Produktivitas Primer Fitoplankton di Teluk Bungus

advertisement
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Produktivitas Primer Fitoplankton di Teluk Bungus
Faurizki Fitra1)*), Indra Junaidi Zakaria1), Syamsuardi2)
Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Andalas
Koresponden : [email protected]
Abstrak. Studi mengenai produktivitas primer fitoplankton di Teluk Bungus dilakukan pada
Mei 2012. Tujuan studi ini untuk menentukan produktivitas primer fitoplankton dan
hubungannya dengan beberapa faktor lingkungan yang diukur. Van dorn water sampler
digunakan mengkoleksi sampel air untuk keperluan analisis klorofil-a dan fisika kimia
perairan. Produktivitas primer fitoplankton masih dikategorikan normal (bagus) dengan
kisaran kadar klorofil-a dari 0,07 to 0,66 mg/m3. Kadar klororfil-a berkorelasi positif secara
signifikan dengan salinitas.
Kata kunci: klorofil-a, produktivitas primer, fitoplankton
PENDAHULUAN
Perairan Teluk Bungus secara geometri
berbentuk pantai setengah tertutup dan
merupakan daerah estuari yang berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia.
Keberadaan
Samudera
Hindia
memungkinkan
terjadinya
proses
pencampuran massa air laut dengan air
tawar yang akan memberikan keuntungan
dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan
oleh
masyarakat
setempat.
Bentuk
pemanfaatan lain kawasan Teluk Bungus
yaitu pembangunan pelabuhan (perikanan,
penumpang,
Polair/TNI-AL,
terminal
transit BBM Pertamina), wisata pantai,
serta pembangunan PLTU Teluk Sirih yang
sedang berlangsung. Adanya berbagai
kegiatan tersebut akan berdampak terhadap
keadaan fisik perairan seperti suhu,
salinitas, pola arus, kekeruhan, dan
kestabilan garis pantai. Hal ini tentunya
juga akan berdampak terhadap komposisi
kimia hara perairan seperti amoniak, nitrit,
nitrat, ortofosfat, dan silika.
Apabila faktor abiotik terganggu maka
faktor biotik, terutama sekali fitoplankton
sebagai dasar rantai makanan akan ikut
terganggu.
Ketidakseimbangan
faktor
abiotik dengan biotik akan berpengaruh
terhadap kondisi perairan. Terganggunya
kondisi perairan dapat diketahui dari tingkat
kesuburan yang semakin rendah. Menurut,
kadar klorofil-a juga dapat digunakan
sebagai biomonitoring kualitas dan
kesuburan perairan (produktivitas perairan).
menyatakan, semua fitoplankton memiliki
klorofil terutama sekali klorofil-a. Klorofil
berfungsi sebagai katalisator dan penyerap
energi cahaya matahari Strickland, 1960 cit.
Dengan demikian proses produksi zat
organik dari zat anorganik dalam
fotosintesis tidak akan terjadi apabila tidak
ada klorofil. Semakin tinggi kadar klorofil
menandakan
tingginya
kelimpahan
fitoplankton di perairan. Kelimpahan
fitoplankton yang tinggi mengindikasikan
tingginya produktivitas primer di suatu
perairan. Menurut, kandungan klorofil
fitoplankton dipengaruhi oleh spesies,
kondisi tiap individu, waktu, dan intensitas
cahaya matahari. Selain itu juga
dipengaruhi kadar nitrat, fosfat, pengadukan
air, suhu, dan kualitas air. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan produktivitas
primer fitoplankton serta kaitannya dengan
beberapa faktor lingkungan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Teluk Bungus,
Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota
Padang, Sumatera Barat pada bulan Mei
2012 yang bertepatan dengan Musim
Peralihan I. Pencuplikan sampel dilakukan
Semirata 2013 FMIPA Unila |303
Faurizki Fitra: Produktivitas Primer Fitoplankton di Teluk Bungus
dari pukul 13.00 – 16.00 WIB. Hal ini
berdasarkan hasil penelitian. Pengambilan
sampel menggunakan metode purposive
random sampling pada enam stasiun.
