provinsi sumatera utara

advertisement
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
November 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia:
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil”
Misi Bank Indonesia:
1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis:
Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas
sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran
untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang
inklusif dan berkesinambungan.
VISI DAN MISI
i
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
VISI DAN MISI
ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
KATA PENGANTAR
Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan
rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera
Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumatera Utara pada Triwulan III 2016 yang
meliputi perkembangan makroekonomi, inflasi, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran,
keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek ekonomi Sumatera Utara ke
depan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan
bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data
realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN
dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan
Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku
ekonomi utama di Sumatera Utara.
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 melambat dari 5,5% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy). Perlambatan kinerja perekonomian ini senada dengan perlambatan
perekonomian di level nasional dari 5,2% menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan tersebut terutama
disebabkan konsumsi pemerintah dan investasi. Sementara itu, kinerja sektor eksternal menurun
yang didorong oleh perlambatan ekspor yang dibarengi peningkatan impor. Namun demikian,
konsumsi swasta justru meningkat yang disertai oleh meningkatnya impor. Konsumsi swasta terus
membaik terutama sejak awal 2015, sementara impor barang konsumsi melonjak tajam dibanding
triwulan sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan permintaan masyarakat yang masih kuat. Dari sisi
penawaran, melambatnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan
oleh melambatnya kinerja kategori pertanian sesuai pola musimannya dan kategori industri
pengolahan.
Memasuki triwulan IV 2016, perekonomian Sumatera Utara diperkirakan membaik.
Perbaikan tersebut didukung oleh masih kuatnya daya beli masyarakat yang didorong oleh kenaikan
harga komoditas. Kinerja perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh
masih kuatnya permintaan domestik yang disertai dengan kinerja neraca perdagangan yang terus
membaik. Adanya perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan realisasi belanja langsung
maupun infrastruktur pemerintah diperkirakan mampu memperkuat permintaan domestik pada
triwulan IV. Masuknya periode puncak panen raya komoditas CPO yang disertai dengan indikasi
perbaikan permintaan dari mitra dagang utama merupakan faktor yang mendukung kuatnya
keyakinan akan mulai membaiknya kinerja sektor eksternal pada triwulan IV 2016. Dengan
mencermati perkembangan beberapa indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada
triwulan IV 2016 diperkirakan masih cukup baik dan berada pada rentang 5,2% (yoy) – 5,6% (yoy).
Momentum perbaikan ekonomi yang masih terlihat dengan kuatnya konsumsi
swasta/masyarakat yang merupakan komponen terbesar dalam struktur ekonomi Sumatera Utara
perlu terus dijaga. Kegiatan investasi khususnya pembangunan infrastruktur strategis juga perlu
didukung dengan sinergitas kebijakan Pemerintah Daerah. Upaya menjaga stabilitas permintaan
domestik tersebut diharapkan dapat terus endorong perbaikan ekonomi Sumatera Utara ditengah
perbaikan ekonomi global yang masih lambat. Berkenaan dengan hal tersebut, kami memgambil
tema "Mengawal Stabilitas Perekonomian Sumatera Utara" sebagai tema buku Kajian Ekonomi dan
Keuangan Regional edisi November 2016.
KATA PENGANTAR
iii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini.
Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini
masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya
kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang
akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, November 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SUMATERA UTARA
Difi A. Johansyah
Direktur Eksekutif
KATA PENGANTAR
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA
TRIWULAN III 2016
Konsumsi
Rumah Tangga
Sumut
Tw-II 2016
Nasional
PERTUMBUHAN
EKONOMI
%, yoy
Tw-II 2016
5,4
Tw-III 2016
5,5
0,3%
1,0%
Pertanian
1,5%
0,9%
Industri
4,7
5,0
10,8
4,4
-3,5
1,3%
Tw-III 2016
Net Ekspor
Investasi
2,7%
5,3
5,2
Konsumsi
Pemerintah
0,7%
PBE
1,4
1,4%
Konstruksi
7,5
5,5
Melema nya permintaan domes lk serta merosotnya kinerja
tanaman pangan menekan kinerja perekonomian pada tri ulan
KOMODITAS UNGGULAN
Harga CPO dan kopi menunjukkan perbaikan, terutama di pasar domestik seiring dengan efektifnya program
mandatori biodiesel. Sementara itu, indikasi perbaikan pasar global juga semakin kuat seiring dengan mulai
membaiknya aktivitas manufaktur negara mitra utama
CPO
KARET
PURCHASING MANAGER
Index
KOPI ARABIKA
Tw II’16
AS
8.605 8.717
650
647
17.624 16.728
Tw II’16 Tw III’16 Tw II’16 Tw III’16
Rp/kg
183
174
51.993 56.048
Tw II’16 Tw III’16 Tw II’16 Tw III’16
USD/ Metric ton
Rp/kg
493
471
Tw II’16 Tw III’16 Tw II’16 Tw III’16
USD cents/kg
Rp/kg
USD cents/Pound
52
Tiongkok 49
50
India
51
52
Jepang
48
49
INFLASI
%, yoy
INFLASI UMUM
Tw-II’16
INFLASI
year on year (%, YoY)
3,5
3,1
Sumut
4,3
4,5
6,0
6,1
year on year (%, YoY)
Medan
-
-
-
P.Siantar
-
-
-
P.Sidempuan
3,7
2,7
5,3
4,8
Sibolga
2,8
7,5
Stabilitas keuangan di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 relatif terjaga. Pertumbuhan aset,
DPK dan kredit mengalami penurunan namun masih diiringi dengan kualitas penyaluran kredit yang baik,
yang tercermin dari NPL yang masih berada dibawah level indikatifnya. Sementara itu, peran intermediasi
perbankan juga masih baik yang tercermin dari LDR yang relatif stabil.
%, yoy
7,1
3,3
7,5
4,8
7,8
7,5
5,4
6,7
2,5
0,6
92,4
93,0
3,1
3,1
Tw II’16 Tw III’16
Tw II’16 Tw III’16
Tw II’16 Tw III’16
Tw II’16 Tw III’16
Tw IV’15 Tw I’16
Tw IV’15 Tw I’16
Tw IV’15 Tw I’16
ASET
DPK
KREDIT
KREDIT
KORPORASI
KREDIT
UMKM
LDR
NPL
OUTLOOK TRIWULAN I 2017
KEUANGAN DAERAH
PROYEKSI PDRB
ProvSU
APBN
Kab/Kota
APBD
Tw-III’16
Nasional
INFLASI
year on year (%, YoY)
SSK
APBD
Tw III’16
51
Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 diwarnai
dengan melonjaknya tekanan inflasi. Menipisnya pasokan pangan dan
hortikultura seiring dengan bergesernya musim tanam dan meluasnya
wabah OPT ditengah belum stabilnya Gunung Sinabung mendorong inflasi.
INFLASI
5,3
%, yoy
0,6%
SUMUT Tw I 2017
p mis
5,6
p mis
5,5
esimis
esimis
5,5
Tw-II
2016
5,3
5,2
Tw -III
2016
Tw -IV
2016
5,1
Tw -I
2017
Tw-I 2017
3,5± 0,5%
PROYEKSI INFLASI
KATA PENGANTAR
v
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
KATA PENGANTAR
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ........................................................................................................................................... I
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. III
DAFTAR ISI............................................................................................................................................. VII
DAFTAR GRAFIK...................................................................................................................................... IX
DAFTAR TABEL...................................................................................................................................... XII
TABEL INDIKATOR ................................................................................................................................ XIII
RINGKASAN UMUM ..............................................................................................................................XV
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ......................................................................... 1
1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ................................................................. 2
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ....................................................................................... 3
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA ............................................................................... 12
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH ....................................................................................................... 27
2.1 GAMBARAN UMUM .......................................................................................................................... 28
2.2 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA .................................................................................................... 28
2.2.1 ANGGARAN PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA ...................................................................... 29
2.2.2 REALISASI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2016............................................. 29
2.2.3 ANGGARAN BELANJA PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................................................. 31
2.2.4 REALISASI BELANJA PROVINSI SUMATERA UTARA................................................................................ 31
2.3 APBD 33 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA ............................................................................... 33
2.3.1 ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN APBD KABUPATEN/KOTA ...................................................... 33
2.3.2 ANGGARAN DAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA .............................................................. 34
2.4 REALISASI APBN DI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2016.................................................................... 36
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ......................................................................................... 39
3.1 KONDISI UMUM ............................................................................................................................... 40
3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL...................................................................................... 42
3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL ............................................................................................. 44
3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA ................................................................................. 46
3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN......................................................................................................... 46
3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ......................................................... 47
3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR .......................................................... 47
3.4.4 KELOMPOK SANDANG .................................................................................................................... 48
3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN .................................................................................................................. 48
3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA .......................................................................... 49
3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ............................................................... 49
3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI .......................................................................................................... 50
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM .......... 51
4.1 PERKEMBANGAN PERBANKAN SUMATERA UTARA .................................................................................. 52
4.2 ASESMEN INTERMEDIASI PERBANKAN .................................................................................................. 52
DAFTAR ISI
vii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ................................................................................ 53
4.4 STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAERAH............................................................................................... 55
4.4.1 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI ................................................................................................... 55
4.4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA ............................................................................................ 59
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ................. 61
5.1 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN ........................................................................................... 62
5.1.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI ............................................................ 62
5.1.2 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH .................................................................................. 63
5.2 UPAYA MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN ........................................................................... 64
5.3 PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)........................................................................... 66
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................................ 69
6.1 KETENAGAKERJAAN ........................................................................................................................... 70
6.2 KESEJAHTERAAN ............................................................................................................................... 72
6.3 NILAI TUKAR PETANI ......................................................................................................................... 73
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ....................................................................................... 75
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI .................................................................................................... 76
7.2 PROSPEK INFLASI .............................................................................................................................. 80
7.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ...................................................................................... 82
LAMPIRAN ............................................................................................................................................. 88
DAFTAR ISTILAH .................................................................................................................................... 90
DAFTAR ISI
viii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ............................................................................. 3
Grafik 1.2 Survei Konsumen .................................................................................................................... 4
Grafik 1.3 Indeks Penjualan Eceran ........................................................................................................ 4
Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Tukar ..................................................................................................... 4
Grafik 1.5 Impor Barang Konsumsi ......................................................................................................... 4
Grafik 1.6 Perkembangan KPR ................................................................................................................ 5
Grafik 1.7 Konsumsi Listrik ...................................................................................................................... 5
Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ..................................................... 5
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................................................ 5
Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan III di Sumatera Utara .................................................. 6
Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Triwulan III.......................... 6
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ......................................................................................... 6
Grafik 1.13 Pembelian Barang Tahan Lama ............................................................................................ 7
Grafik 1.14 Penjualan Barang Konstruksi ................................................................................................ 7
Grafik 1.15 Impor Barang Modal ............................................................................................................ 8
Grafik 1.16 Penjualan Semen .................................................................................................................. 9
Grafik 1.17 Kredit Investasi ..................................................................................................................... 9
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ........................................................... 9
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama ................................................................................ 10
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet ................................................................................. 10
Grafik 1.21 Ekspor CPO ......................................................................................................................... 10
Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama ...................................................................................... 10
Grafik 1.23 Ekspor Karet ....................................................................................................................... 11
Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut .................................................................. 12
Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut........................................................................ 12
Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ............................................................................................. 14
Grafik 1.27 Realisasi NTP Sumatera Utara ............................................................................................ 14
Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Pertanian .............................................................................................. 15
Grafik 1.29 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara ................................................................ 15
Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan .......................................................................................... 16
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................................... 17
Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................................... 17
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi............................................................................... 19
Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara .............................................................. 19
Grafik 1.35 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate .................................. 19
Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori PBE ......................................................................................... 20
Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ....................................................... 20
Grafik 1.38 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ..................................................................... 20
Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan .............................................. 21
Grafik 1.40 Pangsa Industri Terhadap PDRB ......................................................................................... 22
Grafik 1.41 Pemetaan Profil Industri di Sumatera ................................................................................ 22
Grafik 1.42 Pemetaan Profil Industri Sedang-Besar di Sumatera ......................................................... 23
DAFTAR GRAFIK
ix
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Grafik 1.43 Pangsa Industri Terhadap PDRB ......................................................................................... 23
Grafik 1.44 Kondisi Jalan ....................................................................................................................... 23
Grafik 1.45 Persepsi Kebijakan Infrastruktur Daerah ........................................................................... 23
Grafik 1.46 Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ............................................................................... 24
Grafik 1.47 Perbandingan UMP ............................................................................................................ 24
Grafik 1.48 Jumlah Tindak Pidana ........................................................................................................ 24
Grafik 1.49 Risiko Penduduk Terkena Tindak Pidana (Per 100.000 Penduduk).................................... 24
Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara ................................................................... 29
Grafik 2.2 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara ................................... 30
Grafik 2.3 Persentase Realisasi Anggaran Belanja dan Transfer Daerah Provinsi Sumatera Utara ...... 32
Grafik 2.4 Perkembangan APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ................................................. 33
Grafik 2.5 Proporsi Anggaran Pendapatan Spasial Kabupaten/Kota di Sumatera Utara...................... 33
Grafik 2.6 Proporsi Komponen Anggaran Pendapatan APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ..... 33
Grafik 2.7 Realisasi Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016...... 34
Grafik 2.8 Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2016 ....................................... 35
Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBD 25 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016............... 35
Grafik 2.10 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Belanja Per
Triwulan ................................................................................................................................................ 37
Grafik 2.11 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi ......................... 37
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................................... 40
Grafik 3.2 Inflasi Triwulan II 2016 di seluruh Provinsi se-Sumatera ..................................................... 40
Grafik 3.3 Inflasi Kumulatif Juli 2016 di seluruh Provinsi se-Sumatera................................................. 42
Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Sumut...................................................................................................... 42
Grafik 3.5 Dinamika Inflasi Volatile Foods Sumut ................................................................................. 43
Grafik 3.6 Stok Beras BULOG ................................................................................................................ 44
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi .................................................................................................................. 45
Grafik 3.8 Survei Harga Properti Residensial ........................................................................................ 45
Grafik 3.9 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika......................................................................... 45
Grafik 3.10 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera
Utara ..................................................................................................................................................... 46
Grafik 4.1 Perkembangan DPK di Sumatera Utara................................................................................ 52
Grafik 4.2 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan di Sumatera Utara .......................................... 53
Grafik 4.3 Perbandingan Kredit UMKM dengan PDRB Sumut .............................................................. 53
Grafik 4.4 Risiko Kredit UMKM ............................................................................................................. 55
Grafik 4.5 Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha ................................................................................. 56
Grafik 4.6 Kapasitas Produksi ................................................................................................................ 56
Grafik 4.7 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio Korporasi Sumatera Utara ........................ 56
Grafik 4.8 Likert Scale Permintaan Permintaan ................................................................................... 57
Grafik 4.9 Likert Scale Investasi dan Kapasitas Utilisasi ....................................................................... 57
Grafik 4.10 Likert Scale Harga Jual dan Margin.................................................................................... 57
Grafik 4.11 Perkembangan harga komoditas dunia ............................................................................. 57
Grafik 4.12 Perbandingan Kredit Korporasi dengan PDRB Sumut ........................................................ 58
Grafik 4.13 Indeks Keyakinan Konsumen .............................................................................................. 59
Grafik 4.14 Rata-rata Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga ........................................................... 59
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga .................................................................................. 60
DAFTAR GRAFIK
x
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Grafik 4.16 Risiko Kredit Rumah Tangga ............................................................................................... 60
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS ............................................................................................ 62
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring .......................................................................................... 63
Grafik 5.3 Temuan Uang Rupiah Palsu di Sumut .................................................................................. 64
Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara ............................................................... 70
Grafik 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Pekerjaan .............................................................. 71
Grafik 6.3 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja ................................. 71
Grafik 6.4 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Penghasilan ......................................................... 72
Grafik 6.5 Hasil Survei Konsumen ........................................................................................................ 72
Grafik 6.6 Perbandingan Gini Ratio Sumatera Utara dan Nasional ..................................................... 73
Grafik 6.7 Perbandingan NTP Sumut dengan Nasional ........................................................................ 73
Grafik 7.1 Survei Konsumen .................................................................................................................. 76
Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen ............................................................................. 77
Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan .................................................................................................. 77
Grafik 7.4 Purchasing Manager Index................................................................................................... 78
Grafik 7.5 Stock Beras BULOG .............................................................................................................. 80
Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ..................................... 81
Grafik 7.7 Term Structure ...................................................................................................................... 86
DAFTAR GRAFIK
xi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan.................................................................... 3
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ............................................................................. 8
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama.......................................................................................... 10
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................................... 13
Tabel 1.5 Kondisi Jalan Mantap Kawasan Sumatera............................................................................. 23
Tabel 2.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 2015 dan 2016 ............................. 29
Tabel 2.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Triwulan III 2016 ........... 30
Tabel 2.3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016 ................................ 31
Tabel 2.4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016 .............................. 32
Tabel 2.5 Perkembangan Proses Pengadaan Barang dan Jasa APBD Provinsi Sumatera Utara tahun
2016 ...................................................................................................................................................... 32
Tabel 2.6 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016 35
Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara................................................................................ 37
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan II 2016 di Sumatera
Utara ..................................................................................................................................................... 41
Tabel 3.2 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa ......................................................................... 46
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ........................................................................................ 46
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ..................................... 47
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar ......................................... 48
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang .................................................................................................... 48
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan ................................................................................................. 48
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga ............................................................. 49
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan .......................................... 49
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara ..................................................................... 52
Tabel 4.2 Pertumbuhan Kredit Sektoral di Provinsi Sumatera Utara (yoy) ......................................... 54
Tabel 4.3 Risiko Kredit per Sektor Ekonomi di Sumatera Utara .......................................................... 54
Tabel 4.4 Tabel Eksposur Kredit UMKM berdasarkan Lapangan Usaha .............................................. 55
Tabel 4.5 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio Korporasi Sumatera utara ........................ 56
Tabel 4.6 Indikator Kredit Korporasi Triwulan III Tahun 2016 ............................................................. 58
Tabel 4.7 Pangsa Kredit Rumah Tangga ............................................................................................... 60
Tabel 5.1 Transaksi RTGS ...................................................................................................................... 62
Tabel 5.2 Perputaran Kliring ................................................................................................................. 62
Tabel 6.1 Struktur Ketenagakerjaan berdasarkan jumlah penduduk usia bekerja .............................. 70
Tabel 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama ............................................................... 70
Tabel 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama ............................................................... 71
Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani .................................................................................................................. 74
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan .................................................................................. 77
Tabel 7.2 Perbandingan Antara Kebijakan Operasi Moneter Lama dan Baru ...................................... 84
DAFTAR TABEL
xii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
TABEL INDIKATOR
Indikator Makro
IV
4.74
2014
Total
5.23
I
4.84
II
5.13
2015
III
5.09
IV
5.32
Total
5.10
I
4.66
II
5.50
PDRB (%,yoy)
Sisi Permintaan
Konsumsi
4.98
4.97
4.75
4.11
4.44
4.06
4.34
4.62
5.09
Konsumsi Swasta
5.26
5.26
4.81
4.45
4.63
4.49
4.60
4.66
5.18
Konsumsi Pemerintah
3.26
2.90
4.28
1.54
3.05
1.39
2.45
4.31
4.46
Pembentukan Modal Tetap Bruto*
3.03
3.08
3.27
3.07
4.90
4.55
3.96
5.23
5.57
Ekspor
1.51
7.90
-4.25
-1.82
-2.47
2.36
-1.56
7.37
10.60
Impor
1.44
8.33
-5.50
-6.57
-5.73
1.41
-4.07
1.43
7.61
Sisi Produksi
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
5.17
4.39
6.07
5.57
3.83
6.98
5.60
5.04
7.38
Pertambangan dan Penggalian
4.14
5.14
12.41
6.08
3.66
3.81
6.40
1.36
6.72
Industri Pengolahan
0.32
2.97
0.30
3.09
5.01
5.52
3.52
6.16
1.65
Pengadaan Listrik, Gas
2.91
3.21
-8.50
-5.56
4.73
4.54
-1.30
-0.24
7.38
Pengadaan Air
6.84
6.04
9.70
8.62
4.34
3.40
6.44
4.56
5.13
Konstruksi
8.53
6.79
8.29
6.58
5.56
2.01
5.52
3.47
5.50
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
5.46
6.94
4.54
5.43
4.24
3.27
4.36
2.49
5.24
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
6.35
5.71
5.11
5.12
6.00
5.70
5.49
4.17
6.22
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.50
6.48
9.21
6.86
6.18
5.66
6.95
4.25
5.70
Informasi dan Komunikasi
4.74
7.23
5.81
7.07
8.10
7.43
7.11
5.78
6.89
Jasa Keuangan
4.76
2.62
4.24
4.73
8.49
11.14
7.17
7.54
6.17
Real Estate
7.93
6.59
4.94
5.62
6.10
6.34
5.76
4.55
5.25
Jasa Perusahaan
7.46
6.76
7.24
6.84
5.01
4.49
5.86
5.46
5.49
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
5.19
6.92
5.32
6.31
7.04
4.67
5.83
5.51
11.97
dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
0.00
6.37
2.45
-0.25
8.14
9.79
5.03
7.39
7.00
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
8.56
7.00
6.37
7.90
8.85
4.71
6.93
7.92
5.24
Jasa lainnya
6.08
7.04
6.15
6.91
5.61
8.06
6.69
6.96
6.30
Inflasi IHK (%,yoy)
8.17
8.17
6.14
7.82
6.61
3.24
3.24
7.15
4.31
Inti
3.97
3.97
4.35
4.82
4.71
4.39
4.39
4.39
5.69
Volatile Foods
7.52
7.52
3.76
8.13
4.61
4.50
4.50
4.50
5.62
Administered Prices
14.02
14.02
9.40
10.45
9.36
1.00
1.00
1.00
1.28
Ekspor Luar Negeri (Juta USD)
2223.05 9162.05 1803.72 1953.32 1964.57 1925.71 7647.33 1690.09 1852.97
Ekspor CPO
840.13 3340.57 570.03 694.36 716.95 696.10 2677.44 498.89 613.88
Ekspor Karet
193.05 1001.61 189.13 198.13 191.15 159.77 738.18 138.83 161.51
Ekspor Kopi
96.46 369.05
98.13 114.27
84.99
83.28 380.68
89.39
92.54
Impor Luar Negeri (Juta USD)
870.50 3546.27 803.91 788.99 730.27 929.33 3252.51 699.99 832.19
Berbagai sumber, diolah
p : angka proyeksi
2016
III
IVP
5.28 5.2 - 5.6
2017
Totalp
IP
5 - 5.4
5.1 - 5.5
4.29
5.35
-3.53
4.36
9.31
8.83
5.1 - 5.5
5.3 - 5.7
3.9 - 4.3
4.9 - 5.3
9.6 - 10
8.8 - 9.2
4.6 - 5
5 - 5.4
2.1 - 2.5
4.9 - 5.3
9.1 - 9.5
6.5 - 6.9
4.9 - 5.3
5.1 - 5.5
3.3 - 3.7
4.6 - 5
7.8 - 8.2
7.4 - 7.8
4.70
8.36
1.36
1.59
10.26
5.48
5.6 - 6
8.8 - 9.2
2 - 2.4
2.8 - 3.2
5.4 - 5.8
5.4 - 5.8
5.5 - 5.9
6.1 - 6.5
2.6 - 3
2.7 - 3.1
6.2 - 6.6
4.8 - 5.2
6.1 - 6.5
4 - 4.4
2.3 - 2.7
3.9 - 4.3
5.1 - 5.5
4.8 - 5.2
7.53
6.2 - 6.6
5.2 - 5.6
5.4 - 5.8
8.03
8.47
8.95
3.69
6.79
4.92
7.9 - 8.3
6 - 6.4
9.2 - 9.6
3 - 3.4
5.8 - 6.2
4.2 - 4.6
6.5 - 6.9
6 - 6.4
7.6 - 8
4.9 - 5.3
5.5 - 5.9
4.8 - 5.2
7.9 - 8.3
4.9 - 5.3
5.8 - 6.2
6.8 - 7.2
4.4 - 4.8
6 - 6.4
11.90 10.4 - 10.8 9.8 - 10.2 7.2 - 7.6
2.88 3.5 - 3.9 5 - 5.4
6.6 - 7
4.83 4.8 - 5.2 5.5 - 5.9 6.7 - 7.1
6.42 7 - 7.4
6.5 - 6.9 6.6 - 7
6.02
5.80
6.5±0.5 6.5±0.5
4.0±1
11.21
1.59
1929.34
699.48
#N/A
#N/A
155.71 #N/A
67.86
808.72
TABEL INDIKATOR
xiii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
TABEL INDIKATOR
xiv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Senada dengan perekonomian Nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016
melambat dari 5,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,3% (yoy). Perlambatan tersebut
terutama didorong konsumsi pemerintah dan investasi. Kinerja ekspor juga melambat meski
masih tumbuh cukup tinggi. Namun demikian, konsumsi swasta justru meningkat yang disertai
oleh meningkatnya impor. Konsumsi swasta terus membaik terutama sejak awal 2015,
sementara impor barang konsumsi melonjak tajam dibanding triwulan sebelumnya. Kondisi ini
mengindikasikan permintaan masyarakat yang masih kuat. Dari sisi penawaran, melambatnya
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan oleh melambatnya
kinerja kategori pertanian dan kategori industri pengolahan. Di kategori pertanian, kondisi
tersebut tidak terlepas dari merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura. Sementara
itu, tren peningkatan harga komoditas belum diikuti oleh membaiknya kinerja kategori industri
pengolahan yang diperkirakan terkait dengan perbaikan ekonomi yang secara fundamental
masih terbatas. Namun demikian, kinerja kategori perdagangan meningkat cukup signifikan
yang disertai oleh kategori konstruksi yang tumbuh stabil. Dengan kondisi tersebut, memasuki
triwulan IV 2016, indikasi perbaikan perekonomian tetap terlihat. Kinerja perekonomian pada
triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat dan
disertai kinerja neraca perdagangan yang terus membaik. Masuknya periode puncak panen
raya CPO dan perbaikan permintaan dari mitra dagang utama mendukung perbaikan tersebut.
Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan
meningkat dan berada pada rentang 5,2% (yoy) – 5,6% (yoy).
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi belanja fiskal baik untuk APBD Provinsi, APBD
Kabupaten / Kota dan APBN di Provinsi Sumatera Utara cukup baik tercermin dari adanya
peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi
Sumatera Utara tercatat sebesar 61,6% dari total anggaran, lebih tinggi dari periode yang sama
tahun lalu (58,1%). Realisasi belanja 25 dari 33 APBD Kabupaten/Kota mencapai 45,9%, sedikit
lebih rendah dari realisasi tahun 2015. Sementara belanja APBN Pemerintah di Sumatera Utara
mencapai 56,2% dari total anggaran sebesar Rp18,562 triliun. Realisasi ini lebih baik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,3%.
ASESMEN INFLASI
Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 turut disertai dengan
melambungnya tekanan inflasi melebihi sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi Sumatera Utara
pada triwulan III 2016 tercatat 6,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan realisasi triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,3% (yoy). Lebih lanjut, realisasi inflasi ini berada jauh di atas inflasi
nasional yang hanya mencapai 3,1% (yoy), maupun inflasi kawasan Sumatera yang mencapai
4,3% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan ini lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor non fundamental, yaitu kenaikan tekanan inflasi Volatile Foods seiring dengan adanya
gangguan produksi domestik yang menghambat pasokan pangan di pasaran. Sementara itu,
kenaikan tekanan inflasi inti masih berada dalam level yang terjaga. Memasuki triwulan IV
2016, tekanan inflasi Sumatera Utara tak kunjung mereda. Kondisi cuaca pada bulan Oktober
b
k k
fb
kt v t
t
b hk
h
k b ‘b t k’nya Gunung Sinabung. Dengan demikian, faktor risiko inflasi hingga akhir tahun 2016
diperkirakan masih tinggi. Mencermati tingginya risiko inflasi tersebut, TPID se-Provinsi
Sumatera Utara terus meningkatkan komitmennya untuk mendukung capaian inflasi yang
RINGKASAN UMUM
xv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
rendah dan stabil. Dengan demikian, tekanan inflasi diperkirakan masih terkendali meski
berpotensi tinggi melebihi sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%.
ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kinerja perbankan belum menjadi pendorong tren perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016, kinerja perbankan Sumatera
Utara juga menunjukkan perlambatan yang diindikasikan oleh indikator utama yaitu asset,
dana pihak ketiga (DPK) dan kredit. Namun demikian, stabilitas keuangan daerah di Provinsi
Sumatera Utara masih terjaga. Hal ini tercermin dari kinerja korporasi dan rumah tangga yang
masih meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan risiko yang masih berada di
bawah level indikatif.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sesuai dengan polanya, Sumatera Utara kembali mencatatkan net inflow sebesar Rp5.527
miliar pada triwulan III 2016. Kondisi ini didorong oleh normalisasi kebutuhan transaksi tunai
pasca perayaan hari besar lebaran. Dalam rangka clean money policy Bank Indonesia juga telah
mengedarkan uang hasil cetak sempurna sebesar Rp364,95 miliar baik melalui perbankan
maupun kas keliling. Transaksi non tunai melalui BI-RTGS mengalami peningkatan 15,7% dari
sisi nilai berbanding terbalik dengan transaksi kliring melalui SKNBI yang mengalami penurunan
15,74%. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan beberapa kebijakan terkait upaya
peningkatan kelancaran sistem pembayaran tunai melalui program Aplikasi Biasa Hasil Luar
Biasa (ASALUSA) dan Gerakan Peduli Koin serta non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai
dan Perluasan Agen Layanan Keuangan Digital (LKD).
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Ditengah perlambatan ekonomi pada triwulan III tahun 2016, kondisi ketenagakerjaan
Sumatera Utara relatif membaik. Hal tersebut diindikasikan oleh penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) dan peningkatan jumlah tenaga kerja terutama pada kategori
Pertanian dan kategori Industri Pengolahan. Namun, kondisi tersebut belum tercermin pada
perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara umum, tingkat kesejahteraan dapat
dikatakan belum mengalami perubahan yang signifikan. Persepsi pendapatan masyarakat
menunjukkan peningkatan namun diiringi dengan ketimpangan yang semakin melebar. Selain
itu, daya beli masyarakat pertanian menurun dengan rataan nilai tukar petani (NTP) pada
triwulan III 2016 berada dibawah 100. Kurang kondusifnya cuaca mendorong kurang
optimalnya produksi tanaman pangan dan hortikultura sehingga menekan kinerja NTP secara
agregat.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian pada triwulan I 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,1-5,5% (yoy).
Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih
bersumber dari kuatnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal masih
relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan masih ditunjang dengan tekanan
inflasi yang menurun seiring dengan mulai masuknya periode panen tanaman pangan yang
lazimnya terjadi setiap triwulan I. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara
pada tahun 2017 masih diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada
pada kisaran 5,2%-5,6%,yang disebabkan oleh perbaikan permintaan domestik yang semakin
semakin solid serta kinerja net ekspor yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada
tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan
akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016.
Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali
normal pada awal tahun 2017.
RINGKASAN UMUM
xvi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI
MAKRO DAERAH
Senada dengan perekonomian Nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016
melambat dari 5,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,3% (yoy). Perlambatan tersebut
terutama terjadi pada konsumsi pemerintah dan investasi. Namun demikian, konsumsi swasta justru
meningkat yang disertai oleh meningkatnya impor. Konsumsi swasta terus membaik terutama sejak
awal 2015, sementara impor barang konsumsi melonjak tajam dibanding triwulan sebelumnya. Kondisi
ini mengindikasikan permintaan masyarakat yang masih kuat. Dari sisi penawaran, melambatnya
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan oleh melambatnya kinerja
kategori pertanian dan industri pengolahan. Di kategori pertanian, kondisi tersebut tidak terlepas dari
merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura. Sementara itu, tren peningkatan harga
komoditas belum diikuti oleh membaiknya kinerja kategori industri pengolahan yang diperkirakan
terkait dengan perbaikan ekonomi yang secara fundamental masih terbatas. Namun demikian, kinerja
kategori perdagangan meningkat cukup signifikan yang disertai oleh kategori konstruksi yang tumbuh
stabil. Dengan kondisi tersebut, memasuki triwulan IV 2016, indikasi perbaikan perekonomian tetap
terlihat. Kinerja perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan
domestik yang kuat dan disertai kinerja neraca perdagangan yang terus membaik. Masuknya periode
puncak panen raya CPO dan perbaikan permintaan dari mitra dagang utama mendukung perbaikan
tersebut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan
meningkat dan berada pada rentang 5,2% (yoy) – 5,6% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Tw-III 2016
Sumut
Senada dengan perekonomian Nasional, perekonomian Sumatera
Utara pada triwulan III 2016 relatif melambat dari 5,5% (yoy)
5,5
5,3
pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja
Tw-II 2016
Tw-III 2016
perekonomian nasional yang juga mengalami perlambatan
5,2
5,0
menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ini didorong oleh adanya
penurunan baik dari sisi domestik maupun eksternal. Penurunan permintaan domestik terutama dari
sisi konsumsi pemerintah dan investasi, sementara konsumsi rumah tangga masih tumbuh baik. Hal
ini diperkirakan disebabkan oleh adanya penantian kepastian realokasi anggaran pasca penundaan
Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan demikian, realisasi belanja
pemerintah baik dalam bentuk belanja langsung maupun infrastruktur relatif tertahan. Sementara
itu, momentum perbaikan harga komoditas perkebunan belum dapat memberikan dampak yang
cukup baik bagi kinerja perdagangan Sumatera Utara. Hal tersebut tercermin dari kinerja ekspor
yang melambat.
Tw-II 2016
Nasional
Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama
ditekan oleh terpuruknya kinerja kategori pertanian dan industri pengolahan. Sementara itu, kinerja
kategori konstruksi relatif stabil dan kinerja kategori perdagangan membaik. Anjloknya kinerja
kategori pertanian tidak terlepas dari merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura. Panen
raya kedua pada triwulan III 2016 tercatat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan
harga komoditas perkebunan yang terjadi belum mampu menahan penurunan kinerja kategori ini
lebih lanjut. Perbaikan harga komoditas juga belum dapat memberikan dampak yang optimal pada
kinerja industri pengolahan. Adanya pengaturan kebijakan fiskal yang memukul kinerja konsumsi
pemerintah dan investasi juga turut menyebabkan kurang maksimalnya kinerja kategori konstruksi
yang pada umumnya akseleratif pada triwulan III 2016. Sementara itu, semarak perayaan hari raya
kemerdekaan dan Festival Danau Toba pada akhir triwulan mendorong kinerja kategori
perdagangan.
Memasuki triwulan IV 2016, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat. Kinerja
perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik
yang kuat yang disertai dengan kinerja neraca perdagangan yang terus membaik. Adanya perayaan
Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan realisasi belanja langsung maupun infrastruktur
pemerintah seiring dengan proses realokasi anggaran pasca kebijakan manajemen fiskal dari
pemerintah yang telah rampung dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota
diperkirakan mampu memperkuat permintaan domestik pada triwulan IV. Masuknya periode puncak
panen raya komoditas CPO yang disertai dengan indikasi perbaikan permintaan dari mitra dagang
utama yang mendukung kuatnya keyakinan akan mulai membaiknya kinerja sektor eksternal pada
triwulan IV 2016. Dengan mencermati perkembangan beberapa indikator terkini, perekonomian
Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan masih cukup baik dan berada pada rentang 5,2%
(yoy) – 5,6% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai
perekonomian kedepan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Salah satunya terkait dengan
ketidakpastian ekonomi global yang masih cukup tinggi yang dapat menahan perbaikan harga
komoditas.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan
Indikator Makro
IV
4.7
PDRB (%,yoy)
Sisi Permintaan
Konsumsi
Konsumsi Swasta
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto*
Ekspor
Impor
2014
Total
5.2
5.0
5.3
3.3
3.0
1.5
1.4
5.0
5.3
2.9
3.1
7.9
8.3
I
4.8
II
5.1
2015
III
5.1
IV
5.3
Total
5.1
I
4.7
2016
II
III Arah
5.5
5.3
4.8
4.8
4.3
3.3
-4.3
-5.5
4.1
4.5
1.5
3.1
-1.8
-6.6
4.4
4.6
3.0
4.9
-2.5
-5.7
4.1
4.5
1.4
4.5
2.4
1.4
4.3
4.6
2.4
4.0
-1.6
-4.1
4.6
4.7
4.3
5.2
7.4
1.4
5.1
5.2
4.5
5.6
10.6
7.6
4.3
5.4
-3.5
4.4
9.3
8.8
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi
Penggunaan
Perlambatan perekonomian Sumatera Utara
pada triwulan III 2016 ditopang oleh
melemahnya perekonomian dari sisi domestik
maupun eksternal. Pelemahan ekonomi
domestik terutama disumbang dari sisi
pemerintah sementara kinerja swasta relatif
masih
cukup
kokoh
dalam
menahan
perlambatan perekonomian yang lebih dalam.
