BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. 2.2 Macam-Macam Magnet Berdasarkan sifat kemagnetannya, magnet dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : a. Magnet Permanen Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. b. Magnet Remanen Magnet remanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan penghantar dialiri arus listrik yang dialirkan, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besarnya arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan elektromagnet. Keuntungan elektromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya. Universitas Sumatera Utara 6 2.3 Sifat – Sifat Magnet Permanen Sifat – sifat kemagnetan magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006) 2.3.1 Koersivitas Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tingginya nilai koersivitas, juga disebut medan koersif ataupun bahan feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur dalam Oersted atau A/m dan dilambangkan Hc. (Chauhan Poja, 2010) 2.3.2 Remanensi Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet menjadi sangat penting (Jiles, 1998) 2.3.3 Temperatur Curie Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi tidak teratur (Takanori, 2011) 2.3.4 Medan Anisotropi (HA) Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari magnet permanen karena nilai ini dapat didefinisikan sebagai koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah berlawanan untuk Universitas Sumatera Utara 7 menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress, dan lain sebagainya (konsorsium magnet). 2.4 Sifat Kemagnetan Bahan Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Sifat-sifat kemagnetan bahan pada material magnet dapat diklasifikasikan antara lain ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik dan diamagnetik. 2.4.1 Bahan Ferromagnetik Ferromagnetik merupakan bahan yang menghasilkan momen magnetik dibidang eksternal dan mampu memiliki nilai magnetisasi yang besar. Pada bahan ferromagnetik, terdapat interaksi pasangan yang menyebabkan momen yang berdekatan saling meluruskan satu sama lain dibidang eksternal. Proses penjajaran ini muncul pada wilayah yang dikenal sebagai domain magnetik. Ketika bidang eksternal cukup besar diterapkan pada material magnetik, Magnetisasi (M) menjadi konstan, sejajar dengan semua domain yang didalam magnet, mengakibatkan saturasi atau kejenuhan. Saturasi magnetik adalah magnetisasi maksimum yang merupakan hasil dari setiap dipol yang sejajar. Bahan Ferromagnetik secara tipikal memiliki arah yang telah ditentukan oleh magnetisasi. Pada arah ini, magnetisasi yang dihasilkan adalah paling ringan dan juga paling kuat. Saturasi dapat dengan mudah dicapai dalam arah yang ringan. (Anderson J, 2010) Gambar 2.1 Momen Magnetik dari Sifat Ferromagnetik Universitas Sumatera Utara 8 2.4.2 Ferrimagnetik Bahan terikat secara ionik menunjukan magnetisasi permanen adalah bahan ferrimagnetik. Bahan Ferrimagnetik menunjukan momen magnet dari pelepasan tidak sempurna dari momen ion spin. Magnetisasi saturasi untuk bahan ferrimagnetik tidak setinggi ferromagnetik. Dikarenakan ferrimagnetik adalah material keramik, sehingga sangat baik digunakan isolator elektrik. (Jeremy A, 2010) Gambar 2.2 Momen Magnet Dari Sifat Ferimagnetik 2.4.3 Paramagnetik Pada Bahan Paramagnetik, setiap atom memiliki momen dipole permanen, dihasilkan dari pelepasan tidak lengkap dari elektron spin atau momen magnetik orbital. Momen magnetik atomik ini secara acak diorientasikan. Bahan paramagnetik tidak memiliki magnetisasi jaringan makroskopi dan menujukan perilaku magnetik hanya saat adanya medan magnet dan tetap memiliki sifat magnet ketika medan dihilangkan. Momen dipol pada bahan paramagnetik tidak mempengaruhi dipol disekililingnya dalam material. (Anderson. J, 2010) Gambar 2.3 Momen Magnetik dari Sifat Paramagnetik 2.4.4 Diamagnetik Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki sifat magnetik yang unik dalam menciptakan