BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau

advertisement
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet.
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak
dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki dua kutub,
yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung
magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya.
2.2 Macam-Macam Magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya, magnet dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu :
a. Magnet Permanen
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet
yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam
karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap.
b. Magnet Remanen
Magnet remanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan magnet yang
bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara
mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila
suatu bahan penghantar dialiri arus listrik yang dialirkan, besarnya medan
magnet yang dihasilkan tergantung pada besarnya arus listrik yang dialirkan.
Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan
oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang
dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan
sistem ini dinamakan elektromagnet. Keuntungan elektromagnet adalah bahwa
kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang
dialirkan dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus
listriknya.
Universitas Sumatera Utara
6
2.3 Sifat – Sifat Magnet Permanen
Sifat – sifat kemagnetan magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh
kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter
kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan
berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan
kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006)
2.3.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet.
Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan
dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tingginya nilai
koersivitas, juga disebut medan koersif ataupun bahan feromagnetik. Koersivitas
biasanya diukur dalam Oersted atau A/m dan dilambangkan Hc. (Chauhan Poja, 2010)
2.3.2 Remanensi
Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat
medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan
magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu.
Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh karena
itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet
menjadi sangat penting (Jiles, 1998)
2.3.3 Temperatur Curie
Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana fase
magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi tidak
teratur (Takanori, 2011)
2.3.4 Medan Anisotropi (HA)
Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari
magnet permanen karena nilai ini dapat didefinisikan sebagai koersivitas maksimum
yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah berlawanan untuk
Universitas Sumatera Utara
7
menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet dapat muncul dari
berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress, dan lain sebagainya
(konsorsium magnet).
2.4 Sifat Kemagnetan Bahan
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam
komponen pembentuknya. Sifat-sifat kemagnetan bahan pada material magnet dapat
diklasifikasikan antara lain ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik dan
diamagnetik.
2.4.1 Bahan Ferromagnetik
Ferromagnetik merupakan bahan yang menghasilkan momen magnetik dibidang
eksternal dan mampu memiliki nilai magnetisasi yang besar. Pada bahan
ferromagnetik, terdapat interaksi pasangan yang menyebabkan momen yang
berdekatan saling meluruskan satu sama lain dibidang eksternal. Proses penjajaran ini
muncul pada wilayah yang dikenal sebagai domain magnetik.
Ketika bidang eksternal cukup besar diterapkan pada material magnetik,
Magnetisasi (M) menjadi konstan, sejajar dengan semua domain yang didalam
magnet, mengakibatkan saturasi atau kejenuhan. Saturasi magnetik adalah magnetisasi
maksimum yang merupakan hasil dari setiap dipol yang sejajar. Bahan Ferromagnetik
secara tipikal memiliki arah yang telah ditentukan oleh magnetisasi. Pada arah ini,
magnetisasi yang dihasilkan adalah paling ringan dan juga paling kuat. Saturasi dapat
dengan mudah dicapai dalam arah yang ringan. (Anderson J, 2010)
Gambar 2.1 Momen Magnetik dari Sifat Ferromagnetik
Universitas Sumatera Utara
8
2.4.2 Ferrimagnetik
Bahan terikat secara ionik menunjukan magnetisasi permanen adalah bahan
ferrimagnetik. Bahan Ferrimagnetik menunjukan momen magnet dari pelepasan tidak
sempurna dari momen ion spin. Magnetisasi saturasi untuk bahan ferrimagnetik tidak
setinggi ferromagnetik. Dikarenakan ferrimagnetik adalah material keramik, sehingga
sangat baik digunakan isolator elektrik. (Jeremy A, 2010)
Gambar 2.2 Momen Magnet Dari Sifat Ferimagnetik
2.4.3 Paramagnetik
Pada Bahan Paramagnetik, setiap atom memiliki momen dipole permanen,
dihasilkan dari pelepasan tidak lengkap dari elektron spin atau momen magnetik
orbital. Momen magnetik atomik ini secara acak diorientasikan. Bahan paramagnetik
tidak memiliki magnetisasi jaringan makroskopi dan menujukan perilaku magnetik hanya
saat adanya medan magnet dan tetap memiliki sifat magnet ketika medan dihilangkan.
