Templat tugas akhir S1

advertisement
STUDI MOLECULAR DOCKING EKSTRAK KURKUMINOID
ASAL WONOGIRI SEBAGAI INHIBITOR ENZIM
DNA TOPOISOMERASE II
TIRTA SETIAWAN
DEPARTEMEN BIOKIMIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Molecular
Docking Ekstrak Kurkuminoid asal Wonogiri sebagai Inhibitor Enzim DNA
Topoisomerase II adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Tirta Setiawan
NIM G851130101
iv
RINGKASAN
TIRTA SETIAWAN. Studi Molecular Docking Ekstrak Kurkuminoid asal
Wonogiri sebagai Inhibitor Enzim DNA Topoisomerase II. Dibimbing oleh
LAKSMI AMBARSARI dan TONY IBNU SUMARYADA.
Kurkuminoid adalah senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak
kasar fraksi etanol dari temulawak. Penelitian ini menggunakan temulawak asal
Wonogiri yang memiliki kadar kurkuminoid tertinggi dari empat sampel
temulawak yang diambil dari daerah Balitro, Ciemas dan Sukabumi. Ekstrak kasar
kurkuminoid asal Wonogiri diketahui memiliki efek anti-inflamasi dan antikanker. Inflamasi yang bersifat kronis berkaitan erat dengan pembentukan sel
kanker.
Senyawa kurkumin dilaporkan memiliki aktivitas anti-kanker. Modifikasi
struktur kurkumin bertujuan untuk menghasilkan senyawa analog kurkumin yang
memiliki aktifitas yang lebih spesifik terhadap target penyebab kanker. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari potensi ekstrak kurkuminoid asal wonogiri
sebagai kandidat agen inhibitor enzim DNA topoisomerase II melalui metode
penambatan molekular dengan mengamati nilai energi bebas Gibbs (∆G) dan
interaksi kimia yang terjadi seperti ikatan Pi, ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik,
interaksi elektrostatik dan gugus samping obat yang berinteraksi.
Simulasi penambatan molekular dilakukan dengan aplikasi AutoDockVina.
Ligan
yang
digunakan
adalah
kurkumin,
bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin dan ligan pembanding etoposida sedangkan reseptor yang
digunakan adalah enzim DNA topoisomerase II berkode 3qx3. Aplikasi LigPlot
4.5.3, ADT 1.5.1 (Autodock Tools) dan VMD 1.9.2 (Virtual Molecular Dinamic)
digunakan untuk persiapan ligan dan reseptor.
Struktur 3D reseptor hasil kristalisasi cukup stabil, 98% (1327/1365) data
asam amino yang berada pada daerah paling disukai (favorable), daerah yang
diizinkan (allowed) sebesar 99.9% (1363/1365) dan daerah terlarang (disallowed
region) kurang dari 1%. Berdasarkan hasil penambatan molekular dapat
disimpulkan bahwa residu Asp479, Arg503, Gly478, Gln778, DA12 (Adenin), DG13
(Guanin), DT9 (Timin), DC8 (Sitosin) dan Met782 berperan penting dalam
pembentukan ikatan Pi (π), ikatan hidrogen dan interaksi elektrostatik terhadap
enzim DNA topoisomerase II. Ikatan Pi dibentuk oleh cincin benzena A dari
senyawa kurkuminoid terhadap basa DNA (DA12, DG13, DT9, DC8) dengan mode
interkalasi, ikatan hidrogen (gugus OH2 dan OH3 dari senyawa kurkuminoid),
interaksi hidrofobik (Met782) dan interaksi elektrostatik (Asp479, Arg503, Gln778,
Glu477). Ekstrak kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, demetoksi kurkumin dan
bisdemetoksi kurkumin memiliki nilai energi bebas Gibbs (ΔGbinding) sebesar -10.1
kkal/mol, -9 kkal/mol, -8.9 sehingga berpotensi sebagai agen inhibitor enzim
DNA topoisomerase II.
Kata kunci: Energi bebas Gibbs, enzim DNA topoisomerase II, kurkuminoid,
penambatan molekuler, reseptor
v
SUMMARY
TIRTA SETIAWAN. Molecular Docking Study of Wonogiri’s Curcuminoid
Turmeric for Inhibitor in DNA Topoisomerase II Enzyme. Supervised by
LAKSMI AMBARSARI and TONY IBNU SUMARYADA.
Curcuminoids are phytochemical compounds that contained in etanol part of
Temulawak. Temulawak from Wonogiri region has highest of curcuminoids level
from Balitro, Ciemas and Sukabumi region. Wonogiri’s crude turmeric
curcuminoids have been known to have anti-inflamatory effect. The cronic
infalamatory is related to cancer cell development.
Curcumins compound has been reported to have anti-cancer activity.
Modification curcumins structure is aim to produce curcumin analogs that have
more specific target. However, synthetic analog has been reported to have
significan metabolism problem. Curcuminoids also reported to have similarly
activity with curcumin. Curcuminoids are natural derivative compound of
curcumin. Natural derivative compound more save than synthetic derivative. The
aim of this research is to study Wonogiri’s curcuminoid as inhibitor in
Topoisomerase II enzyme by its Pi binding, hydrogen bond, binding energy
interaction, drug function and binding mode which are formed in complex.
In this research, the docking simulations were performed using
AutoDockVina program. Ligands used are curcumin, demetoxycurcumin,
bisdemetoxycurcumin and etoposide, DNA topoisomerase II enzyme was used as
protein target. PyMOL, LigPlot 4.5.3, ADT 1.5.1 (Autodock Tools) and VMD
1.9.2 (Virtual Molecular Dinamic) were used for ligand and receptor preparations.
Three dimension structure of 3QX3 has been a stable conformation, its
result considering of amount of 98% of amino acids in favorable area
(1327/1365), 99.9% in allowed region (1363/1365) and 1% in disallowed region.
The potential curcuminoids, the anti-cancer agent by preventing DNA
topoisomerase II activity, can be predicted by molecular docking method. The
molecular docking results that Asp479, Arg503, Gly478, Gln778, DA12, DG13, DT9,
DC8 and Met782 have essential residues to for Pi bond (π), hydrogen bond, and
another electrostatic interaction to protein reseptor. Pi bonds (π) have been formed
By intercalation mode through C-siclic in A benzena ring from curcuminoids
compound to base of DNA (DA12, DG13, DT9, DC8), hydrogen bonds have been
formed by Asp479 (OH2 and OH3 groups from curcuminoids), hidrofobic
interations have been formed by Met782 residue and another electrostatic
interaction has been formed by Asp479, Arg 503, Gln778 and Glu477. Curcuminoids
compound
that
consist
of
curcumin,
demetoxycurcumin
and
bisdemetoxycurcumin have stable free Gibbs energy, -10.1, -9, -8.9 kcal/mol,
respectively so its potential as inhibitor DNA topoisomerase II enzyme.
Keywords: Curcuminoid, DNA topoisomerase II enzyme, free Gibbs energy,
molecular docking, receptor
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
STUDI MOLECULAR DOCKING EKSTRAK KURKUMINOID
ASAL WONOGIRI SEBAGAI INHIBITOR ENZIM
DNA TOPOISOMERASE II
TIRTA SETIAWAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Suryani, M.Sc
ix
Judul Tesis : Studi Molecular Docking Ekstrak Kurkuminoid asal Wonogiri
sebagai Inhibitor Enzim DNA Topoisomerase II
Nama
: Tirta Setiawan
NIM
: G851130101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Laksmi Ambarsari MS
Ketua
Dr Tony Ibnu Sumaryada MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biokimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Drh Maria Bintang MS
Dr Ir Dahrul Syah MScAgr
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
berkah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Penelitian ini berjudul: Studi Molecular Docking Ekstrak Kurkuminoid asal
Wonogiri sebagai Inhibitor Enzim DNA Topoisomerase II. Penelitian ini
merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Laksmi Ambarsari, MS dan Dr. Tony Ibnu Sumaryada, M.Si
sebagai komisi pembimbing yang banyak memberi bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian dan karya penelitian ini. Dr. Suryani
sebagai penguji luar komisi atas saran dan masukan bagi penulisan tesis ini.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis,
civitas akademika, peneliti, pemerintah dan semua pihak yang terkait, sehingga
mampu memperkaya khasanah keilmuan di masa mendatang.
Bogor, Oktober 2015
Tirta Setiawan
xii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
2 METODE
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
3 HASIL
Identifikasi Reseptor
Kestabilan Struktur Reseptor
Aturan Lipinski
Validasi Metode Penambatan
Energi Ikatan (Energi Bebas Gibbs)
Ikatan Pi (π)
Mode Ikatan
Ikatan Hidrogen
Asam Amino yang Berinteraksi
4 PEMBAHASAN
Identifikasi Reseptor
Kestabilan Konformasi Struktur 3D Reseptor
Ligan yang Memenuhi Aturan Lipinski
Validasi Metode Penambatan
Energi Bebas Gibbs (ΔGbinding)
Ikatan Pi (π)
Ikatan Hidrogen
Interaksi Hidrofobik dan Elektrostatik
Hubungan Aktifitas dan Gugus Fungsi
Mode Ikatan
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
vii
vii
1
1
2
3
3
4
4
4
6
6
6
7
8
8
9
10
10
12
13
13
14
15
16
17
18
19
21
21
23
25
25
25
26
30
xiii
DAFTAR TABEL
1. Filter Lipinski
2. Asam Amino yang Berinteraksi
3. Analisis Ikatan Hidrogen
7
12
20
DAFTAR GAMBAR
1. Visualisasi Struktur 3D Reseptor
2. Plot Ramachandran Reseptor
3. Validasi Metode
4. Energi Bebas Gibbs
5. Ikatan Pi (π)
6. Mode Ikatan
7. Interaksi Etoposida Jarak 5 Å
8. Interaksi Kurkumin Jarak 5 Å
9. Interaksi Demetoksikurkumin dan Bisdemetoksikurkumin Jarak 5 Å
10. Gugus Fungsi
6
7
8
9
9
10
10
11
12
22
DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram Alir Penelitian
2. Struktur Lengkap Enzim DNA Topoisomerase II
3. Posisi Sekuen Central Terminal Topoisomerase II dan Sekuen Domain
Toprim serta 5y-cap
4. Plot Ramachandran
5. Struktur Ligan
6. Parameter Penambatan
7. Proses Penambatan
31
32
33
34
35
35
36
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb) adalah tanaman yang telah turuntemurun dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai minuman herbal atau
jamu. Komponen yang terkandung dalam temulawak adalah kurkuminoid yaitu
kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, dengan kadar
tertingginya
adalah
kurkumin
diikuti
desmetoksikurkumin
dan
bisdemetoksikurkumin (Maulina D & Pemasku G 2014, Anad et al. 2008, Kumar
& Bora 2011). Kurkuminoid diketahui memiliki aktifitas farmakologi yang luas
seperti antikanker, antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, immunomodulator dan
antidiabetes (Lin et al. 2007).
Kadar senyawa kurkuminoid dari satu daerah dengan daerah lain berbeda.
Hal ini karena perbedaan faktor hara dan iklim pada daerah tersebut. Temulawak
yang ditanam di Wonogiri memiliki kadar kurkuminoid tertinggi dibandingkan
dengan temulawak yang ditanam di daerah Ciemas, Sukabumi dan Balitro
(Pemasku G 2014). Data pada penelitian terbaru menunjukkan bahwa sediaan
ekstrak kurkuminoid asal Wonogiri memiliki aktifitas antiinflamasi dan
meningkat aktivitasnya ketika digunakan dalam bentuk sediaan nanopartikel
(Maulina D 2014). Kasus Inflamasi kronis berkaitan dengan fase awal yang
menyebabkan pertumbuhan sel kanker, adanya aktifitas antiinflamasi memberikan
arti bahwa senyawa kurkuminoid asal Wonogiri juga dapat menekan laju
pertumbuhan sel kanker.
