3 TINJAUAN PUSTAKA Jagung Deskripsi Jagung Jagung (Zea mays L.) termasuk dalam genus Zea, subfamili Panicoidea, famili Poaceae, dan ordo Tripsaceae. Tanaman jagung berakar serabut, menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang 25 cm. Akar jagung menyebar pada lapisan olah tanah. Bentuk sitem perakaran jagung sangat bervariasi. Batang jagung berwarna hijau sampai keunguan, berbentuk bulat dengan penampang melintang selebar 2-2.5 cm. Tinggi tanaman jagung bervariasi antara 125-150 cm. Batang jagung berbuku-buku yang dibatasi oleh ruas-ruas. Kedudukan daun jagung adalah distik (dua baring daun tunggal yang keluar dalam kedudukan berselang), dengan pelepah-pelepah daun saling bertindih dan daunnya lebar yang relatif panjang dengan ujung daun meruncing (Suprapto dan Marzuki, 2002). Jagung adalah tanaman menyerbuk silang dan monociauos, memiliki bunga jantan dan betina yang terpisah tapi pada tanaman yang sama. Biasanya bunga jantan berada pada ujung atas batang sedangkan bunga betinanya berada di buku bagian bawah batang. Bunga betina yang telah diserbuki dan berkembang akan memiliki 300-1000 biji (kernel) yang tersusun berbaris sepanjang tongkolnya (Farnham et. al., 2007) Syarat Tumbuh Tanaman jagung tidak memerlukan tanah dengan persyaratan yang khusus. Namun tanaman jagung akan menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang paling baik jika ditanam pada tanah yang memiliki drainase dan aerasi yang baik serta memiliki bahan organik dan unsur hara tersedia yang cukup. Kisaran pH yang sesuai yaitu 5.6-7.5. Tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol, latosol, grumosol dan tanah berpasir. Tanah yang berlempung atau liat (latosol) berdebu merupakan tanah yang paling baik untuk pertumbuhan jagung. Kemiringan tanah maksimum yaitu 8 % (Purwono dan Purnamawati, 2008). 4 Jagung dapat tumbuh dari daerah tropis sampai daerah temperet (0º-50º LU dan 0º-40º LS). Kebutuhan air selama masa pertumbuhan yaitu 600-900 mm atau 85-200 mm/bulan secara merata. Suhu yang sesuai yaitu 21oC-34ºC dan ketinggian 0-3000 m dpl (Purwono dan Purnamawati, 2008) Mulsa Mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian. Mulsa berdasarkan bahan dan cara pembuatannya dibedakan menjadi mulsa organik, mulsa anorganik, dan mulsa kimia sintesis. Mulsa oragnik meliputi sisa-sisa hasil pertanian, mulsa anorganik meliputi bahan batuan dengan berbagai ukuran dan bentuk, dan mulsa kimia sintesis meliputi bahan plastik dan bahan kimia lainnya (Umboh, 2000). Pemberian mulsa dapat meningkatkan hasil tanaman budidaya. Pemberian mulsa alang-alang sebanyak 6 ton/ha meningkatkan jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi, dan berat kering biji per petak tanaman kacang kedelai (Fahrurrozi et al., 2005). Pada tanaman kentang pemberian mulsa dapat meningkatkan laju pertumbuhan relatif dan produksi umbi. Hal ini dikarenakan pemberian mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga tanaman tidak berkompetisi untuk memanfaatkan sinar matahari dan menyerap unsur hara (Umboh, 2000). Pemberian mulsa juga dapat menyuburkan tanah. Mulsa dapat menjaga kestabilan agregat dan kimia tanah, menjaga ketersediaan air tanah dan menjaga suhu tanah, meningkatkan ketersediaan unsur K dalam tanah, dan mencegah pencucian nitrogen (Fahrurrozi et al., 2005; Umboh, 2000 dan Sudadi et. al., 2007). Pengaruh Mulsa Terhadap Gulma Penggunaan mulsa alang-alang (Imperata cylindrica) dapat menekan petumbuhan gulma. Salah satu mekanisme mulsa alang-alang menekan pertumbuhan gulma yaitu dengan mempengaruhi cahaya. Menurut Sukman dan Yakup (2002) mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan 5 tanah dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta beberapa jenis gulma dewasa mati. Mekanisme lain mulsa alang-alang menekan gulma yaitu dengan adanya senyawa alelopati yang dikandung oleh alang-alang. International Allelopathy Society mendefinisikan alelopati sebagai semua proses termasuk metobolit sekunder yang dihasilkan tanaman, mikroorganisme, virus dan fungi yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta sistem biologi (kecuali hewan), baik pengaruhnya positif maupun negatif (Lux-Endrich and Hock, 2005). Hasil penelitian Utomo (1985) menunjukkan bahwa senyawa alelopati yang dikandung alang-alang dapat menekan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Hal ini antara lain disebabkan oleh kandungan asam vanillat yang terkandung dalam rimpang alang-alang. Asam vanillat mampu mereduksi kandungan klorofil dan mengacaukan konduktivitas stomata daun kedelai. Akibatnya proses fotosintesis tanaman kedelai terganggu. Fenomena alelopati selain dalam tataran keilmuan juga memiliki implikasi praktis untuk diterapkan dalam sistem produksi pertanian. Senyawa alelopati dari tanaman, gulma, residu tumbuhan maupun mikroorganisme dapat dimanfaatkan bagi tujuan pengendalian gulma, patogen dan hama tanaman dalam mendukung teknologi budi daya tanaman ramah lingkungan pada sisitem pertanian berkelanjutan (Junaedi et. al., 2006).