BAB II - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut
Simamora
(2014:4),
manajemen
sumber
daya
manusia
adalah
pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu
anggota organisasi atau kelompok karyawan. Menurut Bangun (2012:6), manajemen sumber
daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
penyusunan staf, penggerakan, dan pengawasan, terhadap pengadaan, pengembangan,
pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja, untuk
mencapai tujuan organisasi. Orang yang melaksanakan aktivitas tersebut adalah manajer
sumber daya manusia, yang memperoleh kewenangan dari manajer umum untuk mengelola
manusia dalam suatu organisasi
Menurut Simamora (2014:37), Maksud dari manajemen sumber daya manusia adalah
memperbaiki kontribusi produktif orang-orang terhadap organisasi dengan cara yang
bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan manajemen sumber daya manusia
tidak hanya harus mencerminkan kehendak manajemen senior, namun juga harus
menyeimbangkan tantangan organisasi, fungsi sumber daya manusia, masyarakat, dan orangorang yang terpengaruh. Kegagalan melakukan hal itu dapat merusak kinerja, angka laba, dan
bahkan kelangsungan hidup perusahaan. Simamora (2012:37) mengkategorikan empat tujuan
manajemen sumber daya manusia, antara lain:
a. Tujuan kemasyarakatan/sosial
Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi bertanggung jawab
secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat seraya meminimalkan
dampak negatif tuntutan itu terhadap organisasi.
b. Tujuan Organisasional
Tujuan organisasional adalah sasaran (target) formal organisasi yang dibuat membantu
organisasi mencapai tujuannya.
c. Tujuan Fungsional
Tujuan fungsional merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen
manajemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
d. Tujuan Individual
Tujuan individual adalah tujuan pribadi dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai
melalui aktivitasnya di dalam organisasi.
A.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Rivai (2009) mengemukakan bahwa fungsi manajerial dalam Sumber Daya Manusia
meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating),
pengendalian (controlling), sedangkan fungsi operasional meliputi pengadaan tenaga kerja
(procurement), pengembangan (development),kompensasi (compensation), pengintegrasian
(integration), pemeliharaan (maintenance),dan pemutusan hubungan kerja (separation).
Sebagai ilmu terapan dalam ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya
Manusia memiliki fungsi-fungsi manajerial sebagai berikut :
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perubahan
secara efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagian
organisasi.
3. Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan
bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan.
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar menaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana.
B.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Rivai (2009) mengemukakan bahwa fungsi manajerial dalam Sumber Daya Manusia
meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating),
pengendalian (controlling), sedangkan fungsi operasional meliputi pengadaan tenaga kerja
(procurement), pengembangan (development),kompensasi (compensation), pengintegrasian
(integration), pemeliharaan (maintenance),dan pemutusan hubungan kerja (separation).
Sebagai ilmu terapan dalam ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya
Manusia memiliki fungsi-fungsi manajerial sebagai berikut :
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan perubahan
secara efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagian
organisasi.
3. Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan
bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan.
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar menaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana.
2.1.2
Penghargaan
Berdasarkan Mathis, Robert L & Jackson , John H dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen Sumber Daya Manusia” (2006:67), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara
keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Sehingga, manajemen sumber daya manusia
adalah sistem dan kebijakan yang mengatur penggunaan karyawan secara organisasional
dengan cara yang etis untuk mempengaruhi kinerja karyawan dan memberikan kontribusi
terhadap efektivitas organisasi.
Pemberian kompensasi berupa penghargaan (punishment) yang tepat dalam arti
memenuhi persyaratan adil dan layak merupakan prinsip penting dalam sistem manajemen
kompensasi. Manajemen kompensasi yang baik adalah kompensasi yang berorientasi pada
pemberian penghargaan, karena sistem penghargaan akan mendorong manajemen untuk
memperlakukan dan menempatkan karyawan pada posisi yang terhormat atau dihormati dan
berharga.
"Penghargaan adalah ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan yang bertujuan agar
seseorang menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
yang telah dicapai” (Nugroho, 2006:5).
Menurut Henri Simamora (2004:514) “penghargaan adalah insentif yang mengaitkan
bayaran atas dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai
keunggulan yang kompetitif”. Dengan adanya pendapat para ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pemberian penghargaan yang dimaksudkan sebagai dorongan agar
karyawan mau bekerja dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson dalam Gania (2006:226) tujuan utama
dari program penghargaan adalah:
a)
Menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk bergabung dengan organisasi
b)
Mempertahankan karyawan agar terus datang untuk bekerja
c)
Mendorong karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi
Menurut Ivancevich, Konopaske dan Mattesondalam Gania (2006:226) penghargaan dibagi
menjadi dua jenis yaitu :
A.
Penghargaan ekstrinsik (ekstrinsic penghargaans) adalah suatu penghargaan
yang datang dari luar diri orang tersebut.
1)
Penghargaan finansial:
a.
Gaji dan upah
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai
konsekuensi dari kedudukanya sebagai seorang karyawan yang memberikan
sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan atau dapat
dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari sebuah perusahaan.
Upah adalah imbalan yang dibayarkan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang
dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan.
b.
Tunjangan
Tunjangan karyawan seperti dana pensiun, perawatan di rumah sakit dan liburan. Pada
umumnya merupakan hal yang tidak berhubungan dengan kinerja karyawan, akan
tetapi didasarkan pada senioritas atau catatan kehadiran.
c.
Bonus/insentif
Bonus/insentif adalah tambahan- tambahan imbalan di atas atau di luar gaji/upah yang
diberikan organisasi.
1) Penghargaan non finansial :
a. Penghargaan interpersonal
Atau biasa yang disebut dengan penghargaan antar pribadi, manajer memilik
sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan interpersonal, seperti status
dan pengakuan.
b. Promosi:
Manajer menjadikan penghargaan promosi sebagai usahau ntuk menempatkan
orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Kinerja jika diukur dengan akurat, sering
kali memberikan pertimbangan yang signifikan dalam alokasi penghargaan promosi.
B.
Penghargaan intrinsic (intrinsic penghargaans) adalah suatu penghargaan yang
diatur oleh diri sendiri.
1)
Penyelesaian (completion)
Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan
hal yang angat penting bagi sebagian orang. Orang- orang seperti ini menilai apa
yang mereka
sebut sebagai penyelesaian
tugas.
Beberapa
orang
memiliki
kebutuhan untuk menyelesaiakan tugas dan efek dari menyelesaiakan tugas bagi
seseorang merupakan suatu bentuk penghargaan pada dirinya sendiri.
2)
Pencapaian (achievement)
Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang diperoleh
ketika seseorang meraih suatu tujuan yang menantang.
3)
Otonomi (autonomy)
Sebagian orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak untuk mengambil
keputusan dan bekerja tanpa diawasi dengan ketat. Perasaan otonomi dapat dihasilkan
dari kebebasan melakukan apa yang terbaik oleh karyawan dalam situasi tertentu.
Penghargaan artinya ganjaran, hadiah, penghargaan, atau imbalan. Dalam konsep
manajemen, penghargaan merupakan salah satu alat untuk meningkatkan motivasi para
pegawai.
2.1.3
Hukuman (Pemberian hukuman)
Hukuman (pemberian hukuman) adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah
tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum. Dalam hal ini,
hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang
yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak
menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan.
Dalam menjalankan organisasi diperlukan sebuah aturan dan hukum yang berfungsi
sebagai alat pengendali agar kinerja pada organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik. Jika
aturan dan hukum dalam suatu organisasi tidak berjalan baik maka akan terjadi konflik
kepentingan baik antar individu maupun antar organisasi.
Pada beberapa kondisi tertentu, penggunaan hukuman dapat lebih efektif
untuk merubah perilaku pegawai, yaitu dengan mempertimbangkan: Waktu, Intensitas,
Jadwal, Klarifikasi, dan Impersonalitas (tidak bersifat pribadi).
Menurut Mangkunegara (2003:130) “pemberian hukuman adalah ancaman hukuman
yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja karyawan pelanggar, memelihara peraturan yang
berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar”.Menurut Ivancevich, Konopaske dan
Matteson dalam Gania (2006:226) “pemberian hukuman didefinisikan sebagai tindakan
penyajikan konsekuensi yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan sebagai hasil dari
dilakukanya perilaku tertentu”.
Menurut Veithzal Rivai (2005:450) jenis-jenis pemberian hukuman dapat diuraikan seperti
berikut :
a.
b.
Hukuman ringan, dengan jenis :
•
Teguran lisan kepada karyawan yang bersangkutan
•
Teguran tertulis
•
Pernyataan
tidak
puas
secara tidak tertulis
Hukuman sedang, dengan jenis :
•
Penundaan
kenaikan gaji yang
sebelumnya
telah
direncanakan
sebagaimana karyawan lainya
c.
•
Penurunan gaji yang besaranya disesuai dengan peraturan perusahaan
•
Penundaan kenaikan pangkat atau promosi
Hukuman berat, dengan jenis :
•
Penurunan pangkat atau demosi
•
Pembebasan dari jabatan
•
Pemberhentian kerja atas permintaan karyawan yang bersangkutan
•
Pemutusan hubungan kerja
sebagai karyawan di perusahaan
A. Penghargaan (Reward) dan Hukuman (Punishment) dalam Organisasi
Dalam berorganisai misalnya, pemberlakuan metode Penghargaan And Pemberian
hukuman merupakan hal yang penting untuk membentuk pribadi dari warga
organisasi tersebut. Jika Pemberian hukuman menghasilkan efek jera, maka
Penghargaan akan menghasilkan efek sebaliknya yaitu ketauladanan, untuk membuat
Penghargaan dan Pemberian hukuman dapat berjalan denga baik diperlukan nya
konsistensi yang dapat menjamin bahwa penghargaan yang diberikan haruslah
bersifat konkrit (bermanfaat), dan Pemberian hukuman yang diberikan bersifat keras
dan tidak pandang bulu.
Secara teori, penerapan penghargaan dan pemberian hukuman secara konsekuen dapat
membawa pengaruh positif, antara lain:
•
Mekanisme dan sistem kerja di Suatu Organisai menjadi lebih baik, karena adanya
tolak ukur kinerja yang jelas.
•
Kinerja individu dalam suatu Organisasi semakin meningkat, karena adanya
sistem pengawasan yang obyektif dan tepat sasaran.
•
Adaya kepastian indikator kinerja yang menjadi ukuran kuantitatif maupun
kualitatif tingkat pencapaian kinerja para individu Organisai.
Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang,
termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya
merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah
ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk
perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada
hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam
memotivasi para pegawai dalam bekerja.
B. Tujuan Penghargaan (Reward) dan Pemberian Hukuman (Punishment)
Ada tiga fungsi atau tujuan penting dari penghargaan yang berperan besar bagi
pembentukan tingkah laku yang diharapkan:
•
Memperkuat motivasi untuk memacu diri agar mencapai prestasi
•
Memberikan tanda bagi seseorang yang memiliki kemampuan lebih
•
Bersifat Universal.
•
Ada tiga fungsi atau tujuan penting dari hukuman yang berperan besar bagi
pembentukan tingkah laku yang diharapkan:
•
Membatasi perilaku. Hukuman menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku
yang tidak diharapkan.
•
Bersifat mendidik.
•
Memperkuat
Selain definisi penghargaan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Francisca
(2006:2) memfokuskan definisi penghargaan sebagai hadiah atau bonus yang
diberikan karena prestasi seseorang. Penghargaan dapat berwujud banyak rupa.
Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah salah satu bentuknya.
Penghargaan biasanya digunakan untuk mengendalikan jam kerja seseorang dalam
organisasi (Raharja, 2006:10). Artinya, dengan penghargaan seseorang bekerja dapat
dilakukan tanpa ada kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa
adanya sesuai evaluasi kinerja sebelumnya. Selebihnya, dengan penghargaan
seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya tanpa harus dikendalikan pimpinan. Hal
ini juga ditegaskan Gouillart and Kelly (dalam Raharja, 2006:12) bahwa
penghargaan yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai konsekwensi
dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara fundamental.
2.1.4
Budaya organsasi
Budaya
organsasi
sering
diartikan
sebagai
nilai-nilai,
simbol-simbol
yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota
merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa
berbeda dengan organisasi. Hal ini didukung oleh pendapat Robbins (2008) yang
menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna
bersama
yang
dianut oleh anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut berbeda dengan
organisasi lain.
Budaya muncul pertama kali dari pendiri (Founders)
atau pimpinan paling atas
(top management) dari organisasi sebagai perintis. Pendiri ini memiliki pengaruh yang besar
terhadap pertumbuhan organisasi dan menetapkan suatu cara tersendiri yang dijalankan di
dalam organisasinya.
Robbins (2008:734-735) selanjutnya meringkaskan bagaimana
budaya suatu organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli ditunjukkan dari filsafat
pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam
memperkerjakan karyawan. Tindakan dan manajemen puncak menentukan iklim umum
dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Kemampuan pendiri dalam
menciptakan budaya tidak dibatasi oleh nilai-nilai dan ideologi sebelumnya. Mereka dapat
dengan mudah menerapkan keyakinan mereka pada organisasi untuk mencapai nilainilai yang diinginkan, namun lambat laun nilai-nilai ini akan terseleksi dengan sendirinya
untuk melakukan sejumlah penyesuaian terhadap perubahan. Hasil akhir akan muncul
budaya organisasi yang diinginkan.
A. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Kreitner dan Kinicki (2003: 83-86) mengemukakan empat fungsi budaya
organisasi yaitu :
a) Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya;
b) Memudahkan komitmen kolektif;
c) Mempromosikan stabilitas sistem sosial; d) Membentuk Perilaku
dengan
membantu manajer merasakan keberadaannya.
Robbins (2008:
729-735) mengemukakan pandangannya tentang terciptanya dan
kelangsungan suatu budaya organisasi yaitu budaya organisasi diturunkan dari filsafat
pendirinya, kemudian nilai-nilai tersebut dipengaruhi secara kuat oleh kriteria-kriteria
tertentu untuk diseleksi. Kegiatan-kegiatan dari manajemen puncak menyusun
kondisi-kondisi umum yang dirasakan sangat penting bagi organisasi. Dari kriteria
tersebut akan diketahui perilaku yang dapat diterima dan perilaku yang tidak dapat
iterima. Sosialisasi yang dilakukan kepada karyawan dari proses seleksi tersebut
dengan metode sosialisasi yang diterapkan manajemen puncak. Karyawan organisasi
dapat pula mempelajari budaya organisasi melalui cerita, acara, ritual, simbol dan
bahasa.
B. Peranan Budaya Organisasi
Budaya organisasi mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Peran budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi dan yang
berhubungan dengan organisasi (Wirawan, 2007: 35-37) adalah Budaya Organisasi
berikut :
a) Identitas Organisasi
b) Menyatukan Organisasi
c) Reduksi Konflik
d) Komitmen kepada organisasi dan kelompok
e) Reduksi Ketidakpastian
f) Menciptakan Konsistensi
g) Motivasi
h) Kinerja Organisasi
i) Keselamatan kerja
j) Sumber Keunggulan Kompetitif.
Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Robbins (!994:480) ada sepuluh karakteristik utama yang dapat menjadi cirri
budaya organisasi, yaitu:
1. Inisiatif individual, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan interdepedensi
yang dimiliki individu.
2. Toleransi terhadap tindakan yang beresiko, itu sejauh mana para anggota organisasi
dianjurkan untuk bertindak aktif, inovatif, dan mengambil resiko.
3. Arah, yaiut sejauh mana organisasi tersebut menetapkan dengan jelas sasaran dan
harapan mengenai prestasi.
4. Integrasi, yaitu sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja
dengan cara yang terkoordinasi.
5. Dukungan dari manajemen, yaitu sejauh mana para pemimpin memberi komunikasi
yang jelas. Bantuan serta dukungan terhadapabawahan mereka.
6. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawan langsung yang digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku anggoata organisasi.
7. Identitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasikan dirinya
secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu
atau dengan keahlian professional
8. Sistem Imbalan, yaitu sejauh mana alokasi imbalan (kenaikangaji atau promosi
jabatan) didasarkan atas krieria presasi sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih
kasih dan sebagainya.
9. Toleransi terhadap konfik, yaiu tingkat sejauh mana para anggoa organisasi
didorong untuk mengemukakan konflikdan kriik secara terbuka,
10. Pola-pola komunikasi, yaiu tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi
oelhhirarki kewenangan yang formal.
C. Tipe Budaya Organisasi
Tipe-tipe budaya organisasi memberikan pemahaman yang lebih jauh mengenai
keberadaan budaya organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki (2003: 86-87)
mengemukakan tipe-tipe budaya organisasi adalah sebagai berikut :
a) Keyakinan normatif, mencerminkan pemikiran dan keyakinan individual
mengenai bagaimana anggota dari sebuah kelompok
atau
organisasi
tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan orang lain
b) Budaya
Konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan
cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk
tumbuh dan berkembang.
Sedangkan menurut Luthan (2006: 125) budaya organisasi punya sejumlah
karakteristik penting yaitu :
a) Aturan perilaku yang diamat
b) Norma
c) Nilai dominan; organisasi mendukung dan
nilai-nilai utama;
d) Filosofi
e) Aturan
f) Iklim Organisasi.
berharap
peserta
membagikan
D. Unsur-unsur Budaya Organisasi
Budaya organisasi ada beberapa indikator sebagaimana Menurut Recardo and Jolly
dalam SAM Advanced Management Journal (1997 p.62) :
a) Komunikasi (Communications);
b) Imbalan (Penghargaan);
c) Tim Kerja (Teamwork).
Sedangkan yang diadaptasi dari Jones (2000: 100) meliputi:
a) komunikasi,
b) kreativitas/inovasi,
c) Imbalan (penghargaan),
d) Orientasi pada Pelanggan,
e) Tim Kerja.
Budaya organisasi yang baik akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
perilaku para anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas untuk
menciptakan
suatu
iklim
internal.
Budaya
organisasi
juga
menciptakan,
meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Dimana budaya organisasi yang
kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan.
Semua factor tersebut merupakan indicator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan
yang akan menghasilkan kinerja organisasi juga tinggi. (Wirawan, 2007:37).
Menurut Muchlas, (2008), manajemen harus menyadari tipe umum budaya
organisasi kalau perusahaan berkeinginan mengubah budayanya agar lebih
sempurna, dan menyadari kenyataan bahwa budaya tertentu terbukti lebih superior
dari pada budaya lainnya. Sebagian besar ahli perilaku mengadvokasi budaya
organisasi yang terbuka dan partisipatif. Bahkan, beberapa di antara mereka
berpendapat lebih jauh bahwa budaya terbuka dan partisipatif ini mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
(1)
kepercayaan kepada bawahan, (2) komunikasi terbuka, (3) kepemimpinan
yang penuh pertimbangan dan suportif, (4) pemecahan masalah secara kelompok, (5)
otonomi pekerja, (6) tukar menukar informasi, dan (7) tujuan-tujuan dengan keluaran
(out put) yang berkualitas.
Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan
otokratik. Budaya ini bisa jadi
dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan keluaran
yang berkualitas, tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering dideklarasikan dan
diterapkan
pada organisasi
oleh
pemimpin-pemimpin
otokratik
dan
suka
mengancam. Makin besar rigiditas dalam budaya ini, makin ketat pula keterikatan
pada sebuah rantai komando yang formal, makin sempit ruang gerak manajemen,
dan makin keras tanggung jawab individualnya. Titik beratnya lebih kepada individu
daripada kepada pekerjaan tim.
Budaya terbuka dan partisipatif sering kali digunakan untuk memperbaiki moral dan
kepuasan karyawan. Keuntungan-keuntungan dari budaya terbuka dan partisipatif
adalah sebagai berikut: (1) meningkatnya penerimaan ide-ide manajemen, (2)
meningkatnya kerja sama antara manajeman dan staf, (3) menurunnya angka pindah
kerja, (4) menurunya angka absent, (5) menurunnya keluhan-keluhan dan kekesalan,
(6) lebih besar penerimaan untuk perubahan-perubahan, dan (7) memperbaiki sikap
terhadap pekerjaan dan organisasi.
Partisipasi karyawan yang lebih besar seolah-olah memiliki efek yang langsung dan
segera pada moral karyawan. Para karyawan kemudian lebih interest dalam
pekerjaan dan organisasi. Mereka cenderung untuk menerima dan kadang-kadang
mengambil
inisiatif
perubahan,
tidak
hanya
karena
mereka
mengerti
kepentingan untuk itu, tetapi juga karena mereka merasa mengerti sebagai akibat
pengetahuannya lebih mendalam tentang perubahan.
Harrison dalam Kenna, et.al., (1995) membagi empat tipe budaya organisasi yang
dihubungkan dengan desain organisasi :
1. Budaya Kekuasaan (Power Culture).
Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan
kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga
dibutuhkan dengan syarat mengikuti persepsi dan keinginan anggota suatu
organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang
tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena
hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan
institusi organisasi. Kelaziman yang masih menganut manajemen keluarga,
peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah
kebijakan terkadang merupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah
salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi.
2. Budaya Peran (Role Culture).
Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan
organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa
hal ini akan menstabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang
kejelasan status/posisi/peranan
yang
jelas
inilah
akan
mendorong
terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu menstabilkan suatu
organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang
jelas dalam organisasi.
3. Budaya Pendukung (Support Culture)
Budaya dimana di dalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung
seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai
bersama
dalam
organisasi
tersebut.
Selain
budaya
peran
dalam
menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang
disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota di bawah. Budaya
pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi/institusi
tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi
organisasi tersebut. Jelas di dalamnya ada keselarasan antara struktur, strategi
dan budaya itu sendiri dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan
menanamkan budaya untuk belajar terus- menerus (longlife education).
4. Budaya Prestasi (Achievement Culture)
Budaya ini sudah berlaku di kalangan akademisi tentang independensi dalam
pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi
kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang
profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.
2.1.5
Kinerja
Menurut Hasibuan (2007:105) “kinerja adalah suatu hasil
kerja
yang
dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya”.Mangkunegara
(2000:67) mengemukakan bahwa “pengertian kinerja adalah hasil secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Furthwengler (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi dalam konsep kinerja
yang meliputi sebagai berikut:
a. Kecepatan kerja. Kecepatan kerja sangatlah penting bagi keunggulan bersaing
perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa unsur sebagai berikut Tindakan
karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai derajat kepentingan kecepatan
dalam lingkungan persaingan, karyawan melakukan pekerjaan dengan bagus,
karyawan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal, dan karyawan mencari
cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat.
b. Kualitas kerja. Kualitas kerja tidak dapat dikorbankan demi kecepatan, mengenai
kualitas dapat dilihat beberapa unsur sebagai berikut: karyawan bangga terhadap
pekerjaannya, karyawan melakukan pekerjaannya dengan benar sejak awal dan,
karyawan mencari cara-cara untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya.
c. Layanan Kerja. Aspek layanan dapat dilihat dari beberapa unsur sebagai berikut:
tindakan karyawan dapat mengindikasikan pemahaman pentingnya melayani
kepada para pelanggan, karyawan menunjukkan keinginannya untuk melayani
orang lain dengan baik, karyawan merespon pelanggan dengan tepat waktu, dan
karyawan memberikan lebih dari apa yang diminta oleh pelanggan.
d. Nilai Kerja. Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan
pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas kerja. Ada dua
hal yang tercakup dalam aspek nilai yaitu: tindakan karyawan mengindikasikan
pemahaman mengenai konsep nilai dan, nilai merupakan sesuatu yang
dipertimbangkan oleh karyawan dalam pengambilan keputusan.
e. Keterampilan interpersonal. Aspek keterampilan interpersonal diindikasikan dari
kondisi-kondisi sebagai berikut: karyawan menunjukkan perhatian pada perasaan
karyawan lain, karyawan menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada
karyawan lain, karyawan bersedia membantu karyawan lain dan,
karyawan
dengan tulus merayakan keberhasilan karyawan lain.
f. Mental untuk sukses. Kondisi mental para karyawan dibutuhkan dalam
pencapaian tujuan organisasi. Aspek mental meliputi hal-hal berikut karyawan
memiliki sikap can do everything (yakin bahwa ia dapat melakukan apa pun),
karyawan mencari cara untuk menambah pengetahuannya, karyawan mencari cara
untuk memperbanyak pengalamannya dan, karyawan realistis dalam mengukur
kemampuannya.
g. Terbuka untuk perubahan. Perubahan dibutuhkan untuk penyesuaian terhadap
dinamika lingkungan. Kemampuan karyawan untuk berubah, ditengarai dari
indikasi-indikasi sebagai berikut: karyawan bersedia menerima perubahan,
karyawan mencari cara untuk menyelesaikan tugas lama, tindakan karyawan
mengindikasikan sifat ingin tahu, karyawan memandang perannya sebagai
pelayan.
h. Kreativitas. Pengembangan kreativitas berpotensi menghasilkan inovasi-inovasi.
|Dalam konteks ini, yang menunjukkan kondisi pengembangan kreativitas
meliputi beberapa unsur sebagai berikut: karyawan menunjukkan kreativitas
dalam pemecahan masalah, karyawan menunjukkan kemampuan untuk melihat
hubungan antara masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan, karyawan
dapat mengambil konsep abstrak dan mengembangkan menjadi konsep yang dapat
diterapkan, karyawan menerapkan kreativitasnya pada pekerjaan sehari-harinya.
i. Keterampilan berkomunikasi. Karyawan yang terampil berkomunikasi menjadi
asset yang sangat berarti bagi perusahaan. Indikasi keterampilan karyawan dalam
berkomunikasi berkembang di dalam perusahaan, di antaranya sebagai berikut
karyawan menampilkan gagasan logis dalam bahasa yang mudah dipahami,
karyawan menyatakan ketidak setujuannya tanpa menciptakan konflik, karyawan
menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat,
menggunakan bahasa yang bernada optimis.
karyawan
j. Inisiatif. Inisiatif karyawan dibutuhkan dalam proses pencapaian tujuan
perusahaan. Insiatif karyawan ini tercermin dalam korporasi dalam bentuk sebagai
berikut: karyawan selalu bersedia membantu orang lain jika pekerjaannya telah
selesai, karyawan ingin selalu terlibat dalam proyek baru, karyawan selalu
berusaha mengembangkan keterampilannya di luar tempat kerj, karyawan menjadi
sumber gagasan untuk perbaikan kinerja.
k. Perencanaan dalam organisasi. Perencanaan merupakan kegiatan awal dalam
manajemen. Dari perencanaan yang baik, sebuah kegiatan dapat dilaksanakan
dengan baik pula. Untuk aspek perencanaan dalam organisasi ini meliputi sebagai
berikut: karyawan selalu membuat jadual kerja personal,
karyawan bekerja
berdasarkan jadwal tersebut;, karyawan selalu lebih dahulu memutuskan
pendekatan yang akan digunakan pada tugasnya sebelum memulainya, karyawan
selalu lebih dahulu memutuskan pendekatan yang akan digunakan pada tugasnya
sebelum memulainya.
Penilaian kinerja dikenal dengan “performance rating atau performance appraisal”.
Menurut Bangun (2012:231) penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk
mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Seorang
karyawan yang bekerja di suatu oranisasi perlu dilakukan penilaian dengan tujuan dapat
diketahui sejauh mana karyawan tersebut telah menjalankan tugasnya, dan sejauh mana
kelemahan yang dimiliki untuk diberi kesempatan memperbaikinya. Penilaian dapat
dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai karyawan dengan standar
pekerjaan. Bila hasil kerja yang diperoleh sampai atau melebihi standar pekerjaan dapat
dikatakan kinerja seseorang karyawan termasuk pada kategori baik. Demikian sebaliknya,
seorang karyawan yang hasil pekerjaannya tidak mencapai standar pekerjaan termasuk pada
kinerja yang tidak baik atau berkinerja rendah.
A. Manfaat Penilaian Kinerja
Bagi pihak manajemen perusahaan ada banyak manfaat dengan dilakukannya penilaian
kinerja. Menurut Fahmi (2013:137) penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk :
1.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan
secara maksimal.
2.
Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti :
promosi, transfer, dan pemberhentian.
3.
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai
kinerja mereka.
5.
Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan
Manfaat yang diperoleh dari penilaian kinerja ini terutama menjadi pedoman dalam
melakukan tindakan evaluasi bagi pembentukan organisasi sesuai dengan pengharapan dari
berbagai pihak, yaitu baik pihak manajemen serta komisaris perusahaan.
B. Mengukur Kinerja Karyawan
Standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai
dasar penilaian setiap pekerjaan. Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar
pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Menurut Bangun (2012:233), suatu
pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya,
kehadiran, kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu.
1.
Jumlah Pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok
sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki
persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan
tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun yang sesuai. Berdasarkan persyaratan
pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk dapat
mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan.
2.
Kualitas Pekerjaan
Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat
menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap
pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan
untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Karyawan memiliki kinerja baik bila
dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan
tersebut.
3.
Ketepatan Waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu
harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya.
Jadi bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan
menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas
hasil pekerjaan. Pada dimensi ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu.
4.
Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya
sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan
selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan
ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.
5.
Kemampuan Kerja Sama
Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis
pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih,
sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja
karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerja sama dengan rekan sekerja lainnya.
C. Metode Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sebaiknya dilakukan secara berkala, ini sebagaimana dikatakan oleh
Griffin dalam Fahmi (2013:138) bahwa, “kinerja karyawan seharusnya dievaluasi secara
berkala karena berbagai alasan. Salah satu alasan adalah bahwa penilaian kinerja diperlukan
untuk memvalidasi alat pemilihan atau mengukur dampak dari program pelatihan. Alasan
kedua bersifat administrative untuk membantu dalam membuat keputusan mengenai kenaikan
gaji, promosi, dan pelatihan. Alasan yang lain adalah untuk menyediakan timbal balik bagi
karyawan untuk membantu mereka meningkatkan kinerja mereka saat ini dan merencanakan
karir di masa mendatang”.
Agar penilaian kinerja karyawan dapat dilakukan secara maksimal maka diperlukan
pengumpulan data, yaitu salah satunya dengan melakukan observasi. Ini sebagaimana
dikatakan oleh Wirawan dalam Fahmi (2013:138) bahwa, “Dalam rangka mengobservsi,
penilai mengumpulkan data kinerja ternilai dan melakukan dokumentasi yang akurat, yaitu
mencatat dalam buku kerjanya atau dalam instrument khusus untuk mencatat hasil
observasi.”
Untuk melakukan suatu penilaian kinerja dibutuhkan metode penilaian yang dimiliki
tingkat dan analisa yang representative. Menurut Griffin dalam Fahmi (2013:139) bahwa, dua
kategori dasar dari metode penilaian yang sering digunakan dalam organisasi adalah metode
objektif dan metode pertimbangan.
1.
Metode Objektif (objective methods), menyangkut sejauh mana seseorang bisa bekerja
dan menunjukkan bukti kemampuan ia bekerja sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya. Bagi banyak pihak metode objektif bisa memberikan hasil yang tidak
begitu akurat atau mengandung bias karena bisa seseorang karyawan memiliki
kesempatan yang bagus maka ia terlihat mampu bekerja dengan sangat baik dan penuh
semangat, sedangkan ada karyawan yang tidak memiliki kesempatan dan ia tidak bisa
menunjukkan kemampuannya secara maksimal.
2.
Metode pertimbangan (judgement methods), adalah metode penilaian berdasarkan nilai
ranking yang dimiliki oleh seorang karyawan, jika ia memiliki nilai ranking yang tinggi
maka artinya ia memiliki kualitas kinerja yang bagus, dan begitu pula sebaliknya.
Sistem penilaian ranking ini dianggap memiliki kelemahan jika seorang karyawan
ditempatkan dalam kelompok kerja yang memiliki ranking yang bagus maka
penilaiannya akan mempengaruhi posisinya sebagai salah satu karyawan yang dianggap
baik, begitu pula sebaiknya jika seseorang ditempatkan dalam kelompok dengan
ranking buruk maka otomatis rankingnya juga tidak bagus.
Menurut Gomes (2005:135) bahwa Performance adalah catatan yang dihasilkan dari
fungsi suatu pekerjaa tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Sedangkan
Veithzal (2004: 309) mengatakan bahwa kinerja merupakan perilaku
nyata
yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan
sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Pendapat yang sama yang disampaikan
oleh As’ad (2003: 35) mengatakan bahwa kinerja berhubungan erat dengn sikap dari
karyawan terhadap pekerjaannya, situasi kerja, kerjasama antara pemimpin dengan
karyawan,
dan
antar sesama karyawan. Berdasarkan uraian tersebut di atas
mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan
dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka
kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode
waktu yang dicapai organisasi.
Tujuan dalam penilaian kinerja atau prestasi kerja karyawan pada dasarnya meliputi
1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ia bekerja,
2. Keputusan dalam pemberian imbalan yang sesuai,
3. Mendorong pertanggunjawaban karyawan,
4. Pengembangan SDM
5. Meningkatkan motivasi kerja
6. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan
7. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil
inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja,
8. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan
keputusan perencanaan seleksi (Veithzal, 2004:312-313).
Penilaian kinerja dilakukan bermanfaat yang ditinjau dari berbagai perspektif
pengembangan perusahaan, khususnya SDM, yaitu :
1. Perbaikan kinerja,
2. Penyesuaian kompensasi,
3. keputusan penempatan,
4. pelatihan dan pengembangan,
5. Perencanaan dan pengembangan karier,
6. Evaluasi proses staffing,
7. Umpan balik ke SDM (Veithzal, 2004: 315-316).
Pengukuran kinerja karyawan dapat mengadopsi teoriteori tersebut serta Mengaplikasikannya
sesuai kebutuhan dan kondisi masing-masing organisasi atau karyawan yang akan diukur
kinerjanya, di mana variabel-variabel mengenai kinerja karyawan mengacu pada pendapat
yang dikemukakan oleh Higgins (Umar,2005: 113) yakni (a) mutu pekerjaan, (b) kejujuran
pegawai, (c) kehadiran, (d) sikap, (e) kerjasama, (f) pengetahuan, (g) tanggung jawab, (h)
pemanfaatan waktu.
2.2
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
No
Judul Penelitian
1
Pengaruh
Budaya Ada pengaruh positif antara budaya organisasi
Organisasi
Kinerja
Hasil Penelitian
Terhadap terhadap
Pegawai
Sekretariat
pegawai
pada
Sekretariat
Pada Daerah Kabupaten Dairi. Ini berarti semakin baik
Daerah budaya organisasi maka semakin baik pula
Kabupaten Dairi
Sumatera
kinerja
Utara,
kinerja pegawai
Prima pada
Nugraha S. Sinaga 2010
Sekretariat
Daerah
Kabupaten
Dairi.
Dengan kata lain apabila salah satu variabel
terjadi
peningkatan
maka
variabel
yang
berkorelasi juga megalami peningkatan begitu
juga sebaliknya apabila salah satu variabel
mengalami penurunan maka variabel yang
berkorelasi juga akan mengalami penurunan.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa besarnya
pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja
pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten
Dairi
adalah sebesar 38,44 %, dan 61,56 % selebihnya
di pengaruhi oleh faktor lain yang belum
diperhitungkan dalam penelitian ini.
2
Pengaruh
Budaya Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap
Organisasi
Terhadap kinerja pegawai artinya perubahan budaya
Kinerja Pegawai
Kantor
Pada organisasi mempunyai pengaruh searah terhadap
Pelayanan perubahan kinerja pegawai, atau dengan kata lain
Kekayaan
Negara
Dan apabila terjadi peningkatan budaya organisasi
Lelang Makassar (Riska maka akan terjadi peningkatan kinerja pegawai
Pratiwi 2012)
dan secara statistik memiliki pengaruh yang
signifikan.
3
PENGARUH
REWARD nilai koefisien determinasi parsial pada variabel
PUNISHMENT Reward Karyawan (X1) sebesar 37,6%. Nilai
DAN
TERHADAP
KINERJA koefisien
{Survei
Karyawan Punishment Karyawan (X2) sebesar 15,3%. Nilai
PT.
Pada
INKA
parsial
variabel
(Persero) Adjusted R Square sebesar 0,548 menunjukkan
bahwa variabel Reward Karyawan (X1), dan
Madiun}
Galih
determinasi
Dwi
Koencoro Punishment Karyawan (X2), secara simultan
Mochammad AL Musadieq memberikan kontribusi terhadap variabel Kinerja
Heru
2012
Susilo Karyawan (Y) sebesar 54,8%.
4
PENGARUHREWARD
DAN
Reward
Karyawanberikan
pengaruh
yang
PUNISHMENT signifikan terhadap kinerja karyawan dan hal
TERHADAP MOTIVASI tersebut
sesuai
dengan
pendapat
yang di
KERJA
kemukakan oleh Oemar (2007:127) bahwa
SERTA
DAMPAKNYA reward merupakan imbalan yang diberikan
TERHADAP
KINERJA perusahaan kepada karyawan atas kinerja yang
(Studi pada Karyawan PT. telah
Panin Bank
Mikro
diberikan.
Tbk. Area Pengaruh Punishment terhadap Kinerja karyawan
Jombang) Dari
Silfia
penelitian
dapat
Febrianti Simpulkan
Mochammad Al Musadieq Punishment
Arik
di
bahwa
memberikan
pengaruh
yang
Prasetya signifikan terhadap kinerja karyawan sesuai
Fakultas Ilmu Administrasi Dengan
Universitas
diatas
pendapat
yang
Brawijaya (Mangkunegara,
dikemukakan
oleh
2000:130)
“
Malang
Punishment merupakan ancaman hukuman yang
2014
bertujuan
untuk
memperbaiki
karyawan
pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku
dan memberikan pelajaran kepada pelanggar”
5
Analisis Pengaruh Budaya Dengan membandingkan nilai t hitung dengan
Organisasi Dan Motivasi t
tabel.
Terhadap
Kinerja Apabila t tabel > t hitung, maka H0 diterima dan
Karyawan
Susandi H1 ditolak. Apabila t tabel < t hitung, maka H0
Prihayanto (2012)
ditolak dan H1 diterima. Dengan tingkat
signifikansi
b.Dengan
95
persen
menggunakan
angka
(a=5
%).
probabilitas
signifikansi.
Apabila angka probalitas signifikansi > 0,05,
maka H0 diterima dan H1
angka probabilitas
ditolak.
Apabila
2.3
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan
penjelasan diatas,
dapat digambarkan kerangka
pemikiran
mengenai
Pengaruh Penghargaan, Pemberian hukuman, dan Budaya terhadap Kinerja Karyawan adalah
sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
PENGHARGAAN
Penghargaan non finansial
a) Gaji dan upah
b) Tunjangan
c) Bonus/insentif
Penghargaan non finansial
a) Penghargaan interpersonal
b) Promosi:
KINERJA KARYAWAN
PEMBERIAN HUKUMAN
Kualitas Kerja.
a. Hukuman ringan
Kuantitas Kerja.
b. Hukuman sedang
Keandalan
Sikap
BUDAYA ORGANISASI
a. Inovasi dan pengambilan
keputusan
b. Perhatian pada rincian
c. Orientasi pada hasil
d. Orientasi pada orang
e. Orientasi pada orang
f.. Orientasi pada tim
2.4 HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari penelitian yang sedang diuji
kebenarannya secara empiris atau peneliti membuat dugaan sementara atas jawaban
pertanyaan penelitiannya. Empiris adalah menggunakan fakta atau fenomena sebagai sumber
kebenaran untuk menyusun pengetahuan (Sugiyono, 2009:93).
Berdasarkan kajian pustaka, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran, maka dapat
disimpulkan hipotesa sebagai berikut:
Ha1 : Penghargaan berpengaruh terhadap kinerja karyawan
Ha2 : Pemberian hukuman berpengaruh terhadap kinerja karyawan
Ha3 : Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan
Ha4 : Penghargaan, pemberian hukuman, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap
kinerja karyawan
Download