universitas indonesia analisis praktik klinik

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA BAPAK B
(78 TAHUN) DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA
BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI
CIBUBUR
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
OKTARIYANI
0806334211
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA BAPAK B
(78 TAHUN) DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA
BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI
CIBUBUR
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Keperawatan
OKTARIYANI
0806334211
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
i
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
ii
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
iii
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Ners Keperawatan pada
Keperawatan
Program Profesi Keperawatan,
Fakultas Ilmu
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
karya ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:
(1) Ibu Kuntarti, SKp.,M.Biomed., selaku ketua program studi sarjana ilmu
keperawatan;
(2) Ibu Riri Maria, M.ANP, selaku koordinator mata ajar karya ilmuah akhir ners;
(3) Ns. Dwi Nurviyandari Kusuma Wati, SKep., MN., selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini;
(4) Bpk. Ns. Ibnu Abas, S. Kep., selaku penguji dalam sidang karya ilmiah saya
yang telah memberikan banyak masukan dan saran untuk perbaikan karya
ilmiah ini;
(5) Seluruh dosen pengajar, narasumber dan staff Fakultas Ilmu Keperawatan
yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan;
(6) Orang tua dan keluarga saya yang berada di Lampung yang selalu mendoakan
dan telah memberikan bantuan dukungan material dan moral selama masa
perkuliahan hingga selesainya penyusunan karya ilmiah ini;
(7) Sahabat dan teman-teman sekelompok peminatan gerontik yang telah berjuang
bersama dan memberikan dukungan moral dalam pemberian asuhan
keperawatan dan penyelesaian karya ilmiah ini;
(8) Teman-teman FIK Reguler Angkatan 2008 yang telah banyak membantu saya
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini;
(9) Teman-teman dan sahabat saya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
telah memberikan dukungan, moral, doa dan saran dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini;
iv
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
(10)
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur beserta seluruh staf dan
petugas STW yang telah menyediakan sarana dan prasarana dan membantu
selama praktik profesi peminatan gerontik;
(11)
Pihak-pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan banyak dukungan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan
penyelesaian laporan ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa
manfaat bagai pengembangan ilmu.
Depok, 8 Juli 2013
Penulis
v
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
vi
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Oktariyani
NPM
: 080633211
Program Studi : Profesi Keperawatan
Judul
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Bapak B (78 Tahun) Dengan Masalah Konstipasi
Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur
Karya Ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui gambaran analisis intervensi pada
asuhan keperawatan yang diberikan pada Bapak B (78 tahun) dengan masalah
konstipasi di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur.
STW adalah salah satu pelayanan kesehatan keperawatan bagi lansia yang
terdapat diperkotaan. Bapak B (78 tahun) salah satu lansia di STW mengeluhkan
sering mengalami sulit buang air besar atau konstipasi sejak tahun 2010.
Konstipasi yang dialami oleh lansia biasanya disebabkan oleh penurunan
motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan tonus otot panggul dan abdomen
serta defisiensi asupan cairan dan serat. Latihan mengayuh sepeda adalah salah
satu latihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot panggul dan abdomen
sehingga menyebabkan evakuasi secara tepat dan dapat mencegah konstpasi. Oleh
karena itu latihan ini dapat diberikan sebagai salah satu intervensi dalam
penerapan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi.
Kata Kunci :
Konstipasi, lansia, latihan mengayuh sepeda, pelayanan kesehatan lansia
vii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name
NPM
Study Program
Title
: OKTARIYANI
: 0806334211
: Professional of Nursing
: Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Health in
Mr. B (78 years old) with Constipation Problem at Wisma
Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur
This paper had purposed to describe of analysis interventions in nursing care that
given to Mr. B (78 years old) with constipation problem at Wisma Bungur Sasana
Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur. STW is one of the health care
service for elderly in urban. Mr. B (78 years old) one of the elderly in STW had
complained difficult bowel movement or constipation since 2010. Constipation in
elderly usually caused by decreased motility, lack of activity, decreased strength
of the pelvic and abdominal muscle tone and deficiency fluid and fiber. Bicycling
stationary is one of the exercises that can improved the strength of pelvic and
abdominal muscle tone so caused evacuation properly and can prevented
constipation. Therefore, this exercise can be given as one of the interventions on
nursing care for elderly who had constipation problem.
Keyword:
Constipation, elderly, bicycling stationary exercise, health care service for elderly
viii
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ..................................... vi
ABSTRAK
............................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
1. PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................
1
1
6
6
6
6
7
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9
2.1 Teori Kebutuhan Manusia .............................................................. 9
2.2 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal Pada Lansia ............ 10
2.3 Konstipasi .................................................................................... 12
2.3.1 Pengertian Konstipasi..................................................... 12
2.3.2 Faktor Risiko Konstipasi Pada Lansia ............................ 13
2.3.3 Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi Pada Lansia ...... 14
2.3.4 Komplikasi Konstipasi Pada Lansia ................................ 16
2.4 Penatalaksanaan Konstipasi Pada Lansia ...................................... 17
2.4.1 Pengkajian Konstipasi Pada Lansia ................................ 17
2.4.2 Intervensi Konstipasi Pada Lansia ................................... 18
2.5 Pelayanan Perawatan Kesehatan Untuk Lansia ............................. 21
3. LAPORAN KASUS KLIEN UTAMA ................................................ 26
3.1 Pengkajian .................................................................................... 26
3.1.1 Riwayat Kesehatan ......................................................... 26
3.1.2 Kebiasaan Sehari-hari ..................................................... 27
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................... 29
3.2 Analisis Data ................................................................................. 30
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan....................................................... 31
3.4 Implementasi ................................................................................. 34
3.5 Evaluasi......................................................................................... 37
4. ANALISA SITUASI ............................................................................ 40
4.1 Profil Lahan Praktik ..................................................................... 40
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Kasus .................. 44
ix
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
4.3
Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan
Penelitian Terkait ......................................................................... 46
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah ...................................................... 47
5. PENUTUP ........................................................................................... 49
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 49
5.2 Saran ............................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53
x
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengkajian
Lampiran 2. Analisis Data
Lampiran 3. Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 4. Implementasi dan Evaluasi
Lampiran 5. Media Leaflet Konstipasi
xi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang di derita (Darmojo & Martono 1999 dalam Fatmah, 2010). Akibat
dari menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, lansia akan mengalami perubahan-perubahan
pada dirinya. Perubahan tersebut dapat mencakup perubahan struktur dan fungsi
tubuh, kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Perubahan ini terjadi hampir di
seluruh sistem tubuh pada lansia, salah satunya adalah sistem gastrointestinal
pada lansia.
Perubahan sistem gastrointestinal pada lansia dapat terjadi sepanjang jalur sistem
gastrointestinal mulai dari rongga mulut hingga rektum. Salah satu perubahannya
termasuk perubahan struktur dan fungsi kolon atau usus besar. Pada lansia terjadi
perubahan dalam kolon termasuk penurunan sekresi mukus, elastisitas dinding
rektum, peristaltik kolon yang melemah sehingga gagal mengosongkan rektum
yang dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000). Selain itu, pada usus
besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas kolon
menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorbsi air dan elektrolit
meningkat, feses menjadi lebih keras, sehingga lansia mengalami kesulitan buang
air besar atau yang disebut dengan konstipasi. (Darmojo& Martono, 2006).
Konstipasi tidak dianggap sebagai bagian dari penuaan alami. Konstipasi biasanya
memiliki etiologi multifaktor. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
konstipasi pada lansia antara lain, defisiensi serat, kurangnya intake cairan,
kurangnya aktivitas fisik, depresi, penggunaan obat-obatan, gangguan metabolik
(hiperkalsemia, hipotiroid), obstruksi mekanik dan kurangnya privasi untuk buang
air besar (Mulyani, 2010). Selain itu, walaupun integritas sfingter eksterna tetap
1
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
2
utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol pengeluaran feses.
Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat
melambatnya impuls saraf sehingga hal ini juga menyebabkan lansia cenderung
mengalami konstipasi (Potter& Perry, 2005).
Pada umumnya, lansia menganggap konstipasi sebagai hal yang biasa, namun jika
tidak diatasi konstipasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius. Komplikasi
yang ditimbulkan dari konstipasi jika tidak ditangani diantaranya hemoroid,
prolaps rektum, impaksi fekal (feses menjadi keras dan kering), obstruksi usus
dan kanker kolon (Toner & Claros, 2012).
Angka kejadian konsipasi maupun komplikasi dari konstipasi cukup tinggi jika
tidak ditangani. Di Inggris prevalensi lansia yang mengalami konstipasi yakni 2025% dengan perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-laki (23% pada
perempuan dan 14% pada laki-laki), sementara di New Zaeland angka kejadian
konstipasi sekitar 22% pada lansia yang tinggal di komunitas (Tariq, 2007). Di
Indonesia sendiri dalam penelitian Fitriani (2010) menjelaskan bahwa sebanyak
37 responden (37,4%) lansia di Panti Sosial Sabai Nan Aluih Sicincin Kota
Padang mengalami kejadian konstipasi.
Dalam Konsensus Nasional Penatalaksanaan Konstipasi Di Indonesia tahun 2010
DR. dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH menyatakan bahwa 2.397 pasien di
RSCM Jakarta yang menjalani pemeriksaan kolonosopi dari tahun 1998-2005, 9%
diantaranya adalah pasien dengan konstipasi. Berdasarkan penelitian tersebut juga
didapatkan hasil dari semua pasien dengan konstipasi 36% menderia hemoroid
dan kurang lebih 8% diantaranya menderita tumor ganas/kanker kolon. Sementara
bagi lansia yang berada di nursing home menurut Gallagher (2008) menyatakan
bahwa 50% lansia mengalami konstipasi dan 50-74% lansia menggunakan laksatif
setiap hari untuk memperlancar BAB.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
3
Masalah konstipasi dan komplikasinya pada lansia dapat semakin meningkat
khususnya pada lansia yang tinggal di perkotaan. Hal ini dapat disebabkan karena
masyarakat Indonesia terutama yang diperkotaan mengalami pergeseran pola
konsumsi pangan. Seiring dengan kemajuan zaman dan perbaikan sosial ekonomi
masyarakat, maka terjadi pula perubahan kebiasaan makan yang cenderung
kebarat-baratan (western style diet) seperti makanan jadi dan makanan siap saji
telah menjadi kegemaran di masyarakat. Masyarakat umumnya belum tahu atau
kurang menyadari bahwa makanan jadi telah kehilangan banyak komponenkomponen essensial makanan, khususnya serat. Asupan serat yang terlampau
rendah dalam kurun waktu lama akan mempengaruhi kesehatan seperti konstipasi,
kegemukan dan serangan penyakit degeneratif (Soelistijani, 2002).
Kurangnya asupan cairan pada lansia juga dapat menjadi salah satu penyebab
konstipasi yang terjadi pada lansia. Fitriani (2010) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa 52,5% asupan cairan mempengaruhi kejadian konstipasi pada
lanjut usia. Menurut Muhammad (2010) salah satu masalah cairan yang lebih
sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh akibat penurunan rasa haus
pada lansia. Penurunan rasa haus pada lansia otomatis akan menurunkan asupan
cairan, padahal dalam fungsinya cairan memegang peranan penting terutama
untuk mengolah makanan dalam usus, tanpa cairan yang cukup usus tidak dapat
bekerja secara maksimal sehingga timbulah sembelit atau konstipasi.
Lansia yang tinggal di perkotaan memiliki risiko tinggi untuk mengalami
konstipasi dikarenakan aktivitas yang kurang, Affandi (2009) dalam penelitiannya
mejelaskan bahwa lansia diperkotaan umumnya menggeluti bidang industri dan
jasa sehingga sedikit yang bekerja yaitu 42,5%. Selain itu, tingkat pendidikan
yang tinggi yang dimiliki oleh lansia yang tinggal diperkotaan juga
mempengaruhi apakah lansia bekerja atau tidak. Lansia yang mencapai tingkat
pendidikan tinggi umumnya adalah mereka yang dulunya mempunyai pekerjaan
yang baik akibatnya sekarang pada masa tuanya tidak perlu bekerja lagi sehingga
aktivtas yang dilakukan semakin minimal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
4
Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Cibubur adalah salah satu pelayanan
untuk lansia yang terdapat di area perkotaan. Lansia yang tinggal di STW
sebagian besar berasal dari perkotaan sehingga memiliki gaya hidup perkotaan
sebelumnya. Di STW ini lansia mendapatkan fasilitas berupa makan 3 kali sehari,
pelayan kesehatan dan adanya kegiatan setiap pagi berupa senam dan bermain
angklung.
Hasil observasi selama praktik 7 minggu di STW didapatkan beberapa data berupa
makanan yang diberikan kepada lansia tidak disesuaikan dengan diet penyakit
lansia dan kurang serat. Saat sarapan lansia mendapatkan menu nasi dan lauk
pauk, pada siang dan malam hari lansia baru akan mendapatkan buah dan sayur.
Selain itu belum adanya pemantauan intake cairan pada lansia di panti
menyebabkan tidak teridentifikasinya lansia yang mengalami kekurangan cairan.
Sebagian lansia di STW memiliki caregiver untuk membantu memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Untuk kebersihan terdapat petugas yang akan membantu
membersihkan kamar lansia. Adanya caregiver ataupun petugas yang membantu
lansia dalam memenuhi kebutuhannya menyebabkan lansia sedikit beraktivitas.
Biasanya lansia beraktivitas hanya di pagi hari jika ada senam, namun tidak setiap
hari lansia juga mengikuti senam atau kegiatan yang diadakan STW. Kurangnya
aktivitas pada lansia ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada lansia,
seperti nyeri sendi, penurunan kekuatan otot dan risiko jatuh. Selain itu,
kurangnya aktivitas pada lansia juga merupakan salah satu faktor risiko penyebab
masalah konstipasi pada lansia.
Wisma Bungur adalah salah satu wisma yang ada di STW dan didalamnya
terdapat 18 lansia. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa 3 lansia
(16,67%) mengeluhkan memiliki masalah sulit buang air besar. Di STW jika ada
lansia yang mengalami masalah konstipasi dianjurkan untuk banyak minum air
putih dan diberikan obat laksatif untuk membantu menyelesaikan masalah
konstipasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
5
Peningkatan jumlah asupan air putih pada lansia dapat menyebabkan lansia
banyak buang air kecil khususnya di malam hari sehingga dapat mengganggu
tidur lansia. Oleh karena itu, lansia lebih memilih untuk meminta obat laksatif
untuk menyelesaikan masalah konstipasi yang dialami. Konstipasi yang dialami
lansia dapat berulang dan pemakaian laksatif yang berlebihan dapat menyebabkan
hilangnya refles defekasi normal sehingga lansia akan menjadi ketergantungan
dengan penggunaan laksatif untuk buang air besar.
Bpk. B (78 tahun) salah satu lansia yang ada di wisma bungur mengeluhkan sulit
buang air besar dan mengatakan sudah sering mengalami konstipasi sejak tahun
2010 dan biasanya Bpk B meminta obat jika sudah 5 hari tidak buang air besar.
Bpk B mengatakan bahwa pernah hampir satu jam berusaha di dalam kamar
mandi mengejan untuk mengatasi masalah konstipasi yang dialami. Saat
dilakukan pengkajian terlihat perut Bpk. B membuncit dan mengatakan sudah 3
hari tidak BAB. Aktivitas Bpk B sehari-hari sangat minimal. Hal ini dikarenakan
untuk beraktivitas Bpk B memiliki gaya berjalan diseret, Bpk B juga jarang
mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW, kegiatan bersih-bersih kamar juga
dilakukan oleh petugas dan sehari-hari Bpk B beraktivitas hanya duduk di depan
kamar. Untuk mengatasi masalah konstipasi pada Bpk B dilakukan intervensi
inovasi berupa peningkatan
aktivitas atau latihan pada Bpk B yaitu dengan
melatih latihan gerakan mengayuh sepeda dan dimasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian Bpk B.
Latihan mengayuh sepeda memiliki manfaat untuk mengencangkan otot-otot
abdomen dan dapat menstimulasi kontraksi usus serta dapat meningkatkan
pergerakan feses. Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit
latihan mengayuh sepeda 3 sampai 4
kali dalam seminggu efektif sebagai
perawatan untuk mencegah konstipasi. Selain itu, bersepeda statis menyebabkan
adanya pergerakan tubuh bagian bawah. Pergerakan tubuh bagian bawah selama
bersepeda menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
6
ini dapat mencegah konstipasi. Oleh karena adanya manfaat latihan mengayuh
sepeda untuk mencegah konstipasi dan adanya fasilitas yang disediakan oleh
STW sehingga penulis tertarik untuk menerapkan laihan mengayuh sepeda pada
asuhan keperawatan Bpk B dengan menggunakan teori dan konsep keperawatan
gerontik agar dapat menyelesaikan masalah konstipasi yang selama ini menjadi
keluhan Bpk B.
1.2
Perumusan Masalah
Lansia mengalami perubahan pada sistem tubuhnya yang mencakup perubahan
struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif dan kesehatan mental. Salah
satunya adalah perubahan pada sistem gastrointestinal. Adanya perubahan pada
sistem gastrointestinal dapat menyebabkan masalah konstipasi pada lansia.
Namun, konstipasi ini juga terjadi karena berbagai multifaktor. Angka kejadian
konstipasi dan komplikasi yang ditimbulkan semakin meningkat jika masalah ini
tidak ditangani khususnya pada lansia yang tinggal di perkotaan. Hal ini
disebabkan lansia yang tinggal di perkotaan memiliki aktivitas yang minimal dan
gaya hidup yang kebarat-baratan sehingga mengkonsumsi makanan yang kurang
serat. STW merupakan salah satu institusi bagi lansia yang ada di perkotaan.
Masalah kesehatan pada lansia di STW ini sebagian besar karena faktor gaya
hidup sebelumnya, salah satunya adalah masalah konstipasi. Masalah konstipasi
pada lansia dapat diselesaikan dari berbagai faktor risiko yang ada. Oleh karena
itu, dalam laporan ini penulis ingin menganalisis intervensi dapat yang diberikan
dalam asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah konstipasi di wisma
Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan.
1.3
1.3.1
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah menganalisis asuhan keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan pada Bpk B (78 tahun) dengan masalah
konstipasi selama 7 minggu praktik di wisma Bungur Sasana Tresna Werdha
Karya Bhakti Ria Pembangunan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
7
1.3.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah:
1. Menggambarkan profil pelayanan lansia di Sasana Tresna Werdha Karya
Bhakti Ria Pembangunan
2. Menjelaskan hasil analisis latihan fisik gerakan megayuh sepeda sebagai
intervensi dalam mengatasi konstipasi pada lansia
3. Menggambarkan hasil pengkajian pada Bpk B dengan masalah konstipasi di
wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan
4. Menggambarkan rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia
dengan masalah konstipasi
5. Menggambarkan implementasi yang telah dilakukan pada lansia yang
mengalami masalah konstipasi
6. Menggambakan evaluasi hasil implementasi yang telah dilakukan
1.4
Manfaat Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengatasi
masalah konstipasi pada lansia, antara lain:
1. Bagi pelayanan keperawatan dan kesehatan lansia
Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi bidang
keperawatan dan pelayanan kesehatan di STW terkait intervensi keperawatan
yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah konstipasi yang dialami
oleh lansia. Selain itu, diharapkan laporan ini dapat menjadi masukan bagi
bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan untuk dapat menerapkan
intervensi yang telah dilakukan menjadi kegiatan rutin bagi lansia sehingga
dapat mencegah konstipasi pada lansia dan mengurangi angka kejadian
konsipasi lansia di STW.
2. Bagi keilmuan
Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang
pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik maupun bagi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
8
penelitian selanjutnya. Bagi pendidikan diharapkan hasil laporan ini dapat
dijadikan sebagai data dasar untuk pengembangan ilmu mengenai intervensi
keperawatan pada lansia yang mengalami masalah konstipasi. Selain itu, juga
dapat dijadikan sumber informasi bagi pendidikan agar dapat menerapkan
intervensi yang telah dilakukan sebagai salah satu pemecahan masalah
konstipasi pada lansia.
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan atau ide untuk
meneliti lebih jauh terkait manfaat intervensi mengayuh sepeda dan dapat
dijadikan sumber informasi untuk penelitian selanjutnya terkait masalah
konstipasi yang terjadi pada lansia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Kebuuhan Manusia
Kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, air, keamanan dan harga diri
merupakan hal yang penting untuk kesehatan dan besarnya kebutuhan dasar yang
terpenuhi akan menentukan tingkat kesehatan dan posisi individu pada rentang
sehat-sakit. Maslow mengatur kebutuhan dasar manusia dalam lima tingkatan
yang dikenal dengan Hirarki Maslow (Potter & Perry, 2005). Apabila kebutuhan
pada hirarki Maslow ini terpenuhi maka merupakan orang yang sehat namun,
apabila satu atau lebih kebutuhan tidak terpenuhi maka merupakan orang yang
berisiko untuk sakit atau mungkin tidak sehat pada satu atau lebih dimensi
manusia.
Terdapat lima tingkatan kebutuhan berdasarkan hirarki Maslow. Tingkatan yang
paling dasar meliputi kebutuhan fisiologis, seperti udara, air dan makanan,
temperature, eliminasi, tempat tinggal, aktivitas, istirahat dan seks. Tingkatan
yang kedua meliputi kebutuhan keselamatan dan kemanan yang meliputi
keamanan fisiologis dan psikologis. Tingkatan yang ketiga mencakup kebutuhan
cinta dan rasa memiliki termasuk hubungan sosial persahabatan dan cinta seksual.
Tingkatan keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan harga diri yang
melibatkan percaya diri, merasa berguna, penerimaan dan kepuasan diri.
Tingkatan terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri berupa pernyataan dari
penerimaan yang penuh potensi dan memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah dan mengatasinya dengan cara realistis yang berhubungan dengan situasi
hidup.
Kebutuhan fisiologis merupakan tingkatan pertama dalam teori kebutuhan hirarki
Maslow. Dalam kebutuhan fisiologis ini eliminasi merupakan kebutuhan dasar
manusia. Masalah kesehatan yang terjadi pada seorang individu dapat terjadi jika
kebutuhan eliminasinya tidak terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan eliminasi yang
9
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
10
tidak
terpenuhi
dapat
menyebabkan
ketidakmampuan
berlebih,
merasa
kenyamanan dan keamanan terganggu, menyebabkan isolasi sosial dan merasa
tidak menikmati hidup yang berarti (Ebersole, 2009).
Eliminasi merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh. Eliminasi dalam
tubuh dapat dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan sistem pencernaan.
Salah satu masalah eliminasi yang sering terjadi pada individu adalah konstipasi
atau sulit buang air besar. Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh tidak
adekuatnya eliminasi mengganggu ke dalam semua tingkatan kebutuhan
berdasarkan hirarki Maslow namun yang paling mengganggu adalah kebutuhan
pada tingkatan pertama yakni kebutuhan fisiologis
2.2
Perubahan Fisiologis Sistem Gastointestinal Pada Lansia
Proses penuaan pada lansia memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam
saluran gastrointestinal (GI), yaitu:
1. Rongga mulut
Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi pada lansia mencakup tanggalnya
gigi, mulut kering dan penurunan motilitas esophagus (Meiner, 2006). Pada
lansia, banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses
degenarasi akan mempengaruhi proses pengunyahan makanan (Fatmah, 2010).
Tanggalnya gigi bukan suatu konsekuensi dasar dari proses penuaan, banyak
lansia mengalami penanggalan gigi sebagai akibat dari hilangnya tulang
penyokong pada permukaan periosteal dan periodontal (Stanley, 2006). Selain
itu, kelenjar saliva juga mulai sukar disekresi yang mempengaruhi proses
perubahan karbohidrat kompleks menjadi disakarida karena enzim ptyalin
menurun. Fungsi lidah sebagai pelicin pun berkurang sehingga proses menelan
menjadi lebih sulit (Fatmah, 2010).
2. Faring dan Esofagus
Banyak lansia yang mengalami kelemahan otot polos sehingga proses menelan
lebih sulit. Motilitas esofagus tetap normal meskipun esophagus mengalami
sedikit dilatasi seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah kehilangan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
11
tonus, reflex muntah juga melemah pada lansia, sehingga meningkatkan risiko
aspirasi pada lansia (Stanley, 2006).
3. Lambung
Perubahan yang terjadi pada lambung adalah atrofi mukosa. Atrofi sel
kelenjar, sel parietal dan sel chief akan menyebabkan berkurangnya sekresi
asam lambung, pepsin dan faktor instrinsik. Karena sekresi asam lambung
yang berkurang, maka rasa lapar juga akan berkurang. Ukuran lambung pada
lansia juga mengecil sehingga daya tampung makanan berkurang. Selain itu,
proses perubahan protein menjadi pepton terganggu (Fatmah, 2010). Selain
itu, Meiner (2006) menjelaskan perubahan pH dalam saluran gastrointestinal
dapat menyebabkan malabsorbsi vitamin B. Penurunan sekresi HCl dan pepsin
yang berkurang pada lansia juga dapat menyebabkan penyerapan zat besi dan
vitamin B12 menurun (Arisman, 2004).
4. Usus halus
Perubahan pada usus halus yang terjadi pada lansia mencakup atrofi dari otot
dan permukaan mukosa, pengurangan jumlah titik-titik limfatik, pengurangan
berat usus halus dan pemendekan dan pelebaran vili sehingga menurunkan
proses absorbsi. Perubahan struktur ini tidak secara signifikan mempengaruhi
motilitas, permeabilitas atau waktu transit usus halus. Perubahan ini dapat
mempengaruhi fungsi imun dan absorbsi dari beberapa nutrisi seperti kalsium
dan vitamin D (Miller, 2004).
5. Hati dan Pankreas
Setelah usia 70 tahun, ukuran hati dan pankreas akan mengecil, terjadi
penurunan kapasitas menyimpan dan kemampuan mensintesis protein dan
enzim-enzim pencernaan (Stanley, 2006). Hati berfungsi sangat penting dalam
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu, hati juga memegang
peranan besar dalam proses detoksifikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin,
konjugasi bilirubin dan sebagainya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
12
Semakin meningkatnya usia, secara histologis dan anatomis akan terjadi
perubahan akibat atrofi sebagian besar sel. Sel tersebut akan berubah bentuk
menjadi jaringan fibrosa. Hal ini akan menyebabkan perubahan fungsi hati
dalam berbagai aspek tersebut, terutama dalam metabolisme obat-obatan.
Produksi enzim amylase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas
metabolism karbohidrat, pepsin dan lemak juga akan menurun (Fatmah,
2010).
6. Usus besar dan Rektum
Pada lansia perubahan yang terjadi di usus besar dan rektum mencakup
penurunan sekresi mukus, penuruanan elastisitas dan persepsi distensi pada
dinding rektum. Perubahan ini memiliki sedikit atau tidak ada hubungan pada
motalitas dari feses saat buang air besar, tetapi ini merupakan predisposisi
konstipasi pada lansia karena volume rektal yang bertambah (Prather, 2000
dalam Miller, 2004). Selain itu, proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh
kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding
abdomen pada lansia sudah melemah (Fatmah, 2010).
2.3
2.3.1
Konstipasi
Pengertian Konstipasi
Kebiasaan seseorang melakukan defekasi berbeda-beda dan disaat seseorang
mengalami kesulitan saat defekasi serta pola defekasi yang berbeda dari biasanya
dapat dikatakan orang tersebut mengalami konstipasi. Defekasi dapat terjadi
akibat adanya gerakan peristaltik yang menggerakkan massa feses ke depan.
Kajadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks
gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari
itu (Price & Wilson, 2002).
Dalam diagnosa keperawatan NANDA disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/atau pengeluaran feses yang
keras, kering dan banyak. Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Gejala
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
13
dari konstipasi dapat mencakup feses yang keras dan kering, perut kembung,
membuncit dan adanya nyeri perut (Administrator of JBI, 2008). Selain itu,
adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan
konstipasi.
Konstipasi biasanya digambarkan sebagai pergerakan perut yang tidak sering/
menurun, pergerakan yang kaku, penurunan volume atau berat dari feses, perasaan
yang tidak puas setelah defekasi atau defekasi tergantung dari laksatif, enema atau
supositoria untuk mengatur buang air besar agar teratur (Toner & Claros, 2012).
Konstipasi adalah masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas,
kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot panggul dan abdomen serta
defisiensi asupan cairan dan serat. Sementara pada lansia yang mengalami
konstipasi juga dapat disebabkan karena penumpulan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus atau kegagalan dalam menganggapi sinyal untuk
defekasi (Stanley, 2006).
Konstipasi yang terjadi selama minimal 3 bulan dalam satu tahun dapat
dikategorikan ke dalam konstipasi kronik (Gallegos, 2012). Adapun kriteria
diagnostik untuk konstipasi kronik tersebut meliputi setidaknya mencakup dua
atau lebih dari tanda berikut, yakni kekauan selama lebih dari 25% defekasi, feses
keras lebih dari 25% defekasi, sensasi evakuasi yang tidak lengkap lebih dari 25%
dari defekasi, kurang dari tiga kali defekasi selama satu minggu, evakuasi secara
manual atau butuh bantuan untuk defekasi dan sulit BAB tanpa laksatif,
2.3.2
Faktor Risiko Konstipasi Pada Lansia
Konstipasi dapat disebabkan secara primer oleh penurunan motilitas atau
penyebab kedua karena reaksi obat yang merugikan, obstruksi saluran pencernaan
atau komplikasi dari hipertiroid (Toner & Claros, 2012). Selain itu, banyak faktor
khusus pada lansia yang dapat diidentifikasi dan mempengaruhi konstipasi. Dalam
diagnosa keperawatan NANDA disebutkan bahwa faktor risiko dari konstipasi
dapat secara fungsional, psikologis, farmakologis, mekanis dan fisiologis
(Herdman, 2012).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
14
Secara fungsional faktor risiko konstipasi terdiri dari kelemahan otot abdomen,
kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi, eliminasi atau
defekasi yang tidak adekuat (misalnya, tepat waktu, posisi saat defekasi dan
privasi), aktivitas fisik yang tidak memadai, kebiasaan defekasi yang tidak teratur
dan perubahan lingkungan baru-baru ini. Sementara secara psikologis faktor risiko
dari konstipasi dapat berupa depresi, stress emosi dan konfusi mental.
Secara farmakologis banyak jenis obat yang dapat berisiko mengalami konstipasi,
seperti antasida yang mengandung alumunium, antikolinergik, antikonvulsan,
anidepresan, agens antilipemik, garam bismuth, kalsium bikarbonat, penyekat
saluran kalsium, diuretik, garam besi, overdosis laksatif, agens anti-inflamasi
nonsteroid, opiate, fenotiazid, sedatif dan simpatomimetik. Secara mekanis faktor
risiko yang menyebabkan konstipasi berupa ketidakseimbangan elektrolit,
hemoroid, penyakit Hirschprung, kerusakan neurologis, obesitas, obstruksi pasca
pembedahan, kehamilan, pembesaran prostat, abses atau ulkus pada rektum,
prolaps rektum dan tumor.
Faktor risiko terjadinya konstipasi selanjutnya adalah secara fisiologis yang
berupa perubahan pola makan dan jenis makanan yang biasa di konsumsi,
penurunan motilitas saluran cerna, dehidrasi, kondisi gigi atau hygiene yang tidak
adekuat, asupan serat dan cairan yang tidak mencukupi serta pola makan yang
buruk. Selain itu Administrator of JBI (2008) menambahkan bahwa faktor
lingkungan seperti pengurangan privasi, tidak teraksesnya fasilitas konstipasi,
ketergantungan terhadap bantuan orang lain juga dapat menyebabkan konstipasi.
2.3.3
Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi Pada Lansia
Perubahan sistem gastrointestinal khususnya bagian bawah merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan lansia sering mengeluhkan sulit buang air besar atau
konstipasi. McCrea, etc (2008) menjelaskan bahwa perubahan usia berkaitan
dengan adanya perubahan pada sistem saluran pencernaan bagian bawah yang
mempengaruhi waktu tansit feses dan penururnan cairan pada komposisi feses.
Perubahan ini dapat mencakup atrofi pada dinsing usus halus, penurunan suplai
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
15
darah dan perubahan sensasi saraf meskipun perubahan fungsional ini tidak secara
signifikan terlihat jelas pada saluran pencernaan lansia sehingga sekresi dan
absorbsi zat sisa relative konstan. Hal ini disebabkan karena kelebihan pada
masing-masing bagian dari saluran usus halus.
Perubahan usia berkaitan dengan perubahan sensasi saraf pada enteric nervous
system (ENS) yang mempengaruhi gangguan motilitas kolon. Perubahan lainnya
yang terjadi pada lansia berhubungan dengan penurunan tekanan pada IAS
(Internal Anal Sfingter) dan kekuatan otot pelvis maupun perubahan pada
sensitifitas rectum dan fungsi anal (McCrea, 2008). Perubahan yang terjadi pada
lansia ini tidak secara langsung menyebabkan konstipasi pada lansia, namun
karena adanya faktor-faktor lain sehingga dapat menyebabkan masalah konstipasi
pada lansia.
McCrea, etc (2008) menjelaskan patofisiologi dari konstipasi pada umumnya
dapat dijelaskan dengan dua mekanisme. Mekanisme yang pertama yaitu
disfungsi motilitas usus atau yang disebut dengan dismotility yaitu keadaan
dimana gagalnya koordinasi aktivitas untuk pergerakan feses menuju kolon.
Mekanisme ini biasanya dihubungkan dengan faktor diet, obat-obatan, penyakit
sistemik. Mekanisme yang kedua mencakup disfungsi otot pelvis yang hasilnya
adalah tidak adekuatnya melakukan defekasi.
Konstipasi diklasifikasikan kedalam tiga kategori berdasarkan patofisiologi
manurut Toner & Claros (2012), yaitu Normal Transit Constipation (NTC), slow
transit constipation (STC) dan Disorder of Constipation. Normal transit
constipation (NTC) atau disebut juga konstipasi fungsional didefinisikan sebagai
perasaan kesulitan dalam defekasi. Biasanya NTC direspon dengan penanganan
noninvasif seperti peningkatan asupan cairan dan serat, meningkatkan aktivitas
dan pengaturan pola defekasi secara regular. Pengalaman seseorang dengan tipe
ini digambarkan dengan ketidakmampuan untuk mengevakuasi feses dari rektum
meskipun feses dalam jumlah normal. Konstipasi tipe ini biasanya disebabkan
karena tidak adekuatnya asupan cairan dan serat, kurangnya aktivitas/bedrest,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
16
kelemahan otot-otot abdominal, gagal untuk merespon sinyal defekasi, perubahan
pola defekasi, hemoroid dan kehamilan.
Kategori kedua adalah Slow transit constipation (STC) yang didefinisikan sebagai
pergerakan bowel yang jarang dan disebabkan karena perubahan stimulasi usus.
STC dikarenakan pergerakan usus halus yang lambat dan gangguan kontraksi
kolon yang disebabkan karena disfungsi mekanisme refleks pada usus. Penyebab
dari STC belum diketahui secara baik, walaupun hirschprung salah satu penyakit
ekstrim yang menyebabkan STC. Kategori yang ketiga yakni Defecation
disorders dikarakteristikkan oleh disfungsi sphingter atau pelvis yang dikenal
sebagai
dyssynergia.
Meskipun
sebelumnya
disebabkan
karena
ketidakabnormalan structural seperti prolaps rektal, intussusceptions dan perineal
descent dapat menyebabkan defecation disorder.
2.3.4
Komplikasi Konstipasi Pada Lansia
Konstipasi yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
Komplikasi tersebut dapat mencakup anoreksia, inkontinensia fekal, kebingungan,
mual dan muntah, disfungsi urinaria, impaksi fekal, prolaps rektal, hemoroid dan
obstruksi bowel serta dapat menyebabkan kecemasan dan isolasi sosial (Koch &
Hudson, 2000 dalam Folden 2002). Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi,
membengkak di lapisan rektum. Hemoroid ini disebabkan karena tekanan vena
saat mengedan ketika terjadi konstipasi. Sementara inkontinensia feses adalah
ketidakmampuan mengontrol feses dan gas dari anus (Potter & Perry, 2005).
Sementara, Toner & Claros (2012) menjelaskan komplikasi dari konstipasi dapat
berupa hemoroid, prolaps rektal, obstruksi usus, dan impaksi fekal. Impaksi fekal
adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak
dapat dikeluarkan. Pada lansia beberapa impaksi fekal dapat menyebabkan
obstruksi usus sehingga membutuhkan pertolongan bedah (Potter & Perry, 2005)
Lansia yang menderita kelemahan, kebingungan atau tidak sadar adalah lansia
yang paling berisiko mengalami impaksi. Hal ini dikarenakan mereka terlalu
lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk melakkan defekasi. Kehilangan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
17
nafsu makan (anoreksia), distensi dan kram abdomen serta nyeri di rektum dapat
menyertai kondisi impaksi.
2.4
2.4.1
Penatalaksanaan Konstipasi Pada Lansia
Pengkajian Konstipasi Pada Lansia
Konstipasi memiliki pengertian yang berbeda pada masing-masing individu.
Pengkajian konstipasi dapat dimulai dengan mengklarifikasi apa yang dimengerti
oleh orang tersebut terhadap konstipasi. Pengkajian konstipasi diperlukan untuk
dapat menentukan faktor penyebab konstipasi. Touhy & Jett (2010) menjelaskan
untuk mengkaji konstipasi pertama yang dilakukan adalah mengkaji riwayat BAB
klien. Hal ini penting didapatkan untuk mengetahui kebiasaan pola BAB,
frekuensi BAB, jumlah, konsistensi dan perubahan lainnya sebelum mengalami
konstipasi dan sesudah. Banyak klinisi berpikir konstipasi merupakan tidak
normalnya frekuensi BAB, namun secara luas seseorang dikatakan mengalami
konstipasi kronik jika melaporkan keadaan seperti kekakuan, tidak puasnya
defekasi serta adanya feses yang keras dan kering.
Pengkajian selanjutnya adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik diperlukan
untuk mengetahui penyebab konstipasi secara sistematis seperti penyaki-penyakit
neurologi, endokrin atau metabolik. Gejala yang mungkin ditunjukkan ketika
seseorang mengalami masalah pada sistem gastrointestinal adalah nyeri abdomen,
mual, muntah, penurunan berat badan, melena, perdarahan rektum, nyeri rektum,
dan demam (Touhy & Jett, 2010).
Pengkajian berikutnya berupa riwayat asupan makanan dan cairan yang
dibutuhkan untuk menentukan jumlah serat dan cairan yang telah dikonsumsi.
Pengkajian lainnya berupa tingkat aktivitas dan penggunaan obat-obatan pada
klien. Riwayat psikososial juga penting seperti depresi, cemas dan stress karena
merupakan faktor risiko penyebab konstipasi. Selain itu menurut Folden, (2002)
menyebutkan bahwa pengkajian berupa evaluasi kemampuan kognitif, faktor
lingkungan, dan kepercayaan budaya terkait eliminasi juga diperlukan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
18
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada klien konstipasi menurut Touhy &
Jett (2010) berupa pemeriksaan abomen dan rektum. Pada abdomen yang
dilakukan meliputi pemeriksaan fisik lengkap yaitu inspeksi, auskultasi, perkusi
dan pal[asi. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah ada massa, kelembutan,
distensi, peningkatan suara perut dan bising usus. Pemeriksaan rektal juga penting
untuk mengkaji apakah terdapat nyeri rektum, yang dapat mengindikasikan
adanya masalah seperti hemoroid atau fisura, yang akan mempengaruhi evakuasi
feses dan untuk mengevaluasi kekuatan sfingter, adanya prolaps rektum,
penyempitan, reflek anal, dan pembesaran prostat.
Tes laboratorium juga diperlukan untuk mengkaji konstipasi meliputi hitung darah
lengkap, tes gula darah puasa, dan pemeriksaan tiroid. Pemeriksaan diagnostic
lain yang mungkin diperlukan adalah sigmoidoscopy, colonoscopy dan CT scan
abdomen. Tes diagnostic lainnya berupa radiopaque markers, defecating
proctography, dan anorectal manometry. (Touhy & Jett, 2010).
2.4.2
Intervensi Konstipasi Pada Lansia
Intervensi yang dapat dilakukan pada lansia yang mengalami konstipasi dapat
menggunakan
