tinjauan pustaka

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
Unsur Cuaca dan Lingkungan Hidup Sapi Fries Holland
Lingkungan hidup hewan adalah total kondisi eksternal yang mempengaruhi
perkembangan, respon, dan pertumbuhan hewan tersebut. Terdapat tiga faktor dalam
lingkungan yaitu sosial, fisik, dan panas. Faktor panas adalah suhu udara,
kelembaban relatif, kecepatan angin, dan radiasi (Esmay 1982). Suhu udara
(Tdb/Drybulb temperature) didefinisikan dengan temperatur gas atau campuran gas
yang diindikasikan oleh termometer yang terlindungi dari radiasi. Hasil Pengukuran
suhu udara biasa digunakan untuk mendeskripsikan panas lingkungan (Yousef 1984).
Ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimum untuk kehidupan dan
produksinya (McDowell 1974). Penampilan produksi terbaik sapi perah peranakan
Fries Holland akan dicapai pada suhu lingkungan 18.3oC dengan kelembaban 55%
(Sutardi 1981).
Kelembaban adalah uap air di udara. Kelembaban relatif adalah perbandingan
uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air dalam kondisi jenuh. Intensitas
panas lingkungan tergantung pada suhu udara dan kelembaban relatif (Yousef 1984).
Kelembaban adalah faktor pembatas stres panas pada iklim lembab, sedangkan suhu
udara kering adalah faktor pembatas stres panas pada iklim kering (Bohmanova
2007).
Indeks yang baik untuk mengukur panas lingkungan dan efeknya telah
dikembangkan untuk sapi yang disebut temperature-humidity index atau THI
(Yousef 1984). Klasifikasi THI yang mengacu pada Pennington dan Van Devender
(2004) yaitu, klasifikasi THI dibagi menjadi tiga kategori diantaranya cekaman
ringan (nilai THI = 72 – 79), cekaman sedang (nilai THI = 80 – 89), dan cekaman
berat (nilai THI = 90 – 98). Bentuk keeratan hubungan antara nilai THI dengan
performa fisiologis ternak tampak pada peubah produksi susu, konsumsi hay, dan
suhu rektal. Sapi FH dapat menghasilkan susu secara maksimal apabila lingkungan
hidupnya berada pada kisaran angka THI antara 35 – 72 (Johnson 1984).
Peningkatan satu angka THI memiliki pengaruh berupa penurunan 0.26 kg produksi
susu, penurunan 0.23 kg konsumsi hay, dan peningkatan 0.12oC suhu rektal (Johnson
1984). Sapi perah yang terkena cekaman panas memiliki gejala yang sangat jelas,
terutama dalam hal penurunan produksi susu dan perilaku sapi yang terlihat lesu.
6
Pertanda umum yang tampak pada saat sapi perah tercekam pada suhu sekitar 26.6oC
hingga 32.2oC dan kelembaban udara berkisar antara 50 hingga 90%, yaitu laju
respirasi yang cepat, berkeringat sebanyak-banyaknya, dan penurunan kira-kira 10%
pada produksi susu dan konsumsi pakan (Pennington & VanDevender 2004).
Peningkatan radiasi sinar matahari juga dapat menyebabkan cekaman panas
pada ternak selain oleh suhu dan kelembaban udara. Radiasi matahari dalam suatu
lingkungan berasal dari dua sumber utama, yaitu temperatur matahari yang tinggi
dan radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfir (Yousef 1984). Pindah panas
secara radiasi dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari atau bahan, kecepatan
angin, dan suhu lingkungan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suhu
lingkungan mikro (sekitar kandang) sebesar 5oC dapat meningkatkan produksi susu
Sapi FH sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman 2005).
