sinar tani-2 - Balai Penelitian Tanaman Serealia

advertisement
BALAI PENELITIAN TANAMAN
SEREALIA
JADWAL ACARA
ASIAN REGIONAL MAIZE WORKSHOP
(ARMW) X,
MAKASSAR, 20 - 23 OKTOBER 2008
SENIN, 20 OKTOBER 2008
KEGIATAN
- Pembukaan
- Foto Bersama
- Seminar (Pembicara Tamu)
- Panyampaian Poster
- Kunjungan ke Balitsereal, Maros
Tanaman Serealia (Balitsereal) merupakan
BsalahalaisatuPenelitian
UPT dalam lingkup Badan Litbang Pertanian yang
mempunyai mandat melaksanakan penelitian komoditas Serealia (jagung, sorgum, gandum, dan millet) serta mengembangkan teknologi yang dibutuhkan oleh pengguna (stakeholder, petani, dan konsumen). Balitsereal mempunyai visi sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tanaman serealia terdepan, profesional, dan mandiri. Untuk mewujudkan visi tersebut, Balitsereal mempunyai misi menghasilkan dan merekayasa IPTEK tinggi, strategis, dan unggul
tanaman serealia, serta meningkatkan kemandirian dan profesionalisme dalam menghasilkan dan menyebarluaskan IPTEK
tanaman serealia.
Sebagai perwujudan dari visi dan misi tersebut, kegiatan
penelitian Balitsereal diarahkan untuk pengelolaan, pengkayaan, pemanfaatan, dan pelestarian sumberdaya genetik
serealia, penelitian pemuliaan, perbaikan sistem produksi dan
tekno-sosio-ekonomi jagung untuk lahan sub-optimal, diseminasi dan promosi hasil Penelitian.
Beberapa hasil penelitian Balitsereal yang menjadi unggulan dan telah diadopsi oleh stakeholder antara lain pada komoditas jagung adalah varietas unggul komposit Lamuru, Sukmaraga, Bisma, Anoman-1, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi
Putih-1. Varietas unggul Hibrida Bima-1 s/d Bima-6, efisiensi
teknologi produksi jagung. Pada komoditas sorgum telah dilepas varietas Numbu dan Kawali yang berpeluang dikembangkan untuk produksi ethanol. Komoditas Gandum adalah Dewata, Sedangkan Milet saat ini masih dalam taraf koleksi dari
plasma nutfah pada berbagai propinsi.
Diseminasi hasil penelitian memiliki arti yang sangat strategis terhadap tingkat adopsi teknologi oleh petani. Diseminasi
dilaksanakan melalui penyediaan benih sumber,temu lapang,
ekspose, seminar serta menerima kunjungan. Secara tidak
langsung, diseminasi dilaksanakan melalui kerjasama peng-
SELASA, 21 OKTOBER 2008
KEGIATAN
- Seminar dengan topik:
- Jagung di Asia
- Pemuliaan Jagung
- Bioteknologi
LOKASI
- Hotel Sahid Jaya, Makassar
RABU, 22 OKTOBER 2008
jian dengan BPTP, dinas pertanian, serta swasta untuk mengakselerasi proses penyampaian teknologi serealia kepada
pengguna, khususnya petani.
Tantangan kedepan adalah isu pemanasan global, pemanfaatan bioenergi, perluasan ke lahan marginal terutama
pada lahan masam, dan subsidi sarana penelitian yang cenderung dihilangkan sama sekali, serta upaya menekan impor
gandum. Karena itu Balitsereal akan merespon dengan pembentukan varietas jagung baik komposit maupun hibrida dan
teknologinya yang beradaptasi baik pada kekeringan, suhu
tinggi dan lahan marginal, varietas sorgum yang mengasilkan
bioethanol yang tinggi, dan gandum yang berpotensi hasil
tinggi dan adaptif pada lahan dataran sedang.
Dalam mengemban mandat tersebut, Balitsereal didukung
oleh sumber daya manusia yang kompeten, terdiri dari 12
orang berstatus Doktor (S3), 32 berstatus Magister (S2), 48
Sarjana (S1) selebihnya berpendidikan < SLTA sampai Sarjana Muda. Jumlah peneliti yang dimiliki oleh Balitsereal saat
ini sebanyak 67 orang, dan dua diantaranya berstatus professor riset.
