BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Signal (Signalling Theory)
Teori signal (signalling theory) menjelaskan tentang pentingnya informasi
yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar
perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis
karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran
baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang
bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya.
Menurut Brigham, et al. (1997:439) manajemen mempunyai informasi yang
akurat
mengenai
nilai
suatu perusahaan,
sehingga
apabila
manajemen
menyampaikan informasi ke pasar modal maka pasar akan merespon informasi
tersebut sebagai sinyal terhadap adanya peristiwa tertentu yang dapat
mempengaruhi nilai perusahan yang tercermin dari perubahan harga dan volume
perdagangan saham.
Menurut Nurrohman (2013), jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli
oleh investor, maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan
secara terbuka dan transparan. Informasi yang dipublikasi sebagai suatu
pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan
keputusan investasi. Salah satu informasi yang menjadi pertimbangan investor
dalam memprediksi saham adalah tingkat kesehatan bank. Reaksi pasar
16
ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi tingkat
kesehatan bank diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi
tersebut, serta menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut terlebih
dahulu sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika
pengumuman informasi tentang tingkat kesehatan perbankan dalam kondisi sehat,
maka akan menjadi sinyal baik bagi investor dan akan berimbas pada fluktuasi
harga saham perusahaan perbankan yaitu terjadinya kenaikan harga saham dan
sebaliknya.
2.1.2 Investasi
Investasi merupakan komitmen untuk menanamkan sejumlah dana pada
saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang
(Tandelilin, 2010:2). Haan, et. al (2009) membagi investasi menjadi dua jenis,
yaitu investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung adalah
investasi pada pasar keuangan secara langsung dan sedangkan investasi tidak
langsung adalah investasi yang melibatkan perantara atau pihak ketiga untuk
mengelola dana investasi tersebut. Aktivitas investasi pada umumnya dilakukan
pada sejumlah dana pada aset riil (tanah, emas, mesin atau bangunan) maupun
aset finansial (deposito, saham ataupun obligasi).
Salah sata lembaga lembaga keuangan yang dapat memfasilitasi kegiatan
investasi adalah pasar modal. Investasi pada pasar modal merupakan investasi
pada asset finansial yang dipandang memiliki tingkat keuntungan yang tinggi dan
tingkat risiko yang tertentu. Menurut Tandelilin (2001: 18) umumnya sekuritas
17
yang diperdagangkan di pasar modal meliputi saham, obligasi, reksadana dan
intrumen derivatif lainnya. Masing-masing sekuritas tersebut memberikan return
dan tingkat risiko yang berbeda-beda, untuk itu diperlukan teknik analisis yang
efektif dalam menentukan keputusan investasi agar memperoleh keuntungan serta
terhindar dari risiko.
2.1.3 Pengertian dan Jenis-Jenis Saham
Saham adalah salah satu sekuritas yang banyak diperdagangkan di pasar
modal. Saham (stock) merupakan suatu bentuk penanaman modal pada suatu
badan usaha yang dilakukan dengan menyetorkan sejumlah dana tertentu dengan
tujuan untuk menguasai sebagian hak pemilikan atas perusahaan tersebut
(Sunariyah, 2004:6). Selain itu, saham merupakan tanda bukti kepemilikan sebuah
perusahaan. Bukti suatu pihak disebut sebagai pemegang saham adalah apabila
mereka sudah tercatat dalam buku yang disebut Daftar Pemegang Saham (DPS).
Pada umumnya DPS disajikan beberapa hari sebelum Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) diselenggarakan. Wujud saham adalah selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan surat berharga. Posisi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar
penyertaan yang ditanamkan di dalam perusahaan tersebut.
Saham merupakan sekuritas yang memberikan penghasilan yang tidak
tetap. Pemilik saham akan menerima penghasilan dalam bentuk dividen dan akan
dibagikan kepada pemegang saham apabila perusahaan memperoleh keuntungan.
Selain penghasilan berupa dividen, keuntungan yang diharapkan pemegang saham
18
adalah selisih harga saham. Bila harga jual saham lebih tinggi dibandingkan
dengan harga belinya, maka investor akan memperoleh keuntungan yang disebut
dengan capital gain, tetapi bila harga jualnya lebih rendah dibanding dengan
harga beli saham, investor akan mengalami kerugian yang disebut dengan capital
loss.
Menurut Jogiyanto (2014:169) saham dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu :
1) Saham preferen adalah saham yang mempunyai sifat gabungan antara obligasi
dan saham biasa. Saham preferen memiliki karakteristik ditengah-tengah
antara obligasi dan saham biasa. Hak saham preferen terhadap dividen adalah
hak untuk menerima dividen terlebih dahulu jika terjadi likuidasi
dibandingkan dengan pemegang saham biasa.
2) Saham biasa merupakan surat berharga yang biasa diperdagangkan tanpa
karakteristik khusus atau tambahan. Pemegang saham biasa hanya akan
mendapat dividen pada akhir tahun pembukuan, dan hanya saat perusahaan
tersebut mendapatkan keuntungan. Perusahaan yang menerbitkan saham biasa
dan menjualnya di bursa memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan
modal tambahan dan relatif lebih mudah dibandingkan dengan sumber-sumber
modal lainnya (Levisauskaite, 2010).
