naskah publikasi hubungan persepsi terhadap pola asuh permisif

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF
ORANG TUA DAN TINGKAT STRESS DENGAN INTENSITAS
PERILAKU MEROKOK PADA WANITA PEROKOK AKTIF
Oleh :
Oleh:
HENI SULISTYAWATI
RINA MULYATI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF ORANG TUA
DAN TINGKAT STRESS DENGAN INTENSITAS MEROKOK PADA
WANITA PEROKOK AKTIF
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________
Dosen Pembimbing
(Rina Mulyati, S.Psi., M.Si)
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF ORANG TUA
DAN TINGKAT STRESS DENGAN INTENSITAS PERILAKU MEROKOK
PADA WANITA PEROKOK AKTIF
Heni Sulistyawati
Rina Mulyati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi
terhadap pola asuh orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok. Asumsi awal yang
diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh permisif
orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok. Semakin tinggi persepsi terhadap pola
asuh permisif orang tua dan tingkat stress, maka akan semakin tinggi pula intensitas perilaku merokok,
demikian juga sebaliknya apabila semakin rendah persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan
tingkat stress maka akan semakin rendah juga intensitas perilaku merokok.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswi aktif dari berbagai jurusan dan dari beberapa
universitas yang terletak di D. I. Y yang berusia 18-25 tahun, belum menikah dan berstatus sebagai
perokok aktif. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri, diantaranya
adalah Angket Intensitas Perilaku Merokok yang mengacu pada teori dari D’Hondt & Vandeiwele
(1983), Angket Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang tua yang mengacu pada aspek aspek yang
dikemukakan oleh Fuhrmann (1990) dan Angket Tingkat Stress yang mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Hardjanah (1994).
Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi
yang terdapat dalam program SPSS 12.0 for Windows untuk menguji apakah ada hubungan positif
antara persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku
merokok. Koefisien korelasi intensitas perilaku merokok dengan tingkat stress adalah 0.366 dengan
p=0.000 (p<0.001) dan koefisien korelasi intensitas perilaku merokok dengan persepsi terhadap pola
asuh permisif orang tua sebesar 0.244 dengan p=0.000 (p<0.001). F test didapatkan F=30.380 dengan
p=0.000 (p<0.001). Jadi hipotesis diterima.
Kata kunci: Intensitas Perilaku Merokok, Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang Tua, Tingkat
Stress
A. Pengantar
Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia setelah
Republik Rakyat Cina, Amerika serikat, Rusia dan Jepang (www.depkes.go.id) .
Data survey Kesehatan Nasional tahun 2001 saja sudah mendapatkan 54,5% laki laki
dan 1,2% wanita Indonesia berusia lebih dari 10 tahun adalah perokok aktif.
Pada beberapa dekade yang lalu, perilaku merokok lebih lazim dilakukan
oleh para lelaki. Namun seiring dengan perkembangan jaman, merokok yang seolah
mewakili modernitas juga menjadi bagian dari perilaku yang seolah ”dilazimkan”
bagi wanita. Bukan hanya wanita yang berada di kota besar yang akrab dengan
perilaku merokok, perilaku ini pun sudah mulai merambah ke beberapa kota kecil
bahkan pelosok desa. Hasil interview secara sederhana peneliti dengan beberapa
orang mengenai wanita yang menjadi perokok aktif, didapatkan fakta bahwa
sebagian orang menyatakan ketidaksukaan mereka kepada wanita yang menjadi
perokok aktif. Wanita yang menjadi perokok aktif dipandang kurang lazim atau
tidak seharusnya merokok karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
Meskipun sebagian besar masyarakat masih memberi label tabu pada wanita yang
merokok, akan tetapi perilaku merokok ini masih saja tetap muncul.
Dilihat dari jenis kelamin, Wechsler dan Gottlieb (dalam Thornberg,1982)
menemukan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif lebih suka merokok seharian
dibanding pria dan menurut Johnston (Pulkinnen, 1983) ternyata wanita yang
menjadi perokok aktif memiliki kecenderungan untuk merokok lebih berat daripada
pria. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh perubahan peran jenis sehingga
mendorong wanita untuk lebih memperlihatkan otonominya, selain itu ditemukan
bahwa wanita yang menjadi perokok aktif umumnya berpendidikan tinggi.