medan magnetik berlawanan langsung. Bahan diamagnetik merupakan material magnet yang lemah, semua material menunjukan tanda Universitas Sumatera Utara 9 diamagnetik namun bahan ini lemah dan dapat dihilangkan oleh sinyal yang lebih kuat. Sifat diamagnetik terus ada hanya pada saat pada bidang eksternal. Bidang eksternal merubah pergerakan orbital elektron, menghasilkan medan magnet pada arah yang berlawanan. Ketika material diamagnetik diletakkan diantara kutub-kutub elektromagnetik yang kuat, bahan ini akan tertarik ke daerah yang lemah. (Jeremy A, 2010) Gambar 2.4 Momen Magnetik Dari Sifat Diamagnetik. 2.5 Kurva Histerisis Suatu bahan yang ditempatkan pada medan magnet luar dengan intensitas magnetik (H), terjadi magnetisasi (M) serta terjadi induksi magnet (B) yang dapat dituliskan pada persamaan 2.1 B = µ0H + µ 0M (2.1) Sedangkan variabel M dan H direlasikan oleh suseptibilitas magnetik (χ) sedangkan B dan H dapat direlasikan denan permeabilitas bahan (µ) sehingga dapat dituliskan ke dalam persamaan 2.2 dan 2.3 M = χH (2.2) B = µH (2.3) Hubungan antara magnetisasi (M), intensitas magnetik (H), dan induksi magnetik (B) dapat dilihat dari kurva histerisis. Sebuah loop histerisis menunjukkan hubungan antara kerapatan fluks induksi magnetik (B) dan gaya magnet/intensitas magnetik (H). Semakin besar nilai H maka semakin besar pula medan magnet B. Deksripsi rinci dapat dilihat pada Gambar 2.5 Universitas Sumatera Utara 10 Gambar 2.5 Kurva Histerisis (NDT resource center, 2011) Pada titik a menunjukan hampir seluruh domain magnetik adalah selaras dan peningkatan pada medan magnetik akan meningkatkan sedikit dari fluks magnetik. maka pada titik ini bahan mengalami titik jenuh magnetik (magnetisasi saturasi). Ketika H direduksi menjadi nol, kurva akan bergerak dari titik a ke titik b. Pada titik ini, dapat diihat bahwa beberapa fluks magnetik tetap berada pada bahan meskipun gaya magnetisasi nol. Hal ini disebut titik retensivitas pada grafik yang menunjukan remanen atau tingkat magnetisasi yang tersisa ketika H telah hilang. Ini menunjukkan kemampuan magnetisasi bahan saat diberi medan luar (H). Jika nilai retensivitas besar maka sifat kemagnetannya semakin kuat. Pada titik c fluks magnetik mengalami pengurangan sampai ke nilai nol dan disebut titik koersivitas pada kurva. Koersivitas (Hc) merupakan besarnya medan yang diperlukan untuk membuat kemagnetannya = 0. Semakin besar nilai Hc maka sifat kemagnetannya akan semakin kuat. Selanjutnya untuk titik d, kekuatan magnetik meningkat pada arah negatif sehingga bahan mengalami magnetisasi jenuh (magnetisasi saturasi) tetapi pada arah yang berlawanan. Nilai H berkurang sampai nol dan kurva dibawa menuju ke titik e. Pada titik f nilai H mengalami kenaikan kearah positif sedangkan nilai B mengalami penurunan ke titik nol sehingga dari titik f kembali ke titik jenuh (magnetisasi saturasi). (Mareanus Mendrofa, 2016) Universitas Sumatera Utara 11 2.6 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah (soft magnetic materials) maupun material magnetik kuat (hard magnetic materials). 2.6.1 Magnet Lunak ( Soft Magnetic ) Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahan kan sifat magnet. Magnet lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang sempit, sehingga magnetisasi mengikuti variasi medal listrik hampir tanpa hysterisis loss. Magnet lunak (soft magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan. Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan konduktivitas listrik. Gambar 2.6 Kurva Histerisis Magnet Lunak (Chauhan Poja, 2010) Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan permeabilitas yang sangat besar. Kurva histerisis bahan magnetik lunak ditunjukkan pada Gambar 2.6. beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak (MnZnFe2O4), besi, silikon dan lainnya. (Chauhan Poja, 2010) Universitas Sumatera Utara 12 2.6.2 Magnet Keras ( Hard Magnetic) Bahan magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil. Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan magnetik uniaksial dan sifat magnetik berikut : 1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan magnet koersif, dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan magnet yang diterapkan atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi bahan ke nol setelah magnetisasi sampel telah mencapai saturasi. Koersivitas biasanya diukur dalam satuan oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan ferromagnetik keras dan digunakan untuk membuat magnet permanen. 2. Magnetisasi besar (large magnetization) : proses pembuatan substansi sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan medan magnet. Gambar 2.7 Kurva Histerisis Magnet Keras (Chauhan Poja, 2010) 2.7 Unsur Pemadu pada Magnet NdFeB 2.7.1 Neodymium (Nd) Neodymium merupakan salah satu dari unsur tanah jarang yang memiliki simbol Nd dan nomor atom 60. Neodymium ditemukan pada tahun 1885 oleh kimiawan Jerman Carl Auer von Welsbach. Neodymium tidak ditemukan secara alami dalam bentuk logam, namun dalam bentuk mineral Universitas Sumatera Utara 13 yang merupakan campuran oksida. Meskipun neodymium digolongkan sebagai unsur “tanah jarang”, namun Neodymium merupakan unsur yang cukup umum, tidak jarang dari cobalt, nikel dan tembaga. (Lya Oktavia, 2014) Gambar 2.8. Struktur Atom Unsur Neodymium Unsur - unsur lantanida atau lanthanos dikenal dengan nama fourteen element, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd), Promhetium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu), Gadolinium (Gd), Terbium (Tb), Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er), Thulium (Tm), Tyerbium(Yb), dan Lutetium (Lu). Unsur ini digunakan dalam keramik untuk warna glasir, dalam paduan untuk magnet permanen, untuk lensa khusus dengan praseodymium. Juga untuk menghasilkan terang kaca ungu dan kaca khusus yang menyaring radiasi inframerah. (Nurul Anwar, 2011) Tabel 2.1 Informasi Dasar Unsur Neodymium Nama Unsur Neodymium Simbol Nd Nomor Atom 60 Massa Atom 144,24 g/mol Titik Didih 3400.15 K Titik Lebur 1283.15 K Struktur Kristal Hexagonal Warna Perak Konfigurasi Elektron [Xe] 6s2 4f4 Universitas Sumatera Utara 14 2.7.2 Besi (Fe) Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe (dari bahasa Latin: zat besi). Dan nomor atom 26 Ini merupakan logam dalam transisi deret pertama. Besi merupakan logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah dibumi. Besi juga merupakan elemen paling umum di Bumi, membentuk banyak inti luar dan dalam bumi. Gambar 2.9 Struktur Atom Unsur Besi Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk dibumi, yaitu kira-kira 4,7 – 5 % pada kerak bumi. Kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksidasi besi, seperti oksida besi magnetit (Fe3O4). Dari mineral-mineral bijih besi magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi.(Syukri, 1999) Tabel 2.2 Informasi Dasar Unsur Besi Nama Unsur Besi Simbol Fe Nomor Atom 26 Massa Atom 55.845 g/mol Titik Didih 3143 K Titik Lebur 1811K Struktur Kristal BCC Warna Perak keabu- abuan Konfigurasi Elektron [Ar] 3d6 4s2 Universitas Sumatera Utara 15 2.7.3 Boron (B) Boron merupakan unsur yang sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor, dan sangat tahan terhadap panas. Boron dalam bentuk kristal yang sangat reaktif. Boron adalah unsur golongan 13 dengan nomor atom lima. Boron memiliki sifat diantara logam dan nonlogam (Semimetalik). Boron juga merupakan unsur metaloid dan banyak ditemukan dalam biji borax. Unsur ini tidak pernah ditemukan dialam bebas. Gambar 2.10 Strukur Atom Unsur Boron Tabel 2.3 Informasi Dasar Unsur Boron Nama Unsur Boron 2.8 Simbol B Nomor Atom 5 Massa Atom 10.811 g/mol Titik Didih 4200 K Titik Lebur 2349 K Struktur Kristal Orthorhombic Warna Hitam Konfigurasi Elektron [He] 2s2 2p1 Fabrikasi Magnet NdFeB Magnet NdFeB biasanya dibuat dengan cara Powder Metallurgy. Sebenarnya magnet NdFeB dapat dibuat dengan 3 cara yaitu : 1. Teknik Sintering, yaitu dengan cara Powder Metallurgy dengan cara milling, dicetak, sintering, surface treatment, magnetisasi, dan dihasilkan produk akhir. Magnet yang dihasilkan dengan teknik ini menghasilkan energi produk (BHmax) yang paling tinggi. Universitas Sumatera Utara 16 2. Teknik Compression Bonded, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB dengan suatu pengikat atau pelumas, dikompaksi dan kemudian dipanaskan. Energi produk yang dihasilkan dengan teknik ini lebih rendah dibandingkan dengan teknik sintering. 