2.1.4 Harga Saham
Harga saham adalah nilai yang membuat investor mengeluarkan dananya
untuk investasi di pasar modal agar memperoleh keuntungan. Menurut Jogiyanto
19
(2014:8) harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu ditentukan
oleh pelaku pasar serta permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di
pasar modal. Menurut Widoatmodjo (2012:46) selembar saham mempunyai nilai
atau harga yang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1) Harga Nominal
Harga nominal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang
ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.
Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena dividen
minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
2) Harga Perdana
Harga ini merupakan harga saat saham itu dicatat di bursa efek. Harga saham
pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan
emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham itu akan dijual
kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana.
3) Harga Pasar
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang
lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatat di bursa.Transaksi di sini
tidak lagi melibatkan emiten dan penjamin emisi harga, ini disebut sebagai
harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga
perusahaan penerbitnya, karena transaksi di pasar sekunder kecil sekali terjadi
negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga pasar setiap hari
diumumkan di surat kabar atau media lainnya.
20
Harga saham tidak dapat diprediksi bisa naik dan turun sewaktuwaktu. Menurut Salim (2012:55) pergerakan harga saham ada tiga macam yaitu :
1) Bullish, yaitu dimana harga saham naik terus-menerus dari waktu ke waktu.
Hal ini bisa terjadi karena berbagi macam sebab, bisa dikarenakan keadaan
finansial secara global atau kebijakan manajemen perusahaan.
2) Bearish, yaitu keadaan dimana harga saham turun terus-menurus dan
merugikan investor. Investor yang mempunyai saham ini dapat melakukan
penjualan di harga rendah dan rugi atau bisa juga melakukan pembelian ulang
bila ada informasi akurat harga saham bisa naik di masa depan.
3) Sideways, yaitu keadaan dimana harga saham stabil. Dikatakan stabil karena
harga saham bergerak naik atau turun sehingga membentuk grafik mendatar
dari waktu ke waktu.
Menurut Nurmala dan Evi (2007) formula dari penilaian harga saham
penutup tahunan adalah sebagai berrikut:
(
)
( )
Keterangan :
HS
ΣP bln
: Nilai harga saham
: Jumlah harga saham penutup bulanan
21
2.1.5 Teknik Analisis Saham
1) Analisis
fundamental/fundamental
analisys
(analsisis
perusahaan/
company analisys)
Analisis harga saham bertujuan untuk menilai saham-saham manakah
yang paling menguntungkan bagi investor. Salah satu teknik analisis yang
digunakan untuk menentukan keputusan investasi adalah teknik analisis
fundamental. Analisis fundamental atau analisis perusahaan yaitu cara penilaian/
analisis untuk menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data yang
bersasal dari data keuangan perusahaan misalnya laba, dividen yang dibayar,
penjualan dll (Jogiyanto, 2014:188). Melalui analisis fundemantal investor dapat
mengetahui saham-saham manakah yang harga pasarnya lebih rendah dari nilai
intrinsiknya (undervalued) sehingga layak untuk dibeli demikian juga sebaliknya
saham-saham manakah yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intrinsiknya
(overvalued) sehingga layak untuk dijual.
Menurut Jogiyanto (2014:189) terdapat dua pendekatan untuk menghitung
nilai intrinsik saham dalam analisis fundamental yaitu:
(1) Pendekatan Nilai Sekarang (Present Value Approach)
Pendekatan nilai sekarang disebut juga metode kapitalisasi laba (capitalization
of income method) karena melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai masa
depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang (Jogiyanto, 2014:189).
(2) Pendekatan PER (P/R Ratio Approach)
Pendekatan PER (price earnings ratio) adalah pendekatan menggunakan nilai
earning untuk mengestimasi nilai intrinsik saham. PER adalah rasio yang
22
menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap
kelipatan earnings perusahaan. Pendekatan PER dalam penentuan nilai suatu
saham dilakukan dengan menghitung berapa rupiah uang yang diinvestasikan
ke dalam suatu saham untuk memperoleh satu rupiah pendapatan (earning)
dari saham tersebut (Tandelilin, 2010:320).
Sedangkan menurut Tryfino (2009:8) analisis fundamental merupakan
metode analisis berdasarkan kinerja keuangan suatu perusahaan. Analisis ini
bertujuan untuk memastikan bahwa saham yang dibeli merupakan saham
perusahaan dengan kinerja yang baik. Mempelajari dan mengamati berbagai
indikator pada laporan keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk mengetahui
apakah kinerja perusahaan berjalan dengan sehat atau sebaliknya untuk
menentukan keputusan investasi saham. Aspek yang dinilai pada laporan
keuangan
biasanya
berupa
rasio-rasio
keuangannya.
Dalam
perusahaan
perbankan, Bank Indonesia menetapkan variabel khusus dalam menilai kinerja
perusahaan yang dikenal dengan variabel tingkat kesehatan bank. Menurut PBI
No. 13/1/PBI/2011 variabel tingkat kesehatan bank terdiri dari profil rsiko, good
corporate gavernance, earning dan capital.
