BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang lingkup manajemen keuangan Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana dalam rangka memenuhi kebutuhan operasi sehari-hari maupun untuk kegiatan ekspansi perusahaan. Kebutuhan dana yang dimaksud dapat berupa modal kerja ataupun untuk pembelian aktiva tetap serta peralatan dan perlengkapan yang diperlukan oleh perusahaan. Untuk mendapatkan kebutuhan dana tersebut maka perusahaan harus mampu mencari sumber dana dengan komposisi yang memiliki beban biaya terendah. Kedua hal ini harus diupayakan oleh manajer keuangan agar perusahaan berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting bagi perusahaan. Manajemen keuangan saling melengkapi antar fungsi-fungsi manajemen lainnya seperti manajemen pemasaran, manajemen operasi, manajemen sumber daya manusia, dan lain sebagainya. Karena pentingnya manajemen keuangan maka banyak para ahli yang mempelajarinya. Berikut pengertian yang diberikan para ahli mengenai manajemen keuangan : Menurut Bambang Riyanto (2001:4) dalam bukunya Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan menyatakan bahwa : Manajemen keuangan adalah manajemen untuk fungsi-fungsi pembelanjaan Sedangkan menurut Sutrisno (2003:3) dalam bukunya Manajemen keuangan (teori, konsep dan aplikasi) meyampaikan : Manajemen Keuangan adalah semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien. Dan menurut Keown, Martin, Petty, dan Scott (2005:4) dalam bukunya Basic financial management adalah : Financial Management is corcerned with maintenance and creation of economic value or wealth. Apabila diartikan maka manajemen keuangan adalah mengenai pemeliharaan dan penciptaan nilai ekonomi atau kekayaan. Dan menurut Van Horn (2005:3) dalam bukunya yang berjudul fundamentals of financial management adalah : Manajemen Keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya. Berdasarkan pegertian diatas maka dapat kita simpulkan bahwa manajemen keuangan adalah sebuah kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan mencari dana, mendapatkan dana, dan menggunakan dana itu serta mengalokasikan dana tersebut kepada sektor-sektor yang dianggap penting bagi perusahaan sehingga tujuan-tujuan perusahaan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Kemampuan seorang manajer keuangan untuk dapat beradaptasi dengan perubahan, pencarian dana, dan menginvestasikannya serta mengelolanya secara bijaksana akan sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah perusahaan dan ekonomi secara menyeluruh. Selain hal diatas manajemen keuangan juga berhubungan dengan kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan. Sehingga menajemen keuangan yang sekarang ini banyak yang menitikberatkan pada kegiatan pengelolaan investasi, pembiayaan dan manajemen aktiva untuk mencapa tujuannya. Dimana tujuan-tujuan yang dimaksud dapat berupa berbagai aktivitas yang dilakukan perusahaan dapat berjalan dengan baik sehingga perusahaan dapat memaksimalkan kekayaan pemilik perusahaan dan meminimalisasi biaya yang ada serta dapat menciptakan kemaukmuran bagi pemegang saham melalui maksimalisasi nilai perusahaan bagi perusahaan yang telah go public. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Karena kegiatan manajemen keuangan berkaitan dengan kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian baik dalam pemenuhan kebutuhan dana maka prinsip efektif dan efisien yang terus berkembang inilah yang menjadi prinsip utama manajemen keuangan perusahaan dalam memperoleh dan menggunakan dananya. Fungsi manajemen keuangan menurut Sutrisno (2001,5) dalam bukunya yang berjudul Manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh sebuah perusahaan yaitu : Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan dimasa mendatang. Dalam sebuah investasi mengandung sebuah resiko dan ketidakpastian. Oleh karena itu resiko dan hasil yang diharapkan dari suatu investasi akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan. Keputusan Pendanaan Pada keputusan pendanaan ini seorang manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. Keputusan Deviden Deviden adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham. Dan melalui keputusan deviden ini ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. Berikut keputusan deviden yang merupakan keputusan keuangan untuk menentukan : Besarnya persentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash deviden. Stabilitas deviden yang dibagikan. Deviden saham (stock devident). Pemecaham saham (stock split). Penarikan kembali saham yang beredar. Fungsi-fungsi manajemen keuangan ini dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Misalnya saja pada bank yang membutuhkan manajemen keuangan agar dana yang diperoleh dari masyarakat dapat dialokasikan atau diinvestasikan dengan baik ke aset produktif sehingga didapatkan hasil yang menguntungkan. 2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Pengelolaan manajemen keuangan yang benar biasanya menggunakan sebuah standar agar pengelolaan manajemen keuangan menjadi efisien. Standar yang biasanya digunakan adalah tujuan dan sasaran. Keputusan keuangan yang benar adalah keputusan yang akan membantu dalam pencapaian tujuan tersebut. Melalui keputusan-keputusan keuangan yang benar dalam penentuan tujuan dan sasaran maka pengelolaan manajemen keuangan menjadi lebih terfokus. Secara normatif, tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan (pemegang saham). Menurut Ross and Megrow (2000:11) dalam bukunya yang berjudul corporate finance Fundamentals menyatakan bahwa tujuan manajemen keuangan adalah : The goal of financial management is to maximize the current value per share of the existing stock. Yang artinya adalah tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai per lembar saham yang sudah ada. Sedangkan menurut Susan Irawati (2006:4) dalam bukunya yang berjudul Manajemen keaungan tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan profit atau keuntungan dan meminimalkan biaya (expens atau cost) guna mendapatkan suatu pengambilan keputusan yang maksimum, dan dalam menjalankan perusahaan ke arah perkembangan (expansion) dan perusahaan tetap berjalan (survive). Bersarakan hal diatas dapat kita simpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui harga saham yang telah ada. Dan tujuan manajemen keuangan ini dapat dilakukan oleh seorang manajer keuangan, dimana manajer keuangan inilah yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan manajemen keuangan. Menurut Weston dan Copeland (1989:3) dalam bukunya yang berjudul Financial management tujuan manajer keuangan adalah sebagai berikut: The financial manager s main function are to plan for, obtain, and use funds to maximize the value of a firm. Yang artinya bahawa tugas utama dari seorang manajer keuangan adalah untuk merencanakan, mendapatkan, dan menggunkan dana yang ada untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Sehingga jelas sekali bahawa tujuan manajemen keuangan yang dilakukan oleh seorang manajer keuangan adalah untuk merencanakan, memperoleh dan menggunakan dana guna memaksimalkan nilai perusahaan melalui harga saham yang telah ada. 2.2 Laporan Keuangan Bagi seorang investor sangatlah penting untuk mengetahui berbagai informasi tentang perusahaan-perusahaan yang ada. Hal ini dikarenakan informasi ini sangatlah berguna bagi seorang investor dalam menjalankan keputusan investasinya. Melalui informasi itu akan memberikan gambaran tentang suatu perusahaan dan bagi seorang investor dapat memperkirakan prospek perusahaan- perusahaan itu dimasa yang akan datang. Informasi yang dimaksud dan sering digunakan secara umum adalah laporan keuangan. Laporan keuangan tersedia bagi para pelaku pasar dan telah dipublikasikan secara umum. 2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, dimana dalam proses tersebut semua transaksi yang terjadi akan dicatat, diklasifikasikan, diikhtisarkan dan kemudian disusun menjadi sebuah laporan keuangan. Dalam laporan keuangan akan terlihat data kuantitatif dari harta, hutang, modal, pendaptan, dan biaya-biaya dari suatu perusahaan. Dengan kata lain dengan adanya laporan keuangan akan mencerminkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada suatu periode tertentu atau jangka waktu tertentu. Ditinjau dari fungsinya, laporan keuangan merupakan media yang penting untuk menilai kinerja, aktivitas, dan kondisi keuangan suatu perusahaan, yang akan menjadi sumber informasi bagi para analis dan investor untuk mengambil keputusan terutama keputusan investasinya. Berikut pengertian laporan keuangan dari beberapa ahli : Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:105) dalam bukunya yang berjudul Analisis kritis laporan keuangan yang menyatakan bahwa laporan keuangan adalah : laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Watson dan Head (2004:2) dalam buku mereka yang berjudul