Sementara itu, perbaikan harga komoditas yang
disertai dengan indikasi mulai membaiknya
aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama
belum mampu mendongkrak kinerja ekonomi
Sumatera Utara.
Net Ekspor;
0.6%
PMTB;
1.5%
Konsumsi
Pemerintah
; 0.3%
Konsumsi
Rumah
Tangga;
2.7%
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
Tw-II 2016
5,2
Tw-III 2016
5,4
Seiring dengan adanya perayaan HBKN dan
tahun ajaran baru, konsumsi rumah tangga pada
triwulan III 2016 kembali terakselerasi dari 5,2%
(yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,4% (yoy).
Akselerasi konsumsi rumah tangga juga turut
didukung oleh meningkatnya daya beli
masyarakat seiring dengan harga komoditas
yang membaik.
Antusiasme masyarakat dalam merayakan hari
raya Idul Fitri mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat terutama dari sisi konsumsi
makanan dan minuman, pakaian, dan alas kaki
serta transportasi dan komunikasi. Sementara
itu, dimulainya tahun ajaran baru juga turut
meningkatkan konsumsi masyarakat atas
kesehatan dan pendidikan.
Perayaan hari raya Idul Fitri yang identik dengan
penganan
khas
tertentu
mendorong
peningkatan
konsumsi
masyarakat
atas
makanan dan minuman. Tingginya konsumsi
atas penganan khas sejalan dengan cukup
panjangnya libur dan cuti bersama Idul Fitri yang
mencapai 9 hari, jauh lebih panjang
dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya
mencapai 6 hari. Dengan perkembangan
tersebut, konsumsi makanan dan minuman
meningkat dari 6,3% (yoy) menjadi 6,5% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
III 2016, harga komoditas perkebunan mulai
menunjukkan
perkembangan
yang
menggembirakan. Pembukuan harga komoditas
karet dan kelapa sawit menunjukkan pergerakan
yang cukup gemilang (lebih lanjut baca bagian
ekspor). Dengan demikian, pergerakan harga
komoditas yang cukup baik ini mendukung
perbaikan kinerja konsumsi masyarakat.
250
70%
Indeks SPE
Growth (yoy)
200
40%
150
30%
11.4%
100
8.7% 20%
10%
6.0%
50
0%
0
145
IEK
IKK
IKE
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.3 Indeks Penjualan Eceran
125
95
85
OPTIMIS
USD/Rp
%, yoy
RptoUS
16,000
Growth
21.5%
10.4%
10,000
8.3%
8,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
-5.8%
-
-10.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Tukar
Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh
Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga
level psikologis masyarakat dalam melakukan
aktivitas konsumsinya. Nilai tukar Rupiah ini
secara konsisten mengalami penguatan sejak
awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki
triwulan IV 2016.
juta
140
Volume (ton)
Growth (yoy)
100%
73.5%
80%
120
60%
100
40%
80
20%
60
0%
11.9%
-20%
40
73.3
119.9
62.2
70.0
48.6
120.7
117.3
78.4
84.4
-40%
20
86.7
Tingginya permintaan masyarakat juga tidak
terlepas dari masih baiknya daya beli
masyarakat. Struktur tenaga kerja di Sumatera
Utara yang didominasi oleh tenaga kerja yang
berkaitan dengan sektor pertanian mendorong
tingginya pengaruh pergerakan harga komoditas
terhadap pendapatan masyarakat. Pada triwulan
-4.3%
2,000
74.9
Masih dalam menyambut meriahnya Idul Fitri
2016, kebutuhan masyarakat akan pakaian baru
pun semakin tinggi. Hal tersebut juga
terkonfirmasi dari hasil liaison kepada
perusahaan ritel yang menyatakan peningkatan
permintaan akan sandang yang meningkat tajam
pada
periode
Ramadhan-Lebaran
yang
bertepatan dengan end season sale. Hal
tersebut tercermin dari indeks penjualan eceran
yang meningkat dari 6,0% (yoy) menjadi 11,4%
(yoy). Tingginya permintaan sandang ini mampu
mendorong akselerasi konsumsi akan pakaian
dan alas kaki dari 5,4% (yoy) menjadi 5,7% (yoy).
4,000 -3.9%
5.0%
-2.4%
-3.3% 0.0%
-3.3%
-5.0%
6.5%
65.3
Grafik 1.2 Survei Konsumen
2.2%
0.9%
6,000
72.6
2016
110.4
2015
62.8
2014
10.0%
85.6
2013
5.2%
83.1
2012
6.9%
15.0%
8,904
8,590
8,610
9,000
9,100
9,306
9,508
9,624
9,694
9,789
10,664
11,689
11,847
11,618
11,762
12,247
12,799
13,134
13,639
13,578
13,533
13,318
13,134
13,084
2011
12.2%
73.9
2010
16.0%
13.0%
10.9%
10.3%
8.0%
3.0%
4.8%
114.0
2009
20.0%
18.7%
12,000
75
25.0%
22.2%
14,000
PESIMIS
105
-10%
-20%
I
Batas
135
115
60%
50%
94.2
96.7
130.2
142.9
150.8
149.9
171.5
176.8
184.1
180.3
200.0
202.9
191.8
197.4
196.1
185.3
176.0
175.7
178.7
176.1
179.4
186.2
199.1
191.4
Panjangnya periode libur dan cuti bersama Idul
Fitri juga turut meningkatkan konsumsi
masyarakat atas transportasi dan komunikasi
untuk kepentingan mudik baik dengan moda
transportasi darat, laut maupun udara.
Sementara itu, panjangnya periode libur
tersebut juga dijadikan ajang liburan bagi
masyarakat yang tidak merayakannya. Konsumsi
atas transportasi dan komunikasi meningkat dari
4,2% (yoy) menjadi 4,3% (yoy). Optimisnya
perilaku konsumen dalam melakukan aktivitas
konsumsinya pada Lebaran kali ini juga turut
terbukti dari hasil Survei Konsumen yang
menunjukkan peningkatan pada triwulan III
2016.
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
0
-60%
-80%
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.5 Impor Barang Konsumsi
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Peningkatan aktivitas konsumsi masyarakat
turut tercermin dari impor barang konsumsi
yang meningkat tajam pada triwulan III 2016.
Impor barang konsumsi pada triwulan III 2016
tercatat membaik dari 11,9% (yoy) menjadi
73,5% (yoy). Lonjakan impor barang konsumsi
ini terutama terjadi pada kelompok makanan
dan minuman, baik dalam bentuk bahan mentah
maupun olahan. Peningkatan impor makanan
dan minuman ini juga diperkirakan didorong
untuk memenuhi persediaan dalam menyambut
konsumsi yang biasanya kembali melonjak pada
akhir tahun.
YoY
Rp Miliar
16
KPR
60.0
Growth KPR
14
50.0
12
40.0
10
30.0
8
20.0
6
Bisnis
Rumah Tangga
G Bisnis
milyar kWh
3
Industri
G Rumah
G Industri
yoy
30%
25%
20%
2
15%
10%
2
5%
0%
1
-5%
-10%
1
-15%
-20%
-
-25%
I
II III IV
I
2011
II III IV
I
2012
II III IV
I
2013
II III IV
I
II III IV
2014
I
2015
II III
2016
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.7 Konsumsi Listrik
Perbaikan harga komoditas perkebunan yang
terjadi pada triwulan III belum kuat. Kondisi
tersebut diperkirakan belum cukup kuat untuk
memperluas kesempatan kerja yang tercermin
pada persepsi masyarakat atas ketersediaan
tenaga kerja yang relatif stabil. Sementara itu,
persepsi akan penghasilan masyarakat relatif
menurun.
4
10.0
2
0.0
160.0
-
-10.0
140.0
Persepsi Penghasilan
Persepsi Lapangan Kerja
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
120.0
2011
2012
2013
2014
2015
2016
100.0
Meskipun demikian, kegiatan konsumsi ini
diindikasikan belum optimal. Disamping itu,
beberapa
indikator
menunjukkan
perkembangan yang kurang menggembirakan.
Adanya kebijakan pelonggaran ketentuan Loan
to Value (LTV) untuk kepemilikan properti belum
mendapatkan respons positif yang tercermin
dari penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)
yang masih melambat. Meskipun demikian,
tingginya kebutuhan akan rumah huni masih
menyebabkan
terakselerasinya
konsumsi
masyarakat atas perumahan dan perlengkapan
rumah tangga yang meningkat dari 4,1% (yoy)
menjadi 4,7% (yoy).
Konsumsi listrik rumah tangga menunjukkan
penurunan pada triwulan III 2016. Di sisi lain,
pasokan listrik sudah relatif memadai memasuki
tahun 2016.
80.0
60.0
40.0
20.0
-
I
II III IV
2011
I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
I
2015
II III IV
2016
Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan
Lapangan Kerja
Perbaikan konsumsi rumah tangga diperkirakan
masih terus berlanjut pada triwulan IV 2016.
Geliat penyaluran kredit konsumsi yang mulai
meningkat pada triwulan III 2016 diharapkan
dapat mendorong kinerja konsumsi pada
triwulan berjalan. Peningkatan aktivitas
konsumsi juga berkaitan dengan adanya
perayaan natal dan libur akhir tahun.
Rp Miliar
50,000
Nominal
yoy
40.0%
Growth (yoy)
35.0%
40,000
30.0%
25.0%
30,000
20,000
10,000
4.4%
20.0%
4.5% 15.0%
24,781
26,299
27,803
29,371
30,219
31,239
32,880
34,548
35,072
35,421
36,943
37,681
37,821
38,615
39,752
40,968
40,965
41,762
42,414
42,794
42,907
43,607
44,324
Grafik 1.6 Perkembangan KPR
-
10.0%
5.0%
0.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tw-II 2016
akumulatif masih relatif lebih baik dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun-tahun
sebelumnya.
Tw-III 2016
4,5
-3,5
Kebijakan manajemen fiskal berupa penundaan
Dana Alokasi Umum (DAU)1 maupun Dana
Alokasi Khusus (DAK) menekan kinerja
konsumsi pemerintah yang terkoreksi cukup
dalam sebesar -3,5% (yoy), dibandingkan
realisasi triwulan lalu yang mencapai 4,5% (yoy).
Berkaitan dengan hal tersebut, proses realokasi
anggaran dengan tetap memprioritaskan
program strategis tidak berjalan mudah,
terutama bagi pemerintah daerah yang telah
melakukan pengesahan APBD-P. Kondisi politik
yang belum stabil juga turut berkontribusi dalam
rendahnya kinerja belanja pemerintah pada
triwulan III 2016.
Hingga triwulan III 2016, realisasi anggaran
belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara telah
mencapai 56,2% dari pagunya. Capaian ini lebih
baik dibandingkan dengan realisasi triwulan III
dalam 7 tahun terakhir yang rata-rata baru
mencapai 50,3% dari pagunya. Peningkatan
belanja APBN ini didorong oleh tingginya
capaian realisasi belanja pegawai yang telah
mencapai 77,4% dari pagunya dan belanja
barang yang telah mencapai 51,4% dari
pagunya.
90.0%
TW III 2014
TW III 2015
TW III 2016
80.0%
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
%
30.0%
60.0
50.6%
82.5%
48.5%
19.8%
23.4%
0.0%
61.1%
59.7%
55.0%
61.6%
58.1%
10.0%
40.0
50.7%
20.0%
50.0
0.0%
Total Belanja
30.0
Belanja Operasi
Belanja Modal
Transfer
Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
20.0
10.0
55.0
54.6
47.8
48.2
47.2
52.8
46.2
56.2
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov
Sumatera Utara Triwulan III
0.0
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,
diolah
Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan III di
Sumatera Utara
Anjloknya realisasi konsumsi pemerintah turut
disebabkan oleh adanya pergeseran periode
pencairan gaji ke-13 dan 14 yang cair lebih awal
mengikuti bulan Ramadhan yang bergeser ke
triwulan II. Penggelontoran dana yang biasanya
dilaksanakan
pada
triwulan
III
telah
direalisasikan pada triwulan sebelumnya.
Dengan demikian realisasi anggaran secara
Masih baiknya akumulasi konsumsi pemerintah
daerah juga tercermin dari realisasi belanja
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang
mencapai 61,6% dari pagunya. Sama halnya
dengan realisasi APBN, realisasi APBD ini juga
lebih baik dari historisnya dalam 2 tahun
terakhir. Derasnya belanja pemerintah ini juga
tercermin dari rekening pemda di perbankan
yang terkoreksi hingga -6,7% (yoy) dari posisi
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,5% (yoy).
14,000
Kredit (Rp Miliar)
12,000
27.1%
22.0%
10,000
8,000
6,000
G (yoy)
41.8% 42.8%
29.1%
20.8%
16.0%
8.8%
19.5%
24.8%
18.7%
9.1%
0.6%
4,000
-0.3%
2,000
-19.6%
40.0%
32.9%
30.0%
27.3%
20.0%
14.7%
11.7%
-1.4%
50.0%
10.0%
5.5%
0.0%
-6.7%
-10.0%
2.4%
-20.0%
0
-30.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Mencermati perkembangan tersebut serta
penetapan
strategi
realokasi
dalam
mengantisipasi penundaan Dana Alokasi Umum
(DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK),
konsumsi pemerintah pada triwulan IV
diperkirakan kembali menggeliat. Dampak dari
kebijakan tersebut diperkirakan tidak akan
menjalar pada realisasi konsumsi pemerintah
pada triwulan IV seiring dengan masih
memadainya kapasitas fiskal pemerintah,
sehingga keyakinan perbaikan kinerja konsumsi
pemerintah masih kuat. Hal tersebut juga
tercermin dari rekening pemda di perbankan
yang relatif menurun.
Tw-II 2016
5,6
Tertahannya realisasi belanja modal pemerintah
seiring dengan penantian kepastian proses
realokasi anggaran dalam merespon penundaan
DAU menyebabkan perkembangan investasi
bangunan yang tertahan. Hal tersebut tercermin
dari penjualan barang konstruksi yang melambat
dari 2,9% (yoy) menjadi 1,0% (yoy). Meskipun
demikian, masih terus berjalannya proyek
infrastruktur strategis nasional serta kembali
normalnya aktivitas investasi pemerintah yang
tetap memprioritaskan investasi strategis dalam
realokasi anggaran pasca penundaan DAU
diperkirakan mampu menopang kegiatan
investasi ke depan.
Rp Juta
Tw-III 2016
Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Growth
6,000
4,4
40%
35%
5,000
30%
4,000
25%
20%
3,000
120.0
115.0
110.0
105.0
100.0
95.0
90.0
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.13 Pembelian Barang Tahan Lama
4,822
I
II
III IV
1,650
III IV
4,967
II
1.0%
5.3% 10%
4,983
4,773
I
4,776
III IV
4,890
II
4,863
4,199
I
4,177
III IV
4,152
II
4,278
3,963
I
3,989
III IV
3,997
II
3,738
3,668
I
3,999
2,978
1,000
2.5%
3,146
Belum optimalnya realisasi belanja pemerintah
daerah terkait dengan proses realokasi
anggaran menyebabkan menurunnya kinerja
investasi pada triwulan III 2016, dari 5,6% (yoy)
menjadi 4,4% (yoy). Penurunan kinerja investasi
ini diperkirakan didorong oleh tertekannya
realisasi
investasi
pemerintah
daerah,
sementara
realisasi
investasi
swasta
diperkirakan membaik. Hal tersebut terbukti
dari penyaluran kredit investasi kepada sektor
pemerintah yang semakin terkoreksi dari -10,8%
(yoy) menjadi -20,7% (yoy). Penurunan investasi
juga diduga terjadi pada level rumah tangga
yang tercermin dari menurunnya indeks
pembelian barang tahan lama.
15%
2,000
0
5%
0%
-5%
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.14 Penjualan Barang Konstruksi
Sementara itu, aktivitas investasi dari sektor non
pemerintah diperkirakan membaik. Hal tersebut
tercermin dari penyaluran kredit kepada sektor
non pemerintah justru membaik signifikan dari 1,5% (yoy) menjadi 41,7% (yoy).
Dalam meningkatkan kapabilitas perekonomian
untuk merespon penguatan ekonomi domestik
yang diperkirakan akan terjadi kedepan,
investasi non bangunan pada triwulan III 2016
juga turut membaik yang terindikasi dari
peningkatan impor barang modal dari 19,0%
(yoy) menjadi 21,8% (yoy). Peningkatan impor
barang modal ini terkonfirmasi dari hasil liaison
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara kepada pelaku usaha yang
masih menunjukkan optimismenya terhadap
iklim usaha terutama untuk pasar domestik.
Optimisme ini masih cukup kuat meski
mayoritas kapasitas terpasang perusahaan di
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Sumatera Utara dapat dikatakan
maksimal, baru mencapai 74%.
juta
160
Volume (ton)
belum
Growth (yoy)
140
200%
120
150%
100
100%
80
21.8% 50%
60
19.0%
0%
III IV
30.2
II
24.9
I
34.2
24.8
III IV
31.0
II
30.3
I
28.8
30.3
III IV
32.8
II
28.2
I
96.6
45.1
III IV
33.6
II
55.1
31.0
I
42.5
36.7
37.3
135.8
40
20
250%
I
II
III
0
-50%
-100%
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.15 Impor Barang Modal
Terus berlanjutnya perbaikan iklim investasi
yang disertai dengan perkembangan indikator
makro yang cenderung membaik mendorong
mulai pulihnya tingkat kepercayaan investor
untuk terus berinvestasi di wilayah Sumatera
Utara. Selain itu, upaya pemerintah untuk
mendukung peningkatan investasi melalui paket
kebijakan juga turut berkontribusi pada
menariknya iklim investasi di Sumatera Utara.
Dengan demikian, pada triwulan II 2016, PMDN
menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan
setelah turun cukup signifikan pada triwulan
lalu.
Realisasi PMDN di Sumatera Utara pada triwulan
III 2016 kembali meningkat tajam. Nilai investasi
PMDN pada triwulan III 2016 mencapai
Rp1.129,5 miliar, meningkat dari realisasi pada
triwulan sebelumnya yang hanya mencapai
Rp888,2 miliar. Peningkatan PMDN terutama
terjadi pada kategori konstruksi serta industri
kimia dasar, barang kimia, dan farmasi. Iklim
investasi yang kondusif serta tingginya atensi
pemerintah untuk menyempurkanakn kualitas
infrastruktur perhubungan diperkirakan mampu
mendorong daya tarik investor terutama sejalan
dengan Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala
Tanjung yang diperkirakan selesai pada 2017
mendatang.
Optimisme investor domestik belum diikuti oleh
investor luar negeri. Seiring dengan gonjangganjing politik global serta ekspektasi akan
dinaikannya suku bunga acuan Amerika Serikat
mendorong keragu-raguan investor asing dalam
merealisasi investasinya di Indonesia. Realisasi
PMA pada triwulan III 2016 mencapai USD283,1
juta, menurun dari triwulan lalu yang hanya
mencapai USD320,0 juta. Penurunan PMA
tertinggi terjadi pada industri kimia dasar,
barang kimia dan farmasi serta listrik, gas dan
air. Adanya kebijakan pemerintah untuk
menghapus atau meningkatkan porsi Daftar
Negatif Investasi (DNI) untuk beberapa sektor
diindikasikan
belum
terlihat
pada
perkembangan PMA. Hal ini mencerminkan
perlu upaya untuk terus membangun persepsi
positif investor akan iklim investasi di Sumatera
Utara.
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
Periode
PMA
Proyek
2014
2015
2016
PMDN
I
65
I (juta
USD)
122,4
Proyek
15
I (Rp
miliar)
559,5
II
117
156,3
49
2.985,8
III
74
200,3
20
428,5
IV
180
71,8
73
250,1
I
123
308,1
53
905,1
II
107
323,6
59
2.110,1
III
101
308,2
24
82,8
IV
107
306,1
33
1.189,5
I
39
18,1
12
161,3
II
223
320,0
87
888,2
III
149
283,1
37
1.129,5
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi
Sumber: BKPM, diolah
Kinerja investasi pada triwulan IV 2016
diperkirakan kembali meningkat seiring dengan
realisasi proyek infrastruktur strategis nasional
yang terus digalakkan. Hal tersebut tercermin
dari masih baiknya realisasi penjualan semen
pada awal triwulan IV 2016. Hal ini semakin
diperkuat dengan potensi investasi pemerintah
daerah yang masih besar mengingat belanja
modal pemerintah daerah baru mencapai 19,8%
dari pagunya.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Volume
Growth
1,000
100%
900
77.8%
800
700
60%
49.1%
600
500
40%
20.9%
400
25.4%
20%
300
758
844
670
740
689
781
706
751
782
793
634
771
753
676
592
724
725
680
612
868
823
709
790
357
200
100
80%
-
0%
-20%
I
II III IV I
2011
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.16 Penjualan Semen
Sementara itu, masuknya periode puncak
produksi yang masih harus diimbangi dengan
peningkatan belanja modal untuk memenuhi
kebutuhan produksi kedepan. Perbaikan kinerja
investasi ini juga semakin ditunjang oleh
penyaluran kredit investasi yang membaik dari
11,3% (yoy) menjadi 11,6% (yoy). Adanya
pelonggaran kebijakan moneter yang diikuti
dengan penurunan tingkat suku bunga
diperkirakan mendorong permintaan akan
kredit.
40,000
30,000
20,000
10,000
-
yoy
80.0%
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
11.3% 11.6% 20.0%
10.0%
0.0%
-10.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Nominal
16,651
17,494
18,117
22,343
24,626
25,357
25,873
29,524
30,194
35,973
37,257
40,190
39,910
39,995
39,054
38,660
39,547
39,727
40,150
42,602
42,649
44,225
44,815
Rp Miliar
50,000
memenuhi permintaan masyarakat yang pada
umumnya meningkat pada periode lebaran.
Dengan demikian, permintaan akan komoditas
unggulan Sumut pada triwulan III relatif
menurun. Tidak optimalnya capaian kinerja
ekspor
juga
masih
terkait
dengan
proteksionisme di negara tujuan utama serta
semakin berkembangnya industri peternakan di
Tiongkok yang menjadikan komodits kedelai
lebih atraktif dibandingkan dengan kelapa sawit.
Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri yang
menunjukkan
perbaikan
meski
masih
terkontraksi. Ekspor luar negeri tercatat
membaik dari -5,1% (yoy) menjadi -1,8% (yoy).
Perbaikan kinerja ekspor luar negeri ini tidak
terlepas dari perbaikan harga komoditas
perkebunan yang mencapai kinerja tertingginya
sepanjang tahun 2016 yang disertai dengan
mulai menggeliatnya industri manufaktur negara
tujuan ekspor utama Sumatera Utara.
Milyar
Nilai (USD)
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.17 Kredit Investasi
Tw-II 2016
10,6
Tw-III 2016
9,3
Dukungan perbaikan perekonomian dari sisi
eksternal juga masih sangat minim. Kinerja
ekspor kembali menurun dari 10,6% (yoy)
menjadi 9,3% (yoy). Penurunan kinerja ekspor
ini diduga lebih banyak disebabkan oleh
penurunan kinerja ekspor antar daerah
dibandingkan dengan ekspor luar negeri.
Penurunan kinerja ekspor antar daerah diduga
disebabkan oleh menurunnya permintaan
nasional akibat telah melakukan stock untuk
G Nilai
G Volume
40%
2.5
30%
20%
2.0
-9.6% -10.6%10%
1.5
0%
-1.8%
1.0
0.5
-10%
-5.1%
-
-20%
-30%
I
II
III
2012
2011
Volume (ton)
3.0
2.6
2.0
2.4
1.7
2.6
2.3
2.5
2.4
2.4
2.2
2.3
2.2
2.3
2.2
2.4
2.3
2.3
2.1
2.3
2.0
2.3
2.3
2.2
2.3
1.8
1.9
2.0
2.2
2.0
2.4
1.9
2.5
1.7
2.0
1.9
2.0
1.9
2.1
Ribu Ton
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara2
Ekspor luar negeri Sumatera Utara masih
didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan
pangsa sebesar 36,3% dari total nilai ekspor,
disusul oleh komoditas karet dengan pangsa
8,1% dan kopi 3,5%. Tingginya dominasi produk
ekstraktif
dalam
komoditas
ekspor
menyebabkan tingginya pengaruh pasar
Data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan
pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
9
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
komoditas terhadap kinerja ekspor Sumatera
Utara.
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas
Kelapa Sawit
Karet
Kopi
Lainnya
Pangsa
36,3%
8,1%
3,5%
52,2%
Kinerja ekspor Sumatera Utara masih
bergantung pada kinerja perekonomian
beberapa mitra dagang utama seperti Amerika
Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke
empat negara tersebut mencapai sekitar 39,2%,
menurun dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 39,9% terhadap total ekspor Sumatera
Utara.
mitra dagang utama. PMI dari seluruh negara
mitra dagang utama menunjukkan perbaikan
yang cukup signifikan, baik Amerika Serikat,
Tiongkok maupun India. Lebih lanjut, pada
triwulan III 2016 perbaikan PMI Tiongkok
mampu melewati fase kontraksi.
100.0%
CPO Lokal
USA
12%
Karet Lokal
40.0%
20.0%
0.0%
-20.0%
-40.0%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bloomberg dan Bappebti, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume
1.4
80%
1.2
60%
1.0
40%
0.8
India
10%
-15.7%
-13.2%
0.6
0%
-20%
-11.6% -2.4%
0.2
-40%
-
-60%
I
II
III
IV
I
2012
Perbaikan kinerja CPO juga turut didorong oleh
peningkatan permintaan dari negara mitra
dagang utama yang ditandai dengan mulai
membaiknya geliat industri manufaktur negara
II
III
IV
I
2013
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
2016
Grafik 1.21 Ekspor CPO
59
US
China
India
Jepang
Batas
EKSPANSI
57
55
53
51
KONTRAKSI
Perbaikan kinerja ekspor luar negeri Sumatera
Utara terjadi pada komoditas unggulan CPO
seiring dengan harga di pasar internasional yang
mulai membaik. Harga CPO baik di pasar lokal
maupun internasional menunjukkan kinerja
terbaiknya sejak 2015. Harga CPO di pasar lokal
membaik hingga 30,2% (yoy), lebih baik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 23,0% (yoy). Begitu juga dengan harga
CPO di pasar internasional yang membaik dari
27,6% (yoy) menjadi 28,3% (yoy). Hal tersebut
mampu mendorong kinerja ekspor CPO
merangkak naik dari -11,6% (yoy) menjadi -2,4%
(yoy).
20%
0.4
0.9
0.9
0.7
0.6
1.0
1.1
0.9
1.1
0.8
1.1
0.8
1.1
0.8
1.0
0.9
1.1
0.8
1.0
0.8
0.9
0.9
1.2
0.8
1.2
0.6
0.9
0.7
1.1
0.7
1.2
0.7
1.3
0.5
0.9
0.6
0.9
0.7
1.1
Lainnya
60%
Europa
8%
Karet Intl
60.0%
Milyar
Tiongkok
10%
CPO Intl
80.0%
49
47
45
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com,
diolah
Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Tingginya permintaan dari negara mitra dagang
utama terjadi seiring dengan perayaan MidAutumn Festival di Tiongkok yang menjadi
tradisi etnis Tionghoa dan suku Vietnam di
berbagai penjuru dunia. Tingginya kebutuhan
akan minyak nabati untuk konsumsi makanan
maupun
minuman
ditengah
terjadinya
penurunan stock dunia pasca El Nino 2015
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
meningkatkan kinerja ekspor CPO Sumatera
Utara. Gemilangnya kinerja CPO Sumut pada
triwulan III 2016 juga didukung oleh tingginya
serapan domestik seiring dengan kontrak
pembelian CPO untuk kepentingan biodiesel.
Lain halnya dengan kinerja ekspor karet yang
justru relatif stabil di kisaran -18,5% (yoy).
Kecenderungan perbaikan harga komoditas
masih belum mendapatkan respon positif dari
neraca perdagangan karet. Masih lemahnya
permintaan akan produk karet alam terkait
dengan masih rendahnya harga produk
subtitutif
berbasis
minyak
mentah
menyebabkan daya tarik akan karet alam yang
masih rendah. Berlanjutnya kesepakatan
pembatasan
volume
ekspor
anggota
International Tripartite Rubber Council (ITRC)
sebagai langkah perbaikan harga diharapkan
dapat memberikan dampak positif bagi kinerja
perkebunan karet kedepan.
Menjelang puncak produksi CPO, kinerja ekspor
diperkirakan membaik pada triwulan IV 2016.
Mulai kondusifnya cuaca yang ditandai dengan
kembali tingginya curah hujan diharapkan
mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas
rendemen CPO sehingga bisa meningkatkan
produktivitas CPO. Selain itu, adanya perayaan
Festival Diwali bagi masyarakat etnis India serta
telah ditandatanganinya kontrak pembelian CPO
untuk BBN biodiesel juga meningkatkan
permintaan akan CPO pada periode mendatang.
Milyar
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume
0.6
30%
20%
0.5
10%
-12.3%
-9.7% 0%
0.4
-10%
-18.5%
0.3
-18.5%
0.2
-20%
-30%
-40%
0.5
0.1
0.5
0.1
0.4
0.1
0.4
0.1
0.5
0.2
0.4
0.1
0.4
0.2
0.4
0.2
0.3
0.2
0.2
0.1
0.2
0.1
0.2
0.1
0.2
0.1
0.2
0.1
0.2
0.1
0.2
0.1
0.1
0.1
0.2
0.1
0.2
0.1
0.1
-
-50%
-60%
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
Sementara itu, indikasi perbaikan pada triwulan
IV dari sisi komoditas karet masih lemah.
Tingginya curah hujan memasuki semester II
2016 dapat mengancam kualitas karet.
Meskipun demikian, adanya upaya untuk
mengurangi sistem kontrak jangka panjang
diharapkan dapat mendorong perbaikan harga
pada periode mendatang.
Ke depan, faktor risiko masih cukup kuat
membayangi kinerja ekspor. Masih cukup
kuatnya pergeseran penggunaan minyak nabati
dari CPO ke kedelai seiring dengan pesatnya
perkembangan industri peternakan di Tiongkok
mendorong penurunan permintaan agregat dari
negara ini. Sementara itu, produksi negara
eksportir lainnya diperkirakan kembali pulih dari
dampak El Nino pada tahun 2015 lalu.
Tw-II 2016
7,6
Tw-III 2016
8,8
Seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi
rumah tangga, impor juga cenderung meningkat
dari 7,6% (yoy) menjadi 8,8% (yoy). Perbaikan
kinerja impor diduga didorong oleh peningkatan
impor antar daerah maupun impor luar negeri.
Peningkatan impor antar daerah terjadi seiring
dengan minimnya produksi pangan di sepanjang
triwulan III 2016 akibat anomali cuaca. Adanya
peningkatan konsumsi dalam menyemarakkan
hari raya Idul Fitri mendorong adanya penjualan
bahan pangan dari sentra produksi lain. Adanya
kerja sama antara Pemerintah Daerah Provinsi
Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Tengah memasuki semester II 2016 juga
turut meningkatkan impor antar daerah untuk
komoditas bawang merah. Dengan demikian,
impor antar daerah maningkat dari 11,1% (yoy)
menjadi 15,0% (yoy).
2016
Grafik 1.23 Ekspor Karet
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
11
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
150%
Bahan Baku
Barang Konsumsi
Barang Modal
Total
100%
50%
0%
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
2016
-50%
Impor bahan baku juga turut meningkat dari 3,7% (yoy) menjadi 1,4% (yoy). Peningkatan
impor bahan baku meningkatkan ekspektasi
akan membaiknya kinerja industri pengolahan
pada triwulan IV 2016. Sementara itu, seiring
dengan penurunan kinerja investasi, impor
barang modal turut merosot.
-100%
Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Senada dengan impor antar daerah, impor luar
negeri juga menunjukkan pertumbuhan yang
menggembirakan, yaitu dari 5,5% (yoy) menjadi
10,7% (yoy). Peningkatan impor luar negeri
terutama untuk kelompok barang konsumsi.
Tren penguatan nilai tukar yang terus berlanjut
mendorong harga barang impor yang lebih
murah sehingga mampu menunjang kinerja
impor.
150%
Bahan Baku
Barang Konsumsi
Barang Modal
Total
100%
50%
0%
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
-50%
-100%
Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
Berdasarkan kategorinya, kelompok barang
konsumsi dan bahan baku mengalami
peningkatan sementara impor barang modal
justru menurun. Impor barang konsumsi
mengalami lonjakan paling tajam, yaitu dari
17,4% (yoy) menjadi 62,1% (yoy). Peningkatan
impor barang konsumsi ini terjadi terutama
untuk kelompok bahan makanan yang pada
umumnya meningkat pada hari raya Idul Fitri.
Laju impor pada triwulan IV 2016 kembali
meningkat seiring dengan kembali membaiknya
permintaan domestik. Selain itu, masuknya
puncak produksi CPO mendorong kebutuhan
akan barang modal dalam mendukung aktivitas
industri pada triwulan mendatang.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi
Lapangan Usaha
Dari
sisi
penawaran,
melambatnya
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan
III 2016 terutama ditekan oleh menurunnya
kinerja kategori pertanian dan kategori industri
pengolahan. Sementara itu, kinerja kategori
konstruksi relatif stabil. Perbaikan kinerja
kategori perdagangan serta transportasi
pergudangan mampu menahan perlambatan
perekonomian yang lebih dalam. Kelima kategori
tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB
Sumatera Utara.
Kinerja kategori pertanian yang menurun tidak
terlepas dari merosotnya produksi tanaman
pangan dan hortikultura periode panen raya
kedua yang terjadi pada triwulan III. Perbaikan
harga komoditas perkebunan yang terjadi belum
mampu menahan penurunan kinerja kategori ini
lebih lanjut. Sementara itu, kecenderungan
perbaikan harga komoditas ini juga belum dapat
memberikan dampak yang optimal pada kinerja
industri pengolahan.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Indikator Makro
PDRB (%,yoy)
Sisi Produksi
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
IV
4.7
2014
Total
5.2
I
4.8
II
5.1
2015
III
5.1
IV
5.3
Total
5.1
I
4.7
2016
II
III Arah
5.5
5.3
5.2
4.1
0.3
2.9
6.8
8.5
4.4
5.1
3.0
3.2
6.0
6.8
6.1
12.4
0.3
-8.5
9.7
8.3
5.6
6.1
3.1
-5.6
8.6
6.6
3.8
3.7
5.0
4.7
4.3
5.6
7.0
3.8
5.5
4.5
3.4
2.0
5.6
6.4
3.5
-1.3
6.4
5.5
5.0
1.4
6.2
-0.2
4.6
3.5
7.4
6.7
1.7
7.4
5.1
5.5
4.7
8.4
1.4
1.6
10.3
5.5
5.5
6.9
4.5
5.4
4.2
3.3
4.4
2.5
5.2
7.5
6.3
6.5
4.7
4.8
7.9
7.5
5.7
6.5
7.2
2.6
6.6
6.8
5.1
9.2
5.8
4.2
4.9
7.2
5.1
6.9
7.1
4.7
5.6
6.8
6.0
6.2
8.1
8.5
6.1
5.0
5.7
5.7
7.4
11.1
6.3
4.5
5.5
7.0
7.1
7.2
5.8
5.9
4.2
4.3
5.8
7.5
4.6
5.5
6.2
5.7
6.9
6.2
5.2
5.5
8.0
8.5
9.0
3.7
6.8
4.9
5.2
6.9
5.3
6.3
7.0
4.7
5.8
5.5
12.0
11.9
0.0
8.6
6.1
6.4
7.0
7.0
2.5
6.4
6.2
-0.2
7.9
6.9
8.1
8.8
5.6
9.8
4.7
8.1
5.0
6.9
6.7
7.4
7.9
7.0
7.0
5.2
6.3
2.9
4.8
6.4
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Tw-II 2016
7,4
Tw-III 2016
4,7
Merosotnya produksi tanaman pangan dan
hortikultura terkait dengan kurang kondusifnya
musim tanam maupun panen menekan kinerja
kategori
pertanian.