2) Analisis Teknikal (Technical Analisys)
Analisis teknik menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan
valume transaksi saham) untuk menentukan nilai dari saham (Jogiyanto,
2014:188). Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham
dengan mengamati perubahan harga saham di periode yang lalu, dan upaya untuk
23
menentukan kapan investor harus membeli, menjual atau mempertahankan
sahamnya dengan menggunakan indikator-indikator teknis atau menggunakan
analisis grafik. Menurut Tandelilin (2010:398) penilaian saham berdasarkan
analisis teknikal yaitu sebagai berikut :
(1) The Dow Theory
The Dow Theory bertujuan untuk mengidentifikasi trend harga pasar
saham dalam jangka panjang dengan berdasarkan pada data-data historis harga
pasar saham di masa lalu. Berdasarkan teori ini pergerakan harga saham dapat
dikelompokkan menjadi tiga :
a)
Primary trend adalah pergerakan harga saham dalam jangka waktu yang
lama.
b) Secondary (intermediate) trend adalah pergerakan harga saham yang terjadi
karena penyimpangan dari pergerakan primer dan biasanya terjadi dalam
beberapa minggu atau bulan.
c) Minor trend (day-to-day move) adalah fluktuasi harga saham yang terjadi
setiap hari.
Pergerakan harga saham dalam primary trend cenderung untuk bergerak
naik, tapi sebaliknya pergerakan harga saham dalam secondary trend cenderung
untuk bergerak turun selama beberapa minggu.Pergerakan harga-harga saham
dalam minor trend yang terjadi sehari-hari cenderug tidak berpengaruh kuat
terhadap pergerakan harga dalam jangka panjang.
24
(2) Rata- Rata Bergerak (Moving Average)
Teknik ini digunakan untuk mendeteksi arah pergerakan harga saham dan
besarnya tingkat pergerakan tersebut dengan perhitungan menggunakan data
harga penutupan saham (closing prices) untuk periode tertentu. Perhitungan ratarata bergerak harga saham dilakukan secara terus menerus sehingga menghasilkan
sebuah garis trend rata-rata bergerak. Garis trend yang dihasilkan menunjukkan
pergerakan harga saham yang berguna dalam pengambilan keputusan menjual
atau membeli saham.
(3) Relative Strength
Relative strength menggunakan pendekatan rasio, yaitu antara harga
saham dengan indeks pasar atau industri tertentu. Teknik ini digunakan sebagai
dasar
penentuan
sektor-sektor
industri
mana
saja
yang menarik
dan
menguntungkan untuk berinvestasi. Dengan mengetahui indusrti-industri yang
menguntungkan, investor akan bisa menentukan seberapa besar proporsi dana
yang akan diinvestasikan pada saham-saham pada industri bersangkutan.
Sedangkan menurut Fahmi (2012:90) penilaian harga saham dari segi
perspektif investor jauh lebih sederhana terhadap kondisi suatu saham. Adapun
penilaian seorang investor terhadap suatu saham adalah:
1) Prospek usaha yang menjanjikan.
2) Kinerja keuangan dan non keuangan adalah bagus.
3) Penyajian laporan keuangan jelas atau bersifat disclosure (pengungkapan
secara terbuka dan jelas).
4) Terlihatnya sisi keuntungan yang terus meningkat.
25
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Menurut Alwi (2003:87) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pergerakan harga saham atau indeks harga saham yaitu :
1) Faktor Internal (Lingkungan Mikro)
(1) Pengumuman
tentang
pemasaran,
produksi,
penjualan
seperti
pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru
dll.
(2) Pengumuman
pendanaan
(financing
announcements),
seperti
pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
(3) Pengumuman badan direksi manajemen (management board of director)
seperti GCG, perubahan dan pergantian direktur, manajemen, dan
struktur organisasi.
(4) Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger,
investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi.
(5) Pengumuman investasi (Investment announcements), seperti melakukan
ekspansi pabrik, pengembangan riset dan penutupan usaha lainnya.
(6) Pengumuman ketenaga kerjaan (Labour announcements), seperti
negosiasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
(7) Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba
sebelum dan setelah akhir tahun fiscal, return on assets (ROA), net
interest margin (NIM), capital adequacy ratio (CAR), loan to deposit
ratio (LDR) dll.
26
2) Faktor Eksternal (Lingkungan Makro)
(1) Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan
dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai deregulasi ekonomi
yang dikeluarkan olehpemerintah.
(2) Pengumuman hukum (legal announcements) seperti tuntutan karyawan
terhadap perusahaan atau manajernya.
(3) Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti
laporan pertemuan tahunan, insider trading, harga saham perdagangan dll.
(4) Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar .
(5) Berbagai isu baik dari dalam maupun luar negeri.
2.1.7 Tinjauan Umum Perbankan Indonesia
Perbankan secara umum adalah lembaga keuangan yang melakukan
kegiatan berupa pengumpulan dana masyarakat dan menyalurkan kembali pada
masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan perubahan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Said et al. (2011) menyebutkan bahwa bank adalah bagian dari sistem keuangan
yang berperan dalam kontribusi pembangunan ekonomi suatu negara.
27
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana itu ke masyarakat (pasal 3 UU No. 10
tahun 1998 tentang perbankan). Secara lebih spesifik fungsi bank yaitu :
1) Agent of Trust yaitu fungsi perbankan dimana dasar utama kegiatan
perbankan adalah kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun
penyaluran dana.
2) Agent of Development adalah fungsi perbankan dalam mengembangkan
kelancaran kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi untuk pembangunan
perekonomian masyarakat.
3) Agent of Services adalah fungsi perbankan dalam memberikan penawaran
jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat berupa pengiriman uang,
jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan, dan jasa penyelesaian
tagihan.
2.1.8 Kinerja Keuangan Bank
Menurut Husnan dan Enny (2007:68) kinerja keuangan bank adalah alat
untuk menilai prestasi dan kondisi keuangan suatu perusahaan bank, dimana
seorang analisis keuangan memerlukan ukuran tertentu biasanya menggunakan
rasio atau indeks untuk mengukur kinerja keuangan bank tersebut. Tingkat kinerja
suatu bank menjadi salah satu tolak ukur kinerja keuangan internal bank yang
sangat penting karena dari hasil penilaian ini akan dapat diketahui performance
pemilik dan profesionalisme. Pihak-pihak yang sangat membutuhkan hasil
penilaian tingkat kinerja bank yaitu: pengelola bank (pemilik, dewan komisaris,
28
dan dewan direksi ), masyarakat pengguna jasa, Bank Indonesia (selaku pembina
dan pengawas bank) , investor dan counterparty bank.
Tingkat kinerja keuangan suatu perusahaan sangat erat kaitannya dengan
sehat atau tidak sehatnya perusahaan perbankan tersebut. Apabila tingkat
kinerjanya baik, maka baik pula tingkat kesehatan perusahaan perbankan tersebut.
Tingkat kinerja keuangan bank dalam posisi sehat atau tidak dapat dianalisis
melalui laporan keungan bank.
2.1.9 Laporan Keuangan Bank
Laporan keuangan adalah suatu informasi yang menggambarkan kondisi
keuangan suatu perusahaan dan dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja
keuangan perusahaan (Fahmi, 2012:22). Menurut Riyadi (2006:12) laporan
keuangan bank umum terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi dan saldo laba,
komitmen dan kontijensi, perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum,
kualitas aktiva produktif dan informasi lainnya, transaksi valuta asing dan
derivative, perhitungan rasio keuangan dan pembelian kredit dari Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tujuan laporan keuangan secara umum
adalah untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan dalam periode
waktu tertentu yang dapat digunakan oleh pihak yang membutuhkan laporan
keuangan. Salah satunya yaitu informasi laporan keuangan yang dapat digunakan
untuk memprediksi potensi bank dalam menghasilkan laba yang digunakan
investor dalam menentukan keputusan investasi. Laporan keuangan juga
29
diperlukan untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta hasil yang
telah dicapai (Widyaningrum, dkk, 2014).
Taswan (2008:39) menegaskan bahwa bank komersial, baik bank umum
maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan memberikan laporan
keuangan setiap periode tertentu. Jenis laporan keuangan yang dimaksud adalah:
1) Laporan keuangan bulanan merupakan laporan keuangan bank secara individu
yang merupakan gabungan antara kantor pusat bank dengan seluruh kantor
bank.
2) Laporan keuangan triwulan anadalah laporan keuangan untuk posisi akhir
Maret, Juni, September dan Desember. Laporan ini disusun untuk memberikan
informasi mengenai posisi kinerja keuangan atau hasil bank serta informasi
keuangan lainnya kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan
perkembangan usaha bank.
3) Laporan keuangan tahunan digunakan untuk memberikan informasi berkala
mengenai kondisi bank secara menyeluruh, termasuk perkembangan usaha dan
kinerja bank.
2.1.10 Tingkat Kesehatan Bank
Menurut Triandaru (2008:51) tingkat kesehatan bank dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan
secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan
cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank
juga merupakan cerminan kondisi dan kinerja bank. Sesuai UU Nomor 10 Tahun
30
1998 tentang perbankan, bank wajib memelihara kesehatannya sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas dan likuiditas serta aspek lain yang berkaitan dengan usaha bank dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Menurut Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor: 6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004 penilaian tingkat kesehatan bank merupakan penilaian atas berbagai
aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank. Penilaian
kesehatan bank ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif pada aspek-aspek
permodalan (Capital), kualitas asset (Asset Quality), manajemen (Management),
rentabilitas (Earning), likuiditas (Liquidity) dan sensitivitas terhadap risiko pasar
(Sensitivity to Market Risk) atau yang lebih dikenal dengan CAMELS.
Sejalan dengan perkembangan industri perbankan yang semakin maju dan
tingkat risiko yang dihadapi bank semakin kompleks, maka metode CAMEL
dianggap belum mampu menilai secara menyeluruh tingkat kesehatan perbankan.
Oleh sebab itu, dilakukan penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan bank
dengan pendekatan berdasarkan risiko dan menyesuaikan dengan faktor-faktor
tingkat
kesehatan
bank
lainnya.
Penyempurnaan
ini
dilakukan
untuk
mengefektifkan penilaian tingkat kesehatan bank dalam mengevaluasi kinerja
bank termasuk dalam penerapan manajemen risiko dengan fokus pada risiko yang
signifikan dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku (Sutardisa, 2013).
Berdasarkan PBI No. 13/1/PBI/2011 tentang penilaian tingkat kesehatan
bank umum, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan
menggunakan pendekatan berdasarkan risiko. Penilaian tingkat kesehatan bank ini
31
dilakukan secara individual maupun secara konsolidasi melalui aspek-aspek profil
risiko (risk profile), tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG),
rentabilitas (earnings), dan permodalan (capital) atau yang lebih dikenal dengan
penilaian variabel RGEC. Prinsip-prinsip umum yang harus diperhatikan
manajemen bank dalam menilai tingkat kesehatan bank adalah berorientasi risiko,
proporsionalitas, materialitas dan signifikansi serta komprehensif dan terstruktur
(SE BINo.13/24/DPNP).