Kanker merupakan penyakit yang terjadi karena pembelahan sel tidak
terkontrol dan mampu menyerang sel-sel pada jaringan atau organ biologis
lainnya (Lavery et al. 2010; Zhuang et al. 2008). Penelitian terbaru melaporkan
bahwa hampir semua jenis kanker yang ada mengalami mutasi pada gen-gen
penyandi protein supressor atau protein onkogen yang berfungsi sebagai pengatur
jalannya pembelahan sel (Sakoparnig et al. 2015).
Enzim DNA topoisomerase II merupakan salah satu enzim pada proses
pembelahan sel eukariot yang berfungsi mengkatalisis reaksi perubahan topologi
pada DNA, termasuk relaksasi dari superkoil, katenasi atau dekatenasi dan
knotting/unknotting (Bates AD et al. 1997). Kemampuannya dalam memodulasi
topologi DNA membuat enzim DNA topoisomerase II memegang peran penting
dalam proses replikasi, transkripsi dan penguraian/pembentukan koromosom
(Wang et al. 2002; Nitis et al. 2009).
Enzim DNA topoisomerase II diketahui memiliki tingkat ekspresi yang
tinggi pada semua sel-sel kanker dan paling tinggi ekspresinya pada kanker hati
(Hep27) dan kanker payudara (Mcf-7) (Abu SA & Zihlif 2012). Meningkatnya
level ekspresi dari enzim DNA topoisomerase II dijadikan observasi awal untuk
penyakit kanker (Nitis JL et al. 1998; Fortune JM et al. 2000).
Berbagai jenis inhibitor DNA topoisomerase II telah banyak
dikembangkan agar dapat digunakan sebagai obat anti-kanker pada manusia.
Salah satu upaya tersebut adalah dengan menghambat proses penyambungan
kembali DNA yang dilakukan oleh sub-domain toprim dan 5y-cap pada central
domain saat enzim DNA topoisomerase II sedang beraktivitas (Chow et al. 1988,
2
Osheroff et al.1989; Beck et al.1993). Akibatnya, DNA akan terpotong secara
permanen yang kemudian akan mengaktifkan sinyal kematian sel terkontrol
(apoptosis) melalui jalur kerusakan DNA (DNA damage). (Pommier Y et al.
1991).
Kemampuan senyawa kurkumin sebagai agen potensial antikanker telah
diketahui dengan baik. Dalam upaya pengembangan kurkumin sebagai obat
antikanker, telah banyak dilakukan modifikasi melalui sintesis organik dari
senyawa kurkumin agar didapatkan senyawa turunan kurkumin baru yang lebih
stabil dan aktifitas yang lebih efektif terhadap protein target (Fitriasari et al.
2008). Namun senyawa turunan kurkumin yang diperoleh dengan sistesis organik
sering memberikan permasalahan pada sistem metabolisme dari pada senyawa
yang disintesis secara alamiah. Desmetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin
adalah senyawa turunan kurkumin alami yang diprediksikan memiliki aktivitas
yang sama dengan kurkumin sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
potensinya sebagai anti-kanker.
Penelitian ini dirancang untuk mempelajari potensi ekstrak kurkuminoid
asal wonogiri sebagai kandidat inhibitor enzim DNA topoisomerase II
berdasarkan afinitas dan interaksi ligan yang terjadi melalui teknik penambatan
molekular.
Metode penambatan molekular (molecular docking) adalah metode
komputasi (in silico) yang menggunakan kombinasi bahasa pemrograman
komputer untuk mensimulasi interaksi antara molekul kecil yang fleksibel
(ligand) dan suatu molekul besar yang tetap (receptor) (Morris et al. 1998).
Metode penambatan molekular menghasilkan prediksi mengenai detail koordinat
dan konformasi molekul kecil yang kemudian dapat digunakan sebagai titik awal
studi secara teoritis bagi molekul kecil tersebut untuk dilakukan uji pada tahap
selanjutnya seperti in vitro dan in vivo (Yeturu & Nagasuma 2008).
Studi senyawa kurkumin menggunakan metode penambatan molekular telah
dilakukan diantaranya studi pembuktikan potensi kurkumin sebagai kandidat obat
pada pengobatan kanker payudara dengan menghambat aktifitas hormon
progesteron (Pebriana et al. 2012), potensi kurkumin sebagai kandidat SARMS
kanker prostat (Arwansyah 2014). Perangkat lunak yang digunakan untuk proses
simulasi pada penelitian ini adalah Autodock Vina yang memiliki efektifitas dan
akurasi yang tinggi serta memiliki kemampuan untuk mencari konformasi energi
terendah dalam keadaan interaksi optimum pada protein-ligan dengan struktur
yang hampir sama dengan keadaan struktur pada penelitian in vivo (Hetenyi et al.
2002).
Rumusan Masalah
Ekstrak kurkuminoid asal wonogiri telah diketahui memiliki aktifitas
antikanker secara in vitro dan antiinflamasi secara in vivo. Pemanfaatan ekstrak
kurkuminoid asal wonogiri sebagai terapi herbal pada penyakit kanker belum
diketahui senyawa aktif mana yang spesifik bertanggung jawab sebagai
antikanker. Melalui metode molecular docking/in silico, penelitan awal untuk
melihat potensi ekstrak kurkuminoid sebagai agen antikanker dapat dilakukan
dengan mengamati interaksi antara kurkuminoid dan enzim DNA topoisomerase
II.
3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi ekstrak kurkuminoid
asal wonogiri sebagai kandidat agen inhibitor enzim DNA topoisomerase II
melalui metode penambatan molekular in silico. Parameter yang diamati meliputi
nilai energi ikatan (∆G), ikatan Pi (π), ikatan hidrogen, mode ikatan, interaksi
hidrofobik, interaksi elektrostatik dan gugus samping kurkuminoid yang
berinteraksi.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa ekstrak
kurkuminoid yang terkandung dalam temulawak asal wonogiri dapat menjadi
agen inhibitor enzim DNA topoisomerase II.
4
2 METODE
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah struktur dua dimensi dari ligan uji
kurkuminoid yaitu kurkumin ((1E,6E) - 1, 7 - Bis (4 - hydroxy - 3 methoxyphenyl) - 1, 6 - heptadiene - 3, 5 - dione), demetoksikurkumin ((1E, 6E) 1 - (4 - Hydroxy - 3 - methoxyphenyl) - 7 - (4 - hydroxyphenyl) hepta - 1, 6 - diene
- 3, 5 - dione), bisdemetoksikurkumin ((1E,6E)- 1, 7 - Bis (4 - hydroxyphenyl)
hepta - 1, 6 - diene - 3, 5 - dione) dan ligan pembanding senyawa etoposida (4'Demethyl-epipodophyllotoxin 9 - [4, 6 - O - (R) - ethylidene - beta - D glucopyranoside], 4' - (dihydrogen phosphate)) yang di dapat secara online pada
database http://www.drugbank.ca. Sedangkan file makromolekul yang dipilih
sebagai reseptor adalah enzim DNA topoisomerase II dengan kode 3QX3 yang
dapat diunduh pada database Protein Data Bank (PDB) di situs
http://www.rscb.org. Alat yang digunakan terdiri dari perangkat keras dan
perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas komputer dengan spesifikasi laptop
Hp Pavillion dv2 (Amd Athlon neo dual core, 2GB RAM ddr2, 250 seagate HDD,
dan VGA ati radeon x1200). Perangkat lunak yang digunakan terdiri atas
Autodock Vina, ADT 1.5.6 (The Scripps Research Institute, Amerika), VMD
1.9.2, Discovery SV 3.5, LigPlot+ 4.5.3 (Rowan Lawkowski), OS. Ubuntu 14.04
lts.
Prosedur Penelitian
Identifikasi Reseptor
Protein yang digunakan sebagai reseptor adalah enzim DNA topoisomerase
II (kode PDB: 3qx3) yang diperoleh secara online melalui situs
http://www.rscb.org/pdb (Gambar 1). Proses identifikasi dilakukan dengan
mengunakan perangkat lunak VMD 1.9.2 dan Discovery Studio Visualizer 4.0
berdasarkan infromasi yang didapat dari data kristalisasi enzim DNA
topoisomerase II berkode 3qx3 yang dilakukan oleh Wu CC et al. (2011).
Optimasi Geometri Struktur 3D Reseptor
Reseptor berkode 3qx3 tersebut memuat koordinat semua atom residu,
faktor struktur kristalografi dan data eksperimen NMR dari enzim DNA
topoisomerase II sehingga dapat menentukan kualitas struktur tiga dimensi
protein. Kestabilan struktrur dapat dilihat dengan VMD 1.9.2 melalui plot
Ramachandran.
Proses optimasi geometri dilakukan dengan perangkat lunak ADT 1.5.6.
Tahap awal yang dilakukan adalah penghilangan molekul air (H2O) disekitar
protein, Hetero atom dan ligan alami. Selanjutnya adalah penambahan muatan
Gasteiger dan Hidrogen. File disimpan dalam format PDBQT.
5
Optimasi Geometri Struktur 3D Ligan
Ligan yang akan digunakan yaitu kurkumin, demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin dirancang menggunakan perangkat lunak Marvin sketch
dengan format penyimpanan PDB (Lampiran 5). Proses optimasi dilakukan
menggunakan ADT 1.5.6. Tahap awal adalah dilakukan merged nonpolar
hidrogen memberikan muatan Gasteiger dan semua file disimpan dalam format
PDBQT. Seluruh senyawa ligan ini dilakukan filter menurut aturan Lipinski
menggunakan online access http://www.scfbio-iitd.res.in/ software/ utility/
lipinskifilters.jsp (Lipinski 2009).
Proses Penambatan Molekular
Proses Grid dan validasi parameter penambatan dilakukan dengan ADT
1.5.6, penambatan molekular dilakukan dengan AutoDock Vina (Scripps Research
Institute, USA) dan diasumsikan semua rotatable bond (ikatan siklik) dari ligan
dapat berotasi (fleksibel) dan reseptor adalah tetap (rigid) (Morris et al.1998).
Parameter berikut adalah parameter yang telah divalidasi. Ukuran grid box yang
dipilih adalah 80 x 80 x 80 Å dengan spacing centered 0.375 Å pada reseptor,
center_x = 32.884, center_y = 95.413, center_z = 50.785 dan luas box melingkupi
keseluruhan struktur reseptor. Exaustiveness di atur pada angka 100. Folder vina
diletakkan pada drive C:\Vina kemudian di isikan file CONF.TXT dengan
parameter diatas sesuai dengan angka center dan size nya.
Eksekusi perintah penambatan menggunakan perintah melalui jendela
CMD, panggil Vina.exe lalu ketik perintah “C:\vina --config conf.txt --log
log.txt”, lalu tekan enter dan tunggu proses sampai selesai. Kurkuminoid dalam
yang memiliki energi bebas Gibbs (∆G) terkecil dari daftar disimpan dalam
format PDBQT (ADT 1.5.6) dan dikonversi ke format PDB dengan DSV 4.0.
Prosedur lengkap proses penambatan dapat dilihat pada Lampiran 7.
Analisis
Hasil penambatan di analisis energi ikatan (∆G), ikatan hidrogen, nilai
RMSD, residu yang berikatan, menggunakan Ligplot+ 4.5.3 untuk visualisasi 2D,
DSV 4.0 untuk analisis ikatan Pi (π) dan mode ikatan dengan DNA serta VMD
1.9.2 digunakan untuk visualisasi struktur 3D reseptor.
6
3 HASIL
Identifikasi Reseptor
Struktur tiga dimensi enzim DNA topoisomerase II diunduh melalui bank
PDB. Struktur tiga dimensi enzim DNA topoisomerase II manusia, dari hasil
kristalisasi yang dilakukan oleh Wu CC et al. (2011) berkode PDB 3qx3.
Visualisasi protein berkode PDB 3qx3 dilakukan menggunakan perangkat lunak
VMD 1.9.2. Hasil visualisasi memperlihatkan bahwa terdapat kompleks ternary.