!Balitsereal, Marosl
MARKA MOLEKULER SALAH SATU TEROBOSAN
UNTUK MEMPERCEPAT PEMBENTUKAN JAGUNG
Penduduk dunia mengalami peningkatan populasi sangat cepat. Menurut perkiraan, di akhir tahun 2050, populasi dunia akan mengalami
peningkatan dua kali lipat yaitu mendekati 12 milyar. Berdasarkan hal
tersebut diperkirakan penduduk dunia akan membutuhkan produk bahan pangan dua kali lebih banyak dari saat ini. Mungkinkah kita dapat
menghasilkan pangan 2 kali lipat dibanding saat ini? Kalau jagung sudah mulai diperhitungkan sebagai bahan pangan, kenapa tidak. Keberlanjutan pengem-bangan varietas dan galur jagung yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil untuk menjamin ketahanan
pangan di masa depan merupakan faktor yang sangat penting. Program pemuliaan tanaman adalah salah satu aspek yang memegang
peranan penting khususnya dalam menghasilkan varietas berpotensi
hasil tinggi. Pemuliaan konvensional sampai sekarang masih terfokus
pada seleksi turunan superior dari populasi segregasi, dan seleksi
umumnya berdasarkan pada penampilan karakter fenotipik. Walaupun
menggunakan berbagai alat bantu statistik dan genetik untuk meminimalkan pengaruh lingkungan terhadap seleksi genotipe harapan, ada
efek yang tidak terkendali dari pengaruh faktor lingkungan terhadap
fenotipe. Pembentukan varietas baru dengan cara konvensional
memerlukan waktu sekitar 5 sampai 10 tahun dan pelepasan varietas
harapan tidak dapat dijamin sepenuhnya berhasil karena sangat
tergantung pemilihan kombinasi tetua terbaik. Oleh sebab itu, para
pemulia tertarik terhadap teknologi baru yang dapat membuat prosedur
lebih efisien dan dapat lebih dipercaya. Teknologi marka molekuler dan
rekayasa genetik menawarkan peluang dengan mengadopsi hal-hal
baru dalam skala luas untuk meningkatkan efisiensi strategi seleksi
dalam pemuliaan tanaman serealia khususnya jagung.
Teknik molekuler, khususnya dalam penggunaan marka molekuler, telah digunakan secara ekstensif oleh negara maju. Penggunaan marka
molekuler utamanya untuk memonitor variasi susunan DNA di dalam
dan pada sejumlah spesies serta merekayasa sumber baru variasi genetik dengan mengintroduksi karakter-katakter baik yang baru dari
landraces dan spesies-spesies liar. Marka molekuler membawa informasi baru yang bermanfaat dalam menentukan variasi karakter dan
organisasi dari keragaman genetik di dalam spesies serealia dari produk pertanian andalan seperti jagung. Informasi ini dapat digunakan
untuk efisiensi manajemen dan mengeksploitasi sumber-sumber genetik tanaman serealia.
Sekarang ini, perbaikan sistem deteksi dan teknik berdasarkan marka
dimanfaatkan untuk mengidentifikasi marka yang terpaut dengan karakter-karakter yang berguna, telah berhasil dengan sangat baik, dan
telah mulai dimanfaatkan di Balitsereal. Simple Sequence Repeats
(SSR) atau marka mikrosatelit adalah salah satu marka yang telah
dikembangkan pada komoditas tanaman jagung dan sistem marker ini
telah terbukti lebih efektif baik untuk pengorganisasian meteri genetik
berdasarkan jarak genetik, pemetaan gen dan dalam mengimplementasian program pemuliaan yang lebih efisien.
Aplikasi marka molekuler untuk studi genetik khususnya jagung sangat
bervariasi tetapi aplikasi utamanya adalah: (i) estimasi variabilitas
genetik dan karakterisasi koleksi plasma nutfah; (ii) sidik jari varietas
yang bertujuan untuk identifikasi, mempercepat pembentukan individu
LOKASI
- Hotel Sahid Jaya, Makassar
- Hotel Sahid Jaya, Makassar
- Hotel Sahid Jaya, Makassar
- Hotel Sahid Jaya, Makassar
- Balitsereal, Maros
dengan mengkombinasikan alel-alel yang menguntungkan, mendukung prediksi penampilan hibrida, penentuan ciri kultivar baru
untuk registrasi dan proteksi; (iii) estimasi jarak genetik antara populasi, inbrida dan materi-materi pemuliaan lain; (iv) memfasilitasi
introgresi segmen kromosom dari spesies liar dan bahkan tagging
gen-gen spesifik; deteksi monogenik dan quantitative trait loci (QTL);
(v) pemurnian dan stabilitas benih serta materi tanaman; dan (vi)
identifikasi sekuen dari kandidat-kandidat gen target atau yang
berguna.
Metode alternatif berdasarkan konstruksi pemetaan parsial serta
kombinasi pedigree dan marka informatif juga telah ter-bukti
bermanfaat dalam identifikasi marka/karakter yang bera-sosiasi.