Secara
kuartalan,
pertumbuhan kategori pertanian hanya
mencapai 2,5% (qtq), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan rataan historisnya dalam 6
tahun terakhir yang mencapai 6,7% (qtq).
Dengan demikian, kinerja pertanian turun tajam
dari 7,4% (yoy) menjadi 4,7% (yoy).
pergeseran periode tanam yang baru terjadi
pada triwulan tersebut. Dengan demikian,
capaian produksi padi pada triwulan III hanya
mencapai -0,2% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan capaian triwulan lalu yang
mencapai 35,7% (yoy).
Produksi Triwulan III 2016 (%, yoy)
Padi
0
Cabai Besar
-42
Bawang Merah
-6
Periode panen raya kedua yang pada umumnya
terjadi pada triwulan III setiap tahunnya
terkendala faktor cuaca sehingga capaian panen
tidak optimal. Periode tanam padi yang biasanya
terjadi pada triwulan II tidak berjalan lancar
dikarenakan terlalu keringnya cuaca akibat
kondisi sawah di Sumut yang masih didominasi
oleh sawah tadah hujan. Mulai membaiknya
curah hujan pada triwulan III menyebabkan
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.1 Realisasi Sifat Curah Hujan Juli 2016
Mulai kondusifnya curah hujan pada awal
triwulan III 2016 memberikan dampak positif
bagi pertanian. Namun, curah hujan yang terlalu
tinggi memasuki September 2016 terutama di
sentra produksi memengaruhi secara signifikan
produktivitas pertanian. Beberapa lahan
pertanian dilaporkan puso terkait dengan
bencana banjir. Kondisi tersebut diperparah
dengan luasnya paparan gangguan Organisme
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
13
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Penggangu Tanaman (OPT) komoditas cabai
merah. Tahun 2016 menjadi tahun anomali
produksi dengan tingginya luas lahan yang
terjangkit virus keriting dan virus kuning hingga
mencapai ±1.300 Ha lahan dalam kurun Januari
hingga September 20163. Dengan demikian,
produksi cabai merah di Sumatera Utara juga
turut terkoreksi dalam dari -18,5% (yoy) menjadi
-42,2% (yoy).
vulkanik di area tersebut. Dengan demikian,
produksi hortikultura dan sayur mayur Sumatera
Utara turut terganggu mengingat sentra
produksi yang cukup terkonsentrasi di area
Gunung Sinabung. Proses relokasi lahan
pertanian masih terus diupayakan namun belum
dapat dirampungkan dalam tempo yang cepat
mengingat cukup terbatasnya ketersediaan
lahan pengganti dengan karakteristik dan tingkat
kesuburan yang mendekati areal Gunung
Sinabung.
Realisasi
Sisa Kebutuhan
Growth Realisasi
100%
40.0%
80%
30.0%
20.0%
60%
10.0%
40%
16.7%
38.4%
57.8%
83.2%
21.5%
48.4%
71.9%
100.8%
18.9%
43.9%
66.0%
90.4%
22.9%
48.2%
67.4%
94.4%
20.9%
41.9%
65.2%
0.0%
20%
-10.0%
0%
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.2 Realisasi Sifat Curah Hujan Agustus 2016
I
-20%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
-20.0%
II III
2016
-30.0%
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Indeks
NTP
NTPR
NTPH
NTPP
106
104
102
100
98
96
94
92
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.27 Realisasi NTP Sumatera Utara
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.3 Distribusi Sifat Curah Hujan September 2016
Kondisi ini juga semakin diperburuk dengan
normalisasi area Gunung Sinabung yang
membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada
triwulan III 2016 Gunung Sinabung kembali
terlihat meluncurkan awan panas dan belum
menunjukkan gejala akan berakhirnya aktivitas
Penurunan kinerja pertanian juga turut
berimbas pada daya beli masyarakat petani.
Rataan NTP pada triwulan III cenderung
menurun dari 100,6 pada triwulan lalu menjadi
99,7. Penurunan NTP ini terutama didorong oleh
kembali menurunnya NTP tanaman pangan, NTP
hortikultura dan NTP perkebunan rakyat.
Sementara itu NTP peternakan, perikanan
maupun perikanan tangkap relatif membaik.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tingginya risiko usaha yang dimiliki oleh kategori
ini memengaruhi penyaluran kredit perbankan.
Penyaluran kredit pertanian relatif melambat
dari 25,7% (yoy) menjadi 20,5% (yoy). Meski
kinerja kategori ini relatif melambat, kualitas
penyaluran kredit yang diberikan, yang
tercermin dari nilai NPL, justru menurun dari
2,2% menjadi 2,1%.
Rp Miliar
35,000
Nominal
yoy
70.0%
Growth (yoy)
30,000
60.0%
50.0%
20,000
15,000
20.5%40.0%
25.7%
30.0%
10,000
20.0%
5,000
9,703
9,671
11,550
13,953
13,980
14,936
15,501
18,358
18,396
18,834
19,183
22,036
22,291
23,629
23,565
25,007
24,196
25,095
26,286
28,623
29,473
31,545
31,678
25,000
-
10.0%
0.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Pertanian
Dengan mencermati fakta tersebut, pemerintah
daerah tidak lantas berdiam diri. Peningkatan
produksi tanaman pangan tetap diupayakan
apalagi mengingat adanya penurunan kualitas
benih yang digunakan oleh petani pada awal
tahun 2016. Dengan demikian, pemerintah
meningkatkan penyaluran pupuk bersubsidi,
yang bahkan secara tahunan menunjukkan
jumlah penyaluran yang jauh lebih tinggi dari
historisnya. Jumlah pupuk subsidi yang telah
disalurkan pada triwulan III 2016 telah mencapai
21,9% (yoy), jauh meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai -2,0% (yoy). Pemenuhan kebutuhan
pupuk juga diindikasikan membaik yang
tercermin pada volume impor pupuk yang
membaik dari -1,4% (yoy) menjadi 15,8% (yoy).
juta
350
Volume (ton)
Growth (yoy)
100%
Mulai membaiknya kinerja kategori perkebunan
diperkirakan mampu menahan semakin
dalamnya penurunan kinerja pertanian pada
triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari
harga komoditas perkebunan yang membaik
secara signifikan. Perbaikan harga komoditas ini
juga turut ditunjang dengan mulai membaiknya
permintaan mitra dagang utama secara perlahan
yang ditunjukkan dengan Purchasing Manager
Index yang meningkat. Permintaan dari sisi
domestik juga cukup kuat yang tercermin dari
realisasi komitmen kontrak pengadaan biodiesel
yang disalurkan pada bulan Mei-Oktober 20164.
Perbaikan harga komoditas perkebunan di pasar
global terjadi seiring dengan menurunnya
pasokan CPO di pasar global. Dampak El Nino di
2015 yang cukup signifikan masih memukul
produktivitas CPO di 2016. Kondisi tersebut
menyebabkan harga CPO membaik. Namun,
dampak El Nino tersebut relatif minimal bagi
Sumatera Utara sehingga produksi kelapa sawit
tidak terganggu secara signifikan dibandingkan
dengan pesaing utama lainnya seperti Malaysia.
Meskipun demikian, dorongan perbaikan harga
yang bersifat non fundamental masih belum
cukup kuat dalam mendorong perbankan untuk
menyalurkan kredit pada perkebunan sawit.
Masih didorong kesepakatan pembatasan
ekspor oleh International Tripartite Rubber
Council (ITRC) serta perbaikan minyak dunia
yang terus berlanjut, harga karet baik di pasar
lokal maupun internasional turut meningkat.
Perbaikan harga ini memberikan angin segar
bagi petani karet yang sudah beberapa tahun
terakhir terhimpit faktor harga yang terlalu
rendah. Meskipun demikian, tanpa adanya
80%
300
60%
250
40%
200
15.8%
20%
-1.4%
150
0%
100
202.6
185.6
165.2
206.3
174.9
188.2
261.9
166.8
214.8
310.8
166.6
193.4
202.4
181.9
92.3
141.8
203.9
313.9
-20%
181.6
50
0
-40%
-60%
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
Grafik 1.29 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera
Utara
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
258/K/12/DJE/2016 mengenai penetapan Badan Usaha
Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Alokasi Besaran Volume
Untuk Pengadaan BBN Jenis Biodiesel di PT Pertamina dan
PT AKR Corporindo Periode Mei-Oktober 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
15
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
pembatasan ekspor pun pada dasarnya pasokan
karet sudah mulai menurun akibat hilangnya
minat
t
k t k t
t k ‘
’
getah karet akibat terlalu rendahnya harga.
Sejalan dengan kondisi tersebut, penyaluran
kredit perbankan ke perkebunan karet
melambat dari -19,1% (yoy) menjadi -21,5%
(yoy).
Rp Triliun
30
Kebun Karet
G. P Karet
Kebun Sawit
G P Sawit
hujan yang mulai meningkat. Adanya pergeseran
periode panen tanaman pangan seiring dengan
periode tanam yang baru dilaksanakan pada
triwulan III juga mendorong masih kuatnya
kinerja pertanian pada triwulan IV 2016.
300%
250%
25
200%
20
150%
15
100%
50%
10
0%
5
-50%
-
-100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan
Gambar 1.4 Perkiraan Sifat Curah Hujan Oktober 2016
Meskipun demikian, capaian perkebunan juga
belum optimal mengingat faktor risiko yang
cukup besar dalam menghambat aktivitas
perdagangan. Animo pelaku industri pakan
ternak Tiongkok akan pesatnya industri
peternakan di negara tersebut mendorong
tingginya switching penggunaan kedelai sebagai
alternatif kelapa sawit.
Namun demikian, terdapat beberapa faktor
risiko perbaikan kinerja kategori pertanian pada
periode mendatang. Curah hujan yang kembali
tinggi terutama pada bulan Oktober berpotensi
menurunkan kuantitas dan kualitas karet alam
dan kopi. Selain itu, adanya prakiraan kembali
menurunnya harga pada triwulan IV 2016
diperkirakan juga akan membatasi perbaikan
kinerja pertanian pada periode mendatang.
Kedelai dinilai lebih menguntungkan dari kelapa
sawit terkait dengan penggunaan ampas yang
dapat digunakan sebagai pakan ternak meski
harga kedelai cenderung lebih tinggi.
Perkembangan industri ternak maupun pakan
ternak ini terus membaik meski perekonomian
Tiongkok cenderung lesu, terutama untuk
komoditas daging babi. Sementara itu, kinerja
ekspor kopi juga semakin menurun yang
tercermin dari kinerja ekspor kopi yang kembali
terkoreksi dari -19,0% (yoy) menjadi -20,2%
(yoy) seiring dengan belum pulihnya ekonomi
global.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.5 Perkiraan Sifat Curah Hujan November 2016
Memasuki awal triwulan IV 2016, indikasi
perbaikan kinerja pertanian masih cukup kuat.
Hal tersebut tidak terlepas dari adanya periode
puncak produksi CPO yang diiringi dengan mulai
baiknya pasokan air yang tercermin dari curah
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.6 Perkiraan Sifat Curah Hujan Desember 2016
Tw-II 2016
1,7
Penurunan kinerja industri pengolahan ini juga
turut disertai dengan penyaluran kredit ke
kategori dimaksud yang masih menurun, yaitu
dari -2,8% (yoy) menjadi -1,6% (yoy). Perbaikan
harga komoditas yang terjadi pada beberapa
periode lalu belum cukup kuat untuk
meningkatkan
minat
perbankan
dalam
menyalurkan kredit pada sektor ini. Hal tersebut
dikarenakan perbaikan harga yang terjadi pada
triwulan lalu masih bersifat sementara,
sementara itu perbaikan harga dari faktor
fundamentalnya
belum
menunjukkan
pergerakan yang berarti.
Tw-III 2016
1,4
Rp Miliar
yoy
Nominal
45,000
Growth (yoy)
45.0%
40.0%
40,000
35.0%
35,000
Pengembangan industri juga dihadapkan pada
kendala infrastruktur pendukung yang masih
terbatas. Diantaranya adalah pengadaan listrik
dan gas yang menurun secara signifikan. Kinerja
pengadaan listrik dan gas tercatat melambat
dari 7,4% (yoy) menjadi 1,6% (yoy). Hal tersebut
juga terkonfirmasi dari konsumsi listrik pada
golongan industri yang melambat dari 2,9%
(yoy) menjadi 1,5% (yoy). Penyesuaian tarif
listrik yang dilaksanakan secara berkala turut
meningkatkan biaya operasional industri.
25.0%
25,000
20.0%
15.0%
20,000
10.0%
15,000
-2.8%
5.0%
-1.6%
0.0%
17,670
18,226
18,455
21,666
20,741
23,120
23,689
26,140
25,942
26,899
29,867
31,883
31,211
33,207
33,380
33,030
35,073
37,803
38,846
36,369
35,425
36,731
38,213
10,000
5,000
-
-10.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri
Pengolahan
Meski konsumen utama Sumut yaitu Tiongkok
mulai melakukan switching, namun kinerja
industri di pasar global masih sangat baik.
Sehingga secara keseluruhan, kinerja ekspor
manufaktur Sumatera Utara terkaselerasi.
Milyar
Nilai (USD)
2.5
Volume (ton)
G Nilai
G Volume
40%
30%
2.0
20%
1.5
-10.8% 10%
-9.3%
1.1%
0%
1.0
-10%
-2.5%
0.5
-
Pamor kelapa sawit di Tiongkok juga semakin
menurun dibandingkan dengan kedelai yang
menjadi komoditas yang cukup menjanjikan
dalam menopang industri peternakan yang
sedang berkembang pesat. Dengan demikian,
permintaan akan kelapa sawit dari Tiongkok
relatif menurun meski indikator manufaktur
menunjukkan perbaikan.
-5.0%
1.9
1.8
1.7
1.5
2.1
2.1
2.0
2.2
1.8
2.0
1.8
2.0
1.8
1.9
1.9
2.1
1.8
1.9
1.8
1.8
1.9
2.1
1.8
2.1
1.4
1.7
1.5
1.9
1.6
2.2
1.6
2.3
1.4
1.8
1.5
1.7
1.6
1.9
Perbaikan harga komoditas perkebunan yang
tengah terjadi belum diikuti respons positif
kinerja industri pengolahan yang justru
melambat dari 1,7% (yoy) menjadi 1,4% (yoy).
Kebutuhan untuk meningkatkan persediaan
sebelum hari raya Lebaran pada triwulan II lalu
mendorong menurunnya permintaan pada
triwulan III dari sisi domestik sementara dari sisi
eksternal masih cukup kuat.
30.0%
30,000
-20%
-30%
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Ke depan, perkembangan kinerja industri
pengolahan masih dihadang pada sejumlah
tantangan. Keterbatasan pasokan bahan baku
masih belum mampu mengimbangi laju produksi
sehingga harga komoditas yang sedang
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
17
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
membaik tidak dapat dimanfaatkan secara
optimal. Permasalahan minimnya bahan baku
masih menjadi dilema bagi industri pengolahan
karet, dimana kekurangan bahan baku untuk
industri domestik saja mencapai 40%.
Infrastruktur pendukung yang masih dinilai
belum optimal juga turut menyebabkan capaian
kinerja industri pengolahan yang belum
maksimal. Kembali disesuaikannya tarif listrik
ditengah kehandalan industri yang masih perlu
ditingkatkan semakin menghimpit industri
terutama karet yang terjepit marjin yang cukup
rendah. Harga gas di Sumatera Utara juga dinilai
masih belum kompetitif dalam menopang
kinerja industri pengolahan ke depan. Harga gas
industri di Sumatera Utara mencapai
US$11,22/MMBTU,
jauh
lebih
tinggi
dibandingkan dengan harga gas industri di
daerah lain yang hanya mencapai US$68/MMBTU.
Sementara itu, prakiraan akan membaiknya
kondisi pasokan komoditas terutama CPO pada
akhir tahun menyebabkan turunnya harga
komoditas di pasar internasional. Di sisi lain,
perbaikan harga komoditas belum terbantu oleh
perbaikan kinerja manufaktur negara mitra
dagang yang tercermin dari PMI yang cenderung
meningkat.
Meskipun demikian, tingginya serapan domestik
terutama terkait dengan program mandatori
biodiesel diperkirakan mampu memperkuat
kinerja industri pengolahan kedepan. Adanya
perayaan Diwali di India serta lanjutan dari MidAutumn festival bagi etnis Tionghoa diharapkan
mampu meningkatkan permintaan atas CPO
pada periode mendatang. Penjualan dengan
sistem kontrak juga turut menjaga kinerja
industri pengolahan. Dengan demikian, kinerja
industri pada triwulan IV 2016 diperkirakan
masih membaik.
Tw-II 2016
5,5
Tw-III 2016
5,5
Kinerja kategori konstruksi masih terbatas,
tumbuh stabil di kisaran 5,5% (yoy). Proses
pengadaan yang baru rampung memasuki
triwulan III 2016 juga turut menyebabkan belum
optimalnya realisasi belanja infrastruktur
pemerintah daerah. Dengan demikian, kinerja
investasi bangunan dari pemerintah daerah
diperkirakan menahan perbaikan kinerja
kategori ini lebih lanjut.
Lain halnya dengan investasi bangunan
pemerintah pusat di Sumatera Utara yang
diduga masih sangat baik terkait dengan masih
realisasi infrastruktur strategis di Sumatera
Utara yang on track seperti pembangunan
Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose
Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans
Sumatera. Dorongan pemerintah pusat untuk
melakukan
percepatan
pembangunan
infrastruktur strategis turut berkontribusi dalam
tingginya realisasi proyek-proyek tersebut.
Masih baiknya konstruksi dari sisi swasta juga
tercermin dari konsumsi semen dan penjualan
barang konstruksi yang cenderung membaik.
Meksi kinerjanya masih tertahan, penyaluran
kredit oleh perbankan masih cukup baik bahkan
meningkat. Hal tersebut tercermin dari
pertumbuhan kredit konstruksi yang tercatat
membaik dari 7,9% (yoy) menjadi 9,5% (yoy).
Kinerja kategori konstruksi yang relatif stagnan
diyakini hanya bersifat sementara yang didasari
dengan keyakinan fokus pemerintah yang tetap
memprioritaskan infrastruktur strategis dalam
alokasi anggaran pasca penundaan penyaluran
DAU dan DAK.
Proses pengadaan yang baru rampung
memasuki triwulan III 2016 juga semakin
menguatkan
keyakinan
akan
semakin
meningkatnya realisasi belanja infrastruktur
pada periode mendatang. Meningkatnya
permintaan akan hunian seiring dengan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
kebijakan relaksasi LTV juga diharapkan
mendorong
konsumsi
properti.
Dengan
demikian, geliat pembangunan diperkirakan
akan kembali membaik pada triwulan
mendatang.
Rp Juta
Penjualan Suku Cadang
Growth
800
80%
62.2%
700
50.8%
60%
61.9%
600
500
20%
400
0%
300
-20%
6,000
50.0%
40.0%
4,000
30.0%
3,000
7.9% 9.5%20.0%
2,000
2,702
2,687
3,190
3,156
2,935
3,297
3,835
3,953
3,776
4,407
5,279
5,114
4,904
4,907
5,357
5,394
5,027
5,181
5,297
5,270
4,922
5,592
5,802
1,000
10.0%
-
0.0%
-10.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Tw-II 2016
5,2
Tw-III 2016
7,5
Aktivitas konsumsi yang tinggi dalam semarak
perayaan hari raya idul fitri mendorong
aktivitas perdagangan meningkat dari 5,2%
(yoy) menjadi 7,5% (yoy). Membaiknya
konsumsi ini tercermin dari hasil survei
konsumen dan indeks penjualan eceran yang
cenderung meningkat pada triwulan III 2016.
744.9
I
II
III IV
255.0
III IV
558.1
II
630.2
459.1
I
484.6
III IV
450.1
II
418.0
487.3
I
472.8
III IV
371.9
II
426.6
469.0
I
376.6
640.8
III IV
580.5
II
0
60.0%
5,000
I
555.4
70.0%
586.7
Growth (yoy)
532.8
yoy
Nominal
7,000
100
548.4
200
Rp Miliar
40%
-40%
-60%
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera
Utara
Peningkatan kinerja pariwisata tercermin dari
occupancy
rate
hotel/penginapan
dan
kunjungan wisatawan mancanegara yang
meningkat. Meriahnya perayaan Festival
Kemerdekaan dan Festival Danau Toba mampu
meningkatkan daya tarik wisata Sumatera Utara.
Kondisi
tersebut
mendorong
adanya
peningkatan aktivitas perdagangan di Sumatera
Utara.
30.0%
60
20.0%
50
10.0%
40
0.0%
30
-10.0%
20
-20.0%
Wisman
-30.0%
10
Occupancy Rate (RHS)
-
-40.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Aktivitas mudik yang menuntut kondisi moda
angkuran dalam kondisi prima sehingga
permintaan akan maintenance dan suku cadang
kendaraan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Penjualan suku cadang tercatat
melejit lebih tinggi dari 50,8% (yoy) menjadi
62,2% (yoy). Peningkatan penjualan suku cadang
ini juga turut ditopang oleh penguatan nilai
tukar yang terus berlanjut hingga triwulan III
2016. Dengan demikian, harga sparepart, suku
cadang dan aksesoris kendaraan relatif
menurun.
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.35 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
dan Occupancy Rate
Sementara itu, dari sisi pemerintah, adanya
kebijakan penundaan DAU dan DAK menjadi
faktor penahan kinerja perdagangan pada
triwulan III 2016. Dalam menanti proses
realokasi terkait kepastian hukum dalam
melaksanakan realisasi belanja, pemerintah
cenderung menunda pengadaan barang non
strategis, dengan demikian permintaan dari
sektor ini diprakirakan cenderung menurun. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa capaian kinerja
sektor perdagangan yang belum optimal.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
19
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Adanya HBKN dan libur akhir tahun yang disertai
dengan masuknya puncak produksi CPO
mendorong peningkatan kinerja kategori
perdagangan besar dan eceran (PBE). Seriusnya
pemerintah dalam mengembangan kawasan
Danau Toba mendorong penyaluran kredit
perbankan pada sektor ini meningkat dari 3,0%
(yoy) menjadi 4,0% (yoy).
Rp Miliar
50,000
Nominal
yoy
35.0%
Growth (yoy)
30.0%
40,000
25.0%
20.0%
30,000
15.0%
20,000
18,431
19,193
20,643
21,709
22,784
24,897
24,525
26,531
27,066
32,028
32,144
33,873
34,496
36,200
36,735
38,968
42,195
42,952
44,011
44,598
40,941
44,229
45,771
10,000
10.0%
3.0% 4.0%
5.0%
-
0.0%
-5.0%
Hari raya Idul Fitri diiringi dengan arus mudik
yang cukup tinggi serta libur sekolah mendorong
peningkatan kebutuhan akan moda transportasi
baik untuk darat, laut dan udara. Adanya
kebutuhan yang tinggi ini direspon dengan
adanya penambahan kapasitas angkut baik
melalui jumlah moda transportasi yang lebih
banyak maupun frekuensi angkut yang lebih
tinggi. Arus mudik terlihat masih cukup ramai
mendekati Idul Fitri yang berlangsung pada awal
triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari
pertumbuhan arus penumpang udara maupun
laut yang melonjak secara signifikan pada
triwulan III 2016.
juta orang
3
Penumpang Udara
G Penumpang Udara
Penumpang Laut
G Penumpang Laut
100.0%
89.8%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
80.0%
2
2016
Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Tw-II 2016
40.0%
2
9.9%
8,0
0.0%
-20.0%
1
-40.0%
-49.1%
-
-60.0%
I
Semaraknya budaya mudik serta perbaikan
harga komoditas mendorong terdongkraknya
kinerja Transportasi dan Pergudangan hingga
tumbuh 8,0% (yoy). Adanya perbaikan harga
komoditas juga mendorong tingginya arus
transportasi dan pergudangan barang sehingga
membutuhkan kapasitas pergudangan yang
memadai. Meningkatnya aktivitas impor
meningkatkan kebutuhan akan pergudangan.
Aktivitas muat di Sumatera Utara meningkat
tajam dari 42,1% (yoy) menjadi 126,8% (yoy).
juta Ton
3
Bongkar
Muat
G Bongkar
G Muat
150.0%
126.8%
2
100.0%
2
50.0%
42.1%
8.8% 0.0%
1
1
-33.0% -50.0%
-
-100.0%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
20.0%
16.1%
1
Tw-III 2016
6,2
60.0%
II III
2016
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
II III
2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.38 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Memasuki awal triwulan IV 2016, kinerja
transportasi dan pergudangan diperkirakan
masih tinggi. Perkiraan akan kembali
membaiknya aktivitas konsumsi masyarakat
terkait perayaan HBKN dan libur akhir tahun
diperkirakan mampu meningkatkan kinerja
subkategori transportasi.
Masuknya periode puncak produksi yang
disertai dengan aktivitas manufaktur negara
mitra dagang utama yang mulai membaik akan
mendorong produktivitas industri. Dengan
demikian, kebutuhan akan pergudangan juga
diekspektasikan akan meningkat sehingga
mendorong kinerja subkategori pergudangan.
Hal tersebut juga semakin didorong oleh masih
berjalan dengan baiknya kontrak pembelian CPO
untuk biodiesel periode Mei-Oktober 2016.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan
Belawan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Meskipun
demikian,
perbankan
masih
cenderung berhati-hati dalam memberikan
pembiayaan kepada sektor ini. Kinerja yang
diperkirakan masih akan terus membaik
tersebut belum direspon oleh penyaluran kredit
yang lebih agresif. Hal tersebut tercermin dari
penyaluran kredit yang kembali menurun pada
triwulan III 2016. Kredit kategori transportasi
dan pergudagan terkoreksi semakin dalam pada
triwulan III 2016 dari -3,2% (yoy) menjadi -9,6%
(yoy).
Rp Miliar
yoy
Nominal
6,000
Growth (yoy)
80.0%
5,000
60.0%
4,000
40.0%
3,000
20.0%
-3.2%
1,000
1,568
1,943
2,233
2,485
2,598
2,875
2,995
3,310
3,397
3,588
3,704
3,683
3,570
5,161
4,655
3,925
3,807
3,598
3,605
3,478
3,360
3,482
3,259
2,000
-9.6%
-
0.0%
-20.0%
-40.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan
Pergudangan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
21
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Boks 1
Mempercepat Transformasi Industri Terintegrasi
Rata-rata pangsa industri bagi perekonomian Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir mencapai
19,5% dari total PDRB dan terus menunjukkan tren yang menurun. Hingga triwulan III 2016, pangsa
industri di Sumatera utara mencapai 19,0%, lebih rendah dibandingkan dengan pangsa pada tahun
2012 yang mencapai 20,5%.
Penurunan pangsa industri terutama terjadi pasca commodity boom, dimana tren pangsa industri
maupun pertumbuhan dari industri pengolahan terus menurun. Bila dibandingkan dengan provinsi
lain di Sumatera yang turut mengandalkan produk ekstraktif sebagai komoditas unggulannya,
Sumatera Utara konsisten berada di zona yang perlu di dorong atau bahkan menurun bersama
dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Sumatera Barat. Namun, pergerakan
industri di kedua provinsi lainnya telah menunjukkan tren perbaikan yang tercermin dari tren pangsa
maupun pertumbuhan yang relatif membaik meski trennya masih cukup rendah. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian lebih lanjut mengingat pengembangan sektor sekunder yang rendah dapat
menimbulkan kerentanan sustainabilitas perekonomian jangka panjang.
2016*
19.0
81.0
2015
19.5
80.5
2014
19.8
80.2
2013
20.2
79.8
20.5
2012
0%
79.5
20%
40%
Industri
60%
80%
100%
Non Industri
*tahun 2016 menggunakan data kumulatif hingga triwulan III
2016
*Bubble size mengindikasikan pangsa industri terhadap perekonomian
Grafik 1.40 Pangsa Industri Terhadap PDRB
Grafik 1.41 Pemetaan Profil Industri di Sumatera
Industri di Sumatera Utara didominasi oleh industri makanan, minuman dan tembakau dengan
pangsa 46%, disusul oleh industri kimia, batu bara, karet dan plastik dengan pangsa 19% serta
industri kayu dan perabot rumah tangga dengan pangsa 12%. Tingginya dominasi industri makanan
minuman tidak terlepas dari potensi lokal Sumatera Utara yang kaya akan komoditas kelapa sawit
sehingga cukup menunjang aktivitas industri makanan dan minuman.
Berdasarkan jumlahnya, pada tahun 2014 industri di Sumatera Utara masih didominasi oleh industri
mikro dengan pangsa sebesar 87,6% dari total industri, disusul oleh industri kecil dengan pangsa
11,3%. Sementara itu, industri sedang dan besar hanya mencapai 1,1%. Kondisi ini tidak banyak
berubah sejak tahun 2016 dimana pangsa industri sedang dan besar juga masih berada di kisaran
1%. Hal ini mengindikasikan pengembangan ekonomi yang bukan hanya fokus pada penciptaan
wirausaha baru, namun juga pendampingan agar skala industrinya dapat lebih berkembang sehingga
bisa masuk ke dalam kategori industri besar maupun sedang.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
2014
2013
2012
2011
2006
0%
20%
Mamin dan Tembakau
Kertas
Logam Dasar
40%
60%
Tekstil
Kimia
Barang dari Logam
80%
2013
100%
2014
Kayu
Barang Galian Bukan Logam
Lainnya
Mikro
Kecil
Sedang dan Besar
*tahun 2006 pada kategori mikro merupakan penjumlahan dari
kategori mikro dan kecil
Grafik 1.42 Pemetaan Profil Industri Sedang-Besar di
Sumatera
Grafik 1.43 Pangsa Industri Terhadap PDRB
Lalu apa yang menjadi kendala dalam pengembangan industri di Sumatera Utara sehingga relatif
tertinggal dari provinsi lain? Banyak faktor yang menyebabkan kurang atraktifnya industri di
Sumatera Utara, terutama terkait dengan infrastruktur dan sumber daya manusia. Masalah kurang
baiknya infrastruktur utama maupun pendukung masih perlu mendapatkan lebih lanjut. Hasil
survei yang menunjukkan bahwa Sumut memegang posisi terendah dalam persepsi kebijakan
infrastruktur daerah. Provinsi ini memiliki jalan rusak berat terpanjang di Pulau Sumatera, terutama
di daerah kawasan pantai barat. Meskipun demikian, Sumut justru menunjukkan progres perbaikan
jalan yang lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi
Kepulauan Riau. Kondisi jalan yang kurang baik ini menghambat kelancaran transportasi dan
distribusi baik antar kota dalam provinsi maupun antar provinsi. Akibatnya, biaya logistik di
Sumatera Utara sangat tinggi. Sementara itu, meski kebutuhan listrik sudah mulai terpenuhi sejak
awal 2016 lalu, namun keandalan listrik yang ada masih perlu disempurnakan.
Grafik 1.44 Kondisi Jalan
Grafik 1.45 Persepsi Kebijakan Infrastruktur Daerah
Sumber: BPS
Sumber: KPPOD, 2007
Tabel 1.5 Kondisi Jalan Mantap Kawasan Sumatera
Sumber: Departemen Regional I Sumatera
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
23
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Dalam upaya perbaikan kualitas infrastruktur, pemerintah juga turut menemui beberapa kendala.
Kondisi topologi dan geografis Sumatera Utara yang pada umumnya rawan bencana longsor
terutama pada kawasan dataran tinggi dan pantai barat menyebabkan proses pembangunan
maupun perbaikan jalan yang tidak kunjung rampung. Bencana alam maupun aktivitas tektonik yang
tidak dapat diduga mendorong kerusakan jalan yang tidak dapat dihindari. Selain itu, proses ganti
rugi lahan yang relatif sulit serta keterbatasan anggaran dalam juga turut menyebabkan
terhambatnya proses perbaikan jalan di Sumatera Utara.
Sumber: BPS
Sumber: Sakernas, BPS
Grafik 1.46 Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan
Grafik 1.47 Perbandingan UMP
Sementara itu, kualitas tenaga kerja di Sumatera Utara masih perlu ditingkatkan. Tenaga kerja di
Sumatera Utara masih didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan rendah. Meskipun demikian,
nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa
Barat dan Jawa Timur. Peningkatan UMP yang belum diiriing dengan peningkatan produktivitas yang
berarti menurunkan daya tarik Sumatera Utara bagi investor. Dengan kualitas tenaga kerja yang
belum memadai, penyerapan teknologi dalam mendorong kinerja industri juga masih relatif
terbatas.
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 1.48 Jumlah Tindak Pidana
Grafik 1.49 Risiko Penduduk Terkena Tindak Pidana (Per
100.000 Penduduk)
Rendahnya kualitas tenaga kerja juga menekan peluang masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan. Dengan demikian, tingkat kejahatan juga menjadi mengkhawatirkan. Sumatera
Utara merupakan provinsi dengan tindak kejahatan tertinggi kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta.5
Jumlah tindak pidana di Sumatera Utara mencapai 12% dari total Nasional. Jumlah ini tentu jauh
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi peers lain seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera
Selatan dan Riau. Pada tahun 2010 tingkat kejahatan di Provinsi Jawa Timur masih dapat dikatakan
cukup tinggi, namun terus mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam 4 tahun terakhir.
Begitu juga dengan Provinsi Riau yang pertumbuhan tingkat kejahatannya terus teredam. Peluang
penduduk Sumut terkena tindak pidana adalah 0,31%, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata Nasional
yang hanya sebesar 0,14%.
Fenomena kriminalitas ini juga terjadi pada level korporasi. Berdasarkan Enterprise Survei (2015),
6,6% pelaku usaha di Sumatera Utara mengalami kerugian akibat pencurian maupun vandalisme,
lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi pada tataran nasional yang sebesar 4,0%. Sementara
itu, biaya kejahatan yang ditanggung oleh pelaku usaha di Sumatera Utara telah mencapai 0,6% dari
penjualan tahunan, lebih tinggi dibandingkan dengan level nasional yang mencapai 0,3% dari
penjualan tahunan.
Mencermati hal tersebut, dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam mendorong industri yang
berkelanjutan diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Penyelesaian masalah dimaksud juga
memerlukan solusi jangka panjang dan berkesinambungan yang disertai dengan koordinasi yang
intensif antar lembaga maupun institusi, baik di level pusat maupun daerah. Dengan demikian,
strategi kebijakan yang dirumuskan dapat memberikan hasil yang optimal.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
25
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi belanja fiskal baik untuk APBD Provinsi, APBD
Kabupaten / Kota dan APBN di Provinsi Sumatera Utara cukup baik tercermin dari adanya
peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi
Sumatera Utara tercatat sebesar 61,6% dari total anggaran, lebih tinggi dari periode yang
sama tahun lalu (58,05%). Realisasi belanja 25 dari 33 APBD Kabupaten/Kota mencapai
45,9%, sedikit lebih rendah dari realisasi tahun 2015. Sementara belanja APBN Pemerintah
di Sumatera Utara mencapai 56,2% dari total anggaran sebesar Rp18,562 triliun. Realisasi ini
lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,3%.
KEUANGAN PEMERINTAH
27
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
2.1 Gambaran Umum
Anggaran belanja fiskal di Sumatera Utara tahun
2016 sebesar Rp71,7 triliun, dengan pangsa
terbesar pada belanja APBD Kabupaten/Kota
yang mencapai Rp43,2 triliun. Demikian pula
anggaran pendapatan sebesar Rp60,1 triliun,
sebagian besar juga ditopang oleh APBD
Kabupaten/Kota dengan dengan nilai mencapai
Rp42,9 triliun.
Total anggaran belanja fiskal Sumatera Utara
tahun 2016 mencapai Rp71,7 triliun, meliputi
belanja APBD Provinsi Sumatera Utara sebesar
Rp10,0 triliun (pangsa 13,9%), belanja APBD
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara sebesar
Rp43,2 triliun (pangsa 60,2%) dan belanja APBN
sebesar Rp18,6 triliun (pangsa 25,9%). Secara
spasial, anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota
tertinggi dicatat oleh Kota Medan yang
mencapai Rp5,4 triliun dan terendah Kabupaten
Pakpak Bharat sebesar Rp551,1 miliar.
dengan tingginya realisasi belanja operasi.
