Penanganan Paralisis Aduktor Korda Vokalis

advertisement
Media Perhati Vol.11 No.1 Jan –Maret 2005. ISSN : 0853 - 5868
Penanganan Paralisis Aduktor Korda
Vokalis Unilateral
Tiroplasti Medialisasi Dengan Gore-Tex
(Pengalaman Dl Surabaya)
Widodo Ario Kentjono
Bag/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unair I RSU Dr. Soetomo Surabaya
Pendahuluan
Suara merupakan sarana interaksi yang sangat penting bagi
manusia, baik untuk komunikasi secara langsung (jarak dekat) ataupun
jarak jauh seperti radio, televisi dan telepon. Beberapa profesi tertentu
sangat membutuhkan suara yang nyaring, indah dan merdu. Oleh karena
berbagai sebab, suara yang nyaring ini dapat berubah menjadi serak.
Sebagian penderita dapat segera disembuhkan, tetapi sebagian lainnya
tetap serak untuk jangka waktu yang lama meskipun telah diberikan
berbagai macam cara pengobatan. Keadaan ini tentu akan mencemaskan
1
penderita, bahkan dapat mengakibatkan stres psikologis. Dengan
berkembangnya phoniatri, penemuan peralatan canggih (antara lain
analisa akustik, videostroboskop) dan peningkatan assessment, saat ini
telah diketemukan cara memulihkan dan memperbaiki suara yang berubah
(disfoni), serak (hoarseness) atau hilang (afoni) akibat penyakit atau
pembedahan. Bahkan operasi yang dilakukan dapat menghasilkan suara
1
yang lebih sesuai atau lebih eufonius dari yang dihasilkan sebelumnya.
Semua tindakan pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan kualitas suara ini disebut sebagai bedah fono
(phonosurgery). Sedangkan pembedahan kerangka laring untuk
memperbaiki kualitas suara disebut bedah fono laringoplastik
2,3
(laryngoplastic phonosurgery).
Akhir-akhir ini dilaporkan kemajuan pesat dari bedah fono. Ini
ditunjukkan dari banyaknya teknik pembedahan yang dikembangkan untuk
mengoreksi inkompetensi laring. Pada dasarnya bedah fono dapat dibagi
3
dalam 3 katagori yaitu:
1) bedah
mikrofono
phonosurgery
(phonomicrosurgery),
atau
endoscopic
2) bedah kerangka laring (laryngeal framework surgery) dan aduksi
aritenoid, dan
3) reinervasi laring (nerve-muscle surgery of the larynx).
Kemajuan di bidang bedah fono ini diawali pemahaman yang lebih baik
mengenai anatomi, struktur dan fungsi mekanisme vokal, temuan alat dan
sarana penilaian patologi yang cermat dan akurat, serta diketemukannya
2
bahan serta prosedur (teknik) baru untuk memperbaiki kualitas suara.
Salah satu indikasi bedah fono yaitu paralisis aduktor korda (plika)
vokalis unilateral. Penderita dengan kelainan ini biasanya merasa sulit
bersuara, sulit merubah nada suara, kelelahan ketika berbicara dan suara
serak. Timbulnya gejala disfonia disebabkan oleh karena kurang atau tidak
dapat merapatnya korda vokalis di median selama fonasi (poor glottic
closure), Gejala lainnya berupa aspirasi saat menelan. Istilah "paralisis"
korda vokalis disini sebenarnya kurang tepat dan bahkan membingungkan
oleh karena seakan akan sudah dipastikan disebabkan kelainan syaraf,
sehingga diusulkan untuk menggunakan istilah yang lebih sesuai yaitu
"palsi".
Pada makalah ini akan diuraikan tentang etiologi dan berbagai
cara penanganan penderita paralisis aduktor korda vokalis unilateral,
2
khususnya teknik Tiroplasti medialisasi dengan Gore-Tex (expanded
polytetrafluoroethylene). Sebagai ilustrasi dilaporkan 2 penderita yang
dilakukan operasi Tiroplasti medialisasi dengan Gore-Tex.