3. Teknik Injection Moulding, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB dengan suatu pengikat atau pelumas dan kemudian diinjeksi. Energi produk yang dihasilkan dengan cara ini lebih rendah dibandingkan dengan teknik sintering dan teknik compression bonded. (Novrita I, 2006) 2.9 Barium Heksaferit Barium Heksaferit atau lebih dikenal heksagonal barium ferit merupakan keramik oksida yang dipakai secara komersil dan dipilih sebagai penelitian material untuk dikembangkan hingga hari ini. Barium Heksaferit merupakan material magnetik anisotropi dengan medan magnet tinggi. Sehingga dapat digunakan pada frekuensi tinggi dari pada ferit spinel atau garnet (diatas 30 GHz). Anisotropi magnetik kristal diperoleh dari kristal dengan struktur anisotropi yang tinggi. Struktur kristal dari pertumbuhan butir juga anisotropi, dengan morfologi heksagonal sebagai area yang menyediakan anisotropi yang lebih tinggi. Sebagai hasilnya, Barium Heksaferit menghasilkan koersivitas yang tinggi. Sifat magnetik, seperti koersivitas dari magnet permanen tergantung pada ukuran butir. sifat magnetik yang diperoleh untuk pembuatan barium heksaferit ini memiliki remanensi 1,69 kG, koersivitas 2,577 kOe dan energi produk 0,63 MGOe pada suhu pembakaran 1170 oC. Material magnet dengan koersivitas yang tinggi cenderung memiliki domain magnetik kristalin yang lebih kecil (sekitar 1 µm). Berdasarkan hasil pengukuran dari densitas (green density) pada bahan berbasis ferit (material yang tidak dibakar) memiliki rentang antara 2,9 g/cm3sampai 3,9 g/cm3 dan setelah disinter mencapai sekitar 3,8 g/cm3 sampai 5,2 g/cm3. (Syahrul Humaidi, 2015) 2.10 Hybrid Bonded Magnet Pencampuran NdFeB dengan Barium Ferit dan serbuk besi dapat memberikan keuntungan yaitu menghasilkan magnet dengan sifat termal dan magnetik serta Universitas Sumatera Utara 17 mekanik yang lebih baik dan juga menurunkan biaya produksi yang dimana sulit dihasilkan pada magnet yang disinter (B.Slusarek, 2002) Paduan nanocrystalline Nd–Fe–B merupakan salah satu bahan diantara bahan magnetik unggul dengan energi produk maksimal (mendekati 50 MGOe). Disamping memiliki remanen dan koersivitas yang tinggi, juga temperatur Curie yang tinggi (mendekati 312 °C), membuat tipe paduan magnet ini diidentifikasi sangat cocok untuk dilakukan penelitian dan pengembangan yang lebih jauh dari komposit magnetik dengan matriks polimer atau disebut juga bonded magnet. Penelitian modern tentang komposit magnet berbasis paduan Fe–B diarahkan dalam beberapa tujuan seperti meningkatkan energi magnetik dengan maksud optimalisasi kapasitas magnetik, meningkatkan ketahanan terhadap korosi, optimalisasi proses produksi seperti parameter proses, penurunan kadar serbuk tanah jarang (Nd), penargetan dalam menurunkan harga dari material magnet sambil menjaga nilai energi maksimum magnetik tetap tinggi. Aplikasi dari berbagai teknik dalam proses produksi bonded magnet memberikan kemungkinan untuk pemanfaatan berbagai serbuk magnet dalam penggabungan dengan bahan polimer yang berbeda-beda sebagai zat pengikat. Keuntungan dari penggunaan material komposit magnet termasuk teknologi serderhananya, kemungkinan menghasilkan sifat akhir yang baik, biaya pembuatan yang rendah dan kehilangan presentase bahan. Kandungan serbuk NdFeB pada bonded magnet memainkan peranan penting dalam menentukan sifat magnetik. semakin banyak kandungan serbuk NdFeB biasanya menghasilkan remanen yang lebih tinggi, Br dan energi maksimum yang lebih tinggi, sehingga sangat diharapkan dari sekali dari perspektif magnetiknya. Namun semakin banyak kandungan filler dapat merubah rheology dari cairan polimer selama proses, dan selanjutnya berdampak pada kekuatan mekanik dari bonded magnet. Pengaruh yang kuat dari partikel filler dengan kandungan yang relatif sedikit pada sifat mekanik komposit telah secara signifikan menyumbang peningkatan dari pemakaian bahan polimer dalam berbagai aplikasi komersial. Penelitian modern yang telah dilakukan dengan niat menginvestigasi efek dari kadar filler yang divariasi pada sifat mekanik dan sifat magnetik dari bahan komposit NdFeB dan Barium Ferit. (Aleksandar P, 2012) Universitas Sumatera Utara 18 2.11 Karakterisasi Material Magnet Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis (densitas), Kekerasan menggunakan alat uji microhardness tester menggunakan metode Vickers, analisa mikrostruktur dengan menggunakan alat uji Optical Microscope ataupun dengan Scanning Electron Microscope dan analisa sifat magnet dengan menggunakan Gaussmeter dan VSM (Vibrating Sample Magnetometer). 2.11.1 Sifat Fisis A. Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979) ρ= 𝑚 (2.4) 𝑉 Dengan : ρ = Densitas (Kg/m3) m = Massa sampel (Kg) V = Volume sampel (m3) B. Kekerasan Uji kekerasan vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramida yang saling berhadapan adalah 136°. Karena bentuk penumbuknya piramida, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Angka kekerasan vickers (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut : VHN = 𝜃 2 2 𝑃 sin( ) 𝐿2 = 1,854𝑃 𝐿2 (2.5) Dengan : P = beban yang diterapkan (Newton, kgf) Universitas Sumatera Utara 19 L = panjang diagonal rata-rata (m, mm) = sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136° Beban yang biasanya digunakan pada pengujian ini berkisar antara 1 sampai 120 kg, tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Lekukan yang benar yang dibuat oleh piramida intan harus berbentuk bujur sangkar. Akan tetapi penyimpangan dapat terjadi pada penumbuk lekukan. Lekukan bantal jarum pada gambar 2.11 b adalah akibat terjadinya penurunan logam di sekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terjadi pada logam yang dilunakkan dan mengakibatkan pengukuran panjang diagonal yang berlebihan. Lekukan berbentuk tong pada gambar 2.11 c terdapat pada logam yang mengalami proses pengerjaan dingin. Bentuk demikian diakibatkan oleh penimbunan ke atas logam- logam di sekitar permukaan penumbuk. Ukuran diagonal pada kondisi demikian akan menghasilkan luas permukaan kontak yang kecil, sehingga menimbulkan kesalahan angka kekerasan yang besar (Eri Nugroho, 2011). Gambar 2.11 Skema Pengujian Vickers Hardness Gambar 2.12 Tipe-tipe lekukan piramida intan. 2.11.2 Mikrostruktur Struktur mikro merupakan butiran -butiran suatu benda logam yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga perlu menggunakan mikroskop optik atau mikroskop elektron untuk pemeriksaan butiran-butiran logam tersebut. Struktur material berkaitan dengan komposisi, sifat ,sejarah dan Universitas Sumatera Utara 20 kinerja pengolahan, sehingga dengan mempelajari struktur mikro akan memberikan informasi yang menghubungkan komposisi dan pengolahan sifat serta kinerjanya. (Ahmad Rifai M Nur Sagala, 2012). Salah satu alat untuk analisa struktur mikro adalah Optical Microscope. Pada optical microscope, ketika cahaya dari lampu mikroskop melewati kondenser dan kemudian melewati spesimen (spesimen dianggap adalah penyerap cahaya), hanya sedikit saja cahaya yang melewati spesimen tanpa terganggu. Cahaya tersebut disebut sebagai cahaya langsung atau cahaya tidak terdeviasi. Cahaya pada mikroskop yang terpantul sering disebut mikroskopi metalurgical, merupakan metode yang digunakan untuk fluorescence dan penggambaran spesimen yang terlihat buram meski ketika diturunkan ketebalannya hingga 30 mikron. Rentang spesimen yang