Manajemen Risiko Bank Syariah

advertisement
Manajemen Risiko Bank Syariah
Written by Administrator
Tuesday, 08 May 2012 12:14 -
Pertengahan Desember ini ada dua pertemuan penting di Bahrain. Pertama, Rountable
Meeting yang dilaksanakan oleh Islamic Financial Services Board bersama bank sentral
Bahrain, yang membahas tentang manajemen risiko perbankan syariah.
Kedua, pertemuan
Dewan Syariah International Islamic Financial Market, yang membahas tentang mitigasi risiko
perbankan syariah melalui instrument hedging yang sesuai syariah.
Perkembangan industry keuangan syariah yang demikian masif di berbagai Negara, telah
mengantarkan industry ini pada kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya mengelola risiko
yang muncul atau diantisipasi akan muncul. Kecenderungan pengembangan produk-produk
keuangan syariah global yang mengambil produk-produk keuangan konvensional sebagai
basis, tentunya setelah dimodifikasi agar sesuai dengan syariah, menambah tinggi kesadaran
itu. Para pegiat keuangan syariah tentu tidak ingin industry keuangan syariah mengalami krisis
yang sama seperti yang terlah terjadi di keuangan konvensional.
Kedua pertemuan itu memberikan pesan yang sama, “melakukan sesuatu yang sesuai syariah
harus selalu diikuti dengan memilih yang terbaik diantara pilihan-pilihan sesuai syariah yang
ada”. Beberapa peserta mengangkat beberapa kasus produk keuangan yang syariah yang
akhirnya bermasalah. Produk keuangan syariah yang bermasalah itu dikembangkan dengan
mengambil basis produk keuangan konvensional. Ketika masalah sejenis itu terjadi di system
keuangan konvensional, mereka telah memiliki solusinya. Celakanya, ketika masalah sejenis
itu timbul di system keuangan syariah, solusi yang sama tidak dapat dilakukan di system
keuangan syariah. Lebih jelasnya, ketika terjadi gagal bayar di keuangan konvensional,
penerbitan produk derivatif dapat menjadi solusi sementara. Sedangkan di keuangan syariah
produk derivatif sulit untuk dimodifikasi menjadi produk yang sesuai syariah.
Kesadaran akan pengelolaan risiko pada perbankan syariah di Indonesia juga semakin baik. Kita ambil contoh produk gadai emas syariah. Selama lebih dari lima belas tahun perbankan
syariah beroperasi di Indonesia, produk gadai emas syariah tidak pernah mendapat perhatian
sebesar hari ini. Berbagai inovasi telah dilakukan oleh perbankan syariah sehingga produk
gadai emas syariah mengalami pertumbuhan yang fenomenal.
Produknya sendiri sangat sederhana dan mirip dengan produk yang ditawarkan Perum
Pegadaian yang telah dikenal di Indonesia sejak seratus tahun yang lalu. Seorang calon
nasabah memiliki emas dan membutuhkan uang tunai untuk suatu keperluan mendesak. Emas
digadaikan, nasabah menerima uang, emas dititipkan ke bank syariah, bank syariah
mengenakan biaya penitipan emas. Ketika jatuh tempo, nasabah menebus emasnya. 1/3
Manajemen Risiko Bank Syariah
Written by Administrator
Tuesday, 08 May 2012 12:14 -
Sesederhana itu. Tidak terdengar riuh rendah ketika produk ini mulai ditawarkan ke pasar. Kita katakan saja inilah tahap pertama dari perkembangan produk Gadai Emas Syariah.
Tahap kedua evolusi produk gadai emas syariah dimulai secara tidak sengaja. Ketika nasabah
yang seharusnya menebus emasnya pada saat jatuh tempo, ternyata tidak mampu untuk
menebusnya. Berbeda dengan kelaziman, bank syariah akan melakukan gadai ulang. Emas
tersebut secara prinsip ditebus nasabah, segera selanjutnya emas tersebut digadaikan kembali
ke bank. Nasabah membayar selisih antara uang tebusan yang harus dibayarnya dengan nilai
gadai ulang yang seharusnya diterimanya. Tentu dengan memperhitungkan juga biaya
penitipan emas yang harus dibayar nasabah.