Harus diakui bahwa rokok memang dapat meningkatkan kreativitas bagi
pecandunya. Rokok juga dapat memberikan ketenangan, mengusir perasaan malas,
menghilangkan sakit kepala dan stress, karena nikotin adalah psikotropika stimulan.
Timbulnya perasaan tenang, bebas stres, dan kreatif adalah reaksi positif dari
psikotropika yang hanya berlaku bagi pecandunya. Namun bagi yang bukan
merupakan perokok aktif, efek yang didapat tidak demikian (Partodiharjo. 2003).
Efek ”positif” itu hanyalah efek semu jangka pendek, sebab dalam jangka
panjang perokok aktif akan mengalami dampak buruk berupa ketagihan pada rokok
dan penyakit penyakit serius. Resiko ”bonus” lainnya adalah kanker dan anak yang
kurang cerdas (Partodiharjo, 2003).
Rokok mengandung 4000 macam zat termasuk arsenic, methanol, toluene,
napthalane, cadmium, vynil chloride, amonia, aseton, butan, karbon monoksida, dan
sianida. Paru paru perokok dan orang yang berada di dekatnya (perokok pasif) akan
terkena sedikitnya 43 zat yang diketahui sebagai zat karsinogenik (zat yang dapat
menyebabkan kanker). Selain itu, rokok juga mengandung nikotin yang termasuk
dalam zat adiktif, sehingga dapat menyebabkan kecanduan (Femina, 2006).
Rokok dapat mengakibatkan tubuh kekurangan O2, penyempitan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, meningkatkan tekanan darah, penyakit jantung,
stroke, gangguan kehamilan dan janin, impotensi, kanker, gangguan saluran
pernapasan dan lain lain (Partodiharjo, 2003).
Selain perokok aktif yang akan mempunyai resiko tinggi terserang berbagai
macam penyakit, ternyata perokok pasif (orang yang bukan perokok tetapi berada di
sekitar lingkungan perokok) mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada perokok
aktif. Perokok pasif menghirup asap dua kali lipat lebih banyak daripada perokok
aktif, yaitu asap rokok yang keluar dari ujung rokok disebut asap sampingan dan
asap yang dihembuskan oleh perokok aktif disebut asap utama (Femina, 2006).
Meskipun sebagian besar wanita yang berstatus sebagai perokok aktif
mengetahui dampak negatif dari merokok, tetapi hal ini seringkali tidak
menyusutkan keinginan wanita untuk merokok. Banyak wanita perokok aktif bahkan
tidak percaya bahwa rokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Seperti yang
ditegaskan oleh Grinder (1978) bahwa pengetahuan tentang akibat akibat merokok
bagi kesehatan umumnya tidak dapat mempengaruhi para perokok aktif untuk
menghentikan kebiasaannya merokok.
Ada banyak alasan yang menyebabkan munculnya perilaku merokok.
Secara umum menurut Kurt Lewin (dalam Suhariyono, 1993), bahwa perilaku
merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Dengan kata lain, perilaku merokok
disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal terdiri dari kemasakan, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
persepsi dan kepercayaan individu tentang merokok, karakteristik kepribadian
tertentu, serta kepuasan psikologis yang berkaitan dengan kondisi emosi seseorang.
Faktor eksternal terdiri dari pengaruh iklan, orangtua atau orang dewasa
serta teman disekitar yang merokok. Pada dasarnya perilaku merokok adalah
perilaku yang dipelajari. Hal ini berarti ada pihak pihak yang berpengaruh besar
dalam proses sosialisasi. Perilaku dapat ditransmisikan melalui transmisi vertikal
dan horizontal (Berry dkk dalam Komasari & Helmi, 2000). Transmisi vertikal
dilakukan oleh orang tua dengan sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok
dan transmisi horisontal adalah lingkungan teman sebaya.
Meskipun demikian perilaku merokok bukan semata mata merupakan
proses imitasi dan penguatan positif dari keluarga maupun lingkungan teman sebaya
tetapi juga adanya pertimbangan-pertimbangan atas konsekuensi konsekuensi
perilaku merokok (Komasari & Helmi, 2000).