Sementara itu, belanja APBN terealisasi sebesar
56,2% dari pagunya, lebih tinggi dibandingkan
realisasi triwulan III 2015 sebesar 46,3%.
Dari sisi pendapatan, total anggaran tahun 2016
sebesar Rp52,8 triliun, terdiri dari APBD Provinsi
Sumatera Utara sebesar Rp10,0 triliun (pangsa
18,9%) dan APBD Kabupaten/Kota sebesar
Rp42,9 triliun (pangsa 81,1%). Realisasi
pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara
sampai dengan triwulan III 2016 mencapai
72,7% dari target, didorong oleh pendapatan
transfer dan PAD. Realisasi ini sedikit lebih
rendah dari capaian triwulan III 2015 yang
sebesar 73,2%. Sementara itu realisasi
pendapatan 117 dari 33 kabupaten/kota di
Sumatera Utara mencapai 65,0%, didorong oleh
pendapatan transfer.
2.2 APBD Provinsi Sumatera Utara
Pendapatan
Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi
belanja untuk ketiga anggaran belanja tersebut
relatif baik tercermin dari adanya peningkatan
dibanding
periode
yang
sama
tahun
sebelumnya. Realisasi belanja APBD Provinsi
Sumatera Utara mencapai 61,6% dari rencana
anggaran belanja tahun 2016, dengan realisasi
terbesar pada belanja operasional. Capaian ini
lebih tinggi dari realisasi triwulan III 2015 yang
tercatat sebesar 58,1%. Anggaran belanja 256
dari 33 APBD Kabupaten/Kota terealisasi 45,9%,
dengan Kabupaten Labuhanbatu Selatan
menjadi kabupaten/kota dengan realisasi
belanja terbesar yaitu sebesar 80,7%, seiring
2016
2015
2016
Pengeluaran
2015
Anggaran pendapatan Provinsi Sumatera Utara
tahun 2016 tercatat sebesar Rp9,97 triliun,
meningkat 18% (yoy) dibanding tahun
sebelumnya, didorong oleh bertambahnya
pendapatan transfer. Sementara itu anggaran
belanja sebesar Rp10,0 triliun, meningkat 17,9%
(yoy) terutama didorong oleh belanja modal.
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
2.2.1
Pendapatan
Belanja
10,000
8,000
6,000
9,974
9,951
8,452
8,443
8,526
8,489
8,482
8,867
7,333
2,000
7,678
4,000
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara dan situs
DJPK, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara
Anggaran
Pendapatan
Sumatera Utara
Provinsi
Peningkatan anggaran pendapatan Provinsi
Sumatera Utara terutama bersumber dari
pendapatan transfer yang naik 40,0% (Rp1,5
triliun), sedangkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) hanya tumbuh 0,2% (naik Rp6,8 miliar).
Pendapatan transfer merupakan semua
pengeluaran negara yang dialokasikan kepada
daerah untuk membiayai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pendapatan transfer akan digunakan untuk
pelaksanaan desentralisasi di tingkat provinsi
dan sebagian diteruskan kepada pemerintah
kabupaten/kota.
Tabel 2.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 2015 dan 2016
APBD PROVINSI SUMATERA UTARA
2015
2016
%
URAIAN
Juta Rp
Juta Rp Perubahan
TOTAL PENDAPATAN DAERAH
8,452,311 9,973,989
18.0%
PENDAPATAN ASLI DAERAH
4,623,637 4,630,468
0.1%
PAJAK DAERAH
4,180,783 4,168,615
-0.3%
RETRIBUSI DAERAH
31,130
31,965
2.7%
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
255,651
261,614
2.3%
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
156,074
168,275
7.8%
PENDAPATAN TRANSFER
3,793,635 5,309,372
40.0%
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
1,712,731 2,272,746
32.7%
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
2,080,904 3,036,627
45.9%
TRANSFER PEMERINTAH DAERAH - LAINNYA
0
0
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
35,039
34,148
-2.5%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Sumatera
Utara masih cukup baik, tercermin dari 46,4%
anggaran pendapatan merupakan Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Pajak daerah masih menjadi
komponen terbesar PAD (pangsa 90,4% dari
total PAD). Pertumbuhan PAD masih menurun
namun hanya -0,3% (yoy) setelah pada tahun
2015 turun 7,8% (yoy). Penurunan target
penerimaan pajak antara lain pada target pajak
kendaraan bermotor. Hal ini sejalan dengan
upaya pemerintah menstimulus aktivitas
perekonomian masyarakat yang mayoritas
didominasi oleh konsumsi rumah tangga.
2.2.2
Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera
Utara Triwulan III 2016
Pendapatan
Tw III—2016
Tw III—2015
Hingga triwulan III 2016, realisasi pendapatan
APBD Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp7,3
triliun atau 72,7% dari target pendapatan tahun
2016 sebesar Rp10,0 triliun. Realisasi ini
secara persentase lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya (73,2%)
namun secara nominal lebih tinggi. Hal tersebut
didorong oleh realisasi pendapatan transfer
yang hanya sebesar 71,9%, lebih rendah
29
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
dibandingkan triwulan III 2015 yang mencapai
74,7%.
120.0%
Tw III 2014
Tw III 2015
Tw III 2016
100.0%
80.0%
60.0%
53.2%
109.0%
20.2%
71.9%
73.4%
74.7%
73.8%
62.6%
72.3%
72.7%
67.3%
20.0%
73.2%
40.0%
0.0%
Total Pendapatan Pendapatan Asli
Daerah
Daerah
Pendapatan
Transfer
Lain-lain
Pendapatan Yang
Sah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Grafik 2.2 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah
Provinsi Sumatera Utara
Pendapatan Asli Daerah
PAD terealisasi 73,8%, lebih tinggi dari triwulan
III 2015 yang sebesar 72,3%, didorong oleh
stabilnya realisasi pajak daerah dan meningkat
tajamnya realisasi lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Pajak daerah yang merupakan
komponen terbesar PAD (pangsa 90,4%)
mencatat realisasi sebesar 71,9%, sedikit lebih
tinggi dibandingkan tahun lalu yang terealisasi
71,6%. Sementara lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah pada triwulan ini terealisasi
90,1%, jauh lebih tinggi dari periode yang sama
di tahun sebelumnya (56,4%). Stabilnya realisasi
penerimaan pajak daerah sejalan dengan upaya
Pemerintah
Sumatera
Utara
untuk
meningkatkan wajib pajak serta upaya
penegakan hukum terkait perpajakan.
Tabel 2.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Triwulan III 2016
URAIAN
TOTAL PENDAPATAN DAERAH
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
PENDAPATAN TRANSFER
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
TRANSFER PEMERINTAH DAERAH - LAINNYA
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Pagu
Juta Rp
8,452,311
4,623,637
4,180,783
31,130
255,651
156,074
3,793,635
1,712,731
2,080,904
0
35,039
Pendapatan Transfer
Secara nominal, pendapatan transfer meningkat
menjadi Rp3,8 triliun dari periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar Rp2,8 triliun.
Peningkatan yang cukup signifikan secara
nominal tersebut merupakan realisasi dana
operasional sekolah untuk pelaksanaan Ujian
Nasional tingkat SD, SMP, dan SMU yang
berlangsung pada bulan April dan Mei 2016 dan
realisasi dana desa. Namun secara persentase,
realisasi pendapatan transfer mencapai 71,9%,
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
74,7%. Dalam kaitan ini, Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi
2015
Realisasi Tw III
Juta Rp
%
6,185,176 73.18%
3,344,121 72.33%
2,994,388 71.62%
24,231 77.84%
237,503 92.90%
87,998 56.38%
2,833,990 74.70%
1,276,086 74.51%
1,547,376 74.36%
10,528
7,066 20.17%
Pagu
Juta Rp
9,973,989
4,630,468
4,168,615
31,965
261,614
168,275
5,309,372
2,272,746
3,036,627
34,148
2016
Realisasi Tw III
Juta Rp
%
7,253,133
72.7%
3,415,684
73.8%
2,995,467
71.9%
24,212
75.7%
244,330
93.4%
151,676
90.1%
3,819,297
71.9%
1,585,484
69.8%
2,233,812
73.6%
0
18,153
53.2%
yang terkena kebijakan penundaan penyaluran
DAU8. Pada triwulan III 2016, penundaan DAU
Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp72,6 miliar
setiap bulannya (sejak September) dan
kebijakan tersebut direncanakan dilaksanakan
hingga akhir tahun. Besarnya penundaan untuk
masing-masing daerah didasari oleh perkiraan
kapasitas fiskal, kebutuhan belanja dan posisi
saldo kas di daerah pada akhir 2016. Penundaan
ini diperkirakan terkait dengan penerimaan
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
negara tahun 2016 yang belum stabil. Sampai
dengan triwulan III 2016, realisasi penerimaan
pajak nasional baru mencapai Rp896,1 triliun,
atau 58,2% dari target APBN-P 2016 yang
sebesar Rp1.539,2 triliun.
2.2.3
Anggaran Belanja Provinsi Sumatera
Utara
Anggaran belanja Provinsi Sumatera Utara
terdiri dari anggaran belanja dan anggaran
transfer. Pada anggaran tahun 2016, anggaran
belanja Provinsi Sumatera Utara mencapai
Rp10,2 triliun atau naik 17,9% dibandingkan
anggaran APBD-P tahun 2015 yang sebesar
Rp8,4 triliun. Peningkatan terjadi pada anggaran
belanja operasi dan belanja modal sementara
belanja transfer mengalami penurunan.
Anggaran belanja operasi sebesar Rp6,0 triliun
atau meningkat 18,9% dibandingkan tahun
2015, dengan kenaikan terbesar pada belanja
hibah (41,8%) disusul oleh belanja barang
(26,1%) dan belanja pegawai (16,8%). Tingginya
belanja hibah sejalan dengan peningkatan dana
BOS (bantuan operasional sekolah) untuk
menunjang pembangunan SDM.
Tabel 2.3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016
URAIAN
TOTAL BELANJA
BELANJA OPERASI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA BUNGA
BELANJA SUBSIDI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA MODAL
BELANJA TAK TERDUGA
TRANSFER
TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN / KOTA
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN KE PEMERINTAH DAERAH LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Demikian pula halnya dengan anggaran belanja
modal yang meningkat dari Rp1,0 triliun pada
tahun 2015 menjadi Rp1,2 triliun (naik 21,5%).
Hal ini sejalan dengan meningkatnya
pelaksanaan perbaikan jalan, irigasi dan
jaringan.
2.2.4
Realisasi Belanja Provinsi Sumatera
Utara
2015
Juta Rp
8,442,940
4,623,742
1,324,369
1,168,022
0
0
2,131,351
0
1,023,316
7,500
2,788,382
2,330,828
457,554
2016
%
Juta Rp
Perubahan
9,950,844
17.9%
6,042,607
30.7%
1,547,265
16.8%
1,472,526
26.1%
0
0
3,022,816
41.8%
0
1,243,297
21.5%
7,500
0.0%
2,657,440
-4.7%
2,478,630
6.3%
178,810
-60.9%
anggaran, lebih tinggi dibandingkan realisasi
tahun sebelumnya. Lebih tingginya realisasi
didorong oleh tingginya realisasi transfer.
Realisasi transfer di triwulan ini tercatat sebesar
82,5%, sedangkan periode yang sama tahun lalu
sebesar 48,5%. Demikian juga dengan realisasi
belanja operasi dan belanja modal triwulan ini
lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya,
masing-masing sebesar 61,1% dan 19,8%.
Tw III—2016
Pengeluaran
Tw III—2015
Hingga triwulan III 2016 realisasi belanja dan
transfer APBD Provinsi Sumatera Utara telah
mencapai Rp6,1 triliun atau 61,6% dari total
31
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
90.0%
TW III 2014
TW III 2015
TW III 2016
80.0%
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
48.5%
82.5%
50.6%
19.8%
23.4%
0.0%
61.1%
59.7%
55.0%
61.6%
50.7%
10.0%
58.1%
20.0%
0.0%
Total Belanja
Belanja Operasi
Belanja Modal
Transfer
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Belanja Operasi
Grafik 2.3 Persentase Realisasi Anggaran Belanja dan
Transfer Daerah Provinsi Sumatera Utara
Realisasi belanja operasi pada triwulan III 2016
mencapai 61,1%, lebih tinggi dari triwulan III
2015 (55,0%). Realisasi tertinggi terjadi pada
belanja hibah (72,9%) dan belanja pegawai
(61,0%). Sementara, realisasi terendah terjadi
pada belanja barang (36,9%). Tingginya realisasi
belanja pegawai pada periode ini didorong oleh
pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji
ke 13 seiring dengan berlangsungnya Ramadhan
dan Lebaran di triwulan II dan III 2016.
Tabel 2.4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016
2015
URAIAN
BELANJA
BELANJA OPERASI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA BUNGA
BELANJA SUBSIDI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA MODAL
BELANJA TAK TERDUGA
TRANSFER
TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN / KOTA
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN KE PEMERINTAH DAERAH LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Pagu
Juta Rp
8,442,940,440,715
4,623,742,394,784
1,324,368,936,734
1,168,022,051,400
0
0
2,131,351,406,650
0
1,023,315,937,852
7,500,000,000
2,788,382,108,079
2,330,828,370,083
457,553,737,996
Belanja Modal
Realisasi belanja modal hingga triwulan III 2016
mencapai 19,8%, lebih tinggi dari realisasi
periode yang sama tahun sebelumnya. Setelah
terkendala oleh revisi Rencana Anggaran Biaya
(RAB) pengadaan karena adanya penurunan
harga BBM, pengadaan proses pelelangan
proyek-proyek
pembangunan
maupun
peningkatan jalan dan jembatan telah dimulai
pada bulan Mei 2016. Penandatanganan kontrak
sebagian telah terlaksana pada bulan Juli 2016.
Dari 741 rencana paket pengadaan aktivitas
Realisasi Tw III
Juta Rp
%
4,901,154,298,442
58.05%
2,543,280,937,841
55.0%
840,987,700,046
63.5%
0
0.0%
0
0
1,702,293,237,795
0
0
0.0%
1,006,289,264,025 13417.2%
1,351,584,096,576
48.5%
1,351,584,096,576
58.0%
0
2016
Pagu
Juta Rp
9,950,844,445,530
6,042,607,300,068
1,547,265,423,565
1,472,525,876,503
3,022,816,000,000
1,243,297,180,210
7,500,000,000
2,657,439,965,252
2,478,630,055,595
178,809,909,657
Realisasi Tw III
Juta Rp
6,130,519,867,581
3,690,336,244,107
943,028,640,461
543,279,003,646
0
0
2,204,028,600,000
0
246,592,743,026
1,876,198,000
2,191,714,682,448
2,111,878,234,239
79,836,448,209
0
%
61.6%
61.1%
60.9%
36.9%
72.9%
19.8%
25.0%
82.5%
85.2%
44.6%
strategis yang menggunakan APBD Pemprov
Sumut dengan total nilai sebesar Rp1,53 triliun
pada tahun 2016, hingga triwulan III 2016 telah
diproses pengadaannya sebanyak 80,7% (598
paket pengadaan). Dari jumlah tersebut, 72,7%
(539 paket) telah memasuki tahap pelaksanaan
dan 28,1% (207 paket) telah selesai.
Peningkatan kinerja belanja modal juga
tercermin dari realisasi komponen Penerimaan
Modal Tetap Bruto (PMTB) pada PDRB sisi
permintaan yang pada triwulan III 2016 ini
tumbuh 4,4% (yoy).
Tabel 2.5 Perkembangan Proses Pengadaan Barang dan Jasa APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2016
Total Aktivitas Strategis: 741 paket / Rp. 1.539,97 M
Jan
Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sept
Proses Pengadaan
0.5% 1.4% 7.3% 8.5% 39.3% 59.5% 64.1% 72.2% 80.7%
Tanda Tangan Kontrak
0.3% 0.7% 1.6% 3.1% 3.6% 22.3% 51.3% 60.7% 73.1%
Pelaksanaan
0.3% 0.7% 1.5% 2.8% 3.6% 21.9% 49.9% 59.9% 72.7%
PHO
0.0% 0.0% 0.0% 0.4% 1.1% 2.6% 6.5% 14.0% 28.1%
Sumber : situs TEPRA http://monev.lkpp.go.id/
Pelaksanaan Kegiatan
Okt
88.0%
81.0%
80.4%
40.0%
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara
terus berupaya untuk mempercepat proses
pengadaan belanja modal serta barang dan jasa
yang akuntabel dan transparan, antara lain
dengan menerapkan e-procurement melalui satu
pintu. Ke depan, realisasi belanja modal perlu
senantiasa dicermati agar lebih optimal, karena
belanja modal yang efektif dapat memberikan
multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara yang lebih tinggi.
2.3 APBD 33 Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
Anggaran pendapatan 33 kabupaten/kota di
Sumatera Utara pada tahun 2016 meningkat
21,7% dari Rp35,2 triliun pada tahun 2015
menjadi Rp42,9 triliun. Sementara anggaran
belanja juga mengalami peningkatan, dari
Rp36,6 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp43,2
triliun (naik 17,9%).
Rp Triliun
2014
2015
2016
Secara kumulatif, sumber pendapatan terbesar
anggaran pendapatan 33 kabupaten/kota di
Sumatera Utara adalah pendapatan transfer,
yang mencapai 85,3% dari total anggaran.
Tingginya komposisi pendapatan transfer
menunjukkan ketergantungan daerah yang
masih tinggi terhadap Pemerintah Pusat.
Lainnya
68.4%
Medan
12.5%
Deli Serdang
8.1%
Simalungun
5.5%
Langkat
4.3%
Pakpak
Bharat
1.3%
Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan
BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.5 Proporsi Anggaran Pendapatan Spasial
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
LAIN-LAIN
PENDAPATAN
YANG SAH 1,8T;
5.0%
PENDAPATAN
ASLI DAERAH RP
4,5T; 10.6%
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
31.3
35.2
42.9
32.4
36.6
43.2
0
Pendapatan Daerah
Belanja Daerah
Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan
BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.4 Perkembangan APBD Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
2.3.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD
Kabupaten/Kota
Dari total anggaran pendapatan yang mencapai
Rp42,9 triliun, anggaran terbesar berada di Kota
Medan (Rp5,3 triliun dengan share 12,5%),
diikuti oleh Kabupaten Deli Serdang (Rp3,5
triliun; 8,1%), Kabupaten Simalungun (Rp2,4
triliun; 5,5%) dan Kabupaten Langkat (Rp1,8
triliun; 4,3%). Sementara yang terkecil di
Kabupaten Nias Barat (Rp600,0miliar; 1,4%) dan
Kabupaten Pakpak Bharat (Rp551,1 miliar;
1,3%).
PENDAPATAN
TRANSFER RP
36,5T; 84.4%
Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan
BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.6 Proporsi Komponen Anggaran Pendapatan
APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
yang
mencerminkan kemandirian fiskal hanya
mencapai 10,6%. Secara spasial, rasio
desentralisasi fiskal tertinggi berada di Kota
Medan yang mencapai 34,2% dan terendah di
Kabupaten Nias Selatan (1,3%). Tingginya
aktivitas ekonomi Kota Medan sebagai ibukota
Provinsi dan merupakan salah satu hub di
kawasan Indonesia Bagian Barat diindikasikan
mendorong
tingginya
PAD.
Sementara
rendahnya desentralisasi fiskal Kabupaten Nias
Selatan karena rendahnya komponen pajak
33
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
daerah terhadap PAD yang hanya mencapai
27,9%.
2.3.2 Anggaran dan Realisasi Belanja APBD
Kabupaten/Kota
Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi
pendapatan 11 kabupaten/kota9 yang ada di
Sumatera Utara terealisasi sebesar 65,0% dari
total anggaran, lebih rendah dibandingkan
realisasi periode yang sama tahun 2015 (79,5%).
Realisasi terbesar adalah pendapatan transfer
(72,2%) yang meliputi transfer dana dari
pemerintah pusat maupun provinsi, diikuti oleh
PAD (54,7%) dan lain-lain pendapatan yang sah
(22,0%). Hal ini diperkirakan sejalan dengan
belum tercapainya target pendapatan pajak
nasional dan penundaan penyaluran DAU
kabupaten / kota.
Anggaran belanja 33 kabupaten/kota di
Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat
sebesar Rp43,2 triliun, meningkat 17,9%
dibandingkan tahun 2015. Sebesar 69,4% atau
Rp30,0 triliun merupakan belanja operasi,
sedangkan belanja modal mencapai proporsi
20,5% dengan anggaran sebesar Rp8,8 triliun.
Secara spasial, realisasi pendapatan tertinggi
terjadi di Kota Pematangsiantar yaitu 77,5% dari
target pendapatan, didorong oleh realisasi PAD
yang mencapai 68,6% dan transfer yang
terealisasi 77,1%. Realisasi ini sedikit lebih
rendah dari capaian tahun sebelumnya yang
sebesar 80,6%.
Grafik 2.7 Realisasi Anggaran Pendapatan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016
100%
% Realisasi Pendapatan
% Realisasi PAD
80%
60%
40%
19.4%
66.3%
18.1%
26.6%
68.6%
77.4%
81.6%
65.7%
46.7%
77.1%
65.4%
72.8%
77.2%
62.9%
88.8%
44.7%
73.9%
68.6%
66.8%
71.8%
48.8%
73.1%
20%
Tanjung Balai
Sibolga
Pematang Siantar
Tobasa
Tapsel
Paluta
Nias Selatan
Labura
Humbahas
Dairi
Asahan
0%
Sumber : LRA Kabupaten/Kota BAKK Provinsi Sumatera
Utara, diolah
Secara spasial, anggaran belanja terbesar
dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp5,5 triliun
atau 12,9% dari total anggaran belanja 33
kabupaten/kota di Sumatera Utara. Sementara
Kabupaten Pakpak Bharat mencatat anggaran
belanja terendah sebesar Rp596,1 miliar dengan
pangsa 1,4%.
Rasio belanja modal tertinggi dimiliki oleh
Kabupaten Nias Barat dan Nias Utara, masingmasing sebesar 37,0 % (Rp235,0 miliar) dan
36,3% (Rp291,4 miliar). Sementara itu rasio
belanja modal terendah berada di Kabupaten
Simalungun yaitu 6,7% atau Rp148,3 miliar.
Hingga triwulan III 2016, realisasi belanja APBD
dari 2510 kabupaten/kota di Sumatera Utara
mencapai 45,9% dari total anggaran. Realisasi
terendah dialami Kabupaten Nias Selatan
(29,3%) sementara realisasi tertinggi dicapai
oleh Kabupaten Labuhanbatu Selatan (80,9%).
Secara nominal, realisasi belanja tertinggi
dicapai oleh Kota Medan dengan realisasi
sebesar Rp1,7 triliun sementara nilai realisasi
terendah dialami oleh Kabupaten Pakpak Bharat
sebesar Rp248,6 miliar.
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Grafik 2.8 Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2016
Rp
Anggaran Pendapatan
Derajat Desentralisasi Fiskal (Sisi Kanan)
6,000
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
5,336
34.24%
5,000
4,000
3,000
1,108
2,000
1.27%
1,000
Asahan
Batu Bara
Dairi
Deli Serdang
Humbahas
Labuhan Batu
Labusel
Labura
Langkat
Madina
Nias
Nias Barat
Nias Selatan
Nias Utara
Padang Lawas
Paluta
Pakpak Bharat
Samosir
Sergai
Simalungun
Karo
Tapsel
Tapteng
Taput
Tobasa
Binjai
Gunung Sitoli
Medan
Padang Sidempuan
Pematang Siantar
Sibolga
Tanjung Balai
Tebing Tinggi
-
Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Tabel 2.6 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016
URAIAN
2015
Realisasi Tw III
Juta Rp
%
Pagu
Juta Rp
9.314.260
631.893
8.287.202
395.165
PENDAPATAN DAERAH
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PENDAPATAN TRANSFER
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
7.401.553
426.450
6.652.437
322.666
2016
Realisasi Tw III
Juta Rp
%
Pagu
Juta Rp
79,46%
67,49%
80,27%
81,65%
12.101.088
665.496
9.935.119
1.500.473
7.869.176
364.264
7.175.561
329.350
65,03%
54,74%
72,22%
21,95%
Sumber : LRA Kabupaten/Kota BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBD 25 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016
Miliar Rp
Nominal Realisasi Belanja
2,000
% Realisasi Belanja s.d Tw III 2016
100%
80%
1,500
60%
1,000
40%
367.9
346.6
592.4
20%
556.0
1,748.4
614.1
465.1
554.4
447.2
817.6
850.6
914.2
248.6
615.4
479.4
357.9
896.3
502.1
718.4
388.5
437.7
1,001.6
534.8
634.8
871.3
500
Tebing Tinggi
Tanjung Balai
Sibolga
Pematang Siantar
Medan
Binjai
Tobasa
Taput
Tapteng
Tapsel
Karo
Sergai
Pakpak Bharat
Paluta
Padang Lawas
Nias Selatan
Langkat
Labura
Labusel
Labuhan Batu
Humbahas
Deli Serdang
Dairi
Batu Bara
0%
Asahan
0
Sumber: Situs TEPRA dan LRA Kabupaten/Kota BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
35
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
2.4 Realisasi APBN di Sumatera
Utara Triwulan III 2016
Tw III 2015
Rp9.702M
(46,3%)
Tw III 2016
Rp10.425M
(56,2%)
Realisasi belanja APBN pada triwulan III 2016
sebesar 56,2%11, lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2015 yang hanya sebesar 46,3% dari
pagunya (Tabel 2.3). Berdasarkan jenisnya,
belanja pegawai yang merupakan belanja rutin
mencatat realisasi terbesar yaitu 77,4%12 dari
pagunya.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
peningkatan realisasi terjadi pada belanja
pegawai, belanja modal dan belanja barang. Hal
tersebut sejalan dengan pencairan Tunjangan
Hari Raya (THR), gaji ke 13, dan intensifnya
pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara
(antara lain pembangunan kelistrikan bandara,
pembangunan jalan tol, dan pembangunan
pelabuhan).
Belanja modal berupa pembangunan jalan,
irigasi dan jaringan yang merupakan bagian
terbesar dari belanja modal (pangsa 77%),
mencatat realisasi tertinggi sebesar 36,8% dari
pagunya. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 29,1%.
Hal ini tercermin dari realisasi pembangunan
Jalan Tol Mebidangro, Trans Sumatera dan
pengembangan Pelabuhan Belawan dan
Pelabuhan Kuala Tanjung yang terus dikebut
pembangunannya.
Meningkatnya kinerja realisasi belanja modal
tercermin dari tingginya pertumbuhan investasi
(PMTB) pada struktur PDRB Sumatera Utara.
Investasi Sumatera Utara pada triwulan III 2016
tumbuh 4,4% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
yang sama tahun sebelumnya (3,2%, yoy).
Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN
terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan
keamanan (73,7% dari pagunya) dan fungsi
pertahanan (72,6% dari pagunya), yang
merupakan pengeluaran rutin untuk menjaga
keamanan dan ketertiban di masyarakat. Namun
secara nominal realisasi terbesar terjadi pada
sektor ekonomi senilai Rp2.508 miliar (39,7%
dari pagunya). Bentuk penyaluran belanja fungsi
ekonomi antara lain berupa pembangunan jalan,
irigasi, dan jaringan untuk mendukung program
peningkatan kualitas pengkarantinaan pertanian
dan pengawasan keamanan hayati, diversifikasi,
dan
ketahanan
pangan
masyarakat.
Dibandingkan pola historisnya, belanja untuk
fungsi pendidikan di triwulan III 2016 ini
mengalami peningkatan realisasi yang signifikan,
yaitu mencapai 63,6%. Realisasi tersebut lebih
besar dibandingkan triwulan III 2015 (realisasi
51,7%). Bentuk penyaluran belanja fungsi
pendidikan antara lain penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah
dan penyelenggaraan
Ujian Nasional SD, SLTP dan SLTA.
Analisis yang digunakan adalah persentase realisasi
anggaran terhadap total anggaran belanja APBN
Analisis per jenis belanja maupun fungsi menggunakan
persentase realisasi dari anggaran masing-masing per jenis
belanja maupun fungsi, bukan dari total belanja APBN
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara
Uraian
Pagu
(Miliar Rp)
BERDASARKAN JENIS BELANJA
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
BERDASARKAN FUNGSI
Agama
Ekonomi
Kesehatan
Ketertiban dan Keamanan
Lingkungan Hidup
Pariwisata dan Budaya
Pelayanan Umum
Pendidikan
Perlindungan Sosial
Pertahanan
Perumahan dan Fasilitas Umum
TOTAL
2015
Realisasi Tw III
(Miliar Rp)
% Pagu
2016
Pagu
Realisasi Tw III
(Miliar Rp) (Miliar Rp)
% Pagu
7.113
5.894
7.173
774
5.056
2.344
1.972
330
71,1%
39,8%
27,5%
42,7%
6.985
5.853
5.661
64
5.408
3.008
1.993
16
77,4%
51,4%
35,2%
24,5%
260
7.760
850
1.469
373
50
3.650
3.944
73
2.029
496
20.953
123
2.457
382
915
122
15
1.999
2.040
26
1.412
211
9.702
47,3%
31,7%
44,9%
62,3%
32,8%
29,9%
54,8%
51,7%
36,5%
69,6%
42,5%
46,3%
358
6.312
1.226
2.911
343
4
1.059
3.585
47
2.103
616
18.563
215
2.508
584
2.144
158
2
692
2.281
17
1.526
297
10.425
60,1%
39,7%
47,6%
73,7%
46,2%
56,8%
65,3%
63,6%
36,3%
72,6%
48,3%
56,2%
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara
Grafik 2.10 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan
100%
2014
2015
2016
90%
80%
70%
60%
50%
40%
10%
8%
12%
30%
22%
36%
53%
46%
56%
90%
91%
1%
4%
2%
24%
5%
14%
44%
43%
25%
95%
93%
6%
0%
5%
19%
6%
22%
38%
27%
35%
79%
85%
10%
7%
4%
9%
28%
19%
32%
50%
40%
51%
89%
86%
20%
19%
18%
20%
39%
40%
53%
67%
71%
77%
95%
100%
30%
0%
I
II
III
IV
I
Belanja Pegawai
II
III
IV
I
Belanja Barang
II
III
IV
I
Belanja Modal
II
III
IV
I
II
Belanja Bansos
III
IV
Total Belanja
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.11 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi
2014
100%
2015
2016
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
I
II III IV
Agama
I
II III IV
Ekonomi
I
II III IV
Kesehatan
I
II III IV
Ketertiban
dan
Keamanan
I
II III IV
Lingkungan
Hidup
I
II III IV
Pariwisata
dan Budaya
I
II III IV
Pelayanan
Umum
I
II III IV
Pendidikan
I
II III IV
I
II III IV
Perlindungan Pertahanan
Sosial
I
II III IV
Perumahan
dan Fasilitas
Umum
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah
37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI
DAERAH
Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 turut disertai dengan
melambungnya tekanan inflasi melebihi sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi Sumatera Utara pada
triwulan III 2016 tercatat 6,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan realisasi triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,3% (yoy). Lebih lanjut, realisasi inflasi ini berada jauh di atas inflasi
nasional yang hanya mencapai 3,1% (yoy), maupun inflasi kawasan Sumatera yang mencapai 4,3%
(yoy). Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor non
fundamental, yaitu kenaikan tekanan inflasi Volatile Foods seiring dengan adanya gangguan
produksi domestik yang menghambat pasokan pangan di pasaran. Sementara itu, kenaikan tekanan
inflasi inti masih berada dalam level yang terjaga. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan inflasi
Sumatera Utara tak kunjung mereda. Kondisi cuaca pada bulan Oktober belum cukup kondusif bagi
kt v t
t
b hk
h
k b ‘b t k’-nya Gunung Sinabung. Dengan
demikian, faktor risiko inflasi hingga akhir tahun 2016 diperkirakan masih tinggi. Mencermati
tingginya risiko inflasi tersebut, TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus meningkatkan komitmennya
untuk mendukung capaian inflasi yang rendah dan stabil. Dengan demikian, tekanan inflasi
diperkirakan masih terkendali meski berpotensi tinggi melebihi sasaran yang telah ditetapkan, yaitu
4±1%.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Kondisi Umum
Tw-II 2016
4,3
Sumut
7.0
Nasional
5.0
10.2
4.0
4.3
3.2
3.1
3.0
2.0
1.0
6.0
5.1
4.6
4.4
4.3
3.9
3.7
3.3
3.0
2.5
Lampung
6.0
Kepri
4.4
3.9
7.2
6.6
6.1
Aceh
4.0
4.5
4.3
4.3
5.9
5.9
8.4
8.4
7.3
6.7
4.5
8.4
6.4
7.3
6.8
3.4
4.5
3.5
3.1
3.3
0.0
Riau
2.9
4
6.2
Sumut
5.5
3.9
6.6
Jambi
5.8
7.4
Babel
8
7.8
Sumsel
8.2
7.7
Bengkulu
9.4
Sumbar
Nasional
Sumut
10
2
%, YoY
6.0
(% yoy)
12
6
6,0
Nasional
Tw-II 2016
Perlambatan
perekonomian
3,5
Sumatera Utara pada triwulan III
2016 turut disertai dengan melambungnya
tekanan inflasi. Inflasi Sumatera Utara pada
triwulan III 2016 tercatat 6,0% (yoy), meningkat
dibandingkan dengan triwulan lalu yang
mencapai 4,3% (yoy). Lebih lanjut, realisasi
inflasi ini berada jauh di atas inflasi nasional
yang hanya mencapai 3,1% (yoy), maupun inflasi
kawasan Sumatera yang mencapai 4,3% (yoy).
Kota Sibolga juga menjadi kota
dengan realisasi inflasi diatas
Tw-III 2016
sasaran yang ditetapkan disamping
3,1
Kota Medan yang mencapai 6,1%
(yoy). Disparitas realisasi inflasi antar kota yang
lebar juga masih turut mewarnai realisasi inflasi
pada triwulan ini. Di sisi lain, inflasi di Kota
Padangsidempuan dan Kota Pematangsiantar
relatif lebih rendah yang masing-masing
mencapai 4,8% (yoy) dan 5,3% (yoy).
Tw-III 2016
Sumut
3.1
0
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
I
2015
II
III Okt
2016
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Pada triwulan III 2016, peningkatan tekanan
inflasi terutama didorong oleh faktor nonfundamental, khususnya kelompok Volatile
Foods. Minimnya pasokan pangan di pasaran
akibat penurunan produksi domestik komoditas
pangan terutama cabai merah mendorong
lonjakan inflasi pada triwulan III 2016. Adanya
penyesuaian tarif beberapa komoditas yang
harganya diatur oleh pemerintah juga turut
berkontribusi meningkatkan tekanan inflasi dari
kelompok Administered Prices. Sementara itu,
tekanan kelompok inflasi inti pada triwulan III
2016 relatif stabil dengan indikasi adanya
kenaikan permintaan masyarakat.
Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III
2016 terjadi pada seluruh kota Survei Biaya
Hidup (SBH) di Provinsi Sumatera Utara, bahkan
menjadi salah satu kota dengan realisasi inflasi
tertinggi secara nasional. Laju peningkatan
inflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga, yang
meningkat tajam dari 2,8% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi 7,5% (yoy) pada triwulan III 2016.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Inflasi Triwulan II 2016 di seluruh Provinsi seSumatera
Dalam kurun waktu 3 bulan, Sumatera Utara
kembali menduduki posisi inflasi tahunan
tertinggi se-kawasan Sumatera. Realisasi inflasi
Sumatera Utara yang mencapai 6,0% (yoy) ini
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi
inflasi Provinsi Lampung yang hanya macapai
2,5% (yoy), atau bahkan Provinsi Riau dan Aceh
yang berbatasan langsung dengan Sumatera
Utara.