Tabel 1 Indeks suhu dan kelembaban lingkungan
o
C
Kelembaban Relatif (%)
Keterangan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
18
61
61
62
62
62
63
63
63
64
64
64
19
62
62
63
63
63
64
64
65
65
66
66
20
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68 Stress
21
63
64
65
65
66
67
67
68
69
69
70 Threshold
22
64
65
66
66
67
68
69
69
70
71
72
23
65
66
67
67
68
69
70
71
72
73
73 Mild to
24
66
67
68
69
70
70
71
72
73
74
75 Moderate
25
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77 Stress
26
67
69
70
71
72
73
74
75
77
78
79
27
68
69
71
72
73
74
76
77
78
79
81
28
69
70
72
73
74
76
77
78
80
81
82 Moderate
29
70
71
73
74
76
77
78
80
81
83
84 to Severe
30
71
72
74
75
77
78
80
81
83
84
86 Stress
31
71
73
75
76
78
80
81
83
85
86
88
32
33
72
73
74
75
76
77
77
79
79
80
81
82
83
84
84
86
86
88
88
90
90
91 Severe
34
35
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
85
87
87
89
89
91
91
93
93 Stress
95
Sumber: Lang (2011).
7
Cekaman panas lingkungan ternak dapat teratasi bila ada angin yang cukup.
Angin dapat digunakan untuk mereduksi cekaman panas pada ternak. Transfer panas
dengan konveksi dan evaporasi antara ternak dengan lingkungan dipengaruhi oleh
kecepatan angin sebanyak 25%. Hadi (1995) menyampaikan hasil pengamatannya
yaitu, terjadi perubahan suhu rektal, suhu kulit, suhu tubuh, dan frekuensi pernafasan
pada Sapi FH akibat pemberian kecepatan angin (1.125 m/det) yang dilakukan pada
siang hari (pukul 11.00 – 13.00 WIB) dan malam hari (pukul 19.00–21.00 WIB).
Kecepatan angin di bawah 4 m/s tergolong rendah dan cara mengukur kecepatan
angin adalah setinggi tubuh ternak (Gebremedhin 1984).
Pemanfaatan Pakan dan Ruminasi
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik
berupa bahan organik maupun anorganik) yang sebagian atau seluruhnya dapat
dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Palatabilitas memiliki pengaruh besar
terhadap konsumsi pakan pada ruminansia dan sensor terhadap rasa sangat
berkembang pada ternak sapi (Albright 1992). Konsentrat yang manis, dengan kadar
karbohidrat larut air yang sama (198 g/kg bk), dikonsumsi ternak lebih cepat
dibanding konsentrat yang asin dan pahit tanpa bahan aditif lain (Chiy & Phillips
1999). Fungsi fisiologis dari pakan adalah menyediakan bahan-bahan untuk
membangun dan memperbaharui jaringan tubuh yang aus atau terpakai, mengatur
kelestarian proses-proses dalam tubuh dan kondisi lingkungan dalam tubuh, dan
menyediakan energi untuk melangsungkan berbagai proses dalam tubuh. Prosesproses tersebut termasuk transportasi aktif ion melewati membrane sel (seperti ion
kalsium dan natrium), siklus protein dan substrat lainnya.
Hasil metabolisme dapat digunakan oleh hewan untuk reproduksi, produksi
wol dan serat, dan susu pada saat laktasi, dan produksi telur pada ayam betina
(Lawrence & Fowler 2002). Energi dibutuhkan untuk mendukung fungsi normal
tubuh ternak seperti respirasi, pencernaan, dan metabolisme untuk pertumbuhan dan
produksi susu. Sapi dara yang sedang tumbuh memerlukan ekstra energi untuk
jaringan tubuhnya selama pertumbuhan dari anak hingga menjadi ternak dewasa
(Etgen 1987).