Kompleks ternary adalah kompleks protein yang terdiri dari protein, substrat
(dsDNA) dan ligan (etoposida). Struktur protein berwarna kuning adalah subdomain Toprim dan struktur protein berwarna hijau adalah sub-domain 5y-cap
kedua sub-domain ini terletak pada satu rantai polipeptida domain cental terminal.
Etoposida berinteraksi dengan residu Asp479, Arg503, Gly478 dari sub-domain
Toprim dan residu Gln778 dan Met782 dari sub-domain 5y-cap. Etoposida juga
berinteraksi dengan substrat DNA melalui basa DA12, DG13, DT9 dan DC8
(Gambar 1).
d
Gambar 1 Visualisasi struktur 3D reseptor; a) kompleks etoposida (hijau) dengan
Toprim (kuning), 5y-cap (hijau) dan DNA (bond mode). b) Struktur
PDB 3qx3. c-d) area target penambatan. (sumber: dokumen pribadi).
Kestabilan Struktur
Plot Ramachandran dibagi menjadi empat blok. Daerah berwarna abu-abu
adalah daerah yang dilarang (disallowed region), daerah berwarna biru adalah
daerah daerah favorit dan diijinkan (favorable and allowed region) (Gambar 2).
7
Dari data asam amino yang berada pada daerah paling disukai (favorable) sebesar
98% (1327/1365), daerah yang izinkan (allowed) sebesar 99.9% (1363/1365) dan
disallowed region kecil dari 1%. (Lovell et al. 2003).
Gambar 2 Plot Ramachandran reseptor.
Aturan Lipinski
Semua ligan uji (kurkuminoid) memenuhi aturan Lipinski (the rule of five),
namun etoposida tidak memenuhi aturan Lipinski (Tabel 1). Berat molekulnya
besar dari 500, jumlah gugus penerima hidrogen lebih dari 10 dan molar
refraktifiti diatas 130.
Tabel 1 Filter Lipinski
Lipinski’s rule Etoposida* Kurkumin
A
588
368
B
1.1059
2.823
C
3
3
D
13
3
E
137.41
102.965
Keterangan:
* : Ligan standar (obat komersial)
A : Massa atom relatif< 500
B : Log P < 5
C : Donor ikatan H < 5
D : Akseptor ikatan < 10
E : Molar refraktifiti 40 – 130
Demetoksi Bisdemetoksi
kurkumin
kurkumin
338
308
2.811
2.799
3
3
2
1
96.413
89.861
8
Validasi Metode Penambatan
Hasil validasi metode penambatan menunjukkan nilai RMSD yang sangat
kecil yaitu 0.06Å. Selain itu etoposida berinteraksi dengan asam amino yang sama
dengan sebelum ligan tersebut ditambatkan ulang (redocking) yaitu Asp479,
Arg503, Gly478, Gln778, DA12, DG13, DT9, DC8 dan Met782 (Gambar 3a-3b). hasil
penambatan memperlihatkan posisi ligan yang saling tumpang tindih (Gambar 3c)
dan memiliki ikatan Pi dan ikatan hidrogen dengan residu Asp479 (Gambar 3a-b,
3d).
a.
b.
c.
d.
RMSD = 0.06
Gambar 3 Validasi metode; a) interaksi etoposida dengan asam amino pada
daerah 5 Å. b) hasil validasi (self docking) dan interaksi etoposida
dengan asam amino pada daerah 5 Å, c) mode ikatan etoposida
terhadap DNA dan d) ikatan Pi pada etoposida. (sumber: dokumen
pribadi)
Energi Ikatan (Energi bebas Gibbs)
Energi ikatan hasil penambatan molekular untuk senyawa kurkumin,
demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin menghasilkan nilai -10.1, -9 dan 8.9 kkal/mol sedangkan etoposida memiliki nilai ∆G sebesar -14.8 kkal/mol
(Gambar 4). Etoposida adalah ligan pembanding yang merupakan obat komersial
kemoterapi kanker karena kemampuannya sebagai inhibitor enzim DNA
topoisomerase II.
9
Energi bebas Gibbs (Kkal/mol)
Ligan
0
Etoposite
Kurkumin
-5
-10
-10,1
-15
Demetoksi Bisdemetoksi
kurkumin
kurkumin
-8,9
-9
-14,1
Gambar 4 Energi bebas Gibbs.
Ikatan Pi (π)
Terlihat garis berwarna kuning (ditunjuk dengan tanda panah warna merah),
garis tersebut adalah garis yang menunjukkan adanya ikatan Pi (π) dan arah garis
menunjukkan dengan atom yang mana ikatan Pi terbentuk. Ligan pembanding
etoposida memiliki tujuh ikatan Pi yang melibatkan tiga basa dari reseptor yaitu
DC8, DG13 dan DA12. Sedangkan pada ligan uji, kurkumin memiliki lima ikatan Pi
yang melibatkan tiga basa yaitu DT9, DG13 dan DA12. Ligan uji demetoksi
kurkumin memiliki tiga ikatan Pi dengan melibatkan dua basa yaitu DT9 dan
DA12. Ligan uji bisdemetoksi kurkumin memiliki dua interaksi ikatan Pi yang
melibatkan dua basa yaitu DT9 dan DA12 (Gambar 5).
a.
c.
b.
d.
Gambar 5 Ikatan Pi (π); a) etoposida. b) kurkumin. c) demetoksi kurkumin dan
d) bisdemetoksi kurkumin.
10
Mode Ikatan
Ligan divisualisasikan dengan warna kuning, DNA di visualisasikan
dengan lekukan berwarna putih sebagai backbone, basa nukleotida
divisualisasikan dengan bentuk batang yang memiliki 4 warna, merah (adenin),
biru (timin), ungu (sitosin) dan hijau (guanin) (Gambar 6). Pada salah satu rantai
terdapat celah (gap) antara sitosin (DC8) dan timin (DT9). Etoposida memiliki
nilai RMSD 0.06, kurkumin 2.491, demetoksi kurkumin 1.402, bisdemetoksi
kurkumin 1.184.
a.
b.
c.
d.
0.06 Å
2.491 Å
1.402 Å
1.184 Å
Gambar 6 Mode ikatan (Binding mode); a) etoposida. b) kurkumin. c) demetoksi
kurkumin. d) bisdemetoksi kurkumin.
Ikatan Hidrogen
Dari hasil penambatan molekuler, etoposida berinteraksi dengan reseptor
melalui residu Asp479, tampak terdapat ikatan hidrogen berjumlah satu dengan
jarak donor-akseptor 3.04 Ǻ antara gugus (NH2) dari residu Asp479 terhadap gugus
(OH4) dari etoposida (Gambar 7). Jarak ikatan ini termasuk dalam kategori yang
memiliki energi ikatan medium.
Gambar 7 Interaksi etoposida jarak 5 Ǻ
11
Senyawa kurkumin berinteraksi dengan reseptor melalui dua ikatan
hidrogen. Atom N (biru) yang terikat pada atom C ke kempat residu DC 8
berinteraksi dengan gugus OH4 pada senyawa kurkuminoid dengan jarak ikatan
3.34 Ǻ, jarak ikatan ini tergolong dalam ikatan hidrogen dengan kekuatan ikatan
lemah (weak). Selanjutnya satu atom O (merah) pada residu Ser818 berinteraksi
dengan satu tempat atom OH3 (merah) pada senyawa kurkumin membentuk ikatan
hidrogen dengan jarak ikatan 3.15 Ǻ (Gambar 8), jarak ikatan ini tergolong dalam
ikatan hidrogen dengan kekuatan medium.
Gambar 8 Interaksi kurkumin jarak 5 Ǻ
Senyawa demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin sama-sama
memiliki jumlah ikatan hidrogen dan interaksi yang sama yaitu tiga ikatan
hidrogen antara atom O (merah), N (biru) pada residu Asp279 dan satu ikatan
hidrogen antara atom O (merah) gugus gula pentosa pada residu DT9, ketiganya
berinteraksi dengan satu atom O (merah) yang sama pada demetoksi dan
bisdemetoksi kurkumin. Pada senyawa demetoksi kurkumin, jarak ikatan antara
atom O dan N pada residu Asp479 dengan atom OH3 pada senyawa demetoksi
kurkumin berturut-turut adalah 3.26 Ǻ dan 2.80 Ǻ dengan kekuatan ikatan lemah
(weak) dan medium, sedangkan jarak ikatan antara atom O pada residu DT9
dengan atom OH3 pada senyawa demetoksi kurkumin adalah 3.13 Ǻ, termasuk
kedalam kategori yang memiliki kekuatan ikatan hidrogen medium (Gambar 9).
Pada senyawa bisdemetoksi kurkumin, jarak ikatan antara atom O dan N pada
residu Asp479 dengan atom OH2 pada senyawa bisdemetoksi kurkumin berturutturut adalah 3.17 Ǻ dan 2.82 Ǻ dengan kekuatan ikatan medium, sedangkan jarak
ikatan antara atom O pada residu DT9 dengan atom OH2 pada senyawa
bisdemetoksi kurkumin adalah 3.12 Ǻ, termasuk kedalam kategori yang memiliki
kekuatan ikatan hidrogen medium.
12
Gambar 9 Interaksi demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin jarak 5 Ǻ.
Asam Amino yang Berinteraksi
Ligan pembanding (etoposida) dan ligan uji (kurkuminoid) berinteraksi
dengan berbagai jenis residu yang berada pada reseptor (Tabel 2). Semua ligan
membentuk interaksi dengan residu hidrofobik Met782, residu polar bermuatan
Arg503, residu polar tak bermuatan Gln778, basa DT9, DA12, DG13 dan DG10.
Tabel 2 Asam amino yang berinteraksi.
No
Senyawa
Basa
1
Etoposide*
2
Kurkumin
3
Demetoksi
Kurkumin
4
Bisdemetoksi
kurkumin
DC8, DT9,
DG10, DA12,
DG13
DC8, DT9,
DG10, DC11,
DA12, DG13
DC8, DT9,
DG10, DA12,
DG13
DT9, DG10,
DA12, DG13
Polar tak
bermuatan
Gly478, Gln778
Polar
bermuatan
Asp479, Arg 503
Glu477
Gln778, Ser818
Arg503, Arg820
Met782,
Pro819
Gln778, Gly478
Asp479, Arg503
Met782
Gly478, Gln778
Asp479, Arg503
Met782
* Komersial Inhibitor DNA topoisomerase II
Non polar
Met782
13
4 PEMBAHASAN
Identifikasi Reseptor
Enzim DNA topoisomerase II berkode PDB 3qx3 merupakan reseptor yang
digunakan pada penelitin ini dan enzim ini berasal dari manusia. Secara umum
struktur DNA topoisomerase II manusia terbagi menjadi tiga domain besar
(Lampiran 2) yaitu N-terminal, Central terminal/DNA-gate dan C-terminal
(Berger JM et al. 2004). DNA topoisomerase II berkode 3qx3 hanya terdiri dari
domain Central terminal/DNA-gate dan C-terminal (Wu CC et al. 2011).
Terdapat juga senyawa etoposida pada kompleks yang diketahui merupakan
inhibitor komersial untuk kemoterapi antikanker (Gambar 1). Area yang akan
dijadikan target penambatan berlokasi diantara sub-domain Toprim dan 5y-cap
yang berada di dalam domain center terminal/DNA-gate (Gambar 1).
Sub-domain Toprim dan 5y-cap merupakan komponen penyusun spesifik
enzim DNA topoisomerase II yang berfungsi mengkatalisis reaksi pemutusan
rantai fosfat pada dsDNA dan bertindak sebagai pembuka gerbang untuk dsDNA
agar dapat melewatinya sehingga terjadi perubahan topologi DNA. Sub-domain
Toprim (Lampiran 3) berada pada posisi residu 455-572 (Beger JM et al. 1996;
Aravind L et al. 1998) dan domain 5Y-CAP berada pada posisi residu 711-841
(Champoux JJ et al. 2001; Fass D et al. 1999).