Corporate Finance mengatakan bahwa : Fianance statements can provide useful historical information on profitability, solvency, efficiency and risk of individual companies. Dan menurut Myers yang dikutip oleh Munawir (2004:5) dalam bukunya yang berjudul Analisis laporan keuangan mengatakan bahwa : laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba. Pada waktu akhir- akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tidak dibagikan (laba ditahan). Dan menurut Martono dan Agus Harjito (2007:51) dalam bukunya yang berjudul Manajemen keuangan menyatakan bahwa : Laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Dan pengertian yang diberikan Ikatan Akuntansi Indonesia (2002;2) mengenai laporan keuangan adalah sebagai berikut : laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan posisi keuangan perusahaan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau arus dana), catatan dari laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu, juga termasuk skedul informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan industri geografis, serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Berdasarkan pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa laporan keuangan merupakan sebuah informasi keuangan suatu perusahaan pada saat periode tertentu atau jangka waktu tertentu yang mencerminkan keadaan keuangan perusahaan tersebut. Informasi dari laporan keuangan ini berguna baik bagi pemilik, manajemen perusahaan ataupun pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut misalnya para investor. Dengan adanya laporan keuangan ini maka bagi investor dapat melakukan pengambilan keputusan investasinya, dan bagi pihak manajemen dapat melakukan evaluasi dan perbaikan dalam kinerja perusahaan sehingga dapat meningkatkan lagi nilai perusahaannya. Dan bagi pemilik dengan adanya laporan keuangan ini mereka mengetahui keadaan perusahaan. 2.2.2 Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan Pada dasarnya laporan keuangan dimaksudkan untuk memberikan informasi keuangan yang digunakan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan ini merupakan pencerminan kinerja dan prestasi manajemen perusahaan pada suatu periode tertentu. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2004:4) tujuan laporan keuangan ada 3 yaitu : 1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambil keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian dimasa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan. 3. Laporan keuangan menunjukan apa yang telah dilaksanakan manajemen (stewardship), atau pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yand dipercayakan kepadanya. Berdasarkan hal diatas diketahui bahwa adanya laporan keuangan digunakan untuk memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak- pihak yang berkepentingan.. Manfaat dari laporan keuangan itu sendiri bagi masing-masing pihak bisa berbeda tergantung interpretasi masing-masing pemakai laporan keuangan. Misalnya saja bagi seorang investor laporan keuangan digunakan sebagai sebuah informasi yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan investasinya terhadap suatu perusahaan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002:2-3), pemakai laporan keuangan terdiri dari berbagai pihak dengan beberapa kepentingan, seperti yang dinyatakan sebagai berikut : pemakaian laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah beserta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda, yang meliputi : Investor Penanaman modal beresiko tinggi dan mereka berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Para pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Karyawan Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memnungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja. Pemberi pinjaman Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. Pemasok dan kreditur usaha lainnya Pemasok dan kreditur usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu lebih pendek dari pada pemberi pinjaman, kecuali kalau sebagai pelanggan utama, mereka tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan. Pelanggan Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang. Permerintah Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannyaberkepentingan dengan aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. Masyarakat Perusahaan yang mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara, misalnya perusahaan dapat membuktikan kontribusi yang berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan terhadap penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend), dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya. Selain hal diatas terdapat dua manfaat dari hasil interpretasi laporan keuangan yaitu manfaat intern hasil interpretasi laporan keuangan dan manfaat ekstern hasil interpretasi laporan keuangan. Manfaat intern dari hasil interpretasi dapat berupa tingkat kinerja keuangan perusahaan, kondisi keuangan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan saingan, dan efektivitas manajemen dalam pengoperasian perusahaan. Sedangkan manfaat ekstern dari hasil interpretasi laporan keuangan adalah bagi investor dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan untuk menanamkan dana atau menarik modalnya dari perusahaan. Bagi kreditur membantu dalam pengambilan keputusan dalam pemberian pinjaman kepada perusahaan. Berdasarkan hal diatas secara lebih luas lagi laporan keuangan merupakan sebuah informasi mengenai tingkat kinerja keuangan perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan tersebut, dimana informasi ini bermanfaat bagi puihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap informasi itu misalnya investor. Tingkat kinerja keuangan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan analisis dan interprestasi terhadap laporan keuangan. Dari analisis tersebut, dapat diketahui kekuatan dan potensi-potensi serta kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan tersebut, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan dapat menggunakannya sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 2.2.3 Sifat dan Keterbatasn Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan sesuatu hal yang penting dan berguna bagi berbagai pihak dalam pengambilan keputusan, tetapi hal ini bukan berarti tidak ada kelemahannya. Kita seharusnya sadari bahwa laporan keuangan memiliki sifat dan keterbatasan yang patut harus dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan dalam melakukan analisis suatu laporan keuangan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:16) dalam bukunya yang berjudul analisis kritis laporan keuangan menyatakan bahwa sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah sebagai berikut : Laporan keuangan bersifat historis yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat bukan masa kini. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak tertentu atau pihak khusus saja seperti pihak yang akan membeli perusahaan. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan, jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh secara material terhadap kelayakan laporan keuangan. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa atau transaksi daripada bentuk hukumnya. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan menggunakan istilahistilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat informasi yang dilaporkan. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantitatifkan umumnya diabaikan. 2.3 Analisis Laporan Keuangan Analisisa laporan keuangan sangat perlu dilakukan demi mengetahui keadaan suatu perusahaan sebelum manejer keuangan mengambil sebuah keputusan keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang paling penting bagi para pemakai laporan keuangan karena laporan keuangan itu sebagai alat prediksi yaitu dapat memprediksi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang tentang keadaan suatu perusahaan yang tentunya dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan itu terlebih dahulu. Analisisa laporan keuangan dapat dilakukan dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui beberapa proses yaitu proses perbandingan, proses evaluasi, dan proses analisis trend yang nantinya akan memberikan hasil berupa prediksi tentang apa yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. 2.