BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan Keberhasilan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Pelayanan
Keberhasilan dalam pemasaran produk sangat ditentukan oleh kualitas
pelayanan yang diberikan perusahaan dalam memasarkan produknya. Kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
(Tjiptono, 2005:259).
Menurut Limakrisna dan Supranto (2007:13), “Layanan
merupakan kegiatan bantuan (peripheral) yang dikerjakan untuk meningkatkan
produk atau jasa primer.
Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai “The extent of discrepancy
between customers expectations or desire and their perceptions”. Dari pernyataan
tersebut dikemukakan bahwa kualitas pelayanan yang diterima konsumen
dinyatakan besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan
tingkat persepsi mereka (Laksana, 2008:36). Kualitas pelayanan dapat diketahui
dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata
mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka terima
atau harapkan terhadap atribut–atribut pelayanan suatu perusahaan.
Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir
pada persepsi pelanggan, dimana persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan
merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu pelayanan. Ini berarti
citra kualitas bukan berasal dari penyedia jasa melainkan dari persepsi pelanggan.
7
Universitas Sumatera Utara
Untuk lebih memahami konsep kualitas pelayanan, ada beberapa atribut yang
harus kita mengerti terlebih dahulu yang berkaitan dengan kualitas pelayanan,
yaitu:
a. Pelayanan merupakan sesuatu yang tak terlihat (intangible).
b. Pelayanan merupakan sesuatu yang heterogen, artinya
dalam
pengukuran kinerja suatu jasa sering bervariasi, tergantung dari sisi
penyedia jasa dan pelanggan.
c. Pelayanan tidak dapat ditempatkan dalam suatu kinerja waktu tertentu,
sehingga penilaiannya dilakukan sepanjang waktu.
Menurut Kasmir (2004:34) ciri-ciri pelayanan yang baik adalah
1. Memiliki pelayanan yang baik
Memiliki karyawan yang professional khususnya yang berhadapan
langsung kepada pelanggan.
2. Adanya sarana dan prasarana yang baik
Tersedianya sarana dan prasanan yang baik yang dapat menunjang
kelancaran penjualan produk ke pelanggan secara cepat dan tepat waktu.
3. Bertanggung jawab kepada setiap pelanggan sejak awal hingga selesai,
dalam hal ini karyawan harus melayani sampai tuntas.
4. Memberikan pelayanan yang baik
Mampu melayani pelanggan secara tepat dan cepat, tentunya dibandingkan
dengan pesaing.
8
Universitas Sumatera Utara
5. Mampu berkomunikasi
Mampu
berkomunikasi
secara
jelas,
menyenangkan
dan
mampu
menangkap keinginan dan kebutuhan pelanggan.
6. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi
Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi, terutama dalam hal
keuangan seperti jumlah transaksi yang terjadi.
7. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik tentang produk yang
dijual dan pengetahuan umum lainnya.
8. Memahami kebutuhan pelanggan
Tersedianya ragam produk yang diinginkan, artinya pelanggan dapat
membeli beragam produk dengan kualitas produk dan pelayanan yang
mereka inginkan.
9. Memberikan kepercayaan kepada pelanggan
Mampu memberikan kepercayaan kepada pelanggan, sehingga pelanggan
merasa yakin dengan apa yang telah dilakukan perusahaan.
Pada model kualitas pelayanan (service quality), kualitas jasa didefinisikan
sebagai penilaian atau sikap global berkenaan dengan superioritas suatu jasa.
Definisi didasarkan pada tiga landasan konseptual utama yaitu (Martin, 2004:8)
diantara lain adalah
a. Kualitas jasa lebih sukar dievaluasi konsumen daripada kualitas barang.
b. Persepsi terhadap kualitas jasa merupakan hasil dari perbandingan antara
harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa.
9
Universitas Sumatera Utara
c. Evaluasi kualitas tidak hanya dilakukan atas hasil jasa, namun juga
mencakup evaluasi terhadap proses penyampaian jasa.
Servqual menghubungkan pandangan dari pelanggan dan penyedia jasa
mengenai kualitas pelayanan, serta merupakan dasar yang baik dalam memahami,
mengukur dan memperbaiki kualitas pelayanan. Model ini lebih dikenal sebagai
model analisis kesenjangan, yang merupakan alat untuk menganalisis penyebab
dari masalah pelayanan dan untuk memahami bagaiman kualitas pelayanan dapat
diperbaiki).