termasuk dalam kategori ini banyak sekali dan termasuk logam, mineral, keramik dan berbagai jenis polimer, semikonduktor, batu bara, plastik, kertas, kayu, kain, dan material lainnya, karena cahaya tidak mampu melewati spesimen tersebut, maka harus diarahkan langsung pada permukaan dan akhirnya terpantul kembali ke objektif mikroskop baik oleh refleksi spekular maupun terdifusi. (Davidson dan Abramowitz) Dengan menerapkan teknik optical microscopy, mikroskop cahaya digunakan untuk mempelajari mikrostruktur, dengan sistem optik dan iluminasi adalah elemen dasarnya. untuk material yang buram pada cahaya tampak (semua jenis logam, dan berbagai jenis keramik dan polimer), hanya permukaan sampelnya yang diobservasi, dan mikroskop cahaya harus dipakai pada mode pemantulan. kontras pada gambar dihasilkan dari perbedaan pemantulan dari berbagai bagian mikrostruktur. Investigasi dari tipe ini biasanya sering disebut metallograhic, karena logam merupakan bahan pertama yang dianalisa memakai teknik ini. Persiapan spesimen membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian untuk menampilkan detail penting mikrostrukturnya. permukaan spesimen pertama harus diratakan dan dipoles hingga halus dan seperti cermin. hal ini dapat dihasilkan dengan menggunakan kertas amplas. mikrostruktur dihasilkan dari perlakuan secara kimiawi pada permukaan sampel yang disebut proses etsa. reaksi kimia dari butir fasa tunggal bahan tergantung orientasi kristalografinya. Universitas Sumatera Utara 21 Bentuk alur kecil sepanjang batas butir merupakan akibat dari proses etsa. karena atom sepanjang daerah batas butir lebih aktif secara kimiawi. atom-atom tersebut lenyap pada laju yang lebih tinggi daripada atom pada butiran. alur alur ini menjadi terlihat ketika dilihat dibawah mikroskop karena memantulkan cahaya pada sudut berbeda dari butiran itu sendiri. (William D. Callister, 2003) 2.11.3 Sifat Magnetik A. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan magnetik. momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara prinsip ada dua metoda untuk mengukur besar magnetisasi ini, yaitu metode induksi dan metode gaya. Pada metoda induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada metoda gaya pengukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam gradien medan magnet. VSM merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Salah satu keistimewaan VSM adalah vibrator elektrodinamik yang dikontrok menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel dengan meluruskan domain magnet. Momen dipol magnet sampel akan menciptakan medan magnet disekitar sampel, yang biasa disebut magnetic stary field. Ketika sampel bergetar, magnetic stray field dapat ditangkap oleh coil. Medan magnet tersebar tersebut akan menginduksi medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen magnetik sampel. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu maupun orientai sampel sehingga berbagai sifat magnetik sampel dapat dipelajari. Data yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet berupa kurva histerisis dengan Universitas Sumatera Utara 22 sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel dalam satuan Tesla dan sumbu y merupakan magnetisasi sampel dalam satuan emu/gram. (Firman Lamsyah, 2016) 2.11.4 Laju Korosi Pengukuran laju korosi (corrosion rate) secara eksperimen dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu : 1. Metode pengukuran kehilangan berat 2. Metode elektrokimia (metode tafel dan polarisasi) 3. Metode perubahan tahanan listrik Pada metode pengukuran kehilangan berat, besarnya korosi dinyatakan sebagai besarnya kehilangan berat kupon logam yang diuji persatuan luas permukaan persatuan waktu (Sofyan Yusuf, 2008). Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut: 𝐶𝑅 = 87,6 𝑊 (2.6) 𝐷𝐴𝑇 Dengan : CR = Laju korosi (m/tahun) D = Densitas (Kg/m3) A = Luas permukaan (m2) T = Waktu (jam) W = Total massa yang hilang (x 10-6 Kg) Universitas Sumatera Utara