Semua aktivitas tersebut di atas telah mampu dilaksanakan di
laboratorium molekuler sederhana seperti yang dimiliki oleh
Balitsereal terutama yang mengarah kepada program pem-bentukan
varietas jagung hibrida sejak tahun 2006. Studi kera-gaman genetik
beberapa set inbrida telah dilakukan untuk pembentukan kelompok
heterotik dan penentuan jarak genetik antar inbrida untuk
memudahkan dalam seleksi tetua hibrida. Hampir semua tetua
hibrida jagung yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian juga
telah mempunyai sidik jari berbasis marka molekuler (SSR).
Kemurnian varietas dan tetua hibrida dapat dikontrol dengan mudah
khususnya inbrida Mr4 dan Mr14 yang sering dijadikan sebagai
materi silang uji (test cross) yang juga sekaligus sebagai tetua hibrida
Bima-1. Selain itu telah ada calon-calon varietas hibrida yang
bermutu protein tinggi (QPM) hasil introgresi gen opaque-2 (o-2), juga
dilakukan di lab. Marka Molekuler di Balitsereal.
Perubahan iklim global, akan meningkatkan gangguan biotik seperti
penyakit dan abiotik seperti kekeringan dan banjir akan sering terjadi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pem-bentukan varietas
jagung dengan karakter spesifik seperti tahan kekeringan, atau tahan
penyakit bulai akan lebih efisien jika memanfaatkan marka molekuler
karena tidak terpengaruh oleh lingkungan.
!Marcia Pabendon, Balitsereal
Perakitan Jagung Unggul Tahan
Kekeringan dan Angin Kencang Melalui
Pemuliaan Partisipatif:
ANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL
Salah satu komponen teknologi produksi jagung adalah varietas
unggul yang adaptif pada lingkungan dimana varietas tersebut akan
dikembangkan. Ketersediaan varietas unggul yang potensi hasilnya
tinggi dan stabil memungkinkan petani dapat meningkatkan produksi, sehingga pendapatan dan kesejahteraannya dapat meningkat. Dengan demikian keberlanjutan swasembada jagung akan
terjamin.
KEGIATAN
LOKASI
- Seminar dengan topik:
- Hotel Sahid Jaya, Makassar
- Bioteknologi
- Toleran Cekaman Abiotis
- Kunjungan ke KP. Bajeng, Gowa - KP. Bajeng & Kel.tani
Bontonompo, Gowa
KAMIS, 23 OKTOBER 2008
KEGIATAN
- Seminar dengan topik:
- Toleran Cekaman Biotis
- Agronomi
- Penutupan
LOKASI
- Hotel Sahid Jaya, Makassar
- Gubernuran Sulawesi Selatan
SHS-3 Jagung Hibrida Produksi Tinggi
Jagung hibrida SHS-3 merupakan salah satu jagung
hibrida produksi PT. Sang Hyang Seri (Persero)
dengan potensi hasil mencapai 15,4 t/ha, toleran
penyakit bulai, tahan rebah, adaptasi luas. PT. Sang
Hyang Seri juga mepunyai produk jagung lain yaitu
SHS-2, SHS-11, dan SHS-12 dengan potensi hasil
11,0-12,6 t/ha. Jagung hibrida ini tahan penyakit
bulai.
HIBRIDA N35 dan NT10
Hibrida N35 dan Nt10 mempunyai potensi hasil
masing-masing 12,54 dan 12,81 t/ha. Sistem perakaran sangat baik dan kelobot menutup
sempurna. Kedua hibrida ini mempunyai adaptasi
luas. Hibrida tersebut diproduksi oleh PT.
Pada awalnya, kondisi kekeringan di Indonesia banyak dijumpai di Kawasan Timur
Indonesia, seperti di NTT, NTB, Maluku Tenggara, sebagian Jatim, Sulsel, Sultra
dan Sulteng. Namun dengan adanya perubahan iklim yang tidak menentu sebagai
dampak pemanasan global, kekeringan tidak hanya melanda kawasan timur,
namun sudah meluas ke Kawasan Barat pada sebagian pulau Jawa, Kalimantan
dan Sumatera. Pada keadaan curah hujan yang eratik, hasil jagung akan sangat
bervariasi dari waktu kewaktu, dari lokasi ke lokasi terutama pada pertanaman
jagung di lahan kering. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil
jagung rata-rata nasional yaitu 3,8 t/ha. Salah satu cara untuk mengurangi
penurunan hasil jagung akibat kekeringan adalah dengan menggunakan varietas
yang toleran terhadap kekeringan.
Saat ini, calon-calon varietas jagung unggul yang toleran kekeringan baik hibrida
ataupun komposit sudah tersedia, namun masih belum mengakomodasi
kepentingan/preferensi petani yang beragam. Untuk itu dalam perakitan varietas
unggul baru jagung perlu mempertimbangkan kepentingan petani/masyarakat di
suatu wilayah pengembangan. Salah satu contoh di Nusa Tenggara Timur, jagung
Kalingga diterima petani cukup baik dengan alasan kelobotnya tertutup rapat
sehingga tahan disimpan, serta memiliki cita rasa (eating quality) yang sesuai
keinginan petani/masyarakat setempat, walaupun hasilnya lebih rendah
dibanding varietas lainnya (Lamuru, Sukmaraga ataupun Bisma).
Untuk mengakomodasi preferensi petani terhadap varietas jagung toleran
kekeringan, Balai Penelitian Tanaman Serealia mulai melibatkan petani dalam hal
seleksi untuk perakitan varietas unggul baru di NTT. Kegiatan ini dilakukan melalui
temu lapang sebelum panen, dan para petani (laki-laki dan perempuan) diberi
kesempatan untuk memberikan skoring pada sejumlah galur/populasi (169
tanaman) yang sedang diuji, bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) NTT.
Kriteria preferensi petani terhadap calon varietas yang dievaluasi meliputi tongkol
besar yang mengindikasikan potensi hasil tinggi, posisi tongkol rendah akan lebih
tahan terhadap kerebahan akibat angin kencang seperti angin puting beliung,
penutupan klobot yang baik akan lebih aman dari kontaminasi hama gudang dan
cendawan yang dapat memproduksi aflatoksin. Selain itu juga yang dapat disimpan
lebih lama sebagai bahan pangan, warna biji yang lebih jernih diduga memiliki nilai
beta karotein yang lebih tinggi dan sangat bermanfaat untuk peningkatan gizi serta
penampilan lebih menarik sehingga lebih dihargai konsumen.
Kisaran hasil yang diperoleh di wilayah kering (KP Muneng) dalam kondisi
cekaman kekeringan yang ekstrim (mendapat air hanya sampai 3 minggu sesudah
tanam), menunjukkan bahwa beberapa materi calon hibrida tersebut masih dapat
mencapai hasil sekitar 5 t biji kering/ha, sementara dalam kondisi tidak tercekam
hasil yang diperoleh dapat mencapai 11 t biji kering/ha. Di lain pihak beberapa
hibrida komersial yang telah ada, hasilnya hanya 2,5- 3 t/ha. Komposit Lamuru
yang selama ini diandalkan sebagai varietas toleran kekeringan, hasilnya hanya
mencapai 2 ton/ha. Selain itu beberapa materi genetik tersebut selain toleran
kekeringan juga memiliki karakter spesifik yang sering menjadi tuntutan petani di
beberapa wilayah pengembangan jagung misalnya kelobot tertutup rapat.
INOVASI TEKNOLOGI JAGUNG,
KUNCI PENINGKATAN EFISIENSI USAHATANI, KUALITAS
HASIL DAN DIVERSIFIKASI PANGAN
BWD yang digunakan pada tanaman jagung
adalah BWD yang juga dipakai pada taLahan marginal yang dominan di Indonesia naman padi. Prinsip penggunaan BWD adaadalah lahan masam dan lahan keterbatas- lah memberi nilai skala 2-5 dari penampilan
an air (kekeringan). Umumnya petani yang warna kuning-hijaunya daun tanaman. Maberada di lahan seperti ini adalah petani kin kekuningan warna daun tanaman, nilaiyang modal dan pendapatannya relatif ren- nya juga makin rendah, sebaliknya jika daun
dah, karena itu pengembangan jagung dia- makin hijau maka nilai skalanya juga makin
rahkan pada input yang rendah. Pengem- tinggi. Nilai skala warna daun pada saat tabangan varietas hibrida memerlukan input naman masih fase vegetatif (sebelum bertinggi, dan sering tidak terjangkau oleh peta- bunga)sampai fase pembentukan tongkol )
ni, alternatifnya adalah pengembangan va- berhubungan erat dengan produktivitas tarietas komposit yang toleran lahan masam naman. Artinya tanaman yang daunnya hijau
atau kekeringan. Balitsereal telah meng- pasti memberikan hasil yang lebih tinggi dihasilkan varietas yang toleran terhadap ke- banding tanaman yang daunnya kekuningmasaman yaitu Sukmaraga dan kekeringan an. Tanaman jagung yang daunnya berwaryaitu Lamuru dan Anoman-1. Ketiga varietas na kekuningan menunjukan bahwa masih
kekurangan hara N, karena itu diperlukan
ini mempunai potensi hasil 8,0 t/ha.
tambahan pupuk urea. Nah, untuk mengetahui apakah tanaman masih membutuhkan
Varietas unggul hibrida
hara
N (urea) atau tidak dapat diukur secara
Ketergantungan benih hibrida impor, baik
benih F1 maupun parenstoknya (induk F1) mudah dengan mengunakan BWD.
akan memperlemah ketahanan pangan kita. Untuk melakukan pemupukan urea pada taAgar hal itu tidak terjadi, maka Balitsereal naman jagung berdasarkan BWD adalah
berkomitmen untuk menghasilkan varietas sebagai berikut: 1) takaran pemberian awal
hibrida, sampai saat ini telah dilepas varietas tanam (umur ±10 hst) sejumlah 110 kg
hibrida sebanyak 6 varietas (Tabel 1)) yang urea/ha, kemudian pemberian kedua pada
parenstoknya tersedia di Balitsereal. Ke- umur 30 hst, sebanyak 170 kg urea/ha, 2)
enam varietas ini mempunyai potensi hasil Pada umur 50 HST (sebelum berbunga) diyang cukup tinggi dan harganya relatif lebih amati warna daunnya menggunakan BWD.
rendah. Varietas Bima-2 Bantimurung, Hasil pengamatan nilai BWD tertentu dipuBima-3 Bantimurung, Bima-4, Bima-5, dan puk kembali sesuai dengan Tabel 2.
Bima-6 telah dilesensikan ke perusahaan Untuk mendapatkan akurasi pengukuran
swasta dalam negeri, sedangkan Bima 1 BWD langkah-langkah yang harus dilakukan
dikerjasamakan secara ke kelompok tani sebagai berikut: 1) bagian tanaman yang
diamati adalah daun ketiga dari atas yang
atau pemda yang ingin bekerjasama.
telah terbuka sempurna, 2) jumlah sampel
Tabel 1. Penampilan jagung hibrida Bima-1, Bima-2
disarankan minimal 20 tanamBantimurung, Bima-3 Bantimurung, Bima-4, Bima-5,
an secara acak yang mewakili
dan Bima-6.
kelompok wilayah/area lahan
Varietas Tahun Potensi Umur Ketahanan Keunggulan
yang dianggap seragam kondidilepas Hasil Panen Penyakit
Spesifik
sinya, 3) pengukuran dilaku(t/ha) (hari)
kan pada pagi hari dan dihinBima-1 2001 9,0
97
Agak tahan Biomas tinggi
dari
adanya pantulan cahaya
Bima-2 2007 11,0
97
Agak tahan Stay green
matahari pada alat BWD, 4)
Bima-3 2007 10,0
100
Tahan
Efisien N
tanpa ada tenggang waktu anBima-4 2008 11,7
102
Tahan
Stay green
tara sampel yang diamati, 5)
Bima-5 2008 11,5
103
Tahan
Stay green
Bima-6 2008 10,6
104
Tahan
Stay green
tanaman tidak dalam keadaan
Varietas unggul untuk lahan
marginal
nanam varietas jagung yang tahan bulai antara lain varietas bersari bebas Sukmaraga
dan Lagaligo, varietas hibrida Bima-3, P12,
P10, P9, dan P5 atau dan pemberian fungisida metalaksil dengan meningkat dosis
yang digunakan saat ini melalui perlakuan
benih.
Aflatoksin adalah kumpulan senyawa beracun yang dihasilkan oleh strain tertentu
dari cendawan Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Komoditas yang sering
diinfeksi oleh cendawan ini adalah biji kacang tanah , biji kapas, dan biji kacang lain.
Kandungan aflatoksin merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan kelayakan jagung untuk dikonsumsi manusia
dan ternak. Badan Pangan Dunia menentukan batas aflatoksin pada biji jagung untuk
pakan ternak 30 ppb suatu ukuran yang
rendah. Pabrik pakan ternak menetapkan
batas maksimun kandungan aflatoksin jagung yang mereka dapat terima 200 ppb
untuk diolah dengan bahan lain menjadi pakan ternak. Jagung dengan kandungan aflatoksin yang lebih tinggi akan ditolak .
Perlu diketahui bahwa jika biji jagung telah
terinfeksi aflatoksin hingga saat ini belum
ada cara menetralisir aflatoksin tersebut ,
sehingga jagung tersebut tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu upaya yang
perlu dilakukan adalah pencegahan.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan
menggunakan varietas unggul yang toleran
antara lain varietas bersari bebas Lamuru,
Bisma, Sukamaju, Srikandi putih ,Srikandi
kuning, sedangan varietas hibrida antara
lain Bima , Bisi 2, Pioneer 7. Pengomposan
agar tidak menjadi inang cendawan, pergiliran tanaman jagung dengan tanaman
lain, pemupukan yang berimbang agar tanaman sehat, kuat sehingga tidak mudah
diinfeksi cendawan. Proses panen dan pengeringanpun harus menjadi perhatian. Tanaman jagung yang layak dipanen setelah
masak fisiologis ditandai adanya warna hitam pada ujung biji yang menempel pada
janggel, sebaiknya kadar air saat masih ditongkol <30%. Setelah dipil masih memerlukan pengeringan hingga kadar biji menustres kekeringan,6) disamping itu, tanaman run menjadi =15%.
tidak kekurangan hara,oleh karena itu harus
dilakukan pemupukan yang optimal selain Pengering Jagung Berbahan Bakar
N.
Non Migas
BIMA-4
BIMA-5
Jagung berprotein tinggi (QPM)
prospektif untuk
daerah rawan pangan
Jagung berprotein
tinggi (QPM) adalah
jagung yang memiliki
kandungan asam amino lisin dan triptofan
yang lebih tinggi dibanding dengan jagung
biasa. Asam amino lisin dan tritofan dikethui
sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan otak anak balita. Balitseral
telah melepas 2 varietas yang kandungan
asam aminonya 2 kali lebih tinggi dibanding
jagung biasa, kedua varietas tersebut adalah Srikanding Putih- 1 dan Srikand Kuning1 masing-masing mempunyai kandungan
lisin 0,58 dan 0,468% dan kandungan triptofan 0,11 dan 0,102%, sedangkan jagung
biasa hanya mengandung lisin 0,291% dan
triptofan 0,058%.
BIMA-6
Penggunaan Bagan Warna Daun
(BWD) meningkatkan efisiensi N
Pemupukan urea pada tingkat petani di beberapa tempat seperti di Gowa dan Takalar
(Sulsel) dan di Kediri (Jatim) sudah berlebih
dan tidak efisien lagi, yaitu sekitar 750 kg/ha.
Hasil penelitian Balitsereal, bahwa kebutuhan pupuk urea untuk tanaman jagung
hanya 225 - 425 kg urea/ha (tergantung
tingkat kesuburan tanah) dengan tingkat hasil yang diperoleh 8 - 12 t/ha. Balai Penelitian
Tanaman Serealia (Balitsereal) telah mengembangkan metode pemupukan N (urea)
yang dapat menghemat 30 - 50% pupuk
urea dan mudah diterapkan petani, yaitu
penggunaan bagan warna daun (BWD).
Tabel 2. Perkiraan tambahan N berdasarkan nilai BWD
tanaman jagung pada umur 40-50 hst.
Takaran Urea
Nilai BWD*)
Hibrida/
Bersari Bebas/
Target hasil >7 t/ha Target hasil <7t/ha
<4,0
4,00 - 4,25
4,25 - 4,50
>4,50
156
122
100
67
122
89
67
0
*) Nilai BWD dari rata-rata pengamatan 20 sampel secara acak
dalam satu petakan lahan.
Waspadai penyakit Bulai dan
Aflatoksin
Akhir-akhir ini di beberapa tempat penyakit
bulai pada tanaman jagung sudah menjadi
penyakit yang serius, seperti di Bengkayang
(Kalimantan Barat), Simalungun (Sumatera
Utara), dan di Kediri (Jawa Timur). Penyakit
bulai yang sudah mewabah akan menyebabkan kehilangan hasil minimal 30% bahkan tanaman tidak akan menghasilkan sama
sekali. Pada daerah ini tampaknya penggunaan fungisida metalaksis (Saromil dan
Redomil) sudah tidak mampan lagi, karena
semua varietas hibrida yang oleh produsen
benih telah memberi saromil ternyata juga
terserang berat. Faktor utama terjadinya wabah penyakit adalah pertanaman yang tidak
serempak disertai dengan adanya pertanaman sepanjang waktu (setiap minggu ada
pertanaman baru).Upaya untuk menanggulangi serangan penyakit bulai harus dilakukan secara terpadu, yang pertama adalah
menghilangkan sumber inokulum dengan
mengatur waktu tanam sehingga terdapat
periode bebas tanaman jagung antara musim tanam (MT) I dan MT II minimal 2 minggu
dan penanaman jagung secara serempak
(1-2 minggu) dalam satu hamparan, atau
eradikasi (pencabutan) tanaman jagung terserang bulai sedini mungkin (diperlukan monitoring pertanaman sebelum berbunga)
Sekitar 79% produksi jagung dihasilkan
pada musim hujan, sehingga terbentur pada
masalah pengeringan. Dalam pasca panen
tradisional petani biasanya menumpuk hasil
panennya beberapa hari sampai beberapa
minggu sampai penanaman jagung kedua
selesai dikerjakan. Dengan demikian
cendawan mudah menginfeksi biji dan
berkembang
sehingga menurunkan
kualitas jagung. Untuk dapat menekan
kehilangan hasil baik dari segi kuantitas
ataupun kualitas sampai pada batas
minimum, diperlukan introduksi peralatan
yang operasioanal di tingkat petani.