Etiologi
Salah satu sisi korda vokalis yang tidak dapat merapat secara
lengkap di garis median (midline) saat berbicara atau menelan merupakan
masalah utama dari penderita paralisis aduktor korda vokalis unilateral.
4
Penyebab tersering dari kelainan ini yaitu :
1. keganasan (mis. kanker paru, mediastinum)
2. pembedahan (mis. tiroidektomi, bedah tulang servikal, bedah torak /
arkus aorta, bedah otak)
3. trauma, termasuk trauma iatrogenik (mis. intubasi lama), dan
4. kelainan syaraf (sentral atau perifer)
Pada orang dewasa, kelainan ini disebabkan oleh karena keganasan
sebesar 40-25%, pasca tiroidektomi 5-24%, idiopatik 20-45%, trauma 114
21 %, kelainan syaraf 4-16%, dan intubasi 8%.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis kelainan ini perlu pemeriksaan
meliputi: anamnesis (patient history), THT kepala dan leher, laring dan
saraf, dan foto torak.
Pemeriksaan laring sebaiknya menggunakan fiberoptik
laringoskop (FOL) yang lentur (flexibel fiberoptic laryngoscopy), saat fonasi
tampak celah dan korda vokalis yang paralisis berada di lateral (gambar 1).
Selanjutnya di nilai besarnya celah rima glotis (adequacy of airway, gross
aspiration) dan memastikan ada tidaknya celah di bagian posterior saat
fonasi (posterior glottic gap).
3
Respirasi
Fonasi
Gambar 1. Hasil pemeriksaan FOL dari penderita paralisis aduktor korda vokalis kiri. Saat
fonasi tampak korda vokalis kin tidak dapat merapat di median.
Pemeriksaan lain yang sangat penting dilakukan yaitu laringeal
videostroboskopi dan elektromiografi (laryngeal EMG). Dari pemeriksaan
videostroboskopi dapat diketahui bentuk korda vokalis (vocal fold
appearence), mobilitas, penutupan glotis (gap configuration saat
bernapas), dan lamanya mengeluarkan suara (sound prolongation).
Pemeriksaan L-EMG dilakukan dengan meletakkan elektrode di lokasi
muskulus tiroaritenoid dan m. krikotiroid. Dari pemeriksaan EMG ini dapat
ditegakkan diagnosis ada tidaknya kelainan gerakan laring, integritas
nervus laringeus, denervasi syaraf dan sekaligus dapat ditentukan
prognosis dari korda vokalis yang mengalami paralisis (palsi). Pemeriksaaan
akustik dan aerodinamik analisis. Kadang dilakukan pemeriksaan CT scan
bila dicurigai adanya kelainan di sekitar foramen magnum di basis
tengkorak, leher dan mediastinum. Pemeriksaan MRI untuk mendeteksi
4
kelainan di otak.
Palpasi aritenoid melalui laringoskopi direk hanya dilakukan
apabila tidak mempunyai alat L-EMG. Pemeriksaan yang disebut sebagai
manual compression test untuk mengetahui adanya perbaikan kualitas
suara setelah dilakukan penekanan laring sisi yang sakit dengan
menggunakan jari telunjuk sudah jarang dikerjakan oleh karena sering
3, 4
menimbulkan rasa tidak nyaman (sakit).
4
Indikasi bedah fono dan evaluasi pra bedah
Gangguan suara yang masih mungkin di koreksi dengan bedah
3,4
fono dapat di kelompokkan sebagai berikut :
1. kelainan gerakan (mis.: paralisis, paresis, fiksasi korda vokalis dan/atau
aritenoid)
2. kelainan tegangan (mis.: flaksiditas, spasme, nada yang tidak tepat)
3. abnormalitas posisional (mis.: korda vokalis yang tingginya tidak sama)
Sebelum dilakukan tindakan bedah fono untuk memperbaiki
kualitas suaranya, penderita paralisis aduktor korda vokalis unilateral
(dysphonia paralytic) dianjurkan untuk diberi terapi wicara (speech
therapy) terlebih dulu, disamping pengobatan medikamentosa.
Selanjutnya dilakukan evaluasi secara berkala terhadap suara penderita.