Bagi investor bank dalam keadaan sehat memiliki potensi dalam
menghasilkan keuntungan yang besar dan meningkatkan usahanya, sehingga dapat
menjadi daya tarik investor yang berdampak pada tingginya nilai asset-aset yang
diperdagangkan misalnya saham. Kepuasan investor terhadap suatu saham
tercermin dalam kinerja saham di bursa efek. Semakin investor puas terhadap
saham, maka saham tersebut akan semakin aktif diperdagangkan yang secara
otomatis meningkatkan likuiditasnya dan harga sahamnya.
Menurut Sutian (2010) dalam menerbitkan saham perusahaan dituntut
untuk bisa menunjukan bahwa perusahaan adalah perusahaan yang prospektif agar
saham yang ditawarkan dapat diserap oleh pasar (investor potensial). Untuk
perbankan, prospek tersebut ditandai dengan sehatnya kondisi keuangan bank.
Oleh karena itu, perusahaan perbankan harus tetap menjaga tingkat kesehatan/
kinerjan perusahaannya berdasarkan ketentuan dari Bank Indonesia melalui
penilaian variabel tingkat kesehatan bank.
32
2.1.11 Risk Profile (Profil Risiko)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 pasal 7 ayat 1
penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren
dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank. Adapun risiko
yang dinilai terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko
likuiditas, risiko hukum, risiko strategik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi.
Berikut ini penjelasan dari masing-masing risiko tersebut.
1) Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada bank yang terdapat pada seluruh aktivitas bank yang
kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer),
atau kinerja peminjam dana (borrower).
2) Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif.
Risiko pasar meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan
risiko komoditas.
3) Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko akibat tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem dan adanya kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional bank.
4) Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan dari
33
aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan. Risiko likuiditas juga dapat
disebabkan oleh ketidakmampuan bank melikuidasi aset karena tidak adanya
pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah.
5) Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan
kelemahan aspek yuridis seperti ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendasari, dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai.
6) Risiko Strategik
Risiko strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan bank dalam
mengambil keputusan dan pelaksanaan suatu keputusan strategik serta kegagalan
dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
7) Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi
dan tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku.
8) Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan
pemegang saham yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
Hasil penilaian bank terhadap profil risikonya berupa peringkat. Peringkat
profil risiko merupakan kombinasi antara peringkat risiko inheren (low, low to
moderate, moderate, moderate to high dan high) dengan peringkat kualitas
penerapan manajemen risiko (strong, statisfactory, fair, marginal, dan
34
unsatisfactory). Berikut ini indikator penilaian profil risiko berdasarkan PBI No.
13/1/PBI/2011 yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1
Penilaian Tingkat Profil Risiko dengan Penilaian terhadap
Risiko Inheren dan Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Kualitas Penerapan Manajemen Risiko
Risiko Inheren
Strong
Satisfactory
Fair
Marginal
Unsatisfactory
Low
1
1
2
3
3
Low to moderate
1
2
2
3
4
Moderate
2
2
3
4
4
Moderate to high
2
3
4
4
5
High
3
3
4
5
5
Sumber : PBI No. 13/1/PBI/2011
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, profil risiko bank yang termasuk peringkat
1 pada umumnya memiliki risiko yang tergolong sangat rendah (low) dengan
kualitas penerapan manajemen risiko sangat memadai (strong). Peringkat 2
dimiliki oleh bank yang risikonya tergolong rendah (low to moderate) dengan
kualitas penerapan manajemen risiko memadai (satisfactory). Profil risiko bank
pada peringkat 3 memiliki risiko yang tergolong cukup tinggi (moderate) dengan
kualitas penerapan manajemen risiko yang cukup memadai (fair). Profil risiko
bank yang memiliki peringkat 4 pada umumnya memiliki risiko yang tergolong
tinggi (moderate to high) dengan kualitas penerapan manajemen risiko kurang
memadai (marginal). Sedangkan, profil risiko bank yang termasuk peringkat 5
pada umumnya memiliki risiko yang tergolong sangat tinggi (high) dengan
kualitas penerapan manajemen risiko tidak memadai (unsatisfactory).
35
Berdasarkan uraian di atas, bank dengan profil risiko yang tinggi
(peringkat 5) mencerminkan bank tersebut tengah menghadapi risiko yang tinggi
(high) dalam kegiatan operasionalnya sedangkan kualitas penerapan manajemen
risikonya tidak memadai (unstatisfactory). Hal ini berarti perusahaan perbankan
dalam keadaan bermasalah. Perusahaan dalam keadaan ini membuat investor takut
untuk berinvestasi. Kheder (2013) menyatakan bahwa sinyal profil risiko yang
tinggi bisa menjadi bad news bagi investor. Dampak yang akan terjadi adalah
penurunan minat investor akan saham perbankan sehingga permintaan akan
sahamnya kecil dan harga sahamnya pun akan turun. Oleh karena itu, semakin
kecil profil risiko perbankan maka semakin baik pula kondisi perbankan tersebut
dari sisi risiko yang dihadapi dan penerapan manajemen risikonya.
2.1.14 Good Corporate Governance (GCG)
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Tadikapury
(2011) mendefinisikan Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal
dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan utama
GCG adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan yaitu stakeholders (Samontaroy, 2010).
Prinsip-prinsip GCG menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor: Per-01/Mbu/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola
36
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada pasal 3 yaitu :
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian dan kewajaran.