Balitsereal telah mengembangkan dua jenis
mesin pengering yaitu; (1) Fix bed dryer,
yaitu alat pengering dengan menggunakan
sinar matahari “solar collector” dikombinasikan dengan biomas/janggel
jagung atau kayu bakar. Kapasitas dari alat
pengering berkisar 5 sampai 10 ton dengan
lama pengeringan 12 sampai 16 jam, (2)
Fix bed dryer dengan mixed flow
(concurrent dan counter flows) berkapasitas
dari satu sampai 2 ton, menggunakan bahan
biomas batang jagung atau janggel jagung
atau kayu bakar lainnya, kelebihan dari
pengering ini adalah tanpa dilakukan
pembalikan dari bahan yang akan
dikeringkan, sedangkan pengering yang
pertama masih harus dibalik.
Diversifikasi Pangan dari Bahan
Produk Jagung
Jagung berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku diversifikasi pangan, karena mempunyai karbohidrat yang setara
dengan serealia lainnya dan fisikokimia dari
pati jagung dan karakteristik fungsional
(dietary fiber, beta carotene, dan Fe)
berguna untuk bahan diversifikasi pangan.
Balitseral telah menghasilkan sejumlah va-
rietas jagung yang sesuai untuk bahan pangan antara lain, Anoman-1 dengan kadar
amilosa yang rendah, sehingga sesuai untuk bahan subtitusi beras jagung (70% beras
dan 30% beras jagung). Tepung jagung dari
varietas Anoman-1 dapat sebagai subtitusi
terigu sampai 70-80% untuk bahan kukis
(kue kering), 20-30% untuk kue besar dan
10-15% untuk mie dan roti berturut-turut.
Kadar amilosa dari pulut lokal Sulsel berkisar 5-7%, sesuai untuk jagung marning.
CARA PRODUKSI BENIH JAGUNG
Benih berkualitas merupakan komponen
teknologi yang sangat strategis peranannya
dalam menentukan keberhasilan usaha tani.
Ketersediaan benih saja tidak cukup jika
tidak diikuti dengan kualitas benih yang tinggi. Oleh karena itu, penggunaan benih unggul bermutu diperlukan, karena merupakan
suatu langkah awal dari keberhasilan suatu
usaha pertanian.
Benih adalah bahan tanaman yang berwujud
biji. Benih memiliki dan membawa sifat-sifat
genetis tanaman induknya, dan akan tampil
optimal jika mutu benihnya tinggi yang diindikasikan oleh daya tumbuh dan vigor benih
yang tinggi di lapangan (tumbuh cepat dan
merata) dalam kondisi lingkungan yang
optimal. Tanaman jagung adalah tanaman
yang menyerbuk silang, oleh karena itu
dalam produksi benihnya perlu isolasi waktu
atau jarak lokasi penanaman ang optimal,
agar tidak terjadi kontaminasi. Walaupun
isolasi waktu ataupun jarak sudah cukup
optimal, dalam produksi benih mulai dari
kelas Benih Penjenis (BS) sampai kelas
benih sebar (BR), namun pertanaman tidak
pernah terhindar dari munculnya tipe simpang (off type). Karena itu diperlukan seleksi
pada saat vegetatif, kemudian saat awal
berbunga juga dilakukan seleksi terhadap
tanaman dengan warna bunga yang berbunga baik bunga jantan ataupun bunga
betani sebelum terjadi penyerbukan. Hal ini
mengingat jagung komposit dirakit dari banyak populasi, antara lain Lamuru, Bisma
dan Sukmaraga sehingga setiap kali penanaman selalu muncul tipe simpang ataupun
segregasi. Produsen benih disarankan dapat membedakan antara tipe simpang dan
segregan. Tipe simpang ditunjukkan oleh
kelainan bentuk tanaman (kadang-kadang
ada yang terlalu tinggi dan warna batangnya
berbeda dengan induknya, ataupun warna
bunga jantan dan betina. Jika ada kelainan
pada warna dan bentuk bunga jantan, tetapi
warna dan bentuk bunga betina (calon tongkol) sama dengan induknya cukup hanya
memotong bunga jantannya saja, demikian
pula sebaliknya. Oleh karena itu produsen
benih atau penangkar perlu melakukan pemurnian pertanamannya mulai dari proses
produksi sampai pada prosesing benih. Terbentuknya segregan tidak perlu dieliminasi
seluruhnya, cukup yang ekstrim-ekstrim saja
karena untuk mempertahankan komposisi
genetik suatu jagung komposit agar heterozigositasnya tetap berperan sesuai yang diharapkan. Berbeda dengan jagung sintetik
yang dirakit dari berbagai inbrida (galur murni) pemunculan segregan ataupun tipe sim-pang agak kurang sehingga penampilan di
lapangan lebih seragam, seperti Srikandi
Putih-1 dan Srikandi Kuning-1.
Sebelum panen, seleksi tongkol yang menyimpang di pertanaman perlu dilakukan,
antara lain tinggi tongkol yang melebihi ratarata tinggi tongkol suatu populasi, posisi
tongkol yang menyimpang dari posisi tongkol induknya, serta serta penutupan kelobot
yang jauh menyimpang dari deskripsi induknya hendaknya dipanen lebih dahulu,
karena jika panen sudah dilakukan dengan
pengupasan kelobot dilapangan penyimpangan tersebut tidak dapat lagi ditentukan.
Mutu fisiologis benih secara individu dicapai pada saat benih mencapai masak fisiologis. Namun demikian, pada saat tersebut
kadar air biji masih tinggi (berkisar 30-35%)
sehingga perlu penundaan panen 10 sampai
20 hari (tergantung kondisi iklim) agar kadar air biji dapat diturunkan menjadi 2326%, dengan demikian biaya pengeringan
tongkol lebih efisien. Pada saat pengeringan
tongkol, sortasi tongkol masih perlu dilakukan untuk memisahkan tongkol-tongkol
yang tidak dikehendaki dalam kelompok
tongkol yang dipanen (Gambar 1) antara
lain: (a) adanya kontaminasi biji warna lain
pada suatu tongkol, dan tongkol yang menyimpang atau ompong, (b) tongkol yang
berbiji jarang (barren cob) karena faktor
genetis atau faktor fisiologis, (c) tongkol
yang tidak sehat, biasanya terserang cendawan terutama hasil panen musim hujan,
(d) tongkol yang bentuknya secara genetik
berbeda dengan tongkol-tongkol yang normal karena pengaruh penyimpangan (off
type). Penjemuran tongkol dilakukan sekitar
4-5 hari sampai kadar air biji turun menjadi
16-17% agar pemipilan dapat berjalan lebih
cepat dan kualitas calon benih yang dihasilkan lebih baik. Setelah dipipil, calon benih
tersebut segera dijemur di lantai jemur yang
beralaskan terpal beberapa hari agar kadar
airnya turun hingga mencapai kadar air 1011%. Pada musim kemarau penurunan kadar air sampai 10-11 % tersebut tidak sulit
dicapai, tetapi pada musim hujan agak sulit
sehingga perlu dikeringkan dengan mesin
pengering. Setelah kering dilakukan sortasi
biji, tergantung dari ukuran rata-rata biji
yang akan disortasi. Pada benih Lamuru,
Bisma, Sukmaraga dan Srikandi Putih-1,
cukup menggunakan ayakan berdiameter 8
mm, untuk menghasilkan ukuran biji yang
lebih seragam (diameter ayakan = 8mm).
Selanjutnya calon benih dikemas dalam
kantong plastik kedap udara, tergantung
permintaan konsumen biasanya 5 kg/
kemasan agar kantong tida mudah pecah,
dan ke dalam kantong kemasan diberi carbofuran sekitar 1 g/kemasan untuk mencegah kumbang bubuk, dan benih simpan
disimpan sambil menunggu saat yang tepat
untuk distribusi ke konsumen.
Kunci keberhasilan penyimpanan benih jagung terletak pada pengaturan kadar air dan
suhu udara ruang simpan. Penyimpanan
benih jagung pada suhu kamar dengan kadar air yang rendah (8%), daya kecambahnya masih cukup tinggi (= 90%) selama
penyimpanan 16 bulan, dan pada kadar air
10% masih dapat bertahan 14 bulan, pada
kadar air 12% hanya dapat bertahan 10
bulan. Dengan demikian, benih sebaiknya
dikemas pada kadar air kurang dari 11%
untuk menjamin ketahanan simpan yang
lebih lama dengan viabiltas yang tinggi (tumbuh cepat dan merata di lapangan).
Cara sederhana dan mudah untuk memperkirakan apakah benihyang dijemur sudah cukup kering adalah: ambil benih
secukupnya lalu masukkan kedalam botol
gelas transparan lalu ditutup yang rapat dan
dilapisi dengan lilin cair pada penutupnya
agar tidak terjadi penguapan air sedikitpun
dari dalam botol. Botol kemudian dijemur di
simar matahari mulai dari jam 9.00 pagi
hingga jam 15.00 sore. Apabila benih sudah
kering, dalam botol gelas tadi bersih seperti
pada awal boto dijemur, tetapi kalau masih
tinggi kadar airnya akan terbentuk embun di
dalam botol. Tidurkan posisi botol gelas dan
dalam posisi tersebut berisisetengah bagian benih. Pastikan bahwa tutup botol
betul-betul kedap udara, karena kalau penutup botol tidak kedap tidak akan dijumpai
embun di dalam botol. Kalau ada alat pengukur kadar air, tentu sebaiknya gunakan
alat pengukur kadar air, tetapi kalau tidak
ada itu cukup membantu mengestimasi
kondisi kering-tidaknya suatu calon benih
dan dapat dilakukan sebelum petugas dari
BPSB datang mengambil contoh benih untuk keperluan sertifikasi. Lakukan sebanyak
minimal 3 ulangan (3 botol) dari lot yang
sama.
Download