Perbandingan efek klonidin 2g/Kg intravena dan lidokain 2% 1.5 mg

advertisement
Karangan Asli
Perbandingan efek klonidin 2g/Kg intravena
dan lidokain 2% 1.5 mg/Kg intravena untuk mencegah
kenaikan tekanan intra okuler (TIO) selama tindakan
intubasi endotrakheal
Muhammad Jalaluddin Assuyuthi Chalil1, Nazaruddin Umar1, Dadik Wahyu Wijaya1, Aslim Sihotang2
Departemen/SMF Anestesiologi1 dan Terapi Intensif dan Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata2
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan
Abstrak
Latar belakang: Intubasi endotrakheal merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pasien-pasien yang menjalani operasi
intra okuler dengan anestesi umum. Namun, intubasi endotrakhealdapat menimbulkan peningkatan tekanan intra okuler
(TIO). Tujuan: Membandingkan efek klonidin dan lidokain untuk mencegah kenaikan TIO selama tindakan intubasi
endotrakheal. Metode: Sebanyak 40 pasien tanpa penyakit mata yang menjalani bedah elektif non-oftalmik dengan anestesi
umum secara random dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 20 pasien. Kelompok A mendapatklonidin 2µg/kgBB/iv,
dan kelompok B lidokain2% 1.5mg/kgBB/ivsebagai premedikasi. Profil hemodinamik (tekanan darah sistolik dan diastolik,
tekanan arteri rata-rata, laju nadi) dan TIO (dengan tonometri Schiotz) diukur pada saat sebelum premedikasi (pre anestesia),
sebelum intubasi, segera setelah intubasi, dan selanjutnya setiap 1 menit selama 2 menit.
Hasil: Didapat adanya penurunan barmakna pada TIO dan profil hemodinamik sebelum dan sesudah intubasi dibandingkan
dengan periode pre anestesia (P <0.05) baik kelompok A maupun B. Namun, penurunan tersebut tidak berbeda diantara
kedua kelompok (P >0.05)
Kesimpulan: Kedua obat ini mempunyai kemampuan yang sama dalam menumpulkan respon hemodinamik dan
menurunkan TIO, serta mencegah kenaikan TIO akibat tindakan intubasi endotrakheal.
Kata kunci : intubasi endotrakheal; klonidin; lidokain; tekanan intra okuler
Abstract
Background: Endotracheal intubation is routinely performed during general anaesthesia in patients undergoing intraocular
surgery. However, intubation is associated with an increase in intraocular pressure (IOP).
Aim: To compare the effect of clonidine and lidocain to prevent the increase of IOP during endotracheal intubation. Method:
Forty patients with no pre-existing eye diseaseundergoing elective non-ophthalmic surgeriesundergeneral
anesthesiawererandomly allocated to two groups of 20 each.In Group A, patients received clonidine 2µg/kg/iv, and in group B
lidocain2% 1.5mg/kg/iv for premedication.The hemodynamic profile (systolic and diastolic blood pressure, mean arterial
pressure, heart rate) and IOP (using Schioetz tonometer) were measured before premedication (pre anesthesia), before
intubation, immediately after intubation, and every 1 minute for 2 minutes.
Result:There was a significant decrease in IOP and hemodynamic profile within both groups before and after endotracheal
intubation compare to pre anesthesia periode (P <0.05). But the decreasewas not different between two groups (P >0.05).
Conclusion: We conclude that both drugs have the same ability in blunting the hemodynamic response and attenuating the
IOP, and preventing the increase in IOP caused by endotracheal intubation.