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisisa laporan keuangan merupakan sebuah kegiatan penelaahan dengan mempelajari hubungan-hubungan atau tendensi-tendensi yang digunakan untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasionak serta perkembangan sebuah perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan. Menurut Aliminsyah dan Padji MA (2005:166) dalam bukunya yang berjudul kamus istilah manajemen , analisis laporan keuangan merupakan : Mencari hubungan yang ada antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan. Dan menurut Wild, subramanyam dan Halsey (2004:37) dalam bukunya yang berjudul financial atatement analysis menyampaikan bahwa : Financial Statement analysis is the application of analytical tools and techniques to general purpose financial statement and related to estimates and inferenses in business analysis. Artinya adalah analisis laporan keuangan merupakan suatu aplikasi dari alat-alat dan teknik-teknik untuk tujuan umum laporan keuangan dan berhubungan dengan perkiraan-perkiraan dan kesimpulan-kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan adalah membedah dan menguraikan pos-pos laporan keuangan untuk mencari hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan sehingga informasi tersebut dapat digunakan dalam membuat keputusan bisnis dan investasi. 2.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan Tujuan analisis laporan keuangan adalah menggunakan data historis keuangan untuk membantu memprediksi bagaimana kinerja perusahaan di masa mendatang. Investor pada prinsipnya sangat memperhatikan tingkat profibilitas perusahaan yang akan dapat menjamin tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Sedangkan dari sudut manajemen, analisa laporan keuangan berguna sebagai cara untuk mengantipasi keadaan dimasa mendatang. Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005 ; 57) dalam bukunya Analisis laporan keuangan menyatakan bahwa : Tujuan dari analisi laporan keuangan adalah mengurangi ketergantungan para pengambil keputusan pada dugaan murni, terkaan, dan intuisi. Mengurangi dan mempersempit lingkup ketidakpastian yang tidak bisa dielakkan pada setiap proses pengambilan keputusan. Analisis laporan keuangan tidaklah berarti mengurangi kebutuhan akan penggunaan pertimbangan-pertimbangan melainkan hanya memberikan dasar yang layak dan sistematis dalam menggunakan pertimbangan-pertimbangan tersebut. Sedangkan menurut Harahap (2004;195-197) dalam bukunya yang berjudul Analisis kritis laporan keuangan menyatakan bahwa tujuan analisis laporan keuangan adalah : Dapat memberikan informasi yang lebih dalam daripada yang terdapat dari laporan keuangan biasa Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata dari suatu laporan keuangan atau yang berada dibalik laporan keuangan. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan modelmodel dan teori teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi dan peningkatan. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan. Dengan perkataan lain apa yang dimaksudkan dari suatau laporan keuangan merupakan tujuan analisa laporan keuangan juga antara lain : Dapat menilai prestasi perusahaan Dapat memproyeksi keuangan perusahaan Dapat menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari aspek waktu tertentu : Posisi keuangan (asset, neraca, dan modal) Hasil usaha perusahaan (hasil dan biaya) Likuiditas Solvabilitas Aktivitas Rentabilitas dan Profitabilitas Indikator pasar modal Menilai perkembangan dari waktu ke waktu Melihat komposisi struktur keuangan dan arus kas Dapat menentukan peringkat perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode sebelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan, baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan, dan sebagainya. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan di masa yang akan datang. Dengan menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan maka akan diperoleh semua jawaban yang berhubungan dengan masalah posisi keuangan, hasil-hasil yang dicapai, dan prediksi keuntungan dimasa mendatang pada perusahaan yang bersangkutan. Dari semua tujuan tersebut, tujuan yang terpenting dari analisis laporan keuangan adalah untuk mengurangi ketergantungan para pengambil keputusan pada dugaan murni, terkaan, dan intuisi serta mengurangi dan mempersempit lingkup ketidakpastian pada setiap proses pengambilan keputusan. 2.4 Dividen 2.4.1 Pengertian Dividen Keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam setiap periodenya akan didistribusikan kepada pemegang saham dan sebagian lagi akan ditahan untuk diinvestasikan lagi dalam bentuk yang lebih menguntungkan. Pendapatan yang perusahaan salurkan kepada pemegang saham biasa disebut dengan dividen. Adapun defenisi dividen menurut Gitman (2006:590) adalah A source of cash flow to stockholder and provides information about firm s current and future performance. Artinya sumber dari aliran kas untuk pemegang saham dan memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang. Pengertian dividen menurut Niswonger et at. (2004:583) sebagai berikut : A dividend is a distribution by a corporation its share shareholders dividends may be paid in cash in stock of company on the other property. Three dates are important in distribution of dividends : 1. The date of declaration is the date on which the directors take formal action to declare the dividend on which the dividend is recorded in the accounting records. 2. The date of the recorded is date on which ownership of share is to be determinate for purpose of distribution of the dividend. 3. The date of payment is the on which the dividend is to be distributed on paid. Artinya dividen adalah suatu distribusi oleh korporasi pemegang saham, mungkin dibayar dalam uang tunai, dalam bentuk saham perusahaan, atau dalam bentuk property lainnya yang dimiliki oleh perusahaan. Tiga tanggal penting dalam pendistribusian dividen yaitu : 1. Tanggal pengumuman yaitu tanggal dimana direktur mengambil tindakan formal untuk mengumumkan dividend dan dicatat dalam arsip akuntansi. 2. Tanggal pencatatan yaitu tanggal dimana kepemilikan atas saham ditentukan untuk tujuan distribusi dividen. 3. tanggal pembayaran yang tanggal dimana dividen didistribusikan dalam bentuk pambayaran dividen. Kedua defenisi diatas pada dasarnya dinyatakan bahwa dividen adalah pembayaran sejumlah kas atau uang yang dilakukan oleh perusahaan kepada para pemegang saham berdasarkan jumlah lembar saham yang dimilikinya. Jika dilihat dari sumber pembayaran dividen merupakan pembagian laba ditahan oleh perseroan kepada pemeganga sahamnya. dimana seluruh laba ditahan dianggap bebas untuk dibagikan kecuali jika diberikan indikasi mengenai pembatasan yang dikenakan terhadap laba ditahan. Laba yang dibatasi ini dilaporkan dalam bentuk tersendiri yang menggambarkan tujuan dari pencadangan tersebut. dividen untuk saham dinyatakan dalam satuan rupiah bukan sebagai persentase dari nilai nominal. Untuk saham preferen dinyatakan satuan moneter atau sebagai persentase dari nilai nominal. 2.4.2 Pengertian Kebijakan Dividen Pada dasarnya kebijakan dividen menentukan proporsi seberapa besar laba bersih setelah pajak yang akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan yang tidak akan dibagikan dalam bentuk laba ditahan. Sama halnya dengan Martono dan Harjito (2007:253) yang menyatakan bahwa Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menetukan jumlah laba dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Teori kebijakan dividen sebagian besar menitik beratkan pada masalah hubungan pada kebijakan dividen dengan nilai perusahaan semua teori itu masih menjadi perdebatan banyak ahli. Beberapa buku memberikan nama lain terhadap teori mengenai kebijakan dividen seperti dividend controversy dan dividend puzzle, yang mengisyaratkan belum tercapainya suatu kesepakatan yang umum tentang kebijakan dividen dalam kaitannya dengan nilai perusahaan. Menurut Husnan dan Pudjiasti (2004 : 297) pengertian kebijakan dividen adalah kebijakan yang menyangkut tentang masalah penggunaan laba ynag menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut tidak dibagi sehingga dividen atau laba ditahan untuk diinvestasikan kembali. Kebijakan dividen menurut Bringham dan Gapenski (2004: 687) adalah : Dividend policy, involves the decision to payout earning as dividend s versus retaining and reinvesting then in the business, it has to key elements (1) what fraction of earning should be paid on average: over time? This is target payout policy decision, (2) should the firm attempt to pay a stable, predictable dividend, or should it very its dividend payments from year to year depending on its internal needs and cash flow? This is dividend stability policy decision. Yang artinya kebijakan dividen, melibatkan keputusan untuk membayar pendapatan sebagai dividen sebanding dengan menginvestasikan kembali pendapatan itu kembali kedalam bisnis, kebijakan dividen memilki dua unsur kunci : (1) Berapa bagian dari pendapatan yang harus dikeluarkan; dari waktu ke waktu? Ini adalah keputusan kebijakan target pembayaran. (2) perlukah perusahaan mencoba untuk membayar suatu dividen stabil, dividen yang diramalkan, atau perlu merubah-ubah pembayaran dividennya dari tahun ketahun tergantung pada arus kas dan kebutuhan internalnya, hal ini adalah keputusan kebijakan dividen yang stabil. Menurut Gitman (2006:597) kebijakan dividen perusahaan adalah A plan of action to be followed wherever on dividend decision is made. Dengan demikian dapat disimpulkan kebijakan dividen adalah kebijakan yang mengatur berapa bagian laba bersih yang akan dividen sebagai dividen kepada para pemegang saham dan berapa bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. 