BAB 2 DASAR TEORI

advertisement
BAB 2
DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Menurut Iswandi Imran dan Fajar Hendrik (2014). Kerusakan yang terjadi
pada struktur bangunan akibat gempa-gempa tersebut pada umumnya disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Sistem bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan tingkat kerawanan
daerah setempat terhadap gempa.
b. Rancangan struktur dan detail penulangan yang diaplikasikan pada dasarnya
kurang memadai.
c. Kualitas material dan praktik konstruksi pada umumnya kurang baik.
d. Pengawasan dan kontrol pelaksanaan pembangunan kurang memadai.
Gambar 2.1 Kerusakan Gempa Yogyakarta (2006) dan Padang (2009)
Sumber : WordPress.com, Blogs mengenai : Gempa Yogyakarta dan Gempa Padang
Dari sumber di atas, sistem strukutur sangat berpengaruh terhadap bangunan
tersebut ketika terjadi gempa. Selain sistem struktur hal lain yang berpengaruh
dalam kinerja bangunan ketika menghadapi gempa adalah detailing tulangan dan
kualitas material. Kesalahan dalam penentuan sistem rangka dan kurang detailnya
5
6
tulangan yang terpasang serta kualitas material yang kurang akan mengakibatkan
keruntuhan bangunan tersebut atau colapse.
Sistem rangka pemikul momen adalah sistem struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban
lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen melalui
mekanisme lentur. sistem ini terbagi menjadi 3, yaitu SRPMB (Sistem Rangka
Pemikul Momen Biasa), SRPMM (Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah),
dan SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus) (SNI 1726:2012).
Rangka momen (Moment frame) adalah Rangka dimana komponen struktur dan
joint menahan gaya melalui lentur, geser, dan gaya aksial (SNI 2847:2013).
Penentuan sistem rangka harus sesuai dengan tingkat kerawanan (resiko) daerah
tempat struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa. Tingkat kerawanan
tersebut dikatakan sebagai kategori desain seismik.
Kategori desain seismik (Seismic design category) adalah Klasifikasi yang
ditetapkan untuk struktur berdasarkan pada kategori huniannya dan keparahan
pergerakan tanah gempa rencana di lokasi, sebagaimana didefinisikan oleh tata
cara bangunan gedung umum yang diadopsi secara legal (SNI 2847:2013).
Menurut SNI 2847:2013, Rangka momen yang ditetapkan sebagai bagian sistem
penahan gaya gempa bisa dikategorikan sebagai berikut:
a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB): Suatu sistem rangka yang
memenuhi ketentuan-ketentuan SNI Beton Pasal 1-20 dan 22, serta Pasal
21.1.2 dan 21.2. Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas
terbatas dan hanya cocok digunakan untuk bangunan yang dikenakan maksimal
KDS B.
b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM): suatu sistem rangka
yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen
biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan detailing Pasal 21.1.2 dan 21.1.8
serta 21.3. Sistem ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas sedang dan
dapat digunakan untuk bangunan yang dikenakan maksimal KDS C.
7
c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK): suatu sistem rangka yang
selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa juga
memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 21.1.2 hingga 21.1.8, Pasal 21.5 hingga
21.8, serta Pasal 21.11 hingga 21.13. Sistem ini memiliki tingkat daktilitas
penuh dan harus digunakan untuk bangunan yang dikenakan KDS D, E atau F.
Dari kategori yang ditetapkan oleh SNI 2847:2013 maka dapat ditabelkan seperti
tabel berikut:
Tabel 2.1 Ketentuan Pasal 21.1.1 SNI 2847:2013 dan Faktor yang Mempengaruhi
Kategori
Desain
Faktor
Jenis Struktur yang Dapat
Modifikasi
Digunakan
Respons
Seismik
(R)
Faktor Kuat
Lebih
Sistem (Ω0)
Faktor
Pembesaran
Defleksi
(Cd)
Sistem Rangka Pemikul
Momen
KDS B
- SRPMB (Pasal 21.2)
3
3
2,5
- SRPMM (Pasal 21.3)
5
3
4,5
- SRPMK (Pasal 21.5 - 21.8)
8
3
5,5
- SRPMM (Pasal 21.3)
5
3
2,5
- SRPMK (Pasal 21.5 - 21.8)
8
3
4,5
8
3
5,5
Sistem Rangka Pemikul
KDS C
KDS D, E,
dan F
Momen
Sistem Rangka Pemikul
Momen
- SRPMK (Pasal 21.5 - 21.8)
Dalam prosedur perencanaan berdasarkan SNI Gempa, struktur bangunan tahan
gempa pada prinsipnya boleh direncanakan terhadap beban gempa yang direduksi
dengan suatu faktor modifikasi Respon struktur (faktor R), yang merupakan
representasi tingkat daktilitas yang memiliki struktur.