8
Pemanfaatan Pakan pada Berbagai Kondisi Fisiologis
Kebutuhan pakan pada makhluk hidup berbeda-beda sesuai dengan karakter
fisiologisnya, diantaranya bergantung pada tingkat stres terhadap cekaman panas dan
fase pertumbuhan. Pada ruminan dewasa, hasil fermentasi karbohidrat berupa VFA
(volatile fatty acid) diserap langsung melalui dinding rumen, hanya sedikit bagian
dari VFA yang termetabolisme dalam dinding rumen (Parakkasi 1995). VFA
merupakan sumber energi utama pada ruminansia. Lemak pakan dalam rumen
ruminansia dewasa mengalami proses hidrolisis, fermentasi gliserol dan galaktosa,
dan hidrogenasi asam lemak tak jenuh oleh mikroorganisme rumen. Hidrolisis lemak
pada anak sapi sangat terbatas kesanggupannya sehingga banyak di antara lemak
tersebut harus diserap secara langsung masuk ke dalam saluran limfe (Parakkasi
1995). Karbohidrat pun tidak semuanya dapat dicerna oleh anak sapi, karena belum
berkembangnya enzim-enzim pencerna karbohidrat tersebut.
Zat pakan yang dapat berfungsi baik bagi tubuh sebagai sumber energi adalah
karbohidrat, protein, dan lemak. Bahan-bahan pakan tersebut memiliki karakter
nutrisi dan efek yang berbeda-beda terhadap kondisi fisiologis ternak. Makanan yang
berserat menghasilkan panas yang paling tinggi dalam proses pencernaannya,
kemudian diikuti oleh protein, karbohidrat dan disusul oleh lemak. Satu gram
karbohidrat, lemak, dan protein menghasilkan berturut-turut 5.6 kcal/gram, 9.4
kcal/gram, dan 4.1 kcal/gram. Lemak memiliki kadar energi yang paling tinggi, akan
tetapi, lemak menghasilkan panas terbuang/heat increament yang relatif lebih rendah
dibanding protein dan karbohidrat (Parakkasi 1995). Penambahan lemak dalam
ransum dapat meningkatkan konsumsi energi. Zat pakan yang memiliki kandungan
kalori tinggi dan heat increament rendah seperti lemak sangat sesuai diberikan bila
ada cekaman panas.
Pemanfaatan Pakan saat Cekaman Panas
Kandungan energi pakan harus dimodifikasi selama suhu tinggi. Konsentrasi
energi harus ditingkatkan 10% selama stress panas, sedangkan konsentrasi nutrisi
lain juga ditingkatkan 25% (Rao et al. 2002). Peranan lemak pakan adalah sebagai
sumber energi melalui konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis
lemak menjadi VFA. Konsentrasi energi (DE atau TDN) yang sesuai/baik lebih
tinggi pada pakan yang disuplementasi lemak dibanding yang tidak (P<0.05). Ternak
9
sapi yang diberi pakan dengan suplementasi lemak sebanyak rata-rata 1.2 Mkal/hari,
energinya lebih banyak yang tercerna dibandingkan yang tidak disuplementasi lemak
(Weiss & Wyatt 2004).
Penambahan 10% kadar lemak pada konsentrat atau 3% dari seluruh ransum
tidak memberikan efek yang relatif besar pada konsumsi bahan kering atau
kecernaan dan yang terbaik adalah pada penambahan lemak dengan kadar maksimal
5% dan telah direkomendasikan untuk sapi perah di Swedia (Spőrndly 2003). Hasil
penelitian lainnya menunjukkan bahwa, ternak ruminansia mampu mentoleransi
kandungan lemak pakan hingga 10% tanpa mengalami gangguan pencernaan.
Penambahan lemak dalam pakan sapi perah memiliki keuntungan lain yaitu:
1. Meningkatkan densitas kalori dari ransum, terutama jika konsumsi pakan terbatas
oleh bahan pakan pengisi perut seperti rumput atau jerami padi.
2. Membatasi kebutuhan konsentrat yang mengandung karbohidrat kaya energi.
Konsentrat seperti ini umumnya diberikan pada sapi perah dalam stadium awal
laktasi dimana sapi perah dalam kondisi keseimbangan energi negatif.
3. Lemak atau minyak dengan lebih banyak asam lemak jenuh lebih disukai untuk
iklim panas lembab.
4. Konsumsi meningkat di atas 17% pada penambahan 5% lemak pada unggas yang
mengalami stres panas karena lemak memperbaiki palatabilitas (Rao et al. 2002).
5. Lemak dapat meningkatkan palatabilitas pakan dan mampu memberikan rasa
kenyang lebih lama.
6. Membantu absorbsi vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Piliang &
Djojosoebagio 2006).
Minyak Kelapa
Minyak kelapa murni adalah minyak kelapa yang dibuat dari bahan baku
kelapa segar, diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa pemanasan sama
sekali dan tanpa bahan kimia dan RBD (refined, bleached, dan deodorized). Minyak
kelapa penting bagi metabolisme tubuh karena mengandung vitamin-vitamin yang
larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K serta provitamin A (karoten).
Minyak kelapa juga mengandung sejumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh. Komposisi asam-asam lemak yang dianalisis dari kopra yang didapat dari
beberapa varietas, yaitu asam laurat 36.12-38.28%, asam miristat 13.42-15.90%,
10
asam kaprilat 8.78-11.10%, asam kaprat 6.38-8.08%, asam palmitat 6.48-7.95%,
asam oleat 4.27-5.26%, asam stearat 1.76-2.54%, dan asam linoleat 1.44-1.66%.
Hasil analisis minyak kelapa murni/vco tersebut diperoleh rata-rata asam lemak
rantai sedang 56-57% dengan kadar asam laurat 43%. Asam lemak rantai sedang
lainnya yang mempunyai khasiat untuk kesehatan adalah asam kaprat, asam oleat
(Omega-9), dan asam linoleat (Omega-6).
Efisiensi penggunaan bahan kering ransum tertinggi dicapai pada pemberian
minyak kelapa 200 gr/ekor/hari yang setara dengan penambahan 3.73% lemak dari
baban kering ransum (Anggarawati 1980). Kandungan energi tercerna minyak kelapa
sebesar 0.8 kcal/kg dan koefisien cerna protein dan ether extract lebih besar saat
pakan mengandung minyak kelapa sebanyak 10% (Creswell & Brooks 1971). Hasil
penelitian Sitoresmi (2009) menunjukkan, pemberian minyak kelapa paling besar
pengaruhnya terhadap penurunan jumlah protozoa dan produksi metan. Penambahan
minyak hingga level 5% mampu menurunkan produksi metan hingga 15.80% tanpa
berefek negatif terhadap kadar NH3, kadar VFA, aktivitas CMC-ase, dan kadar
protein mikrobia. Nilai kalori yang tinggi dari lemak sangat sesuai digunakan sebagai
pakan untuk meningkatkan rasio densitas energi pakan tanpa terlalu menambah
peningkatan panas hasil fermentasi sistem pencernaan (Wang et al. 2010).
Pemanfaatan Pakan pada Berbagai Aktivitas
Energi metabolis sesuai dengan karakter metabolisme hewan dan juga
bergantung pada panas, aktivitas, dan pertumbuhan (Lawrence & Fowler 2002).
Aktivitas dapat meningkatkan panas tubuh metabolis. Pada kasus yang sederhana
seperti aktivitas berdiri dari posisi duduk, dapat meningkatkan produksi panas
metabolis dari 40% menjadi 45% berdasarkan pengukuran menggunakan
kalorimeter. Hasil studi pada burung unta menunjukan, terdapat perbedaan panas
tubuh metabolis pada saat burung diam hingga berlari. Produksi panas metabolis
pada saat istirahat (diam), lebih rendah, karena terjadi perubahan poetur saat berlari,
perubahan pada pelepasan panas sensibel, dan atau peningkatan suhu tubuh karena
berlari (Yousef 1985).
Ruminasi
Ruminasi dipengaruhi oleh faktor-faktor nutrisi seperti kecernaan pakan,
konsumsi NDF, komposisi pakan, dan kualitas bahan baku. Peningkatan jumlah
11
lemak jenuh yang melintasi duodenum, dapat meningkatkan waktu ruminasi harian
(Harvatine & Allen 2005). Peningkatan efisiensi mengunyah saat ruminasi adalah
salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya konsumsi/cerna setelah ternak
disapih dan bersamaan dengan meningkatnya fungsi-fungsi rumen yang lain (Hooper
& Welch 1983). Peningkatan mengunyah pada saat ruminasi seiring dengan
meningkatnya konsumsi hay (Bae et al. 1979). Peningkatan ruminasi pada sapi perah
berpengaruh terhadap peningkatan produksi saliva dan peningkatan kesehatan rumen.
Berdasarkan hasil observasi menggunakan Hi-Tag rumination monitoring system,
waktu yang diperlukan untuk ruminasi selama 35.1 ± 3.2 menit, waktu tersebut
hampir sama dengan pengamatan langsung yaitu selama 34.7 ± 20.3 menit
(Schirmann 2009).
Produksi Panas
Panas yang dihasilkan dari dalam tubuh dikenal sebagai produksi panas.
Menurut Ganong (1983), produksi panas ini merupakan hasil aktivitas metabolisme
basal "Specific Dynamic Action" dari makanan dan kegiatan otot. Produksi panas
metabolis dihasilkan dari energi kimia bahan makanan yang ditransfer menjadi
energi panas. Pada berbagai tahapan reaksi biokimia tubuh, karbon dioksidasi
menghasilkan CO 2 , hidrogen menjadi air, dan energi potential dirubah menjadi
bentuk energi yang lain, yakni, thermal, kimia, listrik, dan mekanik yang
menghasilkan energi panas. Jadi, produksi panas adalah suatu pengukuran dari
sejumlah transformasi energi pada tubuh per satuan waktu.
Peningkatan beban panas yang disebabkan oleh kombinasi suhu udara,
kelembaban relatif, pergerakan angin, dan radiasi matahari dapat meningkatkan suhu
tubuh dan frekuensi respirasi serta mengurangi konsumsi pakan dan produksi susu
(Hahn 1999, Ominski et al. 2002, West 2003). Ternak yang terekspos pada panas
secara tiba-tiba dapat menyebabkan peningkatan produksi panas, tetapi bila terekspos
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penurunan produksi panas. Penurunan
konsumsi pakan saat ternak terekspos panas menyebabkan penurunan fungsi-fungsi
fisiologis termasuk produksi panas basal. Bila tidak terjadi penurunan konsumsi
pakan saat ternak terekspos panas lingkungan sebesar 125 dan 300 kal/jam, maka
terjadi penurunan produksi panas. Penurunan produksi panas basal lebih dipengaruhi
12
oleh panas langsung dari lingkungan dibanding oleh penurunan konsumsi pakan
(Yousef 1984).
Produksi panas juga dipengaruhi oleh pertumbuhan. Fase pertumbuhan
mempengaruhi besarnya konsumsi pakan dan metabolisme energi metabolisme.
Sebagian besar molekul pakan dikonversi menjadi molekul pertumbuhan dan
sebagian kecil dioksidasi menjadi karbondioksida dan air. Penggunaan energi dari
hasil metabolisme pakan sebesar 40% adalah untuk jaringan, dan merupakan bagian
yang terbesar dalam penggunaan energi hasil metabolisme pakan. Proporsi tersebut
dapat berkurang, bergantung pada kondisi jaringan tertentu. Energi metabolis adalah
penjumlahan dari energi yang digunakan oleh jaringan dan energi total yang
dilepaskan oleh tubuh. Produksi panas selalu ada selama hewan hidup dan
berhubungan dengan deposisi protein atau lemak atau dengan sisa energi yang
berguna bagi hewan (Lawrence & Fowler 2002).
Hasil penelitian menunjukan bahwa, produksi panas pada sapi perah laktasi
dan kering kandang (tidak memproduksi susu) ini akan mencapai titik maksimumnya
sekitar tiga jam setelah makan. Besarnya produksi panas ini dipengaruhi pula oleh
tingkah laku (Purwanto et al. 1993), jumlah konsumsi pakan, suhu lingkungan,
laktasi, pertumbuhan, dan kebuntingan. Produksi panas metabolis ternak sapi sebesar
0.08 Mcal/kg bb0.75 (NRC 2001). Produksi panas harian selama 24 jam pada Sapi
Hereford jantan muda sebesar 536 ± 9kJ kg/bb0.75/hari (Derno et al. 2005). Ternak
sapi akan berusaha mempertahankan panas tubuhnya sesuai dengan keadaan suhu
lingkungannya.
Tabel 2 Produksi panas sapi perah pada berbagai suhu lingkungan (bb: 454.5 kg)
Suhu (oC)
4.44
10
15,56
21.11
26.67
Panas Laten (W)
278.4
322.4
392.7
410.3
556.8
Panas Sensibel (W)
766.6
674.0
556.8
498.2
293.1
Total Panas (W)
1055
996
949
908
849
Sumber : Esmay dan Dixon 1986.
Produksi panas minimum pada ternak sehat dicapai pada saat ternak tidak
diberi pakan dan pada kondisi lingkungan thermoneutral juga pada saat aktivitas
ternak minimum (Lawrence & Fowler 2002). Panas tubuh berasal dari reaksi
biokimia dalam saluran pencernaan atau reaksi biokimia dalam sel (asimilasi). Pada
13
daerah dingin, panas tersebut dapat digunakan untuk pemeliharaan temperatur tubuh,
sedangkan pada daerah panas harus dikeluarkan dari tubuh dengan jalan disipasi dan
atau konveksi ke udara lingkungan, merupakan problem di daerah panas dan lembab.
Produksi HI (heat increament) tergantung pada sistem pencernaan dan produk yang
dihasilkan (Parakkasi 1995). Pada kondisi cuaca panas, pemberian lemak akan dapat
membantu mengurangi stres panas tubuh pada sapi laktasi. Nilai kalori yang tinggi
dari lemak (minyak nabati/hewani) sangat cocok digunakan sebagai pakan untuk
meningkatkan rasio densitas energi pakan tanpa terlalu menambah peningkatan panas
hasil fermentasi sistem pencernaan (Wang et al. 2010).
Produksi panas tubuh juga bergantung pada pelepasan panas tubuh ke
lingkungan. Proses pelepasan panas tubuh ke lingkungan dapat terjadi melalui proses
evaporasi, konduksi, konveksi, dan radiasi. Permukaan kulit hewan dapat berfungsi
untuk melepas panas dengan proses konveksi, radiasi, dan evaporasi (Berman 2003).
Pertukaran panas dengan konduksi adalah pertukaran panas dari kulit ke lingkungan
dan melalui proses difusi. Kehilangan panas melalui konveksi berupa perpindahan
uap air di sekitar kulit ternak dan pergantian temperatur adalah hasil dari konduksi
panas dari kulit dengan uap air tersebut. Transfer panas melalui radiasi adalah
transfer panas dengan pertukaran gelombang elektromagnetik. Evaporasi adalah
proses pelepasan panas melalui hilangnya uap air dari saluran respirasi atau dari kulit
(Yousef 1984).
Termoregulasi
Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada
produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan
(Esmay 1982). Panas adalah sebuah bentuk energi yang ditransmisikan dari suatu
tubuh ke yang lainnya karena adanya perbedaan temperatur. Temperatur mengacu
pada kemampuan tubuh untuk menyerap panas. Energi didefinisikan sebagai
kapasitas untuk melakukan kerja (Esmay 1982). Energi dibutuhkan untuk
mendukung fungsi normal tubuh ternak seperti respirasi, pencernaan, dan
metabolisme untuk pertumbuhan dan produksi susu (Etgen 1987).
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homeoterm. Hewan
poikiloterm adalah hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan
14
berubahnya suhu lingkungan. Hewan homeoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya
selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah.
Mengacu pada Bligh (1984), pada regulasi temperatur mamalia, terdapat dua sensor
suhu di dalam tubuh, yaitu sensor panas dan sensor dingin, yang terdapat pada
jaringan syaraf tepi dan syaraf pusat. Terdapat banyak efektor untuk menyesuaikan
panas, diantaranya secara otonom dan yang lain dengan adaptasi tingkahlaku, yang
keduanya berbeda dalam produksi panas dan pelepasan panas ke lingkungan.