2.4.3 Teori Kebijakan Dividen Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli keuangan diantaranya : 1. Dividend Irrelevance Theory Teori ini menyatakan kebijakan dividen perusahaan tidak memiliki pengaruh, baik terhadap perusahaan (firm`s value) maupun biaya modal (cost of capital). Teori ini dikemukakan oleh Merton Miller dan franco Modigliani (MM). M-M menyatakan bahwa nilai dari suatu perusahaan tergantung hanya pada pendapatan yang dihasilkan assetnya, bukan dengan bagaimana pendapat itu dibagikan menjadi dividen dan laba ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. M-M membuktikan pendapatnya secara matematis dengan berbagai asumsi : 1. Tidak ada pajak pendapatan perorangan atau perusahaan 2. Tidak ada flotasi atau biaya transaksi 3. Bahwa financial leverage tidakterpengaruh terhadap biaya modal 4. Bahwa investor dan manajer memiliki informasi yang sama mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang 5. Bahwa pembagian pendapatan antara dividend dan laba ditahan (cost of equity) perusahaan 6. Bahwa anggaran modal perusahaan tidak tergantung pada kebijakan dividennya. Asumsi-asumsi diatas pada dunia nyata. Perusahaan dan investor membayar pajak pendapatan; perusahaan mengalami flotasi biaya; manager seringkali tahu mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan investor. Investor membayar biaya transaksi dapat menyebabkan biaya kepemilikan dipengaruhi oleh kebijakan dividennya. M-M menyatakan bahwa kebijakan teori ekonomi didasarkan pada asumsi-asumsi sederhana dan bahwa validitas dan suatu teori harus diuji secara empiris, bukan dengan merealisasikan asumsi-asumsinya. Kesimpulan dari teori yaitu tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, suatu kebijakan dividen sama baiknya dengan kebijakan dividen lainnya. 2. Bird-in-the Hand Theory Teori ini menyatakan nilai suatu perusahaan akan maksimal dengan rasio pembayaran dividen yang tinggi. Pendapat ini dinyatakan oleh Myron Gordon dan Lintner yang diberi nama bird-in-the hand theory karena menurut mereka investor lebih merasa aman untuk memeperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen atau menunggu capital gain. Gordon dan Linter beranggapan bahwa investor memandang satu burung ditangan akan lebih berharga dari seribu burung diudara. Kesimpulan dari teori ini adalah suatu perusahaan akan menetapkan rasio pembayaran dividen yang tinggi dan menawarkan perolehan dividen yang tinggi untuk memaksimalkan harga sahamnya. 3. Tax Preference Theory Pertama harus disadari bagi investor yang dikenai pajak pendapatan perorangan, pendapatan yang relevan baginya adalah pendapatan setelah pajak. Pendapat yang ketiga setelah pendapat Mondigliani-Miller dan Gordon lintner adalah pendapatan dari kelompok para akademisi yang cenderung menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout yng rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. Pendapat ketiga ini ternyata bertentangan dengan pendapat Gordon-Lintner sebelumnya. Kesimpulan dari teori ini adalah invester lebih memilih laba ditahan daripada dengan dividen karena keuntungan dari pajak capital gain. Teori ini menyarankan perusahaan harus menahan pembayaran dividennya pada tingkat yang rendah jika mereka ingin memaksimalkan harga sahamnya. 2.4.4 Jenis-Jenis Kebijakan Dividen Kebijakan dividen suatu perusahaan mewaliki rencana dari tindakan yang diikiti kapanpun keputusan dividen harus dibuat. Kebijakan dividen harus diformulasikan dengan dua tujuan dasar, yaitu memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan dan menyediakan keuangan yang mencukupi. Adapun yang merupakan tipe-tipe dari kebijakan dividen menurut Gitman (2003, 571; 572) sebagai berikut: 1. Constant-Payout-ratio dividend policy Yang dimaksud dengan dividend payout rasio menurut Gitman (2003: 570) yaitu Indicates the percentage of each dollar earned that is distributed to the owners in the form cash; calculated dividing the firm s cash dividend per share by its earning per share. Yang artinya mengindikasikan persentase atas tiap dollar dari pendapatan yang dibagikan kepada pemilik saham dalam bentuk kas atau tunai perhitungan pembagian dividen tunai perusahaan perlembar dari pendapatan perlembar sahamnya. Sedangkan menurut Gitman (2003:507) yang dimaksud dengan constantpayout-ratio itu sendiri adalah A dividend policy based on the payment of a certainty percentage of earning to owners in each dividend periode. Yang artinya suatu kebijakan dividen berdasar pada pembayaran dengan persentase yang tetap dari pendapatan perusahaan. Kebijakan sejenis ini jarang sekali digunakan perusahaan, dimana perusahaan membayarkan dividen dalam persentase yang konstan terhadap pendapatan perusahaan. Umumnya jika pendapatan perusahaan berfluktuasi maka jumlah dividen yang dibayarkan akan ikut berfluktuasi. 2. Reguler Dividend Policy Yang dimaksud dengan regular dividen policy menurut Gitman (2003:571) yaitu A dividend policy based on payment of a fixed dollar dividend in each periode. Yang artinya kebijakan dividen berdasarkan pembayaran dengan dividen dalam jumlah dollar yang tetap tiap periode. Seringkali kebijakan dividen yang regular dibangun diantara target dividend payout ratio. Adapun yang dimaksud dengan target dividend payout ratio itu sendiri menurut Gitman (2003:571) yaitu A policy under which the firm attempt to payout a certain percentage of earning as a stead dollar dividend, which it adjust toward a target payout as proven earning in creases occur. Yang artinya suatu kebijakan dimana perusahaan mencoba untuk membayar persentase tertentu dari pendapatan sebagai dividen dollar, yang mana kebijakan tersebut membuat penyesuaian kearah suatu target pembayaran ketika terbukti terjadi penggandaan dalam pendapatan. Dalam kebijakan dividen ini jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu, meskipun pendapatan per lembar sahamnya tiap tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, kemudian apabila pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut tampak mantap dan relatif permanen maka barulah dividen per lembar saham dinaikkan dan dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk yang relatif panjang. 3. Low-Regural-and-Extra Dividend policy Menurut Gitman (2003:572) yang dimaksud dengan Low-regural-andExtra-Dividen Policy yaitu A dividend policy based on paying a low regular dividend, sumplemented by an additional dividend when earnings want it. Yang artinya suatu kebijakan dividen yang didasarkan pada pembayaran suatu dividen regular rendah, ditambah oleh suatu dividen tambahan ketika pendapatan menjaminnya. Kebijakan ini merupakan kebijakan kombinasi antara kedua kebijakan diatas. Perusahaan membayarkan dividen tetap yang rendah, tapi ditambah dengan pembayaran ekstra pada saat-saat tertentu. Dengan kebijakan semacam ini, perusahaan dapat menghilangkan ketidakpastian bagi investor mengenai pendapatan dividen yang akan diterimanya. Kebijakan semacam ini cocok untuk perusahaan yang pendapatannya berfluktuasi. 2.4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Dalam menentukan bentuk dividen yang akan dibagikan serta jumlah earning yang akan dikeluarkan sebagai dikeluarkan sebagai dividen (cash dividend), perusahaan harus memperhatikan kepentingan banyak pihak baik pihak internal maupun pihak eksternal yang berhubungan dengan perusahaan, selain itu dividen yang akan ditetapkan oleh perusahaan sebaiknya melalui pertimbangan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen itu sendiri. Menurut Sundjaja dan Barlian (2003:387-390) faktor-faktor yang mempengaruhi dividen adalah : 1. Peraturan Hukum a. Mengenai laba bersih menentukan bahwa dividen dapat dibayar dari laba tahun-tahun yang lalu dan laba tahun berjalan. b. perturan mengenai tindakan yang merugikan modal. Melindungi para direktur, dengan melarang pembayaran dividen yang berasal dari modal( membagikan investasinya bukan membagikan dividennya) c. peraturan mengenai tidak mampu bayar. Perusahaan tidak boileh membayar jika tidak mampu (bangkrut). 2. Posisi Likuiditas Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun ke tahun terdahulu sudah diinvestasikan dalam bentuk mesi dan peralatan, persediaan, dan barang- barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Oleh karena itu suatu perusahaan yang keuntungannya luar biasa mungkin saja tidak dapat membayar dividen karena keadaan likuiditasnya. Memang perusahaan yang sedang tumbuh biasanya betul- betul kurang dana dalam situasi seperti ini mungkin perusahaan memutuskan untuk tidak membayar dividen dalam bentuk tunai 3. Membayar Pinjaman Jika perusahaan telah melakukan pinjaman untuk memperluas usahanya atau untuk pembiayaan lainnya maka ia dapa mlunasi pinjaman nya pada saat jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan cadangan- cadangan untuk melunasi pinjaman itu nantinya. Jika diputusakan bahwa pinjaman itu akan dilunasi, maka biasanya harus ada laba ditahan. 