Domain Toprim dan 5y-cap diketahui dimiliki oleh tiga jenis enzim DNA
topoisomerase yaitu IA, IIA dan IIB (Aravind L et al. & Berger et al. 1998) dan
dua domain tersebut berada pada satu rantai polipeptida pada bagian Central
terminal/DNA-gate enzim DNA topoisomerase IA, IIA dan IIIA (Wendorf TJ et
al. 2012). Domain Toprim (Lampiran 2) disebut juga topoisomerase-primase hal
ini karena struktur pada domain ini mirip dengan struktur primase bakteri dan
beberapa enzim nuclease (Aravind L et al. 1998). Ciri khas dari domain ini adalah
terdapat empat sampai lima struktur β-sheet dengan α -heliks terselip di antara dua
β-sheet yang tersusun secara sejajar, antara β-sheet dengan α-heliks dihubungkan
dengan Rosmann fold. Selain itu domain ini juga memiliki satu struktur loop yang
tersusun dari tiga sampai lima conserved residu asam (polar) asam aspartat (D)
dan asam glutamat (E), ketiga residu asam ini diketahui berikatan dengan ion
Mg2+ yang berada ada di rantai DNA sehingga fungsi dari residu asam tersebut
adalah memegang segmen-G DNA (Aravind L et al. 1998; Bahng S et al. 2000;
Lima CD et al. 1994; Osheroff N et al. 1987).
Domain 5y-cap (Lampiran 2) disebut dengan banyak istilah, yaitu CAP-like
atau catabolite activator protein karena struktur nya yang mirip dengan struktur
CAP pada E.coli (Brenan RG et al. 1989; Clark KL et al. 1993; Harrison SC et al.
1990; Schultz SC et al. 1991), ada juga yang menamainya dengan WHD (winged
helix domain) hal ini karena residu aktif tirosin (Y) berada pada daerah tersebut
(Brenan RG et al. 1989), namun secara umum domain ini disebut dengan 5y-cap
(Catabolite Activator Protein in Tirosin bind and cut 5’). Ciri khusus dari domain
ini adalah terdapatnya residu tirosin (Y) yang menyerang ikatan fosfodiester pada
5’ DNA membentuk fosfotirosin dan berikatan secara kovalen. Selain itu terdapat
juga residu Arginin (R) yang selalu mendampingi tirosin (Y) dan residu ini
memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan tirosin walaupun tidak secara
14
langsung melakukan aktifitas pemotongan seperti tirosin, namun residu Arginin
berperan membentuk ikatan hidrogen dengan 5’ DNA sehingga menggurangi
kegagalan pemutusan yang berakibat pada mutasi DNA (Schmidt B et al. 2010).
Tiga residu asam dan satu ion Mg2+ dari domain Toprim kemudian residu aktif
tirosin (Y) dan arginine (R) dari domain 5y-cap akan terlokalisasi pada satu titik
sesaat sebelum proses katalisis berlangsung (Changela A et al. 2001).
Enzim DNA topoisomerase II memperbaiki DNA yang mengalami
superkoil melalui lima langkah yang di kenal dengan istilah memotong dsDNA. 1)
protein menangkap G-segmen dsDNA sebagai substratnya dan membentuk
kompleks non-kovalen DNA-Enzim yang distabilkan dengan ikatan hidrogen dan
interaksi elektrostatik; 2) residu katalitik tirosin (Y) dibantu residu arginin (R)
membawa nukleofilik yang menyerang satu strand dari dsDNA membentuk
kompleks kovalen protein DNA pada 5’, ion Mg2+ dibantu dengan tiga residu
asam membentuk kompleks kovalen dengan satu strand dari dsDNA lainnya pada
3’; 3) DNA yang terpotong berotasi membentuk celah untuk melewatkan Tsegmen dsDNA dibantu dengan sub-domain linker untuk merelaksasi superkoil;
4) dsDNA yang tepotong disambung kembali (religasi); 5) enzim melepas substrat
DNA (Stewart I et al. 1998).
Kestabilan Konformasi Struktur 3D Reseptor
Penentuan struktur 3D pada reseptor berkode 3qx3 telah dilakukan dengan
metode kristalografi sinar-X (X-ray cristallography) dan juga metode NMR
(Nuclear Magnetic Resonance) (Wu CC et al. 2011). Kombinasi dari kedua
metode tersebut dapat mempresentasikan aktivitas, stabilitas, fungsi dan mampu
memberika informasi struktural tingkat atom dari protein pada keadaan unfolding
yang penting dalam karakterisasi proses pelipatan protein.
Konformasi residu pada protein dapat ditentukan dengan melihat diagram
pada setiap sudut dihedral dari masing-masing residu, diagram ini disebut dengan
plot Ramachandran. Plot Ramachandaran digunakan untuk mengetahui kualitas
struktur tiga dimensi protein hasil dari kristalisasi karena plot Ramachandran
digunakan dalam visualisasi koordinat tiga dimensi protein yang telah ditentukan
melalui eksperimen kedalam koordinat internal. Kluster yang terbentuk oleh
residu dapat menunjukkan bentuk struktur sekunder protein tersebut. Setiap asam
amino yang menyusun protein akan memiliki satu sudut phi (ɸ) dan psi (ψ),
sehingga setiap residu asam amino dapat digambarkan sebagai satu koordinat
(plot). Plot-plot yang menggambarkan residu asam amino pada struktur protein
inilah yang disebut Ramachandran Plot (Baxevanis & Ouellette 2001).
Kualitas struktur protein dapat diketahui dengan melihat adanya plot residu
non glisin yang terletak pada wilayah sudut dihedral yang dilarang (disallowed
region) dan yang paling disukai (favorable region). Bila residu non-glisin pada
daerah terlarang lebih dari 15% dan residu pada daerah yang paling disukai
kurang dari 80% maka struktur protein tersebut memiliki kualitas struktur yang
kurang baik (Bosco KH & Brasseur R 2005). Hasil analisis struktur menunjukkan
bahwa protein receptor berkode 3qx3 memiliki residu pada daerah paling disukai
lebih dari 95% dan residu non glisin pada daerah terlarang kurang dari 1%
(Lampiran 4) sehingga kedua protein memiliki kualitas yang sangat baik.
15
Selain plot Ramachandran, kualitas struktur protein dapat ditentukan dengan
resolusi X-ray protein. Resolusi protein mengindikasikan terhadap detail tiap-tiap
atom pada tiap residu pada saat dikristalisasi, resolusi dilambangkan dengan
Angstrong (Å), semakin kecil angka resolusi maka akan semakin bagus dan besar
resolusi yang dihasilkan hal semacam ini disebut dengan high resolution. Resolusi
protein dikatakan bagus jika memiliki angka kecil dari 2.5 Å (Lu HM et al. 2009).
Berdasarkan data kristalisasi protein, protein reseptor berkode 3qx3 memiliki
resolusi kecil dari 2.5 Å yaitu 2.16 Å.
Ligan yang Memenuhi Aturan Lipinski
Obat yang diberikan pada pasien akan melintasi tubuh berdasarkan berbagai
faktor yang dapat menghilangkan, merusak atau mencegahnya mencapai sisi
target yang diinginkan. Empat faktor tersebut yaitu absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi, dalam farmakologi disebut farmakokinetika atau
dipandang sebagai apa yang dilakukan tubuh terhadap obat (Overgarrd 2006).
Sangat penting mempertimbangkan aspek farmakokinetika selama merancang
suatu obat karena tidak mungkin obat bisa berinteraksi dengan target bila ia tidak
bisa mencapai targetnya sehingga ditemukanlah aturan, dimana obat yang mampu
mencapai target bila diberikan oral harus memenuhi syarat berikut: berat molekul
kurang dari 500, jumlah gugus donor ikatan hidrogen tidak lebih dari 5, jumlah
gugus penerima ikatan hidrogen tidak lebih dari 10, nilai log P kurang dari +5 dan
refraktifiti molar 40-130. Kelima aturan tersebut dikenal dengan nama the rule of
five atau Lipinski rule. Jika obat tidak memenuhi salah satu dari kelima aturan
diatas, maka obat tersebut tidak efektif digunakan secara oral dan disarankan
melalui ijeksi (Lipinski CA 2001). Filter Lipinski dilakukan dengan menggunakan
tools online pada situs http://www.scfbio-iitd.res.in/ software/utility /lipinski
filters.jsp.
Berdasarkan data hasil filter aturan Lipinski (Tabel 1), semua senyawa
kurkuminoid memenuhi the rule of five sehingga penggunaan secara oral dapat
dilakukan, namun etoposida tidak memenuhi aturan Lipinski. Berat molekulnya
lebih besar dari 500 dalton, jumlah gugus penerima hidrogen lebih dari 10 dan
molar refraktifiti diatas 130. Nilai Mr (berat molekul), H-donor dan H-acceptor
merupakan besaran yang sangat menentukan permeabilitas suatu obat untuk dapat
melewati lapisan lipid bilayer dari sel. Nilai log P berhubungan dengan
hidrofobisitas molekul obat, semakin besar nilai log P maka akan semakin
hidrofobik molekul tersebut. Di dalam tubuh senyawa ligan sebagai molekul obat
tidak boleh terlalu hidrofobik karena dapat tertahan di lapisan lipid bilayer, oleh
karena itu obat akan tertahan terlalu lama dan terdistribusi secara luas didalam
tubuh sehingga menyebabkan selektifitas ikatan terhadap protein target menjadi
berkurang. Nilai log P yang terlalu negatif (kecil) juga tidak disarankan karena
jika obat terlalu hidrofilik maka obat tidak mampu melewati lapisan lipid bilayer
(Lipinski CA 2001; Etkins et al. 2005). Molekul obat yang tidak memenuhi aturan
Lipinski tidak disarankan digunakan secara oral namun lebih disarankan untuk
melakukan injeksi dan faktanya senyawa etoposida yang akan digunakan sebagai
sebagai ligan pembanding adalah obat yang sudah berstatus approve oleh FDA
dan secara klinis tidak pernah digunakan secara oral.
16
Nilai Mr (berat molekul), H-donor dan H-acceptor merupakan besaran yang
sangat menentukan permeabilitas suatu obat untuk dapat melewati lapisan bilayer
dari sel. Nilai log P berhubungan dengan hidrofobisitas molekul obat, semakin
besar nilai log P maka akan semakin hidrofobik molekul tersebut. Didalam tubuh
senyawa ligan sebagai molekul obat tidak boleh terlalu hidrofobik karena dapat
tertahan di lapisan lipid bilayer, oleh karena itu obat akan tertahan terlalu lama
dan terdistrbusi secara luas didalam tubuh sehingga menyebabkan selektifitas
ikatan terhadap protein target menjadi berkurang. Nilai log P yang terlalu negatif
(kecil) juga tidak disarankan karena jika obat terlalu hidrofilik maka obat tidak
mampu melewati lapisan lipid bilayer (Lipinski CA 2001; Etkins et al. 2005).
Validasi Metode Penambatan
Metode penambatan molekular adalah salah satu teknik in silico untuk
mencari posisi penambatan dari struktur target (reseptor) dengan menggunakan
bahasa pemprograman dari piranti lunak. Dalam molecular modelling, proses
penambatan molekular adalah metode untuk memprediksikan konfigurasi ikatan
yang lebih disukai antara ligan yang berukuran kecil-sedang (flexible) dengan
target makromolekulnya yang rigid, yang biasa berupa protein. Penambatan
molekuler dapat memprediksikan pengikatan kompleks yang terbentuk antara
reseptor dengan ligan menggunakan skor seperti ΔG dan interaksi yang terjadi
antara ligan dan protein (Yeturu dan Nagasuma 2008).
Validasi metode penambatan bertujuan untuk mengkalibrasi dan
memvalidasi parameter penambatan molekular (Baxevanis AD & Oullette BF
2001) yang akan digunakan oleh software Autodock Vina. Parameter dikatakan
valid jika parameter penambatan yang kita desain dapat menambatkan ligan alami
atau kompleks ligan bawaan ke posisi semula.
