NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF ORANG TUA DAN TINGKAT STRESS DENGAN INTENSITAS PERILAKU MEROKOK PADA WANITA PEROKOK AKTIF Oleh : Oleh: HENI SULISTYAWATI RINA MULYATI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF ORANG TUA DAN TINGKAT STRESS DENGAN INTENSITAS MEROKOK PADA WANITA PEROKOK AKTIF Telah Disetujui Pada Tanggal _______________________ Dosen Pembimbing (Rina Mulyati, S.Psi., M.Si) HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF ORANG TUA DAN TINGKAT STRESS DENGAN INTENSITAS PERILAKU MEROKOK PADA WANITA PEROKOK AKTIF Heni Sulistyawati Rina Mulyati INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok. Asumsi awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok. Semakin tinggi persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress, maka akan semakin tinggi pula intensitas perilaku merokok, demikian juga sebaliknya apabila semakin rendah persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress maka akan semakin rendah juga intensitas perilaku merokok. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswi aktif dari berbagai jurusan dan dari beberapa universitas yang terletak di D. I. Y yang berusia 18-25 tahun, belum menikah dan berstatus sebagai perokok aktif. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri, diantaranya adalah Angket Intensitas Perilaku Merokok yang mengacu pada teori dari D’Hondt & Vandeiwele (1983), Angket Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang tua yang mengacu pada aspek aspek yang dikemukakan oleh Fuhrmann (1990) dan Angket Tingkat Stress yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Hardjanah (1994). Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi yang terdapat dalam program SPSS 12.0 for Windows untuk menguji apakah ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok. Koefisien korelasi intensitas perilaku merokok dengan tingkat stress adalah 0.366 dengan p=0.000 (p<0.001) dan koefisien korelasi intensitas perilaku merokok dengan persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua sebesar 0.244 dengan p=0.000 (p<0.001). F test didapatkan F=30.380 dengan p=0.000 (p<0.001). Jadi hipotesis diterima. Kata kunci: Intensitas Perilaku Merokok, Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang Tua, Tingkat Stress A. Pengantar Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia setelah Republik Rakyat Cina, Amerika serikat, Rusia dan Jepang (www.depkes.go.id) . Data survey Kesehatan Nasional tahun 2001 saja sudah mendapatkan 54,5% laki laki dan 1,2% wanita Indonesia berusia lebih dari 10 tahun adalah perokok aktif. Pada beberapa dekade yang lalu, perilaku merokok lebih lazim dilakukan oleh para lelaki. Namun seiring dengan perkembangan jaman, merokok yang seolah mewakili modernitas juga menjadi bagian dari perilaku yang seolah ”dilazimkan” bagi wanita. Bukan hanya wanita yang berada di kota besar yang akrab dengan perilaku merokok, perilaku ini pun sudah mulai merambah ke beberapa kota kecil bahkan pelosok desa. Hasil interview secara sederhana peneliti dengan beberapa orang mengenai wanita yang menjadi perokok aktif, didapatkan fakta bahwa sebagian orang menyatakan ketidaksukaan mereka kepada wanita yang menjadi perokok aktif. Wanita yang menjadi perokok aktif dipandang kurang lazim atau tidak seharusnya merokok karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Meskipun sebagian besar masyarakat masih memberi label tabu pada wanita yang merokok, akan tetapi perilaku merokok ini masih saja tetap muncul. Dilihat dari jenis kelamin, Wechsler dan Gottlieb (dalam Thornberg,1982) menemukan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif lebih suka merokok seharian dibanding pria dan menurut Johnston (Pulkinnen, 1983) ternyata wanita yang menjadi perokok aktif memiliki kecenderungan untuk merokok lebih berat daripada pria. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh perubahan peran jenis sehingga mendorong wanita untuk lebih memperlihatkan otonominya, selain itu ditemukan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif umumnya berpendidikan tinggi. Harus diakui bahwa rokok memang dapat meningkatkan kreativitas bagi pecandunya. Rokok juga dapat memberikan ketenangan, mengusir perasaan malas, menghilangkan sakit kepala dan stress, karena nikotin adalah psikotropika stimulan. Timbulnya perasaan tenang, bebas stres, dan kreatif adalah reaksi positif dari psikotropika yang hanya berlaku bagi pecandunya. Namun bagi yang bukan merupakan perokok aktif, efek yang didapat tidak demikian (Partodiharjo. 2003). Efek ”positif” itu hanyalah efek semu jangka pendek, sebab dalam jangka panjang perokok aktif akan mengalami dampak buruk berupa ketagihan pada rokok dan penyakit penyakit serius. Resiko ”bonus” lainnya adalah kanker dan anak yang kurang cerdas (Partodiharjo, 2003). Rokok mengandung 4000 macam zat termasuk arsenic, methanol, toluene, napthalane, cadmium, vynil chloride, amonia, aseton, butan, karbon monoksida, dan sianida. Paru paru perokok dan orang yang berada di dekatnya (perokok pasif) akan terkena sedikitnya 43 zat yang diketahui sebagai zat karsinogenik (zat yang dapat menyebabkan kanker). Selain itu, rokok juga mengandung nikotin yang termasuk dalam zat adiktif, sehingga dapat menyebabkan kecanduan (Femina, 2006). Rokok dapat mengakibatkan tubuh kekurangan O2, penyempitan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, meningkatkan tekanan darah, penyakit jantung, stroke, gangguan kehamilan dan janin, impotensi, kanker, gangguan saluran pernapasan dan lain lain (Partodiharjo, 2003). Selain perokok aktif yang akan mempunyai resiko tinggi terserang berbagai macam penyakit, ternyata perokok pasif (orang yang bukan perokok tetapi berada di sekitar lingkungan perokok) mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada perokok aktif. Perokok pasif menghirup asap dua kali lipat lebih banyak daripada perokok aktif, yaitu asap rokok yang keluar dari ujung rokok disebut asap sampingan dan asap yang dihembuskan oleh perokok aktif disebut asap utama (Femina, 2006). Meskipun sebagian besar wanita yang berstatus sebagai perokok aktif mengetahui dampak negatif dari merokok, tetapi hal ini seringkali tidak menyusutkan keinginan wanita untuk merokok. Banyak wanita perokok aktif bahkan tidak percaya bahwa rokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Seperti yang ditegaskan oleh Grinder (1978) bahwa pengetahuan tentang akibat akibat merokok bagi kesehatan umumnya tidak dapat mempengaruhi para perokok aktif untuk menghentikan kebiasaannya merokok. Ada banyak alasan yang menyebabkan munculnya perilaku merokok. Secara umum menurut Kurt Lewin (dalam Suhariyono, 1993), bahwa perilaku merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Dengan kata lain, perilaku merokok disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari kemasakan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, persepsi dan kepercayaan individu tentang merokok, karakteristik kepribadian tertentu, serta kepuasan psikologis yang berkaitan dengan kondisi emosi seseorang. Faktor eksternal terdiri dari pengaruh iklan, orangtua atau orang dewasa serta teman disekitar yang merokok. Pada dasarnya perilaku merokok adalah perilaku yang dipelajari. Hal ini berarti ada pihak pihak yang berpengaruh besar dalam proses sosialisasi. Perilaku dapat ditransmisikan melalui transmisi vertikal dan horizontal (Berry dkk dalam Komasari & Helmi, 2000). Transmisi vertikal dilakukan oleh orang tua dengan sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok dan transmisi horisontal adalah lingkungan teman sebaya. Meskipun demikian perilaku merokok bukan semata mata merupakan