4. Kontrak pinjaman Kontrak pinjaman apabila menyangkut pinjaman jangka panjang, seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Pembatasan yang dimaksudkan untuk melindungi para kreditur yaitu : dividen yang akan datang hanya akan boleh dibayar dari keuntungan yang diperoleh sesuai ditandatanganinya kontrak pinjaman (artinya tidak boleh dibayarkan pada laba tahun yang ditahan). 5. Pengembalian Aktiva Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhannya untuk membiayai pengembangan aktiva perusahaan. Semakin banyak dana yang dibutuhkan dikemudian hari, semakin banyak laba apabila ingin menambah modal dari luar maka sumber alami yang tersedia adalah para pemegang saham sekarang yang sudah mengenal perusahaan. Jika keuntungannya dibayarkan kepada mereka sebagai dividen dan terkena tarif pajak perorangan yang tinggi, maka hanya sebagian laba saja yang dapat ditanam kembali. 6. Tingkat Pengembalian Tingkat pengembalian atas asset menentukan laba pembentukan dividen yang dapat digunakan oleh pemegang saham baik ditanamkan kembali didalam perusahaan maupun ditempat lain. 7. Stabilitas Keuntungan Perusahaan yang keuntungannya relatif teratur seringkali dapat memperkirakan bagaimana keuntungan dikemudian hari, maka keuntungan seperti itu kemungkian besar akan membagikan keuntungan dalam bentuk dividen dengan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya yang berfluktuasi. 8. Pasar Modal Perusahaan besar yang sudah mantap, dengan profitabilitas yang tinggi dan keuntungan yang teratur, dengan mudah dapat masuk kepasar modal atau mmperoleh macam-macam dana dari luar untuk pembiayaannya. Perusahaan yang sudah mantap akan mempunyai tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan kecil atau yang masih baru. 9. Kendali Perusahaan Jika perusahaan hanya memperkuat usahanya dari pembiayaan intern maka pembiayaan dividen akan berkurang, kebijakan ini dijalankam atas pertimbangan bahwa menambah modal dengan menjual saham biasanya akan mengurangi pengendalian atas perusahaanitu oleh golongan pemegang sahamyang kini sedang berkuasa. Selain itu penjualan saham tambahan akan memperbesar resiko fluktuasinya keuntungan bagi para pemegang saham. 10. Keputusan Kebijakan dividen Hampir semua perusahaan ingin mempertahankan dividen pershare pada tingkat yang konstan. Tetapi naiknya dividen selalu terlambat dibandingkan dengan naikya keuntungan. artinya dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan itu benarbenar mantap dan nampak cukup permanen. 2.4.6 Prosedur Pembayaran Dividen Pembayaran dividen tunai kepada pemegang saham perusahaan diputuskan oleh dewan direksi perusahaan. Direksi umumnya mengadakan pertemuan yang membatas tentang dividen setiap kuartal atau setengah tahunan dimana mereka mengevaluasi posisi keuangan periode lalu, menentukan posisi yang akan datang dalam pembagian dividen, menentukan jumlah dividen yang harus dibayar, menentukan tanggal-tanggal yang berkaitan dengan pembayaran dividen tunai. Terdapat beberapa tanggal kunci antara waktu dividen diumumkan sampai dengan dividen tersebut secara aktual dibayarkan. Menurut Ross (2003:574) tanggal-tanggal kunci tersebut antara lain : 1. Tanggal pengumuman (Declaration date) Tanggal pengumuman yaitu tanggal dimana dividen dideklarasikan. Tanggal ini penting karena dengan mengumumkan maksud perusahaan untuk meningkatka, mengurangi, atau memelihara jumlah dividen sebelumnya, perusahaan menyampaikan informasi pada pasar Dengan begitu , jika perusahaan merubah dividennya, tanggal ini menjadi tanggal dimana reaksi pasar terhadap perubahan dividen hampir bisa dipastikan terjadi. 2. Tanggal Pemisahan Dividen (Ex-Dividend Date) Tanggal pemisahan dividen adalah tanggal pada saat dividen dipisahkan dari saham. Hak dividen tidak lagi melekat pada saham. Jadi jika transaksi pemindahtanganan saham tersebut terjadi pada tanggal ex-dividend dan sesudahnya, maka pemegang saham lama akan menerima dividen. 3. Tanggal Pencatatan Harga Saham (Holder-of-record date) daftar pemegang saham per tanggal tersebut. 4. Tanggal Pembayaran (dividend Payment Date) Pada tanggal itu dividen yang telah diumumkan telah dibayar pada pemegang saham yang tercatat di perusahaan. Perusahaan akan mengirim cek pada pemegang saham. 2.4.7 Mengukur Tingkat Pembayaran Dividen Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapat dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi Dividen Payout Ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan, tetapi sebaliknya Dividen Payout Ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial perusahaan semakin kuat. Dividend Payout Ratio menurut R. Agus Sartono (2001 ; 73) adalah : Persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Artinya bahwa Dividend Payout Ratio mengukur proporsi pendapatan per lembar saham biasa yang sedang dikeluarkan di dalam dividen-dividen. Dari pengertian tersebut Dividend Payout Ratio dapat diformulasikan menjadi : Dividend Payout Ratio Dimana : DPS 100% EPS DPS = Dividend Per Share EPS = Earning Per Share 2.5 Leverage Dalam manajemen keuangan leverage adalah penggunaan asset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensi pemegang saham, dituturkan sartono (2001:257). Perusahaan yang menggunakan operating dan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang di peroleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber dana, dengan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Menurut sutrisno (2001:277) bahwa: Leverage adalah penggunaan aktiva atau sumber dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menanggung biaya tetap atau membayar biaya tetap Kemudain Gitman (2003:508) menggungkapkan penggunaan leverage bagi perusahaan sebagai berikut: akibat dari penggunaan dana tetap untuk memperoleh return bagi perusahaan. Secara umum pertumbuhan leverage akan menimbulkan peningkatan return dan risk bagi perusahaan. Sebaliknya penurunan leverage akan menurunkan return dan risk. Sedangkan menurut Van horner dan Wachowiez, Jr (200:440) menjelaskan bahwa: Dalam pengertian bisnis, leverage mengacu pada penggunaan aktiva tetap untuk meningkatkan keuntungan Dari pernyataan iatas menyatakan bahwa leverage bukan hanya digunakan untuk membiayai aktivapa serta menanggung beban tetap melainkan juga memperbesar penghasilan. Menurut Bringham dan Houston (2006:101) menyebutkan bahwa terdapat tiga implikasi penting dalam leverage, yaitu: 1. Dengan memperoleh dana melalui hutang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan. 2. Kreditor akan melihat pada ekunaitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batas keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diperoleh dari pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang harus dihadapi oleh kreditor. 3. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayar, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar. Perusahaan-perusahaan yang memiliki relatif hutang yang tinggi akan memiliki ekspetasi pengembalian yang juga relatif tinggi ketika perekonomian sedang berada dalam kondisi normal, namun memiliki resiko kerugian ketika ekonomi mengalami resesi. Oleh sebab itu, keputusan akan penggunaan hutang (leverage) mengharuskan perusahaan menyeimbangkan tingkat ekspetsi pengembalian yng lebih tinggi dengan resiko yang meningkat. 2.5.1 Tujuan Rasio Leverage Rasio leverage digunakan untuk menjelaskan penggunaan utang untuk membiayai sebagian dari aktiva perusahaan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Muslich (2000:49) yang menyatakan bahwa pembiayaan dengan utang mempunyai pengaruh bagi perusahaan karena utang mempunyai beban yang bersifat tetap. Kegagalan perusahaan dalam membayar bunga atas utang dapat menyebabkan kesulitan keuangan yang berakhir dengan kebangkrutan perusahaan. Tetapi penggunaan utang juga memberikan subsidi pajak atas bunga yang dapat menguntungkan pemegang saham. Karenanya penggunaan utang harus diseimbangkan antara keuntungan dan kerugiannya. Sedangkan, menurut Wahyono (2003:112) rasio leverage ditunjukan untuk mengukur seberapa bagus struktur pemodalan perusahaan. 