Sampel air untuk analisis klorofil-a dan
fisika kimia perairan dicuplik dengan Van
Dorn water sampler. Pengukuran klorofil-a
mengikuti metode spektrofotometri Parson
et al. (1984) cit. dan dihitung dengan rumus
:
=
Keterangan :
E664 = absorbansi 664 – absorbansi 750 nm;
E647 = absorbansi 647 – absorbansi 750 nm; E630
= absorbansi 630 – absorbansi 750 nm; Ve =
volume ekstrak aseton (ml); Vs = volume
contoh air yang disaring (liter); d = lebar
diameter kuvet 1 cm, panjang kuvet 10 cm.
Selanjutnya
pengukuran
suhu,
kecerahan, pH, salinitas, dan oksigen
terlarut dilakukan secara‖in situ‖. Di
laboratorium dilakukan pengukuran BOD5
dengan metode titrasi Winkler, pengukuran
amoniak, nitrit, nitrat, ortofosfat dengan
metode spektrofotometri, serta silika
dengan spektrofotometri serapan atom
(SSA). Untuk mengetahui hubungan
klorofil-a
dengan
beberapa
faktor
lingkungan perairan (kecerahan air,
salinitas, nitrat, ortofosfat, kepadatan),
dianalisis dengan regresi linear sederhana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar klorofil-a pada saat pengamatan di
Teluk Bungus berkisar dari 0,07 mg/m3
(stasiun 4) – 0,66 mg/m3 (stasiun 5).
Sedangkan kadar klorofil-a pada stasiun 1,
2, 3, dan 6 masing-masing 0,21 mg/m3;
0,29 mg/m3; 0,15 mg/m3; 0,43 mg/m3.
Berdasarkan nilai tersebut, kondisi perairan
Teluk Bungus masih dalam keadaan normal
(bagus). Bohlen & Boynton (1966) cit,
memberikan kriteria untuk perairan teluk
304|Semirata 2013 FMIPA Unila
dan muara dengan kadar klorofil-a < 15
mg/m3 dikategorikan ke dalam kondisi yang
bagus, 15 – 30 mg/m3 kategori sedang dan
> 30 mg/m3 dikategorikan ke dalam kondisi
perairan yang buruk. Nilai kadar klorofil-a
ini lebih rendah jika dibandingkan dengan
hasil penelitian di Perairan Lease Maluku
Tengah, di Teluk Jakarta, serta di Teluk
Toli-Toli. Nilai kadar klorofil-a dari
masing-masing penelitian tersebut adalah
0,94 mg/m3; 31,37 mg/m3; 2,43 mg/m3. Hal
ini diduga rendahnya ketersediaan nutrien
(nitrat dan fosfat) yang berimplikasi
terhadap rendahnya komposisi spesies
fitoplankton yang didapatkan di Teluk
Bungus. Menurut, kondisi lingkungan
seperti ketersediaan nutrien dan komposisi
spesies fitopankton akan mempengaruhi
kandungan klorofil. Disamping itu,
menambahkan
bahwa
perubahan
konsentrasi korofil-a dipengaruhi oleh
beberapa faktor pertumbuhan fitoplankton
yaitu intensitas sinar matahari, konsentrasi
nutrien (nitrat dan fosfat), pengadukan air,
suhu, serta kualitas air.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat nilai
fisika kimia perairan Teluk Bungus setiap
stasiun pengamatan. Suhu permukaan
perairan berkisar dari 30 – 32oC. Perbedaan
suhu perairan terjadi karena adanya
perbedaan energi matahari yang diterima
oleh perairan, berpendapat, suhu di perairan
tropis umumnya berkisar dari 25,6 – 32,3
o
C. Tingkat kecerahan air berkisar dari 2 –
12 m. Kecerahan air tertinggi terdapat pada
stasiun 6 (12 m) dan terendah pada stasiun
1 dan 3 masing-masing 2 m. Tingginya
kecerahan air pada stasiun 6 diduga karena
masih minimnya aktivitas pembangunan
disekitar kawasan. Salinitas berkisar dari 9
– 35 %‎o. Salinitas tertinggi didapatkan pada
stasiun 2 (35 %0) sedangkan terendah pada
stasiun 4 (9 %0). Stasiun 2 merupakan
kawasan Pulau Kasiak di teluk bagian
tengah yang letaknya relatif jauh dari muara
sungai sehingga memiliki salinitas air laut
pada umumnya. Sedangkan stasiun yang
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
berdekatan dengan muara sungai memiliki
salinitas rendah bahkan kurang dari 10 %o.
Selanjutnya nilai pH air permukaan
berkisar dari 6 – 7. Nilai pH terendah
teramati pada stasiun 4 (kawasan pelabuhan
transit BBM Pertamina) dengan pH 6. Nilai
pH air laut tersebut lebih rendah dari pH di
perairan laut pada umumnya. Air laut
umumnya memiliki pH di atas 7 yang
berarti bersifat basa, namun dalam kondisi
tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah
sehingga bersifat asam. Menurut pH air laut
permukaan untuk perairan Indonesia
berkisar antara 6 – 8,5. Selanjutnya
konsentrasi oksigen terlarut berkisar dari
2,63 ppm (stasiun 2) – 4,45 ppm (stasiun 6).
Nilai BOD5 air permukaan berkisar dari
1,92 ppm (stasiun 2) – 3,64 ppm (stasiun 6).
Hasil pengamatan kadar amonia air
permukaan berkisar dari 0,02 mg/l (stasiun
1) – 0,04 mg/l (stasiun 2 dan 5). Kadar nitrit
berkisar dari 0,04 mg/l (stasiun 3, 5, 6) –
0,07 mg/l (stasiun 2). Sedangkan kadar
nitrat berkisar dari 0,02 mg/l (stasiun 5) –
0,25 mg/l (stasiun 3). Kadar ortofosfat
berkisar dari 0,05 mg/l (stasiun 5 dan 6) –
0,08 mg/l (stasiun 2). Kadar silika berkisar
dari ttd – 0,01 mg/l. Tidak terdeteksinya
kadar silika pada beberapa stasiun (1, 2, 3,
4) diduga rendahnya kadar silika di perairan
Teluk Bungus sehingga tidak mampu
dideteksi oleh alat yang digunakan (sesuai
dengan
metode
yang
digunakan).
Berdasarkan
analisis
regresi
linear
sederhana antara klorofil-a dengan beberapa
parameter
lingkungan
yang
diukur
(kecerahan, salinitas, nitrat, ortofosfat,
kepadatan), didapatkan hasil klorofil-a
berkorelasi positif secara signifikan dengan
salinitas. Nilai koefisien korelasi (r) = 0,88
dan koefisien determinasi (r2) = 0,78 serta p
hitung (0,007) < p 0,05.
KESIMPULAN
Produktivitas
primer
fitoplankton
termasuk dalam kategori normal (bagus)
dengan kadar klorofil-a berkisar dari 0,07 –
0,66 mg/m3. Kadar klorofil-a fitoplankton
berkorelasi positif secara signifikan dengan
salinitas.
DAFTAR PUSTAKA
Afdal dan S.H. Riyono. 2008. Sebaran
Klorofil-a dan Hubungannya dengan
Eutrofikasi di Perairan Teluk Jakarta.
Jurnal Oseana dan Limnologi Indonesia
34 (3).
APHA. 1992. Standard Methods for the
Examination of Water and Waste Water.
18th ed. American Public Health
Association. Washington DC.
Castro, P. and M.E. Huber. 2007. Marine
Biology. Sixth ed. McGraw-Hill
Companies Inc. New York.
Darlan, Y dan U. Kamiludin. 2008.
Penelitian Lingkungan Pantai Dan
Logam Berat Perairan Padang Pariaman
dan Bungus Teluk Kabung, Sumatera
Barat. Jurnal Geologi Kelautan 6 (1).
Estuarine Science. 2011. Chlorophyll a.
United States Environmental Protection
Agency. Narragansett Bay Commission.
University
of Rhode
Island
Office of
Marine
Program
http://omp.gso.uri.edu/ompweb/doee/sci
ence/physical/chchlor1.htm.
27
Desember 2011.
Forever
Green.
2010.
Marine
Phytoplankton a Super Food. Science
MarinePhytoplankton.ResearchDocumen
ts.http://www.mycashmiracle.com/Scien
ceandResearch.pdf.
27
Desember
2011Ilahude, A.G., dan S. Liasaputra.
1980. Sebaran Normal Parameter
Hidrologi di Teluk Jakarta. Dalam :
Teluk Jakarta, Pengkajian Fisika, Kimia,
Biologi, dan Geologi (A. Nontji dan A.
Djamali eds.). LON-LIPI. Jakarta.
Semirata 2013 FMIPA Unila |305
Faurizki Fitra: Produktivitas Primer Fitoplankton di Teluk Bungus
Hasanudin, M. 2000. Distribusi Suhu dan
Salinitas di Perairan Teluk Bayur dan
Teluk Bungus, Sumatera Barat. Kajian
Tentang Zat Hara serta Kaitannya
dengan Lingkungan dan Sumber Daya
Hayati. Laporan Proyek Inventarisasi
Dan Evaluasi Potensi Laut – Pesisir.
Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Oseanologi. LIPI. Jakarta.
Ilahude, A.G., dan S. Liasaputra. 1980.
Sebaran Normal Parameter Hidrologi di
Teluk Jakarta. Dalam : Teluk Jakarta,
Pengkajian Fisika, Kimia, Biologi, dan
Geologi (A. Nontji dan A. Djamali eds.).
LON-LIPI. Jakarta.
Krismono. 2010. Hubungan Antara
Kualitas Air Dengan Klorofil-a Dan
Pengaruhnya Terhadap Populasi Ikan Di
Perairan Danau Limboto. Jurnal
Limnotek 17 (2) .
Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi
Tanpa Keberadaan Plankton. Pusat
Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Riyono, S.H. 1997. Metode Analisis Air
Laut, Sedimen Dan Biota. Buku 2. Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Oseanografi. LIPI. Jakarta.
. 2007. Beberapa Sifat
Umum Dari Klorofil Fitoplankton. Jurnal
Oseana XXXII (1).
306|Semirata 2013 FMIPA Unila
Romimohtarto, K. 1988. Pengantar
Pemantau Pencemaran Laut. Status
Pencemaran Laut Indonesia dan Teknik
Pemantaunya. LIPI Jakarta.
Sediadi, A dan Edward. 2000. Kandungan
Klorofil-a Fitoplankton Di Perairan
Pulau-Pulau Lease Maluku Tengah.
Makalah dalam Seminar Nasional
Pendayagunaan Sumberdaya Hayati
Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
tanggal 3 Juni 2000 di Salatiga.
Puslitbang Oseanografi LIPI.
Simanjuntak, M. 2000. Kondisi Oksigen
Terlarut Di Perairan Teluk Bayur Dan
Teluk Bungus, Sumatera Barat. Kajian
Tentang Zat Hara Serta Kaitannya
Dengan Lingkungan Dan Sumber Daya
Hayati. Laporan Proyek Inventarisasi
Dan Evaluasi Potensi Laut – Pesisir.
Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Oseanologi. LIPI. Jakarta.
Tambaru, R dan Samawi, M.F. 2008.
Penentuan Selang Waktu Inkubasi Yang
Terbaik
Dalam
Pengukuran
Produktivitas Primer Di Perairan
Kepulauan Spermonde. Jurnal Torani 18
(3).
Wirastriya, A. 2011.
Pola Distribusi
Klorofil-a dan Total Suspended Solid
(TSS) di Teluk Toli-Toli, Sulawesi.
Buletin Oseanografi Marina 1137 (149).
Download