proses imitasi dan penguatan positif dari keluarga maupun lingkungan teman sebaya tetapi juga adanya pertimbangan-pertimbangan atas konsekuensi konsekuensi perilaku merokok (Komasari & Helmi, 2000). Terdapat perbedaan dampak yang ditimbulkan akibat perbedaan faktor faktor penyebab seseorang merokok. Apabila seseorang merokok karena faktor internal maka perilaku merokok akan lebih sulit untuk diubah. Hal ini terjadi karena individu sudah mulai memasukkan suatu skema tentang merokok ke dalam pikirannya. Tetapi apabila seseorang merokok lebih karena faktor eksternal maka perilaku merokok akan cenderung lebih mudah diubah. Pada tahap awal seseorang merokok biasanya yang lebih dominan adalah faktor eksternal, salah satu diantaranya adalah sikap permisif orang tua (Pulkinnen, 1983). Apabila orang tua merokok maka orangtua merupakan agen imitasi yang baik. Jika keluarga mereka tidak ada yang merokok, maka sikap permisif orangtua merupakan pengukuh positif atas perilaku merokok (Komasari & Helmi, 2000). Sikap permisif orang tua merupakan bagian dari pola asuh permisif. Pola asuh permisif menurut Baumrind (dalam Fuhrmann, 1990) merupakan bentuk sikap dimana orang tua memberi kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua, sikap ini memandang anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk tidak berdisiplin dan anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan sikap seperti ini anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua. Kesibukan orang tua yang mengakibatkan anak merasa tidak diperhatikan, akan membuat anak mendekatkan diri pada komunitas yang terdapat di luar keluarga mereka, misalnya komunitas teman teman sebaya. Kurang ketatnya pengawasan orang tua menyebabkan anak menyaring sendiri informasi informasi baru yang di dapat. Akibatnya anak akan terjebak kepada gaya hidup yang serba boleh dan sesuai dengan pola yang berlaku pada masyarakat tempat dia dibesarkan saat ini. Remaja yang berasal dari orang tua permisif juga punya kecenderungan kurang pede. Mereka bersikap menyayangi dan mencintai, tapi tak mampu mengendalikannya. Tak ada target atau tuntutan tertentu dari orang tua terhadap anak. Misalnya, asalkan anak mendapatkan angka cukup, dapat menjalankan tugastugas sesuai kemampuan, pintar bergaul, sudah dianggap cukup. Efeknya, tantangan bagi si anak kurang. Selain itu anak dari orang tua permisif cenderung menyelesaikan masalah secara Emotional Focused Coping. Hal ini terjadi karena adanya kebingungan dalam diri remaja. Kebingungan ini muncul akibat adanya pemahaman yang salah tentang penyelesaian terhadap suatu masalah yang sedang terjadi. Pada sebagian wanita yang sudah menjadi perokok aktif, merokok merupakan suatu hal yang sudah dianggap biasa, walaupun sudah pasti mereka tahu apa akibat yang didapat dari merokok, tetapi merokok merupakan kebiasaan yang susah untuk ditinggalkan. Apalagi pada saat saat menjelang ujian dan pada saat terjadi timbunan permasalahan pada diri mereka. Merokok tampaknya menjadi salah satu pengalihan masalah sementara. Wanita dihadapkan pada tuntutan yang terkadang tidak sanggup mereka penuhi. Seperti deadline tugas kuliah yang harus dikejar, masalah masalah dengan teman teman, masalah yang berhubungan dengan keluarga dan terkadang beberapa masalah pribadi yang tidak sanggup diselesaikan secara bersamaan. Ada beberapa penyelesaian masalah yang bisa diambil ketika stress terjadi. Tidak semua wanita yang mengalami timbunan masalah memilih untuk merokok. Wanita yang memilih merokok saat mengalami timbunan masalah mayoritas telah berstatus sebagai perokok aktif. Sebelumnya mereka telah memasukkan beberapa skema tentang merokok kedalam pikiran mereka. Pada saat seseorang mulai menjadi perokok mereka akan mulai memasukkan aturan-aturan tentang merokok, tentang bagaimana kapan dan dimana seharusnya merokok. Setelah melewati fase ini maka individu tersebut akan memasuki fase perokok tetap dimana pada fase ini faktor psikologis dan mekanisme biologis bergabung sehingga memperkuat dorongan untuk merokok. Hal ini berkembang menjadi ketergantungan yang dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Perilaku merokok yang semula dianggap menyenangkan akan bergeser menjadi perilaku yang obsesif. Hal ini disebabkan karena sifat adiktif pada nikotin yang apabila dihentikan secara tiba tiba pemakaiannya akan menyebabkan stress. Secara manusiawi, individu cenderung menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang mempertahankan kenikmatan. Motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan konsentrasi, pengalaman yang menyenangkan dan relaksasi (Kleinke & Meeker dalam Aritonang, 1995). Pada saat stress, remaja dengan orang tua permisif dihadapkan pada suatu pilihan coping. Individu melihat lingkungan di sekitar mereka dan mencoba meniru apa yang mereka lihat tanpa ada saringan dari pihak keluarga. Ketika individu melihat orang tua mereka merokok atau teman teman sebaya mereka merokok saat sedang mengalami timbunan masalah maka individu tersebut akan cenderung meniru perilaku tersebut (Pulkinnen, 1983). Wanita yang menjadi perokok aktif mempunyai keinginan yang paling besar untuk merokok pada waktu mereka sedang berada dalam situasi gejolak yang tinggi sedangkan keinginan untuk merokok pada pria yang menjadi perokok aktif paling besar muncul pada saat situasi tenang (Kleinke & Staneski, 1983). Traquet (1992) mengatakan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif menganggap bahwa merokok membantu mereka untuk menghadapi rasa kesepian, kesedihan, duka cita, kemarahan dan frustasi. Banyak wanita perokok aktif yang mempercayai bahwa merokok dapat menenangkan ketegangan, mengurangi stress dan perasaan marah serta frustasi. Mereka mempersepsi bahwa tanpa rokok, perasaan perasaan tersebut tidak mampu dihadapi. Konsumsi rokok ketika stress merupakan upaya pengalihan masalah yang bersifat emosional/ kompensatoris kecemasan yang dialihkan terhadap perilaku merokok. Hal ini dipertegas dengan diperolehnya efek kenikmatan yang dirasakan oleh perokok setelah merokok. Pengetahuan tentang akibat negatif rokok terhadap perokok dan lingkungannya (termasuk yang bukan perokok/perokok pasif) tidaklah selalu sama dengan sikap terhadap akibat merokok. Apakah hal ini dikarenakan begitu besarnya pengaruh yang didapat dari merokok, sehingga masih banyak orang yang merokok. Tentunya masing masing individu mempunyai alasan atau latar belakang tersendiri untuk merokok. Mengacu pada uraian yang disampaikan diatas maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah ”apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok pada wanita”. B. Metode Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswi aktif dari berbagai disiplin ilmu yang menempuh pendidikan/ kuliah di DIY, perokok aktif, belum menikah, berusia 18-25 tahun. Metode Pengumpulan Data 1. Angket Intensitas Perilaku Merokok Angket ini digunakan untuk mengungkap intensitas perilaku merokok pada mahasiswi perokok aktif. Angket ini terdiri dari 26 aitem. Angket ini disusun berdasarkan aspek- aspek dalam intensitas perilaku merokok yaitu: (a). Jumlah konsumsi rokok dan selang waktu yang dibutuhkan (b). Tempat merokok (c). Fungsi rokok bagi individu yang menjadi perokok aktif dalam kehidupan sehari hari. Hasil uji reliabilitas menunjukkan koefisien alpha sebesar 0.925 dan koefisien aitem total bergerak antara 0.364- 0.689. 2. Angket Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang Tua Angket ini terdiri dari 10 butir aitem. Angket ini disusun berdasarkan aspekaspek dari persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua yaitu komunikasi, pemenuhan kebutuhan remaja, penerapan disiplin, hadiah dan hukuman. Hasil uji reliabilitas menunjukkan koefisien alpha sebesar 0.74 dan koefisian validitas tersebut antara 0.254- 0.509. 3. Angket Tingkat Stress Angket ini digunakan untuk mengungkapkan tingkat stress pada wanita perokok aktif. Subyek diminta untuk memberikan respon terhadap aitem yang dirumuskan secara favorable. Angket ini terdiri dari 49 butir aitemm gejala- gejala stress yang disusun berdasarkan aspek yang diungkapkan oleh Hardjanah (1994) yang meliputi (a). Fisik, (b). Emosional, (c). Intelektual, (d). Interpersonal. Hasil uji reliabilitas menunjukkan koefisien alpha sebesar 0.931 dan koefisien nya bergerak dari 0.268 sampai 0.619. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik dengan menggunakan teknik analisis regresi. C. Hasil Penelitian Berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Deskripsi Subjek Penelitian No 1 2 Faktor Usia Lama merokok Kategori a. 25 tahun b. 24 tahun c. 23 tahun d. 22 tahun e. 21 tahun f. 20 tahun g. 19 tahun h. 18 tahun a. 0- 2 tahun b. 3- 5 tahun c. 6- 8 tahun d. lebih dari tahun 9 Jumlah 16 4 26 42 45 50 13 2 94 78 20 6 Prosentase 8.08% 2.02% 13.13% 21.21% 22.73% 25.25% 6.57% 1.01% 47.47% 39.39% 10.10% 3.03% Deskripsi Data Penelitian Variabel Intensitas perilaku merokok Persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua Tingkat stress X min 0 Skor Hipotetik X Mean SD max 104 52 17.33 X min 15 Skor Empirik X Mean SD max 104 66.94 19.45 0 40 20 6.67 8 38 22.41 6.603 0 196 98 32.67 41 179 110.3 27.76 Kriteria Kategorisasi Intensitas Perilaku Merokok Skor x ? 83.194 62.398 ? x ? 83.194 41.602 ? x ? 62.398 20.806 ? x ? 41.602 x ? 20.806 Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah 43 70 64 18 3 Persentase 21.7% 35.4% 32.3% 9.1% 1.5% Kriteria Kategorisasi Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang Tua Skor x ? 32.006 24.002 ? x ? 32.006 15.998 ? x ? 24.002 7.994 ? x ? 15.998 x ? 7.994 Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah 15 60 96 20 - Persentase 7.6% 30.3% 48.5% 13.6% 0% Kriteria Kategorisasi Tingkat Stress Skor x ? 156.806 117.602 ? x ? 156.806 78.398 ? x ? 117.602 39.194 ? x ? 78.398 x ? 39.194 Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Jumlah 9 68 95 26 - Persentase 4.5% 34.4% 48% 13.1% 0% 1. Uji Normalitas Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor subjek bervariasi secara normal. Sebaran yang normal merupakan gambaran bahwa data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov- sminov. Pada uji normalitas ini, variabel intensitas perilaku merokok menunjukkan KS- Z= 0.774 dengan p= 0.587 (p>0.05), variabel tingkat stress menunjukkan KS- Z= 0.491 dengan p= 0.970 (p>0.05) dan variabel persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua menunjukkan KS- Z= 1.080 dengan p= 0.194 (p>0.05). Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa skor subjek pada masing masing alat ukur memiliki sebaran normal. 2. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas variabel penelitian. Hal ini diperlukan untuk dapat menentukan taraf hubungan antara variabel secara tepat. Dari hasil uji linearitas diketahui bahwa antara variabel persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dengan variabel intensitas perilaku merokok mempunyai F sebesar 11.732 dengan p= 0.001 (p<0.05). Berdasarkan hasil uji linearitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa ada hubungan yang linear antara variabel variabel penelitian. Hasil dari uji linearitas juga diketahui bahwa antara tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok mempunyai F= 31.325 dengan p= 0.000 atau p< 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel bersifat linear. 3. Uji Hipotesis Untuk mengetahui hubungan antara persepsi pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok, maka dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis untuk variabel persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dengan variabel intensitas perilaku merokok dilakukan dengan teknik analisis regresi yang perhitungannya dilakukan dengan bantuan program SPSS 12.0 for Windows. Hasil uji hipotesis yang telah dilakukan menggunakan analisis regresi menunjukkan bahwa: a. Besar hubungan antara variabel intensitas perilaku merokok dengan tingkat stress yang dihitung dengan koefien korelasi adalah 0.366, sedangkan variabel intensitas perilaku merokok dengan persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.244. Secara teoritis, karena korelasi antara intensitas perilaku merokok dengan tingkat stress lebih besar, maka variabel tingkat stress lebih berpengaruh terhadap intensitas perilaku merokok dibandingkan dengan variabel persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua. b. Tanpa adanya kontrol yang dilakukan pada variabel yang akan diukur, tingkat signifikansi koefisien korelasi menghasilkan angka 0.000 atau praktis 0. Hal ini mengindikasikan bahwa korelasi di antara variabel intensitas perilaku merokok dengan tingkat stress dan persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua sangat nyata. c. Angka Adjusted R square adalah 0.13. Hal ini berarti 13 % dari intensitas perilaku merokok bisa dijelaskan oleh variabel tingkat stress dan persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua. Dan sisanya (100%-13%=87%) disumbang oleh variabel variabel yang lain. d. Standard Error of Estimate adalah 18.146. Pada analisis sebelumnya, standar deviasi Intensitas Perilaku Merokok adalah 19.452. Karena Standard Error of Estimate lebih kecil dari standar deviasi Intensitas Perilaku Merokok maka model regresi lebih bagus dalam bertindak sebagai prediktor Intensitas Perilaku Merokok daripada rata rata Intensitas Perilaku Merokok itu sendiri. e. Dari uji Anova atau F test, didapat F= 30.380 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p< 0.05) maka persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress mempengaruhi intensitas perilaku merokok pada wanita. D. Pembahasan Hasil penelitian menghasilkan hipotesis penelitian yang berbunyi ada hubungan positif antara persepsi pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok mahasiswi perokok aktif diterima. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Komasari & Helmi (2000) yang mengatakan bahwa apabila orang tua merokok maka orangtua merupakan agen imitasi yang baik. Jika keluarga mereka tidak ada yang merokok, maka sikap permisif orangtua merupakan pengukuh positif atas perilaku merokok. Sikap permisif orang tua merupakan bagian dari pola asuh permisif. Pola asuh permisif menurut Baumrind (dalam Furhmann, 1990) merupakan bentuk sikap dimana orang tua memberi kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua, sikap ini memandang anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk tidak berdisiplin dan anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan sikap seperti ini anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua. Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat dari Smett (1994) yang mengatakan bahwa stress dapat mempengaruhi kesehatan melalui dua cara yaitu perubahan perilaku dan perubahan fisiologis. Seseorang yang mengalami stress akan mengalami perubahan perilaku misalnya menjadi malas berolah raga, intake makanan yang sangat besar atau sangat sedikit, mengkonsumsi alkohol dan merokok. Perilaku merokok dianggap sebagai upaya penyeimbang dalam kondisi stress pada beberapa orang yang menjadi perokok aktif termasuk didalamnya adalah wanita yang menjadi perokok aktif (Musthafa, 1990). Tuntutan / stressor yang dihadapi mahasiswi/wanita yang menjadi perokok aktif menuntut mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Sementara itu mereka tidak selalu berhasil melakukan penyesuaian dengan keadaan yang ada, sehingga hal ini menyebabkan munculnya hambatan yang membuat mereka mencari suatu pengalihan. Perokok aktif yang intensitas perilaku merokoknya meningkat saat mengalami stress termasuk ke dalam tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif. Traquet (1992) mengatakan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif menganggap bahwa merokok membantu mereka untuk menghadapi rasa kesepian, kesedihan, duka cita, kemarahan dan frustasi. Banyak wanita perokok aktif yang mempercayai bahwa merokok dapat menenangkan ketegangan, mengurangi stress dan perasaan marah serta frustasi. Mereka mempersepsi bahwa tanpa rokok, perasaan perasaan tersebut tidak mampu dihadapi. Wanita yang menjadi perokok aktif mempunyai keinginan yang paling besar untuk merokok pada waktu mereka sedang berada dalam situasi gejolak yang tinggi sedangkan keinginan untuk merokok pada pria yang menjadi perokok aktif paling besar muncul pada saat situasi tenang (Kleinke & Staneski, 1983). Subjek penelitian mayoritas berada pada kategori tinggi untuk intensitas perilaku merokok. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Wechsler dan Gottlieb (dalam Thornberg,1982) menemukan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif lebih suka merokok seharian dibanding pria dan menurut Johnston (Fuhrmann, 1990) ternyata wanita yang menjadi perokok aktif memiliki kecenderungan untuk merokok lebih berat daripada pria. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh perubahan peran jenis sehingga mendorong wanita untuk lebih memperlihatkan otonominya, selain itu ditemukan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif umumnya berpendidikan tinggi. Sumbangan efektif tingkat stress dan persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua terhadap intensitas perilaku merokok adalah sebesar 13% Sisanya sebesar 87% disebabkan oleh faktor faktor yang lainnya. E. Kesimpulan& Saran Kesimpulan Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat stress dan persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua responden mampu memicu intensitas merokok yang tinggi pada responden. 2. Semakin rendah persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress maka akan semakin rendah intensitas perilaku merokok dan semakin tinggi persepsi terhadap pola asuh permisif dan tingkat stress maka akan semakin tinggi juga intensitas perilaku merokok subjek penelitian. 3. Secara keseluruhan responden yang terlibat dalam penelitian ini memiliki persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua yang berada pada kategori sedang. 4. Secara keseluruhan intensitas perilaku merokok responden penelitian berada pada kategori tinggi. Hal ini diungkapkan dengan beberapa aspek intensitas perilaku merokok, seperti: jumlah konsumsi rokok dan lama waktu merokok, tempat merokok dan fungsi rokok bagi individu yang menjadi perokok dalam kehidupan sehari- hari. 5. Tingkat stress responden penelitian secara keseluruhan berada pada kategori sedang. 6. Intensitas perilaku merokok pada responden disumbang hanya sebesar 13% oleh persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stess. Sementara 87% disebabkan oleh faktor faktor yang lain. 7. Saran Mencermati hasil penelitian yang telah dilakukan, serta dengan memperhatikan berbagai kendala yang penulis hadapi di lapangan, ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan pada sub- bab ini, antara lain: 1. Bagi subjek penelitian Merunut pada hasil penelitian yang diperoleh bahwa intensitas perilaku merokok subjek berada pada kategori tinggi pada saat subjek mengalami tingkat stress, maka disarankan kepada subjek penelitian agar dapat mencari alternative lain untuk menghilangkan stress yang lebih positif misalnya dengan membaca buku, melakukan meditasi, yoga dll. Seperti yang telah dikemukakan penulis pada bab sebelumnya bahwa merokok tidak hanya memberikan efek negatif bagi perokok aktif saja tetapi juga bagi orang orang yang berada di sekitar perokok atau yang disebut dengan perokok pasif. 