2.5.2 Mengukur tingkat Leverage Leverage menunjukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Apabila perusahaan tidak mempunyai leverage artinya perusahaan dalam beroperasi sepenuhnya menggunakan menggunakan hutang. Menurut Sutrisno yaitu: modal sendiri atau tanpa 1. Total Debt to Total Asset Ratio Rasio total hutang dengan total aktiva yang biasa disebut dengan rasio hutang (debt ratio), mengukur prosentase besarnya dana atau aset perusahaan yangdigunakan untuk mengukur besarnya Debt Ratio, yaitu: Debt Ration = TotalLiabi lities 100 % TotalAsset 2. Debt to Equity Ratio Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) merupakan imbalan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin sedikit dibandingkan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya besar hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Rumus yang digunakan untuk mengukur rasio ini yaitu: Debt to Equity Ratio = TotalLiabi lities 100% TotalEquit y 3. Time Interest Earning Ratio Yang sering disebut juga dengan coverage ratio merupakan rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga. Rasio ini mengukur sampai sejauh mana kemampuan perusahaan untuk memenuhi beban tetapnya berupa bunga dengan laba yang diperolehnya, atau mengukur berapakali besarnya laba bisa menutupi beban bunganya. Semakin tinggi rasio itu maka akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar bunga. Adapun rumus untuk mengukur Time Interest Earning Ratio, yaitu: Time Interest Earning Ratio = EBIT 100% BebanBunga 4. Fixed Interest Earned Ratio Rasio ini mengukur berapa kali kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban tetapnya seperti bunga dan poko pinjaman, pembayaran sewa guna usaha dan deviden saham preferen dari hasil laba sebelum bunga dan pajak serta pembayaran sewa guna usaha. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur rasio ini, yaitu: Fixed Interest Earned Ratio = EBIT Bunga Pembayaran Sewa Bunga Pembayaran Sewa 5. Debt Service Ratio Debt Service Ratio merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran poko pinjaman. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Debt Service Ratio = Bunga Sewa EBIT PembayaranPokoPinjaman (1 TarifPajak ) 2.5.3 Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage suatu perusahaan. DER merupakan perbandingan hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Menurut Hartono dan Agus hartijo (2007:59) menyatakan bahwa DER merupakan perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas). Adapun rumus Debt to Equity Ratio (DER) yaitu: DER = TotalDebt 100 % TotalEquit y Semakin tinggi tingkat DER suatu perusahaan menunjukan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan semakin berat, yang pada akhirnya akan mengurangi hak pemegang saham (deviden). Dari berkurangnya hak para pemegang saham, maka minat investor dalam berinvestasi dalam perusahaan tersebut akan berkurang karena para investor akan memilih tempat berinvestasi yang memiliki resiko perusahaan yang rendah dan prospek keunungan yang baik di masa depan. 2.6 Agency Theory Pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa praktek manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan kemakmuran yang dikehendakinya. Dimana prinsipal itu sendiri adalah pihak yang memberi mandate kepada agen (pemegang saham). Sedangkan agen adalah pihak yang mengerjakan mandate dari prinsipal (pemegang saham) yaitu manajemen yang mengelola perusahaan. Menurut Eisenhardt (1989) sebagaimana dikutip (Khomsiyah, 2005:57) teori keagenan (agency theory) digunakan untuk mengatasi dua masalah yang terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama, masalah keagenan yang timbul pada saat keinginankeinginan prinsipal dan agen saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, masalah pembagian dalam menanggung risiko yang timbul dimana prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak prinsipal) dengan pengendalian (pihak agen). Dimana perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena para manajer tidak ikut serta menanggung risiko sebagai akibat dari pengambilan keputusan yang salah serta tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Kajian terhadap masalah kepemilikan perusahaan (ownership) dapat dimulai dari pendekatan Agency Theory dan Signalling Theory. Kedua teori ini membahas perilaku manusia yang memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality), mengutamakan kepentingan pribadi (self-interest) dan kecenderungan menolak risiko (risk averse). Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen (Manajemen) dengan prinsipal (Pemilik/Investor) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Konflik kepentingan antar agen dan prinsipal disebut sebagai masalah keagenan (agency problem). Sedangkan, Teori Signaling (signalling theory) membahas bagaimana seharusnya signal-signal keberhasilan atau kegagalan manajemen (agen) disampaikan kepada pemilik (principal). Laporan tentang kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan. Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi ini akan memicu munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibandingkan pihak eksternal. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada manajer untuk menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002). Menurut William R Scott (1967) informasi asimetri mempunyai dua tipe. Tipe pertama, adverse selection. Pada tipe ini, pihak yang merasa memiliki informasi lebih sedikit dibandingkan pihak lain tidak akan mau untuk melakukan perjanjian dengan pihak lain tersebut apapun bentuknya, dan jika tetap melakukan perjanjian, dia akan membatasi dengan kondisi yang sangat ketat dan biaya yang sangat tinggi. Contohnya, adalah kemungkinan konflik yang terjadi antara orang dalam (manajer) dengan orang luar (investor potensial). Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memperoleh informasi lebih dibandingkan investor, misalnya dengan menyembunyikan, menyamarkan, memanipulasi informasi yang diberikan kepada investor. Akibatnya, investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan, atau membeli saham perusahaan dengan harga sangat rendah. Contoh lain dari informasi asimetri adalah ketika kreditor dan pemegang saham minoritas memiliki informasi yang lebih sedikit dibandingkan manajer dan pemegang saham mayoritas. Tipe kedua dari informasi asimetri adalah moral hazard. Moral hazard terjadi ketika manajer melakukan tindakan tanpa sepengetahuan pemilik untuk keuntungan pribadinya dan menurunkan kesejahteraan pemilik. Contohnya, pada perusahaan yang relatif besar, dengan terpisahnya kepemilikan dan pengendalian manajemen, maka sulit bagi pemegang saham dan kreditur untuk melihat sejauh mana kinerja manajer sejalan dengan tujuan yang diinginkan pemegang saham, manajer mungkin cenderung bekerja kurang optimal. Moral hazard juga menghambat operasi perusahaan secara efisien. Kemudian Eisenhardt (1989) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004). Berdasarkan teori keagenan, laporan keuangan dipersiapkan oleh manajemen sebagai pertanggung-jawaban stewardship mereka kepada prinsipal. Dalam kapasitasnya sebagai pihak yang menyediakan informasi keuangan dan secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, manajemen memiliki insentif untuk melaporkan segala sesuatu yang dapat memaksimumkan utilitas dirinya. Cara yang paling sering dilakukan adalah dengan merekayasa laba (earnings) yang menjadi fokus utama perhatian pihak eksternal sesuai dengan motivasi yang melatarbelakanginya. 2.6.1 Agency Cost Permasalahan yang merupakan akibat dari perbedaan kepentingan antara pihak manajemen dengan pemegang saham yang disebut agency problem. Masalah keagenan menimbulkan pengeluaran perusahaan untuk mencegah pihak manajemen perusahaan melakukan penyalahgunaan wewenangnya untuk mengutamakan kepentingannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme pengawasan atau pemantauan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Dimana biaya yang harus dikeluarkan pemilik untuk mengawasi dan memonitor kinerja manajemen sehingga mereka bekerja untuk kepentingan perusahaan disebut sebagai agency cost. Menurut Jensen dan Meckling (1976) yang dikutip (Aida, 2004:33) dalam perusahaan, agency cost dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : Pertama, the monitoring expenditure by the principal berarti biaya yang harus dikeluarkan dan ditanggung oleh prinsipal (pemilik) untuk memonitoring perilaku agen. Kedua, the bonding cost merupakan biaya yang harus ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Ketiga, the residual cost merupakan pengorbanan sebagai akibat berkurangnya kemakmuran prinsipal dari perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen. Pengurangan agency cost dapat dilakukan dengan berbagai alternative diantaranya dengan meningkatkan proporsi kepemilikan manajerial (insider ownership). Dimana perusahaan akan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajemen dengan pemegang saham sehingga terjadi persamaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Hal ini menyebabkan manajemen bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham, maka peningkatan tersebut membuat manajemen termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham, dimana keputusan yang diambil akan menimbulkan manfaat bagi dirinya, sebaliknya manajer akan menanggung konsekuensi dari keputusan yang salah. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrument atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai klaim (claim holder) terhadap perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Kepemilikan manajerial dapat diukur sebagai prosentase saham biasa atau opsi saham yang dimiliki direktur atau officer. Dengan adanya peningkatan prosentase kepemilikan akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham, maka manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Sementara itu Fama (1980) dalam teori klasik mengatakan bahwa ada nya pemisahan kepemilikan dan pengawasan atas suatu sekuritas kedalam suatu set perspektif perjanjian diantara gen dan prinsipal merupakan suatu bentuk organisasi yang efisien. Pernyataan tersebut menekankan bagaimana pentingnya hubungan keagenan ini. Dalam manajemen keungan memaximalkan kemakmuran stockholders telah menjadi tujuan perusahaan, kemakmuran stockholders akan tercermindari nilai perusahan. Namun demikian, dalam prakteknya tidak sedikit manager atau insiderini bukan atas nama stackholdermanajemen perusahaan cenderung lebih mengutamakan pemenuhan kepentingannya melalui asset perusahaan yang mereka kuasai, perilaku seperti ini biasanya sering disebut dengan keterbatasan rasional (bouded rational) dan terkait dengan sifat keengganan mennggung resiko (risk averse). Jensen (1986) dalam suatu dalilnya mengenai free cash flow hypothesis mengatakan bahwa ketiga toetersedianya kelebihan dana setelah aktifitas pendanaan proyek ikut memperburuk masalah keagenan ini. Hal ini terjadi karena para manajer perusahaan yang memiliki kelebihan dana tersebut bukan pemilik tunggal saham perusahaan, sehingga mereka tergoda untuk mengkonsumsi kelebihan dana tersebut pada investasi yang tidak produktif. 2.7 Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan informasi asimetri. Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Para peneliti berpendapat bahwa struktur kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh terhadap perusahaan. Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motivasi pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses insentif yang membentuk motivasi manajer. Pemilik akan berusaha membuat berbagai strategi untuk mencapai tujuan perusahaan, setelah strategi ditentukan maka langkah selanjutnya akan mengimplementasi strategi dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kesemua tahapan tersebut tidak terlepas dari peran pemilik dapat dikatakan bahwa peran pemilik sangat penting dalam menentukan keberlangsungan perusahaan. Menurut Jensen. and Meckling, 1976, The Theory of The Firm : Manajerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structur, ( Journal of Financial and Economics, 3 : 305-360). Struktur kepemilikan dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Ada beberapa pengertian struktur kepemilikan saham manajerial menurut beberapa peneliti diantaranya Mehran et al (1992) sebagaimana dikutip (Aida, 2004:33), struktur kepemilikan saham manajerial merupakan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen. Sedangkan menurut Bagnani et al (1996) yang dikutip (Aida, 2004:33) struktur kepemilikan saham manajerial itu sendiri adalah persentase saham biasa dan atau opsi saham yang dimiliki direktur atau officer, serta menurut Setiyono (2000) yang dikutip (Aida, 2004:33) adalah persentase saham biasa yang dimiliki oleh Board of Management, didalamnya terdapat direksi dan komisaris. Peran struktur kepemilikan manajerial menurut Iturriagi dan Sanz (2000:174) dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan asimetri atau ketidakseimbangan informasi (asymmetric information approach). Dimana pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrument atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai klaim (claim holder) terhadap perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan adanya peningkatan persentase kepemilikan akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham, maka manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Sedangkan menurut pendekatan kedua, informasi asimetri menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak insiders, maka insiders akan ikut memperoleh manfaat langsung atas keputusankeputusan yang diambilnya, selain itu para manajer juga akan semakin hati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena mereka akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang mereka ambil serta akan menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Sehingga kebangkrutan perusahaan bukan lagi menjadi tanggung jawab pemilik utama. Kepemilikan manajerial itu sendiri dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan atau proses saham yang dimiliki oleh komisaris, dewan direksi, dan manajemen. Persentase tersebut diperoleh dari banyaknya jumlah saham yang dimiliki oleh manajerial. Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham dimana pemegang saham adalah dirinya sendiri. Seperti halnya pendapat Demsaey dan Laber (1993) yang dikutip (Meythi, 2005:4) bahwa masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insiders ownership . Dimana insiders ownership itu sendiri adalah pemilik perusahaan sekaligus menjadi pengelola perusahaan. Di sisi lain struktur kepemilikan saham suatu perusahaan akan berdampak pada nilai perusahaan dan kepentingan manajerial. 2.7.1 Kepemilikan Manajerial Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen perusahaan baik sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris disebut sebagai kepemilikan manajerial (managerial ownership). Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan pada akhir tahun untuk masing-masing periode pengamatan. Masalah teknis tidak akan timbul jika kepemilikan dan pengelolaan perusahaan tidak dijalankan secara terpisah. Pemilik (pemegang saham) bertujuan untuk memaksimumkan kekayaannya dengan melihat nilai sekarang dari arus kas yang dihasilkan oleh investasi perusahaan sedangkan manajer bertujuan pada peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Tujuan manajer ini dilandasi oleh dua alasan, yaitu : a. Pertumbuhan yang meningkat akan memberikan peluang bagi manajer bawah dan menengah untuk dipromosikan. Selain itu, manajer dapat membuktikan diri sebagai karyawan yang produktif sehingga dapat diperoleh penghargaan lebih dari wewenang untuk menentukan pengeluaran (biaya-biaya), b. Ukuran perusahaan yang semakin besar memberikan keamanan pekerjaan atau mengurangi kemungkinan lay-off dan kompensasi yang semakin besar. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antar manajer dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Argumen tersebut mengindikasikan mengenai pentingnya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan perusahaan. Namun, tingkat kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk terhadap perusahaan. Dengan kepemilikan manajerial yang tinggi, manajer mempunyai hak voting yang tinggi sehingga manajer mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan perusahaan, hal ini dapat menimbulkan masalah pertahanan, dalam artian, adanya kesulitan bagi para pemegang saham eksternal untuk mengendalikan tindakan manajer. Agency problem bisa dikurangi bila manajer memepunyai kepemilikan saham dalam perusahaan, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka akan baik kinerja perusahaan. Kepemilikan saham yang besar dari segi ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajerial rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya oportunistik manajemen akan meningkat. Kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik. Kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajer dan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham manajerial dapat mencegah tindakan opportunistic manajer. Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan discretionary accruals. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan discretionary accruals. Penelitian yang menguji hubungan kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan secara negatif dengan discretionary accrual. Hasil penelitian tersebut juga manyatakan bahwa kualitas laba meningkat karena kepemilikan manajerial tinggi. 2.7.2 Kepemilikan Institusional Dengan tingginya kepemilikan manajerial, para investor institusional akan mendapatkan kesempatan kontrol perusahaan yang lebih sedikit. Ini berarti bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah negatif. Hubungan ini sesuai dengan penelitian Fitri dan Mamduh (2003). Menurut Crutchley et al (1999), pengaruh kebijakan hutang terhadap kepemilikan institusional adalah positif. Kebijakan hutang yang tinggi menyebabkan perusahaan dimonitor oleh pihak debtholders, karena monitoring dalam perusahaan yang ketat tadi menyebab manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders, sehingga kondisi ini akan menarik masuknya kepemilikan institusional. Kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap kepemilikan institusional. Dari sudut pandang investor, investor institusional mungkin akan lebih tertarik untuk berinvestasi pada saham dengan dividen yang tinggi dan mekanisme yang ketat. Semakin banyak saham yang dimiliki manajer akan semakin menurunkan masalah keagenan sehingga membuat dividen tidak perlu dibayarkan pada risiko yang tinggi dalam hal ini berarti kepemilikan manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Dengan jumlah investasi yang tinggi, investor institusional melakukan monitoring yang semakin ketat dan menghalangi perilaku oportunis manajer. Monitoring oleh investor institusional ini dapat mengurangi agency cost dalam hal ini yaitu biaya yang ditanggung pemilik untuk mengawasi agen seperti biaya audit, sehingga dividen yang dibayarkan juga menurun. Kehadiran kepemilikan institusional memiliki efek subtitusi bagi pembayaran dividen untuk mengurangi biaya keagenan. 2.8 Hubungan antara Kebijakan Deviden , Leverage dan Biaya Agensi terhadap Struktur Kepemilikan. d) Hubungan antara Kebijakan Dividen dengan Struktur Kepemilikan Hubungan antara dividen dengan kepemilikan manajerial dijelaskan melalui hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986) Melalui hipotesis ini kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan free cash flow. Penelitian ini membuktikan hubungan substitusi antara kebijakan dividen dan kepemilikan manajerial. Mekanisme pengurangan masalah keagenan ini dilakukan dengan cara : 4. Menggunakan free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga menghidari alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan. (Jensen : 1986). 5. Meningkatkan dividen untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal. Perusahaan diawasi oleh tim pengawas pasar modal atau kreditur sehingga manajer termotivasi mempertahankan atau meningkatkan kinerja. (Crutchley dan Hansen : 1989). 6. Meningkatkan dividen untuk memuaskan sebagian stockholder yang menyukai dividen besar atau penganut the bird in the hand theory, (Brigham, Gapenski : 1999). Peningkatan dividen menyebabkan perusahaan memiliki sumber internal dalam jumlah sedikit sehingga manajer memilih melakukan diversifikasi pada kesempatan investasi yang lebih menguntungkan. Kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap kepemilikan institusional. Dari sudut pandang investor, investor institusional mungkin akan lebih tertarik untuk berinvestasi pada saham dengan dividen yang tinggi dan mekanisme yang ketat. Semakin banyak saham yang dimiliki manajer akan semakin menurunkan masalah keagenan sehingga membuat dividen tidak perlu dibayarkan pada risiko yang tinggi dalam hal ini berarti kepemilikan manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Dengan jumlah investasi yang tinggi, investor institusional melakukan monitoring yang semakin ketat dan menghalangi perilaku oportunis manajer. Monitoring oleh investor institusional ini dapat mengurangi agency cost dalam hal ini yaitu biaya yang ditanggung pemilik untuk mengawasi agen seperti biaya audit, sehingga dividen yang dibayarkan juga menurun. Kehadiran kepemilikan institusional memiliki efek subtitusi bagi pembayaran dividen untuk mengurangi biaya keagenan. Berdasarkan analisis dan temuan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H1: Kebijakan dividen berpengaruh terhadap struktur kepemilikan e) Hubungan antara Kebijakan Hutang dengan Struktur Kepemilikan Menurut Chen dan Steiner (1999), hutang memiliki hubungan kausal terbalik dengan kepemilikan manajerial. Hubungan kausalitas ini menunjukkan hubungan substitusi antara kebijakan hutang dengan kepemilikan manajerial dalam mengurangi konflik keagenan. Penggunaan hutang tinggi meningkatkan risiko kebangkrutan sehingga manajer mengurangi proporsi kepemilikan saham. Pada kondisi ini diperlukan pembatasan terhadap penggunaan hutang untuk mengurangi masalah keagenan antara stockholder dan bondholder. Dimana kepemilikan manajerial dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan atau prosentase saham yang dimiliki oleh komisaris, dewan direksi dan manajemen yang tercantum dalam daftar pemegang saham. Dengan meningkatkan kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajemen akan termotivasi meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi keputusan pencarian dana melalui hutang atau right issue. Peningkatan prosentase kepemilikan manajerial akan mengurangi hutang dan sebaliknya dengan penurunan kepemilikan manajerial akan meningkatkan penggunaan hutang. Penggunaan hutang pada tingkat tinggi dapat menyebabkan risiko perusahaan semakin tinggi sehingga manajerial mengurangi kepemilikan saham untuk memperkecil risiko. Hal tersebut membuat manajer untuk semakin hati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena mereka akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang mereka ambil serta akan menanggung kerugian Menurut Friend dan Lang (1988), Crutchley dan Hansen (1989) dan Jensen, Solberg dan Zorn (1992) terdapat hubungan negative antara kepemilikan manajerial dengan kebijakan hutang. Sedangkan Putu Anom (2003) mengatakan bahwa kebijakan hutang dapat digunakan untuk memprediksi kepemilikan manajerial satu tahun kedepan Berdasarkan analisis dan temuan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Menurut Crutchley et al (1999), pengaruh kebijakan hutang terhadap kepemilikan institusional adalah positif. Kebijakan hutang yang tinggi menyebabkan perusahaan dimonitor oleh pihak debtholders, karena monitoring dalam perusahaan yang ketat tadi menyebab manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders, sehingga kondisi ini akan menarik masuknya kepemilikan institusional. H2: Kebijakan hutang berpengaruh terhadap struktur kepemilikan f) Hubungan Biaya Agensi terhadap Struktur kepemilikan Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen perusahaan baik sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris disebut sebagai kepemilikan manajerial (managerial ownership). Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan pada akhir tahun untuk masing-masing periode pengamatan. Cornett, et al. (2006) dalam Ujiyantho (2007) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatianya terhadap kinerja perusahaan. Maka proporsi kepemilikan institusional dapat bertindak sebagai pencegahan tindakan pemborosan yang dilakukan manajemen. Pengurangan agency cost dapat dilakukan dengan berbagai alternative diantaranya dengan meningkatkan proporsi kepemilikan manajerial (insider ownership). Dimana perusahaan akan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajemen dengan pemegang saham sehingga terjadi persamaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Hal ini menyebabkan manajemen bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham, maka peningkatan tersebut membuat manajemen termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham, dimana keputusan yang diambil akan menimbulkan manfaat bagi dirinya, sebaliknya manajer akan menanggung konsekuensi dari keputusan yang salah. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai klaim (claim holder) terhadap perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Kepemilikan manajerial dapat diukur sebagai prosentase saham biasa dan atau opsi saham yang dimiliki direktur atau officer. Dengan adanya peningkatan prosentase kepemilikan akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham maka manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham Perusahaan yang manajemennya juga sebagai pemegang saham (manajer pemilik) menyebabkan konflik kebijakan dividen semakin kecil. Jensen & Meckling (1976) berpendapat bahwa pemilik akan dapat meyakinkan dirinya bahwa agen akan membuat keputusan yang optimal bila diberikan insentif yang memadai. Salah satu carannya adalah dengan memberikan kepemilikan kepada manajemen. Kos keagenan dalam suatu perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik akan lebih rendah karena ada kepentingan yang sama antara pemegang saham dan manajemen (Jensen & Meckling, 1976). Kondisi ini disebabkan oleh manajer pemilik tidak terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat moral hazard). Demsetz dan Lehn (1985) menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan untuk menghilangkan masalah keagenan. Crutchley dan Hansen (1989), Bathala, Moon, dan Rao (1994) menyimpulkan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Hal ini berarti biaya agensi berpengaruh negatif terhadap level kepemilikan manajerial. Dimana bila biaya agensi tinggi maka level kepemilikan manajerial tinggi dan juga sebaliknya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikembangkan hipotesis berikut. H3: biaya agensi berpengaruh terhadap struktur kepemilikan