pendekatan
farmakologi
dan
nonfarmakologi.
Intervensi
nonfarmakologi dapat berupa peningkatan asupan cairan dan serat, peningkatan
exercise dan aktivitas, manipulasi lingkungan, atau kombinasi ketiganya
(Ebersole, 2009).
Rendahnya asupan cairan dan serat merupakan faktor yang menyebabkan
konstipasi. Serat merupakan komponen yang sangat penting dalam makanan
namun sebagian orang kurang dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung
serat. Serat berguna karena dapat memfasilitasi penyerapan air, peningkatan bulk,
dan meningkatkan motilitas usus, dapat membantu dan mencegah atau
mengurangi
insiden
konstipasi
dnegan
meningkatkan
berat
feses
dan
memperpendek waktu transit feses dalam usus (Touhy & Jett, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
19
Lansia seharusnya mengkonsumsi serat 20-35 gram perhari untuk menjaga fungsi
normal defekasi (Folden, 2002). Individu seharusnya dapat mengkonsumsi serat
dari berbagai sumber, seperti buah, sayur, kacang-kacangan, polong-polongan dan
padi-padian. Beberapa jenis makanan yang berserat jika dioalah dapat menjadi
laksatif alami yang memiliki manfaat untuk mencegah konstipasi dan dapat
digunakan di rumah maupun di institusi. Contoh resep laksatif alami yang dapat
dibuat berasal dari kurma, prune, buah ara dan kurma. Kemudian semua buah di
hancurkan dan di campur menjadi satu lalu dapat disimpan dalam kulkas.
Kemudian dapat langsung di minum atau ditambahkan beberapa buah kering.
Laksatif alami ini dapat menjadi alternative laksatif tanpa menggunakan bahan
kimia sehingga lebih sehat bagi tubuh (Ebersole, 2009).
Masukan cairan yang adekuat juga sangat penting. Memonitor secara regular
masukan cairan sangat direkomendasikan bagi lansia, Jumlah cairan yang
dibutuhkan oleh lansia dengan berat badan lebih dari 65 kg adalah 30ml/kg BB.
Minimim air adalah 1500-2500 ml air sehari dibutuhkan untuk mengganti
kehilangan ar melalui urin, feses atau keringan (Weinberg & Minaker 1996 dalam
Folden, 2002).
Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah merubah lingkungan dan
memposisikan klien. Melatih posisi jongkok atau duduk, pada lansia yang dapat
melakukannya dapat memfasillitasi fungsi defekasi. Posisi yang hampir mirip
didapatkan dengan mencondongkan badan ke depan dan menggunakan tekanan
yang kuat pada abdomen bagian bawah atau meletakkan kaki pada bangku. Selain
itu, massase abdomen dapat menstimulasi defekasi (Touhy & Jett, 2010). Massase
abdomen dan latihan peningkatan tekanan pada abdomen dapat mencegah
konstipasi karena dapat menstimulasi usus untuk meningkatkan peristaltik
sehingga dapat mempercepat gerakan makanan dan cairan melewati usus dengan
lancar (Fawlkes, 2012).
Exercise atau latihan adalah intervensi yang dapat menstimulasi motilias usus dan
evakuasi saat defekasi. Exercise diyakini dapat mempercepat waktu transit feses
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
20
saat melewati sistem gastrointestinal sehingga dapat mempercepat evakuasi
(Meshkinpour 1998 dalam Folden 2002). Penurunan kekuatan otot sebagai hasil
dari penurunan aktivitas dapat mempengaruhi kekuatan otot abdomen dan pelvis
saat melakukan evakuasi. Oleh karena itu, dibutuhkan latihan yang dapat
meningkatkan kekuatan otot khususnya otot abdomen dan pelvis yang berperan
dalam proses defekasi. Tipe latihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
fungsi defekasi seperti berjalan, tilt pelvic, mengangkat kaki, menarik abdomen
dan bersepeda ststis atau mengayuh sepeda (Folden, 2002).
Latihan yang dapat dilakukan berupa berjalan selama 20 sampai 30 menit
khususnya setelah makan sangat membantu untuk mencegah konstipasi. Latihan
memiringkan pelvis dan ROM baik pasif maupun aktif adalah latihan yang dapat
dilakukan bagi lansia yang mengalami penurunan aktivitas atau bedrest (Touhy &
Jett, 2010). Latihan lain yang dapat dilakukan berupa gerakan mengayuh sepeda.
Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh
sepeda 3 sampai 4
kali dalam seminggu efektif sebagai perawatan untuk
mencegah konstipasi. Selain itu, Ramus (2011) menyebutkan bahwa salah satu
latihan yang dapat menguatkan otot pelvis adalah dengan bermain sepeda statis.
Bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah.
Pergerakan tubuh bagian bawah selama bersepeda menyebabkan evakuasi secara
tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat mencegah konstipasi.
Latihan mengayuh sepeda dapat dilakukan dengan menggunakan sepeda statis.
Latihan ini dapat dilakukan dengan cara atur sadel sepeda dengan naikkan atau
rendahkan tempat duduk sehingga posisi kaki hampir lurus saat berada di bawah,
pastikan pedal kuat saat digunakan untuk mengayuh, ketika sudah siap kayuh
sepeda kedepan dan kebelakang, lakukan sesuai dengan kemampuan jangan
terlalu cepat atau lambat, jika memungkinkan tambahkan secara perlahan
kekuatan pada mesin sepeda. Saat melakukan latihan mengayuh sepeda
pandangan lurus ke depan dengan posisi badan tegap dan tidak terlalu
membungkuk (OASIS, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
21
Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan farmakologi
atau obat-obatan. Ketika perubahan diet dan gaya hidup tidak efektif, maka
penggunaan laksatif dapat dianjurkan. Intervensi farmakologi dimulai dengan
mengkaji dan mengevaluasi keluhan seseorang terhadap konstipasi. Obat-obatan
yang dapat digunakan diklasifikasikan berdasarkan kerjanya berupa obat bulking
agents atau penggembur, pelunak tinja, laksatif osmotic, laksatif stimulant dan
laksatif salin (Touhy & Jett, 2010).
2.5
Pelayanan Perawatan Kesehatan Untuk Lansia
Model pelayanan perawatan kesehatan lansia berkembang seiring berjalannya
waktu. Terdapat berbagai
jenis model pelayanan perawatan kesehatan untuk
lansia tergantung dari tingkat kebutuhan yang diperlukan oleh lansia. Bentuk dari
pelayanan perawatan kesehatan lansia ini dapat berupa institusional maupun
pelayanan yang berdiri berdasarkan komunitas atau community based long-term
care.
Menurut Arenson (2009) community based long-term care merupakan pelayanan
untuk individu yang mengalami kehilangan kemampuan perawatan diri akibat
sakit kronik berupa fisik, kognitif atau gangguan emosional yang mencakup
kesatuan secara luas baik medis maupun non medis, preventif, terapeutik,
rehabilitasi, personal, social, supportive dan paliatif di semua keadaan atau
setting.
Jenis community based long-term care ini dapat didukung dengan
pelayanan di rumah maupun pelayanan yang mengharuskan lansia berpindah
tempat tinggal. Sementara jenis pelayanan institusional dapat mencakup nursing
home, long term care, hospice, respite service. Beberapa jenis pelayanan
perawatan kesehatan lansia dapat berupa:
1. Nursing Home
Nursing home direncanakan untuk memberikan layanan keperawatan
perumahan bagi lansia yang bukan di rumah sakit dan tidak bisa di rawat lagi
di rumah dan yang membutuhkan sejumlah perawatan medis/ keperawatan
(Liu, 1997). Sebuah nursing home harus telah mendapat ijin dari pemerintah
pusat dan harus bersertifikat sebagai pelayanan medis atau pertolongan medis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
22
Selain itu nursing home membutuhkan pengawasan yang berkelanjutan dari
registered nurse atau licensed practical nurse. Perawatan medis dan
pelayanan keperawatan di nursing home harus menyediakan perawatan
holistik, pelayanan konsultasi medis, terapi rehabilitasi fisik dan terapi
okupasi. Nursing home menyediakan banyak pelayanan perawatan kesehatan
seperti yang disediakan oleh acute care setting yang berbeda adalah jika
nursing home berbentuk tempat tinggal atau kediaman (Miller, 2012).
Adapun standar untuk berdirinya sebuah nursing home berdasarkan CANHR
(California Advocates For Nursing Home Reform) tahun 2008 meliputi
nursing home seharusnya menyediakan akomodasi yang dibutuhkan oleh
lansia, seperti jika terdapat perbedaan bahasa antara lansia dan petugas maka
disediakan seorang interpretasi bahasa untuk memastikan adanya komunikasi
yang adekuat, nursing homes harus memiliki tenaga perawat dan pekerja
lainnya yang cukup untuk masing-masing residen di setiap waktu, seperti di
California dibutuhkan fasilitas skilled nursing minimal 3,2 jam dari perawatan
per hari per residen. Nursing home seharusnya menetapkan rencana
keperawatan untuk masing-masing residen secara komperehensif yang
dibutuhkan. Nursing home seharusnya menyediakan masing-masing residen
makanan yang lezat, bernutrisi seimbang dengan menu diet yang dibutuhkan
lansia dan harusnya mencatat setiap perubahan nutrisi yang terjadi pada lansia.
Selain itu, nursing home juga harus memiliki pengorganisasian terhadap
program pengontrolan infeksi untuk mencegah penyakit dan infeksi yang
menyebar dan berkembang, sperti skrining residen dan pegawai dari TBC,
menginvestigasi, mengontrol dan mencegah infeksi di fasilitas, membersihkan
area yang terkontaminasi dengan desinfektan, tetap mencatat kejadian infeksi
dan melakukan perubahan. Nursing home harus tetap memperhatikan prinsip 6
benar yaitu obat, pasien, dosis, rute, waktu dan dokumentasi agar tidak terjadi
medikasi eror. Nursing home harus menyediakan perawatan personal, seperti
mandi, berpakaian, makan dan kebutuhan lainnya. Selain itu juga harus
didukung oleh adanya pelayanan dokter untuk mensupervisi masing-masing
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
23
residen, adanya terpais, pelayanan spesial seperti injeksi, perawatan kaki, IV
fluids dan adanya program untuk mencegah adanya masalah kulit dan risiko
jatuh pada residen.
2. Home care
Home care service merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh
agen perawatan yang didukung perusahaan asuransi kesehatan, serta memiliki
kualifikasi tertentu yang diberikan di rumah. Home care service meliputi
asuhan keperawatan, kerja sosial, terapi wicara, terapi fisik, terapi saat kerja,
konseling nutrisi, dan pelayaan alat-alat kesehatan (Miller, 1995; Stanley,
Blair & Beare, 2005). Perawat perlu mengenal standar perawatan kesehatan di
rumah dalam memberikan pelayanan home care service seperti standar praktik
kesehatan dan perawatan di rumah. Layanan kesehatan rumah bagi lansia
tergantung dari kebutuhan lansia. Semua bentuk asuhan keperawatan dapat
diberikan dalam bentuk perawatan kesehatan di rumah (Stanley, Blair &
Beare, 2005).
3. Adult day care
Adult day care adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada lansia yang
mendiri dan partisipan yang mengikuti adult day care tidak harus secara 24
jam tinggal di institusional (Arenson, 2009). Fasilitas tambahan yang ada di
masyarakat dapat diterima oleh lansia adalah adult day care centers. Adult day
care mempunyai dua tingkat, yakni social day care dan adult day health.
Dalam adult day health, tingkat asuhan keperawatan yang disediakan
bergantung kepada sumber daya yang dimiliki. Perawatan didasarkan atas
program medis dan rencana asuhan keperawatan. Beberapa pelayanan
perawatan yang sering disediakan untuk lansia adalah pemberian obat-obatan,
pengobatan dan pemberian hormone insulin, perawatan luka, mandi,
pengkajian kardiopulmonal dan latihan ROM (Stanley, Blair & Beare, 2005).
Menurut Miller (2012) tujuan dari adult day care adalah untuk
mempertahankan atau merubah kemampuan lansia secara fungsional dari
gangguan yang dialami dan mencegah kebutuhan lansia akan perawatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
24
institusional dan meningkatkan kualitas hidup selama lansia mengalami
gangguan.
4. Respite Service
Respite service adalah layanan kesehatan yang dapat disediakan di rumah, di
komunitas atau di institusi akan tetapi dengan menyediakan seseorang yang
tinggal di dalam rumah dan memberikan perawatan untuk diajarkan kepada
anggota keluarga (Miller, 1995). Respite service bertujuan untuk mengurangi
stress dan mengubah kesejahteraan caregiver secara periodik dari tanggung
jawab dan kebiasaan mereka dalam merawat lansia (Miller, 2012). Bentuk
respite service ini ada di dalam adult day care, day hospital dan nursing home
care (Miller, 1995).
5. Residential Care Facilities (RCFs)
Residential Care Facilities menurut Arenson (2009) awalnya didesain untuk
melayani lansia dengan kebutuhan yang tidak kompleks dan beberapa tidak
membutuhkan kebutuhan medis. Namun, karena adanya efek dari berdirinya
nursing home RCFs saat ini juga menyediakan pelayanan untuk lansia dengan
masalah yang kompleks, ketidakstabilan mental dan fisik dan kasus khusus
seperti demensia . Assisted living facilities (ALFs) dan adult board and care
homes adalah contoh dari RCFs (Arenson, 2009).
Menurut Arenson, (2009) ALFs awalnya berdiri di desain untuk pelayanan
yang membutuhkan perawatan intermediet bagi lansia. ALFs dapat
menawarkan rumah untuk individu, rumah kota, apartemen yang sering
menggabungkan
keutamaan
ketidakmampuan
dan tekhnologi.
Secara
tradisional ALFs menyediakan makanan, special diet, house keeping, rekreasi,
sosial, aktivitas edukasi, transportasi, pertolongan emergensi dan hanya
bantuan ADL dan personal care untuk lansia yang memiliki keterbatasan.
Assisted Living Association of America menggambarkan bahwa ALFs
merupakan suatu kombinasi khusus perumahan dan pelayanan kesehatan
secara personal yang dirancang untuk berespons terhadap kebutuhan individu
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
25
yang memerlukan bantuan aktivitas kehidupan sehari-hari. Perawatan
diberikan dengan cara meningkatkan kemandirian maksimum dan martabat
untuk setiap penghuninya dan melibatkan keluarga, tatangga dan temantemannya (Just 1995 dalam Stanley 2006).
ALFs tersedia selama 24 jam, pelayanan kesehatan, ADL, social, rekreasi,
makanan, pemberish rumah, londry dan transportasi. Selain itu senior living di
ALFs biasanya mandiri namun belum ada pedoman khas dan ALFs tidak
mencakup perawatan pengobatan dan ansuransi namun hal ini kembali lagi
kepada bijakan masing-masing negara (Arenson, 2009). Sementara adult
board care home didesain untuk melayani lansia yang membutuhkan
supervise dan beberapa bantuan untuk personal care namun sedikit perawatan
medis. Lansia tinggal dengan privasi yang tinggi dan sering sebagai rumah
pribadi atau keluarga. Dalam pelayanannya adult board care home
menyediakan pelayana dasar rumah, makanan, asisten, pembantu custodial
(mencakup orang yang mengingatkan untuk minum obat, laundry,
housekeeping
dan
transportasi)
dan
supervisi
(Arenson,
2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
BAB 3
LAPORAN KASUS KLIEN UTAMA
3.1
Pengkajian
Bpk B (78 tahun) beragama Islam masuk ke STW karena keinginan sendiri dan
mendapat dukungan dari keluarga baik dari mantan istri atau anak-anaknya.
Alasan Residen karena jika berada di STW akan lebih ada yang memperhatikan
kesehatan dan kebutuhan sehari-hari residen setelah residen bercerai dengan
istrinya dan kedua anaknya yang sibuk dengan keluarga dan pekerjaannya
masing-masing. Residen merasa ingin tinggal sendri agar tidak merepotkan
keluarga dan dapat menemukan ketenangan dan kebahagiaan di masa tuanya.
3.1.1
Riwayat Kesehatan
Residen mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit berat, semua hasil
pemeriksaan sebelum masuk ke STW dinyatakan normal. Namun selama 4 tahun
berada di STW residen telah 3 kali jatuh di kamar mandi. Saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 9 Mei 2013 residen sedang batuk dan terdapat dahak,
tetapi residen mengatakan tidak ada sesak dan mampu serta tidak kesulitan untuk
mengeluarkan dahaknya. Selain batuk saat pengkajian residen mengeluhkan sulit
buang air besar, BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei 2013. Sebelumnya
residen menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kesulitan BAB dan saat
BAB harus mengejan hingga 1 jam dan berakibat pusing serta sakit kepala. Jika
sudah 4-5 hari residen tidak BAB, residen akan meminta obat laxadine kepada
perawat. Selama pengkajian selama 1 minggu residen BAB sebanyak 1 kali yaitu
setelah hari senin tanggal 6 Mei residen BAB kembali pada tanggal 12 Mei 2013.
BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. Untuk BAK residen
mengatakan sering, sehari BAK dapat 8 kali atau lebih, jika malam BAK
terkadang bisa 3-4 kali sehingga mengganggu tidur residen.
Berdasarkan status kesehatan residen di wisma, residen memiliki riwayat penyakit
gastritis kronik, konstipasi, BPH dan Parkinson. Saat ini residen mengkonsumsi
obat THP, Harnal dan CTM. Residen mengatakan tidak memiliki penyakit
26
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
27
keturunan ataupun penyakit menular. Kedua orang tua residen sudah meninggal,
ayah dari residen meninggal karena masalah jantung dan ibu residen meninggal
karena faktor usia.
3.1.2
Kebiasaan Sehari-hari
Kebutuhan biologis residen terpenuhi saat berada di STW. Pola makan Residen
baik. Residen mengatakan makan sehari 3 kali sesuai dari jadwal yang diberikan
STW. Residen selalu menghabiskan makanan yang diberikan oleh STW. Residen
masih dapat makan secara mandiri tanpa di bantu. Residen tidak memilih-milih
makanan yang diberikan sehingga apapun makanan yang diberikan akan selalu
dihabiskan. Selain itu, residen jarang pergi keluar untuk membeli makanan diluar.
Menu yang diberikan oleh sasana biasanya di pagi hari nasi dengan lauk seperti
tahu/tempe dan sayur, jika di siang hari nasi, ikan atau ayam, sayur dan buah, dan
pada malam hari nasi, lauk dan sayur dan menu serta porsi sudah disesuaikan oleh
kebutuhan lansia yang ada di sasana sehingga residen juga selalu menghabiskan
makanan yang diberikan. Residen juga selalu menghabiskan snack yang didapat
dari STW.
Pola minum residen baik, residen selalu minum air putih dan tidak minum kopi
atau teh. Residen mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih, atau
kurang lebih 2000cc air putih. Hal ini juga terlihat di kamar residen tidak terlihat
adanya kopi, teh atau susu. Residen mengatakan jika minum banyak maka pada
malam hari akan sering buang air kecil dan mengganggu tidur residen pada malam
hari.
Pada malam hari residen mengatakan tidur biasanya dari jam 22.00-04.00 Namun,
saat dilakukan pengkajian pada hari senin tanggal 13 Mei 2013 residen
mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu tanggal 10 Mei 2013 dan
memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. Residen
mengeluhkan sulit tidur pada malam hari karena BAK 3- 4 kali dan sulit untuk
tertidur kembali sehingga pada pagi hari mengeluhkan pusing dan ngantuk.
Residen merasa tidurnya tidak berkualitas sehingga merasa ngantuk dan lemas
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
28
sehingga terkadang tidak bersemangat untuk mengikuti kegiatan di pagi hari. Oleh
karena hal ini, terkadang di pagi hari residen meminta waktu untuk tidur jika
pusing yang dirasakan sudah benar-benar mengganggu. Selain itu, nampaknya
residen sedang memikirkan sesuatu
sehingga sulit untuk tidur. Residen juga
mengatakan tidur jika hanya 1 jam tidak merasa seperti tidur karena bangun masih
pusing dan ini sudah dialami kurang lebih 7 malam. Residen mengatakan ingin
memiliki tidur yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. Pada siang hari
residen nampak mengantuk namun terkadang berusaha untuk tidak tidur agar
malam hari bisa nyenyak tidur namun tidak berhasil.
Sehari-hari residen lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk-duduk dan
berbincang-bincang dengan mahasiswa atau residen lain di depan kamarnya agar
tidak bosan. Residen tidak memiliki caregiver, sehingga untuk aktivitas mandi,
makan, berpakaian dapat dilakukan sendiri, namun untuk mencuci dan menjaga
kebersihan kamar dilakukan oleh petugas panti. Residen jarang mengikuti
kegiatan yang diadakan oleh pihak panti, seperti senam, main angklung karena
pada pagi hari biasanya pusing namun pengajian residen sering melakukannya.
Jika pada malam hari residen melakukan aktivitas seperti menonton TV. Residen
terlihat berjalan di seret Residen mengatakan hal ini karena residen merasa takut
jatuh, residen memiliki walker namun residen mengatakan tidak ingin
menggunakannya karena residen merasa malu dan merasa masih kuat sehingga
lebih memilih untuk jalan di seret. Aktivitas residen kurang, karena sebagian besar
aktivitas dilakukan duduk dan residen jarang untuk berjalan-jalan. Jika bosan
biasanya residen menonton TV atau membaca koran.
Untuk pelaksanaan ibadah, residen sering mengikuti pengajian yang ada di wisma
bungur. Residen mengatakan sholatnya masih bolong-bolong, terkadang residen
sering lupa sholat dzuhur. Residen sholat di dalam kamar dan tidak pernah pergi
ke mushola. Residen meyakini bahwa dirinya merasa sehat, tidak ada yang sakit
dan selalu merasa bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesehatan hingga
usianya yang sekarang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
29
Keadaan psikologis residen jika dilihat dari keadaan emosi residen relatif stabil
dan tenang, namun terkadang jika residen merasa ada sesuatu yang tidak cocok
dengan dirinya residen akan sedikit berbicara lebih keras namun tidak sampai
marah-marah. Saat dilakukan pengkajian Geriatric Depression Scale sepertinya
residen menyimpan masalah terkait keluarganya namun residen belum mau untuk
bercerita dan residen selalu memikirkan masalah tersebut sehingga mengganggu
tidurnya. Hasil pemeriksaan GDS residen menunjukkan bahwa Residen