Sumber: Ismail (2006).
Gambar 1 Termoregulasi temperatur pada mamalia, dengan dua efektor penyesuai
secara otonom dan tingkahlaku.
Berdasarkan hukum termodinamika pertama, simpanan energi panas
sebanding dengan perubahan energi metabolis dikurangi panas yang hilang sebagai
heat increament. Tubuh berada dalam kesetimbangan energi panas, bila yang
disimpan nol. Robertshaw (1984) mengemukakan, homeotermi mensyaratkan
produksi atau penyerapan panas dari lingkungan harus sama dengan pelepasan panas
ke lingkungan, sebagaimana diindikasikan dengan persamaan:
M=±K±C±R±E
Keterangan :
M : Produksi panas metabolis
C : Pertukaran Panas dengan Konveksi
K : Pertukaran panas dengan konduksi
R : Pertukaran Panas dengan Radiasi
E : Pertukaran panas dengan evaporasi
15
Sumber: Ismail (2006).
Gambar 2 Suhu tubuh sebagai keseimbangan antara pelepasan dengan penerimaan panas.
Adanya kontinuitas produksi panas oleh tubuh, maka keseimbangan hanya
mungkin jika ada kontinuitas aliran panas pada perbedaan temperatur antara tubuh
dan lingkungan (Hensel 1981). Keseimbangan panas mengacu pada Williamson dan
Payne (1993) dipengaruhi oleh produksi panas metabolik (produksi panas basal,
panas dari pencernaan, panas dari aktivitas ternak, naiknya metabolisme untuk proses
produksi), panas yang hilang atau didapat dari makanan atau minuman, konduksi,
konveksi, radiasi, dan panas yang hilang melalui evaporasi (kulit dan pernafasan).
Respon Termoregulasi
Denyut Jantung
Jantung adalah struktur otot (muscular) berongga yang bentuknya
menyerupai kerucut dan siklus jantung adalah urutan peristiwa yang terjadi selama
suatu denyut lengkap. Faktor fisiologis yang mempengaruhi denyut jantung pada
hewan normal adalah spesies, ukuran, umur, kondisi fisik, jenis kelamin, tahap
kebuntingan, parturition, rangsangan, tahap laktasi, rangsangan, olah raga, posisi
tubuh, aktivitas sistem pencernaan, ruminasi, temperatur lingkungan. Jantung
memiliki suatu kapasitas yang kompleks untuk berkontraksi tanpa stimulus eksternal
16
(Frandson 1992). Denyut jantung normal pada sapi dewasa adalah 55 - 80 kali/menit,
sedangkan pada pedet 100-120 kali/menit. Cara untuk mendeteksi denyut jantung
adalah dengan meraba arteri menggunakan jari hingga denyutan terasa. Pada sapi,
jika dalam kondisi tenang denyut jantung dapat dideteksi dari arteri pada rahang
bawah, arteri median, arteri koksigeal bagian tengah pada ekor, ±10 cm di bawah
anus (Kelly 1984).
Peningkatan denyut jantung merupakan respons dari tubuh ternak untuk
menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin. Ternak
yang terekspos temperatur lingkungan yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung. Mekanismenya adalah peningkatan suhu
darah yang secara langsung mempengaruhi jantung, yang juga dipengaruhi oleh
penurunan tekanan darah yang berasal dari vasodilatasi peripheral. Proses terakhir
adalah peningkatan jumlah adrenalin dan noradrenalin yang disekresikan untuk
pembentukan energi, dengan disertai sekresi hormon lainnya dari kelenjar endokrin,
sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung (Frandson 1992).