Terdapat perbedaan dampak yang ditimbulkan akibat perbedaan faktor
faktor penyebab seseorang merokok. Apabila seseorang merokok karena faktor
internal maka perilaku merokok akan lebih sulit untuk diubah. Hal ini terjadi karena
individu sudah mulai memasukkan suatu skema tentang merokok ke dalam
pikirannya. Tetapi apabila seseorang merokok lebih karena faktor eksternal maka
perilaku merokok akan cenderung lebih mudah diubah. Pada tahap awal seseorang
merokok biasanya yang lebih dominan adalah faktor eksternal, salah satu
diantaranya adalah sikap permisif orang tua (Pulkinnen, 1983).
Apabila orang tua merokok maka orangtua merupakan agen imitasi yang
baik. Jika keluarga mereka tidak ada yang merokok, maka sikap permisif orangtua
merupakan pengukuh positif atas perilaku merokok (Komasari & Helmi, 2000).
Sikap permisif orang tua merupakan bagian dari pola asuh permisif. Pola asuh
permisif menurut Baumrind (dalam Fuhrmann, 1990) merupakan bentuk sikap
dimana orang tua memberi kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur
dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol
oleh orang tua, sikap ini memandang anak sebagai seorang pribadi dan mendorong
mereka untuk tidak berdisiplin dan anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah
lakunya sendiri. Dengan sikap seperti ini anak mendapatkan kebebasan sebanyak
mungkin dari orang tua.
Kesibukan orang tua yang mengakibatkan anak merasa tidak diperhatikan,
akan membuat anak mendekatkan diri pada komunitas yang terdapat di luar keluarga
mereka, misalnya komunitas teman teman sebaya. Kurang ketatnya pengawasan
orang tua menyebabkan anak menyaring sendiri informasi informasi baru yang di
dapat. Akibatnya anak akan terjebak kepada gaya hidup yang serba boleh dan sesuai
dengan pola yang berlaku pada masyarakat tempat dia dibesarkan saat ini.
Remaja yang berasal dari orang tua permisif juga punya kecenderungan
kurang pede. Mereka bersikap menyayangi dan mencintai, tapi tak mampu
mengendalikannya. Tak ada target atau tuntutan tertentu dari orang tua terhadap
anak. Misalnya, asalkan anak mendapatkan angka cukup, dapat menjalankan tugastugas sesuai kemampuan, pintar bergaul, sudah dianggap cukup. Efeknya, tantangan
bagi si anak kurang. Selain itu anak dari orang tua permisif cenderung
menyelesaikan masalah secara Emotional Focused Coping. Hal ini terjadi karena
adanya kebingungan dalam diri remaja. Kebingungan ini muncul akibat adanya
pemahaman yang salah tentang penyelesaian terhadap suatu masalah yang sedang
terjadi.
Pada sebagian wanita yang sudah menjadi perokok aktif, merokok
merupakan suatu hal yang sudah dianggap biasa, walaupun sudah pasti mereka tahu
apa akibat yang didapat dari merokok, tetapi merokok merupakan kebiasaan yang
susah untuk ditinggalkan. Apalagi pada saat saat menjelang ujian dan pada saat
terjadi timbunan permasalahan pada diri mereka. Merokok tampaknya menjadi salah
satu pengalihan masalah sementara.
Wanita dihadapkan pada tuntutan yang terkadang tidak sanggup mereka
penuhi. Seperti deadline tugas kuliah yang harus dikejar, masalah masalah dengan
teman teman, masalah yang berhubungan dengan keluarga dan terkadang beberapa
masalah pribadi yang tidak sanggup diselesaikan secara bersamaan.
Ada beberapa penyelesaian masalah yang bisa diambil ketika stress terjadi.
Tidak semua wanita yang mengalami timbunan masalah memilih untuk merokok.
Wanita yang memilih merokok saat mengalami timbunan masalah mayoritas telah
berstatus sebagai perokok aktif. Sebelumnya mereka telah memasukkan beberapa
skema tentang merokok kedalam pikiran mereka.
Pada saat seseorang mulai
menjadi perokok mereka akan mulai memasukkan aturan-aturan tentang merokok,
tentang bagaimana kapan dan dimana seharusnya merokok. Setelah melewati fase ini
maka individu tersebut akan memasuki fase perokok tetap dimana pada fase ini
faktor psikologis dan mekanisme biologis bergabung sehingga memperkuat
dorongan untuk merokok. Hal ini berkembang menjadi ketergantungan yang
dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Perilaku
merokok yang semula dianggap menyenangkan akan bergeser menjadi perilaku yang
obsesif. Hal ini disebabkan karena sifat adiktif pada nikotin yang apabila dihentikan
secara tiba tiba pemakaiannya akan menyebabkan stress. Secara manusiawi, individu
cenderung menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang mempertahankan
kenikmatan. Motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat
mengurangi
ketegangan,
memudahkan
konsentrasi,
pengalaman
yang
menyenangkan dan relaksasi (Kleinke & Meeker dalam Aritonang, 1995).
Pada saat stress, remaja dengan orang tua permisif dihadapkan pada suatu
pilihan coping. Individu melihat lingkungan di sekitar mereka dan mencoba meniru
apa yang mereka lihat tanpa ada saringan dari pihak keluarga. Ketika individu
melihat orang tua mereka merokok atau teman teman sebaya mereka merokok saat
sedang mengalami timbunan masalah maka individu tersebut akan cenderung meniru
perilaku tersebut (Pulkinnen, 1983).
Wanita yang menjadi perokok aktif mempunyai keinginan yang paling
besar untuk merokok pada waktu mereka sedang berada dalam situasi gejolak yang
tinggi sedangkan keinginan untuk merokok pada pria yang menjadi perokok aktif
paling besar muncul pada saat situasi tenang (Kleinke & Staneski, 1983).
Traquet (1992) mengatakan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif
menganggap bahwa merokok membantu mereka untuk menghadapi rasa kesepian,
kesedihan, duka cita, kemarahan dan frustasi. Banyak wanita perokok aktif yang
mempercayai bahwa merokok dapat menenangkan ketegangan, mengurangi stress
dan perasaan marah serta frustasi. Mereka mempersepsi bahwa tanpa rokok,
perasaan perasaan tersebut tidak mampu dihadapi.
Konsumsi rokok ketika stress merupakan upaya pengalihan masalah yang
bersifat emosional/ kompensatoris kecemasan yang dialihkan terhadap perilaku
merokok. Hal ini dipertegas dengan diperolehnya efek kenikmatan yang dirasakan
oleh perokok setelah merokok.
Pengetahuan tentang akibat negatif rokok terhadap perokok dan
lingkungannya (termasuk yang bukan perokok/perokok pasif) tidaklah selalu sama
dengan sikap terhadap akibat merokok. Apakah hal ini dikarenakan begitu besarnya
pengaruh yang didapat dari merokok, sehingga masih banyak orang yang merokok.
Tentunya masing masing individu mempunyai alasan atau latar belakang tersendiri
untuk merokok.
Mengacu pada uraian yang disampaikan diatas maka permasalahan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah ”apakah ada hubungan antara persepsi terhadap
pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok
pada wanita”.
B. Metode Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswi aktif dari berbagai disiplin ilmu
yang menempuh pendidikan/ kuliah di DIY, perokok aktif, belum menikah, berusia
18-25 tahun.
Metode Pengumpulan Data
1. Angket Intensitas Perilaku Merokok
Angket ini digunakan untuk mengungkap intensitas perilaku merokok pada
mahasiswi perokok aktif. Angket ini terdiri dari 26 aitem. Angket ini disusun
berdasarkan aspek- aspek dalam intensitas perilaku merokok yaitu: (a). Jumlah
konsumsi rokok dan selang waktu yang dibutuhkan (b). Tempat merokok (c). Fungsi
rokok bagi individu yang menjadi perokok aktif dalam kehidupan sehari hari. Hasil
uji reliabilitas menunjukkan koefisien alpha sebesar 0.925 dan koefisien aitem total
bergerak antara 0.364- 0.689.
2. Angket Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang Tua
Angket ini terdiri dari 10 butir aitem. Angket ini disusun berdasarkan aspekaspek dari persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua yaitu komunikasi,
pemenuhan kebutuhan remaja, penerapan disiplin, hadiah dan hukuman. Hasil uji
reliabilitas menunjukkan koefisien alpha sebesar 0.74 dan koefisian validitas tersebut
antara 0.254- 0.509.
3. Angket Tingkat Stress
Angket ini digunakan untuk mengungkapkan tingkat stress pada wanita
perokok aktif. Subyek diminta untuk memberikan respon terhadap aitem yang
dirumuskan secara favorable. Angket ini terdiri dari 49 butir aitemm gejala- gejala
stress yang disusun berdasarkan aspek yang diungkapkan oleh Hardjanah (1994) yang
meliputi (a). Fisik, (b). Emosional, (c). Intelektual, (d). Interpersonal. Hasil uji
reliabilitas menunjukkan koefisien alpha sebesar 0.931 dan koefisien nya bergerak
dari 0.268 sampai 0.619.
Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik
dengan menggunakan teknik analisis regresi.
C. Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
Deskripsi Subjek Penelitian
No
1
2
Faktor
Usia
Lama merokok
Kategori
a. 25 tahun
b. 24 tahun
c. 23 tahun
d. 22 tahun
e. 21 tahun
f. 20 tahun
g. 19 tahun
h. 18 tahun
a. 0- 2 tahun
b. 3- 5 tahun
c. 6- 8 tahun
d. lebih dari
tahun
9
Jumlah
16
4
26
42
45
50
13
2
94
78
20
6
Prosentase
8.08%
2.02%
13.13%
21.21%
22.73%
25.25%
6.57%
1.01%
47.47%
39.39%
10.10%
3.03%
Deskripsi Data Penelitian
Variabel
Intensitas
perilaku
merokok
Persepsi terhadap pola
asuh permisif orang tua
Tingkat stress
X
min
0
Skor Hipotetik
X
Mean
SD
max
104
52
17.33
X
min
15
Skor Empirik
X
Mean
SD
max
104 66.94 19.45
0
40
20
6.67
8
38
22.41
6.603
0
196
98
32.67
41
179
110.3
27.76
Kriteria Kategorisasi Intensitas Perilaku Merokok
Skor
x ? 83.194
62.398 ? x ? 83.194
41.602 ? x ? 62.398
20.806 ? x ? 41.602
x ? 20.806
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
43
70
64
18
3
Persentase
21.7%
35.4%
32.3%
9.1%
1.5%
Kriteria Kategorisasi Persepsi terhadap Pola Asuh Permisif Orang Tua
Skor
x ? 32.006
24.002 ? x ? 32.006
15.998 ? x ? 24.002
7.994 ? x ? 15.998
x ? 7.994
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
15
60
96
20
-
Persentase
7.6%
30.3%
48.5%
13.6%
0%
Kriteria Kategorisasi Tingkat Stress
Skor
x ? 156.806
117.602 ? x ? 156.806
78.398 ? x ? 117.602
39.194 ? x ? 78.398
x ? 39.194
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
9
68
95
26
-
Persentase
4.5%
34.4%
48%
13.1%
0%
1. Uji Normalitas
Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor
subjek bervariasi secara normal. Sebaran yang normal merupakan gambaran bahwa
data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data.
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One Sample
Kolmogorov- sminov. Pada uji normalitas ini, variabel intensitas perilaku merokok
menunjukkan KS- Z= 0.774 dengan p= 0.587 (p>0.05), variabel tingkat stress
menunjukkan KS- Z= 0.491 dengan p= 0.970 (p>0.05) dan variabel persepsi terhadap
pola asuh permisif orang tua menunjukkan KS- Z= 1.080 dengan p= 0.194 (p>0.05).
Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa skor subjek
pada masing masing alat ukur memiliki sebaran normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas variabel penelitian. Hal
ini diperlukan untuk dapat menentukan taraf hubungan antara variabel secara tepat.
Dari hasil uji linearitas diketahui bahwa antara variabel persepsi terhadap pola asuh
permisif orang tua dengan variabel intensitas perilaku merokok mempunyai F sebesar
11.732 dengan p= 0.001 (p<0.05). Berdasarkan hasil uji linearitas yang dilakukan
dapat diketahui bahwa ada hubungan yang linear antara variabel variabel penelitian.
