasi bagi pembentukan organisasi sesuai dengan pengharapan dari berbagai pihak, yaitu baik pihak manajemen serta komisaris perusahaan. B. Mengukur Kinerja Karyawan Standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan. Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Menurut Bangun (2012:233), suatu pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran, kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. 1. Jumlah Pekerjaan Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan. 2. Kualitas Pekerjaan Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut. 3. Ketepatan Waktu Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Pada dimensi ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 4. Kehadiran Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya. 5. Kemampuan Kerja Sama Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerja sama dengan rekan sekerja lainnya. C. Metode Penilaian Kinerja Penilaian kinerja sebaiknya dilakukan secara berkala, ini sebagaimana dikatakan oleh Griffin dalam Fahmi (2013:138) bahwa, “kinerja karyawan seharusnya dievaluasi secara berkala karena berbagai alasan. Salah satu alasan adalah bahwa penilaian kinerja diperlukan untuk memvalidasi alat pemilihan atau mengukur dampak dari program pelatihan. Alasan kedua bersifat administrative untuk membantu dalam membuat keputusan mengenai kenaikan gaji, promosi, dan pelatihan. Alasan yang lain adalah untuk menyediakan timbal balik bagi karyawan untuk membantu mereka meningkatkan kinerja mereka saat ini dan merencanakan karir di masa mendatang”. Agar penilaian kinerja karyawan dapat dilakukan secara maksimal maka diperlukan pengumpulan data, yaitu salah satunya dengan melakukan observasi. Ini sebagaimana dikatakan oleh Wirawan dalam Fahmi (2013:138) bahwa, “Dalam rangka mengobservsi, penilai mengumpulkan data kinerja ternilai dan melakukan dokumentasi yang akurat, yaitu mencatat dalam buku kerjanya atau dalam instrument khusus untuk mencatat hasil observasi.” Untuk melakukan suatu penilaian kinerja dibutuhkan metode penilaian yang dimiliki tingkat dan analisa yang representative. Menurut Griffin dalam Fahmi (2013:139) bahwa, dua kategori dasar dari metode penilaian yang sering digunakan dalam organisasi adalah metode objektif dan metode pertimbangan. 1. Metode Objektif (objective methods), menyangkut sejauh mana seseorang bisa bekerja dan menunjukkan bukti kemampuan ia bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi banyak pihak metode objektif bisa memberikan hasil yang tidak begitu akurat atau mengandung bias karena bisa seseorang karyawan memiliki kesempatan yang bagus maka ia terlihat mampu bekerja dengan sangat baik dan penuh semangat, sedangkan ada karyawan yang tidak memiliki kesempatan dan ia tidak bisa menunjukkan kemampuannya secara maksimal. 2. Metode pertimbangan (judgement methods), adalah metode penilaian berdasarkan nilai ranking yang dimiliki oleh seorang karyawan, jika ia memiliki nilai ranking yang tinggi maka artinya ia memiliki kualitas kinerja yang bagus, dan begitu pula sebaliknya. Sistem penilaian ranking ini dianggap memiliki kelemahan jika seorang karyawan ditempatkan dalam kelompok kerja yang memiliki ranking yang bagus maka penilaiannya akan mempengaruhi posisinya sebagai salah satu karyawan yang dianggap baik, begitu pula sebaiknya jika seseorang ditempatkan dalam kelompok dengan ranking buruk maka otomatis rankingnya juga tidak bagus. Menurut Gomes (2005:135) bahwa Performance adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaa tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Sedangkan Veithzal (2004: 309) mengatakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Pendapat yang sama yang disampaikan oleh As’ad (2003: 35) mengatakan bahwa kinerja berhubungan erat dengn sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya, situasi kerja, kerjasama antara pemimpin dengan karyawan, dan antar sesama karyawan. Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi. Tujuan dalam penilaian kinerja atau prestasi kerja karyawan pada dasarnya meliputi 1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ia bekerja, 2. Keputusan dalam pemberian imbalan yang sesuai, 3. Mendorong pertanggunjawaban karyawan, 4. Pengembangan SDM 5. Meningkatkan motivasi kerja 6. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan 7. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja, 8. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan keputusan perencanaan seleksi (Veithzal, 2004:312-313). Penilaian kinerja dilakukan bermanfaat yang ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan perusahaan, khususnya SDM, yaitu : 1. Perbaikan kinerja, 2. Penyesuaian kompensasi, 3. keputusan penempatan, 4. pelatihan dan pengembangan, 5. Perencanaan dan pengembangan karier, 6. Evaluasi proses staffing, 7. Umpan balik ke SDM (Veithzal, 2004: 315-316). Pengukuran kinerja karyawan dapat mengadopsi teoriteori tersebut serta Mengaplikasikannya sesuai kebutuhan dan kondisi masing-masing organisasi atau karyawan yang akan diukur kinerjanya, di mana variabel-variabel mengenai kinerja karyawan mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Higgins (Umar,2005: 113) yakni (a) mutu pekerjaan, (b) kejujuran pegawai, (c) kehadiran, (d) sikap, (e) kerjasama, (f) pengetahuan, (g) tanggung jawab, (h) pemanfaatan waktu. 