Validasi metode penambatan dilakukan dengan cara menambatkan ulang
etoposida terhadap enzim DNA topoisomerase II (reseptor) dengan parameter
yaitu center_x = 32.884, center_y = 95.413, center_z = 50.785 namun ukuran grid
box mencakup keseluruhan molekul (blind) yaitu size_x = 80, size_y = 80, size_z
= 80 dan exhaustiveness = 100. Hasil validasi metode penambatan dapat dilihat
pada Gambar 3.
Kualitas posisi ligan hasil penambatan sangat mempengaruhi jauh atau
dekat perubahan atau konformasi suatu molekul. Perubahan posisi ini idealnya
berjarak kurang dari 2.5 Å. Nilai RMSD kurang dari 2.5 Å memberikan indikasi
bahwa suatu senyawa bersifat kompetitif inhibitor (Baxevanis & Oulette 2001).
Apabila sebuah molekul memiliki nilai RMSD besar dari 2.5 Ǻ, menandakan
bahwa terjadi pergeseran molekul yang jauh. Pergesaran molekul ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, yang pertama kegagalan dalam scoring yaitu energi
tidak sanggup untuk berikatan dengan senyawa yang memiliki nilai RMSD rendah
selain itu juga dapat disebabkan karena program yang tidak sanggup melakukan
proses pada beberapa posisi ligan (Baber et al. 2009).
Hasil validasi (self docking) menunjukkan nilai RMSD yang sangat kecil
yaitu 0.06Å, artinya parameter yang digunakan berhasil menambatkan senyawa
etoposida tepat berada diposisi semula. Nilai RMSD yang besar dari 2.5Å
menunjukkan bahwa senyawa berada jauh dari titik koordinat semula (Baber et al.
17
2009). Selain itu etoposida berinteraksi dengan asam amino yang sama pada
reseptor sebelum ligan tersebut di tambatkan ulang (redocking) yaitu Asp479,
Arg503, Gly478, Gln778, DA12, DG13, DT9, DC8 dan Met782.
Dari hasil penambatan ulang (self docking) etoposida dengan reseptor
berkode pdb 3qx3 terlihat bahwa parameter yang digunakan telah valid sehingga
parameter ini dapat digunakan untuk penambatan molekuler ligan pembanding
dan ligan uji.
Energi Bebas Gibbs (ΔGbinding)
Energi bebas Gibbs (ΔGbinding) merupakan parameter kestabilan
konformasi antara ligan dengan reseptor. Secara termodinamika reaksi-reaksi
metabolisme dalam tubuh berlangsung secara eksergonik dan endergonik. Reaksi
eksergonik adalah reaksi yang menghasilkan energi bebas Gibbs, yaitu energi
yang digunakan untuk melakukan kerja pada temperatur dan tekanan yang tetap.
Reaksi eksergonik menyebabkan energi bebas molekul pereaksi menjadi turun,
karena energi bebasnya dibebaskan pada saat reaksi (Nelson et al. 2008). Oleh
karena itu, energi bebas produk menjadi lebih rendah dibanding energi bebas
pereaksi. Semakin rendah energi bebas suatu molekul, maka molekul tersebut
semakin stabil dan reaksi berjalan secara spontan. Inilah yang disebut
kesetimbangan termodinamika, semakin negatif energi bebas maka reaksi akan
semakin spontan atau akan cepat membentuk konformasi yang stabil (Nelson et
al. 2008).
Terdapat hubungan antara nilai energi bebas ikatan (∆Gbinding) dengan
konstanta inhibitor (Ki) yang nilainya mengikuti persamaan termodinamika
berikut (Kitchen et al. 2004):
∆G = -RT ln KA
[𝐸𝐼]
KA = Ki-1 = [𝐸][𝐼]
Keterangan :
KA = konstanta aktifitas biologis
Ki = konstanta inhibitor
[EI] = konsentrasi enzim inhibitor
[E] = konsentrasi enzim
[I] = konsentrasi inhibitor
Semakin rendah atau terjadi kenaikan nilai negatif dari harga ∆G, maka
ikatan kompleks enzim-ligan akan semakin kuat karena kestabilan dan kekuatan
interaksi nonkovalen pada kompleks enzim-ligan dapat dilihat dari besarnya
energi bebas yang dilepaskan saat interaksi pada kompleks enzim-ligan terbentuk.
Analisis energi bebas ikatan (∆G) hasil penambatan molekular untuk
senyawa kurkumin, demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin (Gambar 4)
menghasilkan nilai -10.1, -9 dan -8.9 kkal/mol sedangkan etoposida memiliki nilai
∆G yang relatif lebih rendah yaitu -14.8 kkal/mol (Gambar 4). Etoposida adalah
ligan pembanding yang merupakan obat komersial kemoterapi kanker karena
kemampuannya sebagai inhibitor enzim DNA topoisomerase II. Nilai energi
bebas Gibbs yang dihasilkan lebih rendah dari ligan uji hal ini memberi arti bahwa
18
ligan pembanding memiliki kestabilan yang lebih baik dari ligan uji. Namun nilai
energi ikatan yang terjadi pada ligan uji bernilai negatif, artinya senyawa juga
berhasil membentuk ikatan dengan DNA topoisomerase II namun tidak se-stabil
etoposida. Data ini menunjukkan bahwa ligan uji kurkuminoid berpotensi sebagai
inhibitor enzim DNA topoisomerase II.
Perbedaan nilai energi bebas Gibbs yang dihasilkan baik pada ligan uji
kurkuminoid dan ligan etoposida dikarenakan oleh perbedaan karakteristik
interaksi yang terjadi antara tiap-tiap ligan dengan reseptor. Perangkat lunak
Autodock Vina melakukan perhitungan energi bebas Gibbs berdasarkan rumus
berikut:
ΔG = ΔGvdw + ΔGhbond + ΔGelec + ΔGconform + ΔGtor + ΔGsol
Ket:
ΔGvdw
ΔGhbond
ΔGelec
ΔGconfor
ΔGtor
ΔGsol
= energi dari interaksi Van der waals
= energi dari ikatan hidrogen
= energi dari interaksi elektrostatik
= energi konformasi
= energi torsi
= energi solvasi (Morris et al.1996, 1998 & Wang et al. 2003)
Setelah ligan diposisikan pada area grid box, perhitungan energi ikatan yang
paling pertama dihitung sesaat setelah simulasi adalah ΔGvdw, selanjutnya ΔGBond
sampai ΔGsol dan terakhir adalah kalkulasi total keluruhan energi bebas. Namun
selama proses penambatan, tidak ada menampilkan nilai energi dari masing
interaksi, yang ditampilkan pada hasil akhir adalah energi ikatan total. Oleh
karena itu perbedaan nilai energi ikatan antara senyawa satu dengan senyawa yang
lain dapat terjadi diakibatkan oleh perbedaan kemampuan dan kekuatan tiap
senyawa tersebut melakukan tiap-tiap jenis interaksi.
Berdasarkan visualisasi interaksi yang terjadi terhadap ligan hasil dari
penambatan, diketahui terdapat jenis jenis interaksi kimia yaitu ikatan Pi (π),
ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan interaksi elektrostatik. Berdasarkan
kekuatan energi ikatannya ikatan Pi (π) merupakan jenis ikatan kovalen yang
memiliki energi ikatan tertinggi dibandingkan ikatan hidrogen dan interaksi
elektrostatik. Perbedaan jumlah ikatan yang terjadi inilah yang menyebabkan nilai
energi bebas ikatan setiap ligan yang berbeda juga berbeda.
Ikatan Pi (π)
Ikatan Pi (π) adalah suatu ikatan (kimia) kovalen yang terbentuk antara
atom-atom yang disebabkan oleh tumpang tindihnya orbital elektron-elektron
yang bergerak diatas dan dibawah bidang ikatan antara inti atom senyawa organik
yang mengandung ikatan rangkap. Ikatan Pi terjadi khususnya ketika terdapat
ikatan rangkap pada dua atom yang memiliki orbital P yang saling tumpang
tindih, seperti dua cincin benzena yang sejajar dan saling tumpang tindih dimana
benzena terdiri atas enam atom C yang memiliki orbital P dan ikatan rangkap.
Ikatan Pi ini memiliki energi ikatan yang lebih tinggi dari ikatan hidrogen,
19
sehingga keberadaan ikatan Pi akan meningkatkan stabilitas kompleks dan energi
ikatan total senyawa (Hof F & Pinter T 2012).
Dari hasil visualisasi pada Gambar 5, terlihat garis berwarna kuning. Garis
tersebut adalah garis yang menunjukkan adanya ikatan Pi dan arah garis
menunjukkan dengan struktur yang mana ikatan Pi terbentuk. Banyaknya jumlah
interaksi dan residu yang terlibat akan meningkatkan stabilitas kompleks (Jones S
et al. 2001 & Xiong Y et al. 2001). Ligan pembanding etoposida memiliki jumlah
ikatan terbanyak yaitu tujuh ikatan Pi yang melibatkan tiga basa dari reseptor
yaitu DC8, DG13 dan DA12. Sedangkan pada ligan uji, kurkumin memiliki ikatan
paling banyak yaitu lima ikatan Pi yang melibatkan tiga basa yaitu DT9, DG13 dan
DA12. Ligan uji demetoksi kurkumin memiliki tiga ikatan Pi dengan melibatkan
dua basa yaitu DT9 dan DA12. Ligan uji bisdemetoksi kurkumin memiliki dua
interaksi ikatan Pi yang melibatkan dua basa yaitu DT9 dan DA12. Oleh karena itu
diantara ligan uji, kurkuminlah yang memiliki kestabilan paling tinggi.
Secara umum Ikatan Pi yang terjadi pada ligan uji lebih sedikit
dibandingkan dengan ikatan Pi pada ligan pembanding, hal ini disebabkan
etoposida memiliki tujuh cincin siklik yang lebih banyak dibandingkan dengan
cincin siklik pada kurkuminoid yang berjumlah dua, sehingga kemungkinan
terbentuknya ikatan Pi akan menjadi lebih besar. Oleh karena itu tingkat
kestabilan ligan pembanding lebih tinggi dari ligan uji. Dari data tersebut, urutan
kekuatan kestabilan dari tingkat kestabilan tertinggi sampai terendah yaitu
etoposida, kurkumin, demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin.
Ikatan Pi sangat penting pada desain obat untuk menjelaskan kestabilan
ikatan dan mode ikatan interkalasi yang melibatkan interaksi terhadap DNA
(Synder RD et al. 2004, Jones S et al. 2001 & Xiong Y et al. 2001). DNA
memiliki struktur siklik dan saling tumpang tindih, sehingga memiliki potensi
untuk mendisain obat yang membentuk ikatan Pi, seperti mendisain obat yang
mampu melakukan interkalasi pada pasangan basa (Miotessier et al. 2008,
Grootenhuis et al. 1990 & Hannon 2007).
Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah gaya tarik antar molekul atau antar dipol-dipol yang
terbentuk antara dua muatan parsial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan
hidrogen terjadi ketika sebuah atom memberikan ikatan kovalen hidrogennya
(donor) kepada atom yang elektronegatif (acceptor), seperti oksigen pada –OH
(Ser, Thr, Tyr, karbohidrat), H2O dan Nitrogen pada –NH3+ (Lys, Arg) atau –NH(banyak ditemukan pada ikatan peptida, Trp, His, Arg, basa pada nukleotida)
kesemuanya adalah jenis donor (Jefrey & Mart 1997).
Etoposida adalah obat komersial dengan energi ikatan hasil penambatan
paling stabil. Terlihat bahwa asam amino Asp479 memiliki peran penting dalam
pembentukan kestabilan konformasi melalui ikatan hidrogen. Hal ini terlihat
bahwa ligan uji demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin membentuk
ikatan hidrogen dengan asam amino yang sama yaitu Asp479. Berdasarkan nilai
RMSD-nya yang lebih kecil dari 2.5 A, posisi demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin berada pada area pengikatan reseptor. Namun Kurkumin
membentuk ikatan hidrogen dengan residu Ser818, residu ini tidak termasuk dalam
20
residu hasil validasi namun dari hasil visualisasi menunjukkan posisinya berada di
sekitar area target penambatan dari reseptor, selain itu nilai RMSD hasil
penambatan memperlihatkan kurkumin masih diprediksikan berinteraksi dekat
dari area penambatan reseptor. Gugus hidroksil dari cincin benzena B (OH2, OH3)
ligan kurkuminoid menunjukkan peran yang sangat penting pada motif
pembentukan ikatan hidrogen ini, karena terlihat semua ikatan hidrogen pada
ketiga ligan uji berinteraksi pada gugus hidroksil yang sama.