Terapi paralisis aduktor korda vokalis unilateral tergantung dari posisl
korda vokalis. Bila korda vokalis terletak di paramedian, tak ada terapi
khusus (definitif) selain observasi. Sebagian ahli tidak melakukan tindakan
pembedahan untuk kasus seperti ini, namun sebagian lainnya melakukan
tindakan bedah fono setelah observasi 6-12 bulan tidak ada perbaikan
kualitas suara.
Bila gangguan fungsi pada penderita aduktor paralisis korda
vokalis yang terabduksi masih bisa di toleransi dan tidak dapat ditentukan
apakah paralisis akan menjadi permanen atau tidak, maka tindakan
definitif yang ireversibel ditunda dulu selama 6-12 bulan. Sekitar 60% kasus
idiopatik, suara dan pergerakan korda vokalis akan kembali normal
(spontaneous recovery) dalam waktu 1 tahun. Pemeriksaan EMG dapat
membantu menentukan kemungkinan pemulihan fungsional.
Terapi
Ada berbagai cara atau tindakan bedah yang dapat dilakukan
untuk menangani penderita paralisis aduktor korda vokalis unilateral,
yaitu:
5
1. Augmentasi korda vokalis
Augmentasi korda vokalis dapat dicapai dengan menyuntikkan
bahan tertentu di korda vokalis yang paralisis (palsi). Beberapa bahan
atau material yang dapat digunakan untuk augmentasi korda vokalis
yaitu: Teflon, gelfoam, lemak (fat), fasia, kolagen, asam hialuronik,
partikel kartilago atau tulang, calcium hydroxyapatite gel dan
5,6,7,8,9
polydimethylsiloxane gel.
Penyuntikan Teflon langsung ke dalam korda (plika) vokalis
melalui mulut (transoral laryngoscopic injection) merupakan metode
yang relatif sederhana, namun efektif untuk mengkoreksi insufisiensi
glotis. Prosedur injeksi augmentasi (vocalcord injection) ini dilakukan
dalam posisi tidur (supine), kemudian laringoskopi direk dan evaluasi
korda vokalis menggunakan teleskop rigid 0° (diameter 4 mm, panjang
30 cm) yang dihubungkan dengan sebuah video kamera. Prosedur ini
umumnya menggunakan sedasi intravena dan anestesi topikal.
Dengan cara ini korda vokalis dapat diakses dengan mudah, baik untuk
injeksi lateral maupun medial (lamina propria medial superfisial).
Lokasi injeksi yang tepat sangat penting untuk mendapatkan efek yang
di inginkan. Mula-mula Teflon pasta dimasukkan dalam Bruening
syringe yang telah dipasang jarum spinal No 18. Dengan tuntunan
teleskop, ujung jarum mendorong plika ventrikularis ipsi lateral
selateral mungkin. Dengan mengarahkan ujung jarum kearah oblik
(miring) selanjutnya ujung jarum ditusukkan melalui dasar ventrikel
Morgagni sampai sedalam 3 mm, ujung jarum akan berada infra plika
vokalis yaitu diantara m. tiroaritenoid dengan kartilago tiroid.,
kemudian disuntikkan Teflon sebanyak 0,6 - 0,8 ml (sekitar 1 ml)
3
sampai tampak korda vokalis terdorong ke garis tengah (gambar 2).
Bila suatu saat hasil augmentasi korda vokalis dengan Teflon
dianggap sudah tidak efektif lagi, dapat dilakukan penyuntikan ulang
dengan monitoring videostroboskopi.
