UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA BAPAK B (78 TAHUN) DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI CIBUBUR KARYA ILMIAH AKHIR NERS OKTARIYANI 0806334211 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013 Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA BAPAK B (78 TAHUN) DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI CIBUBUR KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan OKTARIYANI 0806334211 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013 i Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 ii Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 iii Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Keperawatan pada Keperawatan Program Profesi Keperawatan, Fakultas Ilmu Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada: (1) Ibu Kuntarti, SKp.,M.Biomed., selaku ketua program studi sarjana ilmu keperawatan; (2) Ibu Riri Maria, M.ANP, selaku koordinator mata ajar karya ilmuah akhir ners; (3) Ns. Dwi Nurviyandari Kusuma Wati, SKep., MN., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (4) Bpk. Ns. Ibnu Abas, S. Kep., selaku penguji dalam sidang karya ilmiah saya yang telah memberikan banyak masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini; (5) Seluruh dosen pengajar, narasumber dan staff Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan; (6) Orang tua dan keluarga saya yang berada di Lampung yang selalu mendoakan dan telah memberikan bantuan dukungan material dan moral selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan karya ilmiah ini; (7) Sahabat dan teman-teman sekelompok peminatan gerontik yang telah berjuang bersama dan memberikan dukungan moral dalam pemberian asuhan keperawatan dan penyelesaian karya ilmiah ini; (8) Teman-teman FIK Reguler Angkatan 2008 yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini; (9) Teman-teman dan sahabat saya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, moral, doa dan saran dalam menyelesaikan karya ilmiah ini; iv Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 (10) Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur beserta seluruh staf dan petugas STW yang telah menyediakan sarana dan prasarana dan membantu selama praktik profesi peminatan gerontik; (11) Pihak-pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan banyak dukungan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan penyelesaian laporan ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat bagai pengembangan ilmu. Depok, 8 Juli 2013 Penulis v Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 vi Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 ABSTRAK Nama : Oktariyani NPM : 080633211 Program Studi : Profesi Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Bapak B (78 Tahun) Dengan Masalah Konstipasi Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur Karya Ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui gambaran analisis intervensi pada asuhan keperawatan yang diberikan pada Bapak B (78 tahun) dengan masalah konstipasi di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur. STW adalah salah satu pelayanan kesehatan keperawatan bagi lansia yang terdapat diperkotaan. Bapak B (78 tahun) salah satu lansia di STW mengeluhkan sering mengalami sulit buang air besar atau konstipasi sejak tahun 2010. Konstipasi yang dialami oleh lansia biasanya disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan tonus otot panggul dan abdomen serta defisiensi asupan cairan dan serat. Latihan mengayuh sepeda adalah salah satu latihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot panggul dan abdomen sehingga menyebabkan evakuasi secara tepat dan dapat mencegah konstpasi. Oleh karena itu latihan ini dapat diberikan sebagai salah satu intervensi dalam penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi. Kata Kunci : Konstipasi, lansia, latihan mengayuh sepeda, pelayanan kesehatan lansia vii Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 ABSTRACT Name NPM Study Program Title : OKTARIYANI : 0806334211 : Professional of Nursing : Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Health in Mr. B (78 years old) with Constipation Problem at Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur This paper had purposed to describe of analysis interventions in nursing care that given to Mr. B (78 years old) with constipation problem at Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur. STW is one of the health care service for elderly in urban. Mr. B (78 years old) one of the elderly in STW had complained difficult bowel movement or constipation since 2010. Constipation in elderly usually caused by decreased motility, lack of activity, decreased strength of the pelvic and abdominal muscle tone and deficiency fluid and fiber. Bicycling stationary is one of the exercises that can improved the strength of pelvic and abdominal muscle tone so caused evacuation properly and can prevented constipation. Therefore, this exercise can be given as one of the interventions on nursing care for elderly who had constipation problem. Keyword: Constipation, elderly, bicycling stationary exercise, health care service for elderly viii Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ..................................... vi ABSTRAK ............................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 1 1 6 6 6 6 7 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9 2.1 Teori Kebutuhan Manusia .............................................................. 9 2.2 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal Pada Lansia ............ 10 2.3 Konstipasi .................................................................................... 12 2.3.1 Pengertian Konstipasi..................................................... 12 2.3.2 Faktor Risiko Konstipasi Pada Lansia ............................ 13 2.3.3 Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi Pada Lansia ...... 14 2.3.4 Komplikasi Konstipasi Pada Lansia ................................ 16 2.4 Penatalaksanaan Konstipasi Pada Lansia ...................................... 17 2.4.1 Pengkajian Konstipasi Pada Lansia ................................ 17 2.4.2 Intervensi Konstipasi Pada Lansia ................................... 18 2.5 Pelayanan Perawatan Kesehatan Untuk Lansia ............................. 21 3. LAPORAN KASUS KLIEN UTAMA ................................................ 26 3.1 Pengkajian .................................................................................... 26 3.1.1 Riwayat Kesehatan ......................................................... 26 3.1.2 Kebiasaan Sehari-hari ..................................................... 27 3.1.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................... 29 3.2 Analisis Data ................................................................................. 30 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan....................................................... 31 3.4 Implementasi ................................................................................. 34 3.5 Evaluasi......................................................................................... 37 4. ANALISA SITUASI ............................................................................ 40 4.1 Profil Lahan Praktik ..................................................................... 40 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Kasus .................. 44 ix Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ......................................................................... 46 4.4 Alternatif Pemecahan Masalah ...................................................... 47 5. PENUTUP ........................................................................................... 49 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 49 5.2 Saran ............................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53 x Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pengkajian Lampiran 2. Analisis Data Lampiran 3. Rencana Asuhan Keperawatan Lampiran 4. Implementasi dan Evaluasi Lampiran 5. Media Leaflet Konstipasi xi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Darmojo & Martono 1999 dalam Fatmah, 2010). Akibat dari menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, lansia akan mengalami perubahan-perubahan pada dirinya. Perubahan tersebut dapat mencakup perubahan struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Perubahan ini terjadi hampir di seluruh sistem tubuh pada lansia, salah satunya adalah sistem gastrointestinal pada lansia. Perubahan sistem gastrointestinal pada lansia dapat terjadi sepanjang jalur sistem gastrointestinal mulai dari rongga mulut hingga rektum. Salah satu perubahannya termasuk perubahan struktur dan fungsi kolon atau usus besar. Pada lansia terjadi perubahan dalam kolon termasuk penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltik kolon yang melemah sehingga gagal mengosongkan rektum yang dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000). Selain itu, pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorbsi air dan elektrolit meningkat, feses menjadi lebih keras, sehingga lansia mengalami kesulitan buang air besar atau yang disebut dengan konstipasi. (Darmojo& Martono, 2006). Konstipasi tidak dianggap sebagai bagian dari penuaan alami. Konstipasi biasanya memiliki etiologi multifaktor. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi pada lansia antara lain, defisiensi serat, kurangnya intake cairan, kurangnya aktivitas fisik, depresi, penggunaan obat-obatan, gangguan metabolik (hiperkalsemia, hipotiroid), obstruksi mekanik dan kurangnya privasi untuk buang air besar (Mulyani, 2010). Selain itu, walaupun integritas sfingter eksterna tetap 1 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 2 utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga hal ini juga menyebabkan lansia cenderung mengalami konstipasi (Potter& Perry, 2005). Pada umumnya, lansia menganggap konstipasi sebagai hal yang biasa, namun jika tidak diatasi konstipasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius. Komplikasi yang ditimbulkan dari konstipasi jika tidak ditangani diantaranya hemoroid, prolaps rektum, impaksi fekal (feses menjadi keras dan kering), obstruksi usus dan kanker kolon (Toner & Claros, 2012). Angka kejadian konsipasi maupun komplikasi dari konstipasi cukup tinggi jika tidak ditangani. Di Inggris prevalensi lansia yang mengalami konstipasi yakni 2025% dengan perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-laki (23% pada perempuan dan 14% pada laki-laki), sementara di New Zaeland angka kejadian konstipasi sekitar 22% pada lansia yang tinggal di komunitas (Tariq, 2007). Di Indonesia sendiri dalam penelitian Fitriani (2010) menjelaskan bahwa sebanyak 37 responden (37,4%) lansia di Panti Sosial Sabai Nan Aluih Sicincin Kota Padang mengalami kejadian konstipasi. Dalam Konsensus Nasional Penatalaksanaan Konstipasi Di Indonesia tahun 2010 DR. dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH menyatakan bahwa 2.397 pasien di RSCM Jakarta yang menjalani pemeriksaan kolonosopi dari tahun 1998-2005, 9% diantaranya adalah pasien dengan konstipasi. Berdasarkan penelitian tersebut juga didapatkan hasil dari semua pasien dengan konstipasi 36% menderia hemoroid dan kurang lebih 8% diantaranya menderita tumor ganas/kanker kolon. Sementara bagi lansia yang berada di nursing home menurut Gallagher (2008) menyatakan bahwa 50% lansia mengalami konstipasi dan 50-74% lansia menggunakan laksatif setiap hari untuk memperlancar BAB. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 3 Masalah konstipasi dan komplikasinya pada lansia dapat semakin meningkat khususnya pada lansia yang tinggal di perkotaan. Hal ini dapat disebabkan karena masyarakat Indonesia terutama yang diperkotaan mengalami pergeseran pola konsumsi pangan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat, maka terjadi pula perubahan kebiasaan makan yang cenderung kebarat-baratan (western style diet) seperti makanan jadi dan makanan siap saji telah menjadi kegemaran di masyarakat. Masyarakat umumnya belum tahu atau kurang menyadari bahwa makanan jadi telah kehilangan banyak komponenkomponen essensial makanan, khususnya serat. Asupan serat yang terlampau rendah dalam kurun waktu lama akan mempengaruhi kesehatan seperti konstipasi, kegemukan dan serangan penyakit degeneratif (Soelistijani, 2002). Kurangnya asupan cairan pada lansia juga dapat menjadi salah satu penyebab konstipasi yang terjadi pada lansia. Fitriani (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa 52,5% asupan cairan mempengaruhi kejadian konstipasi pada lanjut usia. Menurut Muhammad (2010) salah satu masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh akibat penurunan rasa haus pada lansia. Penurunan rasa haus pada lansia otomatis akan menurunkan asupan cairan, padahal dalam fungsinya cairan memegang peranan penting terutama untuk mengolah makanan dalam usus, tanpa cairan yang cukup usus tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga timbulah sembelit atau konstipasi. Lansia yang tinggal di perkotaan memiliki risiko tinggi untuk mengalami konstipasi dikarenakan aktivitas yang kurang, Affandi (2009) dalam penelitiannya mejelaskan bahwa lansia diperkotaan umumnya menggeluti bidang industri dan jasa sehingga sedikit yang bekerja yaitu 42,5%. Selain itu, tingkat pendidikan yang tinggi yang dimiliki oleh lansia yang tinggal diperkotaan juga mempengaruhi apakah lansia bekerja atau tidak. Lansia yang mencapai tingkat pendidikan tinggi umumnya adalah mereka yang dulunya mempunyai pekerjaan yang baik akibatnya sekarang pada masa tuanya tidak perlu bekerja lagi sehingga aktivtas yang dilakukan semakin minimal. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 4 Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur adalah salah satu pelayanan untuk lansia yang terdapat di area perkotaan. Lansia yang tinggal di STW sebagian besar berasal dari perkotaan sehingga memiliki gaya hidup perkotaan sebelumnya. Di STW ini lansia mendapatkan fasilitas berupa makan 3 kali sehari, pelayan kesehatan dan adanya kegiatan setiap pagi berupa senam dan bermain angklung. Hasil observasi selama praktik 7 minggu di STW didapatkan beberapa data berupa makanan yang diberikan kepada lansia tidak disesuaikan dengan diet penyakit lansia dan kurang serat. Saat sarapan lansia mendapatkan menu nasi dan lauk pauk, pada siang dan malam hari lansia baru akan mendapatkan buah dan sayur. Selain itu belum adanya pemantauan intake cairan pada lansia di panti menyebabkan tidak teridentifikasinya lansia yang mengalami kekurangan cairan. Sebagian lansia di STW memiliki caregiver untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk kebersihan terdapat petugas yang akan membantu membersihkan kamar lansia. Adanya caregiver ataupun petugas yang membantu lansia dalam memenuhi kebutuhannya menyebabkan lansia sedikit beraktivitas. Biasanya lansia beraktivitas hanya di pagi hari jika ada senam, namun tidak setiap hari lansia juga mengikuti senam atau kegiatan yang diadakan STW. Kurangnya aktivitas pada lansia ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada lansia, seperti nyeri sendi, penurunan kekuatan otot dan risiko jatuh. Selain itu, kurangnya aktivitas pada lansia juga merupakan salah satu faktor risiko penyebab masalah konstipasi pada lansia. Wisma Bungur adalah salah satu wisma yang ada di STW dan didalamnya terdapat 18 lansia. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa 3 lansia (16,67%) mengeluhkan memiliki masalah sulit buang air besar. Di STW jika ada lansia yang mengalami masalah konstipasi dianjurkan untuk banyak minum air putih dan diberikan obat laksatif untuk membantu menyelesaikan masalah konstipasi. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 5 Peningkatan jumlah asupan air putih pada lansia dapat menyebabkan lansia banyak buang air kecil khususnya di malam hari sehingga dapat mengganggu tidur lansia. Oleh karena itu, lansia lebih memilih untuk meminta obat laksatif untuk menyelesaikan masalah konstipasi yang dialami. Konstipasi yang dialami lansia dapat berulang dan pemakaian laksatif yang berlebihan dapat menyebabkan hilangnya refles defekasi normal sehingga lansia akan menjadi ketergantungan dengan penggunaan laksatif untuk buang air besar. Bpk. B (78 tahun) salah satu lansia yang ada di wisma bungur mengeluhkan sulit buang air besar dan mengatakan sudah sering mengalami konstipasi sejak tahun 2010 dan biasanya Bpk B meminta obat jika sudah 5 hari tidak buang air besar. Bpk B mengatakan bahwa pernah hampir satu jam berusaha di dalam kamar mandi mengejan untuk mengatasi masalah konstipasi yang dialami. Saat dilakukan pengkajian terlihat perut Bpk. B membuncit dan mengatakan sudah 3 hari tidak BAB. Aktivitas Bpk B sehari-hari sangat minimal. Hal ini dikarenakan untuk beraktivitas Bpk B memiliki gaya berjalan diseret, Bpk B juga jarang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW, kegiatan bersih-bersih kamar juga dilakukan oleh petugas dan sehari-hari Bpk B beraktivitas hanya duduk di depan kamar. Untuk mengatasi masalah konstipasi pada Bpk B dilakukan intervensi inovasi berupa peningkatan aktivitas atau latihan pada Bpk B yaitu dengan melatih latihan gerakan mengayuh sepeda dan dimasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian Bpk B. Latihan mengayuh sepeda memiliki manfaat untuk mengencangkan otot-otot abdomen dan dapat menstimulasi kontraksi usus serta dapat meningkatkan pergerakan feses. Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh sepeda 3 sampai 4 kali dalam seminggu efektif sebagai perawatan untuk mencegah konstipasi. Selain itu, bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah. Pergerakan tubuh bagian bawah selama bersepeda menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 6 ini dapat mencegah konstipasi. Oleh karena adanya manfaat latihan mengayuh sepeda untuk mencegah konstipasi dan adanya fasilitas yang disediakan oleh STW sehingga penulis tertarik untuk menerapkan laihan mengayuh sepeda pada asuhan keperawatan Bpk B dengan menggunakan teori dan konsep keperawatan gerontik agar dapat menyelesaikan masalah konstipasi yang selama ini menjadi keluhan Bpk B. 1.2 Perumusan Masalah Lansia mengalami perubahan pada sistem tubuhnya yang mencakup perubahan struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Salah satunya adalah perubahan pada sistem gastrointestinal. Adanya perubahan pada sistem gastrointestinal dapat menyebabkan masalah konstipasi pada lansia. Namun, konstipasi ini juga terjadi karena berbagai multifaktor. Angka kejadian konstipasi dan komplikasi yang ditimbulkan semakin meningkat jika masalah ini tidak ditangani khususnya pada lansia yang tinggal di perkotaan. Hal ini disebabkan lansia yang tinggal di perkotaan memiliki aktivitas yang minimal dan gaya hidup yang kebarat-baratan sehingga mengkonsumsi makanan yang kurang serat. STW merupakan salah satu institusi bagi lansia yang ada di perkotaan. Masalah kesehatan pada lansia di STW ini sebagian besar karena faktor gaya hidup sebelumnya, salah satunya adalah masalah konstipasi. Masalah konstipasi pada lansia dapat diselesaikan dari berbagai faktor risiko yang ada. Oleh karena itu, dalam laporan ini penulis ingin menganalisis intervensi dapat yang diberikan dalam asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan. 1.3 1.3.1 Tujuan Penulisan Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah menganalisis asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Bpk B (78 tahun) dengan masalah konstipasi selama 7 minggu praktik di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 7 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah: 1. Menggambarkan profil pelayanan lansia di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan 2. Menjelaskan hasil analisis latihan fisik gerakan megayuh sepeda sebagai intervensi dalam mengatasi konstipasi pada lansia 3. Menggambarkan hasil pengkajian pada Bpk B dengan masalah konstipasi di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan 4. Menggambarkan rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia dengan masalah konstipasi 5. Menggambarkan implementasi yang telah dilakukan pada lansia yang mengalami masalah konstipasi 6. Menggambakan evaluasi hasil implementasi yang telah dilakukan 1.4 Manfaat Penulisan Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengatasi masalah konstipasi pada lansia, antara lain: 1. Bagi pelayanan keperawatan dan kesehatan lansia Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan di STW terkait intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah konstipasi yang dialami oleh lansia. Selain itu, diharapkan laporan ini dapat menjadi masukan bagi bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan untuk dapat menerapkan intervensi yang telah dilakukan menjadi kegiatan rutin bagi lansia sehingga dapat mencegah konstipasi pada lansia dan mengurangi angka kejadian konsipasi lansia di STW. 2. Bagi keilmuan Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik maupun bagi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 8 penelitian selanjutnya. Bagi pendidikan diharapkan hasil laporan ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk pengembangan ilmu mengenai intervensi keperawatan pada lansia yang mengalami masalah konstipasi. Selain itu, juga dapat dijadikan sumber informasi bagi pendidikan agar dapat menerapkan intervensi yang telah dilakukan sebagai salah satu pemecahan masalah konstipasi pada lansia. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan atau ide untuk meneliti lebih jauh terkait manfaat intervensi mengayuh sepeda dan dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian selanjutnya terkait masalah konstipasi yang terjadi pada lansia. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kebuuhan Manusia Kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, air, keamanan dan harga diri merupakan hal yang penting untuk kesehatan dan besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi akan menentukan tingkat kesehatan dan posisi individu pada rentang sehat-sakit. Maslow mengatur kebutuhan dasar manusia dalam lima tingkatan yang dikenal dengan Hirarki Maslow (Potter & Perry, 2005). Apabila kebutuhan pada hirarki Maslow ini terpenuhi maka merupakan orang yang sehat namun, apabila satu atau lebih kebutuhan tidak terpenuhi maka merupakan orang yang berisiko untuk sakit atau mungkin tidak sehat pada satu atau lebih dimensi manusia. Terdapat lima tingkatan kebutuhan berdasarkan hirarki Maslow. Tingkatan yang paling dasar meliputi kebutuhan fisiologis, seperti udara, air dan makanan, temperature, eliminasi, tempat tinggal, aktivitas, istirahat dan seks. Tingkatan yang kedua meliputi kebutuhan keselamatan dan kemanan yang meliputi keamanan fisiologis dan psikologis. Tingkatan yang ketiga mencakup kebutuhan cinta dan rasa memiliki termasuk hubungan sosial persahabatan dan cinta seksual. Tingkatan keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan harga diri yang melibatkan percaya diri, merasa berguna, penerimaan dan kepuasan diri. Tingkatan terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri berupa pernyataan dari penerimaan yang penuh potensi dan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengatasinya dengan cara realistis yang berhubungan dengan situasi hidup. Kebutuhan fisiologis merupakan tingkatan pertama dalam teori kebutuhan hirarki Maslow. Dalam kebutuhan fisiologis ini eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia. Masalah kesehatan yang terjadi pada seorang individu dapat terjadi jika kebutuhan eliminasinya tidak terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan eliminasi yang 9 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 10 tidak terpenuhi dapat menyebabkan ketidakmampuan berlebih, merasa kenyamanan dan keamanan terganggu, menyebabkan isolasi sosial dan merasa tidak menikmati hidup yang berarti (Ebersole, 2009). Eliminasi merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh. Eliminasi dalam tubuh dapat dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan sistem pencernaan. Salah satu masalah eliminasi yang sering terjadi pada individu adalah konstipasi atau sulit buang air besar. Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh tidak adekuatnya eliminasi mengganggu ke dalam semua tingkatan kebutuhan berdasarkan hirarki Maslow namun yang paling mengganggu adalah kebutuhan pada tingkatan pertama yakni kebutuhan fisiologis 2.2 Perubahan Fisiologis Sistem Gastointestinal Pada Lansia Proses penuaan pada lansia memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam saluran gastrointestinal (GI), yaitu: 1. Rongga mulut Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi pada lansia mencakup tanggalnya gigi, mulut kering dan penurunan motilitas esophagus (Meiner, 2006). Pada lansia, banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses degenarasi akan mempengaruhi proses pengunyahan makanan (Fatmah, 2010). Tanggalnya gigi bukan suatu konsekuensi dasar dari proses penuaan, banyak lansia mengalami penanggalan gigi sebagai akibat dari hilangnya tulang penyokong pada permukaan periosteal dan periodontal (Stanley, 2006). Selain itu, kelenjar saliva juga mulai sukar disekresi yang mempengaruhi proses perubahan karbohidrat kompleks menjadi disakarida karena enzim ptyalin menurun. Fungsi lidah sebagai pelicin pun berkurang sehingga proses menelan menjadi lebih sulit (Fatmah, 2010). 2. Faring dan Esofagus Banyak lansia yang mengalami kelemahan otot polos sehingga proses menelan lebih sulit. Motilitas esofagus tetap normal meskipun esophagus mengalami sedikit dilatasi seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah kehilangan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 11 tonus, reflex muntah juga melemah pada lansia, sehingga meningkatkan risiko aspirasi pada lansia (Stanley, 2006). 3. Lambung Perubahan yang terjadi pada lambung adalah atrofi mukosa. Atrofi sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan menyebabkan berkurangnya sekresi asam lambung, pepsin dan faktor instrinsik. Karena sekresi asam lambung yang berkurang, maka rasa lapar juga akan berkurang. Ukuran lambung pada lansia juga mengecil sehingga daya tampung makanan berkurang. Selain itu, proses perubahan protein menjadi pepton terganggu (Fatmah, 2010). Selain itu, Meiner (2006) menjelaskan perubahan pH dalam saluran gastrointestinal dapat menyebabkan malabsorbsi vitamin B. Penurunan sekresi HCl dan pepsin yang berkurang pada lansia juga dapat menyebabkan penyerapan zat besi dan vitamin B12 menurun (Arisman, 2004). 4. Usus halus Perubahan pada usus halus yang terjadi pada lansia mencakup atrofi dari otot dan permukaan mukosa, pengurangan jumlah titik-titik limfatik, pengurangan berat usus halus dan pemendekan dan pelebaran vili sehingga menurunkan proses absorbsi. Perubahan struktur ini tidak secara signifikan mempengaruhi motilitas, permeabilitas atau waktu transit usus halus. Perubahan ini dapat mempengaruhi fungsi imun dan absorbsi dari beberapa nutrisi seperti kalsium dan vitamin D (Miller, 2004). 5. Hati dan Pankreas Setelah usia 70 tahun, ukuran hati dan pankreas akan mengecil, terjadi penurunan kapasitas menyimpan dan kemampuan mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan (Stanley, 2006). Hati berfungsi sangat penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu, hati juga memegang peranan besar dalam proses detoksifikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi bilirubin dan sebagainya. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 12 Semakin meningkatnya usia, secara histologis dan anatomis akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagian besar sel. Sel tersebut akan berubah bentuk menjadi jaringan fibrosa. Hal ini akan menyebabkan perubahan fungsi hati dalam berbagai aspek tersebut, terutama dalam metabolisme obat-obatan. Produksi enzim amylase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas metabolism karbohidrat, pepsin dan lemak juga akan menurun (Fatmah, 2010). 6. Usus besar dan Rektum Pada lansia perubahan yang terjadi di usus besar dan rektum mencakup penurunan sekresi mukus, penuruanan elastisitas dan persepsi distensi pada dinding rektum. Perubahan ini memiliki sedikit atau tidak ada hubungan pada motalitas dari feses saat buang air besar, tetapi ini merupakan predisposisi konstipasi pada lansia karena volume rektal yang bertambah (Prather, 2000 dalam Miller, 2004). Selain itu, proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen pada lansia sudah melemah (Fatmah, 2010). 2.3 2.3.1 Konstipasi Pengertian Konstipasi Kebiasaan seseorang melakukan defekasi berbeda-beda dan disaat seseorang mengalami kesulitan saat defekasi serta pola defekasi yang berbeda dari biasanya dapat dikatakan orang tersebut mengalami konstipasi. Defekasi dapat terjadi akibat adanya gerakan peristaltik yang menggerakkan massa feses ke depan. Kajadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu (Price & Wilson, 2002). Dalam diagnosa keperawatan NANDA disebutkan bahwa yang dimaksud dengan konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/atau pengeluaran feses yang keras, kering dan banyak. Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Gejala Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 13 dari konstipasi dapat mencakup feses yang keras dan kering, perut kembung, membuncit dan adanya nyeri perut (Administrator of JBI, 2008). Selain itu, adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Konstipasi biasanya digambarkan sebagai pergerakan perut yang tidak sering/ menurun, pergerakan yang kaku, penurunan volume atau berat dari feses, perasaan yang tidak puas setelah defekasi atau defekasi tergantung dari laksatif, enema atau supositoria untuk mengatur buang air besar agar teratur (Toner & Claros, 2012). Konstipasi adalah masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot panggul dan abdomen serta defisiensi asupan cairan dan serat. Sementara pada lansia yang mengalami konstipasi juga dapat disebabkan karena penumpulan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus atau kegagalan dalam menganggapi sinyal untuk defekasi (Stanley, 2006). Konstipasi yang terjadi selama minimal 3 bulan dalam satu tahun dapat dikategorikan ke dalam konstipasi kronik (Gallegos, 2012). Adapun kriteria diagnostik untuk konstipasi kronik tersebut meliputi setidaknya mencakup dua atau lebih dari tanda berikut, yakni kekauan selama lebih dari 25% defekasi, feses keras lebih dari 25% defekasi, sensasi evakuasi yang tidak lengkap lebih dari 25% dari defekasi, kurang dari tiga kali defekasi selama satu minggu, evakuasi secara manual atau butuh bantuan untuk defekasi dan sulit BAB tanpa laksatif, 2.3.2 Faktor Risiko Konstipasi Pada Lansia Konstipasi dapat disebabkan secara primer oleh penurunan motilitas atau penyebab kedua karena reaksi obat yang merugikan, obstruksi saluran pencernaan atau komplikasi dari hipertiroid (Toner & Claros, 2012). Selain itu, banyak faktor khusus pada lansia yang dapat diidentifikasi dan mempengaruhi konstipasi. Dalam diagnosa keperawatan NANDA disebutkan bahwa faktor risiko dari konstipasi dapat secara fungsional, psikologis, farmakologis, mekanis dan fisiologis (Herdman, 2012). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 14 Secara fungsional faktor risiko konstipasi terdiri dari kelemahan otot abdomen, kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi, eliminasi atau defekasi yang tidak adekuat (misalnya, tepat waktu, posisi saat defekasi dan privasi), aktivitas fisik yang tidak memadai, kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan perubahan lingkungan baru-baru ini. Sementara secara psikologis faktor risiko dari konstipasi dapat berupa depresi, stress emosi dan konfusi mental. Secara farmakologis banyak jenis obat yang dapat berisiko mengalami konstipasi, seperti antasida yang mengandung alumunium, antikolinergik, antikonvulsan, anidepresan, agens antilipemik, garam bismuth, kalsium bikarbonat, penyekat saluran kalsium, diuretik, garam besi, overdosis laksatif, agens anti-inflamasi nonsteroid, opiate, fenotiazid, sedatif dan simpatomimetik. Secara mekanis faktor risiko yang menyebabkan konstipasi berupa ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, penyakit Hirschprung, kerusakan neurologis, obesitas, obstruksi pasca pembedahan, kehamilan, pembesaran prostat, abses atau ulkus pada rektum, prolaps rektum dan tumor. Faktor risiko terjadinya konstipasi selanjutnya adalah secara fisiologis yang berupa perubahan pola makan dan jenis makanan yang biasa di konsumsi, penurunan motilitas saluran cerna, dehidrasi, kondisi gigi atau hygiene yang tidak adekuat, asupan serat dan cairan yang tidak mencukupi serta pola makan yang buruk. Selain itu Administrator of JBI (2008) menambahkan bahwa faktor lingkungan seperti pengurangan privasi, tidak teraksesnya fasilitas konstipasi, ketergantungan terhadap bantuan orang lain juga dapat menyebabkan konstipasi. 2.3.3 Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi Pada Lansia Perubahan sistem gastrointestinal khususnya bagian bawah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lansia sering mengeluhkan sulit buang air besar atau konstipasi. McCrea, etc (2008) menjelaskan bahwa perubahan usia berkaitan dengan adanya perubahan pada sistem saluran pencernaan bagian bawah yang mempengaruhi waktu tansit feses dan penururnan cairan pada komposisi feses. Perubahan ini dapat mencakup atrofi pada dinsing usus halus, penurunan suplai Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 15 darah dan perubahan sensasi saraf meskipun perubahan fungsional ini tidak secara signifikan terlihat jelas pada saluran pencernaan lansia sehingga sekresi dan absorbsi zat sisa relative konstan. Hal ini disebabkan karena kelebihan pada masing-masing bagian dari saluran usus halus. Perubahan usia berkaitan dengan perubahan sensasi saraf pada enteric nervous system (ENS) yang mempengaruhi gangguan motilitas kolon. Perubahan lainnya yang terjadi pada lansia berhubungan dengan penurunan tekanan pada IAS (Internal Anal Sfingter) dan kekuatan otot pelvis maupun perubahan pada sensitifitas rectum dan fungsi anal (McCrea, 2008). Perubahan yang terjadi pada lansia ini tidak secara langsung menyebabkan konstipasi pada lansia, namun karena adanya faktor-faktor lain sehingga dapat menyebabkan masalah konstipasi pada lansia. McCrea, etc (2008) menjelaskan patofisiologi dari konstipasi pada umumnya dapat dijelaskan dengan dua mekanisme. Mekanisme yang pertama yaitu disfungsi motilitas usus atau yang disebut dengan dismotility yaitu keadaan dimana gagalnya koordinasi aktivitas untuk pergerakan feses menuju kolon. Mekanisme ini biasanya dihubungkan dengan faktor diet, obat-obatan, penyakit sistemik. Mekanisme yang kedua mencakup disfungsi otot pelvis yang hasilnya adalah tidak adekuatnya melakukan defekasi. Konstipasi diklasifikasikan kedalam tiga kategori berdasarkan patofisiologi manurut Toner & Claros (2012), yaitu Normal Transit Constipation (NTC), slow transit constipation (STC) dan Disorder of Constipation. Normal transit constipation (NTC) atau disebut juga konstipasi fungsional didefinisikan sebagai perasaan kesulitan dalam defekasi. Biasanya NTC direspon dengan penanganan noninvasif seperti peningkatan asupan cairan dan serat, meningkatkan aktivitas dan pengaturan pola defekasi secara regular. Pengalaman seseorang dengan tipe ini digambarkan dengan ketidakmampuan untuk mengevakuasi feses dari rektum meskipun feses dalam jumlah normal. Konstipasi tipe ini biasanya disebabkan karena tidak adekuatnya asupan cairan dan serat, kurangnya aktivitas/bedrest, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 16 kelemahan otot-otot abdominal, gagal untuk merespon sinyal defekasi, perubahan pola defekasi, hemoroid dan kehamilan. Kategori kedua adalah Slow transit constipation (STC) yang didefinisikan sebagai pergerakan bowel yang jarang dan disebabkan karena perubahan stimulasi usus. STC dikarenakan pergerakan usus halus yang lambat dan gangguan kontraksi kolon yang disebabkan karena disfungsi mekanisme refleks pada usus. Penyebab dari STC belum diketahui secara baik, walaupun hirschprung salah satu penyakit ekstrim yang menyebabkan STC. Kategori yang ketiga yakni Defecation disorders dikarakteristikkan oleh disfungsi sphingter atau pelvis yang dikenal sebagai dyssynergia. Meskipun sebelumnya disebabkan karena ketidakabnormalan structural seperti prolaps rektal, intussusceptions dan perineal descent dapat menyebabkan defecation disorder. 2.3.4 Komplikasi Konstipasi Pada Lansia Konstipasi yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi tersebut dapat mencakup anoreksia, inkontinensia fekal, kebingungan, mual dan muntah, disfungsi urinaria, impaksi fekal, prolaps rektal, hemoroid dan obstruksi bowel serta dapat menyebabkan kecemasan dan isolasi sosial (Koch & Hudson, 2000 dalam Folden 2002). Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum. Hemoroid ini disebabkan karena tekanan vena saat mengedan ketika terjadi konstipasi. Sementara inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol feses dan gas dari anus (Potter & Perry, 2005). Sementara, Toner & Claros (2012) menjelaskan komplikasi dari konstipasi dapat berupa hemoroid, prolaps rektal, obstruksi usus, dan impaksi fekal. Impaksi fekal adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan. Pada lansia beberapa impaksi fekal dapat menyebabkan obstruksi usus sehingga membutuhkan pertolongan bedah (Potter & Perry, 2005) Lansia yang menderita kelemahan, kebingungan atau tidak sadar adalah lansia yang paling berisiko mengalami impaksi. Hal ini dikarenakan mereka terlalu lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk melakkan defekasi. Kehilangan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 17 nafsu makan (anoreksia), distensi dan kram abdomen serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi. 2.4 2.4.1 Penatalaksanaan Konstipasi Pada Lansia Pengkajian Konstipasi Pada Lansia Konstipasi memiliki pengertian yang berbeda pada masing-masing individu. Pengkajian konstipasi dapat dimulai dengan mengklarifikasi apa yang dimengerti oleh orang tersebut terhadap konstipasi. Pengkajian konstipasi diperlukan untuk dapat menentukan faktor penyebab konstipasi. Touhy & Jett (2010) menjelaskan untuk mengkaji konstipasi pertama yang dilakukan adalah mengkaji riwayat BAB klien. Hal ini penting didapatkan untuk mengetahui kebiasaan pola BAB, frekuensi BAB, jumlah, konsistensi dan perubahan lainnya sebelum mengalami konstipasi dan sesudah. Banyak klinisi berpikir konstipasi merupakan tidak normalnya frekuensi BAB, namun secara luas seseorang dikatakan mengalami konstipasi kronik jika melaporkan keadaan seperti kekakuan, tidak puasnya defekasi serta adanya feses yang keras dan kering. Pengkajian selanjutnya adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mengetahui penyebab konstipasi secara sistematis seperti penyaki-penyakit neurologi, endokrin atau metabolik. Gejala yang mungkin ditunjukkan ketika seseorang mengalami masalah pada sistem gastrointestinal adalah nyeri abdomen, mual, muntah, penurunan berat badan, melena, perdarahan rektum, nyeri rektum, dan demam (Touhy & Jett, 2010). Pengkajian berikutnya berupa riwayat asupan makanan dan cairan yang dibutuhkan untuk menentukan jumlah serat dan cairan yang telah dikonsumsi. Pengkajian lainnya berupa tingkat aktivitas dan penggunaan obat-obatan pada klien. Riwayat psikososial juga penting seperti depresi, cemas dan stress karena merupakan faktor risiko penyebab konstipasi. Selain itu menurut Folden, (2002) menyebutkan bahwa pengkajian berupa evaluasi kemampuan kognitif, faktor lingkungan, dan kepercayaan budaya terkait eliminasi juga diperlukan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 18 Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada klien konstipasi menurut Touhy & Jett (2010) berupa pemeriksaan abomen dan rektum. Pada abdomen yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik lengkap yaitu inspeksi, auskultasi, perkusi dan pal[asi. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah ada massa, kelembutan, distensi, peningkatan suara perut dan bising usus. Pemeriksaan rektal juga penting untuk mengkaji apakah terdapat nyeri rektum, yang dapat mengindikasikan adanya masalah seperti hemoroid atau fisura, yang akan mempengaruhi evakuasi feses dan untuk mengevaluasi kekuatan sfingter, adanya prolaps rektum, penyempitan, reflek anal, dan pembesaran prostat. Tes laboratorium juga diperlukan untuk mengkaji konstipasi meliputi hitung darah lengkap, tes gula darah puasa, dan pemeriksaan tiroid. Pemeriksaan diagnostic lain yang mungkin diperlukan adalah sigmoidoscopy, colonoscopy dan CT scan abdomen. Tes diagnostic lainnya berupa radiopaque markers, defecating proctography, dan anorectal manometry. (Touhy & Jett, 2010). 2.4.2 Intervensi Konstipasi Pada Lansia Intervensi yang dapat dilakukan pada lansia yang mengalami konstipasi dapat menggunakan pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi. Intervensi nonfarmakologi dapat berupa peningkatan asupan cairan dan serat, peningkatan exercise dan aktivitas, manipulasi lingkungan, atau kombinasi ketiganya (Ebersole, 2009). Rendahnya asupan cairan dan serat merupakan faktor yang menyebabkan konstipasi. Serat merupakan komponen yang sangat penting dalam makanan namun sebagian orang kurang dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung serat. Serat berguna karena dapat memfasilitasi penyerapan air, peningkatan bulk, dan meningkatkan motilitas usus, dapat membantu dan mencegah atau mengurangi insiden konstipasi dnegan meningkatkan berat feses dan memperpendek waktu transit feses dalam usus (Touhy & Jett, 2010). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 19 Lansia seharusnya mengkonsumsi serat 20-35 gram perhari untuk menjaga fungsi normal defekasi (Folden, 2002). Individu seharusnya dapat mengkonsumsi serat dari berbagai sumber, seperti buah, sayur, kacang-kacangan, polong-polongan dan padi-padian. Beberapa jenis makanan yang berserat jika dioalah dapat menjadi laksatif alami yang memiliki manfaat untuk mencegah konstipasi dan dapat digunakan di rumah maupun di institusi. Contoh resep laksatif alami yang dapat dibuat berasal dari kurma, prune, buah ara dan kurma. Kemudian semua buah di hancurkan dan di campur menjadi satu lalu dapat disimpan dalam kulkas. Kemudian dapat langsung di minum atau ditambahkan beberapa buah kering. Laksatif alami ini dapat menjadi alternative laksatif tanpa menggunakan bahan kimia sehingga lebih sehat bagi tubuh (Ebersole, 2009). Masukan cairan yang adekuat juga sangat penting. Memonitor secara regular masukan cairan sangat direkomendasikan bagi lansia, Jumlah cairan yang dibutuhkan oleh lansia dengan berat badan lebih dari 65 kg adalah 30ml/kg BB. Minimim air adalah 1500-2500 ml air sehari dibutuhkan untuk mengganti kehilangan ar melalui urin, feses atau keringan (Weinberg & Minaker 1996 dalam Folden, 2002). Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah merubah lingkungan dan memposisikan klien. Melatih posisi jongkok atau duduk, pada lansia yang dapat melakukannya dapat memfasillitasi fungsi defekasi. Posisi yang hampir mirip didapatkan dengan mencondongkan badan ke depan dan menggunakan tekanan yang kuat pada abdomen bagian bawah atau meletakkan kaki pada bangku. Selain itu, massase abdomen dapat menstimulasi defekasi (Touhy & Jett, 2010). Massase abdomen dan latihan peningkatan tekanan pada abdomen dapat mencegah konstipasi karena dapat menstimulasi usus untuk meningkatkan peristaltik sehingga dapat mempercepat gerakan makanan dan cairan melewati usus dengan lancar (Fawlkes, 2012). Exercise atau latihan adalah intervensi yang dapat menstimulasi motilias usus dan evakuasi saat defekasi. Exercise diyakini dapat mempercepat waktu transit feses Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 20 saat melewati sistem gastrointestinal sehingga dapat mempercepat evakuasi (Meshkinpour 1998 dalam Folden 2002). Penurunan kekuatan otot sebagai hasil dari penurunan aktivitas dapat mempengaruhi kekuatan otot abdomen dan pelvis saat melakukan evakuasi. Oleh karena itu, dibutuhkan latihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot khususnya otot abdomen dan pelvis yang berperan dalam proses defekasi. Tipe latihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi defekasi seperti berjalan, tilt pelvic, mengangkat kaki, menarik abdomen dan bersepeda ststis atau mengayuh sepeda (Folden, 2002). Latihan yang dapat dilakukan berupa berjalan selama 20 sampai 30 menit khususnya setelah makan sangat membantu untuk mencegah konstipasi. Latihan memiringkan pelvis dan ROM baik pasif maupun aktif adalah latihan yang dapat dilakukan bagi lansia yang mengalami penurunan aktivitas atau bedrest (Touhy & Jett, 2010). Latihan lain yang dapat dilakukan berupa gerakan mengayuh sepeda. Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh sepeda 3 sampai 4 kali dalam seminggu efektif sebagai perawatan untuk mencegah konstipasi. Selain itu, Ramus (2011) menyebutkan bahwa salah satu latihan yang dapat menguatkan otot pelvis adalah dengan bermain sepeda statis. Bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah. Pergerakan tubuh bagian bawah selama bersepeda menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat mencegah konstipasi. Latihan mengayuh sepeda dapat dilakukan dengan menggunakan sepeda statis. Latihan ini dapat dilakukan dengan cara atur sadel sepeda dengan naikkan atau rendahkan tempat duduk sehingga posisi kaki hampir lurus saat berada di bawah, pastikan pedal kuat saat digunakan untuk mengayuh, ketika sudah siap kayuh sepeda kedepan dan kebelakang, lakukan sesuai dengan kemampuan jangan terlalu cepat atau lambat, jika memungkinkan tambahkan secara perlahan kekuatan pada mesin sepeda. Saat melakukan latihan mengayuh sepeda pandangan lurus ke depan dengan posisi badan tegap dan tidak terlalu membungkuk (OASIS, 2010). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 21 Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan farmakologi atau obat-obatan. Ketika perubahan diet dan gaya hidup tidak efektif, maka penggunaan laksatif dapat dianjurkan. Intervensi farmakologi dimulai dengan mengkaji dan mengevaluasi keluhan seseorang terhadap konstipasi. Obat-obatan yang dapat digunakan diklasifikasikan berdasarkan kerjanya berupa obat bulking agents atau penggembur, pelunak tinja, laksatif osmotic, laksatif stimulant dan laksatif salin (Touhy & Jett, 2010). 2.5 Pelayanan Perawatan Kesehatan Untuk Lansia Model pelayanan perawatan kesehatan lansia berkembang seiring berjalannya waktu. Terdapat berbagai jenis model pelayanan perawatan kesehatan untuk lansia tergantung dari tingkat kebutuhan yang diperlukan oleh lansia. Bentuk dari pelayanan perawatan kesehatan lansia ini dapat berupa institusional maupun pelayanan yang berdiri berdasarkan komunitas atau community based long-term care. Menurut Arenson (2009) community based long-term care merupakan pelayanan untuk individu yang mengalami kehilangan kemampuan perawatan diri akibat sakit kronik berupa fisik, kognitif atau gangguan emosional yang mencakup kesatuan secara luas baik medis maupun non medis, preventif, terapeutik, rehabilitasi, personal, social, supportive dan paliatif di semua keadaan atau setting. Jenis community based long-term care ini dapat didukung dengan pelayanan di rumah maupun pelayanan yang mengharuskan lansia berpindah tempat tinggal. Sementara jenis pelayanan institusional dapat mencakup nursing home, long term care, hospice, respite service. Beberapa jenis pelayanan perawatan kesehatan lansia dapat berupa: 1. Nursing Home Nursing home direncanakan untuk memberikan layanan keperawatan perumahan bagi lansia yang bukan di rumah sakit dan tidak bisa di rawat lagi di rumah dan yang membutuhkan sejumlah perawatan medis/ keperawatan (Liu, 1997). Sebuah nursing home harus telah mendapat ijin dari pemerintah pusat dan harus bersertifikat sebagai pelayanan medis atau pertolongan medis. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 22 Selain itu nursing home membutuhkan pengawasan yang berkelanjutan dari registered nurse atau licensed practical nurse. Perawatan medis dan pelayanan keperawatan di nursing home harus menyediakan perawatan holistik, pelayanan konsultasi medis, terapi rehabilitasi fisik dan terapi okupasi. Nursing home menyediakan banyak pelayanan perawatan kesehatan seperti yang disediakan oleh acute care setting yang berbeda adalah jika nursing home berbentuk tempat tinggal atau kediaman (Miller, 2012). Adapun standar untuk berdirinya sebuah nursing home berdasarkan CANHR (California Advocates For Nursing Home Reform) tahun 2008 meliputi nursing home seharusnya menyediakan akomodasi yang dibutuhkan oleh lansia, seperti jika terdapat perbedaan bahasa antara lansia dan petugas maka disediakan seorang interpretasi bahasa untuk memastikan adanya komunikasi yang adekuat, nursing homes harus memiliki tenaga perawat dan pekerja lainnya yang cukup untuk masing-masing residen di setiap waktu, seperti di California dibutuhkan fasilitas skilled nursing minimal 3,2 jam dari perawatan per hari per residen. Nursing home seharusnya menetapkan rencana keperawatan untuk masing-masing residen secara komperehensif yang dibutuhkan. Nursing home seharusnya menyediakan masing-masing residen makanan yang lezat, bernutrisi seimbang dengan menu diet yang dibutuhkan lansia dan harusnya mencatat setiap perubahan nutrisi yang terjadi pada lansia. Selain itu, nursing home juga harus memiliki pengorganisasian terhadap program pengontrolan infeksi untuk mencegah penyakit dan infeksi yang menyebar dan berkembang, sperti skrining residen dan pegawai dari TBC, menginvestigasi, mengontrol dan mencegah infeksi di fasilitas, membersihkan area yang terkontaminasi dengan desinfektan, tetap mencatat kejadian infeksi dan melakukan perubahan. Nursing home harus tetap memperhatikan prinsip 6 benar yaitu obat, pasien, dosis, rute, waktu dan dokumentasi agar tidak terjadi medikasi eror. Nursing home harus menyediakan perawatan personal, seperti mandi, berpakaian, makan dan kebutuhan lainnya. Selain itu juga harus didukung oleh adanya pelayanan dokter untuk mensupervisi masing-masing Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 23 residen, adanya terpais, pelayanan spesial seperti injeksi, perawatan kaki, IV fluids dan adanya program untuk mencegah adanya masalah kulit dan risiko jatuh pada residen. 2. Home care Home care service merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh agen perawatan yang didukung perusahaan asuransi kesehatan, serta memiliki kualifikasi tertentu yang diberikan di rumah. Home care service meliputi asuhan keperawatan, kerja sosial, terapi wicara, terapi fisik, terapi saat kerja, konseling nutrisi, dan pelayaan alat-alat kesehatan (Miller, 1995; Stanley, Blair & Beare, 2005). Perawat perlu mengenal standar perawatan kesehatan di rumah dalam memberikan pelayanan home care service seperti standar praktik kesehatan dan perawatan di rumah. Layanan kesehatan rumah bagi lansia tergantung dari kebutuhan lansia. Semua bentuk asuhan keperawatan dapat diberikan dalam bentuk perawatan kesehatan di rumah (Stanley, Blair & Beare, 2005). 3. Adult day care Adult day care adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada lansia yang mendiri dan partisipan yang mengikuti adult day care tidak harus secara 24 jam tinggal di institusional (Arenson, 2009). Fasilitas tambahan yang ada di masyarakat dapat diterima oleh lansia adalah adult day care centers. Adult day care mempunyai dua tingkat, yakni social day care dan adult day health. Dalam adult day health, tingkat asuhan keperawatan yang disediakan bergantung kepada sumber daya yang dimiliki. Perawatan didasarkan atas program medis dan rencana asuhan keperawatan. Beberapa pelayanan perawatan yang sering disediakan untuk lansia adalah pemberian obat-obatan, pengobatan dan pemberian hormone insulin, perawatan luka, mandi, pengkajian kardiopulmonal dan latihan ROM (Stanley, Blair & Beare, 2005). Menurut Miller (2012) tujuan dari adult day care adalah untuk mempertahankan atau merubah kemampuan lansia secara fungsional dari gangguan yang dialami dan mencegah kebutuhan lansia akan perawatan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 24 institusional dan meningkatkan kualitas hidup selama lansia mengalami gangguan. 4. Respite Service Respite service adalah layanan kesehatan yang dapat disediakan di rumah, di komunitas atau di institusi akan tetapi dengan menyediakan seseorang yang tinggal di dalam rumah dan memberikan perawatan untuk diajarkan kepada anggota keluarga (Miller, 1995). Respite service bertujuan untuk mengurangi stress dan mengubah kesejahteraan caregiver secara periodik dari tanggung jawab dan kebiasaan mereka dalam merawat lansia (Miller, 2012). Bentuk respite service ini ada di dalam adult day care, day hospital dan nursing home care (Miller, 1995). 5. Residential Care Facilities (RCFs) Residential Care Facilities menurut Arenson (2009) awalnya didesain untuk melayani lansia dengan kebutuhan yang tidak kompleks dan beberapa tidak membutuhkan kebutuhan medis. Namun, karena adanya efek dari berdirinya nursing home RCFs saat ini juga menyediakan pelayanan untuk lansia dengan masalah yang kompleks, ketidakstabilan mental dan fisik dan kasus khusus seperti demensia . Assisted living facilities (ALFs) dan adult board and care homes adalah contoh dari RCFs (Arenson, 2009). Menurut Arenson, (2009) ALFs awalnya berdiri di desain untuk pelayanan yang membutuhkan perawatan intermediet bagi lansia. ALFs dapat menawarkan rumah untuk individu, rumah kota, apartemen yang sering menggabungkan keutamaan ketidakmampuan dan tekhnologi. Secara tradisional ALFs menyediakan makanan, special diet, house keeping, rekreasi, sosial, aktivitas edukasi, transportasi, pertolongan emergensi dan hanya bantuan ADL dan personal care untuk lansia yang memiliki keterbatasan. Assisted Living Association of America menggambarkan bahwa ALFs merupakan suatu kombinasi khusus perumahan dan pelayanan kesehatan secara personal yang dirancang untuk berespons terhadap kebutuhan individu Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 25 yang memerlukan bantuan aktivitas kehidupan sehari-hari. Perawatan diberikan dengan cara meningkatkan kemandirian maksimum dan martabat untuk setiap penghuninya dan melibatkan keluarga, tatangga dan temantemannya (Just 1995 dalam Stanley 2006). ALFs tersedia selama 24 jam, pelayanan kesehatan, ADL, social, rekreasi, makanan, pemberish rumah, londry dan transportasi. Selain itu senior living di ALFs biasanya mandiri namun belum ada pedoman khas dan ALFs tidak mencakup perawatan pengobatan dan ansuransi namun hal ini kembali lagi kepada bijakan masing-masing negara (Arenson, 2009). Sementara adult board care home didesain untuk melayani lansia yang membutuhkan supervise dan beberapa bantuan untuk personal care namun sedikit perawatan medis. Lansia tinggal dengan privasi yang tinggi dan sering sebagai rumah pribadi atau keluarga. Dalam pelayanannya adult board care home menyediakan pelayana dasar rumah, makanan, asisten, pembantu custodial (mencakup orang yang mengingatkan untuk minum obat, laundry, housekeeping dan transportasi) dan supervisi (Arenson, 2009). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 BAB 3 LAPORAN KASUS KLIEN UTAMA 3.1 Pengkajian Bpk B (78 tahun) beragama Islam masuk ke STW karena keinginan sendiri dan mendapat dukungan dari keluarga baik dari mantan istri atau anak-anaknya. Alasan Residen karena jika berada di STW akan lebih ada yang memperhatikan kesehatan dan kebutuhan sehari-hari residen setelah residen bercerai dengan istrinya dan kedua anaknya yang sibuk dengan keluarga dan pekerjaannya masing-masing. Residen merasa ingin tinggal sendri agar tidak merepotkan keluarga dan dapat menemukan ketenangan dan kebahagiaan di masa tuanya. 3.1.1 Riwayat Kesehatan Residen mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit berat, semua hasil pemeriksaan sebelum masuk ke STW dinyatakan normal. Namun selama 4 tahun berada di STW residen telah 3 kali jatuh di kamar mandi. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 9 Mei 2013 residen sedang batuk dan terdapat dahak, tetapi residen mengatakan tidak ada sesak dan mampu serta tidak kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya. Selain batuk saat pengkajian residen mengeluhkan sulit buang air besar, BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei 2013. Sebelumnya residen menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1 jam dan berakibat pusing serta sakit kepala. Jika sudah 4-5 hari residen tidak BAB, residen akan meminta obat laxadine kepada perawat. Selama pengkajian selama 1 minggu residen BAB sebanyak 1 kali yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei residen BAB kembali pada tanggal 12 Mei 2013. BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. Untuk BAK residen mengatakan sering, sehari BAK dapat 8 kali atau lebih, jika malam BAK terkadang bisa 3-4 kali sehingga mengganggu tidur residen. Berdasarkan status kesehatan residen di wisma, residen memiliki riwayat penyakit gastritis kronik, konstipasi, BPH dan Parkinson. Saat ini residen mengkonsumsi obat THP, Harnal dan CTM. Residen mengatakan tidak memiliki penyakit 26 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 27 keturunan ataupun penyakit menular. Kedua orang tua residen sudah meninggal, ayah dari residen meninggal karena masalah jantung dan ibu residen meninggal karena faktor usia. 3.1.2 Kebiasaan Sehari-hari Kebutuhan biologis residen terpenuhi saat berada di STW. Pola makan Residen baik. Residen mengatakan makan sehari 3 kali sesuai dari jadwal yang diberikan STW. Residen selalu menghabiskan makanan yang diberikan oleh STW. Residen masih dapat makan secara mandiri tanpa di bantu. Residen tidak memilih-milih makanan yang diberikan sehingga apapun makanan yang diberikan akan selalu dihabiskan. Selain itu, residen jarang pergi keluar untuk membeli makanan diluar. Menu yang diberikan oleh sasana biasanya di pagi hari nasi dengan lauk seperti tahu/tempe dan sayur, jika di siang hari nasi, ikan atau ayam, sayur dan buah, dan pada malam hari nasi, lauk dan sayur dan menu serta porsi sudah disesuaikan oleh kebutuhan lansia yang ada di sasana sehingga residen juga selalu menghabiskan makanan yang diberikan. Residen juga selalu menghabiskan snack yang didapat dari STW. Pola minum residen baik, residen selalu minum air putih dan tidak minum kopi atau teh. Residen mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih, atau kurang lebih 2000cc air putih. Hal ini juga terlihat di kamar residen tidak terlihat adanya kopi, teh atau susu. Residen mengatakan jika minum banyak maka pada malam hari akan sering buang air kecil dan mengganggu tidur residen pada malam hari. Pada malam hari residen mengatakan tidur biasanya dari jam 22.00-04.00 Namun, saat dilakukan pengkajian pada hari senin tanggal 13 Mei 2013 residen mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu tanggal 10 Mei 2013 dan memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. Residen mengeluhkan sulit tidur pada malam hari karena BAK 3- 4 kali dan sulit untuk tertidur kembali sehingga pada pagi hari mengeluhkan pusing dan ngantuk. Residen merasa tidurnya tidak berkualitas sehingga merasa ngantuk dan lemas Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 28 sehingga terkadang tidak bersemangat untuk mengikuti kegiatan di pagi hari. Oleh karena hal ini, terkadang di pagi hari residen meminta waktu untuk tidur jika pusing yang dirasakan sudah benar-benar mengganggu. Selain itu, nampaknya residen sedang memikirkan sesuatu sehingga sulit untuk tidur. Residen juga mengatakan tidur jika hanya 1 jam tidak merasa seperti tidur karena bangun masih pusing dan ini sudah dialami kurang lebih 7 malam. Residen mengatakan ingin memiliki tidur yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. Pada siang hari residen nampak mengantuk namun terkadang berusaha untuk tidak tidur agar malam hari bisa nyenyak tidur namun tidak berhasil. Sehari-hari residen lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk-duduk dan berbincang-bincang dengan mahasiswa atau residen lain di depan kamarnya agar tidak bosan. Residen tidak memiliki caregiver, sehingga untuk aktivitas mandi, makan, berpakaian dapat dilakukan sendiri, namun untuk mencuci dan menjaga kebersihan kamar dilakukan oleh petugas panti. Residen jarang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pihak panti, seperti senam, main angklung karena pada pagi hari biasanya pusing namun pengajian residen sering melakukannya. Jika pada malam hari residen melakukan aktivitas seperti menonton TV. Residen terlihat berjalan di seret Residen mengatakan hal ini karena residen merasa takut jatuh, residen memiliki walker namun residen mengatakan tidak ingin menggunakannya karena residen merasa malu dan merasa masih kuat sehingga lebih memilih untuk jalan di seret. Aktivitas residen kurang, karena sebagian besar aktivitas dilakukan duduk dan residen jarang untuk berjalan-jalan. Jika bosan biasanya residen menonton TV atau membaca koran. Untuk pelaksanaan ibadah, residen sering mengikuti pengajian yang ada di wisma bungur. Residen mengatakan sholatnya masih bolong-bolong, terkadang residen sering lupa sholat dzuhur. Residen sholat di dalam kamar dan tidak pernah pergi ke mushola. Residen meyakini bahwa dirinya merasa sehat, tidak ada yang sakit dan selalu merasa bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesehatan hingga usianya yang sekarang. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 29 Keadaan psikologis residen jika dilihat dari keadaan emosi residen relatif stabil dan tenang, namun terkadang jika residen merasa ada sesuatu yang tidak cocok dengan dirinya residen akan sedikit berbicara lebih keras namun tidak sampai marah-marah. Saat dilakukan pengkajian Geriatric Depression Scale sepertinya residen menyimpan masalah terkait keluarganya namun residen belum mau untuk bercerita dan residen selalu memikirkan masalah tersebut sehingga mengganggu tidurnya. Hasil pemeriksaan GDS residen menunjukkan bahwa Residen mengalami depresi ringan dengan nilai 14. Hubungan sosial residen di STW cukup baik. Residen mengatakan keluarga, anak maupun mantan istri mendukung residen untuk tinggal di sasana karena akan lebih ada yang memperhatikan baik masalah kesehatan maupun kebutuhan residen jika berada di sasana. Residen mengatakan hubungan dengan anak-anak, cucu dan istrinya baik-baik saja. Sebulan sekali terkadang anak dan cucu residen menjenguk dan jika hari raya residen dijemput untuk merayakan hari raya bersama. Untuk hubungan dengan orang lain pun residen tidak memiliki masalah semua berteman baik. Residen nampak ramah kepada semua orang jika bertemu dengan orang residen akan menegur sapa dan memanggil namanya. Residen juga terlihat suka berbincang dengan siapa saja dan tidak ada opa atau oma lain yang menjauhi atau bercerita buruk tentang residen. 3.1.3 Pemeriksaan Fisik Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2013 didapatkan hasil keadaan umum residen baik, dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yakni Tekanan Darah 130/80 mmHg, Nadi 64 x/menit, Pernapasan 22 x/menit, Suhi 36oC. Hasil pengukuran BB yaitu 61 kg dengan TB sekitar 165 cm. Status gizi normal. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada bagian kepala dan leher nampak normal, tidak terdapat lesi, keadaan rambut bersih, tipis, beruban, tidak mudah dicabut, rambut lurus pendek, dan terdistribusi rata. Pada leher juga normal tidak ada pembesaran kelenjar getah bening atau vena jugularis. Pada kondisi mata normal, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 30 tidak anemeis dan tidak ikterik, namun nampak keruh. Residen mengatakan pernah dilakukan operasi katarak pada salah satu matanya. Saat ini penglihatan Residen baik. Kadaan indra lainnya juga tidak mengalami masalah. Pada telinga nampak bersih, tidak terdapat pengeluaran cairan berlebih dan pendengaran baik. Pada hidung tidak nampak adanya sekret, dan tidak ada polip. Pada mulut nampak banyak gigi yang sudah tanggal, namun lesi dan sariawan tidak ada, mukosa lembab dan gigi bersih. Pada pemeriksaan postur, bahu Residen nampak tidak simetris, pemeriksaan dada secara umum baik, saat diinspeksi pergerakan dinding dada simetris, tidak ada kelainan bentuk dada. Saat diauskultasi terdengar suara bunyi jantung normal S1 dan S2. Residen mengatakan tidak ada keluhan walau Residen sedang batuk. Suara napas nampak ada ronkhi, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaaan abdomen, saat diinspeksi terlihat membuncit, umbilicus bersih, saat di auskultasi terdengar suara bising usus menurun yaitu 1x/menit. Saat diperkusi suara dullness dan residen mengatakan sedikit nyeri. Abdomen teraba keras khususnya pada kuadran 4, tidak ada pembesaran hepar. Saat dilakukan pengkajian pada ekstremitas terlihat residen berjalan dnegan diseret, kulit tidak pucat capillary refill time kurang dari 2 detik. Kekuatan otot pada eksremitas atas . baik, hasilnya 3.2 Analisa Data Berdasarkan data pengkajian masalah keperawatan yang diangkat pada residen adalah konstipasi, gangguan pola tidur dan risiko jatuh. Masalah keperawatan diangkat berdasarkan data pengkajian yang difokuskan dan disesuaikan dengan batasan karakteristik yang terdapat pada diagnosa NANDA. Masalah konstipasi diangkat karena berdasarkan data subjektif residen mengeluhkan sulit BAB, BAB tidak teratur, sudah 3 hari residen tidak BAB. Residen mengatakan sering Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 31 mengalami masalah kesulitan BAB sehingga biasanya jika sudah 4-5 hari tidak BAB residen akan minta obat laksadine kepada perawat. Residen mengatakan BAB sedikit keras sehingga terkadang harus mengejan untuk dapat BAB. Residen mengatakan sehari minum kurang lebih 2000 ml air putih. Sementara data objektif yang mendukung yakni, saat diinspeksi abdomen terlihat membuncit saat dipalpasi teraba keras, saat diauskulatsi adanya penurunan bising usus yakni 1x/menit. Residen juga terlihat aktivitas berkurang, jalan diseret dan residen mengkonsumsi oba golongan antikolinergik yaitu THP yang merupakan salah satu obat faktor risiko penyebab konstipasi. Pada masalah gangguan pola tidur data subjektif yang mendukung berupa sudah 5 malam residen mengatakan sulit tidur, merasa tidurnya tidak berkualitas sehingga pada pagi hari merasa pusing dan lemas. Residen mengatakan malam sulit tidur karena banyak buang air kecil yaitu 3-4 kali dan sulit untuk tertidur kembali. Sementara data objektif memperlihatkan pada siang hari residen nampak mengantuk, mata memerah dan sempat dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada tanggal 14 Mei 2013 Tekanan Darah Residen menurun yaitu 90/60 mmHg. Untuk masalah risiko jatuh data subjektf yang mendukung berupa pernyataan residen yang mengatakan selama 4 tahun tinggal di STW sudah 3 kali jatuh di kamar mandi. Residen juga mengatakan dirinya takut jatuh sehingga jalan di seret dan Residen sering mengeluhkan pusing. Sementara data objektif yang mendukung adalah residen jalan terlihat di seret, residen tidak menggunakan alat bantu jalan, Hasil pemeriksaan FMS 75, yaitu berisiko jatuh tinggi, Hasil pemeriksaan BBT 40 dimana seharusnya Residen sudah menggunakan alat bantu jalan tongkat, kruk atau walker namun Residen tidak ingin menggunakannya. Selain itu, berdasarkan keterangan di status kesehatan residen, pada bulan Februari 2013 residen pernah jatuh di kamar mandi. 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada pada residen yaitu konstipasi, gangguuan pola tidur dan risiko jatuh. Pada Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 32 diagnosa konstipasi rencana asuhan keperawatan yang disusun memiliki tujuan yaitu setelah diberikan asuhan keperawatan selama 4 hari masalah konstipasi dapat teratasi dengan kriteria hasil klien akan mengatakan pola BABnya teratur 12 hari sekali, BAB tidak sulit, tidak perlu mengedan, feses tidak keras, dan menunjukkan adanya abdomen yang datar, lemas tidak teraba massa dan adanya peningkatan bising usus. Rencana intervensi yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah konstipasi berupa kaji pola kebiasaan BAB rutin klien agar dapat memberikan informasi akurat kepada perawat tentang adanya perubahan status eliminasi fekal klien, kaji obat-obatan yang dikonsumsi klien untuk mengetahui apakah obat yang dikonsumsi merupakan jenis obat yang menjadi faktor risiko konstipasi, jelaskan kepada klien terkait konstipasi agar pengetahuan klien meningkat dan menyadari masalah kesehatan yang sedang dialami. Selanjutnya motivasi klien untuk meningkatkan asupan cairan dan intake serat agar meningkatkan peristaltik usus dan lancar mengeluarkan feses, ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan latihan rentang gerak, ikut senam dan merubah posisi saat tidur miring kiri dan kanan. Hal ini dapat meningkatkan peristaltik dan mencegah konstipasi. Intervensi selanjutnya adalah ajarkan dan latih klien untuk gerakan mengayuh sepeda atau latihan sepeda statis secara rutin selama 10-30 menit setiap hari agar dapat membantu sistem pencernaan untuk mengeluarkan feses dan meningkatkan peristalik usus. Ajarkan dan latih pijat I Love U yang dapat membantu untuk melunakkan otot-otot abdomen, Selain itu, kepada klien juga dijelaskan tentang mengedan saat BAB agar dihindari karena dapat menyebabkan bradikardi. Intervensi kolaborasi yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian laksatif jika masalah konstipasi belum teratasi karena laksatif dapat membantu mengeluarkan feses dan merangsang peristaltik usus. Masalah keperawatan kedua yang ditetapkan pada klien adalah gangguan pola tidur. Rencana asuhan keperawatan gangguan pola tidur pada klien disusun dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu minggu Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 33 diharapkan masalah gangguan pola tidur pada klien dapat teratasi dengan kriteria hasil klien dapat mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan tidur, menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis, peningkatan jumlah tidur, segar setelah tidur dan terbangun di waktu yang sesuai. Rencana intervensi untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur dapat berupa anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman saat akan tidur yang dapat mengganggu tidur karena kemungkinan akan terbangun di malam hari ingin BAK/BAB, ciptakan lingkungan yang tenang dan minimalkan gangguan agar dapat memberikan rasa tenang dan rileks saat akan tidur. Kemudian bantu klien untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur seperti ansietas, depresi atau masalah yang belum terselesaikan karena akan berpegaruh pada pola tidur lansia, anjurkan klien untuk mandi dengan air hangat saat sore hari agar dapat melancarkan aliran darah dan memberikan efek rileks pada klien. Intervensi berikutnya berupa bantu klien untuk membatasi agar tidak tidur di siang hari dengan memberikan aktivitas atau kegiatan yang membuat klien tetap terjaga. Hal ini dilakukan untuk menghindari sulit tidur pada malam hari akibat jumlah tidur di siang hari yang berlebih. Selanjutnya intervensi yang dapat dilakukan berupa berikan atau lakukan tindakan kenyamanan seperti masase, pergerakan otot progresif, pengaturan posisi dan sentuhan afektif agar dapat mengurangi rasa tegang dan kaku pada klien sehingga dapat meningkatkan kenyaman. Intervensi yang terakhir yaitu jelaskan kepada klien bahwa peubahan pola tidur yang terjadi pada lansia seiring penuaan adalah normal sehingga dapat memberikan informasi pola tidur normal lansia dan dapat membandingkan pola tidur normal dan tidak normal pada lansia. Masalah keperawatan yang ada pada klien selanjutnya adalah risiko jatuh. Rencana asuhan keperawatan risiko jatuh disusun dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 hari pada klien tidak terjadi jatuh dengan kriteria hasil klien mampu mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat yang optimal, menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas, mempertahankan atau Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 34 meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit serta menunjukkan perialku untuk melakukan aktivitas. Intervensi yang dapat dilakukan pada masalah keperawatan risiko jatuh dapat berupa pantau keadaan umum dan TTV klien untuk mengetahui kondisi fisik klien, kaji kekuatan otot lansia untuk mengetahui kekuatan otot yang ada pada lansia untuk tindakan selanjutnya. Intervensi berikutnya lakukan penilaian risiko jatuh pada klien dengan penilaian Fall Morse Scale (FMS) untuk megetahui risiko jatuh pada lansia, kaji dan motivasi lansia untuk berpartisipasi pada aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan lansia agar dapat meningkatkan kekuatan otot lansia dan mobilitas fisik, anjurkan lansia untuk melakukan periode istirahat diantara aktivitas/kegiatan agar dapat mencegah kelelahan dan dapat mempertahankan kekuatan otot dan sendi. Selanjutnya dapat berupa latih lansia untuk ROM baik aktif maupun pasif untuk mempertahankan/ meningkatkan fungsi tendon, kekuatan otot dan stamnia umum dan anjurkan klien untuk menggunakan alat bantu jalan jika membutuhkan serta penggunaan alas kaki yang tidan licin untuk keamanan klien. Intervensi untuk menyelesaikan masalah risiko jatuh tidak hanya diberikan kepada klien namun harus memodifikasi lingkungan agar dapat meningkatkan keamanan bagi klien. Tindakan yang dapat dilakukan berupa atur letak barang yang mudah dijangkau oleh klien, berikan peringatan pada tempat-tempat yang berbahaya serat pengaturan tata letak kamar klien yang rapi agar tidak menyebabkan jatuh pada klien. 3.4 Implementasi Implementasi yang dilakukan kepada residen dilakukan untuk menyelesaikan masalah keperawatan konstipasi, gangguan pola tidur dan risiko jatuh. Implementasi untuk menyelesaikan masalah konstipasi dilakukan selama 2 minggu. Namun, setelah residen merasakan manfaat dari implementasi yang dirasakan residen tetap latihan setiap hari selama 6 minggu. Pada tanggal 11 Mei 2013 residen di ajak untuk latihan mengayuh sepeda, awalnya residen menolak Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 35 namun setelah dijelaskan manfaat dan diajak untuk mencoba residen mau latihan mengayuh sepeda dengan menggunakan sepeda statis hanya 15 menit. Residen mengayuh sepeda dengan posisi tegak dan kepala menunduk ke bawah. Pada tanggal 14 Mei 2013 residen dijelaskan terkait konstipasi, pengertian, tanda dan gejala, komplikasi dan cara perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi dengan menggunakan media leaflet. Kemudian pada tanggal 15 Mei 2013 residen diajarkan dan diberikan pijat I Love U agar BAB lancar. Pijatan diberikan secara berurutan mulai gerakan I dari kanan bawah ke atas lalu ke samping kiri kemudian turun ke kiri bawah mengikuti anatomi kolon asenden, transversum dan desenden. Latihan pijat I love U hanya diberikan pada residen 2 kali karena lebih nyaman dengan menggunakan latihan mengayuh sepeda dan untuk lebih melihat manfaat dari latihan mengayuh sepeda. Setelah dijelaskan pada tanggal 14 Mei 2013 residen mau untuk latihan mengayuh sepeda setiap hari. Setiap hari sebelum dan sesudah melakukan latihan residen di lakukan pengukuran TTV dan pemantauan keadaan umum residen. Residen melakukan latihan mengayuh sepeda sehari sekali biasanya dilakukan selama 30 menit. Namun, pada awalnya residen hanya mampu 15 menit, lalu setiap hari menambah waktu 5 menit sesuai kemampuan residen hingga residen kuat menjadi 30 menit. Latihan dilakukan terkadang siang atau sore hari. Residen secara perlahan dan hati-hati saat menaiki sepeda. Setelah merasa nyaman residen mulai mengayuh sepeda. Residen malakukan latihan mengayuh sepeda dengan posisi tegak, kepala menghadap ke depan dan terkadang sambil menonton TV. Kaki mengayuh sepeda dan kecepatan sesuai dengan kemampuan klien tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Posisi tangan lemas dan disesuaikan dengan pegangan yang ada pada sepeda. Selain itu, sebelumnya penulis juga mengkaji kebiasaan rutin BAB yang selama ini residen lakukan dan mengkaji riwayat konstipasi sebelumnya yang pernah dialami oleh residen. Perawat memantau pemberian obat residen yang sedang dikonsumsi untuk mengetahui apakah obat yang sedang dikonsumsi merupakan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 36 jenis obat yang memiliki faktor risiko terhadap konstipasi. Selanjutnya penulis juga selalu memotivasi residen agar memakan sayur dan buah yang diberikan oleh pihak sasana, residen juga diberikan reinforcement positif karena residen sudah baik selalu minum air putih dan memotivasi agar tetap minum air putih yang banyak, karena lansia cenderung mengalami risiko kekurangan cairan. Residen juga diajarkan agar tidak mengedan saat BAB. Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur pada residen adalah melakukan masase punggung pada Residen. Namun, ternyata setelah masasse punggung dilakukan sebanyak 3 kali ternyata residen langsung tidur sehingga pada malam hari residen tidak bisa tidur karena sudah tidur pada siang hari. Sehingga implementasi yang dilakukan berupa membatasi residen agar tidak tidur di siang hari dengan mengajak residen beraktifitas saat siang hari yaitu dengan bermain sepeda atau berbincang dengan mahasiswa. Di pagi hari residen dimotivasi untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh STW seperti senam dan angklung. Residen juga diajarkan tekhnik relaksasi berupa tekhnik napas dalam. Residen dianjurkan untuk mandi dengan air hangat saat sore hari dan memberikan reinforcement positif jika residen sudah beraktivitas pada siang hari dan tidak tidur siang. Selanjutnya, implementasi yang dilakukan adalah untuk menyelesaikan masalah keperawatan risiko jatuh berupa memotivasi residen untuk berjalan tegap dan tidak di seret saat berjalan. Residen diajarkan penggunaan alat bantu jalan berupa walker setelah sebelumnya dilakukan pengkajian untuk mengetahui alasan residen tidak ingin menggunakan walker. Residen juga dilatih balance exercise untuk meningkatkan keseimbangan. Balance exercise yang diajarkan ke residen sampai nomor 4. Residen merasa kesulitan saat melakukan latihan balance exercise. Residen diajarkan untuk mengangkat kaki agar tidak di seret saat berjalan dan berjalan dengan tegap serta pandangan lurus ke depan. Latihan berjalan tegap ini selalu di motivasi saat residen ingin berjalan menuju ruang wijaya kusuma saat ingin mengayuh sepeda atau jika residen menuju ruang pendopo atau dapur. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 37 Selain itu, penulis selalu memotivasi residen untuk ikut kegiatan yang diadakan di STW agar dapat meningkatkan kekuatan otot. Residen juga dilatih ROM secara aktif pada bagian ekstremitas bawah dan atas untuk meningkatkan kekuatan otot. Dengan adanya latihan yang diberikan kepada residen, residen semangat dan menambah jadwal latihan pribadi yaitu fitness dengan angkat beban untuk kekuatan otot ekstremitas atas. Implementasi berupa peningkatan aktivitas dengan adanya jadwal rutin melalukan gerakan mengayuh sepeda selain dapat menyelesaikan masalah konstipasi juga dapat meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas bawah sehingga dapat menyelesaikan masalah hambatan mobilitas fisik dan risiko jatuh. Selain itu, aktivitas di siang hari juga dapat membatasi istirahat pada klien di siang hari sehingga dapat menajadi salah satu implementasi dalam mengatasi masalah gangguan pola tidur pada residen. 3.5 Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap hari oleh mahasiswa dengan mencatatnya di catatan perkembangan klien setiap harinya. Hasil evaluasi terhadap implementasi latihan gerakan mengayuh sepeda yang dilakukan residen selama mahasiswa praktik residen mengatakan buang air besarnya menjadi lancar, tidak keras dan menjadi lebih rutin yaitu setiap sehari sekali atau 2 hari sekali. Residen mengatakan perutnya tidak sakit lagi setelah buang air besar lancar. Residen mengatakan senang karena dapat memiliki kegiatan baru yang bermanfaat dan setiap latihan mengayuh sepeda dapat bertemu dengan residen lainnya. Hasil evaluasi secara objektif perut residen terlihat tidak membuncit kembali, perut terlihat rata, adanya peningkatan suara bising usus yaitu 4-5x/menit, residen juga terlihat lebih segar setelah melakukan gerakan mengayuh sepeda. Hasil palpasi juga menunjukkan tidak teraba adanya massa feses di kuadran 4 setelah residen dapat defekasi dengan lancar. Selain itu, residen sudah dapat memasukkan jadwal latihan mengayuh sepeda menjadi kegiatan rutin sehingga tidak perlu diingatkan maka residen akan bermain sepeda sendiri sesuai dengan jadwal. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 38 Berdasarkan hasil evaluasi dapat dianalisa bahwa latihan mengayuh sepeda secara rutin dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan otot abdomen sehingga residen dapat BAB secara rutin dan tidak ada keluhan kesulitan BAB. Selain itu, dengan adanya peningkatan aktivitas juga dapat mengatasi masalah konstipasi pada residen. Rencana tindak lanjut untuk mengatasi masalah konstipasi pada residen adalah memotivasi dan memberikan reinforcement positif kepada residen untuk melakukan latihan gerakan mengayuh sepeda setiap hari agar masalah konstipasi tidak terulang. Selain itu, menyarankan residen jika memungkinkan untuk membeli buah agar dapat meningkatkan serat yang dikonsumsi. Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah gangguan pola tidur saat dilakukan massase punggung, residen mengatakan merasa lebih nyaman dan langsung ngantuk setelah di berikan massase. Residen mengatakan meskipun tidak tidur siang, malam sering terbangun pada malam hari untuk BAK meskipun residen sudah membatasi asupan cairan sebelum tidur. Residen mengatakan masih merasa pusing dan tidak bisa tidur di malam hari. Secara objektif evaluasi yang didapat berupa hasil tekanan darah residen normal cenderung rendah setiap harinya, yaitu 90-130/60-80 mmHg, residen sudah mulai terlihat lebih rajin mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW. Mata residen terkadang terlihat merah saat pagi hari dan terlihat lemas tak berdaya karena malam tidak bisa tidur. Berdasarkan hasil evaluasi, analisa yang didapat massase punggung dapat membuat residen merasa kantuk dan ingin tertidur tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah gangguan pola tidur yang dialami lansia. Hal ini dikarenakan pada malam hari residen tetap tidak bisa tidur karena pada siang hari sudah tidur. Peningkatan aktivitas juga tidak dapat menyelesaikan masalah karena terkadang residen tetap kantuk di siang hari dan tetap ingin tidur siang. Oleh karena itu, rencana tindak lanjut yang diberikan berupa tetap memotivasi klien untuk melakukan aktvitas di siang hari kepada residen, memberikan terapi relaksasi di saat mau tidur agar residen dapat tidur di malam hari. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 39 Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan terkait risiko jatuh data objektif berupa tidak terjadinya kejadian jatuh pada residen, residen berjalan sudah diangkat meski harus di motivasi, residen juga mampu melakukan latihan ROM secara aktif. Sementara data subjektif didapatkan residen mengatakan keseimbangan memang kurang, jalan degan kaki diangkat lebih enak namun takut jatuh, tanda-tanda vital menunjukkan dalam keadaan baik. Namun, residen masih jarang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW terlebih jika sedang pusing dan mengeluh malam tidak bisa tidur. Oleh karena itu dibutuhkan motivasi untuk megajak residen mengikui kegiatan STW. Hasil analisa di dapatkan peningkatan aktivitas dan latihan mengayuh sepeda dapat meningkatkan kekuatan otot pada kaki dan latihan beban dapat meningkatkan kekuatan otot tangan namun risiko jatuh pada residen tetap ada. Oleh karena itu, sebagai rencana tindak lanjut yaitu memotivasi residen agar mengikuti kegiatan yang diadakan dan latihan ROM. residen juga di sarankan untuk berjalan tegap dan berusaha mencari pegangan saat berjalan agar tidak jatuh dan motivasi residen untuk penggunaan alat bantu jalan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 BAB 4 ANALISA SITUASI 4.1 Profil Lahan Praktek Adanya panti werdha di tengah perkotaan menjadi tepat sebagai salah satu alternatif hunian yang menyenangkan bagi lansia yang ada diperkotaan. Hal ini dikarenakan seiring berjalannya waktu telah terjadi perubahan pola hubungan sosial, budaya dan ekonomi yang mempengaruhi gaya hidup dan hubungan kekeluargaan terutama pada masyarakat perkotaan. Kecenderungan orang tua hidup tidak bersama-sama dengan anaknya yang sudah berkeluarga semakin banyak dijumpai pada lingkungan masyarakat kota, khususnya yang perekonomiannya cukup baik. Kehidupan di kota-kota besar menuntut kemandirian dan bentuk keluarga kecil (nuclear family), sedangkan pola keluarga luas (extended family) dirasakan semakin tidak sesuai dengan cara hidup masyarakat terutama di perkotaan. Padahal kondisi fisik, sosial dan psikologis lansia membutuhkan layanan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, disamping kebutuhan untuk bersosialisasi (Jafar, 2010). Oleh karena itu adanya keberaaan hunian bersama yang menyediakan pelayanan dan kemudahan bagi para lansia sangat dibutuhkan khususnya di perkotaan Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Ria Pembangunan merupakan salah satu hunian yang ada di wilayah perkotaan. STW ini berlokasi di Jln. Karya Bhakti No. 2 Cibubur, Jakarta Timur dan merupakan STW yang bersifat swasta. STW Karya Bhakti Ria Pembangunan ini dimiliki dan dikelola oleh Yayasan Ria Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto dan diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. STW Karya Bhakti Ria Pembangunan merupakan institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan khusus kepada generasi lanjut usia. 40 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 41 STW ini memiliki slogan sebagai hunian pilihan lanjut usia masa kini. Melalui slogan tersebut STW berharap para lansia yang ada di sana menyadari bahwa menjadi tua patut disyukuri dan bahagia di hari tua merupakan pilihan hati. Dengan demikian, lansia yang tinggal di STW tidak ada kesan menyesal, keterpaksaan ataupun merasa terkucilkan. STW ini merupakan hunian yang menggunakan sistem pelayanan perawatan jangka panjang gabungan antara konsep nursing home, adult day care dan resedntial care facilities (RCFs). Pada konsep RCFs STW ini memiliki ciri yang sama dengan contoh dari RCFs yakni assisted living dimana terlihat bahwa di STW ini sebagian besar dihuni oleh lansia yang masih mandiri, lansia tinggal di kamar pribadi mereka masing-masing dan lansia berhak mengikuti kegiatan sesuai minat dan kemampuan lansia. Lansia ditingkatkan kemandiriannya di STW ini kecuali bagi lansia yang memerlukan bantuan. Hal ini juga terlihat dari persyaratan bagi lansia yang ingin masuk ke dalam STW yang harus dipenuhi berupa lansia yang ingin masuk berusia diatas 60 tahun, sehat jasmani maupun rohani, mandiri, ingin tinggal di STW atas keinginan sendiri, memiliki penanggung jawab keluarga dan yang terpenting adalah tidak ada paksaan. Persyaratan tersebut menunjukkan bahwa STW ini bukan saja diperuntukkan bagi lansia yang mengalami kemunduran fisik atau sakit namun juga bagi lansia yang sehat jasmani dan mandiri. STW sebagai hunian juga memiliki fasilitas dan pelayanan yang diberikan untuk peningkatan derajat kesehatan lansia. Pelayanan yang diberikan oleh STW bagi para lansia berupa konsultasi ahli/ dokter, asuhan keperawatan, fisioterapi, farmasi, rujukan RS dan kegawatdaruratan serta pelayanan sosial dan pembinaan mental spiritual sesuai keyakinan. Selain itu, terdapat kegiatan harian yang rutin diadakan oleh STW berupa senam, kegiatan seni tradisional angklung, bernyanyi, kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun dan kegiatan berbincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi. Di STW ini lansia dapat memanfaatkan hobi yang dapat dilakukan melakui kegiatan yang ada di STW dan ada rekreasi bersama, adanya pelayanan harian lanjut usia melalui Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 42 pemeriksaan kesehatan harian berupa pemeriksaan tanda-tanda vital dan pelayanan individu maupun kelompok sesuai kebutuhan lansia. Sebagai hunian STW ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana fasilitas hunian, klinik werdha, fasilitas penunjang kesehatan lansia dan fasilitas lain yang mendukung. Fasilitas hunian meliputi wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP, wisma bungur kapasitas 25 kamar, wisma cempaka kapasitas 26 kamar dan wisma dahlia dengan kapasitas 8 kamar. Fasilitas klinik werdha yaitu wisma wijaya kusuma dengan kapasitas 3 kamar VIP dan bangsal rawat inap dengan 15 tempat tidur. Selain itu juga terdapat klinik kesehatan selama 24 jam di wisma wijaya kusuma. Fasilitas penunjang pelayanan lansia antara lain wisma soka, mawar, kamboja dan kenanga. Fasilitas lain yang mendukung bagi kehidupan lansia antara lain dapur, ruang cuci, ruang serba guna, perpustakaan dan pendopo. STW ini menggunakan konsep nursing home untuk sebagian wisma. Konsep nursing home terlihat dari adanya fasilitas klinik yang menangani masalah medis selama 24 jam penuh dan terlihat pada wisma wijaya kusuma. Dimana pada wisma ini, sebagian besar lansia membutuhkan perhatian dan pengawasan oleh perawat selama 24 jam penuh dan lansia yang berada di wisma ini sebagian besar hidupnya memiliki ketergantungan kepada caregiver atau perawat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena memiliki kemunduran kemampuan fisik akibat ketidakstabilan kondisi fisik maupun psikologis. Perawatan medis dan keperawatan yang diberikan d wisma ini sudah sesuai dengan konsep nursing home, namun mungkin perlu adanya pengorganisasian terhadap program infeksi, pencegahan masalah kulit dan risiko jatuh pada klien. Jika di STW ini menggunakan konsep nursing home seharusnya menyediakan makanan sesuai diet yang dibutuhkan residen, namun dalam pelaksanaannya semua residen mendapatkan menu yang sama. Selain itu, seharusnya dalam wisma ini juga memiliki pengawasan dari perawat registered nurse atau licensed practical nurse. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 43 Konsep adult day care juga terlihat di STW ini dimana pada hari selasa, kamis dan sabtu ada beberapa lansia yang datang ke STW untuk mengikuti kegiatan yang diadakan STW sebagai pelayanan sosial dan kesehatan. Lansia ini tergabung dalam suatu perkumpulan yang dikenal dengan istilah PHLU (Pelayanan Harian Lanjut Usia), partisipan mendapatkan pelayanan sosial dan kesehatan berupa kegiatan bersama dan pemeriksaan kesehatan di klinik. Konsep RCFs juga terlihat di STW ini, mulai dari slogan yang dimiliki bahwa STW ini adalah pilihan hunian masa kini menunjukkan bahwa STW merupakan sebuah kediaman. Konsep ini terlihat pada beberapa wisma, yakni wisma cempaka, dahlia dan bungur. Wisma Bungur adalah salah satu wisma di STW ini yang menggunakan konsep RCFs. Wisma ini terdiri dari 25 faslitas kamar untuk residen, terdapat ruang makan, TV untuk lansia bersosialisasi, adanya laundry dan dapur. Fasilitas tersebut menunjukkan fasilitas dasar yang harus dimiliki oleh hunian yang menggunakan konsep RCFs. Selain itu, fasilitas lain berupa tersedanya makanan dan snack bagi residen meskipun belum sesuai dengan menu diet masing-masing lansia, adanya aktivitas edukasi, sosial, pelayanan kesehatan dan kegiatan untuk hobi para lansia. Pada wisma ini terdapat 20 lansia dimana sebagian besar yakni 13 lansia masih memiliki tingkat kemandirian yang tinggi sementara 7 lansia lainnya tergantung sehingga membutuhkan caregiver untuk membantu memenuhi kebutuhan seharihari. Konsep RCFs terlihat dalam wisma ini dimana wisma ini merupakan hunian bagi residen yang mandiri dan masih mampu merawat dirinya meskipun ada beberapa residen yang membutuhkan bantuan caregiver. Di wisma ini peningkatan kemandirian dan kemampuan lansia diutamakan bagi lansia yang masih mampu dan tidak ada pemaksaan kegiatan bagi setiap residen. Konsep yang digunakan oleh STW ini sudah baik karena selain sebagai hunian yang nyaman bagi lansia kesehatan para lansia yang berada di dalamnya juga diperhatikan dengan adanya klinik selama 24 jam dan pemeriksaan kesehatan lansia setiap harinya. Hal ini dikarenakan fasilitas kesehatan yang ada di STW ini Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 44 tidak saja diperuntukkan bagi lansia yang kondisi fisiknya lemah di wisma wijaya kusuma saja, namun fasilitas klinik dapat dinikmati oleh semua lansia yang ada diwisma lain. Selain itu, adanya kegiatan yang dilaksanakan setiap hari oleh STW menjadi alternatif pilihan kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia sehingga lansia tidak merasa bosan dan dapat bersosialisasi dengan lansia lainnya. Oleh karena adanya penggabungan beberapa konsep yang berbeda dalam STW ini namun dalam satu manajemen yang sama sehingga tidak terlihat secara nyata konsep yang digunakan sebagai pelayanan perawatan kesehatan yang digunakan oleh STW. Selain itu, kegiatan bagi lansia yang diadakan di STW belum dibedakan berdasarkan kemampuan lansia, sehingga bagi lansia yang tidak mampu tidak ada kegiatan pengganti sebagai peningkatan derajat kesehatan. Penempatan lansia yang ada STW ini belum dibedakan berdasarkan kebutuhan lansia, sehingga untuk masing-masing wisma tidak terlihat perbedaan konsep yang digunakan. Jika memang ingin menggunakan konsep yang berbeda untuk setiap wisma sebaiknya ada manajemen yang berbeda sehingga pelayanan yang diberikan kepada lansia juga dapat maksimal. 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Kasus Bpk. B (78 tahun) mengatakan mengalami konstipasi atau sulit buang air besar saat dilakukan pengkajian. Biasanya residen jika sudah tidak BAB selama 4-5 hari akan meminta laksadine kepada perawat untuk menangani masalah konstipasi yang terjadi. Masalah konstipasi yang terjadi pada residen dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kurangnya asupan serat dan kurangnya aktivitas. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Stanley (2006) bahwa konstipasi dapat terjadi akibat penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot panggul dan abdomen serta defisiensi asupan serat dan cairan. Asupan serat yang didapat oleh residen hanya berasal dari makanan yang disediakan oleh STW. Sementara dari STW makanan yang diberikan seratnya tidak mampu mencukupi kebutuhan residen. Setiap pagi residen diberikan sarapan berupa nasi dan lauk pauk, hanya pada siang dan malam hari biasanya residen Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 45 mendapatkan asupan serat dari buah dan sayur. Residen jarang membeli makanan di luar sehingga serat yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan residen. Padahal kebutuhan lansia akan serat sangat penting, yaitu 20-35 gram serat perhari untuk menjaga fungsi normal defekasi (Folden, 2002). Akibat serat yang kurang maka waktu transis feses dalam usus semakin lama, motilitas usus semakin menurun dan produksi bulk atau penggembur menurun sehingga menyebabkan konstipasi. Selain itu, aktivitas yang kurang pada residen menyebabkan residen mengalami konstipasi. Residen berjalan di seret, jarang mengikuti kegiatan yang diadakan STW dan beraktivitas hanya untuk kebutuhannya sehari-hari seperti makan, mand dan berpakaian. Aktivitas yang kurang dan residen hanya banyak duduk dan tiduran menyebabkan residen mudah mengalami konstipasi. Residen mengalami konstipasi sudah sering sejak tahun 2010. Aktivitas yang kurang pada residen dan adanya riwayat konstipasi menyebabkan kelemahan pada otot pelvis dan otot abdomen sehingga peristaltic usus menjadi lemah dan menyebabkan konstipasi. Selain akibat kurangnya serat dan aktivitas, faktor risiko dari obat-obatan yang dikonsumsi oleh residen juga dapat menyebabkan residen berisiko mengalami konstipasi berulang. Residen mengkonsumsi obat THP (Trihexyphenidyl) dimana obat ini merupakan salah satu jenis obat antikolinergik yang merupakan salah satu jenis obat faktor risiko penyebab konstipasi. Berdasarkan patofisiologisnya konstipasi yang dialami oleh residen adalah konstipasi NTC (Normal Transit Constipation) dimana residen mangalami perasaan kesulitan dalam defekasi. Hal ini dikarenakan konstipasi yang dialami oleh residen sesuai dengan penyebab konstipasi NTC yakni karena tidak aadekuatnya asupan cairan dan serat, kurag aktivitas dan adanya kelemahan otot-otot abdominal. Oleh karena itu intervensi yang diberikan kepada residen berupa penanganan noninvasive yaitu dengan peningkatan asupan cairan dan serat, meningkatkan aktivitas dan pengaturan pola defekasi secara regular. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 46 4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait Pada lansia konstipasi dapat disebabkan karena adanya dua mekanisme. Mekanisme yang pertama yaitu disfungsi motilitas usus atau yang disebut dengan dismotility yaitu keadaan dimana gagalnya koordinasi aktivitas untuk pergerakan feses menuju kolon. Mekanisme ini biasanya dihubungkan dengan faktor diet, obat-obatan, penyakit sistemik. Mekanisme yang kedua mencakup disfungsi otot pelvis yang hasilnya adalah tidak adekuatnya melakukan defekasi (McCrea, 2008). Oleh karena itu, dibutuhkan latihan untuk meningkatkan fungsi motilitas usus dan kekuatan fungsi otot pelvis. Latihan mengayuh sepeda adalah salah satu jenis latihan yang dapat digunakan karena selain dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis juga peningkatan kekuatan pada abdomen sehingga menyebabkan peningkatan fungsi peristaltik usus. Latihan mengayuh sepeda pada sepeda statis merupakan salah satu tipe latihan yang dapat di lakukan untuk meningkatkan fungsi defekasi (Folden, 2002). Bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah sehingga dapat menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat mencegah konstipasi. Selain itu, Ramus (2011) menyebutkan bahwa latihan sepeda statis dapat menguatkan otot pelvis. Dengan adanya peningkatan kekuatan otot pelvis maka konstipasi dapat dicegah. Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh sepeda 3 sampai 4 kali dalam seminggu efektif sebagai perawatan untuk mencegah konstipasi. Hal ini terlihat manfaatnya saat residen latihan mengayuh sepeda selama 30 menit dan dilakukan rutin setiap hari residen mengatakan BAB lancar dan tidak keras. Menurut residen latihan ini selain bermanfaat untuk mencegah konstipasi juga sebagai alternative olahraga yang dapat dipilih karena dapat menghasilkan keringat dan menjadi segar setelah melakukan latihan mengayuh sepeda. Selama 7 minggu praktik dan residen melakukan latihan mengayuh sepeda, residen tidak membutuhkan laksatif untuk BAB. Selain itu, pola BAB residen juga semakin baik yaitu setia 1-2 hari sekali residen BAB tanpa harus mengedan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 47 Residen melakukan latihan mengayuh sepeda dengan sepeda statis, posisi badan tegap pandangan lurus ke depan dan kaki mengayuh dengan posisi sedel yang tidak dapat diubah. Agar latihan mengayuh sepeda lebih maksimal seharusnya dapat digunakan sepeda statis yang posisi tempat duduknya bisa di ubah sehingga residen dapat mengatur jarak kaki dengan pedal. Selain itu, seharusnya dalam bermain sepeda statis beban atau kecepatan dapat diatur sehingga dapat memaksimalkan gerakan dan meningkatkan kekuatan otot yang digunakan. 4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan Alternatif pemecahan atau intervensi lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah konstipasi selain gerakan mengayuh sepeda dengan sepeda statis dapat berupa peningkatan aktivitas dengan berjalan, massase abdomen atau dengan pijat I Love U, serta peningkatakan asupan serat dan cairan. Peningkatan aktivitas dengan berjalan selama 20 sampai 30 menit khususnya setelah makan sangat membantu untuk mencegah konstipasi (Touhy & Jett, 2010). Massase abdomen dan latihan peningkatan tekanan pada abdomen dapat mencegah konstipasi karena dapat menstimulasi usus untuk meningkatkan peristaltik sehingga dapat mempercepat gerakan makanan dan cairan melewati usus dengan lancar (Fawlkes, 2012). Massase abdomen dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu transit feses dalam kolon, meningkatkan frekuensi defekasi dan menurunkan perasaan tidak nyaman (Sinclair, 2010). Massase abdomen ini tidak dapat dilakuka pada lansia yang memiliki obstruks abdomen, adanya massa di abdomen, perdarahan intestinal, hernia, dan kurang 6 minggu menjalani bedah abdomen. Massase abdomen dapat dilakukan dengan 10 cara. Cara yang pertama adalah effleurage dari seluruh abdomen sebanyak 10 kali, kemudian effleurage dari rektus adominis, luar dan dalam miring dan otot tranversum abdomen masing-masing sebanyak 10 kali. Selanjutnya lakukan remas-remas pada abdomen sebanyak 3 kali dan gerakan effluarage memutar melewati kira-kira batas kolon sebanyak 10 kali, kemudian vibrasi dari usus halus hingga besar selama satu menit atau lebih dan dilanjutkan dengan gerakan pengulangan pada gerakan keempat. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 48 Selanjutnya remas pada kolon dengan memijat menggunakan telapak tangan atau jempol selama satu menit atau lebih yang dilanjutkan dengan ptrissage dan vibrasi pada kolon tersebut lalu ulangi kembali gerakan effleurage memutar kembali pada kolon. Massase abdomen ini akan efektif setelah 10 hari dilakukan massase abdomen dan dirasakan manfaatnya setelah 7-10 hari massase abdomen dihentikan (Sinclair, 2010). Massase abdomen juga dapat dengan gerakan membentuk huruf I L dan U atau yang biasa disebut I Love U, dimana gerakan yang dilakukan adalah melakukan massase pada abdomen dengan megikuti pola kolon. Gerakan ini bertujuan untuk mendorong feses dan meningkatkan peristaltic usus. Selain dengan latihan, konstipasi juga dapat diatasi dan dicegah dengan peningkatan asupan serat dan cairan. Asupan serat yang tinggi dapat menjadi laksatif alami yang dapat dikonsumsi saat mengalami konstipasi dan lebih aman oleh tubuh. Contoh resep laksatif alami yang dapat dibuat berasal dari kismis, kurma, prune, buah ara dan kurma. Kemudian semua buah di hancurkan dan di campur menjadi satu lalu dapat disimpan dalam kulkas. Kemudian dapat langsung di minum atau ditambahkan beberapa buah kering. Laksatif alami ini dapat menjadi alternative laksatif tanpa menggunakan bahan kimia sehingga lebih sehat bagi tubuh (Ebersole, 2009). Resep laksatif alami lainnya dapat berasal dari bran, sari buah apel dan jus prune yang di campur menjadi satu lalu disimpan dalam kulkas sehingga dapat dkonsumsi setiap hari. Laksatif alami ini dapat menjadi makanan atau minuman selingan sebagai pengganti snack bagi lansia di STW. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Ria Pembangunan adalah salah satu jenis pelayanan perawatan kesehatan lansia di perkotaan yang menggunakan konsep gabungan antara nursing home, adult day care centre dan residential care facilities. Pelayanan yang diberikan dalam STW ini meliputi pelayanan kesehatan, peningkatan kemandirian lansia, pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan adanya kegiatan yang dapat diikuti lansia agar dapat bersosialisasi. Pelayanan kesehatan yang diberikan selama 24 jam bertujuan unuk meningkatkan derajat kesehatan lansia. Meskipun demikian, masalah kesehatan pada lansia tetap terjadi karena adanya penurunan fungsi dan sistem organ yang terjadi secara alamiah dalam diri lansia. Penurunan sistem dan fungsi ini terjadi hampir di setiap sistem tubuh yang ada pada lansia, salah satunya adalah sistem gastrointestinal. Akibat adanya perubahan ini dan di dukung oleh beberapa faktor risiko banyak terjadi masalah kesehatan pada sistem gastrointestinal lansia, salah satunya adalah masalah konstipasi. Masalah konstipasi yang ada di STW ini salah satunya dialami oleh residen yakni Bpk. B (78 tahun) yang berada di wisma bungur. Masalah konstipasi yang dialami oleh residen disebabkan karena kurangnya asupan serat, kurang aktivitas dan adanya faktor risiko dari obat-obatan yang dikonsumsi oleh residen. Residen mengkonsumsi serat hanya dari sayur dan buah yang disediakan oleh STW, namun jumlah serat yang dikonsumsi masih kurang dari kebutuhan. Selain itu, aktivitas residen yang jarang mengikuti kegiatan senam di pagi hari, terlihat berjalan dengan gaya di seret dan beraktivitas hanya di sekitar kamar menyebabkan residen sering mengalami konstipasi. Konstipasi yang dialami oleh residen ini sudah sering dialami oleh residen sejak tahun 2010. Saat pengkajian residen mengeluhkan sulit BAB sejak 3 hari dan biasanya jika sudah 4-5 hari tidak BAB, residen meminta laksadine agar BAB nya lancar. Selain itu, 49 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 50 data objektif menunjukkan perut residen terlihat membuncit, adanya penurunan motilitas usus dan teraba keras di kuadran ke 4 saay dilakukan palpasi abdomen. Selain itu, berdasarkan hasil pengkajian lebih lanjut residen juga mengalami masalah lain yakni ganguan pola tidur dan risiko jatuh. Asuhan keperawatan diberikan kepada residen selama 7 minggu mahasiswa berpraktik di wisma tersebut untuk mengatasi masalah yang terjadi pada residen. Implementasi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah gangguan pola tidur pada residen berupa massage punggung dan pembatasan waktu tidur di siang hari dengan meningkatkan aktivitas. Sementara untuk menyelesaikan masalah risiko jatuh Bpk. B (78 tahun) diajarkan untuk balance exercise dan latih jalan tegap tanpa diseret. Penyelesaian masalah konstipasi yang menjadi masalah utama pada residen dilakukan dengan pemberian intervensi berupa peningkatan pengetahuan residen terkait konstipasi, memotivasi untuk meningkatkan asupan serat dan cairan serta meningkatkan latihan berupa latihan mengayuh sepeda, dan mengajarkan massage abdomen pada residen. Latihan mengayuh sepeda yang dilakukan residen untuk mengatasi maslah konstipasi dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan abdomen sehingga dapat mempercepat proses peristaltic pada usus sehingga memperpendek waktu transit feses dalam usus, dan dapat melancarkan proses defekasi. Selain itu, bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah sehingga dapat menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat mencegah konstipasi. Manfaat ini dirasakan oleh residen selama residen melakukan latihan mengayuh sepeda. Residen mengatakan BAB lebih lancar dan teratur, perut tidak sakit, feses tidak keras sehingga tidak perlu mengejan setelah beberapa hari secara rutin melakukan latihan mengayuh sepeda. Selain itu, residen juga terlihat lebih segar, perut menjadi rata dan adanya peningkatan bising usus pada residen. Oleh karena itu, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 51 berdasarkan hasil evaluasi dapat dianalisa bahwa latihan mengayuh sepeda secara rutin dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan otot abdomen sehingga residen dapat BAB secara rutin dan tidak ada keluhan kesulitan BAB. Latihan mengayuh sepeda ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi pada asuhan keperawatan untuk menyelesaikan masalah konstipasi pada lansia. Selain itu, intervensi lain yang dapat diberikan berupa massage abdomen, peningkatan aktivitas dan pemberian laksatif alami karena lebih aman bagi tubuh dengan tetap meningkatkan asupan serat dan cairan bagi lansia yang mengalami masalah konstipasi. 5.2 Saran 1. Sebaiknya pengkajian pada lansia yang mengalami konstipasi dilakukan secara lengkap, selain pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, faktor risiko seperti obat-obatan yang sedang dikonsumsi, kebiasaan BAB sebelum mengalami konstipasi. 2. Sebaiknya sebelum memberikan intervensi keperawatan kepada klien terkait konstipasi kaji terlebih dahulu tingkat pengetahuan klien dan jelaskan secara singkat kepada klien terkait konstipsi, perawatan dan komplikasi agar klien dapat melaksanakan program atau intervensi yang akan dilakukan 3. Sebaiknya untuk mengatasi masalah konstipasi pada lansia tidak langsung diberikan laksatif atau secara farmakologi karena pada lansia salah satu penyebab konstipasi adalah terjadi penurunan fungsi dan sistem gastrointestinal serta penurunan kekuatan otot sehingga lebih baik dilakukan pengutan otot dan fungsi sistem gastrointestinal agar masalah konstipasi tidak sering terjadi kembali 4. Sebaiknya untuk menyelesaikan masalah gangguan pola tidur pada lansia diberikan saat lansia ingin tidur malam atau sore hari karena jika diberikan pada siang hari misalnya massage punggung maka lansia akan tidur di siang hari dan saat malam hari tetap tidak dapat tidur Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 52 5. Sebaiknya disediakan air hangat di kamar mandi lansia karena mandi air hangat dapat meningkatkan vaskularisasi dan lansia akan merasa lebih rileks sehingga lansia akan mudah tidur di malam hari 6. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait latihan mengayuh sepeda untuk menangani masalah konstipasi pada lansia. Penelitian dapat dilakukan dengan membandingkan lansia yang melakukan latihan setiap hari dan yang tidak atau dengan membandingkan jenis sepeda yang efektif dapat digunakan lansia untuk menangani masalah konstipasi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA Administrator of JBI. (2008). Management of constipation in older adults. Evidence based information sheets for health professionals The Joanna Briggs Institute. Vol. 12 ISSN: 1329-1874. Affandi,, Moch. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk lanjut usia memilih untuk bekerja. Journal of Indonesian Applied Economics. Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya. Vol 3 No. 2 Oktober 2009,99100. Arenson, Christine, et al. (2009). Reichel’s care of the elderly clinical aspects of aging. Sixth edition. Cambridge : Cambridge University Press. Arisman. (2004). Gizi dalam daur kehidupan: buku ajar ilmu gizi. Jakarta: EGC. Darmojo,R. B & Martono, H.H. (2006). Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut (Edisi ketiga). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ebersole, P., Hess,P., Touhy,T.,Jett,K. (2009). Gerontological nursing &health aging.2 nded. St. Louis, Missouri: Mosby, Inc. Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga. Fawlkes, Frank G. (2012). Preventing constipation by doing abdominal massage and increasing abdominal preeure exercise. Style sheet: http://amzn.to/14fPML3. Diunduh tanggal 28 Juni 2013. Fitriani, Imel. (2011) Hubungan asupan serat dan cairan dengan kejadian konstipasi pada lanjut usia dip anti sosial sabai nan aluih sicincin tahun 2010. [Penelitian]. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. 53 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 54 Folden, S.L., et al. (2002). Practice guidelines for the management of constipation in adults. Rehabilitation nursing foundation. Gallagher, et al. (2008). Management of chronic constipation in elderly. ProQuest Health& Medical Complete. Pg. 807. Gallegos, J.F., et al. (2012). Chronic constipation in the elderly. The American Journal of gastroenterology. Vol 107:18–25; doi: 10.1038/ajg.2011.349. Griffin, Sharin. (2010). Constipation and Bicycling exercise. Style sheet: http://www.livestrong.com/article/339069-constipation-bicycle-exercise/ di unduh pada tanggal 23 Juni 2013. Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Konsesus . Administrator. (2010). Konsensus Nasional Penatalaksanaan 2010. Style sheet: 9 Juni 2013. http://activia.think.web.id/news.php?id=9 Lueckenotte, A. G. (2000). Gerontologic nursing.(2nd ed). Missouri: Mosby. Liu, M.E., Wong, M.E. (1997). Health care for elderly people. Research and library service division provisional legislative council secretariat. Vol RP02/PLC. McCrea, G.L.,et al (2008). Pathophysiology of constipation in older adult. World Journal of Gastroenterol. Vol: ISSN 1007-9327. Meiner, Sue E & Annette, G.L. (2006). Gerontological nursing.3thed. St. Louis Missouri: Mosby. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 55 Miller, Carol A. (2004). Nursing for wellness in older adults: theory and practice. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkin. Miller, Carol A. (2012). Nursing for wellness in older adults. Sixth Edition. China: Lippincott Williams &Wilkin. Muhammad N. (2010). Tanya jawab kesehatan harian untuk lansia. Yogyakarta: Tunas Publishing. Mulyani, Sri. (2010). Faktor-fakto yang berhubungan dengan kejadian konstipasi lansia di RW II Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Semarang Timur Semarang. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhamadiyah Semarang. OASIS.(2010). Exercise guide for knee replacement surgery. Vancouver Coastal Health. Style sheet: www.vch.ca/oasis. Diunduh tanggal 28 Juni 2013. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses dan praktik. Edisi keempat. Jakarta: EGC. Price, S.A. dan Wilson,L.M. (2002). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC. Ramus, Anne. (2011). Bridge: Pelvic floor fitness. Continence foundation of Australia. ISSN 1836-8115). Sinclair, Marubetts. (2010). The use of abdominal massage to treat chronic constipation. Journal of Bodywork & Movement Therapies. Vol xx Pg. 110. Soelistijani. (2002). Sehat dengan menu berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 56 Stanley, M., Blair, A.K., Beare, P.G. (2005). Gerontological nursing: promoting successful aging with older adults. Philadelphia: F.A. Davis Company. Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. (Juniarti, Nety et.al., penerjemah). Jakarta: EGC. Tariq, Syed H. (2007). Constipation in Long term care. American Medical Directors Association. J Am Med Dir Assoc 2007;8: 209-218. Toner, Francis & Claros, Edith. (2012). Preventing, assessing and managing constipation in older adult. Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins. Touhy, T.A. & Jett, K.F. (2010). Ebersole & Hess’ gerontological nursing & healthy aging. 3rd ed. St. Louis Missouri: Mosby Elseiver. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 Laporan Asuhan Keperawatan Individu Pada Opa B Lansia di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Oleh: OKTARIYANI 0806334211 PROGRAM PROFESI 2013 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013 Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU KEPERAWATAN KESEHATAN LANSIA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA NAMA PANTI : Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan ALAMAT PANTI I. II. : Cibubur-Jakarta Timur IDENTITAS A. Nama : Opa B B. Jenis Kelamin : Laki-Laki C. Umur : 78 tahun D. Agama : Islam E. Status Perkawinan : Duda-Cerai F. Pendidikan terakhir : SMA G. Pekerjaan : Pegawai Swasta H. Alamat rumah : BSD-Tangerang ALASAN KUNJUNGAN KE PANTI Opa B masuk ke panti karena keinginan diri sendiri dan dukungan dari keluarga baik dari mantan istri dan kedua anaknya. Alasan Opa B karena jika berada di tempat ini lebih ada yang memperhatikan kesehatan dan kebutuhan sehari-hari opa B. Selain itu Opa b merasa ingin sendiri agar dapat menemukan ketenangan dan kebahagiaan di masa tuanya. III. RIWAYAT KESEHATAN A. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini Opa B mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit berat, semua hasil pemeriksaan sebelum masuk ke STW dinyaakan normal. Namun selama 4 tahun berada di STW opa B telah 3 kali jatuh di kamar mandi. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 9 Mei 2013 opa B sedang batuk dan terdapat dahak, tetapi opa B mengatakan tidak ada sesak dan mampu serta tidak kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya. Selain batuk saat pengkajian opa B mengeluhkan sulit buang air besar, BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei 2013. Sebelumnya opa B menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1 jam dan berakibat pusing serta sakit kepala. Jika sudah 4-5 hari opa B tidak BAB, opa B akan Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 meminta obat laxadine kepada perawat. Dan selama pengkajian selama 1 minggu opa B BAB sebanyak 1 kali yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei Opa B BAB kembali pada tanggal 12 Mei 2013. B. Masalah kesehatan keluarga/keturunan Kedua orang tuan Opa B sudah meninggal, ayah dari opa B meninggal karena masalah jantung dan ibu Opa B meninggal karena faktor usia. Opa B mengatakan dalam kelaurganya tidak memiliki riwayat penyakit menular atau keturunan. IV. KEBIASAAN SEHARI-HARI A. Biologis 1. Pola Makan Opa B makan sehari 3 kali sesuai dari jadwal yang diberikan sasana. Opa B selalu menghabiskan makanan yang diberikan. Opa B masih dapat makan secara mandiri tanpa di bantu. Opa B tidak memilih-milih makanan yang diberikan sehingga apapun makanan yang diberikan akan sellau dihabiskan. Selain itu, opa B tidak pernah pergi keluar untuk membeli makanan diluar. Menu yang diberikan oleh sasana biasanya di pagi hari nasi dengan lauk seperti tahu/temped an sayur, jika di siang hari nasi, ikan atau ayam, sayur dan buah, dan pada malam hari nasi, lauk dan sayur dan menu serta porsi sudah disesuaikan oleh kebutuhan lansia yang ada di sasana sehingga opa B juga selalu menghabiskan makanan yang diberikan. 2. Pola Minum Opa B mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih, atau kurang lebih 1500 cc air putih. Opa B mengatakan tidak minum kopi, teh atau susu hanya air putih. Hal ini juga terlihat di kamar opa B tidak terlihat adanya kopi, teh atau susu. Opa b mengatakan jika minum banyak maka pada malam hari akan sering buang air kecil dan mengganggu tidur opa B. 3. Pola Tidur Opa B mengatakan tidur biasanya dari jam 22.00-04.00 setiap malamnya. Namun, saat dilakukan pengkajian pada hari senin tanggal 13 Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 Mei 2013 opa B mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at dan memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. Opa B merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa pusing dan lemas pada pagi hari. opa B tidur siang juga merasa tidak nyenyak sehingga hanya berbaring saja jika apda siang hari. Pada malam hari opa B sulit tidur ketika sudah terbangun untuk BAK dan sulit untuk memulai tidur kembali. Selain itu, nampaknya opa B ada Sesuatu yang dipikirkan sehingga sulit untuk tidur. Opa B juga mengatakan tidur jika hanya 1 jam tidak merasa seperti tidur karena bangun masih pusing dan ini sudah dialami kurang lebih 7 malam. Opa B mengatakan ingin memiliki tidur yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. Pada siang hari opa B nampak mengantuk namun mengatakan sulit untuk tidur. 4. Pola Eliminasi Opa B mengatakan BAB tidak teratur. BAB biasanya opa B 2 hari sekali, namun saat dilakukan pengkajian opa B mengatakan sudah hari kesulitan untuk BAB, dan untuk BAB harus minum laxadine. BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. Untuk BAK opa B mengatakan sering, sehari BAK dapat 8 kali atau lebih, jika malam BAK terkadang bisa 3-4 kali sehingga mengganggu tidur opa B. 5. Aktifitas Sehari-hari Sehari-hari Opa B lebih banyak menghabiskan waktu untuk dudukduduk dan berbincang-bincang dengan mahsiswa atau opa-opa yang lain di depan kamarnya. Opa B tidak memiliki caregiver, sehingga untuk aktivitas mandi, makan, berpakaian dapat dilakukan sendiri, namun untuk mencuci dan menjaga kebersihan kamar dilakukan oleh petugas panti. Opa B sering mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pihak panti, seperti senam, main angklung dan pengajian. Namun, kegiatan ini tidak dilakukan setiap hari jika tidak pusing dan tidak malas saja opa B akan mengikuti kegiatan. Jika pada malam hari opa B melakukan aktivitas seprti menonton TV. Opa B mengatakan berjalan di seret karena opa B merasa takut jatuh, opa B memiliki walker namun opa B mengatakan tidak ingin menggunakannya karena opa B merasa masih kuat dan lebih Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 memilih untuk jalan di seret. Aktivitas opa B kurang, karena sebagian besar aktivitas dilakukan duduk dan opa B jarang untuk berjalan-jalan. 6. Rekreasi Opa B mengatakan jika bosan biasanya opa B menonton TV atau membaca koran. Opa B suka berbincang dengan mahasiswa atau teman yang lain untuk mengurangi rasa jenh atau bernyanyi saat ada kegiatan angklung. B. Psikologis 1. Keadaan Emosi Keadaan emosi opa B stabil dan tenang, namun terkadang jika opa B merasa ada sesuatu yang tidak cocok dengan dirinya opa B akan sedikit berbicara lebih keras namun tidak sampai marah-marah. Saat dilakukan pengkajian Geriatric Depression Scale sepertinya opa B menyimpan masalah terkait keluarganya namun opa B belum mau untuk bercerita dan opa B selalu memikirkan maslaah tersebut sehingga mengganggu tidurnya. C. Sosial 1. Dukungan keluarga Opa B mengatakan keluarga baik anak maupun mantan istri mendukung opa B untuk tinggal di sasana karena akan lebih ada yang memperhatikan baik masalah kesehatan maupun kebutuhan opa B jika berada di sasana. 2. Hubungan antar keluarga Opa B mengatakan hubungan dengan anak-anak, cucu dan istrinya baikbaik saja. Sebulan sekali terkadang anak dan cucu opa B menjenguk dan jika hari raya opa B dijemput untuk merayakan hari raya bersama. 3. Hubungan dengan orang lain Opa B mengatakan tidak memiliki masalah dengan teman yang ada di sasana, semua berteman baik. Opa B nampak ramah kepada semua orang Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 jika bertemu dengan orang opa B akan menegur sapa dan memanggil namanya. Opa b juga terlihat suka berbincang dengan siapa saja dan tidak ada opa atau oma lain yang menjauhi atau bercerita buruk tentang opa B. D. Spiritual/Kultural 1. Pelaksanaan ibadah Opa sering mengikuti pengajian yang ada di wisma bungur. Opa B mengatakan sholatnya masih bolong-bolong, terkadang opa B sering lupa sholat dzuhur. Opa B sholat di dalam kamar dan tidak pernah pergi ke mushola. 2. Keyakinan tentang kesehatan Opa B mengatakan bahwa dirinya merasa sehat, tidak ada yang sakit dan selalu merasa bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesehatan hingga usianya yang sekarang. E. Pemeriksaan Fisik 1. 2. Tanda Vital a. Keadaan umum : Baik b. Kesadaran : Compos Mentis (sadar) c. Suhu : 36⁰ C. d. Nadi : 64x/menit e. Tekanan darah : 130/80mmHg f. Pernafasan : 22x/menit g. Tinggi badan : 160 cm h. Berat badan : 61 kg Pemeriksaan dan kebersihan perorangan a. Kepala dan Leher - Keadaan dan penampilan umum kepala : kepala bulat, simetris, tidak terdapat lesi - Keadaan dan penampilan umum rambut : rambut tipis, warna rambut putih (beruban), tidak mudah dicabut, kulit kepala dan rambut bersih (tidak ada kutu dan ketombe), rambut lurus Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 pendek, terdistribusi secara merata pada kulit kepala, tidak ada lesi pada kulit kepala - b. Pada leher, tidak ada pembesaran KGB dan vena jugularis. Mata - Keadaan dan penampilan umum struktur mata : alis mata simetris, sejajar - Keadaan konjungtiva dan sklera : konjungtiva berwarna merah muda (tidak anemis), sklera tidak ikterik, namun nampak keruh. Sekitar lensa agak putih (keruh) - c. Kemampuan penglihatan baik Telinga - Keadaan dan penampilan umum struktur telinga : telinga sejajar mata, warna telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada, nyeri tidak ada, tidak terdapat pengeluaran cairan dari telinga - d. Kemampuan pendengaran baik Hidung - Keadaan dan penampilan umum : telinga sejajar mata, warna telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada peradangan, tidak terdapat pengeluaran cairan e. Mulut - Gigi sudah banyak yang tanggal, lidah bersih, lesi tidak ada, tidak ada sariawan, mukosa tidak kering, gigi bersih. f. Dada - Keadaan umum : pergerakan dinding dada simetris, lesi tidak ada. 1).Kardiovaskuler - Inspeksi (I) : dada simetris, warna kulit sawo matang, , tidak ada kelainan bentuk dada. - Palpasi (P) : tidak terasa pulsasi pada intercosta ke-2 kiri dan kanan, pada intercocta ke-3 sinistra sedikit terasa pulsasi dan apeks jantung terasa pulsasi yang sangat kuat. - Perkusi (P) : bunyi resonan pada area jantung yang ditutupi paru-paru - Auskultasi (A) : S1 dan S2 normal. 2).Pernafasan : klien mengatakan tidak sesak nafas dan dada tidak nyeri Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 - I : dada simetris - P : Tactil Fremitus antara toraks posterior dan anterior sama. - P : bunyi paru resonance - A : Suara paru vesikuler. Rh -/-, Wh -/- g. Abdomen - I:Simetris, posisi abdomen lebih tinggi daripada dada pada posisi berbaring, umbilicus inverted dan bersih - A :BU yaitu 5x / mnt - P :suara timpani, nyeri ketuk pada ginjal kanan dan kiri (-) - P : abdomen teraba keras, tidakteraba adanya masa h. Ekstremitas - I : kulit tidak pucat, warna kulit sama dengan warna tubuh, berjalan di seret - P:Turgor kulit elastis, kembalinya cepat, capillary refill time kurang dari 2 detik - P : Reflek bisep, trisep dan brakioradialis tangan kiri dan kanan (+), Reflek Patela kaki kiri (-), reflek patella kaki kanan (+), i. Keadaan lingkungan : - Bersih, lantai tidak licin/becek, pencahayaan baik. j. Lain – lain : - Reflek mata terhadap cahaya: Mata kanan (+) / mata kiri (+) - Tes sensasi wajah (+) - Kekuatan otot:5 5 5 5 5 5 5 5 4555 5554 - Nilai pengkajian FMS: 50 (risiko rendah) - Nilai pengkajian MMSE: 23 (normal) - Nilai Pengkajian Geriatic Depression Scale : 14 (depresi ringan) - Nilai Berg Balance Test : 40 (risiko rendah) - Nilai Katz Indeks : 6 (Mandiri) Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 V. Informasi Penunjang Diagnosa Medis :- Laboratorium : Gula darah sewaktu: - Terapi Medis 155 mg/dL (tanggal 11 Mei 2013) : THP (Trihexyphenidyl) Harnal Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 2 ANALISA DATA Data Masalah Keperawatan DS: Konstipasi - Klien mengeluhkan sulit BAB, - Klien mengatakan BAB tidak teratur belakangan ini biasanya BAB klien 2 hari sekali - Klien mengatakan BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei 2013. - Klien mengatakan BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. - Sebelumnya klien menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami riwayat kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1 jam dan berakibat pusing serta sakit kepala. - Klien mengatakan biasanya jika sudah 4-5 hari klien tidak BAB, klien akan meminta obat laxadine kepada perawat. - Klien mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih atau kurang, ± 1200-1500cc DO: - Abdomen teraba keras - Hipoperistalik usus: BU 1x/mnt - Mobilisasi dan aktivitas kurang, nampak banyak duduk dan jalan di seret - selama pengkajian selama 1 minggu opa B BAB sebanyak 1 kali yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei Opa B BAB kembali pada tanggal 12 Mei 2013. - Klien mengkonsumsi obat jenis antikolinergik yaitu THP Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 2 Data Masalah Keperawatan Gangguan pola tidur DS: - Klien mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu 5 malam dan memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. - Klien merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa pusing dan lemas pada pagi hari. - Pada malam hari klien sulit tidur ketika sudah terbangun untuk BAK dan sulit untuk memulai tidur kembali. - Klien mengatakan ingin memiliki tidur yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. DO: - Pada siang hari klien nampak mengantuk namun mengatakan sulit untuk tidur. - TD ada tanggal 14 Mei 2013 90/60 mmHg DS: - Risiko Jatuh Klien mengatakan selama 4 tahun berada di STW klien telah 3 kali jatuh di kamar mandi - Klien mengatakan berjalan di seret karena opa B merasa takut jatuh - Sering megeluhkan pusing - Klien seringmengeluhkan tidak dapat tidur yang berkualitas pada malam hari DO: - Klien berusia 78 tahun - Klien Nampak jalan di seret - Klien Tidak menggunakan alat bantu jalan - NIlai FMS klien 50 yaitu risiko jatuh rendah - Nilai BBT: 40 yaitu risiko jatuh rendah - Klien sudah diberikan walker namun tidak ingin menggunakannya Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 2 Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 3 Nama Klien : Opa B Wisma : Bungur Diagnosa keperawatan Konstipasi DS: - Klien mengeluhkan sulit BAB - Klien mengatakan BAB tidak teratur belakangan ini biasanya BAB klien 2 hari sekali - Klien mengatakan BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei 2013. - Klien mengatakan BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. - Sebelumnya klien menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami riwayat kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1 jam Tujuan/Kriteria hasil Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 hari, masalah konstipasi teratasi dengan kriteria hasil, klien : 1. Mengatakan bahwa pola BAB nya teratur 1-2 hari/x 2. Mengatakan BAB tidak sulit, tidak perlu mengedan 3. Mengatakan fesesnya lembut tidak keras 4. Menunjukkan abdomennya datar, lemas, tidak teraba massa pada abdomen, bising usus kuat. Intervensi Mandiri: a. Kaji pola kebiasaan rutin BAB klien (waktu, frekuensi, konsistensi feses, riwayat penggunaan pencahar) b. Kaji apakah klien menggunakan obat-obatan golongan opiate, anti depresan, anti hipertensi, diuretic, antikonvulsan c. Motivasi klien untuk meningkatkan intake serat (sayur dan buah) sebanyak 3 mangkok dalam sehari d. Motivasi klien untuk meningkatkan asupan cairan minimal 2 liter/hari e. Ajarkan klien untuk berolahraga, latihan Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Rasional a. Mengkaji pola BAB klien dapat memberikan informasi akurat kepada perawat tentang adanya perubahan status eliminasi fekal klien b. Jenis obat-obatan tersebut mempunyai efek relaksan pada otot pencernaan, sehingga mempengaruhi peristaltik usus c. Asupan serat yang adekuat mampu membatu usus untuk mengeluarkan feses d. Asupan cairan yang adekuat membantu pembentukan feses menjadi lembut dan mudah dikeluarkan Lampiran 3 - - dan berakibat pusing serta sakit kepala. Klien mengatakan biasanya jika sudah 4-5 hari klien tidak BAB, klien akan meminta obat laxadine kepada perawat. Klien mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih atau kurang, ± 12001500cc DO: - Abdomen teraba keras - Hipoperistalik usus: BU 5 x/mnt - Mobilisasi dan aktivitas kurang, nampak banyak duduk dan jalan di seret - selama pengkajian selama 1 minggu opa B BAB sebanyak 1 kali yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei Opa B BAB kembali pada tanggal 12 Mei rentang gerak, merubah posisi saat tidur dengan miring kanan, miring kiri f. Ajarkan dan latih gerakan mengayuh sepeda atau latihan sepeda statis secara rutin selama 10-30 menit setiap hari e. Latihan ini mampu meningkatkan peristaltic usus, untuk mencegah konstipasi f. g. Ajarkan dan latih pijat I Love you h. Jelaskan pada klien tentang manuver valsafa (mengedan saat BAB) dan ajarkan pada lansia untuk menghindari mengedan saat BAB i. Hindari penggunaan rutin enema pada lansia g. Bermanfaat untuk melancarkan BAB dan mencegah konstipasi h. Maneuver valsava membuat bradikardi, bahkan menyebabkan kematian pada klien yang mempunyai penyakit jantung. i. Enema yang rutin, merusak/mengiritasi kolon j. Menempatkan tumpuan kecil di bawah kaki meningkatkan tekanan intraabdominal dan membuat buang air besar lebih mudah bagi klien lansia dengan otot perut yang lemah j. Posisikan klien saat di toilet (saat BAB) dengan memberikan tumpuan kecil di bawah kaki. k. Jelaskan kepada klien tentang msalah konstipasi (pengertian, tanda dan gejala, Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Latihan ini membantu sistem pencernaan untuk mengeluarkan feses, meningkatkan pergerakan usus Lampiran 3 2013. - akibat dan penanganan konstipasi) Klien mengkonsumsi obat jenis antikolinergik yaitu THP Kolaborasi: a. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat pencahar, jika konstipasi tidak teratasi k. Peningkatan pengetahuan klien dapat memotivasi klien untuk merubah perilaku dalam mengatasi masalah a. Obat pencahar membantu pengeluaran feses, merangsang peristaltic usus Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 3 Nama Klien : Opa B Wisma : Bungur Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur DS: - Klien mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu 5 malam dan memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. - Klien merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa pusing dan lemas pada pagi hari. - Pada malam hari klien sulit tidur ketika sudah terbangun untuk BAK dan sulit untuk memulai tidur kembali. Tujuan Intervensi Tujuan Umum: Setelah dilakukan tindakan selama 1 minggu diharapkan masalah insomnia dapat teratasi dengan kriteria hasil klien dapat: 1. Mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan tidur 2. Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis 3. Peningkatan jumlah jam tidur (sedikitnya 5 jam) a. Anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman saat akan tidur yang dapat mengganggu tidur a. Untuk menurunkan kemungkinan terbangun di malam hari karena ingin berkemih/buang air besar b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan minimalkan gangguan b. Memberikan rasa tenang dan rileks pada klien saat akan tidur c. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur seperti ansietas, depresi atau masalah yang tidak terselesaikan c. Ansietas dan depresi paling umum terjadi pada lansia dan dapat berpengaruh pada pola tidur lansia d. Anjurkan klien untuk mandi dengan air hangat di sore hari d. Memperlancar aliran darah dan memberikan efek rileks pada klien e. Bantu klien untuk membatasi tidur di e. Menghindari sulit tidur pada Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Rasional Lampiran 3 - Klien mengatakan ingin memiliki tidur yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. DO: - Pada siang hari klien nampak mengantuk namun mengatakan sulit untuk tidur. - TD ada tanggal 14 Mei 2013 90/60 mmHg 4. Segar setelah tidur 5. Terbangun di waktu yang sesuai siang hari dengan memberikan aktivitas yang membuat klien tetap terjaga malam hari akibat jumlah tidur di siang hari yang berlebih f. Berikan atau lakukan tindakan kenyamanan/ relaksasi seperti masase, guide imagery dan tekhnik relaksasi napas dalam f. Mengurangi rasa tegang dan kaku pada klien terutama meningkatkan kenyamanan g. Ajarkan klien tentang perubahan pola tidur yang terjadi seiring penuaan normal g. Memberikan informasi pola tidur normal lansia dan dapat membandingkan pola tidur normal dan tidak normal pada lansia Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 3 Nama Klien : Opa B Wisma : Bungur Diagnosa Keperawatan Risiko Jatuh DS: - Klien mengatakan selama 4 tahun berada di STW klien telah 3 kali jatuh di kamar mandi - Klien mengatakan berjalan di seret karena opa B merasa takut jatuh - Sering megeluhkan pusing DO: - Klien Nampak jalan di seret - Klien Tidak menggunakan alat bantu jalan - NIlai FMS klien 50 yaitu risiko jatuh rendah - Nilai BBT: 40 yaitu risiko Tujuan/ Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 hari resiko jauh tidak terjadi Setelah dilakukan 3x intervensi diharapkan klien mampu: 1. Mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat yang optimal. 2. Menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas 3. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit 4. Menunjukkan perilaku untuk melakukan Intervensi Rasional a. Evaluasi cara klien menggunakan alat bantu/ cara berjalan klien a. Mengetahui kebiasaan klien menggunakan alat bantu dan berjalan klien apakah sudah benar atau belum b. Kaji tingkat risiko jatuh menggunakan FMS dan BBT b. Mengetahui risiko jatuh agar dapat memberikan penangan risiko jatuh yang tepat c. Ajarkan klien jalan yang benar c. Berjalan yang benar mengurangi risiko jatuh d. Ajarkan klien untuk berjalan dan berpegagan atau mencari tempat yang aman d. Tempat aman untuk mengurangi risiko jatuh e. Evaluasi/lanjutkan pemantauan rasa e. Tingkat aktivitas/latihan tergantung dari perkembangan sakit/nyeri pada sendi Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 dari proses nyeri/inflamasi Lampiran 3 Diagnosa Keperawatan jatuh rendah - Klien sudah diberikan walker namun tidak ingin menggunakannya Tujuan/ Kriteria Hasil aktivitas Intervensi f. Buat jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu g. Bantu dan berikan latihan rentang gerak aktif/pasif h. Berikan lingkungan yang aman; penggunaan alat bantu jalan Rasional f. Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan g. Mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum h. Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh i. Motivasi klien untuk beraktifitas dan i. Menjaga keseimbangan klien dan melatih kekuatan otot klien berjalan yang tegap Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Tgl Diagnosa Keperawatan 11-5- Konstipasi 2013 Implementasi Mengkaji pola BAB klien, Melatih untuk melakukan gerakan mengayuh sepeda Mengkaji asupan cairan Memotivasi klien untuk mengikuti kegiatan di pendopo Lampiran 4 Evaluasi SOAP S: - Klien mengatakan BAB semalam sedikit keras Klien mengatakan senang setelah mengayuh sepeda Minum maksimal 5 gelas Malas untuk beraktivitas karena pusing - Latihan mengayuh sepeda 15 menit Klien terlihat bersemangat - Masalah teratasi sebagian - Motivasi klien untuk meningkatkan aktivitas dan mengayuh sepeda O: A: P: 13-5- Konstipasi 2013 S: Menjelaskan konstipasi Memotivasi klien untuk meningkatkan asupan serat dan cairan Melatih gerakan mengayuh sepeda O: Mengkaji BAB/belum Kolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter pemberian laksatif A: P: - Klien mengatakan masih belum BAB, mengatakan ada manfaat saat mengayuh sepeda, dan jika banyak minum akan banyak BAK sehingga mengganggu tidurnya Klien nampak antusias saat dijelaskan terkait konstipasi Klien latihan gerakan mengayuh sepeda selama 10 menit Obat telah diberikan pada hari minggu sore Masalah belum teratasi Latih mengayuh sepeda, kaji BAB dan pantau respon obat Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 14-5- Konstipasi 2013 Mengkaji BAB Mengkaji respon obat Memeriksa bising usus dan pemeriksaan abdomen Melatih gerakan mengayuh sepeda S: - - Klien mengatakan sulit BAB, sudah 4 hari tidak BAB, biasanya BAB 2 hari sekali, BAB keras dan mengejan Klien mengatakan pernah sulit BAB dan mengejan hingga 1 jam di kamar mandi, jika sudah 5-7 hari klien akan meminta obat kepada perawat Klien mengatakan senang setelah mengayuh sepeda - Klien mengkonsumsi obat antikolinergik : THP Perut teraba keras Hipoperistaltik 1x/mnt - Masalah belum teratasi - motivasi asupan serat dan latih mengayuh sepeda - Klien mengatakan sulit tidur dan merasa pusing, tidurnya kurang dan tidak berkualitas, enak setelah napas dalam, Klien mengatakan nyaman setelah di massage dan mengantuk serta ingin tidur - O: A: P: 15-5- Gangguan pola tidur 2013 Kaji kebiasaan tidur Mengukur TTV Mengaarkan relaksasi napas dalam Menganjurkan klien untuk mandi air hangat Menganjurkan klien ciptakan lingkungan nyaman, seperti mematikan lampu saat malam hari Memberikan massage punggung S: O: - TD: 90/60 mmHg, N : 68x/mnt, Klien mampu relaksasi napas dalam dengan dibimbing Klien nampak mengantuk setelah di massage dan mampu tidur selama 1 jam setelah di massage - Masalah belum teratasi - Kaji pola tidur setiap hari dan mengajarkan atau melatih tekhnik relaksasi yang lain A: P: Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 15-5- Konstipasi 2013 Melatih klien mengayuh sepeda Memberikan dan maletih pijit I Love U Mengkaji apakah klien sudah bisa BAB atau belum S: - Mengatakan hari ini belum BAB Mengatakan senang setelah bersepeda dan lebih enak - Klien mampu latihan mengayuh sepda selama 20 menit - Masalah belum teratasi - Motivasi untuk meningkatkan aktivtas dan setiap hari melakukan latihan mengayuh sepda atau pijit I Love U - Klien mengatakan selama 4 tahun sudah 3 kali jatuh Klien mengatakanmalas menggunakan walker dan lebihmemeilih jalan diseret karena takut jatuh - FMS: 75, BBT: 40 dapat jalan dengan benar namun butuh pengawasan, Kekuatan otot ekstremitas atas kanan dan kiri 5555, sementara ekstremitas kiri bawah 5554 dan ekstremitas kanan bawah 4555 - Masalah belum teratasi - Motivasi klien untuk senam dan latih ROM - Klien mengatakan semalam masih sulit tidur dan merasa tidurnya tidak berkualitas, pusing pada pagi hari sehingga tidak mau mengikuti kegiatan relaksasi Klien mengatakan akan mencoba untuk tidak tidur siang dan senang setelah beraktivitas menyanyi O: A: P: 16-5- Risiko Jatuh 2013 Mengkaji risiko jatuh dengan FMS dan BBT Mengajarkan klien berjalan tegap dan kaki diangkat dan tetap berpegangan Mengukur kekuatan otot klien S: O: A: P: 16-5- Gangguan pola tidur 2013 Motivasi klien untuk mengikuti tekhnik relaksasi yang diadakandi panti Mengukur TTV Membatasi tidur siang dan mengingatkan aktivitas klien S: - Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 Mengajak beraktivitas dan ikut kegiatan Mengkaji pola tidur klien O: - TD: 100/60, N: 64x/mnt, Klien terlihat lelah, mata merah, namun nampak segar etelah beraktivtas menyanyi dan sangat antusias saat diajak menyanyi - Masalah belum teratasi - Lakukan tekhnik relaksasi saat sore hari dan ingatkan untuk beraktivitas saat pagi dan sore - Mengatakan sudah BAB pagi hari dengan konsistensi lunak - TD: 110/70, N: 80x/mnt S: 36, mobilisasi sedang dan mampu mengayuh sepeda selama 25 menit A: P: 18-5- Konstipasi 2013 Mengaji BAB dan keluhan klien Mengukur TTV Melatih gerakan mengayuh sepeda S: O: A: 20-5- Konstipasi 2013 Melatih mengayuh sepeda Mengkaji BAB 20-5- Hambatan mobilitas 2013 fisik Mengkaji cara berjalan klien Melatih untuk berjalan tegap dan kaki diangkat - Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi S: - Mengatakan sudah BAB tanggan 19-5-2013 - Mengatakan senang setelah mengayuh sepeda O: - Klien mampu mengayuh sepeda selama 25 menit A: - Masalah teratai sebagian P - Lanjutkan intervensi S: - Klien mengatakan jalannya lebih enak jika diangkat namun lelah Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 - Klien berjalan diseret karena takut jatuh - Dapat jalan tegap namun perlu pengawasan - Masalah belum teratasi - Lanjutkan intervensi - Klien mengtakan lebih rileks dan capek berkurang - terlihat tidur setelah dilakukan massage - Massage dapat mengatasi masalah ganguanpola tidur - Latih otot progresif - Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun masih pusing - Klien mengayuh sepeda 25 menit TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt - Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB - Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda Motivasi aktivitas klien Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan hambatan mobilitas fisik S: Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun O: A: P: 20-5- Gangguan pola tidur 2013 Mengkaji kebutuhan dan kebiasaan tidur klien Mengkaji penyebab tidak bisa tidur klien Melakukan massage punggung, tangan dan kaki S: O: A: P: 22-5- Konstipasi 2013 Melakukan gerakan mengayuh sepda Mengukur TTV S: O: A: P: 23-5- Konstipasi 2013 Melakukan gerakan mengyuh sepeda - Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 masih pusing Mengukur TV O: - Klien mengayuh sepeda 25 menit TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt - Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB - Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda Motivasi aktivitas klien Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan hambatan mobilitas fisik - Klien mengatakan senang setelah mengikuti kegiatan, keluhan pusing dan tidur semalam hanya 2,5 jam - TD: 110/60, Klien terlihat segar setelah beraktivitas - Klien masih mengeluh belum bisa tidur nyenyak - Lakukan intervensi relaksasi PMR - Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun masih pusing - Klien mengayuh sepeda 25 menit TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt - Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB A: P: 24-5- Gangguan pola tidur 2013 Meningkatkan aktivitas Membatasi tidur siang Mengukur TTV S: O: A: P: 25-5- Konstipasi 2013 Melakukan gerakan mengayuh sepeda Memotivasi klien melakukan aktivitas fitnes S: O: A: P: Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 27-5- Gangguan pola tidur 2013 Mengukur TTV Mengajak klien beraktivitas Membatasi tidur siang Memberikan reinforcement positif - Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda Motivasi aktivitas klien Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan hambatan mobilitas fisik - Klien mengatakan pusing, sulit tidur terbangun 3 kali dan malas untuk beraktivitas pagi - TD: 120/70 mmHg, N: 67x/mnt, tidak ikut senam, muka terlihat lelah dan mata terlihat mengantuk - KLien masih terlihat lelahdan berusaha untuk tidak tidur siang - Tingkatkan aktivitas, batasi tidur siang dan lakukan ntervensi untuk mengatasi konstipasi - Klien mengatakan bangun jam 01.00 dan sulit tidur kembali, BAK 3 kali terbangun Klien mengatakan sebelum tidur minum air putih Klien mengatakan pusing - TD: 100/60, N : 85 x/mnt Sulit tidur Hari inibelum BAB Tidka mengikutisenam Pusing - MAsalah ganggguan pola tidur masih terjadi S: O: A: P: 28-5- Gangguan pola tidur 2013 Konstipasi Memeriksa TTV MEngeksplorasi perasaan Mengkaji pola BAB Menganjurkan minum lebih banyak di pagi dan siang hari Mengkaji pola tidur Mengatur jadwal minum S: O: A: P: Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 28-5- Konstipasi 2013 Hambatan berjalan Melatih gerakan mengayuh sepda Melatih/meningkatkan aktivitas Menjelaskan jadwal BAK dan minum Mengisi jadwal BAK dan minum Mengukur TTV Memberi reinforcement positif Melatih jalan tegap dan melangkah kaki diangkat - Atur jadwal minum Buatjadwal mnm dan BAK Cek TTV Latihan mengayuh sepda Anjurkan mengurangi minum di malam hari dan lebih banyak di pagi dan sore hari - Klien mengatakan masih pusing karena tidak bisa tidur, dan merasa enak setelah bermain sepeda - TD: 130/70 mmHg, N: 72x/mnt Latihan mengayuh sepeda mampu selama 30 menit, fitness 15 kali, Klien BAB, jalan sudah dapat tegak namun butuh pengawasan S: O: A: - BAB mulai tertaur dan jalan sudah dapat melangkah - Motivasi tingkatkan aktivitas dan monitor catatan jadwal BAK dan minum - Klien mengatakan semalam tebangun 3 kali karena BAK Klien mengatakan minum terkahir setelah maghrib - TD: 110/60 mmHg, N: 60x/mnt Keluhan pusing dan tidur tidak nyenyak - Klien masih suka terbangun malam hari dan sulit tidur lagi karena sering BAK P: 29-5- Gangguan pola tidur 2013 Memeriksa TTV Mengeksplorasi perasaan Mengevaluasi jadwal BAK dan minum terakhir sebelum tidur Memotivasi untuk mengikuti kegiatan di pagi dan siang hari Menganjurkan untuk minum susu hangat di malam hari S: O: A: Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 P: 30-5- Gangguan pola tidur 2013 Memeriksa TTV Memotiasi klien untuk mengikuti senam relaksasi pagi ini Menganjurkan pada klien untuk tidak tidur siang dan memperbanyak kegiatan di siang hari Mengevaluasi jadwal minum dan BAK rutin - Motivasi ikut banyak kegiatan di pagi dan siang hari Evaluasi tekhnik relaksasi napas dalma Motivasi untuk control minum dan BAK sebelum tidur malam - Klien mengatakan setelah senam rileks dan menjadi mengantuk - TD: 130/70 N: 88x/mnt Klien aktif mengikuti senam relaksasi sampai akhir kegiatan - Masalah teratasi sebagian - LAnjutkan intervensi - Klien mengatakan pusing, tidur sering terbangun dan di pagi hari mengantuk Klien mengatakan tidak ingin ikut kegiatan dan ingin tidur saja karena pusing S: O: A: P: 3-52013 Gangguan pola tidur Mengukur TTV Memotivasi untuk ikut kegiatan Membatasi tidur siang S: O: - TD: 110/70 mmHg, N; 68x/mnt, tidur jam 10.00 pagi - Masalah gangguan pola tidur belum teratasi klien memilih tidur siang - Motivasi untuk ikut kegiatan Beri aktivitas di pagi hari A: P: Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 4-52013 Gangguan pola tidur Mengukur TTV Memotivasi aktivitas/Kegiatan Membatasi tidu rdi pagi hari Memberi reinforcement positif S: - Klien mengatakan pusing, pagi masih mengantuk tapi ingin mencoba berkativitas - TD: 110/70 mmHg, N: 70 x/mnt Klien nampak segar setelah beraktivitas Klien sudah latihan mengayuh sepeda 30 menit - Klien masih belum bisa membatasi tidur di siang hari - motivasi untuk ikut kegiatan dan beri aktivitas di pagi hari - Klien mengatakan hari ini check up ke RS Klien mengatakan semalam terbangun 3 kali akibat BAK - TD: 100/70, N: 66x/mnt Terbangn 3 kali pada malam hari - Masalah gangguan pola tidur masih belum teratsi - Followup hasil check up O: A: P: 5-52013 Gangguan pola tidur Mengukur TTV Mengkaji pola BAB Mengkaji Pola tidur S: O: A: P: Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 5 Konstipasi Pada Lanjut Usia Apa yang dimaksud Apa Penyebabnya? dgn Konstipasi? Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seseorang mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Oleh : OKTARIYANI, S Kep penurunan motilitas usus, kurang aktivtas dan olahraga penurunan kekuatan dan tonus otot Kekurangan asupan cairan dan serat Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai Program Profesi akibat dari penumpulan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus atau 2013 kegagalan dalam menanggapi sinyak untuk BAB. Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 Lampiran 5 Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah 1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB 2. mengejan keras saat BAB 3. Massa feses yang keras dan sulit keluar 4. Perasaan tidak tuntas saat BAB 5. Sakit pada daerah rektum saat BAB 6. Rasa sakit pada perut saat BAB 7. Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam 8. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses 9. Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB Penangangan Konstipasi 1. Pengobatan non-farmakologis Diet : Perbanyak makan makanan yang tinggi serat seperti buah dan sayur. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari air putih. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut 2. Pengobatan farmakologis, yaitu dengan menggunakan obat-obatan Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013 LatihanFisik Latihan fisik adalah suatu faktor yang penting dalam menghindari konstipasi. Suatu program untuk meningkatkan aktivitas yang dimulai dengan latihan gerak pasif atau olahraga, salah satunya adalah gerakan mengayuh sepeda adalah suatu komponen esensial dalam mencegah konstipasi. Gerakan mengayuh sepeda dapat bermanfaat untuk merangsang kerja pergerakan usus. Selain itu, Gerakan bersepeda dapat mengharmoniskan otot-otot abdominal SEMOGA SELALU SEHAT