Banyaknya jumlah ikatan hidrogen dan jarak interaksi menentukan kekuatan
interaksi, hal ini terlihat dari sifat fisik dan kimia antara H2O dan HF yang jauh
berbeda walaupun sama-sama memiliki ikatan hidrogen. H2O memiliki titik didih
yang lebih tinggi dari HF hal ini menunjukkan bahwa butuh energi yang lebih
tinggi untuk memutuskan ikatan molekul H2O, penjelasannya karena molekul
H2O memiliki jumlah ikatan hidrogen dua sedangkan HF satu selain itu Jarak
antara atom donor dan akseptor menentukan kekuatan interaksi (stabilitas). (Jefrey
& Mart 1997).
Berdasarkan data ikatan hidrogen yang diperoleh, maka ligan pembanding
etoposida memiliki kestabilan terendah karena hanya memiliki satu ikatan
hidrogen dengan jarak ikatan berenergi lemah (weak) sedangkan kurkumin
memiliki kestabilan terendah diantara ligan uji, karena memiliki dua ikatan
hidrogen dengan jarak ikatan yang berenergi medium dan lemah (weak).
Demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin memiliki tingkat kestabilan yang
sama dan paling stabil dari semua ligan dengan jumlah tiga ikatan hidrogen dan
tiga jarak ikatan yang berenergi medium (Tabel 3). Data ini berbanding terbalik
dengan nilai energi bebas Gibbs total (Gambar 4), dimana etoposida memiliki
kestabilan
tertinggi
diikuti
kurkumin,
demetoksikurkumin
dan
bisdemetoksikurkumin. Penjelasan untuk hal ini adalah karena ikatan Pi memiliki
energi ikatan tertinggi dibandingkan dengan ikatan hidrogen. Dari data ikatan Pi
menunjukkan bahwa etoposida memiliki jumlah ikatan Pi paling banyak diikuti
kurkumin,
demetoksikurkumin
dan
bisdemetoksikurkumin
sehingga
menyebabkan memiliki kestabilan tertinggi.
Tabel 3 Analisis ikatan hidrogen.
Jumlah Residu Gugus Ligan Gugus asam
RMSD
Jarak
ikatan asam
yang
amino yang
kekuatan
(Ǻ)
Ikatan
H
amino berinteraksi berinteraksi
Etoposida*
0.06
1
Asp479
-OH4
-NH2
3.04 Medium
8
4
2
Kurkumin
2.491
2
DC
-OH
-NH
3.34
Weak
Ser818
-OH3
-OH
3.15 Medium
Demetoksi
1.402
3
Asp479
-OH3
-OH
3.26
Weak
479
kurkumin
Asp
-OH3
-NH2
2.80 Medium
DT9
-OH3
-OH gula
3.13 Medium
479
Bisdemetoksi 1.184
3
Asp
-OH2
-OH
3.17 Medium
479
2
kurkumin
Asp
-OH
-NH2
2.82 Medium
DT9
-OH2
-OH gula
3.12 Medium
Senyawa
* Komersial Inhibitor DNA topoisomerase II
21
Interaksi Hidrofobik dan Elektrostatik
Interaksi hidrofobik juga berperan penting terhadap kestabilan ligan
terhadap reseptor. Interaksi hidrofobik merupakan interaksi yang bersifat
menghindari lingkungan cair dan cenderung berkelompok di bagian dalam dari
struktur globular protein untuk meminimalkan interaksi dengan air yang dapat
merusak struktur protein dan menyebabkan enzim kehilangan aktivitasnya (Lin &
Brasseur 1995). Dari hasil validasi, Reseptor enzim DNA topoisomerase II
memiliki satu residu hidrofobik yaitu Met782 dan semua ligan uji kurkuminoid
membentuk interaksi hidrofobik dengan residu tersebut.
Visualisasi interaksi elektrostatik belum mampu dilakukan oleh perangkat
lunak yang digunakan pada penelitian. Namun interaksi ini dapat dianalisis
melalui residu-residu yang cenderung membentuk interaksi elektrostatik. Interaksi
elektrostatik merupakan interaksi antara atom yang disebabkan oleh kepolarannya.
Interaksi ini merupakan interaksi yang lemah dan non-kovalen sehingga mudah
lepas, namun jumlahnya yang banyak, interaksi ini dapat memberikan pengaruh
yang besar terhadap kestabilan (Sharp & Honig 1990). Residu polar bermuatan
pada reseptor yaitu Asp479, Arg 503, Gln778 dan Glu477 (Tabel 2). Semua ligan uji
kurkuminoid menunjukkan interaksi pada residu tersebut. Adanya kesamaan
residu yang terlibat antara etoposida dan kurkuminoid pada area ikatan (binding
site) dari reseptor menyebabkan kurkuminoid dapat menghambat aktivitas enzim
DNA topoisomerase II dengan berkompetisi secara kompetitif (competitif
inhibitor) dengan etoposida. Sesuai dengan data penelitian in vitro yang
dilaporkan oleh Saleh E et al. (2012) bahwa kurkumin memiliki aktivitas
antagonis terhadap etoposida.
Residu Asp479, Arg503, Gly478, Gln778, DA12, DG13, DT9, DG10 dan Met782,
selalu muncul pada interaksi ligan dengan reseptor sehingga residu-residu tersebut
diprediksikan berperan penting pada area ikatan (binding site) pada enzim DNA
topoisomerase II (reseptor).
Hubungan Aktifitas dan Gugus Fungsi
Kurkuminoid merupakan senyawa aktif bahan alam memiliki struktur dasar
dari kurkumin yang terdiri dari sepasang gugus fenolik yang di hubungkan oleh
tujuh rantai karbon alifatik dengan dua gugus keto-enol tautomer (bis-α,β-diketon)
pada pusatnya atau dikenal dengan nama pentadienon dan sepasang gugus
metoksi yang masing-masing menempel pada gugus fenolik posisi orto (Gambar
10b) (Jovanovic SV et al. 1999). Sedangkan senyawa pembanding etoposida
memiliki struktur dasar yang dapat dibagi menjadi tiga posisi yaitu bawah, tengah
dan atas, bagian bawah terdiri dari satu gugus fenolik, bagian tengah terdiri dari
satu cincin furan dan dua cincin benzen, bagian atas terdapat dua gugus gula
pentosa (Gambar 10a) (Pitts SL et al. 2011).
Berdasarkan kecenderungan ikatan yang terjadi pada hasil simulasi
penambatan, interaksi terjadi pada kedua gugus fungsi fenol dari senyawa
kurkuminoid, ikatan Pi terjadi pada cincin fenol A dan ikatan hidrogen terjadi
pada cincin fenol B.
22
Senyawa fenolik terdiri dari sebuah cincin benzena dan satu grup hidroksil.
Struktur kimia dari senyawa fenolik memberinya kemampuan untuk menangani
masalah radikal bebas. Struktur fenolik dengan struktur alkohol memberikan
penemuan bermakna bahwa pada alkohol, gugus samping hidroksil berikatan pada
atom karbon jenuh sedangkan pada fenol, gugus hidroksil berikatan pada atom
karbon tak jenuh dan ini mengindikasikan bahwa pelapasan ion hidrogen lebih
mudah pada bentuk fenol dari pada bentuk alkohol, oleh karena itu membuat sifat
dari fenolik lebih asam dari pada alkohol (Clark J 2007).
a.
b.
Gambar 10 Gugus fungsi; a) etoposite. b) turunan alami kurkuminoid
Perbedaan struktur yang terlihat antara kurkumin dan turunan alaminya
dalam kurkuminoid adalah keberadaan gugus metoksi pada cincin fenolnya.
Demetoksikurkumin memiliki satu gugus metoksi yang hilang pada salah satu
cincin fenolnya dan bisdemetoksikurkumin kehilangan semua gugus metoksi pada
kedua cincin fenolnya. Terdapat perbedaan aktifitas yang akan ditimbulkan antara
fenol tanpa gugus metoksi dan fenol dengan gugus metoksi. Keberadaan gugus
metoksi ini melemahkan ikatan hidrogen pada gugus hidroksil sehingga
bertanggung jawab terhadap lepasnya ion H+ dimana ion ini merupakan nukleofil
yang dapat menstabilkan senyawa radikal bebas (Sompram et al. 2007). Berarti,
hilangnya gugus metoksi akan menyebabkan ion H+ sukar terlepas sehingga
mengurangi aktifitasnya. Sehingga senyawa turunan alami yang kehilangan gugus
metoksi menyebabkan melemahnya kemampuan antioksidannya. Dibandingkan
dengan senyawa pembanding etoposida, gugus fenol juga tampak hadir namun
memiliki perbedaan mencolok yaitu gugus fenolnya memiliki dua gugus metoksi
pada posisi orto dan para sehingga menyebabkan fenol gugus fenol pada etoposida
lebih aktif dari pada fenol pada senyawa kurkumin dan turunannya.
Terdapat hubungan yang kuat antara aktifitas dengan struktur. Aktifitas
tersebut dapat berupa kemampuan senyawa dengan struktur tertentu memiliki
tujuan atau target tertentu pada jalur metabolisme tertentu. Mengacu pada aktifitas
protein target penghambatan yaitu enzim DNA topoisomerase II, obat yang
memiliki kerja spesifik pada target enzim tersebut sudah didesain agar tertarget
pada enzim tersebut. Aktifitas enzim DNA topoisomerase II menyebabkan
terputusnya ikatan fosfodiester pada backbone DNA. Residu tirosin bertanggung
jawab pada proses tersebut, gugus hidroksil yang mengandung elektronegatifitas
tertinggi mampu menarik atom fosfat sehingga menyebabkannya melepaskan
ikatan diikuti satu spesimen oksigen reaktif (ROS). Radikal ini pada konsentrasi
23
tertentu dapat diatasi oleh sistem reduktase tubuh namun pada kasus kanker,
aktifitas enzim DNA topoisomerase II sangat berlebihan menghasilkan ROS yang
juga berlebihan dan terlokalisasi pada daerah spesifik yaitu area DNA yang
terpotong. Oleh karena itu obat yang didesain untuk menghambat enzim ini,
contohnya etoposida, dibuat memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi yang
bertujuan untuk pengenalan daerah yang akan dihambat yaitu daerah yang kaya
akan ROS. Karena etoposida memiliki empat struktur cincin yang kaya atom
karbon pada bagian tengah tertarik kuat masuk kedalam celah DNA akibat orbital
P dari karbon yang berkemampuan membentuk ikatan kovalen Pi dengan struktur
basa yang juga kaya akan atom Pi, sehingga affinitas lebih tertarik untuk
membentuk ikatan dengan basa. Pose yang lebih baik ditunjukkan oleh etoposida
diakibatkan oleh adanya gugus pentosa yang mampu berinteraksi menyesuaikan
dengan gugus gula DNA sehingga memperbaiki pose interkalasinya. Aktifitas
antioksidan juga diperlihatkan oleh kurkuminoid karena memiliki gugus fenolik
sehingga membuatnya mampu mengenali area target penghambatan. Keberadaan
cincin benzen fenil pada kurkuminoid yang kaya akan atom karbon juga mampu
membentuk ikatan Pi dengan basa.
Mode Ikatan
Mode ikatan interkalasi adalah mode ikatan yang paling sering
menyebabkan kerusakan pada DNA dan biasanya berikatan secara kovalen.