Berdasarkan SE BI No.15/15/DPNP/2013 bank harus melakukan penilaian sendiri
(self assessment) secara berkala terhadap 11 faktor pelaksanaan GCG. Penilaian
tersebut meliputi: pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris,
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, kelengkapan dan pelaksanaan
tugas komite-komite, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi
kepatuhan bank, penerapan fungsi audit intern, penerapan fungsi audit ekstern,
penerapan fungsi manajemen risiko dan pengendalian intern, penyediaan dana
kepada pihak terkait (related party) dan debitur besar (large exposures),
transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan
laporan internal dan rencana strategis bank.
Hasil penilaian terhadap faktor GCG adalah berupa peringkat komposit
yang terdiri dari 5 peringkat. Berikut ini peringkat komposit GCG menurut SE BI
No. 13/24/DPNP th 2011 :
Tabel 2.2
Peringkat Komposit Komponen GCG
Peringkat
Predikat
1
Sangat Sehat
2
Sehat
3
Cukup Sehat
4
Kurang Sehat
5
Tidak Sehat
Sumber : Lampiran SE BI No. 13/24/DPNP th 2011
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas semakin tinggi peringkat GCG
menunjukkan bahwa perusahaan sedang dalam keadaan bermasalah dan
mekanisme GCG tidak diimplementasikan dengan baik dan sebaliknya. Baik
37
buruknya implementasi GCG akan mempengaruhi kinerja perusahaan itu sediri.
Bagi para pemegang saham dan kreditur mekanisme corporate governance yang
baik akan memberikan perlindungan untuk memperoleh kembali atas investasi
dengan wajar, tepat dan seefisien mungkin, serta memastikan bahwa manajemen
bertindak sebaik yang dilakukannya untuk kepentingan perusahaan.
Pelaksanaan good corporate governance yang baik dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku, akan membuat investor memberikan respon positif
terhadap kinerja perusahaan, bahwa dana yang diinvestasikan dalam perusahaan
yang bersangkutan akan dikelola dengan baik dan kepentingan investor akan
aman. Kepercayaan investor pada manajemen perusahaan memberikan pengaruh
kepada perusahaan melalui peningkatan harga sahamnya di pasar modal.
2.1.15 Earning (Profitabilitas)
Rentabilitas adalah kemampuan bank untuk menghasilkan laba, yang dapat
dinilai berdasarkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penilaian terhadap
rentabilitas dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur,
stabilitas rentabilitas bank, dan perbandingan kinerja bank dengan kinerja per
grup. Rentabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal
dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal
yang digunakan dalam operasi. Adapun rasio yang digunakan dalam mengukur
rentabilitas dalam penelitian ini, yaitu rasio Return on Asset (ROA) dan Net
Interest Margin (NIM).
38
1) Return on Asset (ROA)
ROA adalah rasio yang menunjukan perbandingan antara laba (sebelum
pajak) dengan total asset bank, rasio ini menunjukan tingkat efisiensi pengelolaan
asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan (Riyadi, 2006:156). Secara
matematis rasio ROA dapat dirumuskan sebagai berikut :
( )
Penilaian terhadap ROA perbankan mengacu pada standar PBI No. 13/ 1/
PBI/ 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum yaitu :
Tabel 2.3 Peringkat Komposit Komponen ROA
Peringkat
Komposit
Bobot
(PK)
PK 1
2% < ROA
PK 2
1,25% < ROA = 2%
PK 3
0,5% < ROA = 1,25%
PK 4
0% < ROA = 0,5%
PK 5
ROA = 0% ( atau negatif )
Sumber: Lampiran SE BI No. 13/24/DPNP th 2011
Predikat
Sangat Sehat
Sehat
Cukup Sehat
Kurang Sehat
Tidak Sehat
Berdasarkan Tabel 2.3 di atas semakin besar ROA berarti bank dalam
keadaan kinerja yang sehat. Hal ini menunjukkan semakin besar pula kemampuan
perusahaan menghasilkan laba atas asset yang dimilikinya dan sebaliknya.
Kegunaan laba bagi investor adalah untuk menyediakan prediksi arus kas dan
keuntungan di masa yang akan datang. Bagi investor saham prediksi ini
merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan keputusan
investasi karena menunjukkan besarnya keuntungan yang dapat dihasilkan dari
investasinya pada perusahaan.
39
Apabila perusahaan dapat menghasilkan ROA tinggi, maka investor
menganggap bahwa perusahaan telah menggunakan assetnya dengan seefisien dan
seefektif mungkin, berarti akan memberikan jaminan pada investor untuk
memperoleh laba yang diharapkan. Dampak yang timbul adalah minat investor
terhadap saham perusahaan semakin tinggi dan mendorong pula kenaikan
likuiditas sahamnya. Sebaliknya jika ROA perusahaan turun maka akan
menyebabkan likuiditas saham stagnan, bahkan turun dan mengurangi minat
investor untuk membeli saham perusahaan (Kusumawati, 2009).
Menurut Dendawijaya (2010), semakin besar ROA suatu bank, maka
semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Dengan
pencapaian laba yang tinggi, maka investor dapat mengharapkan keuntungan dari
dividen karena pada hakekatnya dalam ekonomi konvensional, motif investasi
adalah untuk memperoleh laba yang tinggi, maka apabila suatu saham
menghasilkan dividen yang tinggi ketertarikan investor juga akan meningkat,
sehingga kondisi tersebut akan berdampak pada peningkatan harga saham.