8
2.2. Hubungan Balok-Kolom (Joint)
Hubungan balok-kolom atau joint adalah bagian yang dipakai bersama pada
komponen struktur yang berpotongan. Struktur berpotongan disini contohnya
adalah pertemuan antara balok dan kolom. Adapun berbagai macam tipe
hubungan balok-kolom adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2. Tipe dan Jenis dari Hubungan Balok-Kolom
(Sumber: Iswandi Imran dan Fajar Hendrik, 2014)
Hubungan balok-kolom merupakan elemen struktur yang paling penting dalam
suatu sistem struktur rangka pemikul momen. Akibat gaya lateral yang bekerja
pada struktur, momen lentur ujung pada balok-kolom yang merangka pada join
yang sama akan memutar join pada arah yang sama. Hal ini akan menimbulkan
gaya geser yang besar pada hubungan balok-kolom (Iswandi Imran dan Fajar
Hendrik, 2014). Penempatan joint harus dibuat dan ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak mengurangi kekutan struktur secara keseluruhan.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam meninjau hubungan balok
kolom antara lain :
a) Persyaratan gaya
b) Persyaratan geometri
c) Persyaratan detailing
Detailing dan pengekangan pada daerah hubungan balok-kolom sangat penting
untuk diperhatikan karena pada hakekatnya hubungan kolom balok harus mampu
9
untuk mempertahankan kekuatan dari strukutur sehingga tidak mengalami
keruntuhan sebelum balok atau kolom mengalami keruntuhan.
2.3. Konsep Dasar Perancangan
2.3.1. Sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Beban Gempa
Perencanaan struktur banguanan beton bertulang harus di sesuaikan dengan
peraturan di Indonesia khususnya yaitu SNI Beton dan SNI Gempa dimana
apabila struktur bangunan beton bertulang tersebut dikenakan KDS D, E atau F
harus direncakan dengan menggunakan sistem struktur khusus. Sistem struktur
khusus ini menggunakan sistem struktur penahan beban lateral. Detailing yang
digunakan pada sisterm struktur ini memiliki tingkat daktilitas penuh dan bersifat
khusus. Untuk persyaratan sistem struktur yang memenuhi detailing menengah
atau daktilitas yang sedang hanya bisa dipakai ketika struktur bangunan beton
bertulang dikenakan KDS C.
Sistem struktur penahan beban lateral menurut SNI Beton 2847:2013 secara
umum dibedakan atas:
a. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)
Sistem Rangka Pemikul Momen berupa gabungan dari komponen (subsistem)
balok pada komponen horizontal dan kolom pada komponen (subsistem) vertikal.
Komponen-komponen tersebut dihubungkan secara kaku dimana kekakuanya
tergantung dari dimensi balok, dimensi kolom, proporsional jarak antar lantai, dan
jarak antar kolom. Sistem Rangka Pemikul Momen terdiri dari tiga jenis yaitu
Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa; Sistem Rangka Pemikul Momen
Menengah; Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus.
b. Sistem Dinding Struktural
Sistem ini digunakan khususnya untuk menahan kombinasi dari gaya geser,
momen dan gaya aksial yang timbul saat gempa mengenai suatu struktur
bangunan. Pada umumnya Sistem Dinding Struktural (SDS) disebut dengan istilah
10
dinding geser atau shear wall. Pada dasarnya dinding geser adalah dinding yang
struktural dan bukan hanya dinding arsitektual saja. Dinding Struktural di
kelompokan menjadi dua jenis, yaitu Dinding Struktural Beton Biasa (SDSB) dan
Dinding Struktural Beton Khusus (SDSK).
Perilaku yang ditunjukan Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) dalam
memikul beban gravitasi berbeda dengan perilaku ketika memikul beban beban
lateral. Hal ini karena sistem ini diproporsikan untuk menahan gaya lateral dengan
efektif. Perbedaan perilaku tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3. Pola deformasi
balok dan kolom cenderung memperlihatkan bentuk titik-titik berbelok pada
tengah bentang balok dan tengah tinggi kolom ketika struktur dikenai beban
lateral (Gambar 2.4).
Gambar 2.3 Perbedaan Respon SRPM; (a) Terhadap beban gravitasi (b)
Terhadap beban lateral (beban gempa)
11
Denah
Tampak
Gambar 2.4 Portal Balok-Kolom Penahan Beban Lateral
2.3.2. Konsep Desain Terhadap Beban Gempa
Sesuai SNI Gempa yang berlaku yaitu SNI 1726:2012 disebutkan bahwa untuk
struktur bangunan tahan gempa mensyaratkan bahwa bangunan harus didesain
agar mampu menahan beban gempa 2500 tahunan. Beban gempa yang
dipertimbangkan dalam tahap pendesainan adalah dua per tiga beban gempa
maksimum yang dipertimbangkan. Prosedur perencanaan berdasarkan SNI
1726:2012 memperbolehkan adanya reduksi dengan faktor modifikasi Respon
struktur (Faktor R). Sehingga dengan konsep ini elemen tertentu diperbolehkan
untuk mengalami kerusakan sebagai sarana pendisipasian energi gempa yang
diterima struktur. Elemen struktur yang diperbolehkan ini harus sesuai dengan apa
yang direncanakan. Maka untuk menjaminya digunakan konsep desain kapasitas
yang membuat semua elemen tidak sama kuat terhadap gaya dalam yang
direncanakan. Elemen-elemen tersebut harus diberi detailing penulangan yang
memadai agar tetap stabil walaupun telah mengalami deformasi ineleastis yang
besar. Hal ini dilakukan agar kerusakan hanya terjadi pada titik tersebut ketika
terjadi gempa maksimum.