Ketika terdapat suatu senyawa kecil berinterkasi kuat dengan DNA secara
interkalasi, jalannya replikasi dan transkripsi DNA akan terganggu bahkan dapat
menyebabkan kegagalan proses tersebut. Kejadian ini akan memicu aktifnya
perbaikan DNA, jika perbaikan gagal maka sel akan di arahkan pada kematian sel
terprogram. Inilah tujuan dari pengembangan obat dengan kemampuan interkalasi
untuk digunakan sebagai antiproliferasi (antikanker) (Grootenhuis et al. 1990 &
Hannon 2007).
Visualisasi mode ikatan (binding mode) ligan hasil penambatan dengan
DNA yang terdapat dalam kompleks reseptor berkode 3qx3 dapat dilihat pada
Gambar 6. DNA di visualisasikan dengan lekukan berwarna putih sebagai
backbone, basa nukleotida divisualisasikan dengan bentuk batang yang memiliki 4
warna, merah (adenin), biru (timin), ungu (sitosin) dan hijau (guanin). Pada salah
satu rantai terdapat celah (gap) antara sitosin (DC8) dan timin (DT9), celah ini
terbentuk karena aktifitas enzim DNA topoisomerase II. Celah inilah yang
merupakan target dari beberapa jenis obat antikanker yang tergolong berinteraksi
dalam mode interkalasi seperti etoposida. Terlihat semua ligan uji memiliki mode
ikatan interkalasi yang sama dengan ligan pembanding hal ini dapat dilihat
berdasarkan nilai RMSD yang kecil dari 2.5 Å.
Berdasarkan penjelasan mengenai gugus fungsi sebelumnya, terdapat
hubungan antara gugus fungsi terhadap pose dan mode ikatan. Bila dibandingkan
dengan etoposida, kurkuminoid tidak memiliki gugus gula pentosa yang berfungsi
untuk memperbaiki pose sehingga menyebabkan konfromasi dari ketiga senyawa
kurkuminoid tidaklah sempurna membentuk mode interkalasi. Pose kurang
sempurna adalah yang dimiliki oleh kurkumin, ditunjukkan oleh nilai RMSD
paling tinggi. Dibandingkan dengan demetoksi dan bisdemetoksikurkumin, pose
24
cincin fonolik A kurkumin melengkung ke bawah, sedangkan dua senyawa
turunannya tidak. Hal ini disebabkan oleh gugus samping metoksi dari kurkumin.
Pada cincin fenolik A, senyawa demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin
tidak lagi memiliki gugus samping metoksi sehingga cincin fenolik A tersebut
mengalami kenaikan sifat kepolarannya dibandingkan kurkumin yang masih
memiliki gugus metoksi pada cincin fenolik A. Pada visualisasi ikatan hidrogen
untuk kurkumin (Gambar 8), pose kurkumin melengkung kebawah karena gugus
samping metoksi tertarik oleh residu Pro819 melalui interaksi hidrofobik,
ditunjukkan oleh arah garis merah mengarah ke arah prolin.
Berdasarkan prediksi melalui metode in silico pada penelitian ini,
kurkuminoid dari Temulawak asal Wonogiri berpotensi menghambat aktifitas
enzim DNA topoisomerase II karena memiliki energi bebas gibbs cukup kecil dan
bernilai negatif. Mekanisme penghambatan diprediksikan hampir sama dengan
obat komersial etoposida karena memiliki mode pengikatan yang sama yaitu
mode pengikatan interkalasi. Kestabilan ikatan kurkuminoid terhadap enzim
diprediksikan cukup stabil karena terlihat mempu membentuk banyak ikatan,
bahkan membentuk ikatan kovalen Pi yang bersifat irreversible pada basa-basa
DNA, jenis ikatan seperti ini dapat secara permanen mengganggu proses replikasi
dan dapat mengarahkan kepada kematian sel terprogram, ditunjang dengan ikatan
hidrogen, interaksi hidrofobik dan elektrostatik akan lebih menjaga kestabilan
kompleks.
25
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penambatan molekular dapat disimpulkan bahwa residu
Asp479, Arg503, Gly478, Gln778, DA12, DG13, DT9, DG10 dan Met782 berperan penting
dalam pembentukan ikatan Pi, ikatan hidrogen dan interaksi elektrostatik terhadap
enzim DNA topoisomerase II (reseptor). Ikatan Pi terbentuk oleh struktur siklik A
dari senyawa kurkuminoid terhadap DNA (DA12, DG13, DT9, DG10) dengan mode
interkalasi, ikatan hidrogen (gugus OH2 dan OH3 dari senyawa kurkuminoid),
interaksi hidrofobik (Met782) dan interaksi elektrostatik (Asp479, Arg 503, Gln778,
Glu477). Ekstrak kurkuminoid yang terdiri kurkumin, demetoksi kurkumin dan
bisdemetoksi kurkumin memiliki nilai ΔGbinding sebesar -10.1 kkal/mol, -9
kkal/mol, -8.9 kkal/mol, sehingga berpotensi sebagai agen inhibitor enzim DNA
topoisomerase II.
Saran
Berdasarkan studi penelitian penambatan molekular (molecular docking),
ekstrak kasar kurkuminoid Temulawak asal Wonogiri mampu menginhibisi enzim
DNA topoisomerase II, untuk itu perlu penelitian lebih lanjut secara in vivo.
Namun untuk lebih mendukung penelitian tahap in vivo, perlu dilakukan
penelitian dinamika molekular (molekular dinamics) dengan memberikan
pengaruh pH dan suhu, dimana sel kanker lebih cenderung memiliki pH yang
lebih rendah dari sel normal dan penderita kanker cenderung menunjukkan suhu
yang lebih tinggi dari orang normal.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abu HS, Zihlif M. 2012. Gene expression alteration in doxorubicin resistan MCF7 breast cancer All Ine. Genomic. 101: 213-220.
Anand P, Thomas SG, Kunnumakkara AB, Sundaram C, Harikumar KB. 2008.
Biological activities of curcumin and its analogues (congeners) made by man
and mother nature. Biochem Pharm. 76: 1590-1611.
Aggarwal BB, Bhatt ID, Ichikawa H, Ahn KS, Sethi G, Sandur SK, Natarajan C,
Seeram N, Shishodia S. 2006. Turmeric: the genus gurcuma. Taylor and
Francis. New York. 298–303.
Aravind L, Leipe DD, Koonin EV. 1998. Toprim: a conserved catalytic domain in
type IA and II topoisomerases, dna g-type primases, OLD family nucleases
and RecR proteins. Nucleic Acids Res. 26:4205–13.
Arwansah. 2014. Simulasi molecular docking senyawa kurkumin dan analognya
sebagai selective androgen reseptor modulator (SARMs) pada kanker prostat.
Bogor (ID): IPB Pr.
Baber JC, Thompson DC, Cross JB, Humblet C. 2009. GARD : A generally
applicable replacement for RMSD. J Chem Inf Model. 49: 1889–1900.
Bahng S, Mossessova E, Nurse P, Marians KJ. 2000. Mutational analysis of
Escherichia colitopoisomerase IV. III. Identification of a region of par E
involved in covalent catalysis. J Biol Chem. 275:4112–17.
Bates AD, Maxwell A. 1997. DNA topology: topoisomerases keep it simple. Curr
Biol. 7: 778-81.
Baxevanis AD, Ouellette BF. 2001. Bioinformatics a practical guide to the
analysis of genes and proteins second edition. 1-457.
Beck LS, Deguzman L, Lee WP, Xu Y, Siegel MW, Amento EP. 1993. One
systemic administration of transforming growth factor-beta 1 reverses age or
glucocorticoid impaired wound healing. J Clin Invest. 92: 2841-2849.
Bender RP, Jablonksy MJ, Shadid M, Romaine I, Dunlap N, Anklin C, Graves
DE, Osheroff N. 2008. Substituents on etoposide that interact with human
topoisomerase IIα in the binary enzyme-drug complex: contributions to
etoposide binding and activity. Biochemistry. 47: 4501-4509.
Berger JM, Fass D, Wang JC, Harrison SC. 1998. Structural similarities between
topoisomerases that cleave one or both DNA strands. Proc Natl Acad Sci.
95:7876–81.
Berger JM, Gamblin SJ, Harrison SC, Wang JC. 1996. Structure and mechanism
of DNA topoisomerase II. Nature. 379:225–32.
Bosco KH, Brasseur R. 2005. The Ramachandran plots of glycine and pre-proline.
BMC Struc Bio. 5:1-14.
Brennan RG, Matthews BW. 1989. The helix-turn-helix DNA binding motif. J
Biol Chem. 264:1903–6.
Clark J. 2007. The Acidity of Phenol. ChemGuide.
Champoux JJ. 2001. DNA topoisomerases: structure, function, and mechanism.
Annu Rev Biochem. 70: 369-413.
Changela A, DiGate RJ, Mondrag´on A. 2001. Crystal structure of a complex of a
type IA DNA topoisomerase with a single-stranded DNA molecule. Nature.
411:1077–81
27
Chow KC, Macdonald TL, Ross WE. 1998. DNA binding by epipodophyllotoxins
and N-acyl antracyclines: Implications for mechanism of topoisomerase
inhbition. Mol Pharmacol. 34: 467-473.
Clark KL, Halay ED, Lai E, Burley SK. 1993. Co-crystal structure of the HNF3/fork head DNA-recognition motif resembles histone H5. Nature. 364: 412–
20.
Corbett KD, Berger JM. 2004. Structure, molecular mechanisms, and evolutionary
relationships in DNA topoisomerases. Annu Rev Bioph Biom. 33: 95-118.
Ekins S, Bruno BS, Peter W, Hupcey, Maggie AZ. 2000. Towards a new age of
virtual ADME/TOX and multidimensional drug discovery. Molecular
Diversity. 5(4): 255-275.
Ekins S, Nikolsky Y, Nikolskaya T. 2005. Techniques: aplications of systems
biology to absorption, distribution, metabolism, excretion and toxicity.
Trensin Pharm Sci. 26 (4): 2002-2009.
Fass D, Bogden CE, Berger JM. 1999. Quaternary changes in topoisomerase II
may direct orthogonal movement of two DNA strands. Nat Struct Biol. 6:
322–26.
Fitriasari A, Wijayanti NK, Ismiyati N, Dewi D, Kundarto W, Sudarmanto
BA,Meiyanto E. 2008. Studi potensi kurkumin dan analognya sebagai
selective estrogen receptor modulators (SERMs): docking pada reseptor
estrogen β. Pharmacon. 9(1): 27-32.
Fortune JM, Osheroff N. 2000. Topoisomerase II as a target for anticancer drugs:
when enzymes stop being nice. Prog Nucl Acid Res. 64: 221-253.
Grotenhuis PDJ, Kollman DC, Sieble GL, Desjarlais RL, Kuntz ID. 1990.
Computerized selection of potential DNA binding compounds. Anti-cancer
Drug Des. 5: 237-242.
Grynkiewicz, Ślifirski. 2012. Curcumin and curcuminoids in quest for medisinal
status. Acta Bio Pol. 59(2): 201–212.
Hannon MJ. 2007. Supramolecul DNA recognition by intercalator. Chem Soc Rev.
36: 280-295.
Harrold DW. 1998. Important of functional group chemistry in the drug selection
process: A case study. Pharm Edu. 62: 213-218.
Hetenyi C, Spoel DV. 2002. Efficient docking of peptida to protein without prior
knowledge of binding Sie. Pot Sci. 11(7): 1729-1737.
Hof T, Pinter T. 2012. Learning from protein and drug: reseptor thar mimi
biomedically important binding motif. Chemical Sensors and Biosensors 12:
33–52.
Jefrey GA. 1997. An introduction to hydrogen bonding. New York: Oxford
University Press.
Jovanovic SV, Steenken S, Boone CW, Simic MG. 1999. H-atom transfer is a
preferred antioxidant mechanism of curcumin. J of the American Chemical
Society. 121 (41): 9677–9681.
Jones S, Daley DTA, Luscombe NM, Berman HM, Thornton JM. 2001. ProteinRNA interaction: a struktur analysis. Nuc Acd Res. 29(4): 943-954.