mengalami depresi ringan dengan nilai 14.
Hubungan sosial residen di STW cukup baik. Residen mengatakan keluarga, anak
maupun mantan istri mendukung residen untuk tinggal di sasana karena akan lebih
ada yang memperhatikan baik masalah kesehatan maupun kebutuhan residen jika
berada di sasana. Residen mengatakan hubungan dengan anak-anak, cucu dan
istrinya baik-baik saja. Sebulan sekali terkadang anak dan cucu residen
menjenguk dan jika hari raya residen dijemput untuk merayakan hari raya
bersama. Untuk hubungan dengan orang lain pun residen tidak memiliki masalah
semua berteman baik. Residen nampak ramah kepada semua orang jika bertemu
dengan orang residen akan menegur sapa dan memanggil namanya. Residen juga
terlihat suka berbincang dengan siapa saja dan tidak ada opa atau oma lain yang
menjauhi atau bercerita buruk tentang residen.
3.1.3
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2013 didapatkan
hasil keadaan umum residen baik, dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
yakni Tekanan Darah 130/80 mmHg, Nadi 64 x/menit, Pernapasan 22 x/menit,
Suhi 36oC. Hasil pengukuran BB yaitu 61 kg dengan TB sekitar 165 cm. Status
gizi normal.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada bagian kepala dan leher nampak normal,
tidak terdapat lesi, keadaan rambut bersih, tipis, beruban, tidak mudah dicabut,
rambut lurus pendek, dan terdistribusi rata. Pada leher juga normal tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening atau vena jugularis. Pada kondisi mata normal,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
30
tidak anemeis dan tidak ikterik, namun nampak keruh. Residen mengatakan
pernah dilakukan operasi katarak pada salah satu matanya. Saat ini penglihatan
Residen baik.
Kadaan indra lainnya juga tidak mengalami masalah. Pada telinga nampak bersih,
tidak terdapat pengeluaran cairan berlebih dan pendengaran baik. Pada hidung
tidak nampak adanya sekret, dan tidak ada polip. Pada mulut nampak banyak gigi
yang sudah tanggal, namun lesi dan sariawan tidak ada, mukosa lembab dan gigi
bersih.
Pada pemeriksaan postur, bahu Residen nampak tidak simetris, pemeriksaan dada
secara umum baik, saat diinspeksi pergerakan dinding dada simetris, tidak ada
kelainan bentuk dada. Saat diauskultasi terdengar suara bunyi jantung normal S1
dan S2. Residen mengatakan tidak ada keluhan walau Residen sedang batuk.
Suara napas nampak ada ronkhi, wheezing tidak ada.
Pada pemeriksaaan abdomen, saat diinspeksi terlihat membuncit, umbilicus
bersih, saat di auskultasi terdengar suara bising usus menurun yaitu 1x/menit. Saat
diperkusi suara dullness dan residen mengatakan sedikit nyeri. Abdomen teraba
keras khususnya pada kuadran 4, tidak ada pembesaran hepar. Saat dilakukan
pengkajian pada ekstremitas terlihat residen berjalan dnegan diseret, kulit tidak
pucat capillary refill time kurang dari 2 detik. Kekuatan otot pada eksremitas atas
.
baik, hasilnya
3.2
Analisa Data
Berdasarkan data pengkajian masalah keperawatan yang diangkat pada residen
adalah konstipasi, gangguan pola tidur dan risiko jatuh. Masalah keperawatan
diangkat berdasarkan data pengkajian yang difokuskan dan disesuaikan dengan
batasan karakteristik yang terdapat pada diagnosa NANDA. Masalah konstipasi
diangkat karena berdasarkan data subjektif residen mengeluhkan sulit BAB, BAB
tidak teratur, sudah 3 hari residen tidak BAB. Residen mengatakan sering
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
31
mengalami masalah kesulitan BAB sehingga biasanya jika sudah 4-5 hari tidak
BAB residen akan minta obat laksadine kepada perawat. Residen mengatakan
BAB sedikit keras sehingga terkadang harus mengejan untuk dapat BAB. Residen
mengatakan sehari minum kurang lebih 2000 ml air putih. Sementara data objektif
yang mendukung yakni, saat diinspeksi abdomen terlihat membuncit saat
dipalpasi teraba keras, saat diauskulatsi adanya penurunan bising usus yakni
1x/menit. Residen juga terlihat aktivitas berkurang, jalan diseret dan residen
mengkonsumsi oba golongan antikolinergik yaitu THP yang merupakan salah satu
obat faktor risiko penyebab konstipasi.
Pada masalah gangguan pola tidur data subjektif yang mendukung berupa sudah 5
malam residen mengatakan sulit tidur, merasa tidurnya tidak berkualitas sehingga
pada pagi hari merasa pusing dan lemas. Residen mengatakan malam sulit tidur
karena banyak buang air kecil yaitu 3-4 kali dan sulit untuk tertidur kembali.
Sementara data objektif memperlihatkan pada siang hari residen nampak
mengantuk, mata memerah dan sempat dilakukan pemeriksaan tekanan darah
pada tanggal 14 Mei 2013 Tekanan Darah Residen menurun yaitu 90/60 mmHg.
Untuk masalah risiko jatuh data subjektf yang mendukung berupa pernyataan
residen yang mengatakan selama 4 tahun tinggal di STW sudah 3 kali jatuh di
kamar mandi. Residen juga mengatakan dirinya takut jatuh sehingga jalan di seret
dan Residen sering mengeluhkan pusing. Sementara data objektif yang
mendukung adalah residen jalan terlihat di seret, residen tidak menggunakan alat
bantu jalan, Hasil pemeriksaan FMS 75, yaitu berisiko jatuh tinggi, Hasil
pemeriksaan BBT 40 dimana seharusnya Residen sudah menggunakan alat bantu
jalan tongkat, kruk atau walker namun Residen tidak ingin menggunakannya.
Selain itu, berdasarkan keterangan di status kesehatan residen, pada bulan
Februari 2013 residen pernah jatuh di kamar mandi.
3.3
Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang
ada pada residen yaitu konstipasi, gangguuan pola tidur dan risiko jatuh. Pada
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
32
diagnosa konstipasi rencana asuhan keperawatan yang disusun memiliki tujuan
yaitu setelah diberikan asuhan keperawatan selama 4 hari masalah konstipasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil klien akan mengatakan pola BABnya teratur 12 hari sekali, BAB tidak sulit, tidak perlu mengedan, feses tidak keras, dan
menunjukkan adanya abdomen yang datar, lemas tidak teraba massa dan adanya
peningkatan bising usus.
Rencana intervensi yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah konstipasi
berupa kaji pola kebiasaan BAB rutin klien agar dapat memberikan informasi
akurat kepada perawat tentang adanya perubahan status eliminasi fekal klien, kaji
obat-obatan yang dikonsumsi klien untuk mengetahui apakah obat yang
dikonsumsi merupakan jenis obat yang menjadi faktor risiko konstipasi, jelaskan
kepada klien terkait konstipasi agar pengetahuan klien meningkat dan menyadari
masalah kesehatan yang sedang dialami. Selanjutnya motivasi klien untuk
meningkatkan asupan cairan dan intake serat agar meningkatkan peristaltik usus
dan lancar mengeluarkan feses, ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan
latihan rentang gerak, ikut senam dan merubah posisi saat tidur miring kiri dan
kanan. Hal ini dapat meningkatkan peristaltik dan mencegah konstipasi.
Intervensi selanjutnya adalah ajarkan dan latih klien untuk gerakan mengayuh
sepeda atau latihan sepeda statis secara rutin selama 10-30 menit setiap hari agar
dapat membantu sistem pencernaan untuk mengeluarkan feses dan meningkatkan
peristalik usus. Ajarkan dan latih pijat I Love U yang dapat membantu untuk
melunakkan otot-otot abdomen, Selain itu, kepada klien juga dijelaskan tentang
mengedan saat BAB agar dihindari karena dapat menyebabkan bradikardi.
Intervensi kolaborasi yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian laksatif jika masalah konstipasi belum teratasi karena laksatif dapat
membantu mengeluarkan feses dan merangsang peristaltik usus.
Masalah keperawatan kedua yang ditetapkan pada klien adalah gangguan pola
tidur. Rencana asuhan keperawatan gangguan pola tidur pada klien disusun
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu minggu
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
33
diharapkan masalah gangguan pola tidur pada klien dapat teratasi dengan kriteria
hasil klien dapat mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan tidur,
menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis, peningkatan jumlah tidur, segar
setelah tidur dan terbangun di waktu yang sesuai.
Rencana intervensi untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur dapat berupa
anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman saat akan tidur yang
dapat mengganggu tidur karena kemungkinan akan terbangun di malam hari ingin
BAK/BAB, ciptakan lingkungan yang tenang dan minimalkan gangguan agar
dapat memberikan rasa tenang dan rileks saat akan tidur. Kemudian bantu klien
untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur seperti
ansietas, depresi atau masalah yang belum terselesaikan karena akan berpegaruh
pada pola tidur lansia, anjurkan klien untuk mandi dengan air hangat saat sore hari
agar dapat melancarkan aliran darah dan memberikan efek rileks pada klien.
Intervensi berikutnya berupa bantu klien untuk membatasi agar tidak tidur di siang
hari dengan memberikan aktivitas atau kegiatan yang membuat klien tetap terjaga.
Hal ini dilakukan untuk menghindari sulit tidur pada malam hari akibat jumlah
tidur di siang hari yang berlebih. Selanjutnya intervensi yang dapat dilakukan
berupa berikan atau lakukan tindakan kenyamanan seperti masase, pergerakan
otot progresif, pengaturan posisi dan sentuhan afektif agar dapat mengurangi rasa
tegang dan kaku pada klien sehingga dapat meningkatkan kenyaman. Intervensi
yang terakhir yaitu jelaskan kepada klien bahwa peubahan pola tidur yang terjadi
pada lansia seiring penuaan adalah normal sehingga dapat memberikan informasi
pola tidur normal lansia dan dapat membandingkan pola tidur normal dan tidak
normal pada lansia.
Masalah keperawatan yang ada pada klien selanjutnya adalah risiko jatuh.
Rencana asuhan keperawatan risiko jatuh disusun dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 7 hari pada klien tidak terjadi jatuh dengan kriteria
hasil klien mampu mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat yang optimal,
menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas, mempertahankan atau
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
34
meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit serta menunjukkan perialku untuk
melakukan aktivitas.
Intervensi yang dapat dilakukan pada masalah keperawatan risiko jatuh dapat
berupa pantau keadaan umum dan TTV klien untuk mengetahui kondisi fisik
klien, kaji kekuatan otot lansia untuk mengetahui kekuatan otot yang ada pada
lansia untuk tindakan selanjutnya. Intervensi berikutnya lakukan penilaian risiko
jatuh pada klien dengan penilaian Fall Morse Scale (FMS) untuk megetahui risiko
jatuh pada lansia, kaji dan motivasi lansia untuk berpartisipasi pada aktivitas fisik
sesuai dengan kemampuan lansia agar dapat meningkatkan kekuatan otot lansia
dan mobilitas fisik, anjurkan lansia untuk melakukan periode istirahat diantara
aktivitas/kegiatan agar dapat mencegah kelelahan dan dapat mempertahankan
kekuatan otot dan sendi. Selanjutnya dapat berupa latih lansia untuk ROM baik
aktif maupun pasif untuk mempertahankan/ meningkatkan fungsi tendon,
kekuatan otot dan stamnia umum dan anjurkan klien untuk menggunakan alat
bantu jalan jika membutuhkan serta penggunaan alas kaki yang tidan licin untuk
keamanan klien.
Intervensi untuk menyelesaikan masalah risiko jatuh tidak hanya diberikan kepada
klien namun harus memodifikasi lingkungan agar dapat meningkatkan keamanan
bagi klien. Tindakan yang dapat dilakukan berupa atur letak barang yang mudah
dijangkau oleh klien, berikan peringatan pada tempat-tempat yang berbahaya serat
pengaturan tata letak kamar klien yang rapi agar tidak menyebabkan jatuh pada
klien.
3.4
Implementasi
Implementasi yang dilakukan kepada residen dilakukan untuk menyelesaikan
masalah keperawatan konstipasi, gangguan pola tidur dan risiko jatuh.
Implementasi untuk menyelesaikan masalah konstipasi dilakukan selama 2
minggu. Namun, setelah residen merasakan manfaat dari implementasi yang
dirasakan residen tetap latihan setiap hari selama 6 minggu. Pada tanggal 11 Mei
2013 residen di ajak untuk latihan mengayuh sepeda, awalnya residen menolak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
35
namun setelah dijelaskan manfaat dan diajak untuk mencoba residen mau latihan
mengayuh sepeda dengan menggunakan sepeda statis hanya 15 menit. Residen
mengayuh sepeda dengan posisi tegak dan kepala menunduk ke bawah.
Pada tanggal 14 Mei 2013 residen dijelaskan terkait konstipasi, pengertian, tanda
dan gejala, komplikasi dan cara perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah
komplikasi dengan menggunakan media leaflet. Kemudian pada tanggal 15 Mei
2013 residen diajarkan dan diberikan pijat I Love U agar BAB lancar. Pijatan
diberikan secara berurutan mulai gerakan I dari kanan bawah ke atas lalu ke
samping kiri kemudian turun ke kiri bawah mengikuti anatomi kolon asenden,
transversum dan desenden. Latihan pijat I love U hanya diberikan pada residen 2
kali karena lebih nyaman dengan menggunakan latihan mengayuh sepeda dan
untuk lebih melihat manfaat dari latihan mengayuh sepeda.
Setelah dijelaskan pada tanggal 14 Mei 2013 residen mau untuk latihan mengayuh
sepeda setiap hari. Setiap hari sebelum dan sesudah melakukan latihan residen di
lakukan pengukuran TTV dan pemantauan keadaan umum residen. Residen
melakukan latihan mengayuh sepeda sehari sekali biasanya dilakukan selama 30
menit. Namun, pada awalnya residen hanya mampu 15 menit, lalu setiap hari
menambah waktu 5 menit sesuai kemampuan residen hingga residen kuat menjadi
30 menit. Latihan dilakukan terkadang siang atau sore hari. Residen secara
perlahan dan hati-hati saat menaiki sepeda. Setelah merasa nyaman residen mulai
mengayuh sepeda. Residen malakukan latihan mengayuh sepeda dengan posisi
tegak, kepala menghadap ke depan dan terkadang sambil menonton TV. Kaki
mengayuh sepeda dan kecepatan sesuai dengan kemampuan klien tidak terlalu
cepat dan tidak terlalu lambat. Posisi tangan lemas dan disesuaikan dengan
pegangan yang ada pada sepeda.
Selain itu, sebelumnya penulis juga mengkaji kebiasaan rutin BAB yang selama
ini residen lakukan dan mengkaji riwayat konstipasi sebelumnya yang pernah
dialami oleh residen. Perawat memantau pemberian obat residen yang sedang
dikonsumsi untuk mengetahui apakah obat yang sedang dikonsumsi merupakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
36
jenis obat yang memiliki faktor risiko terhadap konstipasi. Selanjutnya penulis
juga selalu memotivasi residen agar memakan sayur dan buah yang diberikan oleh
pihak sasana, residen juga diberikan reinforcement positif karena residen sudah
baik selalu minum air putih dan memotivasi agar tetap minum air putih yang
banyak, karena lansia cenderung mengalami risiko kekurangan cairan. Residen
juga diajarkan agar tidak mengedan saat BAB.
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur
pada residen adalah melakukan masase punggung pada Residen. Namun, ternyata
setelah masasse punggung dilakukan sebanyak 3 kali ternyata residen langsung
tidur sehingga pada malam hari residen tidak bisa tidur karena sudah tidur pada
siang hari. Sehingga implementasi yang dilakukan berupa membatasi residen agar
tidak tidur di siang hari dengan mengajak residen beraktifitas saat siang hari yaitu
dengan bermain sepeda atau berbincang dengan mahasiswa. Di pagi hari residen
dimotivasi untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh STW seperti
senam dan angklung. Residen juga diajarkan tekhnik relaksasi berupa tekhnik
napas dalam. Residen dianjurkan untuk mandi dengan air hangat saat sore hari dan
memberikan reinforcement positif jika residen sudah beraktivitas pada siang hari
dan tidak tidur siang.
Selanjutnya, implementasi yang dilakukan adalah untuk menyelesaikan masalah
keperawatan risiko jatuh berupa memotivasi residen untuk berjalan tegap dan
tidak di seret saat berjalan. Residen diajarkan penggunaan alat bantu jalan berupa
walker setelah sebelumnya dilakukan pengkajian untuk mengetahui alasan residen
tidak ingin menggunakan walker. Residen juga dilatih balance exercise untuk
meningkatkan keseimbangan. Balance exercise yang diajarkan ke residen sampai
nomor 4. Residen merasa kesulitan saat melakukan latihan balance exercise.
Residen diajarkan untuk mengangkat kaki agar tidak di seret saat berjalan dan
berjalan dengan tegap serta pandangan lurus ke depan. Latihan berjalan tegap ini
selalu di motivasi saat residen ingin berjalan menuju ruang wijaya kusuma saat
ingin mengayuh sepeda atau jika residen menuju ruang pendopo atau dapur.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
37
Selain itu, penulis selalu memotivasi residen untuk ikut kegiatan yang diadakan di
STW agar dapat meningkatkan kekuatan otot. Residen juga dilatih ROM secara
aktif pada bagian ekstremitas bawah dan atas untuk meningkatkan kekuatan otot.
Dengan adanya latihan yang diberikan kepada residen, residen semangat dan
menambah jadwal latihan pribadi yaitu fitness dengan angkat beban untuk
kekuatan otot ekstremitas atas.
Implementasi berupa peningkatan aktivitas dengan adanya jadwal rutin melalukan
gerakan mengayuh sepeda selain dapat menyelesaikan masalah konstipasi juga
dapat meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas bawah sehingga dapat
menyelesaikan masalah hambatan mobilitas fisik dan risiko jatuh. Selain itu,
aktivitas di siang hari juga dapat membatasi istirahat pada klien di siang hari
sehingga dapat menajadi salah satu implementasi dalam mengatasi masalah
gangguan pola tidur pada residen.
3.5
Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap hari oleh mahasiswa dengan mencatatnya di catatan
perkembangan klien setiap harinya. Hasil evaluasi terhadap implementasi latihan
gerakan mengayuh sepeda yang dilakukan residen selama mahasiswa praktik
residen mengatakan buang air besarnya menjadi lancar, tidak keras dan menjadi
lebih rutin yaitu setiap sehari sekali atau 2 hari sekali. Residen mengatakan
perutnya tidak sakit lagi setelah buang air besar lancar. Residen mengatakan
senang karena dapat memiliki kegiatan baru yang bermanfaat dan setiap latihan
mengayuh sepeda dapat bertemu dengan residen lainnya.
Hasil evaluasi secara objektif perut residen terlihat tidak membuncit kembali,
perut terlihat rata, adanya peningkatan suara bising usus yaitu 4-5x/menit, residen
juga terlihat lebih segar setelah melakukan gerakan mengayuh sepeda. Hasil
palpasi juga menunjukkan tidak teraba adanya massa feses di kuadran 4 setelah
residen dapat defekasi dengan lancar. Selain itu, residen sudah dapat memasukkan
jadwal latihan mengayuh sepeda menjadi kegiatan rutin sehingga tidak perlu
diingatkan maka residen akan bermain sepeda sendiri sesuai dengan jadwal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
38
Berdasarkan hasil evaluasi dapat dianalisa bahwa latihan mengayuh sepeda secara
rutin dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan otot abdomen sehingga residen
dapat BAB secara rutin dan tidak ada keluhan kesulitan BAB. Selain itu, dengan
adanya peningkatan aktivitas juga dapat mengatasi masalah konstipasi pada
residen. Rencana tindak lanjut untuk mengatasi masalah konstipasi pada residen
adalah memotivasi dan memberikan reinforcement positif kepada residen untuk
melakukan latihan gerakan mengayuh sepeda setiap hari agar masalah konstipasi
tidak terulang. Selain itu, menyarankan residen jika memungkinkan untuk
membeli buah agar dapat meningkatkan serat yang dikonsumsi.
Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah
gangguan pola tidur saat dilakukan massase punggung, residen mengatakan
merasa lebih nyaman dan langsung ngantuk setelah di berikan massase. Residen
mengatakan meskipun tidak tidur siang, malam sering terbangun pada malam hari
untuk BAK meskipun residen sudah membatasi asupan cairan sebelum tidur.
Residen mengatakan masih merasa pusing dan tidak bisa tidur di malam hari.
Secara objektif evaluasi yang didapat berupa hasil tekanan darah residen normal
cenderung rendah setiap harinya, yaitu 90-130/60-80 mmHg, residen sudah mulai
terlihat lebih rajin mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW. Mata residen
terkadang terlihat merah saat pagi hari dan terlihat lemas tak berdaya karena
malam tidak bisa tidur.
Berdasarkan hasil evaluasi, analisa yang didapat massase punggung dapat
membuat residen merasa kantuk dan ingin tertidur tetapi tidak dapat
menyelesaikan masalah gangguan pola tidur yang dialami lansia. Hal ini
dikarenakan pada malam hari residen tetap tidak bisa tidur karena pada siang hari
sudah tidur. Peningkatan aktivitas juga tidak dapat menyelesaikan masalah karena
terkadang residen tetap kantuk di siang hari dan tetap ingin tidur siang. Oleh
karena itu, rencana tindak lanjut yang diberikan berupa tetap memotivasi klien
untuk melakukan aktvitas di siang hari kepada residen, memberikan terapi
relaksasi di saat mau tidur agar residen dapat tidur di malam hari.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
39
Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan terkait risiko jatuh data objektif
berupa tidak terjadinya kejadian jatuh pada residen, residen berjalan sudah
diangkat meski harus di motivasi, residen juga mampu melakukan latihan ROM
secara aktif.
Sementara data subjektif didapatkan residen mengatakan
keseimbangan memang kurang, jalan degan kaki diangkat lebih enak namun takut
jatuh, tanda-tanda vital menunjukkan dalam keadaan baik.
Namun, residen masih jarang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh STW
terlebih jika sedang pusing dan mengeluh malam tidak bisa tidur. Oleh karena itu
dibutuhkan motivasi untuk megajak residen mengikui kegiatan STW. Hasil
analisa di dapatkan peningkatan aktivitas dan latihan mengayuh sepeda dapat
meningkatkan kekuatan otot pada kaki dan latihan beban dapat meningkatkan
kekuatan otot tangan namun risiko jatuh pada residen tetap ada. Oleh karena itu,
sebagai rencana tindak lanjut yaitu memotivasi residen agar mengikuti kegiatan
yang diadakan dan latihan ROM. residen juga di sarankan untuk berjalan tegap
dan berusaha mencari pegangan saat berjalan agar tidak jatuh dan motivasi residen
untuk penggunaan alat bantu jalan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISA SITUASI
4.1
Profil Lahan Praktek
Adanya panti werdha di tengah perkotaan menjadi tepat sebagai salah satu
alternatif hunian yang menyenangkan bagi lansia yang ada diperkotaan. Hal ini
dikarenakan seiring berjalannya waktu telah terjadi perubahan pola hubungan
sosial, budaya dan ekonomi yang mempengaruhi gaya hidup dan hubungan
kekeluargaan terutama pada masyarakat perkotaan. Kecenderungan orang tua
hidup tidak bersama-sama dengan anaknya yang sudah berkeluarga semakin
banyak
dijumpai
pada
lingkungan
masyarakat
kota,
khususnya
yang
perekonomiannya cukup baik.
Kehidupan di kota-kota besar menuntut kemandirian dan bentuk keluarga kecil
(nuclear family), sedangkan pola keluarga luas (extended family) dirasakan
semakin tidak sesuai dengan cara hidup masyarakat terutama di perkotaan.
Padahal kondisi fisik, sosial dan psikologis lansia membutuhkan layanan dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari, disamping kebutuhan untuk bersosialisasi
(Jafar, 2010). Oleh karena itu adanya keberaaan hunian bersama yang
menyediakan pelayanan dan kemudahan bagi para lansia sangat dibutuhkan
khususnya di perkotaan
Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Ria Pembangunan merupakan salah
satu hunian yang ada di wilayah perkotaan. STW ini berlokasi di Jln. Karya
Bhakti No. 2 Cibubur, Jakarta Timur dan merupakan STW yang bersifat swasta.
STW Karya Bhakti Ria Pembangunan ini dimiliki dan dikelola oleh Yayasan Ria
Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto dan
diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. STW Karya Bhakti Ria Pembangunan
merupakan institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan khusus
kepada generasi lanjut usia.
40
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
41
STW ini memiliki slogan sebagai hunian pilihan lanjut usia masa kini. Melalui
slogan tersebut STW berharap para lansia yang ada di sana menyadari bahwa
menjadi tua patut disyukuri dan bahagia di hari tua merupakan pilihan hati.
Dengan demikian, lansia yang tinggal di STW tidak ada kesan menyesal,
keterpaksaan ataupun merasa terkucilkan.
STW ini merupakan hunian yang menggunakan sistem pelayanan perawatan
jangka panjang gabungan antara konsep nursing home, adult day care dan
resedntial care facilities (RCFs). Pada konsep RCFs STW ini memiliki ciri yang
sama dengan contoh dari RCFs yakni assisted living dimana terlihat bahwa di
STW ini sebagian besar dihuni oleh lansia yang masih mandiri, lansia tinggal di
kamar pribadi mereka masing-masing dan lansia berhak mengikuti kegiatan sesuai
minat dan kemampuan lansia. Lansia ditingkatkan kemandiriannya di STW ini
kecuali bagi lansia yang memerlukan bantuan. Hal ini juga terlihat dari
persyaratan bagi lansia yang ingin masuk ke dalam STW yang harus dipenuhi
berupa lansia yang ingin masuk berusia diatas 60 tahun, sehat jasmani maupun
rohani, mandiri, ingin tinggal di STW atas keinginan sendiri, memiliki
penanggung jawab keluarga dan yang terpenting adalah tidak ada paksaan.
Persyaratan tersebut menunjukkan bahwa STW ini bukan saja diperuntukkan bagi
lansia yang mengalami kemunduran fisik atau sakit namun juga bagi lansia yang
sehat jasmani dan mandiri.
STW sebagai hunian juga memiliki fasilitas dan pelayanan yang diberikan untuk
peningkatan derajat kesehatan lansia. Pelayanan yang diberikan oleh STW bagi
para lansia berupa konsultasi ahli/ dokter, asuhan keperawatan, fisioterapi,
farmasi, rujukan RS dan kegawatdaruratan serta pelayanan sosial dan pembinaan
mental spiritual sesuai keyakinan. Selain itu, terdapat kegiatan harian yang rutin
diadakan oleh STW berupa senam, kegiatan seni tradisional angklung, bernyanyi,
kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun dan kegiatan
berbincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi. Di STW ini lansia
dapat memanfaatkan hobi yang dapat dilakukan melakui kegiatan yang ada di
STW dan ada rekreasi bersama, adanya pelayanan harian lanjut usia melalui
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
42
pemeriksaan kesehatan harian berupa pemeriksaan tanda-tanda vital dan
pelayanan individu maupun kelompok sesuai kebutuhan lansia.
Sebagai hunian STW ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana fasilitas hunian,
klinik werdha, fasilitas penunjang kesehatan lansia dan fasilitas lain yang
mendukung. Fasilitas hunian meliputi wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP,
wisma bungur kapasitas 25 kamar, wisma cempaka kapasitas 26 kamar dan wisma
dahlia dengan kapasitas 8 kamar. Fasilitas klinik werdha yaitu wisma wijaya
kusuma dengan kapasitas 3 kamar VIP dan bangsal rawat inap dengan 15 tempat
tidur. Selain itu juga terdapat klinik kesehatan selama 24 jam di wisma wijaya
kusuma. Fasilitas penunjang pelayanan lansia antara lain wisma soka, mawar,
kamboja dan kenanga. Fasilitas lain yang mendukung bagi kehidupan lansia
antara lain dapur, ruang cuci, ruang serba guna, perpustakaan dan pendopo.
STW ini menggunakan konsep nursing home untuk sebagian wisma. Konsep
nursing home terlihat dari adanya fasilitas klinik yang menangani masalah medis
selama 24 jam penuh dan terlihat pada wisma wijaya kusuma. Dimana pada
wisma ini, sebagian besar lansia membutuhkan perhatian dan pengawasan oleh
perawat selama 24 jam penuh dan lansia yang berada di wisma ini sebagian besar
hidupnya memiliki ketergantungan kepada caregiver atau perawat dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena memiliki kemunduran kemampuan fisik
akibat ketidakstabilan kondisi fisik maupun psikologis.
Perawatan medis dan keperawatan yang diberikan d wisma ini sudah sesuai
dengan konsep nursing home, namun mungkin perlu adanya pengorganisasian
terhadap program infeksi, pencegahan masalah kulit dan risiko jatuh pada klien.
Jika di STW ini menggunakan konsep nursing home seharusnya menyediakan
makanan sesuai diet yang dibutuhkan residen, namun dalam pelaksanaannya
semua residen mendapatkan menu yang sama. Selain itu, seharusnya dalam wisma
ini juga memiliki pengawasan dari perawat registered nurse atau licensed
practical nurse.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
43
Konsep adult day care juga terlihat di STW ini dimana pada hari selasa, kamis
dan sabtu ada beberapa lansia yang datang ke STW untuk mengikuti kegiatan
yang diadakan STW sebagai pelayanan sosial dan kesehatan. Lansia ini tergabung
dalam suatu perkumpulan yang dikenal dengan istilah PHLU (Pelayanan Harian
Lanjut Usia), partisipan mendapatkan pelayanan sosial dan kesehatan berupa
kegiatan bersama dan pemeriksaan kesehatan di klinik.
Konsep RCFs juga terlihat di STW ini, mulai dari slogan yang dimiliki bahwa
STW ini adalah pilihan hunian masa kini menunjukkan bahwa STW merupakan
sebuah kediaman. Konsep ini terlihat pada beberapa wisma, yakni wisma
cempaka, dahlia dan bungur. Wisma Bungur adalah salah satu wisma di STW ini
yang menggunakan konsep RCFs. Wisma ini terdiri dari 25 faslitas kamar untuk
residen, terdapat ruang makan, TV untuk lansia bersosialisasi, adanya laundry dan
dapur. Fasilitas tersebut menunjukkan fasilitas dasar yang harus dimiliki oleh
hunian yang menggunakan konsep RCFs. Selain itu, fasilitas lain berupa
tersedanya makanan dan snack bagi residen meskipun belum sesuai dengan menu
diet masing-masing lansia, adanya aktivitas edukasi, sosial, pelayanan kesehatan
dan kegiatan untuk hobi para lansia.
Pada wisma ini terdapat 20 lansia dimana sebagian besar yakni 13 lansia masih
memiliki tingkat kemandirian yang tinggi sementara 7 lansia lainnya tergantung
sehingga membutuhkan caregiver untuk membantu memenuhi kebutuhan seharihari. Konsep RCFs terlihat dalam wisma ini dimana wisma ini merupakan hunian
bagi residen yang mandiri dan masih mampu merawat dirinya meskipun ada
beberapa residen yang membutuhkan bantuan caregiver. Di wisma ini
peningkatan kemandirian dan kemampuan lansia diutamakan bagi lansia yang
masih mampu dan tidak ada pemaksaan kegiatan bagi setiap residen.
Konsep yang digunakan oleh STW ini sudah baik karena selain sebagai hunian
yang nyaman bagi lansia kesehatan para lansia yang berada di dalamnya juga
diperhatikan dengan adanya klinik selama 24 jam dan pemeriksaan kesehatan
lansia setiap harinya. Hal ini dikarenakan fasilitas kesehatan yang ada di STW ini
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
44
tidak saja diperuntukkan bagi lansia yang kondisi fisiknya lemah di wisma wijaya
kusuma saja, namun fasilitas klinik dapat dinikmati oleh semua lansia yang ada
diwisma lain. Selain itu, adanya kegiatan yang dilaksanakan setiap hari oleh STW
menjadi alternatif pilihan kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia sehingga
lansia tidak merasa bosan dan dapat bersosialisasi dengan lansia lainnya.
Oleh karena adanya penggabungan beberapa konsep yang berbeda dalam STW ini
namun dalam satu manajemen yang sama sehingga tidak terlihat secara nyata
konsep yang digunakan sebagai pelayanan perawatan kesehatan yang digunakan
oleh STW. Selain itu, kegiatan bagi lansia yang diadakan di STW belum
dibedakan berdasarkan kemampuan lansia, sehingga bagi lansia yang tidak
mampu tidak ada kegiatan pengganti sebagai peningkatan derajat kesehatan.
Penempatan lansia yang ada STW ini belum dibedakan berdasarkan kebutuhan
lansia, sehingga untuk masing-masing wisma tidak terlihat perbedaan konsep
yang digunakan. Jika memang ingin menggunakan konsep yang berbeda untuk
setiap wisma sebaiknya ada manajemen yang berbeda sehingga pelayanan yang
diberikan kepada lansia juga dapat maksimal.
4.2
Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Kasus
Bpk. B (78 tahun) mengatakan mengalami konstipasi atau sulit buang air besar
saat dilakukan pengkajian. Biasanya residen jika sudah tidak BAB selama 4-5 hari
akan meminta laksadine kepada perawat untuk menangani masalah konstipasi
yang terjadi. Masalah konstipasi yang terjadi pada residen dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain kurangnya asupan serat dan kurangnya aktivitas. Hal ini
seperti yang dijelaskan oleh Stanley (2006) bahwa konstipasi dapat terjadi akibat
penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot panggul
dan abdomen serta defisiensi asupan serat dan cairan.
Asupan serat yang didapat oleh residen hanya berasal dari makanan yang
disediakan oleh STW. Sementara dari STW makanan yang diberikan seratnya
tidak mampu mencukupi kebutuhan residen. Setiap pagi residen diberikan sarapan
berupa nasi dan lauk pauk, hanya pada siang dan malam hari biasanya residen
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
45
mendapatkan asupan serat dari buah dan sayur. Residen jarang membeli makanan
di luar sehingga serat yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan residen.
Padahal kebutuhan lansia akan serat sangat penting, yaitu 20-35 gram serat
perhari untuk menjaga fungsi normal defekasi (Folden, 2002). Akibat serat yang
kurang maka waktu transis feses dalam usus semakin lama, motilitas usus
semakin menurun dan produksi bulk atau penggembur menurun sehingga
menyebabkan konstipasi.
Selain itu, aktivitas yang kurang pada residen menyebabkan residen mengalami
konstipasi. Residen berjalan di seret, jarang mengikuti kegiatan yang diadakan
STW dan beraktivitas hanya untuk kebutuhannya sehari-hari seperti makan, mand
dan berpakaian. Aktivitas yang kurang dan residen hanya banyak duduk dan
tiduran menyebabkan residen mudah mengalami konstipasi. Residen mengalami
konstipasi sudah sering sejak tahun 2010. Aktivitas yang kurang pada residen dan
adanya riwayat konstipasi menyebabkan kelemahan pada otot pelvis dan otot
abdomen sehingga peristaltic usus menjadi lemah dan menyebabkan konstipasi.
Selain akibat kurangnya serat dan aktivitas, faktor risiko dari obat-obatan yang
dikonsumsi oleh residen juga dapat menyebabkan residen berisiko mengalami
konstipasi berulang. Residen mengkonsumsi obat THP (Trihexyphenidyl) dimana
obat ini merupakan salah satu jenis obat antikolinergik yang merupakan salah satu
jenis obat faktor risiko penyebab konstipasi. Berdasarkan patofisiologisnya
konstipasi yang dialami oleh residen adalah konstipasi NTC (Normal Transit
Constipation) dimana residen mangalami perasaan kesulitan dalam defekasi. Hal
ini dikarenakan konstipasi yang dialami oleh residen sesuai dengan penyebab
konstipasi NTC yakni karena tidak aadekuatnya asupan cairan dan serat, kurag
aktivitas dan adanya kelemahan otot-otot abdominal. Oleh karena itu intervensi
yang diberikan kepada residen berupa penanganan noninvasive yaitu dengan
peningkatan asupan cairan dan serat, meningkatkan aktivitas dan pengaturan pola
defekasi secara regular.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
46
4.3
Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Pada lansia konstipasi dapat disebabkan karena adanya dua mekanisme.
Mekanisme yang pertama yaitu disfungsi motilitas usus atau yang disebut dengan
dismotility yaitu keadaan dimana gagalnya koordinasi aktivitas untuk pergerakan
feses menuju kolon. Mekanisme ini biasanya dihubungkan dengan faktor diet,
obat-obatan, penyakit sistemik. Mekanisme yang kedua mencakup disfungsi otot
pelvis yang hasilnya adalah tidak adekuatnya melakukan defekasi (McCrea,
2008). Oleh karena itu, dibutuhkan latihan untuk meningkatkan fungsi motilitas
usus dan kekuatan fungsi otot pelvis. Latihan mengayuh sepeda adalah salah satu
jenis latihan yang dapat digunakan karena selain dapat meningkatkan kekuatan
otot pelvis juga peningkatan kekuatan pada abdomen sehingga menyebabkan
peningkatan fungsi peristaltik usus. Latihan mengayuh sepeda pada sepeda statis
merupakan salah satu tipe latihan yang dapat di lakukan untuk meningkatkan
fungsi defekasi (Folden, 2002).
Bersepeda statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah sehingga
dapat menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini
dapat mencegah konstipasi. Selain itu, Ramus (2011) menyebutkan bahwa latihan
sepeda statis dapat menguatkan otot pelvis. Dengan adanya peningkatan kekuatan
otot pelvis maka konstipasi dapat dicegah.
Griffin (2010) menjelaskan bahwa latihan 30 hingga 60 menit latihan mengayuh
sepeda 3 sampai 4
kali dalam seminggu efektif sebagai perawatan untuk
mencegah konstipasi. Hal ini terlihat manfaatnya saat residen latihan mengayuh
sepeda selama 30 menit dan dilakukan rutin setiap hari residen mengatakan BAB
lancar dan tidak keras. Menurut residen latihan ini selain bermanfaat untuk
mencegah konstipasi juga sebagai alternative olahraga yang dapat dipilih karena
dapat menghasilkan keringat dan menjadi segar setelah melakukan latihan
mengayuh sepeda. Selama 7 minggu praktik dan residen melakukan latihan
mengayuh sepeda, residen tidak membutuhkan laksatif untuk BAB. Selain itu,
pola BAB residen juga semakin baik yaitu setia 1-2 hari sekali residen BAB tanpa
harus mengedan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
47
Residen melakukan latihan mengayuh sepeda dengan sepeda statis, posisi badan
tegap pandangan lurus ke depan dan kaki mengayuh dengan posisi sedel yang
tidak dapat diubah. Agar latihan mengayuh sepeda lebih maksimal seharusnya
dapat digunakan sepeda statis yang posisi tempat duduknya bisa di ubah sehingga
residen dapat mengatur jarak kaki dengan pedal. Selain itu, seharusnya dalam
bermain sepeda statis beban atau kecepatan dapat diatur sehingga dapat
memaksimalkan gerakan dan meningkatkan kekuatan otot yang digunakan.
4.4
Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan
Alternatif pemecahan atau intervensi lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah konstipasi selain gerakan mengayuh sepeda dengan sepeda statis dapat
berupa peningkatan aktivitas dengan berjalan, massase abdomen atau dengan
pijat I Love U, serta peningkatakan asupan serat dan cairan. Peningkatan aktivitas
dengan berjalan selama 20 sampai 30 menit khususnya setelah makan sangat
membantu untuk mencegah konstipasi (Touhy & Jett, 2010).
Massase abdomen dan latihan peningkatan tekanan pada abdomen dapat
mencegah konstipasi karena dapat menstimulasi usus untuk meningkatkan
peristaltik sehingga dapat mempercepat gerakan makanan dan cairan melewati
usus dengan lancar (Fawlkes, 2012).
Massase abdomen dapat menstimulasi
peristaltic, menurunkan waktu transit feses dalam kolon, meningkatkan frekuensi
defekasi dan menurunkan perasaan tidak nyaman (Sinclair, 2010). Massase
abdomen ini tidak dapat dilakuka pada lansia yang memiliki obstruks abdomen,
adanya massa di abdomen, perdarahan intestinal, hernia, dan kurang 6 minggu
menjalani bedah abdomen. Massase abdomen dapat dilakukan dengan 10 cara.
Cara yang pertama adalah effleurage dari seluruh abdomen sebanyak 10 kali,
kemudian effleurage dari rektus adominis, luar dan dalam miring dan otot
tranversum abdomen masing-masing sebanyak 10 kali. Selanjutnya lakukan
remas-remas pada abdomen sebanyak 3 kali dan gerakan effluarage memutar
melewati kira-kira batas kolon sebanyak 10 kali, kemudian vibrasi dari usus halus
hingga besar selama satu menit atau lebih dan dilanjutkan dengan gerakan
pengulangan pada gerakan keempat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
48
Selanjutnya remas pada kolon dengan memijat menggunakan telapak tangan atau
jempol selama satu menit atau lebih yang dilanjutkan dengan ptrissage dan vibrasi
pada kolon tersebut lalu ulangi kembali gerakan effleurage memutar kembali pada
kolon. Massase abdomen ini akan efektif setelah 10 hari dilakukan massase
abdomen dan dirasakan manfaatnya setelah 7-10 hari massase abdomen
dihentikan (Sinclair, 2010). Massase abdomen juga dapat dengan gerakan
membentuk huruf I L dan U atau yang biasa disebut I Love U, dimana gerakan
yang dilakukan adalah melakukan massase pada abdomen dengan megikuti pola
kolon. Gerakan ini bertujuan untuk mendorong feses dan meningkatkan peristaltic
usus.
Selain dengan latihan, konstipasi juga dapat diatasi dan dicegah dengan
peningkatan asupan serat dan cairan. Asupan serat yang tinggi dapat menjadi
laksatif alami yang dapat dikonsumsi saat mengalami konstipasi dan lebih aman
oleh tubuh. Contoh resep laksatif alami yang dapat dibuat berasal dari kismis,
kurma, prune, buah ara dan kurma. Kemudian semua buah di hancurkan dan di
campur menjadi satu lalu dapat disimpan dalam kulkas. Kemudian dapat langsung
di minum atau ditambahkan beberapa buah kering. Laksatif alami ini dapat
menjadi alternative laksatif tanpa menggunakan bahan kimia sehingga lebih sehat
bagi tubuh (Ebersole, 2009). Resep laksatif alami lainnya dapat berasal dari bran,
sari buah apel dan jus prune yang di campur menjadi satu lalu disimpan dalam
kulkas sehingga dapat dkonsumsi setiap hari. Laksatif alami ini dapat menjadi
makanan atau minuman selingan sebagai pengganti snack bagi lansia di STW.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti Ria Pembangunan adalah salah satu
jenis pelayanan perawatan kesehatan lansia di perkotaan yang menggunakan
konsep gabungan antara nursing home, adult day care centre dan residential care
facilities. Pelayanan yang diberikan dalam STW ini meliputi pelayanan kesehatan,
peningkatan kemandirian lansia, pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan adanya
kegiatan yang dapat diikuti lansia agar dapat bersosialisasi. Pelayanan kesehatan
yang diberikan selama 24 jam bertujuan unuk meningkatkan derajat kesehatan
lansia. Meskipun demikian, masalah kesehatan pada lansia tetap terjadi karena
adanya penurunan fungsi dan sistem organ yang terjadi secara alamiah dalam diri
lansia.
Penurunan sistem dan fungsi ini terjadi hampir di setiap sistem tubuh yang ada
pada lansia, salah satunya adalah sistem gastrointestinal. Akibat adanya perubahan
ini dan di dukung oleh beberapa faktor risiko banyak terjadi masalah kesehatan
pada sistem gastrointestinal lansia, salah satunya adalah masalah konstipasi.
Masalah konstipasi yang ada di STW ini salah satunya dialami oleh residen yakni
Bpk. B (78 tahun) yang berada di wisma bungur.
Masalah konstipasi yang dialami oleh residen disebabkan karena kurangnya
asupan serat, kurang aktivitas dan adanya faktor risiko dari obat-obatan yang
dikonsumsi oleh residen. Residen mengkonsumsi serat hanya dari sayur dan buah
yang disediakan oleh STW, namun jumlah serat yang dikonsumsi masih kurang
dari kebutuhan. Selain itu, aktivitas residen yang jarang mengikuti kegiatan senam
di pagi hari, terlihat berjalan dengan gaya di seret dan beraktivitas hanya di sekitar