Ketentuan detailing pada SNI 1726:2012 dijelaskan pada pasal 21.1 untuk struktur
bertulang. Dalam ketentuan tersebut, ketentuan detailing dibedakan berdasarkan
tingkat resiko kegempaan di daerah tempat struktur berada. Semakin tinggi resiko
12
kegempaan yang dapat terjadi pada suatu struktur maka akan semakin ketat pula
persyaratan detailing yang harus disesuaikan.
2.3.3. Persyaratan Material Konstruksi
Material yang digunakan pada struktur beton bertulang tahan gempa sangat
mempengaruhi perilaku plastifikasi yang dihasilkan. Material beton dan baja
tulangan memiliki parameter-parameter yang menentukan untuk pendesainan
struktur beton bertulang yang tahan gempa. Parameter seperti kuat tekan beton
(fc’), kondisi permukaan baja tulangan dan kuat leleh (fy) harus dipertimbangkan
sesuai dengan yang kaidah SNI beton 2847:2013.
Salah satu parameter beton yang berpengaruh adalah nilai kuat tekan. SNI
2847:2013 menjelaskan bahwa kuat tekan fc’ untuk material beton yang
digunakan pada strukutr tahan gempa sebaiknya tidak kurang dari 20 MPa.
Kekuatan yang lebih dari atau sama dengan 20 MPa akan membuat bangunan
memiliki ketahanan yang baik terhadap lingkungan. Kinerja yang ditunjukan tidak
akan mudah berubah seiring dengan bertambhanya umur dari bangunan tersebut.
Sedangkan pada penggunaan beton ringan disebutkan bahwa kuat tekan maksimal
adalah 35 MPa.
Parameter pada baja tulangan seperti kondisi permukaan akan sangat berpengaruh
pada kekuatan beton bertulang yang didesain sebagai struktur tahan gempa.
Berdasarkan kondisi permukaan baja tulangan dibedakan menjadi dua jenis yaitu
kondisi permukaan polos dan kondisi permukaan ulir. Kondisi permukaan yang
pertama adalah kondisi permukaan polos atau disebut baja tulangan polos.
Lekatan yang terjadi pada baja tulangan polos hanya terdiri dari adhesi dan fiksi
baja tulangan dengan beton. Lekatan yang terjadi hanyalah 10% dibandingkan
dengan lekatan beton ketika menggunakan baja tulangan ulir. Pengunaan baja
tulangan polos mengakibatkan dampak negatif terhadap kinerja plastifikasi yang
dihasilkan elemen struktur. Pada SNI 2847:2013 hanya mengizinkan penggunaan
tulangan polos pada tulangan spiral. Kondisi permukaan kedua yaitu kondisi
permukaan ulir diisyarakan untuk digunakan pada penulangan elemen beton
13
lainya. Baja tulangan ulir memiliki lekatan yang lebih besar dibandingkan baja
tulangan polos. Lekatan tersebut membuat baja tulangan ulir lebih memiliki
ketahanan lekatan ketika terjadi beban bolak-balik atau beban siklik.
Parameter lain pada baja tulangan adalah kuat leleh, nilai factor kuat lebih, dan
nilai rasio kuat ultimit. Parameter ini memeiliki pengaruh yang besar pada
perilaku plastifikasi elemen struktur. SNI beton membatasi kuat leleh maksimal
sebasar 400 MPa. Penggunaan mutu baja yang lebih besar disarankan untuk tidak
digunakan. Pembatasan dilakukan karena pada baja tulangan yang memiliki kuat
leleh tinggi dapat menyebabkan kegagalan britle ketika elemen mengembangkan
kemampuan lentur maksimumnya. Kemampuan ini berkaitan dengan timbulnya
geser dan tegangan lekatan yang lebih tinggi antara beton dan baja tulangan.
Kegagalan tersebut dapat terjadi khususnya ketika struktur dikenai oleh beben
gempa bolak-balik.
2.3.4. Pembebanan
Perhitungan pembebanan yang digunakan mengacu pada Peraturan Pembebanan
Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, SNI 1727:2013 tentang Beban Minimun
untuk Perencanaan Gedung dan Struktur Lain dan SNI Gempa 1726:2012.
a. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta
perlatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
Beban mati ini merupakan berat sendiri dari bahan bangunan dan dari komponen
gedung. Beban-beban yang disebutkan pada Peraturan Pembebanan Indonesia
Untuk Gedung (PPIUG) adalah sebagai berikut :
14
Tabel 2.2. Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung
Jenis
Berat
A. Bahan Bangunan
1.
Baja
7850 kg/m3
2.
Batu Alam
2650 kg.m3
3.
Batu belah, batu bulat, abut gunung (berat tumpuk)
1500 kg.m3
4.
Batu karang
700 kg/ ,3
5.
Batu pecah
1450kg/m3
6.
Besi tuang
7250 kg/m3
7.
Beton (*)
2200 kg/m3
8.
Beton bertulang (**)
2400 kg/m3
9.
Kayu (Kelas 1) (***)
1000 kg/ m3
10. Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak)
1650 kg/m3
11. Pasangan bata merah
1700 kg/m3
12. Padangan batu belah, batu bulat, batu gunung
2200 kg/m3
13. Pasangan batu cetak
2200 kg/m3
14. Pasangan batu karang
1450 kg/m3
15. Pasir (kering udara sampai lembab)
1600 kg/m3
16. Pasir (jenuh air)
1800 kg/m3
17. Pasir kerikil, korang (kering udara sampai lembab)
1850 kg/m3
18. Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab)
1700 kg/m3
19. Tanah, lempung dan lanau (basah)
2000 kg/m3
20. Timah hitam (timbel)
11400 kg/m3
B. Komponen Gedung
1.