Respirasi
Dua fungsi utama dari sistem respirasi adalah menyediakan oksigen untuk
darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Fungsi-fungsi yang bersifat
sekunder meliputi membantu dalam regulasi keasaman cairan ekstraseluler dalam
tubuh, membantu pengendalian suhu, eliminasi air, dan pembentukan suara. Sistem
respirasi (pada alveolus) dapat mengatur kelembaban dan temperatur udara yang
masuk (dingin atau panas) agar sesuai dengan suhu tubuh (Ganong 1983). Sistem
respirasi terdiri dari paru dan saluran-saluran yang memungkinkan udara dapat
mencapai dan meninggalkan paru (Frandson 1992). Pusat respirasi pada burung dan
mamalia adalah di medula yang sensitif terhadap perubahan pH, temperatur darah,
dan faktor-faktor lain (Duke 1977). Medula adalah perpanjangan dari otak yang
terletak sepanjang ruas tulang belakang. Bagian medula juga sensitif terhadap CO 2
pada tekanan darah. Tekanan darah yang meningkat sedikit, menyebabkan
pernafasan menjadi lebih dalam dan cepat (Esmay 1982).
Aktivitas respirasi ditandai dengan pergerakan tulang rusuk, tulang dada, dan
perut (merespon kontraksi paru-paru dan pergerakan diafragma). Observasi aktivitas
respirasi lebih diutamakan saat ternak dalam posisi berdiri, karena posisi berbaring
17
akan mempengaruhi respirasi, terlebih lagi pada ternak yang sedang sakit.
Pengontrolan frekuensi respirasi dengan cara berdiri pada salah satu sisi ternak, lalu
mengamati daerah dada dan perut, serta disarankan untuk mengobservasi ternak dari
kedua sisi, untuk mengetahui similaritas pergerakan kedua sisi. Kegiatan frekuensi
respirasi normal pada ternak sapi dewasa adalah 10-30 kali /menit, sedangkan pada
pedet sebanyak 15-40 kali/menit. Peningkatan frekuensi respirasi terjadi ketika ada
peningkatan permintaan oksigen yaitu setelah olah raga, terekspos oleh suhu
lingkungan dan kelembaban relatif yang tinggi, dan kegemukan (Kelly 1984).
Suhu Rektal
Suhu tubuh menunjukkan kemampuan tubuh untuk melepas dan menerima
panas (Esmay 1982). Suhu tubuh atau suhu inti (core temperature) dapat dihitung
pada beberapa lokasi pada tubuh. Lokasi yang biasa digunakan adalah rektal, karena
cukup mewakilkan dan kondisinya stabil. Suhu inti mendominasi penentuan suhu
tubuh (Robertshaw 1984). Temperatur rektal dan kulit saat siang hari meningkat
akibat dehidrasi, dan frekuensi respirasi dan temperatur tubuh berfluktuasi lebih
besar saat dehidrasi (Weeth et al. 2008). Perbaikan normothermis pada suhu inti
tubuh bergantung pada konduksi panas dari inti tubuh ke kulit. Berkurangnya
intensitas vasokontriksi pheripheral dapat meningkatkan konduksi panas dari inti
tubuh ke kulit (terjadi perbaikan normotermis) dan mengurangi terjadinya
hyperthermia (Berman 2010).
Pengukuran suhu tubuh pada dasarnya sulit dilakukan, karena pengukuran
suhu tubuh merupakan resultan dari berbagai pengukur an di berbagai bagian tubuh
(Schmidt-Nielsen 1997). Suhu tubuh yang diukur dengan termometer klinis bukan
indikasi dari jumlah total yang diproduksi, tetapi hanya merefleksikan keseimbangan
antara suhu yang diproduksi dengan suhu yang dilepaskan. Walaupun temperatur
rektal tidak mengindikasikan temperatur tubuh pada hewan, tetapi rektal adalah
tempat yang tepat untuk menginformasikan temperatur tubuh. Suhu rektal ternak sapi
berumur di atas satu tahun berkisar 37.8-39.2oC dan ternak dibawah satu tahun
berkisar 38.6-39.8oC. Temperatur bagian dalam mungkin berubah seiring pertukaran
energi panas internal antara bagian dalam dan bagian luar tanpa penyimpanan atau
kehilangan energi panas pada aktivitas konstan (Kelly 1984).
Download