Key word : clonidine, endotracheal intubation, intra-ocular pressure, lidocain
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
9
9
Muhammad Jalaluddin Assuyuthi Chalil, dkk
PENDAHULUAN
Intubasi endotrakhea merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pasien-pasien yang menjalani operasi intra okuler
dengan anestesi umum.1,2 Namun, tindakan intubasi itu sendiri
mempunyai efek terhadap terjadinya peningkatan TIO.3,4 Keadaan tersebut dapat membahayakan pasien-pasien yang
disertai glaucoma dan penetrating eye injury.1,4,5
Setiap faktor yang dapat meningkatkan TIO akan menyebabkan drainase humor aqueous atau pengeluaran humor
vitreous melalui luka dan dapat mengakibatkan komplikasi yang
serius berupa kerusakan fungsi penglihatan secara permanen.6
Laringoskopi dan intubasi akan menyebabkan kenaikan TIO
sebesar 10-20 mmHg.7,8
Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan
amide. Mekanisme lidokain sebagai analgesik menghambat
suatu enzim yang mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor
lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion natrium dan
blokade yang bersifat reversible sepanjang konduksi akson
periferal dari serabut saraf A•.9,10 Lidokain sebagai analgetik
selain inhibisi sodium channel juga blok N-Methyl-D-Aspartat
(NMDA).11
Klonidin suatu senyawa imidazole agonis •2-adrenergik
selektif parsial (•2:•1=220:1) yang bekerja secara sentral
mempunyai aksi sebagai obat anti hipertensi karena
kemampuannya untuk menurunkan pengeluaran sistem saraf
simpatetik dari sistem saraf pusat (SSP).12 Alfa-2adrenergik
agonis menimbulkan efek klinis terjadinya sedasi, analgesia,
simpatolisis, dan antishivering.13
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
membandingkan efek klonidin dan lidokain untuk mencegah
kenaikan TIO selama tindakan intubasi endotrakheal.
METODE
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komisi
etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan pengisian formulir informed consent.
Sebanyak 40 pasien yang bersedia ikut dalam penelitian, usia
18-40 tahun, PS ASA 1 atau 2, TIO normal (10-20 mmHg),
tidak ada infeksi pada mata dan kelainan pada kornea, dan
memiliki berat badan ideal sesuai BMI (18.5-24.9) masuk
dalam kriteria inklusi. Sedangkan pasien yang menolak dan
pasien hamil tereksklusi dari penelitian ini.
Pasien dinyatakan drop out jika gagal intubasi
endotrakheal pada usaha pertama atau terjadi kegawat
daruratan jantung dan paru. Pasien secara random dibagi ke
dalam 2 kelompok yang sama besar (masing-masing 20
pasien). Kelompok A mendapat klonidin 2µg/kgBB/iv, dan
kelompok B lidokain 2% 1.5mg/kgBB/iv sebagai premedikasi.
Setelah pasien tiba di ruang tunggu kamar bedah,
pasien diperiksa ulang terhadap identitas, diagnosa, rencana
tindakan pembedahan, dan akses infus. Kemudian diberikan
preloading cairan Ringer Laktat 10 ml/kgBB.
Kelompok A diberikan klonidin 2g/kgBB yang dilarutkan
dalam 100 ml NaCl 0.9%, kelompokB diberikan 100 ml NaCl
0.9%. Keduanya habis dalam 15 menit. Dilakukan pengukuran
TIO, tekanan darah, laju nadi, laju nafas dan saturasi oksigen.
10 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 47 • No. 1 • April 2014
Kemudian dicatat sebagai data dasar (T-pre). Pengukuran
TIO dilakukan pada mata kanan dengan tonometri Schiotz.
Dua puluh lima menit kemudian, setiap kelompok
dipremedikasi dengan midazolam dosis 0.1mg/kgBB/iv dan
pethidin dosis 1mg/kgBB/iv.
Pada menit kedua puluh tujuh, kelompok B diberikan
lidokain 2% 1.5 mg/kgBB dalam spuit 5 ml, kelompok A
diberikan NaCl 0.9% dengan jumlah milileter dan spuit yang
sama. Keduanya diberikan secara bolus intravena. Klonidin dan
lidokain yang digunakan dipersiapkan secara tersamar ganda
oleh relawan I yang melakukan randomisasi (peneliti dan pasien
tidak mengetahui komposisi obat) dan selanjutnya diberikan
kepada relawan II di dalam amplop putih untuk digunakan pada
hari pelaksanaan penelitian.
Pada menit kedua puluh delapan masing-masing kelompok
diinduksi dengan propofol dosis 2-2.5 mg/kgBB/iv sampai
refleks kedua bulu mata hilang, lalu injeksi rokuronium 1mg/
kgBB/iv. Satu menit sebelum intubasi dilakukan pengukuran
TIO, tekanan darah, laju nadi, laju nafas dan saturasi oksigen.
Kemudian dicatat sebagai data T-0.
Laringoskopi dilakukan setelah 1 menit pemberian obat
pelumpuh otot dengan menggunakan blade metal Macintosh
nomor 3 atau 4 oleh relawan terlatih.Intubasi dengan ETT
polyvinyl chloride, low pressure high volume, ID 7 Fr untuk
perempuan dan ID 7.5 Fr untuk laki-laki.