2. Untuk peneliti selanjutnya a). Mencoba mengeksplor lebih dalam lagi variabel intensitas perilaku merokok dengan variabel- variabel lain. Misalnya dengan mengaitkann antara intensitas perilaku merokok dengan strata pendidikan, pengaruh iklan, serta tema- tema lain yang terkait. b). Mencari subjek penelitian dengan latar belakang keluarga yang relatif sama. c). Menggunakan teori yang lebih baru dalam mengungkap aspek aspek yang terkait dengan variabel variabel penelitian. DAFTAR PUSTAKA Anonym. 1998. Merokok dari Berbagai Sisi. Tempo, 08 Maret 1998. Anonym. 2006. Antara Stress dan Merokok. Femina, 27 Januari 2006. Anonym, 2008. Lindungi Generasi Muda dari Bahaya Rokok. http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=31 17. 03/5/2008 Aritonang, MER. 1997. Fenomena Wanita Merokok. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Azwar, S. 1997. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberty. Brigham, C. J., 1991. Social Psychology. Boston: Harper Collins Publisher, Inc. Chaplin, C. P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Cetakan Pertama (Terjemahan: Kartini Kartono). Jakarta: CV. Rajawali Press. D’Hondt, W. and Vandewiele, M. 1983. Attitude of Sinegelese Schoolgoing Adolescence toward Tobacco Smoking. Journal of Youth and Adolescence, 12: 333-353. Folkman, S.1984. personal Central, Stress and Coping Process : A Theoritical Analysis. Journal of Personality and Social Psychologi, 46, 836-852 (4). Fuhrmann, B. S. 1990. Adolescence. London: Scott, Foresman and Company. Grinder, R. E. 1978. Adolescene. (2nd ed.). Canada: John Wiley& Ons Inc. Hardjanah, A. M. 1994. Stress tanpa Distress. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hurlock, Elizabeth Bergner. 1973. Adolescent Development. 4th ed. Tokyo: McGrawHill Kogakusha, Ltd. Kleinke, C. L., and Staneski, R. A. 1983. Attribution for smoking Behavior: Comparing Smoker with Non Smoker and Predicting Smoker’s Cigarrets Consumption. Journal of Research in Personality, 17: 242-255. Komasari, Dian., & Helmi, Avin Fadilla. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi, 1: 37-47. Leventhal, H. and Cleary, P. D. 1980. The Smoking Problem: A Review of The Research & Theory in Behavioral Risk Modification. Psychological Bulletin, 88: 370-405. Mu’tadin, Zainun. 2002. Remaja dan psikologi.com/remaja/050602.html. 07/02/07. Rokok. http://www.e- Musthafa, R. R. 1990. Merokok Tidak Hanya Membunuh Si Perokok saja. Femina, No. 17/ XIII, 25 April-5 Mei 1990. Partodiharjo, Subagyo. 2003. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Penerbit Erlangga. Priest, Robert. 1990. Stress dan Depresi. Bandung: CV. Rosda Pulkkinen, Lea. 1983. Youthful Smoking and Drinking in a Longitudinal Perspective. Journal of Youth and Adolescence, 12: 253- 283. Richmond, Malia., Sommerfeld, Beth Kaplan., Spring, Bonnie., McChargue, Dennis. 2001. Rumination and Cigarette Smoking: A Bad Combination for Depressive Outcomes?. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 69, 5: 836-840. Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Suhariyono, A. 1993. Intensitas Merokok dan Kecenderungan Memilih Tipe Strategi Menghadapi Masalah pada Siswa SMTA di Yogyakarta. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Thornberg, H. D. 1982. Developmental Adolescene. (2nd ed.). California: Book/ Cole Publishing Company. Traquet, Claire Chollat. 1992. Women and Tobacco. Geneva: World Health Organization. IDENTITAS PENULIS Nama : Heni Sulistyawati No. Mahasiswa : 04320235 Alamat : Jl. Letnan Siswo 17 Candiroto- Temanggung Jawa Tengah Telepon : 085292229387