2.
Adukan, per cm tebal
a. Dari semen
21 kg/m2
b. Dari kapur, semen merah, atau tras
17 kg/m2
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm
tebal
14 kg/m2
15
Tabel 2.2. Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung (lanjutan)
Jenis
3.
4.
Berat
Dinding pasangan bata merah
a. Satu batu
450 kg/m2
b. Setengah batu
250 kg/m2
Dinding pasangan batako:
Berlubang:
a. Tebal dinding 20 cm (HB 20)
200 kg/m2
b. Tebal dinding 10 cm (HB 10)
120 kg/m2
Tanpa Lubang
5.
a. Tebal dinding 15 cm
300 kg/m2
b. Tebal dinding 10 cm
200 kg/m2
Langit-langit dan dinding ( termasuk rusuk-rusuknya, tanpa
penggantung langit-langit atau pengaku) terdiri dari :
a. Semen asbes (eternity dan bahan lain sejenis), dengan tebal
11 kg/m2
maksimum 4 mm
b. Kaca, dengan tebal 3-4 mm
6.
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit
10 kg/m2
40 kg/m2
dengan bentamg maksimum 5 m dari untuk beban hidup
maksimum 200 kg/m2
7.
Penggantung langit-langit (dari kayu) dengan bentang
7 kg/m2
maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80 m
8.
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2
50 kg/m2
bidang atap
9.
Penutup sirap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2
40 kg/m2
bidang atap
10. Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng
10 kg/m2
11. Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan beton
24 kg/m2
tanpa adukan per cm tebal
12. Semen asbes gelombang (tebal 5 mm)
11 kg/m2
16
(*)
Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi
(**)
Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat
sendirinya harus ditentukan tersendiri
(***) Nilai ini adalah nilai rata-rata untuk jenis kayu tertentu lihat NI 5 Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983
b. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal
dari barang-barng yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selam masa
hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan
lantai dan atap tersebut. Dalam SNI 1727:2013, pembebanan beban hidup
dijabarkan berdasarkan jenis ruangan yang dipakai seperti table berikut:
Tabel 2.3. Beban hidup terdistribusi merata minimum, Lo dan beban hidup
terpusat minimum
Hunian atau penggunaan
Merata (kN/m2)
Hotel(lihat rumah tinggal)
Rumah Tinggal:
Hunian (satu keluarga dan dua keluarga)
Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang
0,48
Loteng yang tidak dapat didiami dengn gudang
0,96
Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur
1,44
Semua kecuali tangga dan balkon
1,92
Semua hunian rumah tinggal lainya
Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka
Ruang public dan koridor yang melayani mereka
1,92
4,79
Terpusat (kN)
17
Tabel 2.3. Beban hidup terdistribusi merata minimum, Lo dan beban hidup terpusat
minimum (lanjutan)
Hunian atau penggunaan
Merata (kN/m2)
Terpusat (kN)
Atap:
Atap datar, berbumbung, lengkung
0,96
Atap digunakan sebgai taman atap
4,79
Atap yang digunakan untuk tujuan lain
Sama seperti
hunian yang
dilayani
Atap yang digunakan untuk hunian lainya
Awning dan kanopi
Konstruksi pabrik yang didukung oleh struktur
0,24 tidak boleh
rangka kaku ringan
direduksi
Rangka tumpu layar penurup
0,24 tidak boleh
direduksi dan
berdasarkan
luas tributary
dari atap yang
ditumpu oleh
rangka
Semua konstruksi lainya
0,96
8,9
Komponen struktur atap utama, yang terhubung
langsung dengan pekerjaan lantai
Titik panel tunggal dari batang bawah rangka
atap atau setiap titik sepanjang komponen
1,33
struktur utama yang mendukung atap diatas
pabrik, gudang, dan pabrikan garasi
Semua komponen struktur atap utama lainya
Semua permukaan atap dengan beban pekerja
pemeliharaan
Sumber: SNI 1727:2013
1,33
18
Beban hidup yang digunakan untuk pendesainan gedung dan struktur lain
merupakan beban maksimum yang diharapkan terjadi akibat penghunian dan
penggunaan gedung. Beban yang lebih ringan dari beban hunian tidak boleh
dipilih.
c. Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu.
Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu
analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gayagaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
Struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri walaupun sudah berada
dalam kondisi di ambang keruntuhan akibat pengaruh gempa rencana. Gempa
rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besaranya
selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen.
2.3.5. Penentuan Kategori Desain Seismik
a. Peta Wilayah Gempa Indonesia SNI 1726:2012
Dalam merencanakan beban gempa, perlu untuk mempertimbangkan lokasi atau
daerah tempat struktur beton bertulang berada. Hal ini bersangkutan karena tiap
daerah memiliki tingkat kerawananya masing-masing. Tingkat kerawanan dapat
dilihat dengan besarnya nilai Ss (parameter respon spektral percepatan gempa
perioda pendek 0,2 detik) dan S1 (parameter respon spektral percepatan gempa
maksimum perioda pendek 1,0 detik).
19
Gambar 2.5 Peta Besaran Nilai SS pada SNI 1726:2012
Gambar 2.6 Peta Besarnan Nilai S1 pada SNI 1726:2012
Pada gambar, besarnya nilai Ss dan S1 dilihat dari perbedaan warna.Warna terang
menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki tingkat kerawanan gempa yang
rendah. Sebaliknya tingkat kerawanan gempa menjadi tinggi ketika warna pada
peta menjadi semakin gelap.
20
b. Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Bangunan
Kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung dijelaskan pada Tabel
berikut:
Tabel 2.4 Kategori resiko gempa untuk bangunan gedung dan non gedung
Jenis Pemanfaaatn
Kategori
Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
-
Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
-
Fasilitas sementara
-
Gudang penyimpanan
-
Tumah jaga dan struktur kecil lainya
I
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori
resiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
-
Perumahan
-
Rumah Toko dan rumah kantor
-
Pasar
-
Gedung perkantoran
-
Gedung apartemen/rumah susun
-
Pusat pebelanjaan/ mall
-
Bangunan industri
-
Fasilitas manufaktur
-
Pabrik
II
Gedung dan non gedung yang memiliki rasiko tinggi terhadap jiwa manuisa
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
-
Bioskop
-
Gedung pertemuan
-
Stadion
-
Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat
darurat
III
21
Tabel 2.2 Kategori resiko gempa untuk bangunan gedung dan non gedung
(lanjutan)
Jenis Pemanfataan
-
Fasilitas penitipan anak
-
Penjara
-
Bangunan untuk orang jompo
Kategori
Resiko
Gedung dan nongedung, tidak termasuk kategori resiko IV, yang memiliki
potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan
massal terhadap kehidupan masyarakat sehari hari bila kegagalan, termasuk,
tapi tidak dibatasi untuk:
-
Pusat pembangkit listrik biasa
-
Fasilitas penanganan air
-
Fasilitas penanganan limbah
-
Pusat telekomunikasi
III
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori resiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan
yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak
dimana jumlah kandungan bahanya melebihi nilai batas yang diisyaratkan
oleh instansi yang berwenangdan cukup menimbulakan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjuk sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
-
Bangunan-bangunan monumental
-
Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
-
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainya yang memiliki fasilitas
bedah dan unit gawat darurat
IV
22
Tabel 2.2 Kategori resiko gempa untuk bangunan gedung dan non gedung
(lanjutan)
Jenis Pemanfaatan
-
Kategori
Resiko
Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan darurat
-
Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai dan tempat
perlindungan darurat lainya
-
Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas
lainya untuk tanggap darurat
-
Pusat pembangkit energi dan fasilitas pabrik lainya yang dibutuhkan
pada saat keadaan darurat
-
Struktur tambhan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,
tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur
pendukung air atau material atau perlatan pemadam kebakaran) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat.
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
struktur bangunan lain yang termasuk ke dalam kategori resiko IV
Sumber: SNI 1726:2012
Pada tabel tersebut dijelaskan berbagai jenis pemanfaatan bangunan. Jenis
pemanfaatan dibedakan berdasarkan tinggi atau rendahnya resiko terhadap jiwa
manusia ketika terjadi kegagalan struktur saat gempa mengenai struktur bangunan
tersebut.
Besarnya kategori resiko akan mempengaruhi nilai dari faktor keutamaan gempa
(Ie). Besarnya faktor keutamaan gempa diatur pada Tabel 2.3. berikut:
IV
23
Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
Kategori Resiko
Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
I atau II
1,0
III
1,25
IV
1,50
Sumber : SNI 1726:2012
c. Kelas Situs dan Koefisien Situs
Kelas situs diperhitungkan untuk memberikan kriteria desain seismik pada
bangunan. Penentuan kelas situs berdasarkan jenis tanah pada daerah tempat
strukutur bangunan berada. Batuan keras (SA), batuan (SB), tanah keras, sangat
padat dan batuan lunak (SC), tanah sedang (SD), tanah lunak (SE), tanah khusus
yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik (SF).
Tabel 2.6 Klasifikasi Situs
Kelas situs
šu (kPa)
N atau Nch
vs (m/detik)
SA (batuan keras)
>1500
N/A
N/A
SB (batuan)
750 sampai 1500
N/A
N/A
350 sampai 750
>50
SC (tanah keras,
sangat padat dan
100
batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 sampai 350
< 175
15 sampai 50
50 sampai100
< 15
< 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m
SE (tanah lunak)
tanah dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI � 20,
2. Kadar air, w � 40%,
3. Kuat geser niralir � 25 u s kPa
24
Tabel 2.6 Klasifikasi Situs (lanjutan)
Kelas situs
SF (tanah khusus,
- Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
yang embutuhkan
investigasi
šu (kPa)
N atau Nch
vs (m/detik)
lebih dari karakteristik berikut:
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
geoteknik
seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
spesifik dan
tersementasi lemah
analisis respons
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan
spesifik situs
H>3 m)
yang mengikuti
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5m
6.10.1)
dengan Indeks Plasitisitas PI >75) Lapisan lempung
lunak/setengah teguh dengan ketebalan H >35 m dengan šu
50 kPa
Kelas situs berkaitan dengan parameter respon spektral percepatan gempa
maksimum perioda pendek 0,2 detik (Ss) dan perioda 1 detik (S1). Keterkaitan
tersebut berupa faktor koefisien kelas situs perioda pendek (Fa) dan periode 1
detik (Fv).
Berikut kaitan antara profil kelas situs dengan parameter respon
spektral:
Tabel 2.7. Koefisien Situs Pada Periode Pendek (Fa)
Kelas Situs
Parameter respon spektral percepatan gempa maksimum perioda
pendek 0,2 detik (Ss)
Ss < 0,25
Ss = 0,5
Ss = 0,75
Ss = 1,0
Ss > 1,25
SA
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
SB
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
SC
1,2
1,2
1,1
1,0
1,0
SD
1,6
1,4
1,2
1,1
1,0
SE
2,5
1,7
1,2
0,9
0,9
SF
SS
25
Catatan:
 Nilai-nilai Ss dapat dilakukan interpolasi linier
 SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon
situs-spesifik
Sumber: SNI 1726:2012
Tabel 2.8. Koefisien Situs Pada Periode 1,0 detik (Fv)
Kelas Situs
Parameter respon spektral percepatan gempa maksimum perioda
pendek 1,0 detik (S1)
S1 < 0,1
S1 = 0,2
S1 = 0,3
S1 = 0,4
S1 > 0,5
SA
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
SB
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
SC
1,7
1,6
1,5
1,4
1,3
SD
2,4
2,0
1,8
1,6
1,5
SE
3,5
3,2
2,8
2,4
2,4
SF
SS
Catatan:
 Nilai-nilai S1 dapat dilakukan interpolasi linier
 SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon
situs-spesifik
Sumber: SNI 1726:2012
d. Parameter Respon Spektra
Dari penentuan koefisien situs, maka dapat dapat dihitung besarnya parameter
respon spektra periode pendek (SMS) dan perioda 1,0 detik (SM1). Perhitungan
ditentukan sesuai persamaan 5 dan 6 SNI 1726:2012 berikut:
SMS = FaSs .....................................................................................................(2.1)
SM1 = FvS1.....................................................................................................(2.2)
Keterrangan:
Fa = oefisien situs pada periode pendek 0,2 detik
Fv = koefisien situs pada periode 1,0 detik
26
Ss = parameter respon spektral percepatan gempa maksimum perioda pendek
S1 = parameter respon spektral percepatan gempa maksimum perioda 1,0 detik
Untuk perencanaan suatu desain struktur diperlukan parameter percepatan spektral
desain untuk perioda pendek (SDS) dan periode 1,0 detik (SD1). Parameter
tersebut ditentukan berdasarkan persamaan 7 dan 8 SNI 1726:2012 berikut :
….......................................................................................(2.4)
...........................................................................................(2.5)
e. Kategori Desain Seismik
Struktur yang direncanakan harus ditetapkan kategori desain seismiknya.
Penetapan kategori desain seismik berdasarkan nilai dari SDS dan SD1 serta
kategori resiko bangunan tersebut. Sebagaimana yang terdapat pada SNI
1726:2012 berikut penetapan kategori desain seismik:
Tabel 2.9 Kategori desain seismik berdasarkan nilai SDS
Nilai SDS
Kategori Resiko
I atau II atau III
IV
SDS < 0,167
A
A
0,167 < SDS < 0,33
B
C
0,33 < SDS < 0,50
C
D
0,50 < SDS
D
D
Sumber: SNI 1726:2012
Tabel 2.10 Kategori desain seismik berdasarkan nilai SD1
Nilai SD1
Kategori Resiko
I atau II atau III
IV
SD1 < 0,067
A
A
0,067 < SD1 < 0,133
B
C
0,133 < SD1 < 0,20
C
D
0,20 < SD1
D
D
Sumber: SNI 1726:2012
27
Dari penentuan kategori desain seismik ini, dapat ditentukan sistem struktur
bangunan. Pada penelitian ini gedung menggunakan sistem struktur Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
2.3.6. Distribusi Gaya Lateral
Gaya lateral yang mengenai harus didistribusikan per lantai bangunan.
Pendistribusian dilakukan untuk memperdekat model struktur ketika terjadi
gempa pada kondisi nyata.
a. Perioda Fundamental Struktur
Perioda fundamental struktur diperoleh dari properties struktur tersebut. Perioda
fundamental struktur T tidak diperbolehkan untuk melebihi hasil koefisien untuk
batasan atas dari perhitungan perioda yang dihitung (Cu). Sedangkan nilai Cu
berkaitan dengan percepatan spektral desain untuk perioda 1,0 detik (SD1) dan
ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 2.11 Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung
Parameter percepatan spektral desain
pada 1 detik, SD1
Koefisien Cu
>0,4
1,4
0,3
1,4
0,2
1,5
0,15
1,6
<0,1
1,7
Sumber: SNI 1726:2012
Menentukan perioda fundamental dapat pula menggunakan cara pendekatan
secara langsung sebagaimana yang ditentukan pada persmaan 26 SNI 1726:2012
.......................................................................................................(2.6)
28
Keterangan:
Ta = perioda fundamental pendekatan (detik)
hn = ketinggian struktur (meter)
Ct dan x ditentukan dari tabel berikut
Tabel 2.12 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur
Ct
x
Rangka baja pemikul momen
0,0724
0,80
Rangka beton pemikul momen
0,0466
0,90
Rangka baja dengan bresing eksentris
0,0731
0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk
0,0731
0,75
Semua sistem struktur lainya
0,0488
0,75
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 persen
gaya gempa yang diisyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan
dengan komponen yang lebih kaku dan akan mecegah rangka dari
defleksi jika dikenai gaya gempa
Sumber: SNI 1726:2012
b. Koefisien Respon Seismik
Nilai dari koefisien respon seismik kemudian akan digunakan dalam perhitungan
gaya geser dasar seismik (V). Perhitungan koefisien respon seismik dihitung
dengan persamaan berikut:
( )
.................................................................................................(2.7)
( )
.................................................................................... (2.8)
CS min = 0,044. SDS. Ie > 0,01..................................................................(2.9)
Nilai dari CS bergantung pada faktor modifikasi respon (R). Besarnya nilai R
ditentukan dalam SNI 1726:2012 Tabel 9. Nilai CS tidak boleh melebihi CS max
dan tidak boleh kurang dari CS min.
29
c. Gaya Dasar Seismik
Gaya dasar seismik (V) dihitung sebagai gaya geser total yang disebabkan oleh
adanya gempa. Gaya dasar ini memiliki arah yang ditetapkan dan ditentukan
dengan persamaan berikut:
V = CS W................................................................................................(2.10)
Dengan niali CS seperti yang ditentukan sebelumnya dan W adalah berat total
struktur bangunan.
d. Distribusi Gaya Gempa
Gaya dasar seismik merupakan gaya geser total yang terjadi pada struktur
bangunan. Gaya dasar seismik tersebut harus didistribusikan ke semua tingkat.
Perhitungan distribusi gaya gempa ini ditentukan dengan persamaan berikut:
Fx = Cvx V.........................................................................................................(2.11)
.............................................................................................(2.12)
∑
Keterangan:
Cvx
= faktor distribusi vertikal
V
= gaya lateral desain total atau geser di dasar strukutr (kN)
wi dan wx = bagian dari berat seismik total pada suatu tingkat i atau x
hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m)
Nilai k merupakan nilai eksponen yang terkait dengan perioda struktur dan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.13 Nilai eksponen k
Perioda Fundamental (T)
Nilai k
T < 0,5
1
0,5 < T < 2,5
interpolasi
T > 2,5
2
30
2.3.7. Pemodelan Struktur
Pemodelan stuktur digunakan untuk menentukan gaya elemen struktur dan
perpindahan struktur yang dihasilkan dari beban yang diterapkan. Model struktur
menyertakan kekakuan dan kekuatan elemen sehingga dapat mempresentasikan
sesuai kenyataan di lapangan.
Pada penelitian ini pemodelan dilakukan dengan menggunakan softwere ETABS.
Dimana kekakuan elemen dan properties bangunan dapat dimasukan sehingga
menjadi model yang sesuai dengan struktur bangunan yang asli.
2.3.8. Evaluasi Hubungan Balok Kolom
Kaidah baku tentang struktur Hubungan Balok Kolom (joint) rangka momen
khusus di jelaskan pada pasal 21.7 SNI 2847:2013. Pada pasal tersebut joint harus
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Persyaratan yang dikenakan pada
joint diantaranya adalah geometri (dimensi), detailing tulangan transversal dan
kuat geser join.
1) Evaluasi Dimensi
Dimensi joint menurut SNI 2847:2013 pasal 21.7.2.3 berupa daerah panjang
penyaluran tulangan longitudinal balok. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa
panjang daerah yang menyebabkan geser pada joint adalah tinggi joint (hj) sebesar
minimal 20 kali tulangan terbesar balok dan tinggi joint merupakan tinggi
keseluruhan kolom.
2) Evaluasi Kekuatan Joint
Sebuah joint harus dapat mempertahankan kekuatanya ketika tejadi gempa karena
daerah joint akan berpotensi menjadi sendi plastis ketika gempa terjadi. Gaya
geser tersebut (Vu) harus dapat ditahan oleh kuat geser nominal joint (Vn). Gaya
geser tersebut berhubungan dengan adanya momen kapasitas (Mkap) pada balok
dan besarnya gaya geser yang diterima oleh kolom (Vc).
31
Momen kapasistas (Mkap) didefinisikan sebagai
momen maksimum yang
diperlukan untuk membuat penampang dengan dimensi dan konfigurasi baja
tulangan agar membentuk sendi plastis.
(a) Joint Interior
(b) Joint Eksterior
Gambar 2.7 Gaya – gaya yang bekerja pada joint interior dan eksterior
Momen kapasitas pada joint dipengaruhi oleh detailing tulangan balok dan kolom
pada daerah yang ditinjau tersebut. Momen kapasitas dari detailing balok
kemudian akan mempengaruhi besarnya gaya geser kolom yang selanjutnya
32
menjadi gaya geser terfaktor (Vu) yang harus diterima oleh joint dan dilawan
dengan kuat geser nominal dari joint tersebut (Vn).