Kedalaman ETT ditentukan dengan mendengar suara
napas paru kanan sama dengan paru kiri menggunakan
stetoskop, ETT difiksasi. Kemudian dilakukan pengukuran TIO,
tekanan darah, laju nadi,dan saturasi oksigen pada menit
pertama, kedua dan ketiga setelah intubasi endotrakheal. Lalu
dicata sebagai data T-1, T-2 dan T-3.Pemeliharaan anestesi
dengan Isoflurane 0.5-1 % dan O2:N2O 50%:50%, pemeliharaan pelumpuh otot dengan Rokuronium 0.1 mg/kgBB setiap
20-30 menit untuk kedua kelompok.
ANALISIS STATISTIK
Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, data
ditabulasi ke dalam master tabel dengan menggunakan
software Microsoft office exel 2007.
Data numerik ditampilkan dalam nilai rata-rata (SD)
(standard deviasi), sedangkan data katagorik ditampilkan
dalam jumlah (persentase).Uji kenormalan data karekteristik
digunakan uji Shapiro Wilk.
Uji hipotesis menggunakan uji Mann Whitney. Untuk uji
beda pengaruh sebelum dan setelah perlakuan pada
masingmasing kelompok dianalisis dengan uji Wilcoxon.
Derajat kemaknaan adalah apabila P <0.05 dengan interval
kepercayaan 95% dan power 80%.
HASIL
Tidak ada perbedaan karekteristik yang bermakna dari
kedua kelompok data dalam hal jenis kelamin, umur, berat
badan, tinggi badan, BMI, PS-ASA maupun jenis tindakan
operasi.
Pada uji kenormalan data (umur, berat badan, tingi
badan, dan BMI) dengan uji Shapiro-Wilk diperolehdata yang
Perbandingan efek klonidin 2g/Kg intravena dan lidokain 2% 1.5 mg/Kg intravena untuk mencegah
kenaikan tekanan intra okuler (TIO) selama tindakan intubasi endotrakheal
berdistribusi tidak normal.Secara statistik, kedua kelompok
layak untuk dibandingkan berdasarkan data nilai rata-rata
profil hemodinamik (tekanandarah sistolik dan diastolik,
tekanan arteri rata-rata, laju nadi) dan TIO (tabel 1).
Tabel 1. Perbandinagn profil hemodinamik dan
Variable
Kelompok A
Kelompok B
P
Tekanan darah sistolik (mmHg) 118.25 (SD 10.37) 116.85 (SD 10.14) 0.653
Tekanan darah diastolik (mmHg) 73.0 (SD 6.39)
71.65 (SD 6.9) 0.742
MAP (mmHg)
88.08 (SD 6.81) 86.71 (SD 6.62) 0.714
Laju Nadi (kali/menit)
78.05 (SD 7.78) 80.15 (SD 9.27) 0.523
TIO (mmHg)
13.28 (SD 1.84) 13.7 (SD 2.01) 0.571
MAP:mean arterial pressure; TIO:tekanan intraokuler
Diperoleh adanya penurunan nilai rata-rata TIO yang bermakna
(P <0.05) antara saat sebelum dan sesudah intubasi endotrakheal (T-0,T-1,T-2,dan T-3) dibandingkan dengan periode
pre anestesi (T-pre), baik pada kelompok A maupun kelompok
B (gambar 1).
Demikian pula halnya terhadap nilai rata-rata profil hemodinamik diperoleh penurunan yang bermakna pada masingmasing kelompok. Namun demikian, perbandingan penurunan
nilai rata-rata TIO maupun profil hemodinamik antara kedua
kelompok tidak diperoleh adanya perbedaan yang bermakna ([
>0.05).
Selama pelaksanaan penelitian ini, tidak dijumpai
timbulnya efek samping maupun gejala toksisitas dari kedua
obat pada seluruh sampel penelitian.
DISKUSI
Respon hemodinamik terhadap tindakan laringoskopi dan
intubasi mempunyai efek yang lebih signifikan terhadap
peningkatan TIO dari pada akibat pemberian suksinilkolin.6,14
Laringoskopi dan intubasi akan menyebabkan kenaikan TIO
sebesar 10-20 mmHg.7,15 Muntah, batuk dan bucking pada
tindakan intubasi endotrakheal menyebabkan peningkatan TIO
yang dramatis mencapai 30-40 mmHg.16,17 Hal ini mungkin
berkaitan dengan respon simpatis kardiovaskuler akibat intubasi
trakhea.15
Dikatakan bahwa, respon hemodinamik akibat
laringoskopi dan intubasi trakhea mencerminkan suatu
peningkatan aktivitas simpatoadrenal akibat stimulasi pada
orofaringeal dan laringotrakheal.18,19 Reaksi ini tidak dapat
dicegah dengan pemberian premedikasi rutin.8,20
Stimulasi adrenergik dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah yang berakibat pada peningkatan tekanan
vena sentral (hubungannya lebih dekat terhadap kenaikan TIO
dari pada terhadap tekanan darah arteri). Stimulasi adrenergik
juga meningkatkan tahanan aliran humor aqueous antara bilik
depan dan kanal Schlemm’s.21
Di lain pihak, perubahan tekanan vena juga memiliki
pengaruh yang besar terhadap TIO. Muntah, batuk, bucking
dan maneuvervalsava,dapatmengakibatkanterbendungnya
sistem vena, yang akan mengganggu humor aqueous
outflow dan meningkatkan volume darah koroidal.16
Klonidin adalah suatu senyawa imidazole agonis •2-adre
nergik selektif parsial (•2:•1=220:1) yang bekerja secara sentral,
yang dapat digunakan untuk mencegah kenaikan TIO akibat
tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal, melalui aksinya
sebagai obat anti hipertensi.12
Klonidin dapat menimbulkan hipotensi dan bradikardi
melalui sistem saraf pusat. Mekanisme terjadinya efek tersebut
mungkin melibatkan inhibisi outflow simpatetik dan potensiasi
terhadap aktifitas saraf parasimpatetik. Nukleus traktus solitaries
(yang diketahui berfungsi untuk memodulasi kendali otonomik
termasuk aktifitas vagal) merupakan lokasi sentral yang penting
untuk aksi dari alfa-2 agonis.22
Nukleus lain yang juga terlibat dalam mekanisme ini
antara lain lokus seruleus, dorsal motor nucleus dari nervus
vagus, dan nukleus retikularis lateralis, semuanya mungkin
juga memediasi terjadinya hipotensi dan atau bradikardi.23-27
Klonidin menstimulasi neuron inhibitori alfa-2 adrenergik
yang berada di pusat vasomotor medulla. Sebagai
akibatnya, terjadi penurunan outflow sistem saraf simpatetik
dari SSP ke jaringan perifer. Hal ini akan bermanifestasi
terjadinya vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah
sistemik, laju jantung, dan curah jantung.
Reseptor alfa-2 terdapat pada pembuluh darah memediasi
terjadinya vasokonstriksi, sedangkan yang terdapat pada ujungujung saraf pada sistem saraf simpatetik perifer dapat menghambat pelepasan norepineprin.28
Di lain pihak, klonidin dapat menurunkan TIO melalui
efek langsung pada bola mata.
Pertama, melalui efek vasokonstriktor langsung pada
pembuluh darah afferen dari prosesus siliaris, yang mana
akan berakibat pada berkurangnya produksi humor aqueous.
Kedua, adalah dengan menambah fasilitas outflow yang
disebabkan oleh berkurangnya tonus vasomotor yang dimediasi
secara simpatetik pada sistem drainase bola mata.29,30
Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan
amide. Ada dua pendapat kerja lidokain sebagai analgesi,
meskipun efek analgesi ini tidak jelas. Mekanisme lidokain
sebagai analgesik adalah dengan menghambat suatu enzim
yang mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor lokal
secara langsung.
Penghambatan saluran ion natrium dan blokade yang
bersifat reversible sepanjang konduksi akson periferal dari
serabut saraf A• dan digambarkan oleh Carlton pada tahun
1997 dengan tujuan target analgesik pada dorsal horn
medulla spinalis.9,10
Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran
saraf dengan cara mencegah depolarisasi pada membran
saraf melalui penghambatan masuknya ion natrium. Obat
anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade
konduksi) dengan menghambat perjalanan ion sodium (Na+)
melalui saluran ion selektif Na+ dalam membran saraf
(Butterworth dan Stricharrtz 1990).
Saluran Na+ sendiri merupakan reseptor spesifik untuk
molekul anestesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Na+
oleh molekul anestesi lokal sedikit memperbesar hambatan
keseluruhan permeabilitas Na+.
Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap Na +,
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara |
11
Muhammad Jalaluddin Assuyuthi Chalil, dkk
memperlambat peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga
ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian
potensial aksi tidak disebarkan.10,31
Lidokain telah menjadi obat yang popular untuk menumpulkan respon hemodinamik akibat intubasi endotrakheal.
Lidokain intravena ternyata dapat menekan refleks batuk,
mencegah peningkatan tekanan intra kranial, dan memiliki
efek sebagai anti aritmia jantung.
Dosis intravena lidokain terbaik untuk menumpulkan
respon hemodinamik terhadap tindakan laringoskopi dan
intubasi endotrakheal adalah 1.5 mg/kgBB. Sedangkan
waktu penyuntikan secara intravena sebelum intubasi
bervariasi antara 1-3 menit sebelum intubasi.31
Lidokain bekerja baik di perifer maupun di sistem saraf
pusat. Di tingkat perifer, lidokain menghambat transduksi
neuronal, menurunakan pelepasan mediator-mediator inflamasi,
menghambat migrasi leukosit, dan menekan ekstravasasi
albumin.
Di tingkat sentral, lidokain mem-blok aktifitas neuronal
pada level dorsal horn medulla spinalis, sehingga memodulasi
pelepasan neurotransmitter eksitatori. Pemberian lidokain
secara sistemik terutama akan bekerja pada hiperaktif neuron,
yaitu neuron wide dynamic-range yang dapat ditemukan pada
dorsal horn, yang mengakibatkan terjadinya efek analgesia.
Jenis neuron yang tersensitisasi seperti ini sering dijumpai
pada keadaan nyeri hiperalgesia.
Bukti penting selanjutnya mengenai lokasi sentral tempat
bekerjanya lidokain telah ditunjukkan melalui supresi spinal dari
aktivitas C-fiber evoked yang kelihatan setelah pemberian
lidokain secara sistemik dengan konsentrasi rendah. Nyeri
hiperalgesia dapat terjadi setelah tindakan pembedahan,
trauma, gangguan metabolik, dan nyeri yang berkaitan dengan
sindroma sympatheticaly maintained pain.
Hiperalgesia muncul sebagai suatu keadaan dari suatu
proses yang difasilitasi pada level dorsal horn medulla spinalis
sebagai akibat stimulasi C-fiber secara terus menerus.
Penelitian preklinik dan klinik menunjukkan bahwa obat-obat
penghambat pompa natrium seperti lidokain, yang diberikan
secara spinal atau sistemik, efektif dalam menghambat nyeri ini.
Efek analgesik tersebut dapat dicapai dengan lidokain
dosis kecil, yang mana tidak merubah ambang batas nyeri
nosiseptif akut atau konduksi aksonal. Aksi anti hiperalgesia
dari lidokain sistemik ini sebagian besar berhubungan pada
medulla spinalis.
Selain itu, di medulla, pemberian lidokain sitemik dapat
mem-blok pelepasan substansi P, yang menghambat letupan
pada wide dynamic neuron, serta menekan letupan yang diinduksi oleh asam amino glutamate eksitatori. Efek analgesik
lidokain juga dihasilkan akibat blokade dari N-methyl-D aspartate
(NMDA) dan reseptor neurokinin pada dosis subanestetik.11
Pada penelitian ini diperoleh bahwa pemberian klonidin
2g/kg/iv atau lidokain 2% 1.5 mg/kg/iv pada saat sebelum
dilakukannya tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal
dapat menurunkan TIO secara bermakna pada 1 menit sebelum
serta pada menit pertama, kedua dan ketiga setelah tindakan.
Kedua obat ini juga dapat mencegah kenaikan TIO baik
12 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 47 • No. 1 • April 2014
pada saat dilakukannya tindakan laringoskopi dan intubasi
endotrakheal maupun pada menit pertama, kedua dan ketiga
setelahnya. Namun demikian, kemampuan untuk menurunkan
dan mencegah kenaikan TIO dari kedua obat ini secara
statistik tidak memiliki perbedaan yang bermakna, yang
artinya bahwa kedua obat ini memiliki kemampuan yang
sama, sehingga dapat digunakan secara aman sebagai
adjuvan pada saat premedikasi untuk kasus bedah ophthalmic
maupun non-ophthalmic dengan anestesi umum yang
memerlukan pengendalian TIO pada saat tindakan
laringoskopi dan intubasi endotrakheal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Moeini HA et al (2006)15,
yang telah melaporkan hasil peneltiannya mengenai efek
lidokain 1.5% 1.5 mg/kg i.v dan sufentanil 0.15 g/kg i.v dalam
mencegah kenaikan tekanan intra okuluer akibat suksinilkolin
dan intubasi endotrakhea.
Pada akhir penelitiannya disimpulkan bahwa premedikasi
dengan lidokain dan sufentanil tidak hanya mencegah kenaikan
TIO akibat pemberian suksinilkolin, laringoskopi dan intubasi
trakhea, akan tetapi juga menurunkan TIO, sehingga memberikan kondisi yang lebih baik selama pembedahan.
Berbeda halnya dengan hasil penelitian Georgiou M et al
(2002)6, yang telah melakukan penelitian tentang sufentanil
0,05 g/kg i.v atau klonidin 2 g/kg i.v untuk meredam
kenaikan TIO selama RSI.
Diakhir peneltian mereka menyimpulkan bahwa sufentanil
dapat menghambat kenaikan TIO yang berhubungan dengan
pemberian suksinilkolin selama RSI.
Dilain pihak, klonidin gagal menunjukkan efek yang
sama. Hal ini mungkin disebabkan efek puncak klonidin
(tercapai setelah 30-60 menit)yang belum adekuat saat
dilakukannya RSI.
KESIMPULAN
Kedua obat ini mempunyai kemampuan yang sama dalam
menumpulkan respon hemodinamik dan menurunkan TIO,
serta mencegah kenaikan TIO akibat tindakan intubasi endotrakheal, dan dapat digunakan secara aman sebagai adjuvan
pada saat premedikasi untuk kasus bedah ophthalmic, maupun
non-ophthalmic dengan anestesi umum yang memerlukan
pengendalian TIO pada saat tindakan laringoskopi dan intubasi
endotrakheal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stead SW. Complications in ophthalmic anesthesiology.
Seminars in anesthesia. 1996;15:171-82.
2. Lamb K, James MFM, Janicki PK. The laryngeal mask
airway for intraocular surgery: effects on intraocular
pressure and stress responses. British Journal of
Anaesthesia. 1992;69:143-7.
3. Abbott MA, Samuel JR. The control of intra-ocular pressure
during induction of anaesthesia for emergency eye surgery.
Anaesthesia. 1987;42:1008-12.
4. Bharti N, Mohanty B, Bithal PK, Dash M, Dash HH. Intraocular pressure changes associated with intubation with
the intubating laryngeal mask airway compared with
Perbandingan efek klonidin 2g/Kg intravena dan lidokain 2% 1.5 mg/Kg intravena untuk mencegah
kenaikan tekanan intra okuler (TIO) selama tindakan intubasi endotrakheal
conventional laryngoscopy. Anaesth Intensive Care.
2008;36:431-5.
5. Sator-Katzenschlager SM, Oehmke MJ, Deusch E, Dolezal
S, Heinze G, Wedrich A. Effects of remifentanil and
fentanyl on intraocular pressure during the maintenance
and recovery of anaesthesia in patients undergoing nonophthalmic
surgery.
European
Journal
of
Anaesthesiology. 2004;21:95-100.
6. Georgiiou M, Parlapani A, Argiriadou H, Papagiannopoulou
P, Katsikis G, Kaprini E. Sufentanil or clonidine for blunting
the increase in intraocular pressure during rapid-sequence
induction. 6th edition. European Journal of Anaesthesiology.
2002;19:819-22.
7. Murgatroyd H, Bembridge J. Intraocular Pressure.
Critical Care & Pain. 2008;8:100-3.
8. Dahlgren N, Messeter K. Treatment of stress response to
laryngoscopy and intubation with fentanyl. Anaesthesia.
1981;36:1022-6.
9. Stoelting RK, Hillier SC. Local Anesthetics. In: Pharmacology and physiology in anesthetic practice. 4th edition.
Philadelphia: Lippincott Williams; 2006. p. 182-3.
10. Longnecker DE, Tinker JH, Morgan GE. Toxicity of local
anesthetics. In: Principles and practice of anesththesiology.
2nd edition. Philadelphia: New York Inc; 1998:1350-3.
11. Tsai PS, Buerkle H, Huang LT, Lee TC, Yang LC, Lee
JH. Lidocaine concentrations in plasma and
cerebrospinal fluid after systemic bolus administration
in human. Anesthesia Analgesia. 1998;87:601-4.
12. Buttermann AE, Maze M. Alpha-2 adrenergic agonists in
anesthesiology. Seminars in anesthesia.1996;15(1):27-40.
13. Kamibayashi T, Maze M. Clinical uses of alpha2adrenergic agonists. Anesthesiology. 2000;93:1345-9.
14. Robinson R, White M, McCann P, et al. Effect of
anaesthesia on intraocular blood flow. Br J
Ophthalmol. 1991; 75:92-3.
15. Moeini HA, Soltani HA, Gholami AR, Masoudpour H. The
effect of lidocaine and sufentanil in preventing intraocular
pressure increase due to succinylcholine and
endotracheal intubation. European Journal of
Anaesthesiology. 2006; 23:739-42.
16. Kudlak, TT. Open-eye injury. In: Anesthesiology problemoriented patient management. 6th edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 1007-24.
17. Miller, RD. In: Miller's anesthesia. 6th edition. Churchill
Livingstone; 2005. p. 2531-37.
18. Derbyshire DR, Chmielewski A, Fell D, Vater M, Achola
K, Smith G. Plasma catecholamine response to tracheal
intubation. British Journal Anaesthesia. 1983;55:855-60.
19. Tomori Z, Widdicombe JG. Muscular, bronchomotor and
cardiovascular reflexes elicited by mechanical stimulation
of respiratory tract. Journal of physiology.1969;200:25-49.
20. King BD, Harris LC Jr, Breifenstein FE, et al. Reflex
circulatory responses to direct laryngoscopy and tracheal
intubation performed during general anesthesia.
Anesthesiology. 1951;12: 556-66.
21. Murphy, DF. Anesthesia and intraocular pressure.
Anesthesia analgesia.1985;64:520-30.
22. Kubo T, Misu Y. Pharmacologycal characterization on
the a-adrenoceptor responsible for a decrease of blood
pressure in the nucleus tractus solitari of rat. Archieves
pharmacology.1981; 317:120-25.
23. Svensson TH, Bunney BS, Aghajanian GK. Inhibition of
both noradrenergic and serotonergic neurons in brain
by the alpha-adrenergic agonist clonidine. Brain
research. 1975;92:291-306.
24. Ross CA, Ruggiero DA, Reis DJ. Projection from the
nucleus tractus solitarii to the rostal ventrolateral
medulla. J comp neurol.1985;242:511-34.
25. Unnerstall J, Kopajtic, Kuhar MJ. Distribution of alpha-2 agonist
binding sites in the rat and human central nervous nervus
system. Analysis of some functional, autonomic correlates of
the pharmacology efects of clonidine and related adrenergic
agents. Brain research rev. 1984;7:69-101.
26. Ernsberger P, Guiliano R, Willette N, et al. Role of
imidazole receptors in the vasodepressor response to
clonidine analogs in the rostal ventrolateral medulla. J
pharmacol Exp. 1990;253: 408-18.
27. Tibirica E, Feldman J, Mermet C, et al. Selectivity of
rilmenidine for the nucleus reticularis lateralis, a ventrolateral
medullary structure containng immidazole-prederring
receptor. Euro J Pharmacologi. 1991; 209:213-21.
28. Stoelting RK, Hillier SC. Antihypertensive drugs. In: Pharmacology & physiology in anesthetic practice. 4th edition.
New York: Lippincott williams & wilkins; 2006. p. 338-44.
29. Hasslinger C. Catapresan (2-(2,6-dichlorophenylamino)2-imidazoline-hydrochloride)-a bew drug lowering
intraocular pressure. Klin Monatsbl Augenheilkd.1969;
154:95-105.
30. Macri FJ, Cervario SJ. Clonidine. Arch Ophthalmol.1978;96:2111-3.
31. Cousins MJ, Bridenbaugh PO. Clinical pharmacology of
local anesthetic agents, neural blockade. In: Clinical
anesthesia and management of pain. 3rd edition. Philadelphia: New York Lippincott-Raven; 1998. p. 105-21.**
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara
| 13
Download