2) Net Interest Margin (NIM)
NIM merupakan rasio yang menggambarkan tingkat jumlah pendapatan
bunga bersih yang diperoleh dengan menggunakan aktiva produktif yang dimiliki
oleh bank. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkatnya pendapatan
bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Amalia dan Herdiningtyas, 2005). Jadi
semakin besar nilai NIM maka akan semakin besar pula keuntungan yang
40
diperoleh dari pendapatan bunga dan akan berpengaruh pada kenaikan harga
saham. Secara matematis maka rasio NIM dapat dirumuskan sebagai berikut :
( )
Penilaian terhadap rasio NIM perbankan mengacu pada standar yang telah
ditetapkan PBI No. 13/ 1/ PBI/ 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank
umum yaitu:
Tabel 2.4 Peringkat Komposit Komponen NIM
Peringkat Komposit
Bobot
(PK)
PK 1
5% < NIM
PK 2
2% < NIM = 5%
PK 3
1,5% < NIM = 2%
PK 4
0% < NIM = 1,5%
PK 5
Negatif
Sumber: Lampiran SE BI No. 13/24/DPNP th 2011
Predikat
Sangat Sehat
Sehat
Cukup Sehat
Kurang Sehat
Tidak Sehat
Berdasarkan Tabel 2.4 di atas semakin tinggi rasio NIM maka semakin
sehat dan baik kinerja perusahaan perbankan dari segi kemampuan bank
menghasilkan pendapatan bunga. Peningkatan NIM menandakan bahwa
perbankan mampu meningkatkan pendapatan bunga bersih atau pihak perbankan
mampu memperbesar spread antara suku bunga kredit dengan suku bunga dana.
Spread bunga perbankan yang tinggi ini dapat menjadi sinyal positif bagi para
pelaku pasar modal terutama investor saham. Dampak yang terjadi adalah investor
akan mulai mempertimbangkan untuk berinvestasi pada perbankan dengan spread
yang tinggi dan kecenderungan investor akan memilih investasi dengan melihat
kondisi perusahaan yang tidak bermasalah (Setyawan, 2012). Jadi, semakin baik
kinerja NIM, maka semakin tinggi minat investor untuk berinvestasi pada
41
perbankan. Hal ini senantiasa berdampak pada peningkatan harga saham yang
ditawarkan perbankan di pasar modal.
2.1.16
Capital (Kecukupan Modal)
Secara umum modal adalah sejumlah dana yang ditanamkan kedalam
suatu perusahaan oleh para pemiliknya untuk pembentukan suatu badan usaha dan
menghendaki agar uang yang ditanamkannya memberikan hasil. Sedangkan
modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian
badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping
untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter (Taswan dalam
Wati., dkk, 2014)
Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan
permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Bank wajib mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) bagi bank umum dalam melakukan perhitungan permodalan.
Selain itu, bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan profil risiko
bank. Semakin tinggi risiko bank, semakin besar modal yang harus disediakan
untuk mengantisipasi risiko tersebut.
Rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang
dimiliki bank adalah Capital Adequacy Ratio (CAR). Menurut Riyadi (2006:161)
CAR adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki
oleh bank. Minimal CAR yang harus dimiliki bank adalah sebesar 8% dari Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), atau ditambahkan dengan risiko pasar,
42
risiko operasional dan risiko kredit. ATMR adalah nilai total masing-masing
aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut.
Secara matematis maka rasio CAR dapat dirumuskan sebagai berikut :
( )
Penilaian terhadap permodalan perbankan menggunakan rasio CAR
didasarkan oleh standar PBI No.13/1/PBI/2011 tentang penilaian tingkat
kesehatan bank umum yaitu:
Tabel 2.5 Peringkat Komposit Komponen CAR
Peringkat Komposi (PK)
Bobot
PK 1
12% < CAR
PK 2
9% < CAR = 12%
PK 3
8% < CAR = 9%
PK 4
5% < CAR = 8%
PK 5
Negatif
Sumber : Lampiran SE BI No. 13/24/DPNP th 2011
Predikat
Sangat Sehat
Sehat
Cukup Sehat
Kurang Sehat
Tidak Sehat
Menurut Siamat (1998:84), semakin besar CAR yang dimiliki oleh suatu
bank maka kinerja bank tersebut akan semakin baik. Permasalahan modal
umumnya adalah berapa modal yang harus disediakan oleh pemilik sehingga
keamanan pihak ketiga dapat terjaga. CAR bank yang tinggi berarti bank tersebut
semakin solvable, bank memiliki modal yang cukup guna menjalankan usahanya
sehingga akan meningkatkan keuntungan perusahaan.
Menurut Zulfa (2013) CAR juga dihubungkan dengan tingkat risiko bank,
semakin tinggi nilai rasio CAR maka akan semakin rendah tingkat risiko yang
dimiliki perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk
berinvestasi pada suatu bank. Hal ini akan mempengaruhi permintaan akan saham
43
karena investor yakin bahwa perusahaan akan mampu memberikan return
optimal. Apabila permintaan akan saham perbankan meningkat, maka akan terjadi
peningkatan pula pada harga saham yang ditawarkan.
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan (Sugiyono, 2013:96). Berdasarkan tinjauan teori serta penelitian
sebelumnya yang telah diuraikandi atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Pengaruh Risk Profile (Profil Risiko) Terhadap Harga Saham
Variabel profil risiko digunakan untuk menilai risiko inheren dan kualitas
penerapan manajemen risiko dalam operasional bank. Menurut Kheder (2013)
teori sinyal profil risiko perusahaan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
harga saham sehingga hal tersebut akan berpengaruh pada nilai pemegang saham
dan tingkat pengembalian yang diharapkan begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai
dengan PBI No. 13/1/PBI/2011 yang menyatakan bank dengan peringkat profil
risiko tinggi (peringkat 5) menunjukkan bahwa bank tersebut memiliki risiko yang
tergolong tinggi (high risk) dengan kualitas penerapan manajemen risiko yang
tidak memadai (unstatisfactory). Oleh sebab itu, perusahaan dengan profil risiko
yang tinggi mencerminkan bahwa bank dalam keadaan bermasalah. Hal ini dapat
menjadi bad news bagi investor dan menyebabkan menurunnya permintaan
44
investor akan saham perbankan sehingga berdampak pada penurunan harga
sahamnya.
Penelitian Hendrayana dan Gerianta (2015) menunjukkan bahwa profil
risiko berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan harga saham
perbankan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Profil risiko berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham.
2) Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Harga Saham
GCG adalah tata kelola manajemen bank yang baik yang sangat
menentukan keberhasilan suatu bank dalam mengelola bank agar terus tumbuh
dan maju. Menurut SK BI No. 9/12/DPNP, semakin tinggi GCG maka kualitas
manajemen dalam menjalankan operasional bank sangat baik sehingga bank bisa
mendapatkan laba. Hal ini mampu menjadi good news bagi investor karena
investor percaya bahwa perusahaan yang pengelolaannya baik berarti mampu
menjaga serta mengelola dana yang dititipkan dengan baik pula sehingga mampu
menghasilkan laba. Kepercayaan investor ini akan tercermin melalui peningkatan
permintaannya akan saham perusahaan yang secara tidak langsung akan
mendorong kenaikan harga sahamnya.
Penelitian dari Malik (2012), Luu, et al. (2013), Kassar dan Mostafa
(2014) menunjukkan bahwa GCG berpengaruh positif dan signifikan terhadap
harga saham. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut :
45
H2 : GCG berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
3) Pengaruh Return On Assets (ROA) Terhadap Harga Saham
ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bank
dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang dimilikinya setelah disesuaikan
dengan biaya-biaya untuk mendanai asset tersebut. Menurut Kusumawati (2009)
semakin tinggi ROA, maka bank telah menggunakan assetnya dengan seefisien
dan seefektif mungkin sehingga mampu menghasilkan laba yang diharapkan.
Perusahaan dengan laba yang tinggi dan stabil mampu memberi jaminan pada
pemegang saham untuk memperoleh deviden yang tinggi pula. Hal ini bisa
menjadi good news bagi investor lainnya yang menginginkan laba tinggi dari
investasiya, sehingga menyebabkan minat investor akan semakin meningkat
terhadap saham yang ditawarkan dan harga saham perusahaan pun akan ikut
meningkat.
Hasil penelitian dari Kusumawati (2009) menemukan bahwa ROA dengan
nilai t-hitung < t-tabel dan tingkat signifikasi 0,000 < 0,05 yang berarti variabel
ROA secara parsial berpengaruh terhadap harga saham. Hendrayana dan Gerianta
(2015 ) juga menemukan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan pada
perubahan harga saham. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
H3 : ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
46
4) Pengaruh Net Interest Margin (NIM) Terhadap Harga Saham
Rasio NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga
bersih. Menurut Setyawan (2012) perusahaan dengan NIM yang besar dapat
menjadi sinyal positif bagi investor dalam menentukan keputusan investasi.
Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kemungkinan laba bank yang diperoleh
dari spread bunga kredit dan tabungan akan meningkat. Bank dengan pendapatan
bunga bersihnya yang tinggi mampu meningkatkan minat investor untuk
berinvestasi saham yang ditawarkan dan berdampak pada peningkatan harga
sahamnya.
Penelitian Hasan (2011) menunjukkan bahwa NIM mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4 : NIM berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
5) Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Harga Saham
CAR adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam kegiatan
perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Jika rasio CAR meningkat,
maka modal sendiri yang dimiliki bank meningkat sehingga tersedia dana murah
yang cukup besar untuk mempercepat pemberian kredit dan pengembangan. Hal
ini akan memberikan dampak pada peningkatan penilaian kinerja bank. Persepsi
pasar yang meningkat terhadap kinerja perbankan akan meningkatkan permintaan
47
saham sehingga akan dapat memicu meningkatnya harga saham dan pada
akhirnya akan meningkatkan return saham (Suardana, 2007).
Menurut Siamat (1993:56) besar kecilnya permodalan bank akan
mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan keuangan
bank yang bersangkutan. Semakin tinggi modal bank (CAR) berarti bank semakin
solvable dan memiliki modal yang cukup guna menjalankan usahanya sehingga
dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh sehingga akan menaikan harga
saham (Siamat, 1993:84)
Wijayanti (2010) dalam penelitiannya tentang analisis kinerja keuangan
dan harga saham perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan bahwa
nilai koefisien regresi CAR sebesar 5,257, artinya CAR mempunyai pengaruh
positif terhadap harga saham. Selain itu, penelitian Praditasari (2009) dan Haryetti
(2012) juga memperoleh hasil CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap
harga saham. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut :
H5 : CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
48
Download