INFLASI BULANAN (% mtm)
JULI 2016
AGUSTUS 2016
SEPTEMBER 2016
0,2%
0,7%
1,2%
Dengan mencermati dinamika inflasi bulanan,
stabilitas inflasi Sumatera Utara masih perlu
mendapatkan perhatian lebih lanjut. Pada bulan
Juli 2016, realisasi inflasi Sumatera Utara hanya
mencapai 0,2% (mtm) ditengah berlangsungnya
semarak hari raya Idul Fitri. Lebih lanjut, realisasi
inflasi ini merupakan realisasi inflasi bulan Juli
terendah dalam 14 tahun terakhir.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Rendahnya realisasi inflasi pada bulan Juli 2016
tidak lepas dari intensifnya program kerja TPID
Provinsi Sumatera Utara dalam mengendalikan
inflasi yang biasanya cukup tinggi pada perayaan
HBKN. Perilaku konsumsi masyarakat yang
cenderung meningkatkan persediaan sebelum
periode lebaran mendorong menurunnya
tekanan inflasi pada bulan Juli 2016. Penurunan
tekanan inflasi terutama disebabkan oleh
komoditas cabai merah yang mengalami
penurunan yang cukup signifikan sehingga
menyumbang deflasi sebesar -0,2% (mtm).
Operasi pasar yang dilakukan oleh TPID
diperkirakan
dapat
menahan
tekanan
meroketnya harga kebutuhan pokok masyarakat
pada periode HBKN selama bulan Juli 2016.
Sementara itu, kerjasama dengan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam memenuhi
pasokan bawang merah selama periode
Ramadhan-Idul Fitri juga ditengarai dapat
menurunkan harga bawang merah.
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
sepanjang Triwulan II 2016 di Sumatera Utara
Jul-16
Kontribusi
No.
Komoditas
(%, yoy)
1 Angkutan Udara
27.61
0.21
1 Cabai Merah
2 Kontrak Rumah
6.50
0.32
2 Kacang Panjang
3 Gula Pasir
31.28
0.28
3 Dencis
Agu-16
Kontribusi
No.
Komoditas
(%, yoy)
No.
Komoditas
(%, yoy)
1 Cabai Merah
7.75
0.06
1 Angkutan Udara
2 Sekolah Menengah Pertama
19.59
0.18
2 Bawang Merah
3 Dencis
-10.34
-0.10
3 Gula Pasir
Sep-16
Kontribusi
No.
Komoditas
(%, yoy)
No.
Komoditas
(%, yoy)
1 Cabai Merah
147.78
1.52
1 Daging Ayam Ras
2 Nasi dengan Lauk
14.48
0.21
2 Gula Pasir
3 Dencis
-3.36
-0.03
3 Sawi Hijau
No.
Komoditas
(%, yoy)
(%, yoy)
-15.51
-22.02
-19.19
(%, yoy)
-17.12
20.92
26.88
(%, yoy)
-3.39
21.09
19.16
Kontribusi
(%, yoy)
-0.31
-0.04
-0.18
Kontribusi
(%, yoy)
-0.17
0.14
0.24
Kontribusi
(%, yoy)
-0.03
0.19
0.02
Sumber: BPS, diolah
Meskipun demikian, rendahnya tekanan inflasi
ini tidak berlangsung lama. Tekanan inflasi
kemudian merangkak naik yang pada bulan
Agustus tercatat 0,7% (mtm) dan September
yang tercatat 1,2% (mtm).
Pasca lebaran, inflasi pada bulan Agustus 2016
tersebut terkait dengan terbatasnya pasokan
pangan di pasaran akibat gangguan produksi
yang terus berlanjut terutama pada komoditas
cabai merah. Kendala cuaca yang kurang
memadai seperti curah hujan yang tinggi dan
belum stabilnya erupsi Gunung Sinabung
menyebabkan menurunnya aktivitas panen dan
melaut. Hal tersebut terlihat dari dinamika harga
pangan yang melonjak tajam memasuki minggu
ketiga bulan Agustus 2016. Hal ini juga didorong
oleh peningkatan tekanan inflasi terkait dengan
daya beli masyarakat yang mulai membaik serta
adanya pelaksanaan tahun ajaran baru.
Gangguan produksi tanaman pangan dan
hortikultura yang belum dapat diatasi pada
bulan Agustus juga turut memberikan dampak
pada kembali meroketnya tekanan inflasi pada
bulan September 2016. Peningkatan tekanan
inflasi terutama didorong oleh kenaikan tekanan
inflasi Cabai Merah seiring dengan dampak
erupsi Gunung Sinabung yang masih terasa dan
diiringi oleh ekstensifnya dampak Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) akibat curah hujan
yang terus meningkat sepanjang bulan
September. Dari bulan Januari hingga
September 2016 tercatat ±1.300 Ha lahan cabai
merah di Sumatera Utara terkena virus kuning
dan virus keriting yang menyebabkan anjloknya
pasokan di pasaran. Kinerja produksi cabai
merah triwulan III 2016 terpuruk hingga -42,2%
(yoy) yang merupakan titik terendahnya
sepanjang tahun 2016.
Memasuki triwulan IV 2016, tekanan inflasi
Sumatera Utara tak kunjung mereda. Kondisi
cuaca pada bulan Oktober belum cukup kondusif
bagi aktivitas pertanian, bahkan masih diwarnai
k b ‘b t k’
G
b
.
Inflasi pada bulan Oktober tercatat sebesar
1,04% (mtm). Tekanan inflasi dari faktor yang
bersifat non-fundamental terutama dari
kelompok volatile food masih mewarnai inflasi,
terutama dari komoditas hortikultura dan sayursayuran. Kondisi pasokan masih tertekan seiring
dengan bergesernya musim panen raya ke dua
yang biasanya mulai terjadi pada AgustusSeptember. Hal tersebut disebabkan oleh
kekeringan diatas normal memasuki musim
tanam kedua yang biasanya terjadi pada April
2016 lalu. Kondisi tersebut belum dapat
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
diantisipasi dengan kapasitas irigasi yang
memadai sehingga menekan produksi tanaman
pangan.
%, YoY
Sumut
6.0
Nasional
5.0
4.0
Faktor risiko inflasi hingga akhir tahun 2016
diperkirakan masih tinggi, terutama dari
pasokan pangan dan penyesuaian harga
beberapa komoditas yang diatur oleh
pemerintah.
Adanya
risiko
kembali
meningkatnya permintaan masyarakat akibat
kembali membaiknya daya beli seiring dengan
perbaikan harga serta panen raya komoditas
perkebunan juga turut meningkatkan risiko
tekanan inflasi pada periode mendatang.
Mencermati tingginya risiko inflasi tersebut,
TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus
meningkatkan komitmennya untuk mendukung
capaian inflasi yang rendah dan stabil.
Koordinasi terus ditingkatkan baik di level pusat
maupun daerah yang disertai dengan gencarnya
realisasi program-program pengendalian inflasi
sesuai dengan roadmap yang telah disusun.
Dengan demikian, stabilitas inflasi diharapkan
dapat tetap terjaga meski inflasi sampai dengan
akhir tahun berpotensi diatas sasaran inflasi
nasional sebesar 4±1%. Dapat ditambahkan
bahwa inflasi kumulatif Sumatera Utara sampai
dengan Oktober 2016 mencapai 5,3% (ytd).
3.0
2.1
2.0
4.5
3.7
3.5
2.6
2.4
Babel
Sumbar
Jambi
Aceh
Riau
2.4
2.4
Kepri
4.8
Sumsel
5.3
Bengkulu
1.0
Sumut
1.7
0.0
Lampung
Tekanan inflasi juga bersumber dari komoditas
daging ayam ras. Adanya kenaikan harga day old
chick (DOC) pada Agustus lalu mendorong
adanya kenaikan harga daging ayam ras. Selain
itu, adanya penyesuaian tarif listrik dan cukai
rokok13 juga kontributif dalam peningkatan
tekanan inflasi pada September 2016.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.3 Inflasi Kumulatif Juli 2016 di seluruh Provinsi seSumatera
3.2 Perkembangan Inflasi Non
Fundamental
Peningkatan tekanan inflasi Sumatera Utara
pada triwulan III 2016 lebih banyak diwarnai
oleh dinamika faktor inflasi yang bersifat non
fundamental. Tekanan inflasi berasal dari faktor
non fundamental--yang bersifat sementara-menunjukkan
peningkatan
dibandingkan
triwulan sebelumnya, terutama inflasi Volatile
Food. Inflasi Administered Prices juga meningkat
meski masih berada pada level yang rendah.
% (yoy)
20
Inflasi IHK
Core
Volatile Foods
Administered Prices
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-5
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Sumut
INFLASI
year on year (%, YoY)
-
Seiring
dengan
penyesuaian
beberapa
komoditas yang diatur oleh pemerintah,
tekanan inflasi Administered Prices meningkat
dari 1,3% (yoy) menjadi 1,6% (yoy).
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong
oleh penyesuaian tarif listrik dan cukai rokok.
Sepanjang triwulan III 2016, pemerintah kembali
melakukan penyesuaian tarif listrik secara
berkala untuk beberapa golongan rumah tangga
dan industri, baik untuk pelanggan pra bayar
maupun pasca bayar. Penyesuaian tarif listrik
terjadi menyusul dengan tren pergerakan harga
minyak dunia yang mulai pulih meski berjalan
lambat. Dengan demikian, inflasi komoditas tarif
listrik secara tahunan mengalami peningkatan
dari -2,8% menjadi -0,1%.
Peningkatan tekanan inflasi Administered Prices
juga didukung dengan adanya penyesuaian tarif
cukai rokok. Memasuki akhir tahun 2016,
pemerintah
mengeluarkan
kebijakan
penyesuaian tarif cukai melalui Peraturan
Menteri Keuangan No.147/PMK.010/2016.
Dengan demikian, hampir seluruh komoditas
rokok mengalami peningkatan tekanan inflasi.
Rokok kretek mengalami peningkatan tekanan
inflasi tertinggi dengan realisasi sebesar 23,8%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
lalu yang mencapai 19,7% (yoy). Disusul oleh
rokok putih yang meningkat dari 20,6% (yoy)
menjadi 24,4% (yoy) dan rokok kretek filter yang
meningkat dari 18,1% (yoy) menjadi 20,3% (yoy).
Memasuki triwulan IV 2016, tekanan kelompok
inflasi Administered Prices pada bulan Oktober
2016 kembali meningkat dari 1,6% (yoy) menjadi
2,2% (yoy). Kembali meningkatnya tekanan
inflasi Administered Prices tidak terlepas dari
dampak lanjutan kenaikan tarif cukai rokok dan
kembali disesuaikannya tarif listrik oleh
pemerintah. Meskipun demikian, tingginya
dampak kenaikan cukai rokok dan tarif listrik
masih mampu diimbangi oleh penurunan tarif
angkutan udara pasca perayaan HBKN pada Juli
dan September.
Dengan mencermati rendahnya gejolak harga
komoditas pada kelompok disagregasi, tekanan
inflasi kelompok Administered Prices pada
triwulan IV 2016 diyakini akan mereda. Kembali
rendahnya risiko kenaikan harga minyak dunia
menyebabkan potensi kenaikan tekanan inflasi
pada kelompok ini relatif minimal. Meskipun
demikian, masih terdapat stimulan inflasi pada
triwulan IV dari kelompok ini, seperti tarif listrik
yang kembali disesuaikan pada bulan Oktober
2016.
INFLASI
year on year (%, YoY)
-
Terbatasnya pasokan pangan di pasaran
mendorong kembali meroketnya tekanan
inflasi Volatile Foods Sumatera Utara. Pada
bulan Oktober 2016, tekanan inflasi kelompok
Volatile Foods kembali melonjak tajam dari 5,6%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 11,2% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi kelompok Volatile
Foods pada triwulan III didominasi oleh
komoditas cabai merah yang kembali melonjak
tajam setelah sempat mereda pada triwulan
sebelumnya. Turunnya produksi cabai merah
Sumatera Utara hingga titik terendahnya pada
tahun 2016 menyebabkan tak terelakkannya
kenaikan harga cabai merah yang cukup ekstrim.
%, yoy
20.0
18.0
17.2
16.0
14.8
14.0
13.7
13.6
13.4
12.8
11.4
12.0
11.2
10.3
10.0
9.810.1
8.1
8.0
7.8
7.5
6.0 3.9
5.6
5.0
3.4
4.64.5
4.0
4.0
3.8
5.1 3.8
2.0
1.7
0.91.4
0.0
-0.8
-2.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 10
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.5 Dinamika Inflasi Volatile Foods Sumut
Terpuruknya kinerja produksi cabai merah
didorong oleh tidak kondusifnya kondisi cuaca
dalam mendukung produksi yang disertai
dengan bencana erupsi Gunung Sinabung yang
berkepanjangan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, pasokan cabai merah yang semakin
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
43
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
menurun dipengaruhi oleh serangan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Ekstrimnya,
gangguan OPT cabai merah di Sumut menjalar
hingga seluas ±1.300 ha dalam kurun waktu 9
bulan dalam bentuk virus kuning dan virus
keriting. Hal tersebut diperparah dengan
tingginya curah hujan di Sumatera Utara.
Pasokan cabai merah kian tertekan dengan
normalisasi dampak Gunung Sinabung yang
berjalan sangat lambat. Memasuki pertengahan
semester II 2016, Gunung Sinabung yang
notabene merupakan sentra produksi tanaman
hortikultura
dan
sayur-mayur
kembali
mengalami
erupsi.
Dengan
demikian,
produktivitas tanaman kembali menurun dan
mengganggu pasokan pangan di pasaran.
Gangguan cuaca juga turut mengganggu
pasokan ikan segar di pasaran. Hal tersebut
disebabkan oleh tingginya gelombang di lautan
yang menyebabkan nelayan enggan melaut.
Kondisi tersebut menyebabkan tekanan inflasi
ikan segar juga turut meningkat.
Seiring dengan kondisi pasokan pangan yang
belum membaik, inflasi kelompok Volatile Foods
kembali melonjak pada bulan Oktober 2016, dari
11,2% (yoy) menjadi 17,2% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi ini masih didominasi oleh
kenaikan harga cabai merah. Tekanan inflasi
kelompok ini semakin bertambah dengan mulai
terasanya dampak kenaikan harga days old chick
(DOC)
pada
Agustus
lalu
terhadap
perkembangan harga daging ayam ras di
Sumatera Utara.
yoy
juta ton
Volume
120
Growth
200.0%
100
150.0%
80
100.0%
49.4%
60
50.0%
0.6%
20
-50.0%
-100.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
3.3 Perkembangan Inflasi
Fundamental
INFLASI
year on year (%, YoY)
-
Daya beli masyarakat yang membaik terkait
dengan
perbaikan
harga
komoditas
perkebunan mendorong peningkatan tekanan
inflasi inti pada level yang masih terjaga. Harga
CPO mencatatkan harga terbaiknya dalam
setahun terakhir pada bulan Agustus hingga
September 2016 lalu. Meskipun demikian, hal ini
tidak cukup kuat untuk mendorong peningkatan
tekanan inflasi inti seiring dengan ekspektasi
inflasi yang terkelola dengan cukup baik.
0.0%
2011
Kesiapan TPID Provinsi Sumatera Utara dalam
menangkal tingginya inflasi pada akhir tahun
tercermin dari stok beras BULOG yang
diperkirakan mencukupi hingga akhir tahun
2016. Dengan kondisi tersebut, tekanan inflasi
Volatile Foods pada periode mendatang
diperkirakan membaik. Adanya susulan panen
raya kedua yang bergeser akibat pergeseran
pola tanam imbas anomali cuaca pada beberapa
periode lalu juga meningkatkan keyakinan akan
kembali meredanya tekanan inflasi kelompok ini
pada periode mendatang.
-35.0%
48
104
66
42
34
18
17
13
35
26
22
31
50
24
22
30
28
16
31
17
29
24
20
40
Pasokan cabai merah yang masih terbatas
hingga akhir tahun menyebabkan risiko kenaikan
tekanan inflasi yang masih tinggi. Untuk
mengatasi hal tersebut, TPID se-Sumatera Utara
terus
meningkatkan
koordinasi
untuk
menghadapi risiko kenaikan tekanan inflasi.
Peningkatan tekanan inflasi yang terjadi pada
level
pedagang
tidak
diiringi
dengan
peningkatan tekanan inflasi pada level
konsumen. Penguatan nilai tukar rupiah yang
Grafik 3.6 Stok Beras BULOG
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
terus berlanjut menekan berkembangnya
ekspektasi peningkatan inflasi di masyarakat.
SK (Perub Hrg 3 bln yad)
SPE (Perub Hrg 3 bln yad)
210.0
Residensial. Adanya semarak perayaan hari raya
idul fitri juga turut mendorong tekanan inflasi
dari kelompok komoditas sandang.
SK (Perub Hrg 6 bln yad)
SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
USD/Rp
190.0
%, yoy
RptoUS
16,000
Growth
170.0
21.5%
14,000
150.0
10.4%
10,000
8.3%
8,000
110.0
6,000
III
IV
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2,000
2016
-
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi
SHPR
16.3%16.0%
18.0%
Growth
16.0%
14.0%
13.3%
220.0
12.0%
11.4%
210.0
7.4%
I
232.1
IV
232.1
III
2.8%
229.3
II
224.2
206.5
I
4.6%
217.2
205.9
IV
3.9%
7.2%
216.0
205.3
III
213.9
204.1
II
212.2
199.9
I
3.3% 3.6% 3.4%
211.4
195.0
180.0
5.7%
5.6%
10.0%
8.0%
6.8%
6.0%
200.0
190.0
II
III
IV
I
II
III
170.0
4.0%
2.0%
0.0%
2013
2014
2015
6.9%
5.2%
4.8%
6.5%
15.0%
10.0%
5.0%
3.0%
-2.4% 0.0%
-3.3%
-5.0%
-4.3%
-5.8%
2011
230.0
12.2%
-10.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Komoditas yang berkontribusi dalam stabilnya
tekanan inflasi inti pada periode laporan adalah
gula pasir. Berakhirnya periode puncak
permintaan gula pasir akibat bulan Ramadhan-yang umumnya diramaikan dengan makanan
khas sarat gula--menyebabkan menurunnya
tekanan inflasi pada triwulan III 2016. Selain itu,
pasokan gula pasir yang membaik seiring dengan
kondusifnya aktivitas panen dan giling gula pasir
di beberapa sentra produksi menyebabkan
normalisasi harga gula pasir yang berjalan cepat.
240.0
2.2%
0.9%
16.0%
13.0%
10.9%
10.3%
8.0%
8,904
8,590
8,610
9,000
9,100
9,306
9,508
9,624
9,694
9,789
10,664
11,689
11,847
11,618
11,762
12,247
12,799
13,134
13,639
13,578
13,533
13,318
13,134
4,000 -3.9%
90.0
20.0%
18.7%
12,000
130.0
25.0%
22.2%
2016
Grafik 3.8 Survei Harga Properti Residensial
Sementara itu, peningkatan harga emas turut
mengerek kenaikan harga emas perhiasan meski
penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut.
Komoditas yang pada triwulan lalu menjadi
pendorong utama seperti komoditas sewa
rumah dan kontrak rumah juga masih kontributif
dalam meningkatkan tekanan inflasi inti.
Kenaikan tarif sewa tersebut menunjukkan
penyesuaian tarif terkait dengan ekspektasi
inflasi ditengah penurunan harga properti
sebagaimana
pada
triwulan
III
2016
sebagaimana tercermin dari hasil Survei Properti
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 3.9 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Memasuki awal triwulan IV 2016 tekanan inflasi
inti Sumatera Utara justru menurun dari 5,8%
(yoy) menjadi 5,3% (yoy). Penguatan nilai tukar
yang terus berlanjut ditengah ekspektasi inflasi
yang semakin terkelola dengan baik mendukung
penurunan tekanan inflasi ini.
Kembali
menurunnya
harga
komoditas
perkebunan baik di pasar lokal dan global juga
turut membayangi daya beli masyarakat. Hasil
survei konsumen yang menunjukkan kembali
menurunnya ekspektasi inflasi yang menurun
juga mengindikasikan demand pull inflation yang
masih relatif lemah.
Penurunan tekanan inflasi inti pada bulan
Oktober 2016 didorong oleh koreksi harga emas
perhiasan dan gula pasir. Menurunnya
permintaan masyarakat pasca berakhirnya
periode HBKN ditengah cukup baiknya pasokan
menyebabkan terjadinya normalisasi harga gula
pasir dipasaran. Sementara itu, memasuki bulan
Oktober 2016, harga emas di pasar global
kembali menurun yang diiringi dengan
penguatan nilai tukar yang terus berlanjut.
Sehingga, harga emas perhiasan di pasar
domestik juga turut menurun.
Dengan mencermati dinamika inflasi tersebut,
tekanan inflasi inti pada periode mendatang
diperkirakan terkendali. Beberapa indikator
pendukung juga mengindikasikan risiko tekanan
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
45
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
inflasi yang minimal. Kembali melemahnya nilai
tukar, harga komoditas perkebunan yang
kembali merosot serta kenaikan ekspektasi
inflasi di tingkat pedagang yang tidak disertai
dengan kenaikan ekspektasi inflasi di level
konsumen semakin mengkonfirmasi akan
terkendalinya realisasi inflasi inti pada triwulan
IV 2016.
3.4 Inflasi Menurut Kelompok
Barang dan Jasa
Dinamika inflasi Sumatera Utara dipengaruhi
oleh kelompok bahan makanan, makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau, perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar, serta
kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan. Keempat kelompok tersebut memiliki
bobot 83% terhadap pembentukan inflasi di
Sumatera Utara.
18.26
24.17
Bahan Makanan
6.12
4.04
6.84
Makanan Jadi, Minuman, Rokok&Tembakau
Perumahan, Air, listrik, Gas & BB
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
16.23
24.34
Grafik 3.10 Porsi Kelompok Komoditas dalam
Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara
Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III
2016 didorong oleh peningkatan tekanan inflasi
komoditas pada kelompok Bahan Makanan,
kelompok Makanan Jadi, kelompok Minuman,
Rokok dan Tembakau serta kelompok Sandang.
Sementara itu, kelompok komoditas lain relatif
stabil bahkan turun. Kelompok komoditas
dengan lonjakan inflasi tertinggi adalah
kelompok Bahan Makanan yang mencapai 12,5%
(yoy), meningkat cukup signifikan dibandingkan
dengan triwulan II 2016 yang hanya mencapai
5,4% (yoy).
Tabel 3.2 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa
Kelompok
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
Umum
2015
IV
4.4
6.2
4.0
4.0
6.0
5.9
-2.8
3.3
2016
I
II
III Arah
14.8 5.4 12.5
10.8 11.9 13.5
3.0 1.6 1.9
4.8 6.3 7.2
4.9 4.7 4.5
6.0 6.5 4.5
1.8 -1.1 -2.0
7.2 4.3 6.0
Sumber: BPS, diolah
3.4.1 Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan merupakan
kelompok dengan peningkatan tekanan inflasi
tertinggi pada triwulan III 2016, yaitu dari 5,4%
(yoy) menjadi 12,5% (yoy). Lonjakan tekanan
inflasi dari kelompok bahan makanan terutama
didorong oleh subkelompok bumbu-bumbuan
yang meningkat dari 8,8% (yoy) menjadi 83,5%
(yoy). Lebih spesifik, peningkatan tekanan inflasi
ini terutama didorong oleh kenaikan harga cabai
merah.
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Kelompok
BAHAN MAKANAN
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Bumbu-bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya
2015
IV
2016
I
II
4.2 14.8 5.4
10.3 7.7
6.3
10.7 12.4 9.8
1.5
0.3
-0.9
4.3
2.5
0.6
7.5
7.9
4.6
1.5 10.6 15.0
3.6
8.3 11.2
7.6
4.9
1.8
-5.3 101.2 8.8
-2.3 -2.3 -1.5
4.3
6.5
9.5
III
12.5
1.7
-0.5
3.0
0.7
3.1
17.6
8.9
-0.8
83.5
5.0
9.9
Arah
Andil
(yoy)
2.9
0.1
0.0
0.2
0.0
0.1
0.4
0.0
0.0
2.0
0.1
0.0
Sumber: BPS, diolah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
pasokan cabai merah pada triwulan III 2016
menurun tajam ditengah masih cukup baiknya
permintaan masyarakat dalam menyemarakkan
hari raya idul fitri.
Subkelompok ikan segar juga turut berkontribusi
dalam peningkatan tekanan inflasi dari -0,9%
(yoy) menjadi 3,0% (yoy). Peningkatan tekanan
inflasi pada subkelompok ini tidak lepas dari
kondisi cuaca yang kurang kondusif terhadap
aktivitas perlayaran sehingga pasokan ikan segar
di pasaran menurun.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Selanjutnya,
subkelompok
sayur-sayuran
menjadi subkelompok dengan peningkatan
tekanan inflasi ketiga tertinggi di Sumatera
Utara, yaitu dari 15,0% (yoy) menjadi 17,6%
(yoy). Dampak dari erupsi Gunung Sinabung juga
turut mengancam ketersediaan pasokan sayur
mayur yang banyak diproduksi di lereng Gunung
Sinabung. Stabilisasi yang berjalan lambat
ditengah relokasi lahan produksi yang belum
rampung menyebabkan tidak terelakkannya
penurunan produksi sehingga mendorong
peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III
2016.
Perkembangan Inflasi Non Fundamental –
Administered Prices).
Selain itu, subkelompok makanan jadi juga
menunjukkan peningkatan tekanan inflasi, dari
7,9% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi subkelompok ini disebabkan oleh
masih tingginya permintaan masyarakat terkait
dengan pelaksanaan hari raya Idul Fitri yang
diiringi dengan perbaikan harga komoditas
perkebunan.
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau
Kelompok
Menjelang akhir tahun 2016, tekanan inflasi
cabai merah tak kunjung mereda. Pada bulan
Oktober 2016, tekanan inflasi kelompok bahan
makanan kembali meningkat dari 12,5% (yoy)
menjadi 18,9% (yoy). Peningkatan tekanan
inflasi pada bulan Oktober kembali disebabkan
oleh masih berlanjutnya kenaikan harga
komoditas cabai merah seiring dengan masih
belum membaiknya kondisi pasokan cabai
merah di pasaran. Meskipun demikian, TPID
baik di level Provinsi maupun Kab/Kota untuk
memperbaiki ketersediaan pasokan dan
kelancaran
distribusi
diperkirakan
akan
memberikan andil yang cukup besar dalam
menurunnya inflasi kelompok bahan makanan.
Dengan demikian, diharapkan tekanan inflasi
bahan makanan pada triwulan IV 2016 dapat
lebih terkendali.
3.4.2
Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau
Tidak berbeda dengan kelompok bahan
makanan, tekanan inflasi kelompok makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau juga turut
meningkat dari 11,9% (yoy) menjadi 13,5%
(yoy). Subkelompok dengan peningkatan
tekanan inflasi tertinggi adalah subkelompok
Tembakau dan Minuman Beralkohol yang
meningkat dari 18,6% (yoy) menjadi 21,5% (yoy).
Lonjakan yang tajam ini terutama disebabkan
oleh adanya kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan tarif cukai rokok (lebih lanjut baca
2015
2016
Arah
Andil
(yoy)
IV
I
II
III
6.4
10.7
11.9
13.5
2.1
3.2
7.1
7.9
9.4
0.8
Minuman yang Tidak Beralkohol
8.9
8.8
12.8
12.1
0.3
Tembakau dan Minuman Beralkohol
10.8
18.7
18.6
21.5
1.0
MAKANAN JADI
Makanan Jadi
Sumber: BPS, diolah
Memasuki triwulan IV 2016, di Oktober tekanan
inflasi masih stabil pada level yang tinggi di
kisaran 13,5% (yoy). Masih terus berlanjutnya
dampak lanjutan dari kenaikan tarif cukai rokok
memberikan tekanan inflasi pada kelompok ini.
3.4.3
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Peningkatan tekanan inflasi juga terlihat pada
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar yang meningkat dari 1,6% (yoy)
menjadi 1,9% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi
pada kelompok ini terutama didorong oleh
peningkatan tekanan inflasi subkelompok bahan
bakar, penerangan dan air serta subkelompok
perlengkapan rumah tangga.
Tekanan inflasi subkelompok bahan bakar,
penerangan dan air meningkat dari -3,7% (yoy)
menjadi -2,1% (yoy) yang terutama didorong
oleh adanya kebijakan pemerintah untuk
kembali melakukan penyesuaian tarif listrik baik
untuk golongan rumah tangga maupun industri
pada triwulan III 2016. Penyesuaian tarif ini
terjadi seiring dengan
mulai kembali
membaiknya harga minyak dunia.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Kelompok
2015
2016
Arah
Andil
(yoy)
IV
I
II
III
4.1
3.0
1.6
1.9
3.8
4.3
3.5
3.2
0.4
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
5.2
-0.6
-3.7
-2.1
-0.1
Perlengkapan Rumah Tangga
3.5
6.3
8.4
8.7
0.1
Penyelenggaraan Rumah Tangga
3.7
3.9
2.3
2.4
0.1
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB
Biaya Tempat Tinggal
0.5
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi
subkelompok perlengkapan rumah tangga pada
umumnya terjadi pada komoditas barang
elektronik ditengah penguatan nilai tukar terus
berlanjut. Kembali disesuaikannya harga atas
barang elektronik terkait dengan persiapan
pelaku usaha menyusul penyesuaian Upah
Minimum Provinsi (UMP) yang pada umumnya
dilakukan pada akhir tahun.
Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi
kelompok ini kembali meningkat menjadi 2,0%
(yoy). Kembali disesuaikannya tarif listrik
menyebabkan tekanan inflasi pada kelompok ini
kembali meningkat.
3.4.4
Kelompok Sandang
Antusiasme masyarakat dalam menyambut
lebaran yang identik dengan pakaian baru dan
segala upaya untuk mempercantik diri masih
mendorong peningkatan tekanan inflasi
sandang dari 6,3% (yoy) menjadi 7,2% (yoy).
Inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh
peningkatan inflasi subkelompok sandang lakilaki, sandang anak dan subkelompok barang
pribadi dan sandang lain.
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Kelompok
2015
2016
Arah
Andil
(yoy)
IV
I
II
III
SANDANG
Sandang Laki-Laki
4.0
4.8
6.3
7.2
0.4
3.9
2.7
2.4
4.3
0.1
Sandang Wanita
6.8
10.1
11.0
8.8
0.1
Sandang Anak-Anak
3.3
3.5
5.1
5.5
0.1
Barang Pribadi dan Sandang Lain
2.1
3.4
7.3
10.4
0.2
Sumber: BPS, diolah
Komoditas dengan peningkatan tekanan inflasi
tertinggi diantaranya adalah celana panjang lakilaki dan anak, kemeja laki-laki serta emas
perhiasan. Tingginya kebutuhan masyarakat
untuk berhias selama Lebaran yang disertai
dengan masih tingginya animo masyarakat
untuk menjadikan emas perhiasan sebagai
instrumen investasi dan lonjakan harga emas
internasional mendorong kenaikan tekanan
inflasi emas perhiasan (lebih lanjut baca
Perkembangan Inflasi Fundamental).
Seiring dengan selesainya Lebaran dan tahun
ajaran baru, tekanan inflasi kelompok sandang
pada Oktober 2016 menurun dari 7,2% (yoy)
menjadi 6,0% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
ini terjadi pada seluruh subkelompok sandang.
3.4.5
Kelompok Kesehatan
Lain halnya dengan empat kelompok inflasi
sebelumnya, kelompok kesehatan justru relatif
stabil dari 4,7% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Harga
obat-obatan dan jasa perawatan jasmani relatif
stabil sementara jasa kesehatan cenderung
meningkat. Peningkatan jasa kesehatan ini
mampu diimbangi dengan penurunan tekanan
inflasi pada subkelompok perawatan jasmani
dan kosmetika. Komoditas dengan peningkatan
tekanan inflasi terbesar pada kelompok ini
diantaranya adalah ongkos bidan, tarif dokter
gigi dan minyak rambut.
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan
Kelompok
2015
2016
Arah
Andil
(yoy)
IV
I
II
III
KESEHATAN
Jasa Kesehatan
6.1
4.9
4.7
4.5
0.2
1.7
0.9
3.1
5.4
0.1
Obat-obatan
1.4
2.1
2.8
2.6
0.0
Jasa Perawatan Jasmani
8.8
2.4
6.0
6.2
0.0
Perawatan Jasmani dan Kosmetika
10.4
9.4
6.1
4.1
0.1
Sumber: BPS, diolah
Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi
kelompok kesehatan masih relatif stabil yang
mencapai 4,5% (yoy). Peningkatan tekanan
inflasi subkelompok obat-obatan yang terjadi
pada bulan Oktober masih mampu diimbangi
dengan penurunan tekanan inflasi subkelompok
jasa kesehatan. Sementara itu, subkelompok
jasa perawatan jasmani serta subkelompok
perawatan jasmani dan kosmetika masih relatif
stabil.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olah Raga
Berlawanan dengan kelompok komoditas
lainnya, tekanan inflasi kelompok pendidikan,
rekreasi dan olah raga justru melandai. Secara
tahunan, tekanan inflasi kelompok ini menurun
dari 6,5% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Penurunan
tekanan inflasi terjadi pada hampir seluruh
subkelompok kecuali subkelompok olahraga.
Komoditas dengan penurunan tekanan inflasi
terdalam pada kelompok ini adalah angkutan
udara. Perilaku konsumen yang cenderung
melakukan pembelian tiket mudik untuk
menyemarakkan hari raya idul fitri jauh hari
menyebabkan tekanan inflasi pada periode
HBKN relatif mereda.
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Kelompok
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
Kelompok
2015
2016
Arah
Andil
(yoy)
2015
2016
Arah
Andil
(yoy)
IV
I
II
III
-2.8
1.8
-1.1
-2.0
-0.4
-4.5
2.0
-2.0
-3.4
-0.5
Komunikasi dan Pengiriman
0.1
0.1
0.1
0.6
0.0
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
Transpor
IV
I
II
III
6.2
6.0
6.5
4.5
0.3
Sarana dan Penunjang Transpor
7.9
3.5
3.8
4.1
0.1
9.3
9.2
10.1
7.0
0.3
Jasa Keuangan
0.0
1.5
1.6
1.6
0.0
Kursus-Kursus / Pelatihan
0.6
0.6
0.7
0.4
0.0
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
3.9
4.3
4.2
1.6
0.0
Rekreasi
2.3
1.6
2.1
1.4
0.0
Olahraga
3.3
0.7
0.8
0.9
0.0
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
Pendidikan
Sumber: BPS, diolah
Komoditas yang mengalami penurunan tekanan
inflasi terbesar pada kelompok ini diantaranya
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas
(SMA). Penurunan tekanan inflasi ini terjadi
seiring dengan siklus pendaftaran murid tahun
ajaran baru yang terjadi pada pertengahan
tahun.
Penurunan tekanan inflasi kelompok ini terus
berlanjut hingga bulan Oktober 2016. Tekanan
inflasi kelompok ini pada awal triwulan IV 2016
tercatat menurun menjadi 4,2% (yoy). Dengan
demikian, pada akhir tahun 2016 tekanan inflasi
kelompok ini diperkirakan cukup rendah.
2.3.2 Kelompok Transportasi,
dan Jasa Keuangan
Komunikasi
Penurunan
tekanan
inflasi
kelompok
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
terus berlanjut hingga triwulan III 2016. Pada
triwulan III, tekanan inflasi kelompok ini kembali
tercatat deflasi -2,0% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan capaian triwulan lalu yang
mencapai -1,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
ini terutama terjadi pada subkelompok transpor
yang menurun dari -2,0% (yoy) menjadi -3,4%
(yoy).
Sumber: BPS, diolah
Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi
kelompok ini relatif stabil dikisaran -2,0%.
Hampir seluruh subkelompok mencatatkan
tekanan inflasi yang stabil pada awal triwulan IV
2016. Dengan demikian, pada akhir tahun 2016
diperkirakan kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan tidak akan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan tekanan inflasi
umum yang signifikan.
3.5 Perbandingan Inflasi Antar
Provinsi/Kota di Sumatera
Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau
Sumatera pada triwulan III 2016 tercatat sebesar
4,3% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar
3,1% (yoy). Inflasi Sumatera pada triwulan III
meningkat bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (3,7%, yoy).
Lima dari sepuluh provinsi di Kawasan Sumatera
mencatatkan peningkatan tekanan inflasi pada
triwulan III 2016. Provinsi Bangka Belitung yang
mencatatkan inflasi tertinggi pada triwulan lalu
justru tercatat mereda pada triwulan II 2016.