Momen dipol pada bahan paramagnetik tidak mempengaruhi dipol disekililingnya dalam
material. (Anderson. J, 2010)
Gambar 2.3 Momen Magnetik dari Sifat Paramagnetik
2.4.4 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki sifat magnetik yang unik
dalam menciptakan medan magnetik berlawanan langsung. Bahan diamagnetik
merupakan material magnet yang lemah, semua material menunjukan tanda
Universitas Sumatera Utara
9
diamagnetik namun bahan ini lemah dan dapat dihilangkan oleh sinyal yang lebih kuat.
Sifat diamagnetik terus ada hanya pada saat pada bidang eksternal. Bidang eksternal
merubah pergerakan orbital elektron, menghasilkan medan magnet pada arah yang
berlawanan.
Ketika
material
diamagnetik
diletakkan
diantara
kutub-kutub
elektromagnetik yang kuat, bahan ini akan tertarik ke daerah yang lemah. (Jeremy A,
2010)
Gambar 2.4 Momen Magnetik Dari Sifat Diamagnetik.
2.5 Kurva Histerisis
Suatu bahan yang ditempatkan pada medan magnet luar dengan intensitas
magnetik (H), terjadi magnetisasi (M) serta terjadi induksi magnet (B) yang dapat
dituliskan pada persamaan 2.1
B = µ0H + µ 0M
(2.1)
Sedangkan variabel M dan H direlasikan oleh suseptibilitas magnetik (χ) sedangkan B
dan H dapat direlasikan denan permeabilitas bahan (µ) sehingga dapat dituliskan ke
dalam persamaan 2.2 dan 2.3
M = χH
(2.2)
B = µH
(2.3)
Hubungan antara magnetisasi (M), intensitas magnetik (H), dan induksi magnetik (B)
dapat dilihat dari kurva histerisis. Sebuah loop histerisis menunjukkan hubungan
antara kerapatan fluks induksi magnetik (B) dan gaya magnet/intensitas magnetik (H).
Semakin besar nilai H maka semakin besar pula medan magnet B.
Deksripsi rinci dapat dilihat pada Gambar 2.5
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2.5 Kurva Histerisis (NDT resource center, 2011)
 Pada titik a menunjukan hampir seluruh domain magnetik adalah selaras dan
peningkatan pada medan magnetik akan meningkatkan sedikit dari fluks
magnetik. maka pada titik ini bahan mengalami titik jenuh magnetik
(magnetisasi saturasi).
 Ketika H direduksi menjadi nol, kurva akan bergerak dari titik a ke titik b. Pada
titik ini, dapat diihat bahwa beberapa fluks magnetik tetap berada pada bahan
meskipun gaya magnetisasi nol. Hal ini disebut titik retensivitas pada grafik yang
menunjukan remanen atau tingkat magnetisasi yang tersisa ketika H telah hilang.
Ini menunjukkan kemampuan magnetisasi bahan saat diberi medan luar (H). Jika
nilai retensivitas besar maka sifat kemagnetannya semakin kuat.
 Pada titik c fluks magnetik mengalami pengurangan sampai ke nilai nol dan
disebut titik koersivitas pada kurva. Koersivitas (Hc) merupakan besarnya
medan yang diperlukan untuk membuat kemagnetannya = 0. Semakin besar nilai
Hc maka sifat kemagnetannya akan semakin kuat.
 Selanjutnya untuk titik d, kekuatan magnetik meningkat pada arah negatif
sehingga bahan mengalami magnetisasi jenuh (magnetisasi saturasi) tetapi pada
arah yang berlawanan. Nilai H berkurang sampai nol dan kurva dibawa menuju
ke titik e.