Perubahan ke tahap kedua telah merubah profil risiko produk gadai emas. Bila proses gadai
ulang berlanjut kedua, ketiga, keempat dan seterusnya, maka risikonya bertambah besar mirip
dengan risiko fasilitas kredit evergreen di system bank konvensional. Risiko gadai emas
syariah dimana bank memegang emas sebagai jaminan setara dengan risiko kredit evergreen
back to back bank konvensional dengan jaminan deposito.
Tahap ketiga evolusi produk gadai emas syariah diawali dengan keinginan nasabah memiliki
lebih banyak emas. Ketika nasabah menerima uang hasil menggadaikan emasnya, ia membeli
emas berikutnya yang selanjutnya digadaikan juga ke bank. Biasanya dengan dengan
menambah sejumlah uang untuk kuantitas emas yang sama; atau bila tidak ingin menambah
sejumlah uang , nasabah membeli emas dengan kuantitas yang lebih kecil. Sama dengan
tahap kedua, pada saat jatuh tempo nasabah menggadai ulang emas-emasnya tersebut.
Risiko pada tahap ketiga ini sama sifatnya dengan risiko pada tahap kedua, hanya saja
besarannya lebih besar karena bertambah besarnya kuantitas emas yang digadaikan.
Dari segi keamanan bank, untuk meminimalkan kerugian ketika terjadi gagal bayar, memang
bank relatif aman karena memegang jaminan emas yang likuid. Hal ini sebenarnya sama
dengan kredit yang dijamin dengan deposito yang juga likuid. Namun jaminan ini tidak
mencegah terjadinya risiko gagal bayar, tidak juga merubah sifat risiko.
Rasio pembiayaan bermasalah di Perum Pegadaian memang kecil, begitu pula rasio yang
sama untuk produk gadai emas syariah di perbankan syariah. Namun semakin sering
2/3
Manajemen Risiko Bank Syariah
Written by Administrator
Tuesday, 08 May 2012 12:14 -
dilakukan proses gadai ulang, semakin besar risiko gagal bayar. Sehingga rasio yang kecil
pada tahap pertama evolusi kemungkinan besar akan meningkat pada tahap kedua bahkan
semakin besar lagi pada tahap ketiga evolusi produk ini. Risiko akan semakin besar bila
memasuki tahap keempat evolusi, yaitu ketika nasabah membeli emasnya secara cicilan pula.
Mari kita beralih ke produk lain, Ijarah Mumtahiya Bit Tamlik (IMBT). Produk ini sama
sederhananya. Nasabah ingin memiliki rumah, misalnya. Nasabah membayar cicilan bulanan,
besarnya dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kesepakatan. Pembayaran cicilan dari
nasabah ini, sebagian diakui sebagai pendapatan dan sebagian lagi dikumulasi untuk pada
akhirnya digunakan sebagai pelunasan kewajiban nasabah.
Risiko produk ini sebenarnya mirip dengan risiko financial leasing di system keuangan
konvensional, mirip dengan risiko kredit jangka panjang dengan cicilan pokok pada bank
konvensional. Namun sebagai produk syariah dengan paradigma syariah, tentu cara
pencatatan produk ini berbeda dengan yang konvensional.
Cicilan pokok nasabah untuk pelunasan dicatat sebagai biaya penyusutan yang akumulasinya
di akhir periode untuk pelunasan. Sifat risiko berubah ketika “biaya penyusutan pembiayaan
IMBT” ini dianggap sama dengan “biaya penyusutan aktiva tetap”. Implikasi pajaknya sangat
berbeda karena “biaya penyusutan pembiayaan IMBT” tidak dapat dianggap biaya dalam kaca
mata pajak sebagaimana “biaya penyusutan aktiva tetap”. Substansinya, ia adalah kumulasi
cicilan nasabah untuk melunasi kewajibannya.
Keinginan untuk meniru atau untuk berbeda dengan produk keuangan konvensional,
sama-sama menimbulkan risiko yang unik. Dua pertemuan di Bahrain itu merekomendasikan
pentingnya mengembangkan manajemen risiko khas keuangan syariah.
3/3
Download