kamar menyebabkan residen sering mengalami konstipasi. Konstipasi yang
dialami oleh residen ini sudah sering dialami oleh residen sejak tahun 2010. Saat
pengkajian residen mengeluhkan sulit BAB sejak 3 hari dan biasanya jika sudah
4-5 hari tidak BAB, residen meminta laksadine agar BAB nya lancar. Selain itu,
49
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
50
data objektif menunjukkan perut residen terlihat membuncit, adanya penurunan
motilitas usus dan teraba keras di kuadran ke 4 saay dilakukan palpasi abdomen.
Selain itu, berdasarkan hasil pengkajian lebih lanjut residen juga mengalami
masalah lain yakni ganguan pola tidur dan risiko jatuh.
Asuhan keperawatan diberikan kepada residen selama 7 minggu mahasiswa
berpraktik di wisma tersebut untuk mengatasi masalah yang terjadi pada residen.
Implementasi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah gangguan pola
tidur pada residen berupa massage punggung dan pembatasan waktu tidur di siang
hari dengan meningkatkan aktivitas. Sementara untuk menyelesaikan masalah
risiko jatuh Bpk. B (78 tahun) diajarkan untuk balance exercise dan latih jalan
tegap tanpa diseret.
Penyelesaian masalah konstipasi yang menjadi masalah utama pada residen
dilakukan dengan pemberian intervensi berupa peningkatan pengetahuan residen
terkait konstipasi, memotivasi untuk meningkatkan asupan serat dan cairan serta
meningkatkan latihan berupa latihan mengayuh sepeda, dan mengajarkan massage
abdomen pada residen.
Latihan mengayuh sepeda yang dilakukan residen untuk mengatasi maslah
konstipasi dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan abdomen sehingga dapat
mempercepat proses peristaltic pada usus sehingga memperpendek waktu transit
feses dalam usus, dan dapat melancarkan proses defekasi. Selain itu, bersepeda
statis menyebabkan adanya pergerakan tubuh bagian bawah sehingga dapat
menyebabkan evakuasi secara tepat saat defekasi dan secara umum hal ini dapat
mencegah konstipasi. Manfaat ini dirasakan oleh residen selama residen
melakukan latihan mengayuh sepeda.
Residen mengatakan BAB lebih lancar dan teratur, perut tidak sakit, feses tidak
keras sehingga tidak perlu mengejan setelah beberapa hari secara rutin melakukan
latihan mengayuh sepeda. Selain itu, residen juga terlihat lebih segar, perut
menjadi rata dan adanya peningkatan bising usus pada residen. Oleh karena itu,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
51
berdasarkan hasil evaluasi dapat dianalisa bahwa latihan mengayuh sepeda secara
rutin dapat meningkatkan kekuatan otot pelvis dan otot abdomen sehingga residen
dapat BAB secara rutin dan tidak ada keluhan kesulitan BAB.
Latihan mengayuh sepeda ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi pada
asuhan keperawatan untuk menyelesaikan masalah konstipasi pada lansia. Selain
itu, intervensi lain yang dapat diberikan berupa massage abdomen, peningkatan
aktivitas dan pemberian laksatif alami karena lebih aman bagi tubuh dengan tetap
meningkatkan asupan serat dan cairan bagi lansia yang mengalami masalah
konstipasi.
5.2
Saran
1. Sebaiknya pengkajian pada lansia yang mengalami konstipasi dilakukan
secara lengkap, selain pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, faktor risiko
seperti obat-obatan yang sedang dikonsumsi, kebiasaan BAB sebelum
mengalami konstipasi.
2. Sebaiknya sebelum memberikan intervensi keperawatan kepada klien
terkait konstipasi kaji terlebih dahulu tingkat pengetahuan klien dan
jelaskan secara singkat kepada klien terkait konstipsi, perawatan dan
komplikasi agar klien dapat melaksanakan program atau intervensi yang
akan dilakukan
3. Sebaiknya untuk mengatasi masalah konstipasi pada lansia tidak langsung
diberikan laksatif atau secara farmakologi karena pada lansia salah satu
penyebab konstipasi adalah terjadi penurunan fungsi dan sistem
gastrointestinal serta penurunan kekuatan otot sehingga lebih baik
dilakukan pengutan otot dan fungsi sistem gastrointestinal agar masalah
konstipasi tidak sering terjadi kembali
4. Sebaiknya untuk menyelesaikan masalah gangguan pola tidur pada lansia
diberikan saat lansia ingin tidur malam atau sore hari karena jika diberikan
pada siang hari misalnya massage punggung maka lansia akan tidur di
siang hari dan saat malam hari tetap tidak dapat tidur
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
52
5. Sebaiknya disediakan air hangat di kamar mandi lansia karena mandi air
hangat dapat meningkatkan vaskularisasi dan lansia akan merasa lebih
rileks sehingga lansia akan mudah tidur di malam hari
6. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait latihan mengayuh
sepeda untuk menangani masalah konstipasi pada lansia. Penelitian dapat
dilakukan dengan membandingkan lansia yang melakukan latihan setiap
hari dan yang tidak atau dengan membandingkan jenis sepeda yang efektif
dapat digunakan lansia untuk menangani masalah konstipasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Administrator of JBI. (2008). Management of constipation in older adults.
Evidence based information sheets for health professionals The Joanna
Briggs Institute. Vol. 12 ISSN: 1329-1874.
Affandi,, Moch. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk lanjut usia
memilih untuk bekerja. Journal of Indonesian Applied Economics.
Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya. Vol 3 No. 2 Oktober 2009,99100.
Arenson, Christine, et al. (2009). Reichel’s care of the elderly clinical aspects of
aging. Sixth edition. Cambridge : Cambridge University Press.
Arisman. (2004). Gizi dalam daur kehidupan: buku ajar ilmu gizi. Jakarta: EGC.
Darmojo,R. B & Martono, H.H. (2006). Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut (Edisi
ketiga). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ebersole, P., Hess,P., Touhy,T.,Jett,K. (2009). Gerontological nursing &health
aging.2 nded. St. Louis, Missouri: Mosby, Inc.
Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Fawlkes, Frank G. (2012). Preventing constipation by doing abdominal massage
and
increasing
abdominal
preeure
exercise.
Style
sheet:
http://amzn.to/14fPML3. Diunduh tanggal 28 Juni 2013.
Fitriani, Imel. (2011) Hubungan asupan serat dan cairan dengan kejadian
konstipasi pada lanjut usia dip anti sosial sabai nan aluih sicincin tahun
2010. [Penelitian]. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
53
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
54
Folden, S.L., et al. (2002). Practice guidelines for the management of constipation
in adults. Rehabilitation nursing foundation.
Gallagher, et al. (2008). Management of chronic constipation in elderly. ProQuest
Health& Medical Complete. Pg. 807.
Gallegos, J.F., et al. (2012). Chronic constipation in the elderly. The American
Journal of gastroenterology. Vol 107:18–25; doi: 10.1038/ajg.2011.349.
Griffin, Sharin. (2010). Constipation and Bicycling exercise. Style sheet:
http://www.livestrong.com/article/339069-constipation-bicycle-exercise/
di unduh pada tanggal 23 Juni 2013.
Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International diagnosis keperawatan:
definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Konsesus . Administrator. (2010). Konsensus Nasional Penatalaksanaan 2010.
Style sheet: 9 Juni 2013. http://activia.think.web.id/news.php?id=9
Lueckenotte, A. G. (2000). Gerontologic nursing.(2nd ed). Missouri: Mosby.
Liu, M.E., Wong, M.E. (1997). Health care for elderly people. Research and
library service division provisional legislative council secretariat. Vol
RP02/PLC.
McCrea, G.L.,et al (2008). Pathophysiology of constipation in older adult. World
Journal of Gastroenterol. Vol: ISSN 1007-9327.
Meiner, Sue E & Annette, G.L. (2006). Gerontological nursing.3thed. St. Louis
Missouri: Mosby.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
55
Miller, Carol A. (2004). Nursing for wellness in older adults: theory and practice.
Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkin.
Miller, Carol A. (2012). Nursing for wellness in older adults. Sixth Edition.
China: Lippincott Williams &Wilkin.
Muhammad N. (2010). Tanya jawab kesehatan harian untuk lansia. Yogyakarta:
Tunas Publishing.
Mulyani, Sri. (2010). Faktor-fakto yang berhubungan dengan kejadian konstipasi
lansia di RW II Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Semarang Timur
Semarang. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan Universitas Muhamadiyah Semarang.
OASIS.(2010). Exercise guide for knee replacement surgery. Vancouver Coastal
Health. Style sheet: www.vch.ca/oasis. Diunduh tanggal 28 Juni 2013.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses dan praktik. Edisi keempat. Jakarta: EGC.
Price, S.A. dan Wilson,L.M. (2002). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Ramus, Anne. (2011). Bridge: Pelvic floor fitness. Continence foundation of
Australia. ISSN 1836-8115).
Sinclair, Marubetts. (2010). The use of abdominal massage to treat chronic
constipation. Journal of Bodywork & Movement Therapies. Vol xx Pg. 110.
Soelistijani. (2002). Sehat dengan menu berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
56
Stanley, M., Blair, A.K., Beare, P.G. (2005). Gerontological nursing: promoting
successful aging with older adults. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. (Juniarti, Nety et.al.,
penerjemah). Jakarta: EGC.
Tariq, Syed H. (2007). Constipation in Long term care. American Medical
Directors Association. J Am Med Dir Assoc 2007;8: 209-218.
Toner, Francis & Claros, Edith. (2012). Preventing, assessing and managing
constipation in older adult. Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins.
Touhy, T.A. & Jett, K.F. (2010). Ebersole & Hess’ gerontological nursing &
healthy aging. 3rd ed. St. Louis Missouri: Mosby Elseiver.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Laporan Asuhan Keperawatan Individu Pada Opa B
Lansia di Wisma Bungur
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan
Oleh:
OKTARIYANI
0806334211
PROGRAM PROFESI 2013
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU KEPERAWATAN KESEHATAN LANSIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
NAMA PANTI : Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan
ALAMAT PANTI
I.
II.
: Cibubur-Jakarta Timur
IDENTITAS
A. Nama
: Opa B
B. Jenis Kelamin
: Laki-Laki
C. Umur
: 78 tahun
D. Agama
: Islam
E. Status Perkawinan
: Duda-Cerai
F. Pendidikan terakhir
: SMA
G. Pekerjaan
: Pegawai Swasta
H. Alamat rumah
: BSD-Tangerang
ALASAN KUNJUNGAN KE PANTI
Opa B masuk ke panti karena keinginan diri sendiri dan dukungan dari keluarga
baik dari mantan istri dan kedua anaknya. Alasan Opa B karena jika berada di
tempat ini lebih ada yang memperhatikan kesehatan dan kebutuhan sehari-hari
opa B. Selain itu Opa b merasa ingin sendiri agar dapat menemukan ketenangan
dan kebahagiaan di masa tuanya.
III.
RIWAYAT KESEHATAN
A. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini
Opa B mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit berat, semua hasil
pemeriksaan sebelum masuk ke STW dinyaakan normal. Namun selama 4
tahun berada di STW opa B telah 3 kali jatuh di kamar mandi. Saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 9 Mei 2013 opa B sedang batuk dan terdapat dahak,
tetapi opa B mengatakan tidak ada sesak dan mampu serta tidak kesulitan
untuk mengeluarkan dahaknya. Selain batuk saat pengkajian opa B
mengeluhkan sulit buang air besar, BAB terakhir pada hari senin tanggal 6
Mei 2013. Sebelumnya opa B menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami
kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1 jam dan berakibat
pusing serta sakit kepala. Jika sudah 4-5 hari opa B tidak BAB, opa B akan
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
meminta obat laxadine kepada perawat. Dan selama pengkajian selama 1
minggu opa B BAB sebanyak 1 kali yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei
Opa B BAB kembali pada tanggal 12 Mei 2013.
B. Masalah kesehatan keluarga/keturunan
Kedua orang tuan Opa B sudah meninggal, ayah dari opa B meninggal
karena masalah jantung dan ibu Opa B meninggal karena faktor usia. Opa B
mengatakan dalam kelaurganya tidak memiliki riwayat penyakit menular atau
keturunan.
IV.
KEBIASAAN SEHARI-HARI
A. Biologis
1.
Pola Makan
Opa B makan sehari 3 kali sesuai dari jadwal yang diberikan sasana. Opa
B selalu menghabiskan makanan yang diberikan. Opa B masih dapat
makan secara mandiri tanpa di bantu. Opa B tidak memilih-milih
makanan yang diberikan sehingga apapun makanan yang diberikan akan
sellau dihabiskan. Selain itu, opa B tidak pernah pergi keluar untuk
membeli makanan diluar. Menu yang diberikan oleh sasana biasanya di
pagi hari nasi dengan lauk seperti tahu/temped an sayur, jika di siang
hari nasi, ikan atau ayam, sayur dan buah, dan pada malam hari nasi,
lauk dan sayur dan menu serta porsi sudah disesuaikan oleh kebutuhan
lansia yang ada di sasana sehingga opa B juga selalu menghabiskan
makanan yang diberikan.
2.
Pola Minum
Opa B mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih, atau
kurang lebih 1500 cc air putih. Opa B mengatakan tidak minum kopi, teh
atau susu hanya air putih. Hal ini juga terlihat di kamar opa B tidak
terlihat adanya kopi, teh atau susu. Opa b mengatakan jika minum
banyak maka pada malam hari akan sering buang air kecil dan
mengganggu tidur opa B.
3.
Pola Tidur
Opa B mengatakan tidur biasanya dari jam 22.00-04.00 setiap
malamnya. Namun, saat dilakukan pengkajian pada hari senin tanggal 13
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Mei 2013 opa B mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at dan
memang beberapa waktu kebelakangan mengalami kesulitan tidur. Opa
B merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa pusing dan
lemas pada pagi hari. opa B tidur siang juga merasa tidak nyenyak
sehingga hanya berbaring saja jika apda siang hari. Pada malam hari opa
B sulit tidur ketika sudah terbangun untuk BAK dan sulit untuk memulai
tidur kembali. Selain itu, nampaknya opa B ada Sesuatu yang dipikirkan
sehingga sulit untuk tidur. Opa B juga mengatakan tidur jika hanya 1 jam
tidak merasa seperti tidur karena bangun masih pusing dan ini sudah
dialami kurang lebih 7 malam. Opa B mengatakan ingin memiliki tidur
yang nyenyak dan tidak pusing ketika bangun. Pada siang hari opa B
nampak mengantuk namun mengatakan sulit untuk tidur.
4.
Pola Eliminasi
Opa B mengatakan BAB tidak teratur. BAB biasanya opa B 2 hari
sekali, namun saat dilakukan pengkajian opa B mengatakan sudah hari
kesulitan untuk BAB, dan untuk BAB harus minum laxadine. BAB
sedikit keras sehingga terkadang perlu usaha mengejan. Untuk BAK opa
B mengatakan sering, sehari BAK dapat 8 kali atau lebih, jika malam
BAK terkadang bisa 3-4 kali sehingga mengganggu tidur opa B.
5.
Aktifitas Sehari-hari
Sehari-hari Opa B lebih banyak menghabiskan waktu untuk dudukduduk dan berbincang-bincang dengan mahsiswa atau opa-opa yang lain
di depan kamarnya. Opa B tidak memiliki caregiver, sehingga untuk
aktivitas mandi, makan, berpakaian dapat dilakukan sendiri, namun
untuk mencuci dan menjaga kebersihan kamar dilakukan oleh petugas
panti. Opa B sering mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pihak panti,
seperti senam, main angklung dan pengajian. Namun, kegiatan ini tidak
dilakukan setiap hari jika tidak pusing dan tidak malas saja opa B akan
mengikuti kegiatan. Jika pada malam hari opa B melakukan aktivitas
seprti menonton TV. Opa B mengatakan berjalan di seret karena opa B
merasa takut jatuh, opa B memiliki walker namun opa B mengatakan
tidak ingin menggunakannya karena opa B merasa masih kuat dan lebih
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
memilih untuk jalan di seret. Aktivitas opa B kurang, karena sebagian
besar aktivitas dilakukan duduk dan opa B jarang untuk berjalan-jalan.
6.
Rekreasi
Opa B mengatakan jika bosan biasanya opa B menonton TV atau
membaca koran. Opa B suka berbincang dengan mahasiswa atau teman
yang lain untuk mengurangi rasa jenh atau bernyanyi saat ada kegiatan
angklung.
B. Psikologis
1.
Keadaan Emosi
Keadaan emosi opa B stabil dan tenang, namun terkadang jika opa B
merasa ada sesuatu yang tidak cocok dengan dirinya opa B akan sedikit
berbicara lebih keras namun tidak sampai marah-marah. Saat dilakukan
pengkajian Geriatric Depression Scale sepertinya opa B menyimpan
masalah terkait keluarganya namun opa B belum mau untuk bercerita
dan opa B selalu memikirkan maslaah tersebut sehingga mengganggu
tidurnya.
C. Sosial
1.
Dukungan keluarga
Opa B mengatakan keluarga baik anak maupun mantan istri mendukung
opa B untuk tinggal di sasana karena akan lebih ada yang
memperhatikan baik masalah kesehatan maupun kebutuhan opa B jika
berada di sasana.
2.
Hubungan antar keluarga
Opa B mengatakan hubungan dengan anak-anak, cucu dan istrinya baikbaik saja. Sebulan sekali terkadang anak dan cucu opa B menjenguk dan
jika hari raya opa B dijemput untuk merayakan hari raya bersama.
3.
Hubungan dengan orang lain
Opa B mengatakan tidak memiliki masalah dengan teman yang ada di
sasana, semua berteman baik. Opa B nampak ramah kepada semua orang
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
jika bertemu dengan orang opa B akan menegur sapa dan memanggil
namanya. Opa b juga terlihat suka berbincang dengan siapa saja dan
tidak ada opa atau oma lain yang menjauhi atau bercerita buruk tentang
opa B.
D. Spiritual/Kultural
1.
Pelaksanaan ibadah
Opa sering mengikuti pengajian yang ada di wisma bungur. Opa B
mengatakan sholatnya masih bolong-bolong, terkadang opa B sering
lupa sholat dzuhur. Opa B sholat di dalam kamar dan tidak pernah pergi
ke mushola.
2.
Keyakinan tentang kesehatan
Opa B mengatakan bahwa dirinya merasa sehat, tidak ada yang sakit dan
selalu merasa bersyukur kepada Allah karena masih diberi kesehatan
hingga usianya yang sekarang.
E. Pemeriksaan Fisik
1.
2.
Tanda Vital
a.
Keadaan umum
: Baik
b.
Kesadaran
: Compos Mentis (sadar)
c.
Suhu
: 36⁰ C.
d.
Nadi
: 64x/menit
e.
Tekanan darah
: 130/80mmHg
f.
Pernafasan
: 22x/menit
g.
Tinggi badan
: 160 cm
h.
Berat badan
: 61 kg
Pemeriksaan dan kebersihan perorangan
a.
Kepala dan Leher
-
Keadaan dan penampilan umum kepala : kepala bulat, simetris,
tidak terdapat lesi
-
Keadaan dan penampilan umum rambut : rambut tipis, warna
rambut putih (beruban), tidak mudah dicabut, kulit kepala dan
rambut bersih (tidak ada kutu dan ketombe), rambut lurus
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
pendek, terdistribusi secara merata pada kulit kepala, tidak ada
lesi pada kulit kepala
-
b.
Pada leher, tidak ada pembesaran KGB dan vena jugularis.
Mata
-
Keadaan dan penampilan umum struktur mata : alis mata
simetris, sejajar
-
Keadaan konjungtiva dan sklera : konjungtiva berwarna merah
muda (tidak anemis), sklera tidak ikterik, namun nampak keruh.
Sekitar lensa agak putih (keruh)
-
c.
Kemampuan penglihatan baik
Telinga
-
Keadaan dan penampilan umum struktur telinga : telinga sejajar
mata, warna telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada,
nyeri tidak ada, tidak terdapat pengeluaran cairan dari telinga
-
d.
Kemampuan pendengaran baik
Hidung
-
Keadaan dan penampilan umum : telinga sejajar mata, warna
telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada peradangan,
tidak terdapat pengeluaran cairan
e.
Mulut
-
Gigi sudah banyak yang tanggal, lidah bersih, lesi tidak ada,
tidak ada sariawan, mukosa tidak kering, gigi bersih.
f.
Dada
-
Keadaan umum : pergerakan dinding dada simetris, lesi tidak ada.
1).Kardiovaskuler
- Inspeksi (I) : dada simetris, warna kulit sawo matang, , tidak
ada kelainan bentuk dada.
- Palpasi (P) : tidak terasa pulsasi pada intercosta ke-2 kiri dan
kanan, pada intercocta ke-3 sinistra sedikit terasa pulsasi dan
apeks jantung terasa pulsasi yang sangat kuat.
- Perkusi (P) : bunyi resonan pada area jantung yang ditutupi
paru-paru
- Auskultasi (A) : S1 dan S2 normal.
2).Pernafasan : klien mengatakan tidak sesak nafas dan dada tidak
nyeri
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
- I : dada simetris
- P : Tactil Fremitus antara toraks posterior dan anterior sama.
- P : bunyi paru resonance
- A : Suara paru vesikuler. Rh -/-, Wh -/-
g.
Abdomen
- I:Simetris, posisi abdomen lebih tinggi daripada dada pada posisi
berbaring, umbilicus inverted dan bersih
- A :BU  yaitu 5x / mnt
- P :suara timpani, nyeri ketuk pada ginjal kanan dan kiri (-)
- P : abdomen teraba keras, tidakteraba adanya masa
h.
Ekstremitas
-
I : kulit tidak pucat, warna kulit sama dengan warna tubuh,
berjalan di seret
-
P:Turgor kulit elastis, kembalinya cepat, capillary refill time
kurang dari 2 detik
-
P : Reflek bisep, trisep dan brakioradialis tangan kiri dan kanan
(+), Reflek Patela kaki kiri (-), reflek patella kaki kanan (+),
i.
Keadaan lingkungan :
- Bersih, lantai tidak licin/becek, pencahayaan baik.
j.
Lain – lain :
-
Reflek mata terhadap cahaya: Mata kanan (+) / mata kiri (+)
-
Tes sensasi wajah (+)
-
Kekuatan otot:5 5 5 5 5 5 5 5
4555 5554
-
Nilai pengkajian FMS: 50 (risiko rendah)
-
Nilai pengkajian MMSE: 23 (normal)
-
Nilai Pengkajian Geriatic Depression Scale : 14 (depresi
ringan)
-
Nilai Berg Balance Test : 40 (risiko rendah)
-
Nilai Katz Indeks : 6 (Mandiri)
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
V.
Informasi Penunjang

Diagnosa Medis
:-

Laboratorium
: Gula darah sewaktu:
-

Terapi Medis
155 mg/dL (tanggal 11 Mei 2013)
: THP (Trihexyphenidyl)
Harnal
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 2
ANALISA DATA
Data
Masalah
Keperawatan
DS:
Konstipasi
-
Klien mengeluhkan sulit BAB,
-
Klien mengatakan BAB tidak teratur belakangan ini biasanya
BAB klien 2 hari sekali
-
Klien mengatakan BAB terakhir pada hari senin tanggal 6 Mei
2013.
-
Klien mengatakan BAB sedikit keras sehingga terkadang perlu
usaha mengejan.
-
Sebelumnya klien menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami
riwayat kesulitan BAB dan saat BAB harus mengejan hingga 1
jam dan berakibat pusing serta sakit kepala.
-
Klien mengatakan biasanya jika sudah 4-5 hari klien tidak BAB,
klien akan meminta obat laxadine kepada perawat.
-
Klien mengatakan dalam sehari maksimal 5 gelas besar air putih
atau kurang, ± 1200-1500cc
DO:
-
Abdomen teraba keras
-
Hipoperistalik usus: BU 1x/mnt
-
Mobilisasi dan aktivitas kurang, nampak banyak duduk dan jalan
di seret
-
selama pengkajian selama 1 minggu opa B BAB sebanyak 1 kali
yaitu setelah hari senin tanggal 6 Mei Opa B BAB kembali pada
tanggal 12 Mei 2013.
-
Klien mengkonsumsi obat jenis antikolinergik yaitu THP
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 2
Data
Masalah
Keperawatan
Gangguan pola tidur
DS:
-
Klien mengeluhkan sulit tidur sudah sejak hari Jum’at yaitu 5
malam dan memang beberapa waktu kebelakangan mengalami
kesulitan tidur.
-
Klien merasa tidurnya tidak berkualitas karena selalu merasa
pusing dan lemas pada pagi hari.
-
Pada malam hari klien sulit tidur ketika sudah terbangun untuk
BAK dan sulit untuk memulai tidur kembali.
-
Klien mengatakan ingin memiliki tidur yang nyenyak dan tidak
pusing ketika bangun.
DO:
-
Pada siang hari klien nampak mengantuk namun mengatakan sulit
untuk tidur.
-
TD ada tanggal 14 Mei 2013 90/60 mmHg
DS:
-
Risiko Jatuh
Klien mengatakan selama 4 tahun berada di STW klien telah 3
kali jatuh di kamar mandi
-
Klien mengatakan berjalan di seret karena opa B merasa takut
jatuh
-
Sering megeluhkan pusing
-
Klien seringmengeluhkan tidak dapat tidur yang berkualitas pada
malam hari
DO:
- Klien berusia 78 tahun
- Klien Nampak jalan di seret
- Klien Tidak menggunakan alat bantu jalan
- NIlai FMS klien 50 yaitu risiko jatuh rendah
- Nilai BBT: 40 yaitu risiko jatuh rendah
- Klien sudah diberikan walker namun tidak ingin menggunakannya
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 2
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Nama Klien : Opa B
Wisma : Bungur
Diagnosa keperawatan
Konstipasi
DS:
- Klien mengeluhkan sulit BAB
- Klien mengatakan BAB tidak
teratur belakangan ini
biasanya BAB klien 2 hari
sekali
- Klien mengatakan BAB
terakhir pada hari senin
tanggal 6 Mei 2013.
- Klien mengatakan BAB sedikit
keras sehingga terkadang
perlu usaha mengejan.
- Sebelumnya klien
menceritakan bahwa dirinya
pernah mengalami riwayat
kesulitan BAB dan saat BAB
harus mengejan hingga 1 jam
Tujuan/Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 5 hari,
masalah konstipasi teratasi
dengan kriteria hasil, klien :
1. Mengatakan bahwa pola
BAB nya teratur 1-2 hari/x
2. Mengatakan BAB tidak
sulit, tidak perlu
mengedan
3. Mengatakan fesesnya
lembut tidak keras
4. Menunjukkan
abdomennya datar, lemas,
tidak teraba massa pada
abdomen, bising usus
kuat.
Intervensi
Mandiri:
a. Kaji pola kebiasaan rutin BAB klien (waktu,
frekuensi, konsistensi feses, riwayat
penggunaan pencahar)
b. Kaji apakah klien menggunakan obat-obatan
golongan opiate, anti depresan, anti
hipertensi, diuretic, antikonvulsan
c. Motivasi klien untuk meningkatkan intake
serat (sayur dan buah) sebanyak 3 mangkok
dalam sehari
d. Motivasi klien untuk meningkatkan asupan
cairan minimal 2 liter/hari
e. Ajarkan klien untuk berolahraga, latihan
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Rasional
a. Mengkaji pola BAB klien dapat
memberikan informasi akurat
kepada perawat tentang adanya
perubahan status eliminasi fekal
klien
b. Jenis obat-obatan tersebut
mempunyai efek relaksan pada otot
pencernaan, sehingga
mempengaruhi peristaltik usus
c. Asupan serat yang adekuat mampu
membatu usus untuk mengeluarkan
feses
d. Asupan cairan yang adekuat
membantu pembentukan feses
menjadi lembut dan mudah
dikeluarkan
Lampiran 3
-
-
dan berakibat pusing serta
sakit kepala.
Klien mengatakan biasanya
jika sudah 4-5 hari klien tidak
BAB, klien akan meminta obat
laxadine kepada perawat.
Klien mengatakan dalam
sehari maksimal 5 gelas besar
air putih atau kurang, ± 12001500cc
DO:
- Abdomen teraba keras
- Hipoperistalik usus: BU 5
x/mnt
- Mobilisasi dan aktivitas
kurang, nampak banyak
duduk dan jalan di seret
- selama pengkajian selama 1
minggu opa B BAB sebanyak 1
kali yaitu setelah hari senin
tanggal 6 Mei Opa B BAB
kembali pada tanggal 12 Mei
rentang gerak, merubah posisi saat tidur
dengan miring kanan, miring kiri
f. Ajarkan dan latih gerakan mengayuh sepeda
atau latihan sepeda statis secara rutin selama
10-30 menit setiap hari
e. Latihan ini mampu meningkatkan
peristaltic usus, untuk mencegah
konstipasi
f.
g. Ajarkan dan latih pijat I Love you
h. Jelaskan pada klien tentang manuver valsafa
(mengedan saat BAB) dan ajarkan pada lansia
untuk menghindari mengedan saat BAB
i. Hindari penggunaan rutin enema pada lansia
g. Bermanfaat untuk melancarkan BAB
dan mencegah konstipasi
h. Maneuver valsava membuat
bradikardi, bahkan menyebabkan
kematian pada klien yang
mempunyai penyakit jantung.
i.
Enema yang rutin,
merusak/mengiritasi kolon
j.
Menempatkan tumpuan kecil di
bawah kaki meningkatkan tekanan
intraabdominal dan membuat buang
air besar lebih mudah bagi klien
lansia dengan otot perut yang lemah
j. Posisikan klien saat di toilet (saat BAB) dengan
memberikan tumpuan kecil di bawah kaki.
k. Jelaskan kepada klien tentang msalah
konstipasi (pengertian, tanda dan gejala,
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Latihan ini membantu sistem
pencernaan untuk mengeluarkan
feses, meningkatkan pergerakan
usus
Lampiran 3
2013.
-
akibat dan penanganan konstipasi)
Klien mengkonsumsi obat jenis
antikolinergik yaitu THP
Kolaborasi:
a. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian
obat pencahar, jika konstipasi tidak teratasi
k. Peningkatan pengetahuan klien
dapat memotivasi klien untuk
merubah perilaku dalam mengatasi
masalah
a. Obat pencahar membantu
pengeluaran feses, merangsang
peristaltic usus
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Nama Klien : Opa B
Wisma : Bungur
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola tidur
DS:
- Klien mengeluhkan sulit
tidur sudah sejak hari
Jum’at yaitu 5 malam dan
memang beberapa waktu
kebelakangan mengalami
kesulitan tidur.
- Klien merasa tidurnya
tidak berkualitas karena
selalu merasa pusing dan
lemas pada pagi hari.
- Pada malam hari klien
sulit tidur ketika sudah
terbangun untuk BAK dan
sulit untuk memulai tidur
kembali.
Tujuan
Intervensi
Tujuan Umum:
Setelah dilakukan tindakan
selama 1 minggu
diharapkan masalah
insomnia dapat teratasi
dengan kriteria hasil klien
dapat:
1. Mengidentifikasi
tindakan yang dapat
meningkatkan tidur
2. Menunjukkan
kesejahteraan fisik dan
psikologis
3. Peningkatan jumlah
jam tidur (sedikitnya 5
jam)
a. Anjurkan klien untuk menghindari makanan
dan minuman saat akan tidur yang dapat
mengganggu tidur
a. Untuk menurunkan kemungkinan
terbangun di malam hari karena
ingin berkemih/buang air besar
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
minimalkan gangguan
b. Memberikan rasa tenang dan
rileks pada klien saat akan tidur
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor
yang mungkin menyebabkan kurang
tidur seperti ansietas, depresi atau
masalah yang tidak terselesaikan
c. Ansietas dan depresi paling
umum terjadi pada lansia dan
dapat berpengaruh pada pola
tidur lansia
d. Anjurkan klien untuk mandi dengan air
hangat di sore hari
d. Memperlancar aliran darah dan
memberikan efek rileks pada
klien
e. Bantu klien untuk membatasi tidur di
e. Menghindari sulit tidur pada
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Rasional
Lampiran 3
-
Klien mengatakan ingin
memiliki tidur yang
nyenyak dan tidak pusing
ketika bangun.
DO:
- Pada siang hari klien
nampak mengantuk
namun mengatakan sulit
untuk tidur.
- TD ada tanggal 14 Mei
2013 90/60 mmHg
4. Segar setelah tidur
5. Terbangun di waktu
yang sesuai
siang hari dengan memberikan aktivitas
yang membuat klien tetap terjaga
malam hari akibat jumlah tidur di
siang hari yang berlebih
f. Berikan atau lakukan tindakan
kenyamanan/ relaksasi seperti masase,
guide imagery dan tekhnik relaksasi
napas dalam
f. Mengurangi rasa tegang dan
kaku pada klien terutama
meningkatkan kenyamanan
g. Ajarkan klien tentang perubahan pola
tidur yang terjadi seiring penuaan
normal
g. Memberikan informasi pola tidur
normal lansia dan dapat
membandingkan pola tidur
normal dan tidak normal pada
lansia
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Nama Klien
: Opa B
Wisma : Bungur
Diagnosa Keperawatan
Risiko Jatuh
DS:
- Klien mengatakan selama
4 tahun berada di STW klien
telah 3 kali jatuh di kamar
mandi
- Klien mengatakan berjalan
di seret karena opa B
merasa takut jatuh
- Sering megeluhkan pusing
DO:
- Klien Nampak jalan di seret
- Klien Tidak menggunakan
alat bantu jalan
- NIlai FMS klien 50 yaitu risiko
jatuh rendah
- Nilai BBT: 40 yaitu risiko
Tujuan/ Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 7 hari
resiko jauh tidak terjadi
Setelah dilakukan 3x
intervensi diharapkan klien
mampu:
1. Mempertahankan
mobilitas fisik pada
tingkat yang optimal.
2. Menyatakan keinginan
untuk berpartisipasi
dalam aktivitas
3. Mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan
dan fungsi yang sakit
4. Menunjukkan perilaku
untuk melakukan
Intervensi
Rasional
a. Evaluasi cara klien menggunakan alat
bantu/ cara berjalan klien
a. Mengetahui kebiasaan klien
menggunakan alat bantu dan
berjalan klien apakah sudah benar
atau belum
b. Kaji tingkat risiko jatuh menggunakan
FMS dan BBT
b. Mengetahui risiko jatuh agar
dapat memberikan penangan
risiko jatuh yang tepat
c. Ajarkan klien jalan yang benar
c. Berjalan yang benar mengurangi
risiko jatuh
d. Ajarkan klien untuk berjalan dan
berpegagan atau mencari tempat
yang aman
d. Tempat aman untuk mengurangi
risiko jatuh
e. Evaluasi/lanjutkan pemantauan rasa e. Tingkat aktivitas/latihan
tergantung dari perkembangan
sakit/nyeri pada sendi
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
dari proses nyeri/inflamasi
Lampiran 3
Diagnosa Keperawatan
jatuh rendah
- Klien sudah diberikan walker
namun tidak ingin
menggunakannya
Tujuan/ Kriteria Hasil
aktivitas
Intervensi
f. Buat jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang
terus menerus dan tidur malam hari
yang tidak terganggu
g. Bantu dan berikan latihan rentang
gerak aktif/pasif
h. Berikan lingkungan yang aman;
penggunaan alat bantu jalan
Rasional
f. Untuk mencegah kelelahan dan
mempertahankan kekuatan
g. Mempertahankan/meningkatkan
fungsi sendi, kekuatan otot dan
stamina umum
h. Menghindari cidera akibat
kecelakaan/jatuh
i. Motivasi klien untuk beraktifitas dan i. Menjaga keseimbangan klien dan
melatih kekuatan otot klien
berjalan yang tegap
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
11-5- Konstipasi
2013
Implementasi