 Pada titik f nilai H mengalami kenaikan kearah positif sedangkan nilai B
mengalami penurunan ke titik nol sehingga dari titik f kembali ke titik jenuh
(magnetisasi saturasi). (Mareanus Mendrofa, 2016)
Universitas Sumatera Utara
11
2.6 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah
(soft magnetic materials) maupun material magnetik kuat (hard magnetic materials).
2.6.1 Magnet Lunak ( Soft Magnetic )
Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan
mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahan kan sifat magnet. Magnet
lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang sempit, sehingga magnetisasi
mengikuti variasi medal listrik hampir tanpa hysterisis loss. Magnet lunak (soft
magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik
didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur
permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan. Parameter
utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan konduktivitas listrik.
Gambar 2.6 Kurva Histerisis Magnet Lunak (Chauhan Poja, 2010)
Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi
yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan permeabilitas yang
sangat besar. Kurva histerisis bahan magnetik lunak ditunjukkan pada Gambar 2.6.
beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak
(MnZnFe2O4), besi, silikon dan lainnya. (Chauhan Poja, 2010)
Universitas Sumatera Utara
12
2.6.2 Magnet Keras ( Hard Magnetic)
Bahan magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen
yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil.
Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, yang membutuhkan koersivitas
tinggi. Dalam bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan magnetik
uniaksial dan sifat magnetik berikut :
1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan magnet
koersif, dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan magnet yang
diterapkan atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi bahan ke nol setelah
magnetisasi sampel telah mencapai saturasi. Koersivitas biasanya diukur dalam
satuan oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. Bahan dengan
koersivitas tinggi disebut bahan ferromagnetik keras dan digunakan untuk
membuat magnet permanen.
2. Magnetisasi besar (large magnetization) : proses pembuatan substansi
sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan medan magnet.
Gambar 2.7 Kurva Histerisis Magnet Keras (Chauhan Poja, 2010)
2.7 Unsur Pemadu pada Magnet NdFeB
2.7.1 Neodymium (Nd)
Neodymium merupakan salah satu dari unsur tanah jarang yang
memiliki simbol Nd dan nomor atom 60. Neodymium ditemukan pada tahun
1885 oleh kimiawan Jerman Carl Auer von Welsbach. Neodymium tidak
ditemukan secara alami dalam bentuk logam, namun dalam bentuk mineral
Universitas Sumatera Utara
13
yang merupakan campuran oksida. Meskipun neodymium
digolongkan
sebagai unsur “tanah jarang”, namun Neodymium merupakan unsur yang
cukup umum, tidak jarang dari cobalt, nikel dan tembaga. (Lya Oktavia, 2014)
Gambar 2.8. Struktur Atom Unsur Neodymium
Unsur - unsur lantanida atau lanthanos dikenal dengan nama fourteen
element, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium (Pr),
Neodymium (Nd), Promhetium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu),
Gadolinium (Gd), Terbium (Tb), Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium
(Er), Thulium (Tm), Tyerbium(Yb), dan Lutetium (Lu). Unsur ini digunakan
dalam keramik untuk warna glasir, dalam paduan untuk magnet permanen,
untuk lensa khusus dengan praseodymium. Juga untuk menghasilkan terang
kaca ungu dan kaca khusus yang menyaring radiasi inframerah. (Nurul Anwar,
2011)
Tabel 2.1 Informasi Dasar Unsur Neodymium
Nama Unsur
Neodymium
Simbol
Nd
Nomor Atom
60
Massa Atom
144,24 g/mol
Titik Didih
3400.15 K
Titik Lebur
1283.15 K
Struktur Kristal
Hexagonal
Warna
Perak
Konfigurasi Elektron
[Xe] 6s2 4f4
Universitas Sumatera Utara
14
2.7.2 Besi (Fe)
Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe (dari bahasa Latin: zat
besi). Dan nomor atom 26 Ini merupakan logam dalam transisi deret
pertama. Besi merupakan logam transisi yang paling banyak dipakai karena
relatif melimpah dibumi. Besi juga merupakan elemen paling umum di
Bumi, membentuk banyak inti luar dan dalam bumi.
Gambar 2.9 Struktur Atom Unsur Besi
Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk
dibumi, yaitu kira-kira 4,7 – 5 % pada kerak bumi. Kebanyakan besi terdapat
dalam batuan dan tanah sebagai oksidasi besi, seperti oksida besi magnetit
(Fe3O4). Dari mineral-mineral bijih besi magnetit adalah mineral dengan
kandungan Fe paling tinggi, terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit
merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi.(Syukri,
1999)
Tabel 2.2 Informasi Dasar Unsur Besi
Nama Unsur
Besi
Simbol
Fe
Nomor Atom
26
Massa Atom
55.845 g/mol
Titik Didih
3143 K
Titik Lebur
1811K
Struktur Kristal
BCC
Warna
Perak keabu- abuan
Konfigurasi Elektron
[Ar] 3d6 4s2
Universitas Sumatera Utara
15
2.7.3 Boron (B)
Boron merupakan unsur yang sangat keras dan menunjukkan sifat
semikonduktor, dan sangat tahan terhadap panas. Boron dalam bentuk kristal
yang sangat reaktif. Boron adalah unsur golongan 13 dengan nomor atom lima.
Boron memiliki sifat diantara logam dan nonlogam (Semimetalik). Boron juga
merupakan unsur metaloid dan banyak ditemukan dalam biji borax. Unsur ini
tidak pernah ditemukan dialam bebas.
Gambar 2.10 Strukur Atom Unsur Boron
Tabel 2.3 Informasi Dasar Unsur Boron
Nama Unsur
Boron
2.8
Simbol
B
Nomor Atom
5
Massa Atom
10.811 g/mol
Titik Didih
4200 K
Titik Lebur
2349 K
Struktur Kristal
Orthorhombic
Warna
Hitam
Konfigurasi Elektron
[He] 2s2 2p1
Fabrikasi Magnet NdFeB
Magnet NdFeB biasanya dibuat dengan cara Powder Metallurgy. Sebenarnya
magnet NdFeB dapat dibuat dengan 3 cara yaitu :
1. Teknik Sintering, yaitu dengan cara Powder Metallurgy dengan cara milling,
dicetak, sintering, surface treatment, magnetisasi, dan dihasilkan produk
akhir. Magnet yang dihasilkan dengan teknik ini menghasilkan energi
produk (BHmax) yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Teknik Compression Bonded, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk
NdFeB dengan suatu pengikat atau pelumas, dikompaksi dan kemudian
dipanaskan. Energi produk yang dihasilkan dengan teknik ini lebih rendah
dibandingkan dengan teknik sintering.
3. Teknik Injection Moulding, yaitu dengan cara mencampurkan serbuk NdFeB
dengan suatu pengikat atau pelumas dan kemudian diinjeksi. Energi produk
yang dihasilkan dengan cara ini lebih rendah dibandingkan dengan teknik
sintering dan teknik compression bonded. (Novrita I, 2006)
2.9 Barium Heksaferit
Barium Heksaferit atau lebih dikenal heksagonal barium ferit merupakan
keramik oksida yang dipakai secara komersil dan dipilih sebagai penelitian material
untuk dikembangkan hingga hari ini. Barium Heksaferit merupakan material magnetik
anisotropi dengan medan magnet tinggi. Sehingga dapat digunakan pada frekuensi
tinggi dari pada ferit spinel atau garnet (diatas 30 GHz). Anisotropi magnetik kristal
diperoleh dari kristal dengan struktur anisotropi yang tinggi. Struktur kristal dari
pertumbuhan butir juga anisotropi, dengan morfologi heksagonal sebagai area yang
menyediakan anisotropi yang lebih tinggi. Sebagai hasilnya, Barium Heksaferit
menghasilkan koersivitas yang tinggi.
Sifat magnetik, seperti koersivitas dari magnet permanen tergantung pada
ukuran butir. sifat magnetik yang diperoleh untuk pembuatan barium heksaferit ini
memiliki remanensi 1,69 kG, koersivitas 2,577 kOe dan energi produk 0,63 MGOe
pada suhu pembakaran 1170 oC. Material magnet dengan koersivitas yang tinggi
cenderung memiliki domain magnetik kristalin yang lebih kecil (sekitar 1 µm).
Berdasarkan hasil pengukuran dari densitas (green density) pada bahan berbasis ferit
(material yang tidak dibakar) memiliki rentang antara 2,9 g/cm3sampai 3,9 g/cm3 dan
setelah disinter mencapai sekitar 3,8 g/cm3 sampai 5,2 g/cm3. (Syahrul Humaidi, 2015)
2.10 Hybrid Bonded Magnet
Pencampuran NdFeB dengan Barium Ferit dan serbuk besi dapat memberikan
keuntungan yaitu menghasilkan magnet dengan sifat termal dan magnetik serta
Universitas Sumatera Utara
17
mekanik yang lebih baik dan juga menurunkan biaya produksi yang dimana sulit
dihasilkan pada magnet yang disinter (B.Slusarek, 2002)
Paduan nanocrystalline Nd–Fe–B merupakan salah satu bahan diantara bahan
magnetik unggul dengan energi produk maksimal (mendekati 50 MGOe). Disamping
memiliki remanen dan koersivitas yang tinggi, juga temperatur Curie yang tinggi
(mendekati 312 °C), membuat tipe paduan magnet ini diidentifikasi sangat cocok untuk
dilakukan penelitian dan pengembangan yang lebih jauh dari komposit magnetik dengan
matriks polimer atau disebut juga bonded magnet. Penelitian modern tentang komposit
magnet berbasis paduan Fe–B diarahkan dalam beberapa tujuan seperti meningkatkan
energi magnetik dengan maksud optimalisasi kapasitas magnetik, meningkatkan
ketahanan terhadap korosi, optimalisasi proses produksi seperti parameter proses,
penurunan kadar serbuk tanah jarang (Nd), penargetan dalam menurunkan harga dari
material magnet sambil menjaga nilai energi maksimum magnetik tetap tinggi.
Aplikasi dari berbagai teknik dalam proses produksi bonded magnet memberikan
kemungkinan untuk pemanfaatan berbagai serbuk magnet dalam penggabungan
dengan bahan polimer yang berbeda-beda sebagai zat pengikat. Keuntungan dari
penggunaan material komposit magnet termasuk teknologi serderhananya,
kemungkinan menghasilkan sifat akhir yang baik, biaya pembuatan yang rendah dan
kehilangan presentase bahan.
Kandungan serbuk NdFeB pada bonded magnet memainkan peranan penting
dalam menentukan sifat magnetik. semakin banyak kandungan serbuk NdFeB
biasanya menghasilkan remanen yang lebih tinggi, Br dan energi maksimum yang
lebih tinggi, sehingga sangat diharapkan dari sekali dari perspektif magnetiknya.
Namun semakin banyak kandungan filler dapat merubah rheology dari cairan polimer
selama proses, dan selanjutnya berdampak pada kekuatan mekanik dari bonded
magnet. Pengaruh yang kuat dari partikel filler dengan kandungan yang relatif sedikit
pada sifat mekanik komposit telah secara signifikan menyumbang peningkatan dari
pemakaian bahan polimer dalam berbagai aplikasi komersial. Penelitian modern yang
telah dilakukan dengan niat menginvestigasi efek dari kadar filler yang divariasi pada
sifat mekanik dan sifat magnetik dari bahan komposit NdFeB dan Barium Ferit.
(Aleksandar P, 2012)
Universitas Sumatera Utara
18
2.11
Karakterisasi Material Magnet
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas
untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis (densitas), Kekerasan
menggunakan alat uji microhardness tester menggunakan metode Vickers, analisa
mikrostruktur dengan menggunakan alat uji Optical Microscope ataupun dengan
Scanning Electron Microscope dan analisa sifat magnet dengan menggunakan
Gaussmeter dan VSM (Vibrating Sample Magnetometer).