2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian terdahulu No Judul Penelitian 1 Pengaruh Budaya Ada pengaruh positif antara budaya organisasi Organisasi Kinerja Hasil Penelitian Terhadap terhadap Pegawai Sekretariat pegawai pada Sekretariat Pada Daerah Kabupaten Dairi. Ini berarti semakin baik Daerah budaya organisasi maka semakin baik pula Kabupaten Dairi Sumatera kinerja Utara, kinerja pegawai Prima pada Nugraha S. Sinaga 2010 Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi. Dengan kata lain apabila salah satu variabel terjadi peningkatan maka variabel yang berkorelasi juga megalami peningkatan begitu juga sebaliknya apabila salah satu variabel mengalami penurunan maka variabel yang berkorelasi juga akan mengalami penurunan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi adalah sebesar 38,44 %, dan 61,56 % selebihnya di pengaruhi oleh faktor lain yang belum diperhitungkan dalam penelitian ini. 2 Pengaruh Budaya Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap Organisasi Terhadap kinerja pegawai artinya perubahan budaya Kinerja Pegawai Kantor Pada organisasi mempunyai pengaruh searah terhadap Pelayanan perubahan kinerja pegawai, atau dengan kata lain Kekayaan Negara Dan apabila terjadi peningkatan budaya organisasi Lelang Makassar (Riska maka akan terjadi peningkatan kinerja pegawai Pratiwi 2012) dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan. 3 PENGARUH REWARD nilai koefisien determinasi parsial pada variabel PUNISHMENT Reward Karyawan (X1) sebesar 37,6%. Nilai DAN TERHADAP KINERJA koefisien {Survei Karyawan Punishment Karyawan (X2) sebesar 15,3%. Nilai PT. Pada INKA parsial variabel (Persero) Adjusted R Square sebesar 0,548 menunjukkan bahwa variabel Reward Karyawan (X1), dan Madiun} Galih determinasi Dwi Koencoro Punishment Karyawan (X2), secara simultan Mochammad AL Musadieq memberikan kontribusi terhadap variabel Kinerja Heru 2012 Susilo Karyawan (Y) sebesar 54,8%. 4 PENGARUHREWARD DAN Reward Karyawanberikan pengaruh yang PUNISHMENT signifikan terhadap kinerja karyawan dan hal TERHADAP MOTIVASI tersebut sesuai dengan pendapat yang di KERJA kemukakan oleh Oemar (2007:127) bahwa SERTA DAMPAKNYA reward merupakan imbalan yang diberikan TERHADAP KINERJA perusahaan kepada karyawan atas kinerja yang (Studi pada Karyawan PT. telah Panin Bank Mikro diberikan. Tbk. Area Pengaruh Punishment terhadap Kinerja karyawan Jombang) Dari Silfia penelitian dapat Febrianti Simpulkan Mochammad Al Musadieq Punishment Arik di bahwa memberikan pengaruh yang Prasetya signifikan terhadap kinerja karyawan sesuai Fakultas Ilmu Administrasi Dengan Universitas diatas pendapat yang Brawijaya (Mangkunegara, dikemukakan oleh 2000:130) “ Malang Punishment merupakan ancaman hukuman yang 2014 bertujuan untuk memperbaiki karyawan pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar” 5 Analisis Pengaruh Budaya Dengan membandingkan nilai t hitung dengan Organisasi Dan Motivasi t tabel. Terhadap Kinerja Apabila t tabel > t hitung, maka H0 diterima dan Karyawan Susandi H1 ditolak. Apabila t tabel < t hitung, maka H0 Prihayanto (2012) ditolak dan H1 diterima. Dengan tingkat signifikansi b.Dengan 95 persen menggunakan angka (a=5 %). probabilitas signifikansi. Apabila angka probalitas signifikansi > 0,05, maka H0 diterima dan H1 angka probabilitas ditolak. Apabila 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan diatas, dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai Pengaruh Penghargaan, Pemberian hukuman, dan Budaya terhadap Kinerja Karyawan adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran PENGHARGAAN Penghargaan non finansial a) Gaji dan upah b) Tunjangan c) Bonus/insentif Penghargaan non finansial a) Penghargaan interpersonal b) Promosi: KINERJA KARYAWAN PEMBERIAN HUKUMAN Kualitas Kerja. a. Hukuman ringan Kuantitas Kerja. b. Hukuman sedang Keandalan Sikap BUDAYA ORGANISASI a. Inovasi dan pengambilan keputusan b. Perhatian pada rincian c. Orientasi pada hasil d. Orientasi pada orang e. Orientasi pada orang f.. Orientasi pada tim 2.4 HIPOTESIS Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari penelitian yang sedang diuji kebenarannya secara empiris atau peneliti membuat dugaan sementara atas jawaban pertanyaan penelitiannya. Empiris adalah menggunakan fakta atau fenomena sebagai sumber kebenaran untuk menyusun pengetahuan (Sugiyono, 2009:93). Berdasarkan kajian pustaka, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran, maka dapat disimpulkan hipotesa sebagai berikut: Ha1 : Penghargaan berpengaruh terhadap kinerja karyawan Ha2 : Pemberian hukuman berpengaruh terhadap kinerja karyawan Ha3 : Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan Ha4 : Penghargaan, pemberian hukuman, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan