Kepemimpinan Gerejawi antara Komitmen dan Keteladanan John Stott, dalam tulisannya mengatakan bahwa “kepemimpinan” adalah konsep yang sama, baik yang dipakai oleh gereja maupun dunia. Meskipun demikian kita tidak boleh mengasumsikan bahwa paham di antara keduanya adalah identik. Kepemimpinan dalam gereja adalah kepemimpinan yang sangat terkait dengan keteladanan. Kepemimpinan di dalam gereja adalah suatu “pembauran” antara kwalitas alami dan kwalitas spiritual. Di situlah bertindih tepat antara kemampuan dan iman, antara keahlian dan karakter. Seorang pemimpin dalam gereja bukan hanya di nilai kemampuannya saja tetapi juga kesaksian hidupnya. Dengan demikian kepemimpinan kristiani adalah kepemimpinan yang terkait dengan integritas dan karakter orang yang memimpinnya. Di situlah relasi antara pemimpin dan orang yang di pimpinnya di ukur. Stephen R. Covey, menjelaskan kenapa seorang pemimpin di ikuti atau di turut oleh mereka yang di pimpinnya: 1. Karena alasan takut, ini yang oleh Covey di sebut „coercive power‟ yaitu model kepemimpinan yang mengandalkan daya memaksa, yang di pimpin ikut karena takut akan akan akibat yang akan di tanggungnya. Kepemimpinan model ini rawan dengan pemberontakkan, karena ketaatan masa yang di pimpin adalah ketaatan yang reaktif. 2. Ketaatan karena alasan manfaat, ini yang oleh Covey di sebut sebagai „utility power‟ yaitu model pertukaran jasa di mana loyalitas akan di berikan kepada siapa yang memberi lebih banyak – masa yang di pimpin akan melakukan apa yang di kehendaki pemimpin selama pemimpin dapat memberikan apa yang di butuhkan oleh mereka yang di pimpinnya. 3. Ketaatan karena percaya, mereka mengikuti pemimpin karena percaya, inilah yang di sebut sebagai „pinciple centered leadership‟. Orang-orang yang di pimpin menghargai, menghormati dan mengapresiasi pemimpin karena karakter pribadi, komitmen, visi dan integritasnya. „Principle Centered Leadership‟ inilah yang patut di kembangkan dalam kepemimpinan gereja. Dengan model kepemimpinan yang demikian maka kehidupan mereka yang di pimpin dan yang memimpinnya akan terus bertumbuh, semakin menjadi baik dan semakin menjadi sempurna. Hal Kedua yang tidak boleh kita lupakan adalah, kepemimpinan Kristiani adalah sesuatu yang di berikan oleh Allah sendiri yang bersumber pada kesegambaran dengan Allah sendiri. Dan itu berarti kepemimpinan yang kita lakukan haruslah mencerminkan pola kepemimpinan Allah sendiri. Eka Darmaputra, menyebutkan beberapa hal yang seharusnya ada dalam kepemimpinan Kristiani melalui dua tokoh Alkitab, yaitu Yusuf dan Yohanes, yang memiliki karakter: 1. Menempatkan Tuhan sebagai central. 2. Kearifan memanfaatkan situasi. 3. Karakter yang baik. 4. Ketrampilan. 5. Melihat dirinya sebagai manusia biasa. 6. Kuat dan tidak mudah patah semangat. 7. Sederhana dan rendah hati 8. Keberaniannya untuk menyatakan kebenaran. Kesungguhan untuk mengupayakan karakter itu adalah bentuk dari tanggung jawab dan penghargaan kita terhadap Allah yang telah memberikan mandat kepemimpinan kepada kita. Di situlah sesorang pemimpin menunuukkan kwalifikasinya sebagai seorang gembala tetapi sekaligus juga pelayan yang bercirikan keteladanan dan pengorbanan. Hal Ke tiga yang harus kita ingat juga adalah bahwa dalam kepemimpinan kristiani (baca gereja) adalah kepemimpinan kolektif, tidak pernah berpusat pada satu orang. Memang ada orang-orang yang secara khusus di percaya untuk mendedikasikan diri lebih dari pada anggota jemaat biasa (dalam diri Pendeta dan Penatua), tetapi yang pasti semua orang di panggil dalam panggilan yang sama. Hendrik Kraemer, menjelaskan tentang istilah awam dalam bahasa aslinya „laikos‟ adalah bagian dari umat pilihan atau dalam bahasa aslinya „laos‟. Dengan meminjam penjelasan Kraemer maka sesungguhnya setiap anggota jemaat menerima bagian yang sama dalam Kerajaan Allah, karena semua orang di panggil sebagai „laos‟ – umat Allah. Oleh karena itu setiap orang Kristen yang sejati mempunyai tugas dan panggilan untuk melayani (apakah dia Pendeta atau awam – apakah dia Penatua atau awam). Semuanya di panggil untuk mewujudkan sikap saling memimpin dan melayani – itulah bentuk „pastorpastorum‟ dalam keluarga Allah. Akhirnya, selamat melanjutkan panggilan pelayanan yang Tuhan percayakan, tetapkan komitmen dan teruskanlah keteladanannya, serta jadilah berkat. Jkt, IKM