Servqual merupakan alat yang efektif untuk mengukur tingkat
kepuasan pelanggan dengan mengukur kelima dimensi dari kualitas pelayanan.
Model ini terdiri dari dua bagian, dimana bagian awal berisikan harapan
pelanggan dan bagian kedua merupakan persepsi pelanggan akan pelayanan yang
diterima. Sebuah skor untuk kualitas pelayanan dihitung dari selisih antara nilai
peringat yang diberikan pelanggan untuk sepasang pernyataan harapan dan
persepsi.
Servqual dan kelima dimensi kualitas dapat membantu perusahaan
dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan kualitas pelayanan dan
dalam membuat kebijakan untuk menghilangkan kesenjangan yang dapat
mempengaruhi kesenjangan yang dapat mempengaruhi persepsi pelanggan
terhadap kualitas pelayanan. (Kotler, 2000:2jj41).
Menurut Laksana (2008:91) konsep kualitas pelayanan terdiri dari 5 (lima)
dimensi antara lain meliputi:
a. Berwujud (tangible) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil, dan media
komunikasi.
Sangat penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui
seberapa jauh aspek bukti langsung yang paling tepat, yaitu masih
10
Universitas Sumatera Utara
memberikan impresi yang
positif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan.
b. Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
disajikan dengan tepat dan terpercaya. Determinan ini mencakup 2 (dua)
hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan
dipercaya
(dependability),
berarti
perusahaan
harus
memberikan
jasa/pelayanannya secara tepat sejak saat pertama (right the first time)
sesuai dengan jadwal pelayanan yang disepakati. Dibandingkan dengan
keempat dimensi yang lainnya, dimensi ini sering dipersepsi paling
penting bagi pelanggan dan berbagai industri jasa.
c. Daya Tanggap (responsiveness) yaitu keinginan untuk membantu para
konsumen dan memberikan pelayanan dengan sebaik mungkin, yang
meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta
penanganan keluhan yang memuaskan sejak proses penjualan hingga
purna jualnya (serviceability). Daya tanggap merupakan dimensi kualitas
pelayanan yang paling dinamis. Pelayanan yang tanggap juga dipengaruhi
oleh sikap staf atau karyawan.
d. Jaminan (assurance) yaitu pengetahuan dan kesopan santunan para
pegawai perusahaan serta kemampuan menumbuhkan rasa percaya diri
konsumen terhadap perusahaan.
e. Empati (empathy) yaitu memberi perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan
11
Universitas Sumatera Utara
memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian
yang aman dari pelanggan. Empati merupakan ketetapan memperdulikan
serta perhatian secara pribadi ke pelanggan.atribut pembentuk dimensi
empati berupa jam kerja, perhatian didalam pelayanan, menjadikan
pelanggan tertarik kepada perusahaan,perhatian pribadi kepada pelanggan,
dan memahami kebutuhan pelanggan
Untuk lebih memahami konsep kualitas pelayanan, ada beberapa atribut
yang harus kita mengerti terlebih dahulu yang berkaitan dengan kualitas
pelayanan, yaitu:
1. Pelayanan merupakan sesuatu yang tak terlihat (intangible).
2. Pelayanan merupakan sesuatu yang heterogen, artinya
dalam
pengukuran kinerja suatu jasa sering bervariasi, tergantung dari sisi
penyedia jasa dan pelanggan.
3. Pelayanan tidak dapat ditempatkan dalam suatu kinerja waktu tertentu,
sehingga penilaiannya dilakukan sepanjang waktu.
Menurut Kotler (2005:42) menyatakan bahwa cara mengukur kualitas pelayanan
dapat berfokus pada dua macam riset, yaitu:
1. Riset konsumen
Mengkaji perspektif konsumen mengenai kekuatan dan kelemahan
perusahaan, serta meliputi aspek-aspek seperti komplain konsumen,
survey purna jual, wawancara kelompok fokus, dan survei kualitas
jasa.
12
Universitas Sumatera Utara
2. Riset non-konsumen
Mengkaji perspektif karyawan mengenai kelemahan dan kekuatan
perusahaan, serta kinerja karyawan, dan juga dapt menilai kinerja jasa
pesaing dan dapat dijadikan basis perbandingan.
2.2 Kepuasan Pelanggan
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup
baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat) sehingga kepuasan bisa
diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai”.
Kepuasan pelanggan merupakan respon berupa perasaan puas yang timbul karena
perjalanan mengonsumsi suatu produk.
Menurut Simamora (2003:18), kepuasan pelanggan adalah hasil pengalaman
terhadap produk. Ini adalah sebuah perasaan konsumen setelah membandingkan
antar-harapan
(prepurchase
expectation)
dengan
kinerja
aktual
(actual
performance) produk.
Menurut Kotler (2005:36) kepuasan pelanggan adalah sebagian perasaan
suka/tidak kepada seseorang terhadap suatu produk setelah membandingkan
antara persepsi terhadap hasil produk dengan harapan. Lebih spesifik, kepuasan
pelanggan berarti sejauh mana anggapan terhadap kualitas produk dalam
memenuhi harapan pelanggan. Jika kualitas produk lebih rendah dibandingkan
dengan harapan, maka pelanggan tersebut tidak puas atau kecewa. Sebaliknya,
jika kualitasnya sesuai atau bahkan melebihi harapan, pelanggan tersebut akan
merasa puas.
13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Lupioyadi (2006:192), manfaat yang diterima oleh perusahaan
dengan tercapainya tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi adalah meningkatkan
loyalitas pelanggan dan mencegah perputaran pelanggan, mengurangi sensivitas
pelanggan terhadap harga, mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh
meningkatnya
jumlah
pelanggan,
meningkatnya
efektivitas
iklan
dan
meningkatnya reputasi bisnis. Mencapai tingkat kepuasan pelanggan tertinggi
adalah tujuan utama pemasaran.
Menurut Sunarto (2006:6), adapun elemen yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan yaitu:
1. Kebijakan manajemen
2. Struktur pelayanan
3. Tindakan petugas pelayanan digaris depan
Pada kenyataannya, akhir-akhir ini banyak perhatian tercurah pada konsep
kepuasan “total” yang implikasinya adalah mencapai kepuasan sebagian saja
tidaklah cukup untuk membuat pelanggan setia dan kembali lagi. Ketika
pelanggan merasa puas terhadap pelayanan yang didapatkan pada saat proses
transaksi dan puas terhadap barang atau jasa yang mereka dapatkan, besar
kemungkinan mereka akan kembali lagi dan melakukan pembelian ulang.
Menurut Kotler (2005:38) ada 4 (empat) perangkat untuk mengukur tingkat
kepuasan pelanggan yaitu:
a. Sistem keluhan dan saran (complain and suggestion system), sebuah
perusahaan yang berorientasi pada pelanggan, biasanya menyediakan
formulir/kotak,
saran/hot-lines
dengan
nomor
gratis
sehingga
14
Universitas Sumatera Utara
mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan.
Perusahaan juga mempekerjakan staf khusus untuk segera menangani
keluhan pelanggannya.
b. Survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey), perusahaan
melaksanakan survei secara berkala kepada pelanggan di berbagai tempat
untuk mengetahui apakah mereka puas dengan apa yang ditawarkan oleh
perusahaan, melalui pembagian kuesioner, interview langsung, telepon,
atau e-mail. Hal ini dilakukan untuk memperoleh umpan balik secara
langsung dari pelanggan. Pelanggan lebih respek terhadap perusahaan
karena merasa diperhatikan oleh perusahaan tersebut.
c. Menyamar berbelanja (ghost shopping), perusahaan menempatkan
karyawannya bertindak sebagai pembeli potensial dengan tujuan untuk
mengetahui apakah produk atau jasa yang diberikan sesuai dengan standar
perusahaan dan melaporkan hasil temuan tentang kekuatan dan kelemahan
ketika membeli produk atau jasa perusahaan bahkan dimiliki oleh
pesaingnya.
d. Analisis pelanggan yang hilang (customer loss rate analysis), perusahaan
melakukan analisa penyebab dari para pelanggan yang berhenti membeli
atau berganti kepada perusahaan lainnya. Perusahaan menghubungi secara
langsung pelanggannya untuk mengetahui penyebab hal tersebut sehingga
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan
perbaikan di masa
sekarang dan akan datang, dan diharapkan
pelanggannya selalu loyal terhadap perusahaan.
15
Universitas Sumatera Utara
Menurut Lupiyoadi (2006:158) dalam menentukan tingkat kepuasan
pelanggan, terdapat 5 (lima) faktor utama yang harus diperhatikan oleh
perusahaan adalah
a. Kualitas produk
Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
b. Kualitas pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang
baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
c. Emosional
Kepuasan yang diperoleh berasal dari nilai sosial yang membuat
pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu.
d. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggan.
e. Biaya
Pelanggan akan merasa puas apabila ia tidak perlu mengeluarkan nilai
tambah atau tidak perlu membuang waktu untuk memperoleh biaya yang
diharapkan.
2.4 Perilaku Konsumen
Menurut Hawkins, dkk (dalam Tjiptono, 2005:40), Perilaku konsumen
merupakan studi mengenai individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang
16
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dalam memilih, menentukan, mendapatkan, menggunakan, dan
menghentikan pemakaian produk, jasa, pengalaman, dan dampak dari proses–
proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat.
Menurut Hasan (2008:129), Perilaku konsumen merupakan respon
psikologis yang kompleks, yang muncul dalam bentuk perilaku-tindakan yang
khas secara perorangan yang langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan
menggunakan produk, serta menentukan proses pengambilan keputusan dalam
melakukan pembelian produk, termasuk dalam melakukan pembelian ulang.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut
Laksana (2008:26) adalah sebagai berikut:
a. Faktor Budaya
Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas terhadap perilaku berbelanja
konsumen, menurut Kotler (dalam Laksana, 2008:27) budaya merupakan
penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Faktor budaya
adalah kelas pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen
yang tersusun secara hirarki dan memiliki anggota dengan nilai-nilai,
minat dan perilaku serupa.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial meliputi kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status
sosial.
Acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap. Keluarga adalah organisasi
pembelian yang paling penting dalam masyarakat, sedangkan peran adalah
17
Universitas Sumatera Utara
posisi seseorang dalam tiap-tiap kelompok dan status merupakan peran
yang dimainkan oleh seseorang.
c. Faktor pribadi
Karakteristik pribadi dapat mempengaruhi keputusan pembelian suatu
produk yang meliputi usia dan tahap siklus hidup pekerja, keadaan
ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
d. Faktor Psikologis
Pilihan pembeli dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: motivasi, motif,
persepsi dan proses.
2.5 Keputusan Pembelian
Secara umum keputusan penggunaan berkaitan erat dengan keputusan
pembelian. Sebab setelah suatu produk telah dibeli maka produk tersebut akan
digunakan atau dipakai sesuai dengan keperluannya.
Keputusan pembelian merupakan keputusan konsumen untuk membeli suatu
produk setelah sebelumnya memikirkan tentang layak tidaknya membeli produk
itu dengan mempertimbangkan informasi–informasi yang ia ketahui dengan
realitas tentang produk itu setelah ia menyaksikannya.
Menurut Hasan
(2008:139), proses pengambilan keputusan pembelian berakhir pada tahap
perilaku purnabeli di mana konsumen merasakan tingkat kepuasan dan
ketidakpuasan yang dirasakan akan mempengaruhi perilaku berikutnya.
Menurut Kotler (2005:202), “Karakteristik pembeli dan proses pengambilan
keputusannya akan menimbulkan keputusan pembelian”.
Tahapan-tahapan
dalam keputusan pembelian adalah:
18
Universitas Sumatera Utara
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Sesudah
Pembelian
Sumber
: Kotler (2005)
Gambar 2.1 : Model Lima Tahap Proses Pembelian
a. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah atau
kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan yang
nyata dengan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan ini dapat dipicu oleh
stimuli intern atau ekstern.
b. Pencarian Informasi
Seorang konsumen tergerak oleh stimuli akan berusaha untuk mencari
lebih banyak informasi. Melalui pengumpulan informasi, konsumen
mengetahui merek-merek bersaing dan keistimewaan masing-masing
merek.
c. Evaluasi Alternatif
Konsumen kemudian sampai pada pendirian (pertimbangan, preferensi)
terhadap alternatif merek. Konsumen menggunakan prosedur alternatif
berbeda-beda untuk membuat suatu pilihan antara objek-objek dengan
atribut banyak.
d. Keputusan Pembelian
Konsumen membentuk preferensi di antara merek-merek dalam kelompok
pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk suatu maksud pembelian
untuk membeli merek yang paling disukai.
19
Universitas Sumatera Utara
e. Perilaku Sesudah Pembelian
Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat
kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen juga akan melakukan tindakan
setelah pembelian dan menggunakan produk tersebut yang mendapat
perhatian dari pemasar.
Menurut Supranto dan Limakrisna (2007:229) ada tiga perilaku setelah melakukan
pembelian yaitu:
1. Ketidakcocokan Pasca Pembelian
Pembelian suatu jenis produk dapat memuaskan atau mengecewakan
konsumen. Puas kalau terjadi kecocokan dan tidak puas (kecewa)
kalau
terjadi
ketidakcocokan.
Pembeli
yang
kecewa
akan
menyampaikan keluhan, jika keluhan cepat ditanggapi oleh pemasar,
masalah tersebut akan cepat terselesaikan dan konsumen dapat
berubah
menjadi
puas,
kemudian
menjadi
loyal.
Konsumen
mempunyai komitmen yaitu membeli secara berulang dengan
meningkatkan penggunaan produk atau dapat juga kecewa yang
menyebabkan pergantiaan merek atau tidak menggunakan produk
tersebut.
2. Produk Dipergunakan
Kebanyakan pembelian konsumen melibatkan pembuatan keputusan
yang terbatas, oleh karena itu tidak menimbulkan kekecewaan artinya
barang yang dibeli cocok.
20
Universitas Sumatera Utara
3. Produk Tidak Dipergunakan
Produk yang tidak dipergunakan terjadi jika seorang konsumen secara
aktif mendapatkan produk yang tidak dipergunakan atau dipergunakan
hanya sebagai serap, atau sebagai pengganti, relatif terhadap
penggunaan yang potensial.
2.6 Pembelian Ulang Produk
Pembelian adalah memperoleh sesuatu dengan membayar uang atau
memperoleh sesuatu dengan pengorbanan.
Perilaku membeli timbul karena
didahului oleh adanya minat membeli, minat tersebut muncul disebabkan oleh
persepsi yang didapatkan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik.
Pembelian ulang (repeat purchase) adalah kegiatan pembelian yang
dilakukan lebih dari satu kali atau beberapa kali.
Kepuasan yang diperoleh
seorang konsumen, dapat mendorong ia melakukan pembelian ulang (repeat
purchase), yang akhirnya menjadi loyal terhadap produk atau loyal terhadap toko
tempat dia membeli barang sehingga konsumen dapat menceritakan hal-hal yang
baik kepada orang lain.
Menurut Schiffman & Kanuk (2000:42) perilaku pembelian ulang itu sangat
berhubungan dengan konsep dari brand loyalty, dimana kebanyakan perusahaan
mendukung karena hal ini memiliki kontribusi yang besar untuk kestabilan yang
baik didalam market place. Menurut Kapferer dan Laurent (dalam Tjiptono,
2005:231), perilaku pembelian ulang (repeat purchasing behaviour) bisa
dijabarkan menjadi dua kemungkinan, yakni loyalitas dan inersia. Faktor
pembedanya adalah sensitivitas merek (brand sensitivity) yang didefinisikan
21
Universitas Sumatera Utara
sebagai ”sejauh mana nama merek memainkan peranan kunci dalam pemilihan
alternatif dalam kategori produk tertentu. ”Sensitivitas merek dipengaruhi persepsi
terhadap perbedaan antar merek dan tingkat keterlibatan konsumen dalam kategori
produk. Perilaku pembelian ulang dalam situasi sensitivitas merek yang kuat
dikategorikan sebagai loyalitas, dimana konsumen cenderung membeli ulang
merek yang sama dan menganggap pilihan merek sangat penting baginya.
Konsumen yang merasa senang dan puas akan barang/jasa yang telah
dibelinya, akan berpikir untuk membeli ulang kembali barang/jasa tersebut.
Pembelian yang berulang akan membuat konsumen menjadi loyal terhadap suatu
barang/jasa. Akumulasi dari pengalaman dan pengetahuan konsumen terhadap
suatu merek merupakan faktor yang dapat mempengaruhi konsumen untuk
melakukan pembelian kembali merek yang sama. Konsumen beranggapan bahwa
hal ini lebih ekonomis dan efisien daripada konsumen harus kembali mencari tahu
tentang brand yang lain.
2.7 Penelitian Terdahulu
Wibisaputra (2011) meneliti Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Minat Beli Ulang Gas Elpiji 3 KG (Di PT. Candi Agung Pratama Semarang).
Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis dan menguji pengaruh harga,
promosi dan kualitas pelayanan terhadap minat beli ulang gas elpiji 3 kg. Jumlah
sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang responden. Penelitian tersebut
menunjukkan pengaruh yang signifikan antara harga (X1), promosi (X2) dan
kualitas pelayanan (X3) terhadap minat beli ulang (Y). Faktor yang berpengaruh
dominan terhadap minat beli ulang pada gas elpiji 3 kg adalah variabel harga.
22
Universitas Sumatera Utara
Tandanu (2009) dengan judul “Pengaruh Lokasi Dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Minat Pembelian Ulang Pada CV Brastagi Supermarket Jl. Gatot
Subroto Medan”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
hubungan pengaruh lokasi dan kualitas pelayanan terhadap minat pembelian ulang
pada CV Brastagi Supermarket Jl. Gatot Subroto Medan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan terhadap minat pembelian
ulang pada CV Brastagi Supermarket Medan, dengan jumlah responden 100 orang
responden. Dari penelitian faktor yang paling dominan adalah kualitas pelayanan.
Burhanudin (2007) dengan judul “Analisis Konsekuensi Kepuasan Dan
Penyesalan Pada Niat Melakukan Pembelian Ulang Dan Niat Melakukan
Komplain”. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara
kepuasan, penyesalan pada niat melakukan pembelian ulang dan niat melakukan
komplain. Hasil penelitian ini adalah penyesalan berpengaruh negatif terhadap
niat melakukan pembelian ulang, artinya makin besar penyesalan yang dirasakan
maka makin kecil niat untuk
melakukan pembelian ulang. Kepuasan
mempengaruhi secara positif niat untuk melakukan pembelian ulang, artinya
semakin tinggi kepuasan yang diterima maka semakin besar pula niat untuk
melakukan pembelian ulang. Penyesalan tidak mempengaruhi niat untuk
melakukan komplain karena konsumen akan melakukan perpindahan merek pada
saat dia membutuhkan kembali produk yang sama di masa mendatang. Kepuasan
memiliki pengaruh negatif terhadap niat melakukan komplain.
23
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual sebagai pedoman arah tujuan penelitian dan membantu
pemilihan konsep-konsep yang diperlukan guna pembentukan hipotesisnya.
Keberhasilan suatu pemasaran produk dapat ditentukan melalui kualitas
pelayanan, dimana kualitas pelayanan yang diterima konsumen dinyatakan dalam
besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan persepsi
mereka.
Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan
pelanggan. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dikatakan baik dan memuaskan. Sebaliknya,
apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan tidak sesuai (di bawah) dengan
yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dikatakan buruk atau tidak
memuaskan.
Dimensi dari kualitas pelayanan terdiri dari penampilan fisik,
keandalan, ketanggapan, jaminan dan empati yang berpengaruh terhadap niat
pembelian ulang (Laksana 2008).
Kotler (2005) berpendapat kepuasan pelanggan adalah sebagian pemasaran
suka/tidak kepada seseorang terhadap suatu produk setelah membandingkan
antara persepsi terhadap hasil produk dengan harapan. Apabila pelanggan merasa
puas, maka pelanggan akan membeli kembali produk dan pelanggan cenderung
akan memberikan referensi yang baik terhadap produk kepada orang lain.
Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi perubahan sikap (dalam pilihan
supplier) yang pada gilirannya berpengaruh pada pembelian ulang, dengan tingkat
kepuasan yang tinggi dapat meningkatkan kemungkinan suatu merk dapat melekat
dalam ingatan pelanggan.
24
Universitas Sumatera Utara
Berikut gambar kerangka konseptual dalam penelitian adalah
Kualitas
pelayanan (X1)
Pembelian Ulang
(Y)
Kepuasan
pelanggan (X2)
Sumber
: Laksana (2008), Kotler (2005) data diolah penulis
Gambar 2.2: Kerangka konseptul
2.9 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan (Sugiyono 2007: 70).
Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis yang diajukan yaitu: diduga
sebagai berikut:
a. Kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pembelian ulang produk pada depot Lia Water.
b. Faktor kepuasan pelanggan merupakan variabel yang paling dominan
dalam mempengaruhi pembelian ulang produk pada depot Lia Water.
25
Universitas Sumatera Utara
Download