6
Gambar 2. A. Laringoskopi direk. B.Penyuntikan Teflon transoral pada korda vokalis
sinistra. C. Lokasi penempatan Teflon di latero-posterior (paraglotis) yaitu di m.
tiroaritenoid, di sebelah medial kartilago tiroid4
Selain melalui endoskopi, injeksi Teflon dapat dilakukan
transkutan menggunakan jarum spinal 18 gauge. Lokasi penusukan di
kulit diatas membran krikotiroid, menembus tepi kaudal kartilago
tiroid dibagian tengah (midline) lalu miring ke kiri atau kanan sesuai
5
lokasi korda vokalis yang paralisis. Cara lainnya yaitu injeksi melalui
lobang kecil di kartilago tiroid ("minitirotomi"). Penempatan dan lokasi
ujung jarum dibimbing fiberscope (FOL) yang dihubungkan monitor
televisi melalui pengamatan pergerakan jaringan dengan cara
menggerakkan jarum tersebut. Teknik injeksi Teflon transkutan
dengan anestesi lokal memberi peluang yang lebih baik untuk
menempatkan Teflon dengan tepat di regio infra plika vokalis. Selain
itu, dengan anestesi lokal memungkinkan dilakukannya monitoring
5
suara saat penyuntikan. Teknik yang paling baru yaitu dengan
menggunakan spuit 10 ml dan jarum hipodermik (No. 23G x 11/4; 0,65
x 32 mm) yang sepertiga dibagian ujungnya dibengkokkan 30 derajat
(transcutaneous chordal injection with curved needie) (gambar3).
7
A
B
Gambar 3. Penyuntikan Teflon transkutan ke korda vokalis. A. Penyuntikan dengan
jarum lurus. B. Penyuntikan dengan jarum hipodermik yang telah dibengkokkan
(R)
Pasta
Teflon
(Polytef )
adalah
polimer
dari
tetrafluoroethylene, merupakan material biosintetik yang pertama kali
di desain secara spesifik untuk implan. Penyuntikan dengan Teflon
pasta diperkenalkan tahun 1962, dan mendapat persetujuan FDA
3
(Amerika) tahun 1972. Sejak itu injeksi Teflon seringkali dilakukan dan
merupakan prosedur pilihan untuk medialisasi korda vokalis yang tidak
dapat bergerak ke medial. Bahan bioinert ini relatif dapat diterima
jaringan disekitarnya (well tolerated) dan diakui sangat baik untuk
augmentasi plika vokalis. Kelebihan bahan ini adalah harganya murah,
teknik penyuntikannya mudah dan perbaikan suara dapat segera
diperoleh (90% hasilnya sangat baik). Jumlah dan lokasi penyuntikan
yang tepat merupakan kunci keberhasilan medialisasi korda vokalis
dengan Teflon. Penyuntikan yang berlebihan dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas. Dari hasil penelitian diketemukan, daerah
dibawah korda vokalis yaitu sekitar 3 mm inferior dari ujung plika
vokalis merupakan asal mula gelombang mukosa. Lokasi ini penting
untuk osilasi. Selain itu, daerah ini merupakan perluasan lapisan
8
intermediet lamina propria yang kaya akan serat elastin, asam
hialuronat, dan fibromodulin. Molekul-molekul ini sebagian besar
bertanggung jawab atas elastisitas dan viskositas yang mempunyai
3
peran penting untuk terjadinya osilasi (vibrasi). Penyuntikan atau
migrasi Teflon di daerah ini dan berdifusi akan menyebabkan plika
vokalis menjadi keras seperti batu (stony hard vocal fold). Akhir-akhir
ini penyuntikan dengan Teflon mulai jarang dilakukan oleh karena :
sering terjadi pembentukan granuloma ("Teflon granuloma") yang
kadang disertai obstruksi jalan napas, migrasi Teflon ke jaringan
sekitarnya, fiksasi aritenoid akibat proses inflamasi imunogenik,
ketidak mampuan menutup glotis posterior dan bahan ini sangat sulit
dikeluarkan melalui prosedur endoskopi bahkan tidak mungkin
5,6
(ireversibel). Saat ini injeksi pasta Teflon mulai digantikan oleh
prosedur lain yaitu bedah kerangka laring (tiropiasti) yang lebih aman
dan efektif.
Penyuntikan lemak (autologous fat) untuk medialisasi korda
vokalis dilaporkan hasil jangka pendek yang cukup memuaskan.
Sepotong lemak (kecil) yang berasal dari abdomen dan telah melalui
proses tertentu menjadi cair, disuntikkan di permukaan plika vokalis
yang mengalami paralisis. