BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayi Berat Lahir Rendah merupakan penyebab utama dalam mortalitas, morbiditas dan kecacatan pada neonatus, balita dan anak-anak serta memiliki efek yang sangat panjang dalam kesehatan dewasa nantinya (Pantiawati, 2010). BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram), sebagai akibat dari prematuritas atau gangguan pertumbuhan di dalam uterus (intrauterine growth retardation) (Nabiwemba et al., 2014). World Health Organization (2014) menyatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram (5,5 pound) disebut LBW (Low Birth Weight). WHO (2014) memperkirakan bahwa setiap tahun 20 juta atau 15%-20% dari seluruh kelahiran di seluruh dunia adalah BBLR. Sekitar 13% kelahiran BBLR terjadi di Afrika dan di negara-negara berkembang, sementara di Amerika Latin dan Karibia sekitar 9%. Tingkat tertinggi kelahiran BBLR terjadi di Asia Selatan sekitar 28% dan terendah di Asia Timur sekitar 6,2%. Angka kejadian BBLR di Indonesia 9-30% bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Angka kematian BBLR yang terjadi 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir normal (Depkes, 2012). Hasil dari Riskesdas (2013) menyatakan bahwa presentase balita (0-59 bulan) dengan BBLR sebesar 10,2%, dimana persentase tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah 16,9% dan terendah di Sumatera Utara 7,2%. 1 Universitas Sumatera Utara Perawatan BBLR sangat kompleks dan membutuhkan prasarana yang mahal serta perawat yang memiliki keahlian khusus sehingga menjadi beban sosial dan kesehatan di negara manapun (Brunedell, 2012). Menurut Depkes RI (2012) perawatan BBLR di Indonesia masih memprioritaskan pada penggunaan inkubator tetapi keberadaannya masih terbatas, dan membutuhkan biaya perawatan yang tinggi serta memerlukan tenaga terampil yang mampu mengoperasikannya. Pantiawati (2010) mengatakan faktor-faktor yang berkaitan dengan kelahiran bayi berat lahir rendah antara lain : usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, berat badan ibu yang rendah, bekerja terlalu berat, kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol), trauma pada kehamilan antara lain jatuh, ibu anemia, kurang gizi selama kehamilan, infeksi, depresi, penyakit ibu seperti preeklamsia berat/eklampsi, hidroamnion, dan pendarahan antepartum. WHO (2011) mencatatkan bahwa setiap tahun sekitar 16 juta (11%) anak remaja berumur 15 sampai 19 tahun melahirkan. Di negara berkembang rata – rata 32 % anak remaja melahirkan sebelum umur 20 tahun, 8% di Asia Timur dan 56% di Afrika. Di negara maju hanya sekitar 10% dari anak remaja melahirkan dan 19% di Amerika Serikat. Menurut Ellya (2010), kehamilan pada masa remaja mempunyai resiko medis yang cukup tinggi, karena alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya dan rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal. 2 Universitas Sumatera Utara Remaja yang hamil biasanya mengalami tekanan emosional, malu, depresi, dan kemungkinan besar tidak melanjutkan sekolah (Ellya, 2010). Konflik yang dialami akan meningkat pada saat terjadinya interaksi antara tuntutan dari lingkungan sosial remaja dengan kewajibannya merawat bayi. Sebagai remaja, kebutuhan bersosialisasi sangat tinggi, karena itu pekerjaan merawat bayi seringkali dirasakan membebani dan mengganggu dunia remaja, apalagi merawat bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Kusmiran, 2011). Banyak tugas perkembangan yang tidak dapat diselesaikan oleh remaja akibat tuntutan untuk menjalankan peran barunya sebagai orang dewasa, padahal dalam perkembangannya yang normal remaja harus menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu, kemudian memasuki tahap perkembangan selanjutnya (Ellya, 2010). Remaja yang memiliki bayi BBLR merasa tidak mampu memberikan perawatan yang sesuai, tidak percaya diri dalam merawat bayi BBLR karena merasa takut dan khawatir akan kemampuannya (Andriani, 2011). Selain itu, ibu remaja jelas belum siap merawat bayi dan tidak dapat memberikan stimulasi, beresiko gangguan pemberian ASI, dan bayinya akan rentan terkena gangguan pertumbuhan dan mudah infeksi (Kusmiran, 2011). Dari latar belakang tersebut membuat peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut terkait perawatan BBLR di rumah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Selain itu, informasi tentang ibu usia remaja dalam merawat bayi berat lahir rendah belum ada dan penelitian terkait perawatan BBLR khususnya pada ibu usia remaja belum pernah diteliti sehingga penting untuk dieksplorasi lebih jauh bagaimana pengalaman ibu usia remaja dalam merawat BBLR di rumah. 3 Universitas Sumatera Utara 1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimanakah pengalaman ibu usia remaja dalam merawat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) di Kota Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman ibu usia remaja dalam merawat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) di Kota Medan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan sumber informasi dan landasan konsep bagi perkembangan ilmu keperawatan terkait dengan asuhan keperawatan pada ibu usia remaja yang melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). 1.4.2 Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan informasi serta memberikan dasar bagi penelitian berikutnya tentang pengalaman ibu usia remaja dalam merawat BBLR, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 1.4.3 Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai informasi dan pemahaman bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam pemberian pendidikan kesehatan bagi ibu usia remaja dalam merawat bayi berat lahir rendah (BBLR). 4 Universitas Sumatera Utara