Kitchen, Douglas B, Docornez H, Furr JR, Bojanrath B. 2004. Docking scoring in
virtual screening for drug discovery: Methods and Application. Nature review
drug discover 3.
28
Kumar A, Bora U. 2011. In silico inhibition studies of NF-kB p50 sub unit by
curcumin and its natural derivative. Med Chem Res. DOI: 10.1007/s004-0119873-0.
Lavery DN, Bevan CL. 2010. Androgen receptor signalling in prostate cancer: the
Lima CD, Wang JC, Mondragon A. 1994. Three-dimensional structure of the 67K
N-terminal fragment of E. coli DNA topoisomerase I. Nature. 367: 138–46.
Lins L, Brasseur R. 1995. The hydrofobic effect in protein folding. Faseb J. 9:
535-540.
Lipinski CA, Lombardo F, Beryl WD, Paul JF. 2001. Experimental and
computational approaches to estimate solubility and permeability in drug
discovery and development settings. Advanced Drug Delivery. 46: 3-26.
Lu HM, Yin DC, Ye YJ, Luo HM, Geng LQ, Li HS, Guo WH, Shang P. 2009.
Correlation between protein sequence similarity and x-ray diffraction quality
in the protein data bank. Prot Pept Lett. 16 (1): 50-5.
Moitessier N, Englebienne P, Lee D, Lawandi J, Corbeil CR. 2008. Towards the
development of universal, fast and highly accurate docking/skoring method:
aalong way to go. Br J Pharmaol. 153: 7-26.
Morris GM, Godsell DS, Halliday RS, Guey R, Hart WE, Belew RK, Olson AJ.
1998. Automated docking pusing lamarckian genetis algoritma and na
empirical inding free energy function. J Comp Chem. 19(14): 1639-1662.
Nelson D, Cox M. 2008. Principle of Biochemistry (5th Edn.). W.H. freeman and
company (USA). ISBN-13: 978-0-7176-7108-1.
Nitiss JL. 1998. Investigating the biological functions of DNA topoisomerases in
eukaryotic cells. BBA-Gene Struct Expr. 1400: 63-81.
Nitiss JL. 2009 DNA topoisomerase II and its growing repertoire of biological
functions. Nat Rev Cancer. 9: 327-337.
Osheroff N. 1987. Role of the divalent cation in topoisomerase II mediated
reactions. Biochemistry. 26: 6402–6.
Overgaard RV. 2006. Pharmacokinetic/pharmacodynamic modelling with a
stochastic perspective; Insulin secretion and interleukin-21 development as
case studies. [Tesis]. Tecnical University of Denmark.
Pebriana RB, Romadhan AF, Yunianto A, Rokhman MR. 2008.
Dockingkurkumin dan senyawa analognya pada reseptor progesteron: studi
interaksinya sebagai selective progesterone receptor modulators (SPRMs)
Pharmacon. 9(1): 14-20.
Permasku Gia. 2014. Aktivitas eskstrak kurkuminoid rimpang temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza roxb)dari berbagai aksesi terhadap inhibisi enzim
alfa glukosidase secara in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institute Pertanian
Bogor.
Pitts SL, Jablonsky MJ, Duca M, Dauzonne D, Monneret C, Arimondo PB,
Anklin C, Graves DE, Osheroff N. 2011. Contribution of the D-Ring to the
activity of etoposide against human topoisomerase IIA: potential interactions
with DNA in the ternary enzyme-drug-DNA complex. Biochemistry. 50(22):
5058-5066.
Pommier YG, Capranico A, Orr KW, Kohn. 1991. Local base sequence
preferences for DNA cleavage by mammalian topoisomerase II in the
presence of amsacrine or teniposide. Nucleic Acids Res. 19: 5973–5980.
29
Ramachandran GN, Ramakrishnan C, Sasisekharan V. 1963. Conformation of
polipeptides and protein. J mol Biol. 7: 95-99.
Sakoparnig T, Fried P, Beerenwinkel N. 2015. Identification of constrained cancer
River genes on mutatio timing. PLoS Comput Biol. 11(1): e1004027.
doi:10.1371/journal.pcbi.1004027.
Saleh EM, El-awady RA, Eissa NA, Abdel Rahman WM. 2012. Antagonism
between curcumin and the topoisimerase II inhibitor etoposida: a study of
DNA damage, cell cycle regulation and death pathways. Can Bio & Thr. 13
(11): 1058-1071.
Saputra G. 2014. Simulasi docking senyawa kurkumin dan analognya sebagai
inhibitor enzim 12-lipoksigenase. Bogor (ID): IPB Pr.
Schmidt B, Burgin J, Dewesese J, Osheroff N, Berger J. 2010. A novel of unified
two metal mechnanism for DNA cleavage by tipe II dan IA topoisomerase.
Nature. 465: 461.
Schultz SC, Shields GC, Steitz TA. 1991. Crystal structure of a CAP-DNA
complex: the DNA is bent by 90 degrees. Science. 253: 1001–7.
Sharp KA, Honig B. 1990. Electrostatic interactions in macromolecules:
theoryand applications. Annu Rev Biophys Biophys Chem. 19: 301-322.
Singh R, Chaturvedi N, Singh VK. 2012. In silico study of herbal compounds as
novel MAO inhibitors for parkinsons disease treatment. Life Scie Phar Res. 2:
81-98.
Somparn P, Phisalaphong C, Nakornchai S, Unchern S, Morales NP. 2007.
Comparative antioxidant activities of curcumin and its demethoxy and
hydrogenated derivatives. Biol and Pharm Bulletin. 30(1): 74–78.
Stewart I, Redinbo MR, Qiu X, Hol WG, Champoux JJ. 1998. A model for the
mechanisme of human topoisomerase. Science (New York, NY) 279: 15341541.
Struck S, Schmidt U, Gruening B, Jaeger IS, Hossbach J, Preissner R. 2002.
Toxicity vs potency: elucidation of toxicity properties discriminating between
toxin, drug and natural compound. J Farm. 231-242.
Synder RD, Ewing DE, Hendry LB. 2004. Evaluation of DNA intercalation
potential of pharmaceuticals and other chemical by cell-based and threedimantional computation approach. Env and Mol Mutagenesis. 44 (2): 163 –
173.
Wang JC. 2002. Cellular roles of DNA topoisomerases: A molecular perspective.
Nat Rev Mol Cell Bio. 3: 430-440.
Wendorff TJ, Schmidt BH, Heslop P, Austin CA, Berger JM. 2012. The structure
of DNA-bound human topoisomerase II alpha: conformational mechanisms
for coordinating inter-subunit interactions with DNA cleavage. J Mol Biol.
424: 109-24.
Wu CC, Li TK, Farh L, Lin LY, Lin TS, Yu YJ, Yen TJ, Chiang CW, Chan NL.
2011. Structural basis of type II topoisomerase inhibition by the anticancer
drug etoposide. Science. 333: 459-462
Xiong Y, Sundaralingam. 2001. Protein-nucleic acid interaction: major grove
recognition determinats. Ensikloedia of life Sci. 1-8
Yeturu K, Nagasuma C. 2008. Pocket match: a new algoritm to compare binding
sites in protein structures. BMC Bioinformatic. 9: 543.
Zhuang L, Chen K, Davis C, Sherlock S, Cao Q, Dai H. 2008. Drug delivery Alt
carbon nanotubes for in sio cancer treatment. Cancer Res. 68(16): 6652-6660.
30
LAMPIRAN
31
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Perancangan Ligan
Pencarian enzim DNA
Topoisomerase II
Struktur 3D CentralTerminal
Kualitas struktur
Reseptor
Optimasi Struktur
Optimasi reseptor
Filter Lipinski
GRID BOX
VALIDASI
DOCKING
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Analisis :
∆G
RMSD
Ikatan Pi
Interaksi Hidrogen
Mode pengikatan
Gugus fungsi
Kompeks enzim DNA
Topoisomerase II-Ligan
Keterangan:
A) Struktur enzim dan domain pada DNA topoisomerase IIα. B) Sisi
aktif pemotongan rantai fosfat pada DNA.
C) Mekanisme pemotongan. D) Aktifitas kerja enzim DNA
topoisomerase IIα (Corbet et al. 2004)
Lampiran 2
Struktur
Lengkap
Enzim DNA
Topoisomera
se II
32
Lampiran 3 Posisi Sekuen Central
Terminal
Topoisomerase
II
dan Sekuen Domain
TOPRIM serta 5YCAP
33
34
Lampiran 4 Plot Ramachandran
35
Lampiran 5 Struktur Ligan
Lampiran 6 Parameter Penambatan
receptor = 3qx3eto2.pdbqt
ligand = cur.pdbqt
out = out.pdbqt
center_x = 32.894
center_y = 95.413
center_z = 50.785
size_x = 80
size_y = 80
size_z = 80
exhaustiveness = 100
36
Lampiran 7 Simulasi Penambatan Molekuler (Molecular Docking)
1. Buka file ligan (ex. Kurkumin.pdb)
Buka software ADT > klik ligan > pilih file kurkumin.pdbqt
2. Atur dan seleksi ikatan yang dapat berotasi
Klik ligan > Torsion tree > Choose Torsion
3. Simpan ligan ke dalam format kurkumin.pdbqt
Klik Ligan > Output > Save as PDBQT > simpan dengan nama
kurkumin.pdbqt
37
4. Open file protein (file 3QX3 .pdb)
Open > pilih molekul 3QX3.pdb
5. Tambahkan hidrogen dan muatan Gasteiger
Edit > Hydrogen > Add > Polar Only
Edit > Charge > Gasteiger
38
6. Simpan protein ke dalam format 3QX3.pdbqt
Grid > Macromolecul > Choose > select molecule
7. Atur area penambatan (GRID)
Grid > Grid Box > atur dan catat koordinat > Save
8. Perintah menjalan program
9. Contoh file output
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karang Pulau, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten
Bengkulu Utara, provinsi Bengkulu pada tanggal 22 Agustus 1990 dari ayah
bernama Sugeng Prajitno dan ibu bernama Siti Khalimah, penulis merupakan anak
pertaman dari tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di TK Baiturrahman Bengkulu Utara pada
tahun 1995, SD N 18 Bengkulu Utara tahun 1996-2002, SMP 2 Bengkulu Utara
pada tahun 2002-2005, dan SMA 1 Bengkulu Utara pada tahun 2005-2008. Tahun
2008 penulis melanjutkan studi di Pendidikan Kimia, Fakultas FKIP, Universitas
Bengkulu melalui jalur ujian seleksi masuk perguruan tinggi negeri (SMPTN) dan
lulus pada tahun 2012. Penulis kemudian melanjutkan studi S2 program studi
Biokimia, Fakultas MIPA di Institut Pertanian Bogor.
Selama pendidikan penulis aktif di beberapa organisasi OSIS di SMP dan
SMA, Sanggar Seni di SMA, HIMA di pendidikan S1 dan Taek Kwon Do di SMP
sampai S1. Selain itu penulis juga memiliki beberapa penghargaan dalam bidang
akademik dan non-akademik. Pada tahun 2005 penulis berhasil mendapatkan
medali emas di kejuaran Gubernur Cup Taek Kwon Do di Palembang. Tahun
2008 penulis berhasil mendapatkan medali perak seleksi Pra-PON XVII regional
Sumatra. Tahun 2012 penulis mendapatkan juara 2 Ultimate Body Contest dikelas
Body Perfect dan penghargaan Guru Favorit kategori Komunikatif di Bengkulu
Utara. Tahun 2013 penulis berkesempatan mendapatkan Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) dari DIKTI.
Penulis telah mensubmit atikel dengan judul “Molecular Docking Study of
Desmetoxycurcumin for TopoIIp Poison Agent” di International Organization of
Scientific Research Journal of Pharmacy (IOSRJP). Penulis juga telah mengikuti
Virtual Screening Workshop 2014 di Jakarta pada tanggal 15-17 September 2014
dan Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah di Kampus IPB Dramaga pada tanggal 11
juni 2015 untuk membantu menyelesaikan tesis ini.
40
Download