Mengkaji pola BAB klien,
Melatih untuk melakukan gerakan
mengayuh sepeda
Mengkaji asupan cairan
Memotivasi klien untuk mengikuti
kegiatan di pendopo
Lampiran 4
Evaluasi SOAP
S:
-
Klien mengatakan BAB semalam sedikit keras
Klien mengatakan senang setelah mengayuh sepeda
Minum maksimal 5 gelas
Malas untuk beraktivitas karena pusing
-
Latihan mengayuh sepeda 15 menit
Klien terlihat bersemangat
-
Masalah teratasi sebagian
-
Motivasi klien untuk meningkatkan aktivitas dan mengayuh
sepeda
O:
A:
P:
13-5- Konstipasi
2013





S:
Menjelaskan konstipasi
Memotivasi klien untuk
meningkatkan asupan serat dan
cairan
Melatih gerakan mengayuh sepeda O:
Mengkaji BAB/belum
Kolaborasi dengan perawat ruangan
dan dokter pemberian laksatif
A:
P:
-
Klien mengatakan masih belum BAB, mengatakan ada
manfaat saat mengayuh sepeda, dan jika banyak minum
akan banyak BAK sehingga mengganggu tidurnya
Klien nampak antusias saat dijelaskan terkait konstipasi
Klien latihan gerakan mengayuh sepeda selama 10 menit
Obat telah diberikan pada hari minggu sore
Masalah belum teratasi
Latih mengayuh sepeda, kaji BAB dan pantau respon obat
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
14-5- Konstipasi
2013




Mengkaji BAB
Mengkaji respon obat
Memeriksa bising usus dan
pemeriksaan abdomen
Melatih gerakan mengayuh sepeda
S:
-
-
Klien mengatakan sulit BAB, sudah 4 hari tidak BAB,
biasanya BAB 2 hari sekali, BAB keras dan mengejan
Klien mengatakan pernah sulit BAB dan mengejan hingga 1
jam di kamar mandi, jika sudah 5-7 hari klien akan meminta
obat kepada perawat
Klien mengatakan senang setelah mengayuh sepeda
-
Klien mengkonsumsi obat antikolinergik : THP
Perut teraba keras
Hipoperistaltik 1x/mnt
-
Masalah belum teratasi
-
motivasi asupan serat dan latih mengayuh sepeda
-
Klien mengatakan sulit tidur dan merasa pusing, tidurnya
kurang dan tidak berkualitas, enak setelah napas dalam,
Klien mengatakan nyaman setelah di massage dan
mengantuk serta ingin tidur
-
O:
A:
P:
15-5- Gangguan pola tidur
2013






Kaji kebiasaan tidur
Mengukur TTV
Mengaarkan relaksasi napas dalam
Menganjurkan klien untuk mandi
air hangat
Menganjurkan klien ciptakan
lingkungan nyaman, seperti
mematikan lampu saat malam hari
Memberikan massage punggung
S:
O:
-
TD: 90/60 mmHg, N : 68x/mnt,
Klien mampu relaksasi napas dalam dengan dibimbing
Klien nampak mengantuk setelah di massage dan mampu
tidur selama 1 jam setelah di massage
-
Masalah belum teratasi
-
Kaji pola tidur setiap hari dan mengajarkan atau melatih
tekhnik relaksasi yang lain
A:
P:
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
15-5- Konstipasi
2013



Melatih klien mengayuh sepeda
Memberikan dan maletih pijit I
Love U
Mengkaji apakah klien sudah bisa
BAB atau belum
S:
-
Mengatakan hari ini belum BAB
Mengatakan senang setelah bersepeda dan lebih enak
-
Klien mampu latihan mengayuh sepda selama 20 menit
-
Masalah belum teratasi
-
Motivasi untuk meningkatkan aktivtas dan setiap hari
melakukan latihan mengayuh sepda atau pijit I Love U
-
Klien mengatakan selama 4 tahun sudah 3 kali jatuh
Klien mengatakanmalas menggunakan walker dan
lebihmemeilih jalan diseret karena takut jatuh
-
FMS: 75, BBT: 40 dapat jalan dengan benar namun butuh
pengawasan,
Kekuatan otot ekstremitas atas kanan dan kiri 5555,
sementara ekstremitas kiri bawah 5554 dan ekstremitas
kanan bawah 4555
-
Masalah belum teratasi
-
Motivasi klien untuk senam dan latih ROM
-
Klien mengatakan semalam masih sulit tidur dan merasa
tidurnya tidak berkualitas, pusing pada pagi hari sehingga
tidak mau mengikuti kegiatan relaksasi
Klien mengatakan akan mencoba untuk tidak tidur siang
dan senang setelah beraktivitas menyanyi
O:
A:
P:
16-5- Risiko Jatuh
2013



Mengkaji risiko jatuh dengan FMS
dan BBT
Mengajarkan klien berjalan tegap
dan kaki diangkat dan tetap
berpegangan
Mengukur kekuatan otot klien
S:
O:
A:
P:
16-5- Gangguan pola tidur
2013



Motivasi klien untuk mengikuti
tekhnik relaksasi yang diadakandi
panti
Mengukur TTV
Membatasi tidur siang dan
mengingatkan aktivitas klien
S:
-
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4


Mengajak beraktivitas dan ikut
kegiatan
Mengkaji pola tidur klien
O:
-
TD: 100/60, N: 64x/mnt,
Klien terlihat lelah, mata merah, namun nampak segar
etelah beraktivtas menyanyi dan sangat antusias saat diajak
menyanyi
-
Masalah belum teratasi
-
Lakukan tekhnik relaksasi saat sore hari dan ingatkan untuk
beraktivitas saat pagi dan sore
-
Mengatakan sudah BAB pagi hari dengan konsistensi lunak
-
TD: 110/70, N: 80x/mnt S: 36, mobilisasi sedang dan
mampu mengayuh sepeda selama 25 menit
A:
P:
18-5- Konstipasi
2013



Mengaji BAB dan keluhan klien
Mengukur TTV
Melatih gerakan mengayuh sepeda
S:
O:
A:
20-5- Konstipasi
2013


Melatih mengayuh sepeda
Mengkaji BAB
20-5- Hambatan mobilitas
2013 fisik


Mengkaji cara berjalan klien
Melatih untuk berjalan tegap dan
kaki diangkat
- Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
S:
- Mengatakan sudah BAB tanggan 19-5-2013
- Mengatakan senang setelah mengayuh sepeda
O:
- Klien mampu mengayuh sepeda selama 25 menit
A:
- Masalah teratai sebagian
P
- Lanjutkan intervensi
S:
- Klien mengatakan jalannya lebih enak jika diangkat namun
lelah
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
-
Klien berjalan diseret karena takut jatuh
-
Dapat jalan tegap namun perlu pengawasan
-
Masalah belum teratasi
-
Lanjutkan intervensi
-
Klien mengtakan lebih rileks dan capek berkurang
-
terlihat tidur setelah dilakukan massage
-
Massage dapat mengatasi masalah ganguanpola tidur
-
Latih otot progresif
-
Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun
masih pusing
-
Klien mengayuh sepeda 25 menit
TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt
-
Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB
-
Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda
Motivasi aktivitas klien
Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan
hambatan mobilitas fisik
S:
Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun
O:
A:
P:
20-5- Gangguan pola tidur
2013



Mengkaji kebutuhan dan kebiasaan
tidur klien
Mengkaji penyebab tidak bisa tidur
klien
Melakukan massage punggung,
tangan dan kaki
S:
O:
A:
P:
22-5- Konstipasi
2013


Melakukan gerakan mengayuh
sepda
Mengukur TTV
S:
O:
A:
P:
23-5- Konstipasi
2013

Melakukan gerakan mengyuh
sepeda
-
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4

masih pusing
Mengukur TV
O:
-
Klien mengayuh sepeda 25 menit
TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt
-
Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB
-
Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda
Motivasi aktivitas klien
Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan
hambatan mobilitas fisik
-
Klien mengatakan senang setelah mengikuti kegiatan,
keluhan pusing dan tidur semalam hanya 2,5 jam
-
TD: 110/60,
Klien terlihat segar setelah beraktivitas
-
Klien masih mengeluh belum bisa tidur nyenyak
-
Lakukan intervensi relaksasi PMR
-
Klien mengayakan enak setelah bermain sepeda namun
masih pusing
-
Klien mengayuh sepeda 25 menit
TD: 110/60 mmHg, N 68 x/mnt
-
Masalah konstipasi teratsi, klien sudah mulai rutin BAB
A:
P:
24-5- Gangguan pola tidur
2013



Meningkatkan aktivitas
Membatasi tidur siang
Mengukur TTV
S:
O:
A:
P:
25-5- Konstipasi
2013


Melakukan gerakan mengayuh
sepeda
Memotivasi klien melakukan
aktivitas fitnes
S:
O:
A:
P:
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
27-5- Gangguan pola tidur
2013




Mengukur TTV
Mengajak klien beraktivitas
Membatasi tidur siang
Memberikan reinforcement positif
-
Lanjutkan intervensi mengayuh sepeda
Motivasi aktivitas klien
Lakukan intervensi masalah gangguan pola tidur dan
hambatan mobilitas fisik
-
Klien mengatakan pusing, sulit tidur terbangun 3 kali dan
malas untuk beraktivitas pagi
-
TD: 120/70 mmHg, N: 67x/mnt, tidak ikut senam, muka
terlihat lelah dan mata terlihat mengantuk
-
KLien masih terlihat lelahdan berusaha untuk tidak tidur
siang
-
Tingkatkan aktivitas, batasi tidur siang dan lakukan
ntervensi untuk mengatasi konstipasi
-
Klien mengatakan bangun jam 01.00 dan sulit tidur
kembali, BAK 3 kali terbangun
Klien mengatakan sebelum tidur minum air putih
Klien mengatakan pusing
-
TD: 100/60, N : 85 x/mnt
Sulit tidur
Hari inibelum BAB
Tidka mengikutisenam
Pusing
-
MAsalah ganggguan pola tidur masih terjadi
S:
O:
A:
P:
28-5- Gangguan pola tidur
2013 Konstipasi






Memeriksa TTV
MEngeksplorasi perasaan
Mengkaji pola BAB
Menganjurkan minum lebih banyak
di pagi dan siang hari
Mengkaji pola tidur
Mengatur jadwal minum
S:
O:
A:
P:
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
28-5- Konstipasi
2013 Hambatan berjalan






Melatih gerakan mengayuh sepda
Melatih/meningkatkan aktivitas
Menjelaskan jadwal BAK dan
minum
Mengisi jadwal BAK dan minum
Mengukur TTV
Memberi reinforcement positif
Melatih jalan tegap dan melangkah
kaki diangkat
-
Atur jadwal minum
Buatjadwal mnm dan BAK
Cek TTV
Latihan mengayuh sepda
Anjurkan mengurangi minum di malam hari dan lebih
banyak di pagi dan sore hari
-
Klien mengatakan masih pusing karena tidak bisa tidur, dan
merasa enak setelah bermain sepeda
-
TD: 130/70 mmHg, N: 72x/mnt
Latihan mengayuh sepeda mampu selama 30 menit, fitness
15 kali,
Klien BAB, jalan sudah dapat tegak namun butuh
pengawasan
S:
O:
A:
-
BAB mulai tertaur dan jalan sudah dapat melangkah
-
Motivasi tingkatkan aktivitas dan monitor catatan jadwal
BAK dan minum
-
Klien mengatakan semalam tebangun 3 kali karena BAK
Klien mengatakan minum terkahir setelah maghrib
-
TD: 110/60 mmHg, N: 60x/mnt
Keluhan pusing dan tidur tidak nyenyak
-
Klien masih suka terbangun malam hari dan sulit tidur lagi
karena sering BAK
P:
29-5- Gangguan pola tidur
2013





Memeriksa TTV
Mengeksplorasi perasaan
Mengevaluasi jadwal BAK dan
minum terakhir sebelum tidur
Memotivasi untuk mengikuti
kegiatan di pagi dan siang hari
Menganjurkan untuk minum susu
hangat di malam hari
S:
O:
A:
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
P:
30-5- Gangguan pola tidur
2013




Memeriksa TTV
Memotiasi klien untuk mengikuti
senam relaksasi pagi ini
Menganjurkan pada klien untuk
tidak tidur siang dan
memperbanyak kegiatan di siang
hari
Mengevaluasi jadwal minum dan
BAK rutin
-
Motivasi ikut banyak kegiatan di pagi dan siang hari
Evaluasi tekhnik relaksasi napas dalma
Motivasi untuk control minum dan BAK sebelum tidur
malam
-
Klien mengatakan setelah senam rileks dan menjadi
mengantuk
-
TD: 130/70 N: 88x/mnt
Klien aktif mengikuti senam relaksasi sampai akhir
kegiatan
-
Masalah teratasi sebagian
-
LAnjutkan intervensi
-
Klien mengatakan pusing, tidur sering terbangun dan di
pagi hari mengantuk
Klien mengatakan tidak ingin ikut kegiatan dan ingin tidur
saja karena pusing
S:
O:
A:
P:
3-52013
Gangguan pola tidur



Mengukur TTV
Memotivasi untuk ikut kegiatan
Membatasi tidur siang
S:
O:
-
TD: 110/70 mmHg, N; 68x/mnt, tidur jam 10.00 pagi
-
Masalah gangguan pola tidur belum teratasi klien memilih
tidur siang
-
Motivasi untuk ikut kegiatan
Beri aktivitas di pagi hari
A:
P:
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
4-52013
Gangguan pola tidur




Mengukur TTV
Memotivasi aktivitas/Kegiatan
Membatasi tidu rdi pagi hari
Memberi reinforcement positif
S:
-
Klien mengatakan pusing, pagi masih mengantuk tapi ingin
mencoba berkativitas
-
TD: 110/70 mmHg, N: 70 x/mnt
Klien nampak segar setelah beraktivitas
Klien sudah latihan mengayuh sepeda 30 menit
-
Klien masih belum bisa membatasi tidur di siang hari
-
motivasi untuk ikut kegiatan dan beri aktivitas di pagi hari
-
Klien mengatakan hari ini check up ke RS
Klien mengatakan semalam terbangun 3 kali akibat BAK
-
TD: 100/70, N: 66x/mnt
Terbangn 3 kali pada malam hari
-
Masalah gangguan pola tidur masih belum teratsi
-
Followup hasil check up
O:
A:
P:
5-52013
Gangguan pola tidur



Mengukur TTV
Mengkaji pola BAB
Mengkaji Pola tidur
S:
O:
A:
P:
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 5
Konstipasi Pada
Lanjut Usia
Apa yang dimaksud
Apa Penyebabnya?
dgn Konstipasi?
Konstipasi atau sering
disebut sembelit adalah kelainan
pada sistem pencernaan di mana
seseorang mengalami
pengerasan feses atau tinja yang
berlebihan sehingga sulit untuk
dibuang atau dikeluarkan dan dapat
menyebabkan kesakitan yang hebat
pada penderitanya.
Oleh :
OKTARIYANI, S Kep
 penurunan motilitas usus,
 kurang aktivtas dan olahraga
 penurunan kekuatan dan tonus
otot
 Kekurangan asupan cairan dan
serat
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai
Program Profesi
akibat dari penumpulan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus atau
2013
kegagalan dalam menanggapi sinyak untuk
BAB.
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
Lampiran 5
Beberapa keluhan yang mungkin
berhubungan dengan konstipasi adalah
1. Kesulitan memulai dan
menyelesaikan BAB
2. mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit
keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rektum saat
BAB
6. Rasa sakit pada perut saat BAB
7. Adanya perembesen feses cair
pada pakaian dalam
8. Menggunakan jari-jari untuk
mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obatan
pencahar untuk bisa BAB
Penangangan Konstipasi
1. Pengobatan non-farmakologis
Diet : Perbanyak makan
makanan yang tinggi serat seperti
buah dan sayur. Serat
meningkatkan massa dan berat
feses serta mempersingkat waktu
transit di usus. untuk
mendukung manfaa serat ini,
diharpkan cukup asupan cairan
sekitar 6-8 gelas sehari air putih.
 Olahraga : cukup aktivitas atau
mobilitas dan olahraga membantu
mengatasi konstipasi jalan kaki
atau lari-lari kecil yang dilakukan
sesuai dengan umur dan
kemampuan pasien, akan
menggiatkan sirkulasi dan perut
untuk memeperkuat otot-otot
dinding perut

2. Pengobatan farmakologis, yaitu
dengan menggunakan obat-obatan
Analisis praktik ..., Oktariyani, FIK UI, 2013
LatihanFisik
Latihan fisik adalah suatu faktor yang penting
dalam menghindari konstipasi. Suatu program
untuk meningkatkan aktivitas yang dimulai
dengan latihan gerak pasif atau olahraga, salah
satunya adalah gerakan mengayuh sepeda
adalah suatu komponen esensial dalam
mencegah konstipasi.
Gerakan mengayuh sepeda dapat bermanfaat
untuk merangsang kerja pergerakan usus.
Selain itu, Gerakan bersepeda dapat
mengharmoniskan otot-otot abdominal
SEMOGA SELALU SEHAT
Download