Berdasarkan Gambar 2.8 gaya geser yang diterima joint dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
–
–
................................................................................(2.13)
...........................................................................................(2.14)
dengan,
..................................................................................(2.15)
.........................................................................(2.16)
...........................................................................(2.17)
Persamaan 2.13 digunakan untuk menghitung joint interior dan persamaan 2.14.
digunakan pada joint eksterior. Pada persamaan tersebut terdapat Mkap1 dan
Mkap2. Mkap1 merupakan momen kapasitas dari balok sebelah kiri joint dan
Mkap2 merupakan momen kapasitas dari balok sebelah kanan joint. Keduanya
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
(
) .............................................................................(2.18)
dengan,
........................................................................................(2.19)
keterangan:
Vu
= Gaya geser yang bekerja pada joint
T
= tegangan dari baja tulangan balok yang menyebabkan tarik (kN)
C
= tegangan dari baja tulangan balok yang menyebabkan tekan (kN)
Vc
= gaya geser pada kolom di sisi atas dan bawah joint (kN)
Mkap
= Momen kapasitas yang terjadi pada balok (kN m)
h1
= tinggi kolom dibawah joint
h2
= tinggi kolom diatas joint
d
= jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik longitudinal (mm)
33
a
= tinggi blok tegangan tekan ekuivalen
Gaya geser yang bekerja pada joint tersebut harus mampu ditahan oleh joint
dengan kuat geser nominalnya (Vn) yang direduksi sebesar 0,75 sesuai SNI
2847:2013 pasal 9.3.2.3. Besarnya kuat geser nominal (Vn) berhubungan dengan
besarnya luas joint efektif (Aj). Luas efektif joint tersebut yang ditentukan pada
SNI 2847:2013 pasal 21.7.4.1. Tinggi joint (h) merupakan tinggi keseluruhan
penampang kolom. Lebar joint efektif merupkan lebar keselurahan penampang
kolom. Apabila balok yang menuju joint memiliki dimensi yang lebih kecil
daripada lebar kolom maka lebar joint tidak boleh lebih kecil dari :
a. Lebar balok ditambah tinggi joint
b. Dua kali jarak tegak lurus terkecil dari sumbu balok ke sisi kolom
Luas efektif join bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.8 Luas efektif hubungan balok kolom (joint)
(sumber: SNI 2847:2013)
Luas efektif joint tersebut akan menentukan besarnya kuat geser nominal joint.
Adapun besarnya kuat geser nominal joint beton biasa tidak boleh melebihi
ketentuan berikut:
34
a. Untuk joint terkekang oleh balok pada keempat sisinya
=
√
....(2.20)
=
√
....(2.21)
=
√
....(2.22)
b. Untuk joint terkekang oleh balok pada tiga sisinya atau
pada dua sisi yang berlawanan
c. Untuk kasus lain
3) Evaluasi Detailing
a. Detailing tulangan geser joint
Detailing tulangan geser pada joint yaitu berupa tulangan transversal pada joint.
Ketentuan detailing joint ini diatur pada pasal 21.7.3. SNI 2847:2013. Tulangan
transversal pada joint berupa sengkang tertutup atau confinement. Persyaratan
pemasangan tulangan transversal pada joint harus memenuhi jumlah kebutuhan
tulangan transversal yang dihitung dengan persamaan berikut (diambil yang
terbesar) :
*(
)
+ .............................................................(2.23)
.............................................................................(2.24)
Dengan
Ash
= luas penampang total tulangan transversal (termasuk kait silang)
dalam spasi s dan tegak lurus terhadap dimensi bcs (mm2)
s
= spasi pusat ke pusat tulangan transversal (mm)
bc
= dimensi penampang inti kolom yang diukur ke tepi luar tulangan
transversal yang membentuk luas Ash (mm)
Ach
= luas penampang inti kolom yang diukur sampai tepi luar tulangan
transversal (mm2)
Ag
= luas penampang kolom (mm2)
Spasi tulanagn transversal pada hubungan balok kolom harus memenuhi yang
terkecil dari persyaratan berikut :
a) Seperempat dimensi komponen minimum;
b) Enam kali diameter batang tulangan longitudinal yang terkecil dan;
35
c) so = 100 + (
) dengan hx dapat diambil sebesar 1/3 kali dimensi inti
kolom.
Nilai so tidak boleh melebihi 150 mm dan tidak perlu diambil kurang dari 100
mm. Apabila balok merangka pada keempat sisi joint dan nilai dari hx lebih dari
atau sama dengan tiga perempat lebar kolom maka jumlah tulangan yang
diperlukan dapat direduksi sebesar setengah dari hasil yang didapat dari
perhitungan serta spasi tulangan transversal dapat dibesarkan menjadi 150 mm.
b. Panjang penyaluran tulangan
Menurut SNI 2847:2013 pasal 21.7.5, dijelaskan bahwa terdapat dua jenis panjang
penyaluran tulangan ø10 - D36. Panjang penyaluran dengan kait 90 derajat dan
panjang penyaluran lurus.
Pada panjang penyaluran dengan kait 90 derajat tidak diperbolehkan kurang dari :
a) 10db
b) 190 mm
c) Persamaan berikut:
√
…………………………………………………(2.25)
Sedangkan untuk panjang penyaluran lurus:
a) 2,5 kali panjang penyaluran dengan kait bila tinggi beton yang dicetak dalam
satu kali angkat di bawah batang tulangan tidak melebihi 300 mm;
b) 3,25 kali panjang penyaluran dengan kait bila tinggi beton yang dicetak dalam
satu kali angkat di bawah batang tulangan melebihi 300 mm
Download