Hasil dari uji linearitas juga diketahui bahwa antara tingkat stress dengan
intensitas perilaku merokok mempunyai F= 31.325 dengan p= 0.000 atau p< 0.05.
Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel bersifat linear.
3. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui hubungan antara persepsi pola asuh permisif orang tua dan
tingkat stress dengan intensitas perilaku merokok, maka dilakukan uji hipotesis. Uji
hipotesis untuk variabel persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dengan
variabel intensitas perilaku merokok dilakukan dengan teknik analisis regresi yang
perhitungannya dilakukan dengan bantuan program SPSS 12.0 for Windows.
Hasil uji hipotesis yang telah dilakukan menggunakan analisis regresi
menunjukkan bahwa:
a. Besar hubungan antara variabel intensitas perilaku merokok dengan tingkat
stress yang dihitung dengan koefien korelasi adalah 0.366, sedangkan variabel
intensitas perilaku merokok dengan persepsi terhadap pola asuh permisif
orang tua mempunyai koefisien korelasi sebesar 0.244. Secara teoritis, karena
korelasi antara intensitas perilaku merokok dengan tingkat stress lebih besar,
maka variabel tingkat stress lebih berpengaruh terhadap intensitas perilaku
merokok dibandingkan dengan variabel persepsi terhadap pola asuh permisif
orang tua.
b. Tanpa adanya kontrol yang dilakukan pada variabel yang akan diukur, tingkat
signifikansi koefisien korelasi menghasilkan angka 0.000 atau praktis 0. Hal
ini mengindikasikan bahwa korelasi di antara variabel intensitas perilaku
merokok dengan tingkat stress dan persepsi terhadap pola asuh permisif orang
tua sangat nyata.
c. Angka Adjusted R square adalah 0.13. Hal ini berarti 13 % dari intensitas
perilaku merokok bisa dijelaskan oleh variabel tingkat stress dan persepsi
terhadap pola asuh permisif orang tua. Dan sisanya (100%-13%=87%)
disumbang oleh variabel variabel yang lain.
d. Standard Error of Estimate adalah 18.146. Pada analisis sebelumnya, standar
deviasi Intensitas Perilaku Merokok adalah 19.452. Karena Standard Error of
Estimate lebih kecil dari standar deviasi Intensitas Perilaku Merokok maka
model regresi lebih bagus dalam bertindak sebagai prediktor Intensitas
Perilaku Merokok daripada rata rata Intensitas Perilaku Merokok itu sendiri.
e. Dari uji Anova atau F test, didapat F= 30.380 dengan tingkat signifikansi
0.000 (p< 0.05) maka persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan
tingkat stress mempengaruhi intensitas perilaku merokok pada wanita.
D. Pembahasan
Hasil penelitian menghasilkan hipotesis penelitian yang berbunyi ada
hubungan positif antara persepsi pola asuh permisif orang tua dan tingkat stress
dengan intensitas perilaku merokok mahasiswi perokok aktif diterima.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Komasari & Helmi (2000)
yang mengatakan bahwa apabila orang tua merokok maka orangtua merupakan agen
imitasi yang baik. Jika keluarga mereka tidak ada yang merokok, maka sikap permisif
orangtua merupakan pengukuh positif atas perilaku merokok. Sikap permisif orang
tua merupakan bagian dari pola asuh permisif. Pola asuh permisif menurut Baumrind
(dalam Furhmann, 1990) merupakan bentuk sikap dimana orang tua memberi
kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut
untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua, sikap ini
memandang anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk tidak
berdisiplin dan anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan
sikap seperti ini anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua.
Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat dari Smett (1994) yang
mengatakan bahwa stress dapat mempengaruhi kesehatan melalui dua cara yaitu
perubahan perilaku dan perubahan fisiologis. Seseorang yang mengalami stress akan
mengalami perubahan perilaku misalnya menjadi malas berolah raga, intake makanan
yang sangat besar atau sangat sedikit, mengkonsumsi alkohol dan merokok.
Perilaku merokok dianggap sebagai upaya penyeimbang dalam kondisi stress
pada beberapa orang yang menjadi perokok aktif termasuk didalamnya adalah wanita
yang menjadi perokok aktif (Musthafa, 1990). Tuntutan / stressor yang dihadapi
mahasiswi/wanita
yang menjadi perokok aktif menuntut mereka untuk dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Sementara itu mereka tidak selalu
berhasil melakukan penyesuaian dengan keadaan yang ada, sehingga hal ini
menyebabkan munculnya hambatan yang membuat mereka mencari suatu pengalihan.
Perokok aktif yang intensitas perilaku merokoknya meningkat saat mengalami stress
termasuk ke dalam tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif.
Traquet (1992) mengatakan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif
menganggap bahwa merokok membantu mereka untuk menghadapi rasa kesepian,
kesedihan, duka cita, kemarahan dan frustasi. Banyak wanita perokok aktif yang
mempercayai bahwa merokok dapat menenangkan ketegangan, mengurangi stress
dan perasaan marah serta frustasi. Mereka mempersepsi bahwa tanpa rokok, perasaan
perasaan tersebut tidak mampu dihadapi.
Wanita yang menjadi perokok aktif mempunyai keinginan yang paling besar
untuk merokok pada waktu mereka sedang berada dalam situasi gejolak yang tinggi
sedangkan keinginan untuk merokok pada pria yang menjadi perokok aktif paling
besar muncul pada saat situasi tenang (Kleinke & Staneski, 1983).
Subjek penelitian mayoritas berada pada kategori tinggi untuk intensitas
perilaku merokok. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Wechsler dan
Gottlieb (dalam Thornberg,1982) menemukan bahwa wanita yang menjadi perokok
aktif lebih suka merokok seharian dibanding pria dan menurut Johnston (Fuhrmann,
1990) ternyata wanita yang menjadi perokok aktif memiliki kecenderungan untuk
merokok lebih berat daripada pria. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh
perubahan peran jenis sehingga mendorong wanita untuk lebih memperlihatkan
otonominya, selain itu ditemukan bahwa wanita yang menjadi perokok aktif
umumnya berpendidikan tinggi.
Sumbangan efektif tingkat stress dan persepsi terhadap pola asuh permisif
orang tua terhadap intensitas perilaku merokok adalah sebesar 13% Sisanya sebesar
87% disebabkan oleh faktor faktor yang lainnya.
E. Kesimpulan& Saran
Kesimpulan
Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Tingkat stress dan persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua responden
mampu memicu intensitas merokok yang tinggi pada responden.
2.
Semakin rendah persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat
stress maka akan semakin rendah intensitas perilaku merokok dan semakin
tinggi persepsi terhadap pola asuh permisif dan tingkat stress maka akan
semakin tinggi juga intensitas perilaku merokok subjek penelitian.
3.
Secara keseluruhan responden yang terlibat dalam penelitian ini memiliki
persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua yang berada pada kategori
sedang.
4.
Secara keseluruhan intensitas perilaku merokok responden penelitian berada
pada kategori tinggi. Hal ini diungkapkan dengan beberapa aspek intensitas
perilaku merokok, seperti: jumlah konsumsi rokok dan lama waktu merokok,
tempat merokok dan fungsi rokok bagi individu yang menjadi perokok dalam
kehidupan sehari- hari.
5.
Tingkat stress responden penelitian secara keseluruhan berada pada kategori
sedang.
6.
Intensitas perilaku merokok pada responden disumbang hanya sebesar 13% oleh
persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dan tingkat stess. Sementara
87% disebabkan oleh faktor faktor yang lain.
7.
Saran
Mencermati
hasil
penelitian
yang
telah
dilakukan,
serta
dengan
memperhatikan berbagai kendala yang penulis hadapi di lapangan, ada beberapa
saran yang dapat penulis sampaikan pada sub- bab ini, antara lain:
1. Bagi subjek penelitian
Merunut pada hasil penelitian yang diperoleh bahwa intensitas perilaku
merokok subjek berada pada kategori tinggi pada saat subjek mengalami tingkat
stress, maka disarankan kepada subjek penelitian agar dapat mencari alternative lain
untuk menghilangkan stress yang lebih positif misalnya dengan membaca buku,
melakukan meditasi, yoga dll. Seperti yang telah dikemukakan penulis pada bab
sebelumnya bahwa merokok tidak hanya memberikan efek negatif bagi perokok
aktif saja tetapi juga bagi orang orang yang berada di sekitar perokok atau yang
disebut dengan perokok pasif.
2. Untuk peneliti selanjutnya
a). Mencoba mengeksplor lebih dalam lagi variabel intensitas perilaku merokok
dengan variabel- variabel lain. Misalnya dengan mengaitkann antara intensitas
perilaku merokok dengan strata pendidikan, pengaruh iklan, serta tema- tema lain
yang terkait.
b). Mencari subjek penelitian dengan latar belakang keluarga yang relatif sama.
c). Menggunakan teori yang lebih baru dalam mengungkap aspek aspek yang terkait
dengan variabel variabel penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 1998. Merokok dari Berbagai Sisi. Tempo, 08 Maret 1998.
Anonym. 2006. Antara Stress dan Merokok. Femina, 27 Januari 2006.
Anonym,
2008.
Lindungi
Generasi
Muda
dari
Bahaya
Rokok.
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=31
17. 03/5/2008
Aritonang, MER. 1997. Fenomena Wanita Merokok. Skripsi (Tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Azwar, S. 1997. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Liberty.
Brigham, C. J., 1991. Social Psychology. Boston: Harper Collins Publisher, Inc.
Chaplin, C. P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Cetakan Pertama (Terjemahan:
Kartini Kartono). Jakarta: CV. Rajawali Press.
D’Hondt, W. and Vandewiele, M. 1983. Attitude of Sinegelese Schoolgoing
Adolescence toward Tobacco Smoking. Journal of Youth and Adolescence,
12: 333-353.
Folkman, S.1984. personal Central, Stress and Coping Process : A Theoritical
Analysis. Journal of Personality and Social Psychologi, 46, 836-852 (4).
Fuhrmann, B. S. 1990. Adolescence. London: Scott, Foresman and Company.
Grinder, R. E. 1978. Adolescene. (2nd ed.). Canada: John Wiley& Ons Inc.
Hardjanah, A. M. 1994. Stress tanpa Distress. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hurlock, Elizabeth Bergner. 1973. Adolescent Development. 4th ed. Tokyo: McGrawHill Kogakusha, Ltd.
Kleinke, C. L., and Staneski, R. A. 1983. Attribution for smoking Behavior:
Comparing Smoker with Non Smoker and Predicting Smoker’s Cigarrets
Consumption. Journal of Research in Personality, 17: 242-255.
Komasari, Dian., & Helmi, Avin Fadilla. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku
Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi, 1: 37-47.
Leventhal, H. and Cleary, P. D. 1980. The Smoking Problem: A Review of The
Research & Theory in Behavioral Risk Modification. Psychological Bulletin,
88: 370-405.
Mu’tadin,
Zainun.
2002.
Remaja
dan
psikologi.com/remaja/050602.html. 07/02/07.
Rokok.
http://www.e-
Musthafa, R. R. 1990. Merokok Tidak Hanya Membunuh Si Perokok saja. Femina,
No. 17/ XIII, 25 April-5 Mei 1990.
Partodiharjo, Subagyo. 2003. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Priest, Robert. 1990. Stress dan Depresi. Bandung: CV. Rosda
Pulkkinen, Lea. 1983. Youthful Smoking and Drinking in a Longitudinal Perspective.
Journal of Youth and Adolescence, 12: 253- 283.
Richmond, Malia., Sommerfeld, Beth Kaplan., Spring, Bonnie., McChargue, Dennis.
2001. Rumination and Cigarette Smoking: A Bad Combination for Depressive
Outcomes?. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 69, 5: 836-840.
Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suhariyono, A. 1993. Intensitas Merokok dan Kecenderungan Memilih Tipe Strategi
Menghadapi Masalah pada Siswa SMTA di Yogyakarta. Skripsi (Tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Thornberg, H. D. 1982. Developmental Adolescene. (2nd ed.). California: Book/ Cole
Publishing Company.
Traquet, Claire Chollat. 1992. Women and Tobacco. Geneva: World Health
Organization.
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Heni Sulistyawati
No. Mahasiswa
: 04320235
Alamat
: Jl. Letnan Siswo 17 Candiroto- Temanggung
Jawa Tengah
Telepon
: 085292229387
Download