Dengan demikian, pada triwulan III 2016 Provinsi
Sumatera Utara merupakan provinsi dengan
tekanan inflasi tertinggi di Sumatera.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Sumber: BPS, diolah
Gambar 3.1 Sebaran Inflasi Sumatera
3.6 Upaya Pengendalian Inflasi
Menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi
yang ada, TPID Provinsi Sumatera Utara telah
melakukan berbagai hal untuk menjangkar
inflasi 2016. Beberapa program yang telah
disiapkan diantaranya adalah:
a. Mengintensifkan aktivitas perdagangan antar
wilayah, diantaranya melalui kerja sama
dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Tengah serta melakukan pembelian langsung
ke beberapa sentra produksi lain untuk
menjamin ketersediaan pasokan bahan
pangan.
b. Optimalisasi peran Toko Tani sebagai
perpanjangan tangan TPID di level retail
untuk mengatasi inflasi
c. Relokasi lahan petani yang terpapar erupsi
Gunung Sinabung serta langkah kuratif dalam
mengatasi permasalahan lahan cabai yang
terkena OPT.
d. Pembenahan tata niaga yang terus
disempurnakan untuk mengantisipasi praktik
penimbunan serta pengembangan pasar
lelang
komoditas
pertanian
melalui
pembentukan task force sesuai dengan
instruksi
Presiden.
Gudang-gudang
penyimpanan barang pokok terus dimonitor
secara intensif serta dilakukan pencatatan
harga pada level distributor untuk
memonitor sumber kenaikan harga.
e. Melakukan operasi pasar dan pasar murah
untuk menjamin akses masyarakat dalam
memperoleh bahan pangan yang berkualitas
dan terjangkau.
f. Meningkatkan arus informasi terkait cuaca
seperti prakiraan curah dan sifat hujan, hari
tanpa hujan, daerah rawan banjir dan peta
ketersediaan air tanah untuk mendukung
pertanian dan perikanan Sumatera Utara.
Terkait dengan hal tersebut, TPID juga
menyiapkan program antisipasi bencana
terkait dengan situasi cuaca yang kurang
menentu.
g. Penjajakan pembentukan BUMD Pangan
dalam mendukung kondisi pasokan yang
prima dalam memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakat.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
Kinerja perbankan belum menjadi pendorong tren perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara
juga menunjukkan perlambatan yang diindikasikan oleh indikator utama yaitu asset, dana pihak
ketiga (DPK) dan kredit. Namun demikian, stabilitas keuangan daerah di Provinsi Sumatera Utara
masih terjaga. Hal ini tercermin dari kinerja korporasi dan rumah tangga yang masih meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan risiko yang masih berada di bawah level indikatif.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
51
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara
Aset
Pertumbuhan (yoy)
Dana Pihak Ketiga
Pertumbuhan (yoy)
Kredit
Pertumbuhan (yoy)
Kredit Non Lancar
NPL (Gross)
Loan to Deposit Ratio
4.1
Triliun Rp
% (yoy)
Triliun Rp
% (yoy)
Triliun Rp
% (yoy)
Triliun Rp
%
%
215,0
17,6%
156,3
14,8%
148,0
15,5%
3,76
2,4%
94,7%
221,7
16,9%
165,0
19,7%
153,7
13,7%
4,11
2,6%
93,1%
228,5
13,4%
172,8
17,6%
155,9
10,8%
4,39
2,8%
90,2%
232,0
8,4%
177,9
15,1%
161,7
9,0%
4,14
2,5%
90,9%
Perkembangan Perbankan
Sumatera Utara
Kinerja perbankan belum menjadi pendorong
tren perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
triwulan III 2016, kinerja perbankan Sumatera
Utara juga menunjukkan perlambatan yang
diindikasikan oleh indikator utama yaitu asset,
dana pihak ketiga (DPK) dan kredit. Pada
triwulan laporan, aset dan DPK mengalami
perlambatan yang signifikan dibanding triwulan
sebelumnya, sementara kredit masih tumbuh
cukup baik. Aset perbankan tumbuh melambat
dari 7,1% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi
3,3% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan
perlambatan DPK maupun kredit.
DPK perbankan di Sumatera Utara mengalami
perlambatan menjadi 3,2% (yoy) dari 6,2% (yoy)
triwulan sebelumnya. Sama seperti aset,
perlambatan DPK juga disebabkan oleh
rendahnya pertumbuhan DPK perbankan
konvensional (hanya tumbuh 2,4%, yoy). Namun
demikian, DPK hingga triwulan III 2016 tumbuh
7,8% (ytd), lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
pertumbuhan DPK tahun 2016 akan lebih baik
dari tahun sebelumnya.
Dilihat dari komponennya, perlambatan DPK
terutama terjadi karena terkontraksinya giro
yang diperkirakan terkait dengan realisasi
pembiayaan proyek menjelang akhir tahun. Giro
terkontraksi dari 0,6% (yoy) menjadi -2,7% (yoy).
Sementara itu, tabungan dan deposito masih
tumbuh
melambat
dibanding
triwulan
sebelumnya. Tabungan melambat dari 13,4%
233,1
8,4%
176,6
13,0%
162,4
9,7%
4,53
2,7%
92,0%
239,9
8,2%
181,4
9,9%
167,2
8,8%
5,20
3,0%
92,2%
254,3
11,3%
188,6
9,2%
171,1
9,7%
5,55
3,1%
90,7%
245,2
5,7%
183,3
3,1%
172,7
6,8%
5,26
3,0%
94,2%
242,4
4,0%
156,3
3,7%
168,2
3,6%
5,31
3,1%
91,9%
256,9
7,1%
156,3
7,5%
180,2
7,8%
5,53
3,1%
92,4%
262,6
3,3%
156,3
4,8%
184,0
7,5%
5,69
3,1%
93,0%
(yoy) menjadi 11,7% (yoy) dan deposito
melambat dari 5,7% (yoy) menjadi 2,5% (yoy).
Perlambatan DPK ini diperkirakan dipengaruhi
oleh penurunan suku bunga.
Milyar Rp
DPK Konvensional (nominal)
DPK Syariah (nominal) % (yoy)
g DPK Syariah
g DPK Konvensional
250.0
40.0
35.0
200.0
30.0
25.0
150.0
20.0
100.0
15.0
10.0
50.0
5.0
0.0
0.0
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
Sumber : LBU
Grafik 4.1 Perkembangan DPK di Sumatera Utara
4.2
Asesmen Intermediasi
Perbankan
Intermediasi
perbankan
mengalami
perlambatan meski pertumbuhan kredit masih
lebih tinggi dibanding pertumbuhan DPK. Selain
itu, dilihat dari komponennya, kredit investasi
justru meningkat dan tumbuh signifikan. Hal ini
mengindikasikan masih adanya ekspektasi
perbaikan ekonomi ke depan.
Sejalan dengan perlambatan aset dan DPK,
kredit perbankan di Sumatera Utara pada
triwulan
III
2016
juga
melambat14.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Pertumbuhan kredit perbankan Provinsi
Sumatera Utara pada triwulan III 2016
melambat dari 7,8% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 7,5% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
kredit khususnya dikontribusikan oleh kredit
modal kerja yang melambat dari 2,2% (yoy)
menjadi 0,5% (yoy). Kredit konsumsi relatif
stabil, masih terkontraksi sebesar -4,3% (yoy).
Sementara kredit investasi meningkat, dari
32,6% (yoy) menjadi 35,6% (yoy).
Rp Triliun
Outstanding Kredit (RHS)
KK
200
KMK
Pertumbuhan Kredit (yoy)
YoY
KI
KMK
75%
180
65%
160
55%
140
45%
120
100
35%
80
25%
sebelumnya yang sejalan dengan perbaikan
ekonomi.
Di tengah perlambatan kredit, risiko kredit
perbankan Sumatera Utara pada triwulan III
2016 masih terjaga. Hal ini tercermin dari Non
Performing Loan (NPL) gross yang stabil sebesar
3,1%. Secara sektoral, risiko kredit yang perlu
mendapat perhatian terutama berasal dari
kategori Konstruksi dan kategori PBE. NPL
kategori Industri Pengolahan juga menunjukkan
peningkatan dan tercatat 2,8% di akhir triwulan
dan masih di bawah level indikatif.
Sementara itu, NPL kategori lainnya diluar
kategori utama ekonomi Sumatera Utara yang
meningkat cukup tinggi adalah untuk kategori
administrasi pemerintahan.
60
15%
40
5%
20
0
-5%
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
4.3 Pengembangan Akses
Keuangan dan UMKM
Grafik 4.2 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan di
Sumatera Utara
Berdasarkan kategori, perlambatan kredit terjadi
pada ketiga kategori utama ekonomi Sumatera
Utara yaitu kategori pertanian, kategori industri
pengolahan dan kategori perdagangan besar
dan eceran (PBE). Sementara kredit konstruksi
menunjukkan
perbaikan seiring
dengan
optimisme pelaku usaha akan realisasi
infrastruktur strategis pada periode mendatang.
Hal ini juga sejalan dengan relaksasi ketentuan
LTV khususnya yang terkait dengan kredit
pemilikan rumah/properti.
Kredit hingga triwulan III 2016 baru tumbuh
sebesar 6,5% (ytd), lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya (5,8%).
Hal ini menunjukkan pertumbuhan kredit tahun
2016 diperkirakan membaik dibanding tahun
Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek)
Grafik 4.3 Perbandingan Kredit UMKM dengan PDRB
Sumut
Pada triwulan III 2016, pertumbuhan kredit
UMKM di Provinsi Sumatera Utara relatif sangat
rendah, melambat menjadi 0,6% (yoy) dengan
tingkat risiko sedikit menurun (NPL 6,0%).
Pangsa kredit UMKM mencapai 26,4% pada
triwulan III tahun 2016 lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 27,0%.
Kredit UMKM tumbuh 0,6% (yoy) melambat dari
triwulan sebelumnya yang masih tumbuh
sebesar 2,5% (yoy). Pelemahan terjadi hampir di
keseluruhan lapangan usaha kecuali industri
pengolahan yang tumbuh 2% (yoy) atau tumbuh
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
53
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
lebih baik setelah terkontraksi pada triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan,
kredit menengah dan kredit kecil mengalami
kontraksi yang cukup dalam masing-masing
sebesar -6,2% (yoy) dan -1,5% (yoy). Sedangkan
kredit mikro tumbuh cukup baik, sedikit
melambat dari 18,7% (yoy) menjadi 18,2% (yoy).
Sejalan dengan perlambatan kredit UMKM,
risiko kredit UMKM menunjukkan penurunan
dari triwulan sebelumnya, yaitu dari 6,2% pada
triwulan II 2016 menjadi 6,0% pada triwulan
laporan. Namun, NPL kredit UMKM tersebut
masih di atas level indikatif (5%). Dari
keseluruhan kategori kredit, kredit mikro dan
menengah telah berada pada batas bawah rasio
NPL sedangkan NPL kredit kecil yang di atas level
indikatifnya (6,94%).
Tabel 4.2 Pertumbuhan Kredit Sektoral di Provinsi Sumatera Utara (yoy)
PROVINSI SUMATERA UTARA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Air dan Gas
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran
Penyedia Akomodasi
Transportasi dan Pergudangan
Jasa Keuangan
Real Estate
Administrasi Pemerintahan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan
Jasa Kemasyarakatan
Jasa Lainnya
2015
Tw II
Tw III
20,7%
24,2%
-4,6%
-3,4%
5,5%
15,7%
-22,5%
-21,6%
10,8%
2,8%
7,9%
16,2%
2,1%
16,1%
-8,5%
-5,2%
-16,6%
-1,5%
-7,1%
0,6%
-73,0%
-67,6%
16,3%
18,6%
35,4%
25,2%
2,4%
-24,3%
-69,8%
-43,2%
Tw I
17,5%
19,7%
2,1%
-22,2%
9,7%
9,1%
5,5%
4,0%
89,7%
-36,7%
-32,7%
15,7%
45,6%
-1,8%
-11,4%
Tw IV
16,1%
-5,8%
10,9%
-8,9%
3,4%
13,5%
24,8%
-2,7%
-1,1%
16,7%
-63,0%
23,8%
15,0%
-61,5%
-51,7%
2016
Tw II
20,9%
-30,3%
-1,9%
-14,9%
9,4%
5,1%
6,1%
1,5%
1,7%
15,4%
-16,4%
43,4%
9,1%
-4,1%
-7,2%
Tw I
4,0%
3,8%
-21,5%
3,3%
-14,7%
2,6%
-1,2%
9,8%
-0,5%
-7,2%
17,1%
-46,0%
15,7%
9,7%
-11,7%
Tw III
18,8%
-42,9%
-8,2%
-16,3%
9,9%
4,7%
5,6%
-2,8%
0,7%
0,9%
1,0%
35,8%
11,5%
-1,4%
-30,5%
Nominal Kredit Sept (RpT)
2015
2016 Share
34,1
40,5 39,4%
0,4
0,3
0,2%
42,4
38,9 37,9%
0,9
0,7
0,7%
6,2
6,8
6,6%
50,0
52,4 51,0%
2,3
2,4
2,3%
3,9
3,8
3,7%
1,6
1,6
1,5%
4,4
4,5
4,4%
0,0
0,0
0,0%
0,3
0,5
0,5%
1,0
1,1
1,1%
2,0
2,0
2,0%
0,3
0,2
0,2%
Tabel 4.3 Risiko Kredit per Sektor Ekonomi di Sumatera Utara
NPL (%)
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
PBE
Transportasi
Akomodasi dan Mamin
Informasi dan Komunikasi
Perantara Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Adm Pemerintahan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan
2015
I
II
2016
III
IV
I
II
2,3
2,7
2,2
0,3
1,8
10,2
4,4
1,6
4,5
4,5
1,7
4,8
6,3
4,3
1,8
2,5
III
2,2
1,8
2,5
0,1
0,4
9,1
4,0
1,5
5,3
5,3
1,5
2,4
5,2
6,6
2,6
4,1
1,8
1,4
2,8
0,5
3,4
8,1
4
2,8
4,8
1,5
0,9
2,8
4,5
18,3
0,7
4,4
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tabel 4.4 Tabel Eksposur Kredit UMKM berdasarkan Lapangan Usaha
UMKM
Lapangan Usaha
Mikro
Kecil
Menengah
Growth
Growth
Growth
Growth
Pangsa
Pangsa
Pangsa
(yoy)
(yoy)
(yoy)
(yoy)
0,6%
18,7%
34,0%
10,1%
20,1%
-12,4%
8,6%
6,4%
7,6%
0,1%
0,1%
-12,3%
0,2%
24,9%
0,1%
0,3%
2,0%
8,4%
2,1%
-12,6%
4,2%
5,8%
15,1%
2,6%
0,1%
0,2%
0,1%
-5,6%
0,1%
-10,9%
0,2%
5,8%
-2,0%
6,0%
1,8%
52,8%
3,4%
-19,0%
10,4%
-0,6%
Pangsa
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Air dan Gas
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran
Penyedia Akomodasi
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lainnya
55,5%
2,7%
3,3%
5,0%
0,0%
2,8%
-15,3%
-21,0%
5,9%
-20,0%
52,4%
1,2%
1,2%
7,0%
0,1%
26,2%
37,4%
-4,4%
12,8%
0,0%
61,6%
1,6%
3,7%
5,1%
0,0%
3,5%
-0,7%
1,8%
-4,5%
-3,6%
53,0%
4,4%
4,3%
3,8%
0,0%
-7,6%
-22,9%
-32,3%
10,2%
-62,6%
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Berdasarkan lapangan usaha, pangsa penyaluran 4.4 Stabilitas Sistem Keuangan
kredit UMKM terbesar terdapat pada
Daerah
Perdagangan Besar dan Eceran (55%) dan
Pertanian (18,7%). Kredit PBE paling besar 4.4.1 Asesmen Ketahanan Korporasi
terdapat pada kredit kecil sedangkan pertanian
Kinerja Korporasi
paling besar pada kredit mikro.
Meskipun
lebih
rendah
dari
triwulan
sebelumnya, kredit kecil untuk pertambangan
masih mencatatkan pertumbuhan tertinggi
berdasarkan lapangan usaha. Sedangkan Jasa
Dunia Usaha menjadi lapangan usaha yang
terkontraksi paling dalam.
Sumber : LBU
Grafik 4.4 Risiko Kredit UMKM
Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan III
2016, kinerja korporasi Sumatera Utara
diindikasikan
menunjukkan
perbaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) Bank Indonesia yang mencatat
peningkatan saldo bersih tertimbang (SBT)
kegiatan usaha sebesar 16,1%, meningkat
dibandingkan posisi akhir triwulan II 2016
sebesar 11,2%. Peningkatan SBT terlihat pada
semua kategori usaha kecuali kategori Industri
Pengolahan. Perbaikan tertinggi dicatat oleh
kategori pertambangan dan sektor jasa lainnya.
Namun demikian, peningkatan kegiatan dunia
usaha belum diikuti oleh peningkatan kapasitas
produksi. Kapasitas produksi sedikit turun dari
78% menjadi 77%. Hal ini diperkirakan terkait
dengan kondisi permintaan yang belum
meningkat secara fundamental.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
terutama terjadi pada kategori perkebunan dan
kategori perdagangan, masing-masing dengan
ROE 0,20 dan 0,15.
Grafik 4.5 Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Sementara itu, indikator Current Ratio (CR)
menunjukkan perkembangan yang bervariasi.
Kategori Perkebunan, kategori Infrastruktur, dan
kategori Perdagangan menunjukkan perbaikan
yang signifikan khususnya di kategori
Perkebunan. Sementara beberapa kategori
lainnya menunjukkan penurunan terutama
kategori pertambangan, yaitu dari 0,7 pada
tahun sebelumnya menjadi 0,5.
Sejalan dengan perbaikan kinerja korporasi, Debt
Equity Ratio (DER) menunjukkan penurunan.
Kenaikan DER hanya terjadi pada kategori
Pertambangan, yaitu dari 5,01 pada tahun
sebelumnya menjadi 6,10. Kondisi tersebut
terkait dengan harga komoditas pertambangan
yang anjlok.
Grafik 4.6 Kapasitas Produksi
Tabel 4.5 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio
Perbaikan kinerja korporasi tersebut juga
Korporasi Sumatera utara
tercermin pada menurunnya Debt Service Ratio
(DSR) dan Interest Coverage Ratio (ICR) yang
relatif stabil. DSR turun dari 1,02 pada triwulan
III tahun sebelumnya menjadi 1,00 yang
mengindikasikan kemampuan membayar hutang
korporasi Sumatera Utara membaik. Sementara Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek)
itu, kemampuan perusahaan untuk membayar
Penilaian Risiko Korporasi
bunga hutang juga masih terjaga yang tercermin
Hasil liaison Sumatera Utara juga menunjukkan
pada ICR yang stabil sebesar 4,9.
kinerja korporasi yang tumbuh secara terbatas.
Permintaan domestik melambat sedangkan
permintaan ekspor tumbuh terbatas, diikuti
penurunan kapasitas utilisasi perusahaan.
Namun
demikian,
optimisme
terhadap
peningkatan konsumsi pada triwulan mendatang
mendorong
korporasi
untuk
melakukan
investasi. Beban biaya khususnya biaya tenaga
kerja turut meningkat seiring dengan dampak
Sumber : LBU
kenaikan UMK yang disikapi dengan menaikkan
Grafik 4.7 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio
Korporasi Sumatera Utara
harga jual. Dengan kondisi tersebut, margin
Indikator Return on Equity (ROE) juga membaik korporasi mengalami kenaikan, meski tidak
sejalan dengan perbaikan kinerja korporasi. signifikan.
Berdasarkan
lapangan
usaha,
perbaikan
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
ekspor yang masih terbatas, permintaan
domestik membaik khususnya CPO untuk bahan
biodiesel. Hal tersebut tercermin dari Likert Scale
Permintaan (hasil liaison Bank Indonesia kepada
pelaku usaha).
Grafik 4.8 Likert Scale Permintaan Permintaan
Sumber : Bloomberg dan BAPPEBTI
Grafik 4.11 Perkembangan harga komoditas dunia
Grafik 4.9 Likert Scale Investasi dan Kapasitas Utilisasi
Likert Scale
Harga Jual
1.1
Margin per Output
1.1
1.0
0.6
0.5
0.1
0.2
0.2
0.3
0.3
0.4
0.4
0.21
0.1
-0.3
-0.5
-0.5
-0.4
-0.4
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
-1.2
2015
-0.4
-0.4
-0.48
-0.6
-0.72
I
0.0
-0.16
-0.2
-0.3
IV
Sumber kerentanan lainnya adalah anomali
cuaca dan iklim. Hal ini berpengaruh pada
korporasi khususnya yang produknya berkaitan
dengan tanaman bahan makanan dan
perkebunan.
Anomali
cuaca
tersebut
berpengaruh pada bergesernya musim tanam
dan terganggunya produktivitas/hasil panen.
I
II
III
2016
Grafik 4.10 Likert Scale Harga Jual dan Margin
Sumber-sumber Kerentanan Korporasi
Salah satu sumber kerentanan sektor Korporasi
Sumatera Utara adalah harga komoditas
internasional. Hal ini dikarenakan ekonomi
Sumatera Utara masih sangat bergantung pada
ekspor komoditas utamanya, yaitu CPO selain
karet dan kopi. Ketiga komoditas tersebut
memiliki pangsa sekitar 40% ekspor Sumatera
Utara.
Eksposur Lembaga Keuangan pada Sektor
Korporasi
Denyut perbaikan pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara sudah direspon meski belum
diserap secara optimal oleh perbankan.
Penurunan pertumbuhan kredit sektor korporasi
justru terus terjadi sejak triwulan ketiga tahun
2013 dan mencapai pertumbuhan terendah pada
triwulan I tahun 2016. Namun demikian, kredit
perbankan mulai menunjukkan peningkatan
pada triwulan kedua 2016 meski masih tumbuh
terbatas pada triwulan III 2016.
Pada triwulan III 2016, harga komoditas
internasional dalam tren perbaikan meski
perbaikan harga komoditas terlihat masih
terbatas. Perbaikan harga tersebut juga
diperkirakan belum sustainable dikarenakan
belum adanya perbaikan dari sisi permintaan
khususnya ekspor. Ditengah kondisi permintaan
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Kategori Pertanian, kategori Perantara Keuangan
dan kategori Jasa Perusahaanmengalami
peningkatan pertumbuhan kredit tertinggi
masing-masing sebesar 45,3% (yoy), 31,3% (yoy)
dan 17,3% (yoy). Sementara kategori ekonomi
yang mengalami perlambatan cukup signifikan
antara lain Pertambangan (-14,8%), Pengadaan
listrik gas (-24,1%) dan Real Estate (-10,3%).
Sektor Industri pengolahan juga terkontraksi Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek)
4,2% (yoy) seiring dengan peningkatan risiko
Grafik 4.12 Perbandingan Kredit Korporasi dengan PDRB
kredit pada sektor ini. NPL industri pengolahan
Sumut
meningkat 0,3% dari triwulan sebelumnya
Kredit sektor korporasi pada triwulan III tahun
meskipun masih terjaga pada kisaran dibawah
2016 terakselerasi menjadi 10,3% (yoy) dari
5%.
triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,7%
Tabel 4.6 Indikator Kredit Korporasi Triwulan III Tahun
(yoy). Peningkatan ini terutama terjadi pada
2016
penyaluran jenis kredit investasi yang mengalami
PROVINSI SUMATERA UTARA
Rp T
Pangsa yoy (%) NPL (%)
peningkatan sehingga tumbuh 35,5% (yoy).
Pertanian
38,2 26,2%
45,3
1,8
Sementara itu, kredit modal kerja dan kredit
Pertambangan
0,2
0,2%
(14,8)
1,4
konsumsi terkontraksi masing-masing sebesar Industri Pengolahan
37,2 25,5%
(4,2)
2,8
Pengadaan Listrik Gas
0,5
0,4%
(24,1)
0,5
0,9% (yoy) dan -4,3% (yoy).
Pengadaan Air
Konstruksi
PBE
Transportasi
Akomodasi dan Mamin
Informasi dan Komunikasi
Perantara Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Adm Pemerintahan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan
Jasa Lainnya
0,0
6,0
48,7
3,6
2,2
0,1
1,5
2,2
2,1
0,0
0,3
1,0
1,8
0,0%
4,1%
33,4%
2,5%
1,5%
0,0%
1,1%
1,5%
1,4%
0,0%
0,2%
0,7%
1,2%
16,9
13,7
10,6
0,2
(0,1)
10,3
31,3
(10,3)
17,3
3,1
(0,5)
(5,7)
(6,1)
3,4
8,1
4,0
2,8
4,8
1,5
0,9
2,8
4,5
18,3
0,7
4,4
5,5
Berdasarkan 3 lapangan usaha utama yang
memiliki pangsa terbesar dalam ekonomi
Sumatera Utara, kategori Pertanian menjadi
primadona pada triwulan III tahun 2016. Kategori
Pertanian masih menjadi kategori atau sektor
yang menarik sehingga mendukung kenaikan
penyaluran kredit. Pangsa kredit perbankan ke
kategori Pertanian mencapai 26,2 persen dari
Sumber : LBU (kredit berdasarkan lokasi proyek)
total kredit perbankan ke korporasi. Kenaikan
kredit tersebut masih didukung oleh NPL yang
terjaga dan merupakan yang terendah dan suku Perekonomian Sumatera Utara masih ditopang
oleh kategori Pertanian dengan komoditas
bunga yang moderat.
utama kelapa sawit dan karet. Perbaikan harga
Sementara kategori PBE merupakan lapangan komoditas CPO meski dalam level yang terbatas
usaha dengan pangsa kredit perbankan yang mendorong peningkatan pembiayaan pada
tertinggi. Meski suku bunga ke kategori ini relatif perkebunan kelapa sawit yang membaik cukup
tinggi, NPL-nya masih bisa dijaga di bawah level signifikan, tumbuh 56% (yoy) dibandingkan
indikatif. Dalam pada itu, kategori Industri triwulan sebelumnya yang hanya meningkat
Pengolahan dengan pangsa kredit perbankan 28,2% (yoy). Hal ini merupakan akumulasi dari
terbesar ketiga merupakan lapangan usaha perbaikan harga komoditas yang diikuti dengan
dengan risiko yang moderat dibawah level persiapan memasuki musim panen kelapa sawit
indikatif. Pertumbuhan kreditnya pada triwulan pada bulan November sampai dengan
laporan mengalami penurunan.
Desember. Sementara kredit untuk perkebunan
karet masih lesu dan mengalami penurunan.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
4.4.2 Asesmen Ketahanan Rumah Tangga
Kinerja Rumah Tangga
Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan III
2016, konsumsi swasta atau rumah tangga
menunjukkan
peningkatan
dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
Kondisi
tersebut
diperkirakan masih akan berlanjut, tercermin
dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari
Survei Konsumen Bank Indonesia yang mencapai
level 112,28, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 107,41. Level indeks
tersebut menunjukkan bahwa sektor rumah
tangga memiliki optimisme yang cukup tinggi.
Peningkatan IEK dipengaruhi peningkatan
ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan
kerja, dan kegiatan usaha 6 bulan yang akan
datang.
Selanjutnya, Survei Konsumen Bank Indonesia
mencatat bahwa mayoritas pendapatan di sektor
rumah tangga digunakan untuk konsumsi
(66,1%). Sisanya digunakan untuk tabungan
(23,8%) dan pembayaran cicilan pinjaman
(10,0%). Hal ini mencerminkan bahwa repayment
capacity konsumen di Sumatera Utara masih
cukup baik, mengingat masih ada bagian dari
pendapatan yang ditabung.
145
IEK
IKK
IKE
Batas
135
105
95
85
PESIMIS
115
OPTIMIS
125
75
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 4.13 Indeks Keyakinan Konsumen
2016
Sumber : Survei Konsumen
Grafik 4.14 Rata-rata Penggunaan Penghasilan Rumah
Tangga
Sumber-sumber Kerentanan Rumah Tangga
Kondisi sektor Rumah Tangga di Sumatera Utara
dipengaruhi
oleh
perkembangan
harga
komoditas dan tekanan inflasi. Perbaikan harga
komoditas diperkirakan berdampak pada
optimisme rumah tangga akan kondisi ekonomi.
Ekspektasi kenaikan pendapatan terkait dengan
kenaikan upah minimum provinsi (UMP)
diperkirakan dapat mendorong kemampuan
membayar rumah tangga. Di sisi lain, inflasi
mengalami peningkatan yang utamanya
didorong oleh kenaikan harga komoditas bahan
pangan. Kondisi ini mempengaruhi daya beli
masyarakat
yang
dapat
meningkatkan
kerentanan sektor rumah tangga.
Sumber kerentanan rumah tangga lainnya adalah
berkaitan dengan kondisi cuaca dan iklim yang
masih diliputi oleh ketidakpastian. Sumber
kerentanan ini sama seperti yang dihadapi oleh
sektor korporasi. Hal ini diperkirakan akan
berdampak pada pendapatan masyarakat yang
didominasi bekerja di sektor pertanian (hingga
42,5% pada tahun 2014). Namun demikian,
perbaikan kesejahteraan petani yang tercermin
dari NTP yang mulai di atas 100 menunjukkan
ketahanan sektor rumah tangga relatif membaik.
Eksposur
Tangga
Perbankan
pada
Sektor
Rumah
Kredit yang disalurkan kepada sektor rumah
tangga pada triwulan III 2016 tercatat sebesar
Rp40,6 triliun, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp39,9 triliun.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
59
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Kredit ke sektor rumah tangga masih
terkontraksi -4,3% (yoy), stabil sebagaimana
pada triwulan II 2016 yang juga terkontraksi 4,3% (yoy).
Kredit Perumahan merupakan pangsa kedua
terbesar dengan suku bunga paling rendah untuk
kredit jenis ini, akan tetapi memiliki risiko kredit
yang cukup tinggi. Sedangkan kredit kendaraan
bermotor terkontraksi cukup dalam pada
triwulan III tahun 2016. Kondisi ekonomi yang
belum pulih ditengah kenaikan harga bahan
pokok diperkirakan menyebabkan alokasi untuk
pembayaran kredit kendaraan bermotor pada
peringkat terakhir. Meskipun begitu, risiko kredit
kendaraan bermotor membaik dari triwulan
sebelumnya.
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Tabel 4.7 Pangsa Kredit Rumah Tangga
Jenis Kredit
KPR
Pangsa
22,1%
34,8%
KKB
7,7%
-40,0%
1,8%
12,9%
Kredit Multiguna
49,5%
4,6%
1,1%
12,7%
Kredit Rumah Tangga
Growth (yoy) NPL gross
-4,3%
2,7%
0,4%
4,5%
SBT
12,5%
12,0%
Kredit Rumah Tangga memiliki pangsa 22,1%
dari keseluruhan kredit yang disalurkan oleh
perbankan di Sumatera Utara. Porsi terbesar
dari penyaluran kredit rumah tangga pada
triwulan III tahun 2016 didominasi oleh kredit
multiguna dengan pangsa 49,5% dari total kredit.
Kredit multiguna tumbuh 4,6% (yoy), tertinggi
dibandingkan jenis kredit ke sektor rumah
tangga lainnya, meskipun melambat dari
triwulan sebelumnya (4,2%).
Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek)
Grafik 4.16 Risiko Kredit Rumah Tangga
Risiko kredit rumah tangga pada triwulan III 2016
membaik. Hal ini tercermin dari level Non
Performing Loan (NPL) kredit sektor Rumah
Tangga membaik pada hampir keseluruhan jenis
kredit. Kredit perumahan rakyat (KPR) untuk flat
atau apartemen s.d tipe 21 mengalami
penurunan tingkat risiko sehingga mencapai
1,5%. Sedangkan kredit KPR untuk rumah tinggal
tipe 21 masih memiliki risiko kredit yang cukup
tinggi mendekati level indikatif 5%.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM
PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Sesuai dengan polanya, Sumatera Utara kembali mencatatkan net inflow sebesar Rp5.527
Miliar pada triwulan III 2016. Kondisi ini didorong oleh normalisasi kebutuhan transaksi
tunai pasca perayaan hari besar lebaran. Dalam rangka clean money policy Bank Indonesia
juga telah mengedarkan uang hasil cetak sempurna sebesar Rp364,95 Miliar baik melalui
perbankan maupun kas keliling.
Transaksi non tunai melalui BI-RTGS mengalami peningkatan 15,7% dari sisi nilai
berbanding terbalik dengan transaksi kliring melalui SKNBI yang mengalami penurunan
15,7%.
Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan beberapa kebijakan terkait upaya peningkatan
kelancaran sistem pembayaran tunai melalui program Aplikasi Biasa Hasil Luar Biasa
(ASALUSA) dan Gerakan Peduli Koin serta non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai
dan Perluasan Agen Layanan Keuangan Digital (LKD).
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
61
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Tabel 5.1 Transaksi RTGS
URAIAN
2014
I
II
2015
III
IV
I
II
III
IV
2016
II
I
III
Perputaran Kliring :
Nominal (Rp. Miliar)
35.402 36.366
40.082
40.984
40.120 27.949
40.909
46.651
55.173
59.679
47.398
Volume (lembar warkat)
622.456 964.606 1.080.514 1.751.227 1.094.426 758.664 1.080.942 1.102.953 1.135.315 1.247.493 1.100.949
Rata-rata Perputaran Kliring per Hari :
Nominal (Rp Miliar)
590
606
607
621
627
458
639
740
904
963
803,35
Volume (lembar warkat)
10.374 16.077
16.371
26.534
17.100 12.437
16.890
17.507
18.612
20.121
18.660
Pertumbuhan Perputaran Kliring :
Nominal (qtq, %)
5,59
2,72
10,22
2,25
(2,11) (30,34)
1,97
14,04
18,27
8,17
(20,58)
Volume (qtq, %)
(22,10) 54,97
12,02
62,07
(37,51) (30,68)
(1,23)
2,04
2,93
9,88
(11,75)
Nominal (yoy %)
(7,10) (6,29)
20,90
22,24
13,33 (23,14)
12,49
13,83
37,52
113,53
15,86
Volume (yoy, %)
(44,22) (12,18)
29,03
119,18
75,82 (21,35)
12,06
(37,02)
3,74
64,4%
1,85
Tabel 5.2 Perputaran Kliring
URAIAN
Jumlah Transaksi RTGS :
Nominal (Triliun Rp)
Volume (ribu lembar warkat)
Rata-rata Transaksi RTGS per hari :
Rata2 harian (Triliun Rp)
Rata2 harian (ribu lembar warkat)
Pertumbuhan RTGS
Pertumbuhan nominal (qtq, %)
Pertumbuhan volume (qtq, %)
Pertumbuhan nominal (yoy, %)
Pertumbuhan volume (yoy, %)
5.1
2014
I
201,67
219,57
II
2015
III
IV
233,92
212,06
239,93 204,13
I
II
III
III
I
2016
II
III
239,68
199,58
176,35
126,98
223,80
128,75
196,13
120,51
216,7
198,7
203,4
120,9
254,1
136,8
294,1
126,7
3,36
3,66
3,90
4,00
3,21
3,09
3,69
3,07
2,76
1,98
3,67
2,11
3,06
1,88
3,39
3,10
3,18
1,89
3,97
2,14
4,60
1,98
-11,99
-7,81
2,84
-8,76
15,99
9,27
10,61
-3,42
-9,35
-14,92
4,30
-10,50
13,02
-2,23
4,59
-16,20
-26,42
-36,38
-12,56
-42,17
26,91
1,39
-4,33
-46,34
-12,36
-6,40
-7,51
-40,97
10,49
64,89
-9,59
-0,44
-6,14
-39,15
15,34
-4,79
24,93
13,15
13,54
6,26
15,74
-7,38
49,95
5,14
Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran
350
Nominal (Triliun Rp, skala kiri)
Volume (ribu lembar warkat, skala kiri)
Pertumbuhan nominal (yoy, %, skala kanan)
Pertumbuhan volume (yoy, %, skala kanan)
40
250
5.1.1
Perkembangan
Transaksi
Pembayaran Non Tunai
Sistem
20
200
0
150
-20
50
196.10
240.67
211.48
248.43
203.31
228.07
229.16
238.18
201.67
219.57
233.92
239.93
212.06
204.13
239.68
199.58
176.35
126.98
223.80
128.75
196.13
120.51
216.7
198.7
203.4
120.9
254.1
136.8
294.1
126.7
100
Pada triwulan III 2016, transaksi yang
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS (Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement)
mencapai 126,7 ribu transaksi dengan nilai
sebesar Rp294,1 triliun (Grafik 5.1). Volume
transaksi mengalami penurunan sebesar 7,4%
dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat
sebanyak 136,8 ribu transaksi. Sementara itu
nilai transaksi mengalami peningkatan sebesar
15,7% dari triwulan sebelumnya sebesar
Rp254,1 triliun.