2.11.1
Sifat Fisis
A. Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V) dalam
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)
ρ=
𝑚
(2.4)
𝑉
Dengan :
ρ = Densitas (Kg/m3)
m = Massa sampel (Kg)
V = Volume sampel (m3)
B. Kekerasan
Uji kekerasan vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya
berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramida
yang saling berhadapan adalah 136°. Karena bentuk penumbuknya piramida, maka
pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Angka kekerasan
vickers (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada
prakteknya luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak.
VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut :
VHN =
𝜃
2
2 𝑃 sin( )
𝐿2
=
1,854𝑃
𝐿2
(2.5)
Dengan :
P
= beban yang diterapkan (Newton, kgf)
Universitas Sumatera Utara
19
L
= panjang diagonal rata-rata (m, mm)

= sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136°
Beban yang biasanya digunakan pada pengujian ini berkisar antara 1 sampai
120 kg, tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Lekukan yang benar yang
dibuat oleh piramida intan harus berbentuk bujur sangkar. Akan tetapi penyimpangan
dapat terjadi pada penumbuk lekukan. Lekukan bantal jarum pada gambar 2.11 b
adalah akibat terjadinya penurunan logam di sekitar permukaan piramida yang datar.
Keadaan demikian terjadi pada logam yang dilunakkan dan mengakibatkan
pengukuran panjang diagonal yang berlebihan. Lekukan berbentuk tong pada
gambar 2.11 c terdapat pada logam yang mengalami proses pengerjaan dingin. Bentuk
demikian diakibatkan oleh penimbunan ke atas logam- logam di sekitar permukaan
penumbuk. Ukuran diagonal pada kondisi demikian akan menghasilkan luas
permukaan kontak yang kecil, sehingga menimbulkan kesalahan angka kekerasan
yang besar (Eri Nugroho, 2011).
Gambar 2.11 Skema Pengujian Vickers Hardness
Gambar 2.12 Tipe-tipe lekukan piramida intan.
2.11.2 Mikrostruktur
Struktur mikro merupakan butiran -butiran suatu benda logam yang sangat
kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga perlu menggunakan
mikroskop optik atau mikroskop elektron untuk pemeriksaan butiran-butiran
logam tersebut. Struktur material berkaitan dengan komposisi, sifat ,sejarah dan
Universitas Sumatera Utara
20
kinerja
pengolahan, sehingga
dengan
mempelajari
struktur mikro akan
memberikan informasi yang menghubungkan komposisi dan pengolahan sifat
serta kinerjanya. (Ahmad Rifai M Nur Sagala, 2012).
Salah satu alat untuk analisa struktur mikro adalah Optical Microscope.
Pada optical microscope, ketika cahaya dari lampu mikroskop melewati kondenser
dan kemudian melewati spesimen (spesimen dianggap adalah penyerap cahaya),
hanya sedikit saja cahaya yang melewati spesimen tanpa terganggu. Cahaya
tersebut disebut sebagai cahaya langsung atau cahaya tidak terdeviasi. Cahaya pada
mikroskop yang terpantul sering disebut mikroskopi metalurgical, merupakan
metode yang digunakan untuk fluorescence dan penggambaran spesimen yang
terlihat buram meski ketika diturunkan ketebalannya hingga 30 mikron. Rentang
spesimen yang termasuk dalam kategori ini banyak sekali dan termasuk logam,
mineral, keramik dan berbagai jenis polimer, semikonduktor, batu bara, plastik,
kertas, kayu, kain, dan material lainnya, karena cahaya tidak mampu melewati
spesimen tersebut, maka harus diarahkan langsung pada permukaan dan akhirnya
terpantul kembali ke objektif mikroskop baik oleh refleksi spekular maupun
terdifusi. (Davidson dan Abramowitz)
Dengan menerapkan teknik optical microscopy, mikroskop cahaya
digunakan untuk mempelajari mikrostruktur, dengan sistem optik dan iluminasi
adalah elemen dasarnya. untuk material yang buram pada cahaya tampak (semua
jenis logam, dan berbagai jenis keramik dan polimer), hanya permukaan sampelnya
yang diobservasi, dan mikroskop cahaya harus dipakai pada mode pemantulan.
kontras pada gambar dihasilkan dari perbedaan pemantulan dari berbagai bagian
mikrostruktur. Investigasi dari tipe ini biasanya sering disebut metallograhic,
karena logam merupakan bahan pertama yang dianalisa memakai teknik ini.
Persiapan spesimen membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian untuk
menampilkan detail penting mikrostrukturnya. permukaan spesimen pertama harus
diratakan dan dipoles hingga halus dan seperti cermin. hal ini dapat dihasilkan
dengan menggunakan kertas amplas. mikrostruktur dihasilkan dari perlakuan
secara kimiawi pada permukaan sampel yang disebut proses etsa. reaksi kimia dari
butir fasa tunggal bahan tergantung orientasi kristalografinya.
Universitas Sumatera Utara
21
Bentuk alur kecil sepanjang batas butir merupakan akibat dari proses etsa.
karena atom sepanjang daerah batas butir lebih aktif secara kimiawi. atom-atom
tersebut lenyap pada laju yang lebih tinggi daripada atom pada butiran. alur alur ini
menjadi terlihat ketika dilihat dibawah mikroskop karena memantulkan cahaya
pada sudut berbeda dari butiran itu sendiri. (William D. Callister, 2003)
2.11.3 Sifat Magnetik
A. VSM (Vibrating Sample Magnetometer)
Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan
magnetik. momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara
prinsip ada dua metoda untuk mengukur besar magnetisasi ini, yaitu metode induksi
dan metode gaya. Pada metoda induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang
ditimbulkan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada
sepasang kumparan. Sedangkan pada metoda gaya pengukuran dilakukan pada
besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam gradien medan
magnet.
VSM merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari
sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai
besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang
digambarkan dalam kurva histerisis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan
suhu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi
anisotropik bahan.
Salah satu keistimewaan VSM adalah vibrator elektrodinamik yang dikontrok
menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika
sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel dengan
meluruskan domain magnet. Momen dipol magnet sampel akan menciptakan medan
magnet disekitar sampel, yang biasa disebut magnetic stary field. Ketika sampel
bergetar, magnetic stray field dapat ditangkap oleh coil. Medan magnet tersebar
tersebut akan menginduksi medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen
magnetik sampel. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu
maupun orientai sampel sehingga berbagai sifat magnetik sampel dapat dipelajari.
Data yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet berupa kurva histerisis dengan
Universitas Sumatera Utara
22
sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel dalam satuan Tesla dan
sumbu y merupakan magnetisasi sampel dalam satuan emu/gram. (Firman Lamsyah,
2016)
2.11.4 Laju Korosi
Pengukuran laju korosi (corrosion rate) secara eksperimen dapat dilakukan
dengan beberapa metode yaitu :
1. Metode pengukuran kehilangan berat
2. Metode elektrokimia (metode tafel dan polarisasi)
3. Metode perubahan tahanan listrik
Pada metode pengukuran kehilangan berat, besarnya korosi dinyatakan sebagai
besarnya kehilangan berat kupon logam yang diuji persatuan luas permukaan
persatuan waktu (Sofyan Yusuf, 2008). Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut:
𝐶𝑅 =
87,6 𝑊
(2.6)
𝐷𝐴𝑇
Dengan :
CR
= Laju korosi (m/tahun)
D
= Densitas (Kg/m3)
A
= Luas permukaan (m2)
T
= Waktu (jam)
W
= Total massa yang hilang (x 10-6 Kg)
Universitas Sumatera Utara
Download