80
60
300
0
-40
-60
-80
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
2014
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Rata-rata transaksi harian BI-RTGS tercatat
mencapai 1.980 transaksi dengan nilai Rp4,6
triliun per hari. Penurunan volume RTGS sejalan
dengan menurunnya aktivitas transaksi pasca
Hari Besar Keagamaan Nasional dan tahun
ajaran baru pada triwulan lalu.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
70
Nominal (Triliun Rp, skala kiri)
Volume (ratus ribu lembar warkat, skala kiri)
Nominal (yoy, %, skala kanan)
Volume (yoy, %, skala kanan)
200
60
150
50
100
40
5.1.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
50
30
0
35.40
6.22
36.37
9.65
40.08
10.81
40.98
17.51
40.12
10.94
27.95
7.59
40.91
10.81
46.65
11.03
55.17
11.35
59.68
12.47
47.40
11.01
20
10
perlambatan transaksi pasca HBKN sebagaimana
disebutkan sebelumnya.
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
0
-50
-100
2014
2015
2016
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring
SKNBI merupakan sarana transfer dana non
tunai secara ritel selain RTGS dengan nominal
transaksi yang lebih kecil. Di Sumatera Utara,
penyelenggaraan kegiatan kliring dilaksanakan
di 3 (tiga) tempat Kantor Perwakilan Bank
Indonesia yaitu di Medan, Pematang Siantar dan
Sibolga. Untuk meningkatkan pelayanan
transaksi kliring kepada masyarakat, Bank
Indonesia juga membuka kesempatan bagi
institusi yang ingin menjadi Penyelenggara
Kliring Lokal (PKL). Saat ini di Sumatera Utara
memiliki 1 PKL di Kota Tebing Tinggi.
Pada triwulan III 2016, transaksi kliring melalui
SKNBI15
volumenya
tercatat
sebanyak
1.100.949 warkat dengan nilai nominal
transaksi sebesar Rp47,4 triliun. Volume
tersebut menunjukkan penurunan sebesar
11,8% dibandingkan volume transaksi SKNBI
pada triwulan II 2016 yang tercatat sebanyak
1.247.493 warkat. Penurunan volume transaksi
juga diikuti oleh penurunan nilai transaksi
sebesar 20,6% dari sebelumnya sebesar Rp59,7
triliun menjadi Rp47,4 triliun. Rata-rata harian
transaksi SKNBI di Sumatera Utara pada
triwulan III 2016 tercatat 18.660 warkat dengan
nilai sebesar Rp803,4 miliar per hari.
Sebagaimana halnya dengan RTGS, penurunan
transaksi kliring ini juga sejalan dengan
15SKNBI
(Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda
dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk
transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta). Data
periode ini berbeda dengan triwu
Sesuai dengan polanya, pada triwulan laporan
penarikan uang kartal menurun secara
signifikan disertai peningkatan penyetoran
seiring dengan menurunnya kebutuhan uang
tunai pasca Lebaran dan tahun ajaran baru
pada triwulan II 2016. Dengan demikian
transaksi uang kartal di Sumatera Utara
mencatat net cash inflow16. Penurunan
kebutuhan uang tunai ini sejalan dengan
menurunnya aktivitas konsumsi, sebagaimana
tercermin pada penurunan pertumbuhan
konsumsi pada PDRB Sumatera Utara triwulan
III 2016 (dari 5,1% menjadi 4,3%).
Secara keseluruhan, aliran uang kartal di
Provinsi Sumatera Utara mencatat net cash
inflow sebesar Rp5.527 miliar. Berbeda dengan
kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat net
cash outflow sebesar Rp5.114 miliar. Secara
spasial, net cash inflow terjadi di Medan sebesar
Rp6.616 miliar, sementara Sibolga dan
Pematang Siantar mencatat net cash outflow
sebagaimana polanya masing-masing sebesar
Rp586 miliar dan Rp503 miliar.
Penyetoran uang kartal dari perbankan di
Provinsi Sumatera Utara ke Bank Indonesia17
pada triwulan III 2016 tercatat sebesar
Rp11.356 miliar,atau tumbuh meningkat dari
Net cash inflow mencerminkan jumlah penarikan
(outflow) dari Bank Indonesia lebih rendah dibanding
jumlah penyetoran (inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan
inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan
pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI
Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI
Pematangsiantar.
Terdapat 3 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di
Sumatera Utara yaitu di Medan, Pematang Siantar dan
Sibolga
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
63
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
triwulan sebelumnya yang sebesar 10,0% (yoy)
menjadi 18,4% (yoy). Sedangkan penarikan
uang kartal oleh perbankan dari Bank Indonesia
mencapai Rp5.828 miliar, atau menurun
signifikan dari 72,6% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi -27,9% (yoy). Hal ini sesuai dengan
polanya seiring dengan telah selesainya
kebutuhan uang kartal untuk transaksi HBKN
yang bergeser ke triwulan II 2016.
Ditengah penyetoran uang kartal yang
meningkat, jumlah uang rupiah tidak layak
edar (UTLE) yang dimusnahkan pada triwulan
laporan menurun 11,7%. Penurunan dari
Rp4.602 miliar pada triwulan lalu menjadi
Rp4.064 miliar pada triwulan III 2016. Uang
tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut
tercatat sebesar 35,8% dari penyetoran uang
kartal ke Bank Indonesia di Sumatera Utara
pada triwulan laporan, menurun tajam
dibandingkan triwulan sebelumnya (65,3% dari
penyetoran). Menurunnya UTLE diperkirakan
didorong oleh meningkatnya kondisi uang layak
edar di masyarakat seiring dengan terus
digencarkannya clean money policy.
Pada triwulan III 2016 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara juga
mengeluarkan uang hasil cetak sempurna
senilai Rp365,0 miliar yang diedarkan ke
masyarakat di Sumatera Utara. Uang hasil
cetak sempurna yang dikeluarkan tersebut
mencapai 14% dari penarikan uang kartal oleh
perbankan. Jumlah ini menurun tajam
dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
Rp2.279 miliar (32,3% dari penarikan).
Penurunan ini sejalan dengan menurunnya UTLE
yang dimusnahkan dan normalisasi transaksi
pasca
Lebaran
sebagaimana
dijelaskan
sebelumnya.
Tabel 5.3 Indikator Pengedaran Uang di Provinsi Sumatera Utara
2015
TW I
TW II
TW III
3.726.494 7.048.068 8.090.061
8.313.765 6.378.689 9.592.420
(4.587.271)
669.378 (1.502.360)
3.244.569 2.628.846 3.840.162
39,03%
41,21%
40,03%
1.227
944
1.066
Periode
Penarikan (Rp juta)
Penyetoran (Rp juta)
Net Penarikan/ Penyetoran (Rp juta)
Pemusnahan (Rp juta)
% Pemusnahan terhadap penyetoran
Uang Palsu (lembar)
2016
TW IV
TW I
TW II
TW III
9.012.489 4.492.860 12.161.924
5.828.976
5.968.705 9.616.263
7.047.916 11.356.269
3.043.783 (5.123.403) 5.114.008 (5.527.293)
3.213.975 2.930.718
4.602.216
4.064.590
53,85%
30,48%
65,30%
35,79%
1.446
1.496
825
1.170
Rp50 ribu masing-masing sebesar 401 lembar
(pangsa 34,2%) dan 740 lembar (pangsa 63,2%).
Lembar
2,500
2,000
5.2 Upaya Menjaga Kelancaran
Sistem Pembayaran
1,500
1,373
615
298
1,227
944
1,066
1,446
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
1,170
461
III
1,496
817
II
825
722
500
2,094
1,000
I
II
III
2013
2014
2015
2016
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.3 Temuan Uang Rupiah Palsu di Sumut
Selama triwulan III 2016, jumlah temuan uang
rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan
dan masyarakat ke Bank Indonesia tercatat
sebesar 1.170 lembar (Grafik 5.3). Jumlah ini
meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang
sebesar 825 lembar. Komposisi uang pecahan
palsu tertinggi adalah pecahan Rp100 ribu dan
Dalam menjaga kelancaran sistem pembayaran
di Sumatera Utara, Bank Indonesia senantiasa
berupaya melakukan berbagai tindakan yang
bersifat preventif maupun represif, agar sistem
pembayaran berjalan lancar, aman, efektif dan
efisien.
5.2.1. Penanganan Uang Palsu
Bank Indonesia terus berupaya mengantisipasi
penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu.
Upaya yang dilakukan berupa perencanaan
desain dan bahan pengaman uang, koordinasi
yang intensif dengan berbagai pihak (termasuk
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Kepolisian), dan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang
Rupiah (CiKUR) ke berbagai lapisan masyarakat
baik melalui media maupun secara langsung.
Hingga bulan Oktober 2016, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara telah
melakukan sosialisasi CIKUR sebanyak 55 kali.
Sosialisasi dilakukan kepada mahasiswa, pelajar,
masyarakat umum dan perbankan. Sementara
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Pematang
Siantar telah melakukan sosialisasi CIKUR dan
Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah Di Wilayah
NKRI sebanyak 2 kali masing-masing ke pelajar
SMA dan ke petani bawang merah di Kabupaten
Baturabara.
5.2.2. Penyediaan Uang Rupiah
Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan uang Rupiah serta
mencabut, menarik dan memusnahkan uang
dari peredaran. Terkait dengan peran Bank
Indonesia
dalam
mengeluarkan
dan
mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa
berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan
uang kartal di masyarakat dalam nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu,
dan layak edar (clean money policy). Untuk
mewujudkan kebijakan clean money policy,
pengelolaan
pengedaran
uang
yang
dilaksanakan oleh Bank Indonesia melakukan
pengeluaran
uang,
pengedaran
uang,
pencabutan dan penarikan uang sampai dengan
pemusnahan uang.
Dalam rangka memastikan ketersediaan Uang
Layak Edar (ULE) di masyarakat, Bank
Indonesia di Sumatera Utara melakukan
pelayanan baik secara langsung maupun
melalui perbankan. Pelayanan secara langsung
dilakukan dalam bentuk kas keliling, program
peduli uang lusuh, penukaran uang lusuh di
Bank Indonesia secara berkala, dan gerakan
Peduli Koin. (Tabel 5.4). Selain itu, Bank
Indonesia juga melakukan kerjasama dengan
perbankan, dalam bentuk Kas Titipan yang
berada di Kota Tebing Tinggi, pelayanan
penukaran uang pecahan kecil melalui Card to
Cash, dan penukaran bersama di titik-titik
tertentu menjelang Hari Besar Keagamaan
Nasional.
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara juga
mengembangkan Aplikasi Biasa Hasil Luar
Biasa (ASALUSA) berbasis android untuk
penukaran uang. Sementara ini aplikasi
tersebut hanya digunakan pada saat
pelaksanaan penukaran uang pecahan kecil
jelang HBKN, namun ke depan akan terus
dikembangkan agar dapat digunakan untuk
transaksi harian melalui kas keliling. Dengan
aplikasi ini, diharapkan masyarakat dapat
terlayani dengan cepat (tidak perlu antri lama)
dan penyediaan modal kas sesuai dengan
permintaan.
5.2.3. Program Elektronifikasi
Elektronifikasi secara umum didefinisikan
sebagai upaya untuk mengubah transaksi
masyarakat yang semula dilakukan secara
manual menjadi elektronik, dari metode
pembayaran secara tunai menjadi non tunai,
serta pelaku transaksi keuangan yang
sebelumnya bersifat eksklusif menjadi inklusif.
Dalam kaitan dengan keuangan inklusif,
elektronifikasi membuka akses masyarakat
untuk terhubung dengan layanan keuangan
serta mendekatkan lembaga keuangan kepada
masyarakat hingga ke daerah terpencil (remote
area).
Sebagai otoritas di bidang sistem pembayaran,
Bank Indonesia memiliki tugas dan peran yang
esensial dalam penggunaan layanan keuangan
non tunai. Upaya peningkatan layanan
keuangan non tunai dituangkan dalam
Pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai
(GNNT) pada tanggal 14 Agustus 2014. Bank
Indonesia
telah
menetapkan
roadmap
elektronifikasi tahun 2014-2024 melalui 4
strategi utama yaitu (1) upaya perubahan
perilaku masyarakat, (2) upaya perubahan
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
65
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
perilaku industri sistem pembayaran ritel, (3)
perluasan penerimaan instrumen dan layanan
non tunai serta (4) koordinasi kelembagaan dan
regulasi untuk tujuan elektronifikasi. Strategi ini
dilakukan untuk mencapai target 2024 antara
lain peningkatan masyarakat banked dari 36%
menjadi 75%, peningkatan transaksi retail dari
1,68 kali GDP menjadi 4 kali GDP serta
peningkatan transaksi G2P dengan LKD dari
0,07% menjadi 50%.
Peningkatan implementasi elektronifikasi
tahun 2016 dilakukan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara melalui
perluasan program elektronifikasi transaksi
penerimaan dan pembayaran Pemerintah di
daerah. Selain itu, dilakukan juga perluasan
pelaksanaan edukasi terkait elektronifikasi dan
keuangan inklusif kepada masyarakat. Untuk
perluasan
transaksi
penerimaan
dan
pembayaran pemerintah, telah dilakukan
penandatanganan nota kesepahaman kerjasama
dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara dan
koordinasi dengan Pemda untuk mendorong
implementasi Kartu Pegawai Elektronik (KPE)
dalam pembayaran gaji pegawai.
Hingga bulan Juli 2016, realisasi KPE untuk
pegawai Pemda sebanyak 10.285 pegawai atau
sebesar 53%. Sementara edukasi terkait
elektronifikasi dan keuangan inklusif telah
dilaksanakan di USU, Tanjung Pura, Langkat,
Pangkalan Susu, IAIN Langsa, SMAN 6 Binjai dan
SMA Syafiatul Medan.
5.3 Perkembangan Layanan
Keuangan Digital (LKD)
teknologi berbasis mobile/web dalam rangka
keuangan
inklusif.18
LKD
memberikan
kesempatan kepada masyarakat yang tidak
terjangkau oleh layanan resmi perbankan
seperti kantor cabang bank atau ATM
(unbanked) untuk mendapatkan layanan
keuangan yang mudah, murah, terjangkau,
nyaman, aman, terpercaya serta proporsional.
Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank
dengan agen LKD badan hukum maupun agen
LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD
menggunakan agen LKD individu, saat ini hanya
diperuntukkan bagi bank BUKU 4. Sampai saat
ini, baru 3 bank yang memperoleh izin dari Bank
Indonesia yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank
Mandiri (keduanya telah memiliki izin sejak
tahun 2014) disusul Bank Central Asia.
Jumlah Agen LKD di Sumatera Utara terus
meningkat dan mencapai angka 6.007 agen
pada September 2016 atau tumbuh 9,5% (qtq).
Pertumbuhan jumlah agen ini diiringi
pertumbuhan positif jumlah pemegang uang
elektronik (U-Nik) yang telah mencapai 34.716
pemegang, tumbuh 9,5% (qtq). Sementara itu,
jumlah U-Nik tercatat sebanyak 34.767 pada
September 2016 dengan nominal mencapai Rp
2,3 miliar (Grafik 5.4).
Grafik 5.4 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang
Elektronik di Sumatera Utara
Layanan Keuangan Digital adalah kegiatan
layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan
yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak
ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat
Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 perihal
Uang Elektronik (Electronic Money)
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Daerah dengan agen terbanyak berada di
Medan sebanyak 1.522 agen, sementara
daerah dengan agen terendah berada di
Padang Lawas Utara sebanyak 1 agen. Di
Kabupaten Gunung Sitoli, Nias Barat dan Nias
Utara masih belum terdapat agen. Jumlah
pemegang U-Nik terbanyak terdapat di
Kabupaten Karo dan Kota Pematangsiantar
masing-masing sebanyak 21.064 dan 11.921,
sementara 17 dari 33 Kabupaten/Kota belum
ada pemegang U-Nik. Transaksi LKD terdiri atas
pengisian ulang (top up), tarik tunai,
pembayaran atas tagihan rutin/berkala,
fasilitator registrasi pemegang, transfer person
to person serta transfer person to account.
Berdasarkan frekuensi dan nominal, transaksi
yang paling banyak dilakukan oleh pemegang UNik adalah top up sebanyak 4.164 pada triwulan
III 2016 (turun 64,6% qtq) dengan nominal
mencapai Rp255,8 juta (turun 1,07%, qtq).
Upaya pengembangan LKD terus dilakukan oleh
Bank Indonesia. Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara secara aktif
melakukan sosialisasi bersama dengan bank
penyelenggara LKD (BRI dan Bank Mandiri)
untuk memastikan masyarakat memahami
program LKD. Pada bulan September 2016 juga
telah dilakukan Focus Group Discussion (FGD)
dengan perusahaan telekomunikasi dan bank
penyelenggara LKD untuk mencari solusi
jaringan telekomunikasi yang belum merata dan
menjadi kendala dalam proses transaksi LKD.
Sosialisasi kepada pada agen dan calon agen
juga tetap dilakukan untuk meningkatkan jumlah
dan kapasitas agen baru khususnya di daerah
dengan tingkat penggunaan LKD yang masih
rendah.
Tabel 5.4 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara
Jenis Transaksi
Top Up
Tw. I 2016
Tw.II 2016
Tw.III 2016
Frekuensi Nominal (Rp) Frekuensi Nominal (Rp) Frekuensi Nominal (Rp)
3.938
189.071.514
11.762
258.588.036
4.164
255.817.108
Tarik Tunai
244
83.060.300
249
108.352.000
170
122.874.000
Pembayaran Tagihan
222
6.526.660
206
7.508.955
133
6.696.400
Transfer P2P
207
18.498.100
1.486
87.500.510
623
42.924.281
Transfer P2A
86
62.270.000
118
71.173.425
83
71.984.587
Registrasi
55
1.820.000
240
4.343.000
38
2.398.000
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
67
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Boks 2
Gerakan Peduli Koin Provinsi Sumatera Utara
I.
Gerakan Peduli Koin
Bertepatan dengan Hari Uang Republik Indonesia ke-70 yang jatuh pada tanggal 30 Oktober
2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara melakukan aksi peduli koin
bertempat di Lapangan Benteng, Kelurahan Petisah Tengah Kota Medan. Rangkaian acara telah
b
b
k “j
t k ”
k k
b
sekolah baik negeri maupun swasta pada berbagai jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Sekolah Menegah Atas. Sebelumnya, pada sekolah tersebut dilakukan Sosialisasi Ciri-ciri
keaslian uang rupiah dan diinfokan bahwa akan dilakukan penukaran uang logam. Melalui aksi
tersebut terkumpul uang logam sejumlah Rp. 244.866.125,-.
Kegiatan peduli koin berlangsung mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB dan
terkumpul uang logam senilai Rp. 112.003.150,-. Akumulasi jumlah logam yang terkumpul
mencapai Rp. 362.869.275,- dan merupakan jumlah terbesar secara nasional. Pada saat
kegiatan juga dilakukan penukaran uang lusuh sebagai salah satu langka mensukseskan green
money policy.
II.
Integrasi Lembaga Keuangan dengan Dunia Usaha
Pada saat kegiatan berlangsung, dilakukan juga penandatanganan kerjasama antara Perbankan
yang diwakili oleh ASKAMED (Asosiasi Kasir Medan) dengan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. dan
PT. Indomarco Prismatama, Tbk. Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah kemudahan akses
penukaran uang logam melalui perbankan bagi pelaku usaha terutama Alfamart dan Indomaret
sebagai waralaba dengan 400 cabang dengan kebutuhan uang pecahan kecil logam yang tinggi.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Ditengah perlambatan ekonomi pada triwulan III tahun 2016, kondisi ketenagakerjaan
Sumatera Utara relatif membaik. Hal tersebut diindikasikan oleh penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) dan peningkatan jumlah tenaga kerja terutama pada
kategori Pertanian dan kategori Industri Pengolahan. Namun, kondisi tersebut belum
tercermin pada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara umum, tingkat
kesejahteraan dapat dikatakan belum mengalami perubahan yang signifikan. Persepsi
pendapatan masyarakat menunjukkan peningkatan namun diiringi dengan ketimpangan
yang semakin melebar. Selain itu, daya beli masyarakat pertanian menurun dengan
rataan nilai tukar petani (NTP) pada triwulan III 2016 berada dibawah 100. Kurang
kondusifnya cuaca mendorong kurang optimalnya produksi tanaman pangan dan
hortikultura sehingga menekan kinerja NTP secara agregat.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
69
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
6.1
Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja
Aug 2016 (%)
TPAK 67,3
65,9
TPT 6,7
5,8
Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara
masih cukup baik ditengah perlambatan kinerja
perekonomian. Kondisi ini tercermin dari
penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT),
sementara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) sedikit menurun. Terjaganya persepsi
masyarakat terhadap ketersediaan lapangan
kerja di masa yang akan datang juga masih
menopang baiknya ketenagakerjaan.
menurun dari 67,28% menjadi 65,90%.
Penurunan TPAK terjadi karena kenaikan jumlah
penduduk berusia 15 tahun keatas yang
termasuk bukan angkatan kerja. Penurunan
TPAK disebabkan oleh penduduk usia kerja yang
sebelumnya mencari pekerjaan beralih dengan
hanya menjadi mengurus rumah tangga atau
lainnya dikarenakan berbagai alasan (Tabel 6.1).
Hal ini terkonfirmasi dari kenaikan tenaga kerja
pada sektor rumah tangga.
Ribu Orang
Bekerja
TPK (%)
6.7
6,400
6,200
Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) menurun dari 6,71% menjadi 5,84%
(Grafik 6.1). Penurunan Tingkat Pengangguran
Terbuka ditengarai disebabkan oleh masih
optimisnya
pelaku
usaha
terhadap
perekonomian ke depan sehingga kesempatan
kerja masih terbuka. Meskipun demikian,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) relatif
Pengangguran
6,600
6,000
391
429
8.0
7.0
5.8
6.0
372
3.0
5,600
5,400
5.0
4.0
380
5,800
%
6.6
6.7
419
402
TPAK (%)
2.0
5,912
5,752
6,081
5,881
5,962
5,990
2011
2012
2013
2014
2015
2016
5,200
1.0
0.0
Sumber: BPS Sumut
Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara
Tabel 6.1 Struktur Ketenagakerjaan berdasarkan jumlah penduduk usia bekerja
Sumatera Utara
2011
Penduduk 15 tahun ke atas (ribu)
Total Angkatan Kerja (ribu)
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja (ribu)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka
2012
8.759
6.314
5.912
402
2.445
72,1%
6,4%
8.835
6.132
5.752
380
2.703
69,4%
6,2%
2013
9.205
6.501
6.081
420
2.704
70,6%
6,5%
2014
2015
2016
9.351
6.272
5.881
391
3.079
67,07%
6,23%
9.499
6.391
5.962
429
3.108
67,28%
6,71%
9.642
6.363
5.991
372
3.279
65,99%
5,84%
Sumber: BPS Sumut
Tabel 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Pertanian
Perdagangan, rumah makan dan
akomodasi
Jasa kemasyarakatan, sosial, dan
perorangan
Industri
Lainnya
JUMLAH
Agustus 2014
Jumlah
Persen
(000)
Agustus 2015
Jumlah
Persen
(ribu)
2.483
40,2%
2.462
41,3%
2.666
44,5%
1.352
21,9%
1.271
21,3%
1.152
19,2%
897
14,5%
922
15,5%
906
15,1%
528
912
6.171
8,6%
14,8%
100,0%
450
857
5.962
7,5%
14,4%
100,0%
Agustus 2016
Jumlah
Persen
(ribu)
456 7,6%
811 13,5%
5.991 100,0%
Sumber: BPS Sumut
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Masih cukup optimisnya pelaku usaha
terhadap perekonomian ke depan diperkirakan
terjadi pada sektor Pertanian dan Industri
Pengolahan. Hal tersebut tercermin dari
kenaikan jumlah tenaga kerja yang terjadi pada
kedua sektor ini setelah sempat menurun pada
2015 lalu akibat pukulan harga yang rendah.
Tenaga kerja pada kategori Pertanian
mengalami kenaikan jumlah pekerja sebesar
4,3% (Tabel 6.2). Kenaikan ini sejalan dengan
musim tanam padi yang terjadi sepanjang bulan
September sampai dengan Desember. Selain itu,
di bulan Oktober, November, dan Desember
juga merupakan musim panen sawit dan
bawang merah. Aktivitas tanam dan panen turut
mempengaruhi kenaikan jumlah pekerja
kategori Pertanian yang memang merupakan
pangsa terbesar tenaga kerja yang mencapai
31,7% dari total pekerja di Sumatera Utara.
Berdasarkan pekerjaan utamanya, jumlah
pekerja keluarga meningkat hingga 15,7%.
Sementara itu, tenaga kerja yang berusaha
dibantu buruh baik yang sifatnya tetap maupun
tidak tetap juga relatif meningkat. Sementara
itu, pekerja yang berusaha sendiri, jumlah butuh
maupun pekerja bebas justru relatif menurun.
Tabel 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama
PEKERJAAN UTAMA
Agu-15
Jumlah
Persen
(000)
Agu-16
%
Kenaikan/
Jumlah
Persen
Penurunan
(000)
Berusaha sendiri
Berusaha dibantu buruh tidak
tetap
1.124
18,2%
946
15,8%
-15,8%
982
15,9%
995
16,6%
1,3%
Berusaha dibantu buruh tetap
165
2.310
534
1.057
6.171
2,7%
37,4%
8,7%
17,1%
100,0%
225
2.173
429
1.223
5.991
3,8%
36,3%
7,2%
20,4%
100,0%
36,4%
-5,9%
-19,7%
15,7%
-2,9%
Buruh/Karyawan/Pegawai
Pekerja bebas
Pekerja keluarga
JUMLAH
Sumber : BPS
Mangkei dan Pelabuhan Kuala Tanjung yang
menguatkan optimisme akan perbaikan
ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2017.
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
Ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan YAD
Garis Batas
130.0
120.0
97.0
110.0
95.9
94.4
100.0
90.0
Sumber : BPS
Grafik 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Pekerjaan
80.0
81.1
70.0
Peningkatan jumlah pekerja pada kategori
Industri berdampak pada peningkatan jumlah
pekerja formal sebesar 1,9%. Peningkatan
tenaga kerja di kategori Industri dikonfirmasi
oleh Saldo Bersih Tertimbang (SBT) perkiraan
jumlah karyawan total hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha yang tercatat meningkat dari 1.0% pada triwulan sebelumnya menjadi 0,7%
pada triwulan laporan. Pergeseran jumlah
tenaga kerja informal menjadi formal didorong
daya dukung industri lainnya seperti KEK Sei
81.2
81.9
60.0
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia.
Grafik 6.3 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Ketersediaan
Tenaga Kerja
Positifnya
perkembangan
kondisi
ketenagakerjaan juga ditopang oleh optimisme
masyarakat akan ketersediaan lapangan
pekerjaan. Hasil survei konsumen menunjukkan
pergerakan keyakinan indeks ketersediaan
lapangan pekerjaan pada 6 bulan yang akan
datang pada triwulan III 2016 yang meningkat
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
71
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
KESEJAHTERAAN
SUMATERA UTARA
IKE
IKK
Gini
Ratio
0,34
IEK
0,35
Tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi
Sumatera Utara dilihat dari beberapa indikator
antara lain persepsi pendapatan dan
ketimpangan pendapatan masyarakat. Secara
umum, tingkat kesejahteraan dapat dikatakan
stabil, yang tercermin dari persepsi pendapatan
masyarakat yang meningkat namun dengan
ketimpangan yang semakin melebar.
145
Penghasilan Saat Ini
150.0
Ekspektasi Penghasilan
Garis Batas
140.0
126.5
123.3
124.3
130.0
120.0
121.3
110.0
114.2
117.9
100.0
90.0
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia.
Grafik 6.4 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Penghasilan
IKK
IKE
Batas
125
115
105
95
85
Sejalan dengan kenaikan persepsi positif
masyarakat terhadap ketersediaan tenaga
kerja, keyakinan masyarakat terhadap kondisi
penghasilan saat ini maupun 6 bulan yang akan
datang juga meningkat. Hasil Survei Konsumen
Bank Indonesia menunjukkan keyakinan
masyarakat terhadap penghasilan saat ini
meningkat dari 114,2 menjadi 121,1. Hal ini
merupakan dampak dari penetapan persentase
kenaikan Upah Minimum Pekerja (UMP) 2017
oleh Kementerian Tenaga Kerja untuk 34
provinsi sebesar 8,25%. Dengan demikian, UMP
2017 Sumatera Utara naik dari Rp1.811.875
menjadi Rp1.961.354,-.
IEK
135
OPTIMIS
6.2 Kesejahteraan
Selain ditopang oleh kenaikan Upah Minimum
Provinsi, perbaikan persepsi penghasilan pada
triwulan III juga didorong oleh perbaikan harga
komoditas yang terjadi pada triwulan III 2016,
bahkan untuk komoditas CPO berhasil
mencatatkan level harga tertingginya sejak
tahun 2016. Adanya peningkatan permintaan
dari sisi global seiring dengan penurunan
pasokan global akibat El Nino di negara
produsen lain serta meningkatnya serapan
domestik seiring dengan program mandatori
biodiesel mendorong meningkatnya persepsi
masyarakat akan penghasilan. Dengan kondisi
tersebut, masyarakat cenderung optimis dalam
melaksanakan aktivitas konsumsinya.
PESIMIS
dari 94,4 menjadi 97,0. Keyakinan ini ditunjang
dengan mulai masuknya puncak produksi kelapa
sawit, peningkatan permintaan domestik
menjelang akhir tahun, dan ekspektasi
penurunan inflasi pada awal tahun 2017.
75
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 6.5 Hasil Survei Konsumen
Masih terjaganya keyakinan masyarakat di level
optimis tercermin dari perkembangan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi
(IKE). Hal ini mengindikasikan bahwa secara
umum masyarakat masih optimis dengan kondisi
perekonomian, meski tidak sekuat pada periode
sebelumnya. Optimisme masyarakat tersebut
seiring dengan penguatan nilai tukar yang terus
berlanjut hingga akhir triwulan yang disertai
dengan penguatan kapabilitas perekonomian
domestik
kedepannya
seiring
dengan
pembangunan infrastruktur strategis yang masih
on track.
Berdasarkan
ketimpangan
distribusi
pendapatan yang dilihat melalui gini ratio,
Sumatera Utara masih berada di bawah
Nasional. Sumatera Utara memiliki indeks gini
ratio 0,3 lebih rendah dari Nasional yang
mencapai 0,4 (Grafik 6.2.4). Hal ini berarti
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
ketimpangan pendapatan antar kelompok
masyarakat di Sumatera Utara lebih rendah
dibandingkan Nasional.
0.45
Sumatera Utara
Nasional
capaian pada triwulan ini kembali lebih rendah
dari level indikatifnya, yaitu 100. Penurunan NTP
ini berlawanan arah dengan realisasi NTP
nasional yang tercatat stabil di kisaran 101.
0.41
0.4
0.4
0.35
0.34
0.35
0.3
0.25
0.2
1996 1999 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
104.0
103.0
102.0
101.0
100.0
99.0
98.0
97.0
96.0
95.0
Sumatera Utara
101.9
102.0
101.5
101.4
101.7
100.2
99.7
100.6
98.5
99.3
98.6
97.7
I
Sumber: BPS Sumut (diolah)
Grafik 6.6 Perbandingan Gini Ratio Sumatera Utara dan
Nasional
Nasional
102.7
II
III
2015
98.1
IV
I
II
III
2016
Sumber : BPS
Grafik 6.7 Perbandingan NTP Sumut dengan Nasional
Secara spasial, pada umumnya ketimpangan
pendapatan di daerah kota lebih lebar
dibandingkan kabupaten. 4 dari 8 kota yang
berada di Sumatera Utara menduduki posisi kota
dengan indeks gini tertinggi. Kota dengan
ketimpangan pendapatan tertinggi adalah Kota
Tebing Tinggi dengan rasio gini sebesar 0,40.
Capaian ini lebih buruk dibandingkan dengan
rasio gini pada tahun 2015 yang hanya mencapai
0,31. Sementara itu, kabupaten dengan rasio
gini tertinggi adalah Kabupaten Tapanuli Tengah
yang tercatat 0,36.
Sebaran rasio gini antara satu kota/kabupaten di
Sumatera Utara dapat disimpulkan lebar.
Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan daerah
dengan rasio gini terendah sebesar 0,23.
Capaian ini jauh lebih rendah dibandingkan
dengan rasio gini tertinggi di Sumatera Utara
yang mencapai 0,40 maupun Kabupaten
Tapanuli Tengah sebagai daerah yang
berbatasan langsung dengan nilai rasio gini 0,36.
6.3 Nilai Tukar Petani
Meski harga komoditas mengalami perbaikan,
namun hal tersebut belum berimbas pada daya
beli masyarakat pertanian secara agregat. Nilai
rataan Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Utara
kembali menurun ke 99,7, lebih rendah
dibandingkan dengan capaian pada triwulan
sebelumnya yang tercatat 100,6. Bahkan,
Kembali menurunnya NTP Sumatera Utara
terutama didorong oleh penurunan NTP
Perkebunan Rakyat, NTP Tanaman Pangan, dan
NTP Hortikultura, sementara itu NTP pada sektor
lainnya justru tercatat membaik.
Penurunan NTP perkebunan rakyat terjadi
ditengah lonjakan harga komoditas perkebunan.
Tanaman perkebunan di Sumatera Utara yang
sudah relatif tua menyebabkan kualitas dan
kuantitas Tandan Buah Segar (TBS) maupun
karet rendah. Cuaca yang cenderung kering
memasuki triwulan II hingga triwulan III 2016
berpotensi menekan kualitas rendemen kelapa
sawit. Selain itu, didorong efisiensi yang
dilakukan pada 2015, kurangnya pemupukan
pada tanaman perkebunan menyebabkan hasil
panen yang tidak optimal. Dengan demikian,
lonjakan perbaikan harga komoditas ini tidak
berpengaruh signifikan dalam mendorong daya
beli masyarakat perkebunan.
Seiring dengan kondisi iklim yang kurang
kondusif, NTP petani tanaman pangan dan
hortikultura juga turut tertekan. Rataan NTP
petani tanaman pangan kembali menurun dari
98,2 menjadi 97,5. Hal serupa juga terjadi pada
NTP petani hortikultura yang menurun dari 98,0
menjadi 97,3.
Kondisi cuaca yang kurang kondusif sepanjang
triwulan III 2016 menyebabkan merosotnya
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
73
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
produksi tanaman pangan dan hortikultura.
Selain itu, kondisi Gunung Sinabung sebagai
sentra hortikultura dan sayur-mayur yang tak
kunjung stabil juga menyebabkan pemulihan
kinerja produksi yang berjalan lambat
(selanjutnya baca Bab 1 Perkembangan Ekonomi
Makro Daerah). Kondisi tersebut menyebabkan
daya beli masyarakat pertanian tanaman pangan
dan hortikultura terus tertekan.
Sementara itu, NTP kategori Peternakan,
Perikanan dan Perikanan budi daya justru
membaik. Bahkan, NTP subkategori Peternakan
dan subkategori Perikanan telah berada diatas
level indikatif sebesar 100. Peningkatan
pendapatan NTP subkategori Peternakan terjadi
seiring dengan meningkatnya permintaan
masyarakat akan daging-dagingan seiring
dengan adanya perayaan idul fitri dan idul adha
sepanjang triwulan III 2016.
Sementara itu, peningkatan NTP subkategori
Perikanan didorong oleh kembali naiknya harga
komoditas perikanan yang disebabkan oleh
kembali minimnya pasokan ikan segar di
pasaran. Kondisi cuaca yang kurang kondusif
juga terjadi di lautan sehingga berdampak pada
indeks harga yang diterima oleh petani. Selain
itu, animo masyarakat untuk mengkonsumsi
ikan segar juga masih tinggi sehingga masih
menjaga tingkat permintaan masyarakat.
Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani
Tanaman Pangan
Hortikultura
Tanaman Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
Perikanan Budidaya
NTP
Sumber : BPS
I
96.0
99.0
95.0
108.3
103.4
93.0
98.5
2015
II
III
96.2 96.0
98.3 92.7
95.9 92.7
107.5 109.7
100.7 100.5
92.4 92.7
98.6 97.7
IV
96.8
96.5
93.1
110.5
100.0
94.3
98.1
I
98.4
97.4
95.3
109.4
101.4
95.7
99.3
2016
II
98.2
98.0
98.1
110.5
102.4
95.3
100.6
III
97.5
97.3
95.3
112.9
104.4
95.8
99.7
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Perekonomian pada triwulan I 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,1-5,5% (yoy).
Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih
bersumber dari kuatnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal masih
relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan masih ditunjang dengan tekanan
inflasi yang menurun seiring dengan mulai masuknya periode panen tanaman pangan yang
lazimnya terjadi setiap triwulan I.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 masih diperkirakan
membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%,yang disebabkan
oleh perbaikan permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja net ekspor yang
semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan
kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih
rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang
oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun 2017.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
75
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Realisasi proyek infrastruktur yang
tepat waktu menciptakan persepsi
p mis
p mis
positif akan iklim investasi di
5,6 5,5
Sumatera Utara. Beberapa paket
Mencermati perkembangan indikator
esimis
esimis
kebijakan yang dikeluarkan oleh
terkini, perekonomian Sumatera
5,5 5,3 5,2 5,1
Pemerintah sepanjang tahun
Utara tahun 2016 masih diperkirakan
Tw-II
Tw -III
Tw -IV
Tw -I
juga
semakin
membaik meski dengan magnitude 2016 2016 2016 2017 2015-2016
19
yang lebih rendah dari perkiraan semula . mendorong persepsi positif terhadap investor.
Perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2016 Hal tersebut juga diakomodasi oleh reformasi
diperkirakan berada pada rentang 5,0-5,4% birokrasi yang terus diupayakan oleh
(yoy). Hal ini terutama didorong oleh adanya pemerintah. Pembiayaan yang memadai juga
kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi menunjang realisasi investasi pada periode
fiskal yang menyebabkan lebih rendahnya mendatang.
performa konsumsi pemerintah dari perkiraan
Kinerja ekspor pada tahun 2016 juga turut
semula, meski masih relatif lebih baik
diperkirakan membaik seiring dengan perbaikan
dibandingkan tahun 2015 lalu.
harga komoditas perkebunan baik di pasar
Masih kuatnya kinerja swasta serta mulai domestik maupun internasional. Perbaikan
membaiknya sektor eksternal masih menopang harga komoditas ini juga didukung dengan
akselerasi perekonomian pada tahun 2016. Daya peningkatan permintaan terutama dari sisi
beli masyarakat yang mulai pulih seiring dengan domestik seiring dengan efektifnya program
perbaikan harga komoditas dan permintaan mandatori biodiesel. Dengan demikian, kinerja
akan komoditas perkebunan yang membaik impor juga turut meningkat.
mendorong masih kuatnya konsumsi rumah
Memasuki tahun 2017, perekonomian pada
tangga. Dengan demikian, kokohnya konsumsi
triwulan I 2017 diperkirakan masih cukup baik
rumah tangga masih menjadi penyumbang
di kisaran 5,1-5,5% (yoy). Sumber utama
utama akselerasi perekonomain pada tahun
pertumbuhan perekonomian pada triwulan
2016.
mendatang diperkirakan masih bersumber dari
Meski sempat terkendala proses realokasi kuatnya permintaan domestik sementara
anggaran pasca efektifnya program efisiensi perbaikan dari sisi eksternal masih relatif
fiskal dari pemerintah pusat, namun komitmen terbatas.
pemerintah yang tinggi dalam memprioritaskan
145
IEK
IKK
IKE
Batas
135
program infrastruktur strategis mendorong
125
keyakinan akan masih tingginya realisasi
115
investasi pada tahun 2016. Pembangunan
105
95
proyek infrastruktur strategis di Sumatera Utara
85
masih tercatat on track tanpa diwarnai
75
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
hambatan yang signifikan.
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Prospek Pertumbuhan
Ekonomi
PROYEKSI PDRB
S UMUT Tw I 2017
PESIMIS
OPTIMIS
7.1
Grafik 7.1 Survei Konsumen
Relaksasi perekonomian Sumatera Utara pada
triwulan I 2017 diperkirakan masih terjadi sesuai
dengan historisnya. Puncak periode panen CPO
yang terjadi pada triwulan IV disertai dengan
harga komoditas perkebunan yang ditaksir akan
kembali menurun memasuki awal tahun 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
diperkirakan menekan daya beli masyarakat
sehingga konsumsi diperkirakan kembali
menurun.
Dengan
demikian,
keyakinan
konsumen
dalam
melakukan
aktivitas
konsumsinya juga cenderung tertahan. Hal
tersebut tercermin dari hasil survei konsumen
yang kembali menurun. Melandainya ekspektasi
konsumen terutama dididorong oleh penurunan
ekspektasi penghasilan maupun kondisi
ekonomi.
160.0
150.0
140.0
130.0
120.0
110.0
100.0
90.0
80.0
70.0
Penghasilan 6 bulan yad
Lapangan kerja 6 bulan yad
Ekonomi 6 bulan yad
Batas
60.0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2010
2011
2012
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013
2014
2015
2016
Ekspektasi akan penurunan kinerja konsumsi
masyarakat juga terjadi pada level pedagang.
Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran
(SPE) ekspektasi penjualan dalam 6 bulan ke
depan dipekirakan stabil.
Penjualan 3 bulan kedepan
Ekspektasi peningkatan investasi dari sisi swasta
juga masih cukup kuat, tercermin dari beberapa
kontak liaison yang menyatakan rencananya
untuk merealisasikan investasi berupa barang
modal pada periode mendatang, antara lain
upaya peningkatan luas lahan beserta
produktivitasnya serta pengadaan mesin meski
perkiraan perbaikan harga tidak seoptimis
perkiraan.
2017
Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen
180.0
menyebabkan tidak optimalnya capaian
investasi pemerintah pada periode mendatang.
Kendati demikian, realisasi belanja infrastruktur
strategis yang terus dilakukan seiring dengan
komitmen
pemerintah
untuk
terus
menyempurnakan kualitas infrastruktur yang
ada diperkirakan mampu menahan penurunan
kinerja investasi lebih lanjut.
Penjualan 6 bulan kedepan
160.0
140.0
120.0
100.0
80.0
60.0
40.0
20.0
Sementara itu, realisasi investasi rumah tangga
juga diperkirakan mampu menahan lebih
dalamnya koreksi kinerja investasi. Hal ini
didukung dengan telah terlaluinya periode tax
amnesty yang mendorong sikap wait and see
investor pada beberapa periode lalu. Begitu juga
dengan adanya pelonggaran kebijakan moneter
serta relaksasi Loan to Value (LTV) yang
dilakukan Bank Indonesia pada beberapa
periode lalu diperkirakan dapat menstimulus
investasi rumah tangga.
III
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
2016
IV
I
2017
Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan
Sejalan dengan polanya, kinerja konsumsi
pemerintah diperkirakan menurun. Pada awal
tahun, seiring dengan realisasi anggaran
pemerintah yang belum optimal, maka konsumsi
pemerintah juga relatif terhambat. Meskipun
demikian, monitoring realisasi anggaran yang
terus dilaksanakan secara intensif diperkirakan
dapat menjaga realisasi konsumsi pemerintah.
Belum optimalnya realisasi belanja pemerintah
juga turut menekan kinerja investasi
pemerintah. Proses pengadaan yang pada
umumnya tidak terjadi di awal tahun, bahkan
acap kali molor hingga ke triwulan III
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan
Harga Tw I 2017
Harga Tw IV 2016
Komoditas
(%, yoy, proyeksi)
(%, yoy, proyeksi)
Kelapa Sawit
25
Karet
24
Kopi
12
Sumber: IMF Edisi Agustus 2016, diolah
8
19
14
Selesainya periode puncak panen yang terjadi
pada triwulan IV lalu menyebabkan kinerja
ekspor diperkirakan tertahan. Hal ini juga
semakin diperkokoh dengan prakiraan akan
kembali
menurunnya
harga
komoditas
perkebunan unggulan Sumatera Utara seiring
dengan asumsi akan kembali membaiknya
pasokan di pasar global. Perbaikan pasokan CPO
di pasar global terjadi seiring dengan normalisasi
produksi CPO dunia pasca El Nino tahun 2015
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
77
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
lalu yang memukul produksi negara eksportir
utama. Kondisi cuaca di awal tahun yang
cenderung basah juga mengancam kualitas
produksi karet dan kopi yang merupakan
komoditas unggulan Sumatera Utara.
59
US
China
India
Jepang
Batas
57
55
53
51
49
Preferensi Tiongkok untuk menggunakan minyak
kedelai seiring dengan majunya industri
peternakan di Tiongkok. Hingga triwulan III 2016
pembukuan nilai ekspor CPO ke Tiongkok
kembali merosot dari -7,8% (yoy) menjadi
-13,6% (yoy).
Meski dari sisi harga diperkirakan akan kembali
menurun, namun pada dasarnya permintaan
akan komoditas unggulan Sumatera Utara masih
cukup tinggi. Perayaan Imlek yang terjadi
serentak di seluruh dunia akan meningkatkan
kebutuhan CPO sebagai bahan baku maupun
komplemen dari produk makanan, baik dari sisi
domestik maupun internasional. Sementara itu,
dari sisi domestik peningkatan permintaan CPO
juga turut ditopang dengan ditetapkannya
pengadaan biodiesel periode November 2016April 2017 berjumlah 1,53 juta Kl20.
Momentum mulai membaiknya aktivitas industri
manufaktur negara mitra dagang utama juga
diperkirakan memberikan dampak yang baik
bagi perekonomian. Perkembangan nilai
Purchasing Manager Index pada triwulan IV
menunjukkan
pergerakan
yang
cukup
menggembirakan.
20
Keputusan ESDM bernomor 637 K/12/DJE/2016
Tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati
Jenis Biodiesel dan Alokasi Besaran Volumenya Untuk
Pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Pada
PT Pertamina dan PT AKR Corporindo Tbk periode
November 2016-April 2017
47
45
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
Grafik 7.4 Purchasing Manager Index
Meski harga karet di pasar internasional
diperkirakan kembali menurun, namun harapan
akan perbaikan kinerja karet masih terlihat.
Meski adanya kesepakatan antara International
Tripartite Rubber Council (ITRC) belum cukup
kuat dalam mendorong perbaikan harga karet di
pasar global maupun domestik, adanya wacana
penyerapan karet dalam produk infrastruktur
hingga 15-20% untuk aspal pada tahun 2017
mendatang akan mendorong kinerja karet. Lebih
lanjut, mulai dihentikannya penjualan karet
dengan kontrak jangka panjang diharapkan
dapat mendongkrak harga yang sudah
terjerembab pada beberapa periode lalu.
Pasokan karet di pasar global juga diperkirakan
turut menurun seiring dengan terjadinya La Nina
dan pergeseran musim gugur di bagian selatan
Indonesia21. Dengan berkurangnya stok karet
secara global maka diharapkan harga perlahanlahan akan kembali membaik.
Dari sisi penawaran, perekonomian pada
triwulan mendatang diperkirakan didukung oleh
masih baiknya kinerja kategori pertanian dan
industri pengolahan. Sementara itu, kinerja
konstruksi dan perdagangan diperkirakan
menurun.
Masuknya periode puncak panen raya tanaman
pangan dan hortikultura ditengah selesainya
periode puncak panen kelapa sawit mendorong
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
kinerja kategori pertanian. Tingginya intensi
pemerintah untuk meningkatkan kapasitas
produksi pada 2015 lalu yang ditandai dengan
tingginya pendampingan maupun penyaluran
bantuan dalam bentuk alat atau benih
diharapkan mampu meningkatkan produksi
pangan pada triwulan I 2017. Sementara itu,
kinerja subkategori perkebunan diperkirakan
menurun seiring dengan selesainya puncak
produksi CPO dan kembali menurunnya harga
komoditas di pasar internasional.
Ekspektasi akan meningkatnya permintaan,
terutama dari sisi domestik meningkatkan
kinerja
kategori
industri
pengolahan.
Meningkatnya kapabilitas industri pendukung
seperti listrik dan gas mampu menunjang
aktivitas industri. Telah ditetapkannya kontrak
penjualan Bahan Bakar Nabati jenis biodiesel
untuk periode November 2016-April 2017 juga
turut meningkatkan permintaan domestik.
Peningkatan aktivitas industri juga dilakukan
untuk meningkatkan stok dalam rangka
menyambut Ramadhan dan hari raya Idul Fitri
yang jatuh pada triwulan II 2017.
Belum optimalnya realisasi belanja infrastruktur
pemerintah juga turut menekan kinerja kategori
konstruksi.
Proses
pengadaan
proyek
infrastruktur yang biasanya molor menyebabkan
realisasi investasi bangunan sulit untuk
dilaksanakan. Meskipun demikian, masih
berlanjutnya proyek infrastruktur strategis
diharapkan mampu menahan semakin dalamnya
penurunan kinerja konstruksi.
Sementara itu, selesainya puncak aktivitas
konsumsi seiring dengan perayaan Natal dan
tahun baru juga turut menekan kinerja kategori
Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Meskipun
demikian, nilai tukar yang diperkirakan masih
dapat menguat diharapkan mampu menahan
penurunan kinerja PBE lebih lanjut.
sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%5,6%, yang disebabkan oleh perbaikan
permintaan domestik yang semakin semakin
solid serta kinerja net ekspor yang semakin
membaik. Konsumsi rumah tangga yang kuat
masih menjadi penyumbang utama akselerasi
perekonomian pada tahun 2017.
Upaya Pemerintah untuk memperbaiki kualitas
infrastruktur yang memadai juga memberikan
dukungan terhadap potensi tetap kuatnya
permintaan domestik dari sisi investasi. Realisasi
proyek infrastruktur yang tepat waktu
menciptakan persepsi positif akan iklim investasi
di Sumatera Utara. Beberapa paket kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah sepanjang
tahun 2015-2016 juga semakin mendorong
persepsi positif investor. Hal tersebut juga
diakomodasi oleh reformasi birokrasi yang terus
diupayakan oleh pemerintah. Pembiayaan yang
memadai juga menunjang realisasi investasi
pada periode mendatang.
Sementara itu, dari sisi perdagangan, kinerja
ekspor Sumatera Utara juga turut diperkirakan
membaik yang terutama didorong oleh
peningkatan ekspor antar daerah, sementara
perkembangan kinerja perdagangan luar negeri
diperkirakan
masih
belum
terlalu
menggembirakan.
Peningkatan
kinerja
perdagangan antar daerah terutama disebakan
oleh tingginya serapan biodiesel domestik
seiring dengan program mandatori BBN seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Sementara
itu, adanya rencana pemanfaatan karet dalam
proyek infrastruktur perhubungan nasional juga
diharapkan mampu meningkatkan serapan karet
domestik sehingga kinerja karet dapat kembali
bangkit.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian
Sumatera Utara pada tahun 2017 masih
diperkirakan membaik dibandingkan tahun
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
79
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
kedelai juga semakin memperkuat
produksi pangan di Sumatera Utara.
Tw-I 2017
3,5± 0,5%
PROYEKSI INFLASI
Tingginya risiko tekanan inflasi mendorong
perkiraan tekanan inflasi 2016 yang lebih tinggi
dari
perkiraan.
Masifnya
penurunan
produktivitas tanaman pangan dan hortikultura
memasuki semester II 2016 mendorong
langkanya pasokan sehingga menyebabkan
kembali
meningkatnya
tekanan
inflasi.
Perbaikan harga komoditas perkebunan yang
terjadi memasuki semester II 2016 juga turut
menopang daya beli masyarakat sehingga
meningkatkan tekanan inflasi pada tahun 2016.
Seiring dengan masuknya musim panen
tanaman pangan yang lazimnya terjadi pada
triwulan I 2017, tekanan inflasi Sumatera Utara
turut menurun hingga kembali terjangkar pada
kisaran 3,5 ± 0,5% (yoy). Tekanan inflasi yang
melandai pada triwulan I 2016 diperkirakan
didorong oleh meredanya tekanan inflasi dari
kelompok Volatile Foods dan inflasi inti.
Meredupnya tekanan inflasi ini juga ditunjang
dengan koordinasi pengendalian inflasi antara
Bank Indonesia dengan Pemerintah melalui
forum TPI/TPID yang telah berjalan dengan baik
dan terus ditingkatkan sehingga mampu
menjaga stabilitas inflasi.
Pasokan pangan dan hortikultura yang
diperkirakan kembali prima pada triwulan I 2017
mampu menunjang penurunan tekanan inflasi
kelompok Volatile Foods. Kondisi cuaca yang
kondusif dalam menopang aktivitas pertanaman
mendorong cukup optimalnya produktivitas
pertanian pada triwulan mendatang. Tingginya
penyaluran bantuan benih padi, jagung dan
kedelai (pajale) pada tahun 2016 terutama di
beberapa sentra produksi padi, jagung dan
basis
Tingginya
komitmen
Pemerintah
untuk
mewujudkan swasembada pangan juga menjadi
pemacu suksesnya kegiatan panen pada periode
mendatang. Komitmen tersebut dilakukan
dalam
bentuk
pendampingan
maupun
penyaluran pupuk bersubsidi yang lebih deras.
Hal tersebut tercermin dari realisasi penyaluran
pupuk bersubsidi pada triwulan III 2016 yang
tercatat cukup tinggi.
Kendati risiko peningkatan tekanan inflasi pada
triwulan I 2017 dapat disimpulkan cukup
rendah, TPID Provinsi Sumatera Utara terus
meningkatkan koordinasi dan merealisasikan
program yang telah disusun dalam roadmap
pengendalian inflasi yang telah disusun
sebelumnya. Melalui BULOG, persediaan beras
untuk meredam tekanan inflasi dapat dinilai
memadai.
yoy
juta ton
Volume
120
Growth
200.0%
100
150.0%
80
100.0%
49.4%
60
50.0%
0.6%
40
20
0.0%
-35.0%
48
104
66
42
34
18
17
13
35
26
22
31
50
24
22
30
28
16
31
17
29
24
20
7.2 Prospek Inflasi
-
-50.0%
-100.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 7.5 Stock Beras BULOG
Memasuki awal tahun 2017, kondisi cuaca di
Sumatera Utara diperkirakan kembali normal.
Dengan demikian, aktivitas produksi maupun
distribusi pada triwulan I 2017 diharapkan dapat
kontributif dalam penurunan tekanan inflasi.
Sementara itu, tingginya intensi pemerintah
untuk terus mengupayakan penyempurnaan
konektivitas perhubungan diperkirakan mampu
menjaga tekanan inflasi dari sisi distribusi.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
SK (Perub Hrg 3 bln yad)
SPE (Perub Hrg 3 bln yad)
210.0
SK (Perub Hrg 6 bln yad)
SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
190.0
170.0
150.0
130.0
110.0
90.0
III
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
2017
Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap
Perubahan Harga
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 7.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2016
Meskipun demikian, masih terdapat beberapa
faktor risiko
yang berpengaruh pada
perkembangan inflasi kelompok Volatile Foods.
Masih belum stabilnya Gunung Sinabung pasca
erupsi berkepanjangan yang disertai dengan
belum rampungnya proses relokasi lahan
produksi sayur mayur dan hortikultura
menimbulkan risiko tersendiri. Selain itu,
kenaikan harga Days Old Chicken (DOC) sejak
akhir Juli 2016 juga turut mewarnai risiko
tekanan inflasi pada awal tahun 2017.
Penurunan tekanan inflasi juga turut didorong
oleh penurunan tekanan inflasi inti. Stabilitas
nilai tukar diperkirakan masih dapat dijaga
ditengah situasi ekonomi politik global masih
terus
berkembang.
Dengan
demikian,
perkembangan harga produk konsumsi berbasis
impor diperkirakan masih relatif stabil.
Komunikasi yang terus digencarkan oleh TPID
Provinsi Sumatera Utara juga mampu
menciptakan ekspektasi inflasi yang terkelola
dengan baik. Hal tersebut tercermin dari
ekspektasi peningkatan inflasi di level konsumen
yang justru menurun meski ekspektasi
peningkatan inflasi pada level pedagang
cenderung meningkat. Hal ini mengindikasikan
risiko demand pull inflation yang relatif rendah.
Rendahnya demand pull inflation tersebut
ditopang oleh prakiraan akan kembali
menurunnya harga komoditas perkebunan
terutama kelapa sawit dan karet22. Struktur
tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara yang
masih didominasi oleh tenaga kerja di bidang
terkait kelapa sawit dan karet menyebabkan
cukup tingginya pengaruh perkembangan harga
komoditas perkebunan terhadap daya beli
masyarakat secara umum. Hal tersebut juga
turut semakin ditunjang dengan selesainya
periode puncak produksi CPO yang pada
umumnya terjadi pada akhir tahun seiring
dengan tingginya curah hujan.
Konsumsi semen yang biasanya cukup rendah
pada awal tahun juga turut memperkuat
keyakinan akan kembali rendahnya tekanan
inflasi inti. Hal tersebut terutama didorong oleh
belum gencarnya investasi pemerintah maupun
swasta sesuai dengan pola belanjanya.
Risiko peningkatan tekanan inflasi inti juga
masih perlu diantisipasi. Pergerakan harga emas
internasional menyusul ketidakpastian situasi
ekonomi politik global juga perlu dicermati lebih
jauh. Hal ini disebabkan oleh kondisi pasar
keuangan yang belum stabil serta harga minyak
bumi yang masih rendah sehingga mendorong
berpalingnya investor pada komoditas emas
sebagai instrumen investasi alternatif.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
81
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Berbeda dengan kedua kelompok disagregasi
lainnya, tekanan inflasi kelompok Administered
Prices diperkirakan meningkat. Adanya rencana
pemerintah untuk mulai melakukan migrasi
pelanggan listrik secara bertahap untuk
golongan rumah tangga 900 VA yang sempat
tertunda pada tahun 2016 meningkatkan
potensi peningkatan tekanan inflasi pada
triwulan I 2017. Selain itu, pergerakan harga
minyak dunia yang mulai menunjukkan pola
perbaikan meski berjalan lambat juga
menimbulkan potensi peningkatan tekanan
inflasi dari sisi tarif listrik.
Meski magnitude perbaikan harga minyak dunia
masih relatif rendah, namun potensi
penyesuaian harga BBM pada awal tahun 2017
masih perlu diwaspadai. Hal tersebut
disebabkan oleh tidak adanya penyesuaian
harga BBM bersubdisi pada Oktober 2016 lalu
menyebabkan diskrepansi harga minyak mentah
dunia yang sudah cukup lebar bila dibandingkan
dengan April 2016 (periode terakhir pemerintah
melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi).
Delta harga minyak dunia pada bulan April dan
November 2016 telah mencapai 14,1%. Dampak
lanjutan dari penyesuaian tarif cukai rokok juga
diperkirakan masih menambah tekanan inflasi
pada triwulan mendatang.
Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi
Sumatera Utara tahun 2017 diperkirakan 4,0 ±
1% (yoy), sama dengan tahun 2016. Rendahnya
tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh
pasokan pangan yang mulai kembali normal
pada awal tahun 2017. Dengan demikian,
tekanan inflasi kelompok Volatile Foods
diperkirkaan mereda. Sementara itu, tekanan
inflasi dua kelompok disagregasi lainnya
diperkirakan meningkat.
Risiko peningkatan tekanan inflasi kelompok
Administered Prices pada tahun 2017 masih
cukup tinggi. Tertundanya rencana pemerintah
untuk melakukan migrasi pelanggan listrik
subsidi menimbulkan tekanan inflasi tersendiri.
Sementara itu, pergerakan harga minyak dunia
yang kembali merangkak direspon pemerintah
dengan adanya penyesuaian tarif listrik dalam
beberapa bulan terakhir. Hal tersebut juga
meningkatkan risiko kembali disesuaikannya
tarif BBM bersubsidi mengingat penundaan
kenaikan tarif tersebut telah dilakukan pada
bulan Oktober 2016 lalu.
Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti
terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya
beli masyarakat pada tahun 2017 seiring dengan
prakiraan
perbaikan
harga
komoditas
perkebunan. Situasi global yang masih
dirundung ketidakpastian juga masih menekan
nilai tukar. Meskipun demikian, peningkatan
tekanan inflasi inti ini diperkirakan masih berada
dalam level yang terkendali sehingga inflasi
secara umum masih mampu terjangkar pada
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
7.3 Rekomendasi kepada
Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Indikasi perbaikan perekonomian yang terus
berlanjut masih dibayangi oleh beberapa faktor
risiko terutama dari sisi eksternal yang belum
menunjukkan perbaikan secara fundamental.
Dengan demikian, diperlukan penguatan
perekonomian dari sisi domestik yang dapat
didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa
langkah dan rekomendasi di antaranya adalah:
a. Mengintensifkan monitoring realisasi APBD
dan APBN se-Provinsi Sumatera Utara,
terutama pasca dilakukannya pemotongan
DAU dan DBH, sehingga realisasi dana APBD
dapat optimal dan tepat guna
b. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam
rangka penguatan permintaan domestik
melalui aktivitas konsumsi seperti event
pariwisata melalui media pemasaran yang
massive dan terpusat serta penciptaan
budaya masyarakat pariwisata.
c. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim
investasi di Sumatera Utara kepada investor
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
dan masyarakat luas melalui publikasi
perkembangan kemajuan pembangunan
infrastruktur melalui media komunikasi yang
lebih luas dan terpusat dengan kredibilitas
informasi yang lebih tinggi (Regional Investor
Relation Unit/RIRU).
d. Mempercepat penyediaan infrastruktur
pendukung yang memadai seperti listrik dan
gas sehingga proses industrialisasi dan daya
tarik investasi di Sumatera Utara dapat
meningkat.
e. Melakukan penyempurnaan infrastruktur
perhubungan untuk mendukung aktivitas
perekonomian ke depan.
Pengendalian Inflasi
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk
pengendalian
inflasi
tetap
terkendali,
diantaranya:
a. Meningkatkan program pendampingan dan
pembinaan
kelompok
petani
terkait
optimalisasi produktivitas tanaman serta
t
“
k”
k
t
periode tanam/panen tertentu.
b. Melanjutkan program peningkatan produksi
pangan maupun diversifikasi konsumsi
masyarakat melalui komunikasi yang lebih
intensif.
c. Melakukan
percepatan
pembangunan
infrastruktur perhubungan untuk mendukung
kelancaran distribusi barang. Hal tersebut
dapat
dilakukan melalui
kemudahan
perizinan, pengadaan lahan maupun
penguatan komunikasi dengan masyarakat.
d. Mengintensifkan kerja sama perdagangan
antar wilayah terutama mengingat dominasi
Kota Medan dalam penentuan inflasi di
Sumatera Utara meski Kota Medan bukan
merupakan sentra produksi pangan di
Sumatera Utara. Dukungan kota/kabupaten
lain sebagai daerah buffer bagi daerah lain.
e. Optimalisasi peran Toko Tani dalam
pengendalian inflasi di tingkat ritel
f. Perluasan atau diversifikasi areal pertanaman
maupun sentra produksi baru di daerah yang
tidak rentan bencana untuk menghindari
ketergantungan pasokan dari satu daerah
tertentu.
g. Sosialisasi yang lebih intensif kepada petani
untuk meningkatkan tindakan tepat waktu
dalam mengantisipasi paparan wabah
penyakit maupun hama.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
83
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Boks 3
Penguatan Kerangka Operasi Moneter23 dan Respons Kebijakan
Moneter Bank Indonesia November 2016
III. Fitur Kerangka Operasi Moneter Baru (BI 7-Day Reverse Repo Rate dan Koridor Suku Bunga)
BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru sebagai
pengganti BI Rate berlaku efektif pada 19 Agustus 2016. Implementasi BI 7-day RR Rate ini diikuti
dengan normalisasi koridor suku bunga. Lending Facility (LF) dan Deposit Facility (DF) tetap berperan
sebagai koridor atas dan bawah suku bunga. LF dan DF berjarak simetris dari BI 7-day RR Rate,
masing-masing sebesar 75bps. Pada kerangka operasi moneter sebelumnya, LF berjarak lebih dekat
dari suku bunga kebijakan (BI Rate) dibandingkan DF sehingga membentuk koridor yang tidak
simetris.
Gambar 7.2 Pegerakan Koridor Suku Bunga Kebijakan Bank Indonesia
Tabel 7.2 Perbandingan Antara Kebijakan Operasi Moneter Lama dan Baru
Sk. Bunga Kebijakan
Tercermin pd Tenor OM
Standing Facilities
Koridor
Kerangka Operasi Moneter
LAMA
BI Rate
12 bulan
LF (Ceiling), DF (Floor)
Asimetris (50 bps + 200 bps)
Kerangka Operasi Moneter
BARU
BI 7-day RR Rate
1 Minggu
LF (Ceiling), DF (Floor)
Simetris (75bps + 75bps)
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Pemilihan 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru didasari oleh sejumlah
pertimbangan, yaitu:
1) 7-day RR mengacu pada instrumen Operasi Moneter yang aktif ditransaksikan antara Bank
Indonesia dan perbankan (transaksional).
2) Instrumen Operasi Moneter 7-day Reverse Repo memiliki pasar yang relatif dalam.
3) 7-day RR Rate memiliki hubungan yang kuat dengan suku bunga sasaran operasional kebijakan
moneter, yaitu suku bunga PUAB O/N.
Sementara itu, pilihan koridor suku bunga yang simetris memberikan sinyal bahwa bank sentral
memiliki preferensi yang netral terhadap likuiditas perbankan dan mendorong perbankan melakukan
manajemen likuiditas yang optimal sesuai dengan dinamika ekonomi/kebutuhan. Disamping itu,
pembentukan koridor yang simetris melalui penurunan LF dapat memperkuat posisi instrumen LF
sebagai liquidity support bagi bank yang membutuhkan likuiditas jangka pendek. Penurunan cost of
being illiquid diharapkan dapat memberi ruang bagi bank untuk melakukan penempatan pada tenor
yang lebih panjang di pasar keuangan, sehingga mendukung pendalaman pasar uang.
II. Tujuan Penguatan Kerangka Operasi Moneter
Penguatan kerangka Operasi Moneter memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
1) Memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga BI 7-day RR Rate sebagai acuan
utama di pasar keuangan. Dengan demikian, pelaku pasar dapat menggunakan BI 7-day RR Rate
sebagai acuan utama dalam menentukan suku bunga lainnya di pasar keuangan.
2) Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan
suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan.
3) Mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku
bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu,
penguatan Operasi Moneter akan disertai dengan langkah-langkah untuk percepatan
pendalaman pasar uang.
III. Struktur Suku Bunga (Term Structure) Operasi Moneter dan Stance Kebijakan Moneter
Perubahan suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate dilakukan sebagai upaya
penguatan operasi moneter. Penguatan ini tidak mengubah stance kebijakan moneter yang tengah
diterapkan mengingat peralihan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate terjadi masih dalam
struktur suku bunga atau term structure Operasi Moneter yang sama. Suku bunga kebijakan hanya
berganti dari BI Rate, ekuivalen dengan suku bunga Operasi Moneter bertenor 12 bulan, menjadi BI
7-day RR Rate yang bertenor 7 hari.
Term structure baru akan bergeser apabila Bank Indonesia mengubah stance kebijakan moneter,
contohnya pada bulan Januari, Februari, Maret dan Juni 2016. Sebaliknya, pada bulan-bulan lain saat
tidak terjadi perubahan stance kebijakan moneter, term structure akan tetap (lihat grafik).
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
85
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Grafik 7.7 Term Structure
Sejalan dengan mulai digunakannya BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru pada RDG
Agustus 2016, term structure Operasi Moneter akan tetap dipublikasikan di laman BI. Untuk
sementara waktu, guna terus memperkuat guidance suku bunga ke pasar, pelaksanaan operasi
moneter akan dilakukan dengan menerapkan metode Fixed Rate Tender (FRT) dalam lelang semua
tenor instrumen moneter. Secara bertahap, penggunaan FRT akan semakin dikurangi dan digantikan
dengan Variable Rate Tender (VRT).
IV. Operasi Moneter Pasca Implementasi BI 7-day RR Rate
Untuk mengendalikan pergerakan suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (O/N) di
tengah kondisi surplus likuiditas harian di sistem perbankan, Bank Indonesia, salah satunya, akan
melakukan lelang Reverse Repo dengan underlying SBN pada tenor 1 minggu yang merupakan bagian
dari instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT). Melalui transaksi tersebut, Bank Indonesia dapat
menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N bergerak di sekitar BI 7-day RR Rate tanpa memengaruhi
harga surat berharga secara signifikan. Hal ini merupakan salah satu kelebihan penggunaan
instrumen OPT yang bersifat repurchase agreement (repo) dibandingkan dengan penggunaan
transaksi pembelian atau penjualan surat berharga secara outright.
Bank Indonesia akan secara rutin melakukan lelang Reverse Repo SBN 1 minggu untuk memperkuat
stance kebijakan moneter. Oleh karena itu, metode lelang terutama akan menggunakan Fixed Rate
Tender (FRT). Pelaksanaan lelang Reverse Repo SBN 1 minggu membuat suku bunga kebijakan (BI 7day RR Rate) langsung ditransaksikan dengan peserta OPT, dalam hal ini perbankan domestik, dan
diharapkan ditransmisikan ke suku bunga pada tenor yang lebih panjang. Suku bunga kebijakan yang
bersifat transaksional tersebut diharapkan dapat memperkuat transmisi kebijakan moneter.
V.
Respons Kebijakan Moneter Bank Indonesia November 2016
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2016 memutuskan untuk
mempertahankan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap
sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Kebijakan tersebut sejalan dengan kehatihatian Bank Indonesia dalam merespons meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global
pasca pemilihan umum (Pemilu) di AS, di tengah stabilitas makroekonomi dalam negeri yang tetap
terjaga sebagaimana tercermin pada inflasi yang rendah dan defisit transaksi berjalan yang
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
86
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
terkendali. Bank Indonesia akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai
fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar. Bank Indonesia juga
memandang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya
dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia akan terus
memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah untuk menjaga kecukupan likuiditas,
memperkuat stimulus pertumbuhan, dan memastikan pelaksanaan reformasi struktural berjalan
dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
87
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
LAMPIRAN
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN
88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN
89
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
DAFTAR ISTILAH
Administered Price
Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta
transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya
tembakau dan minuman beralkohol.
Base Effect
Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel
yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi.
BEC
Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan
utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut.
Barang Modal (Capital Goods)
Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun.
Bahan Baku (Raw Material)
Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri.
BI Rate
Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik.
BI-RTGS
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus
Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan.
CPO (Crude Palm Oil)
Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka
(deposito).
Disposable income
Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak
penghasilan.
Ekspor dan Impor
Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar
daerah.
Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)
DAFTAR ISTILAH
90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam
rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional.
Harga Minyak WTI
Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas
Intermediate atau Texas light sweet.
Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat
keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan
persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini.
Inflasi IHK
Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga
konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat luas.
Inflasi Inti
Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.
Inflow
Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia.
Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit Investasi
Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik
dan pembelian mesin.
Kredit Modal Kerja
Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku
produksi.
Kredit Konsumsi
Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit
Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa
agunan.
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible)
tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank
pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah.
DAFTAR ISTILAH
91
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Leading Indicators
Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.
Liaison
Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui
wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha.
Loan to Value (LTV)
Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat
diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan.
Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF)
Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet
terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah
NTP (Nilai Tukar Petani)
Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.
Outflow
Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia.
Passthrough effect
Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan
berdampak pada harga retail suatu produk.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja
(yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat
kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Quarter on Quarter (qtq)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan
sebelumnya.
PDRB Riil
Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk
menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu.
Seasonal event
Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung
terjadi berulang antar tahun.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia
pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran,
khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment
System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta.
SurveI Konsumen
DAFTAR ISTILAH
92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui
persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Survei Penjualan Eceran
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran
dan dilakukan secara bulanan.
Uang Kartal
Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas
maupun logam.
Volatile Foods
Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan
bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile).
Year on year (yoy)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan)
terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk
menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan,
tahun ajaran baru, dsb).
DAFTAR ISTILAH
93
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016
Editor
Departemen Regional 1
Divisi Asesmen dan Advisory:
Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory:
Demina R. Sitepu
Nur Fikriyah Dzakiyah
Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA:
Rizky Satya Pradhana
Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760
DAFTAR ISTILAH
94
Download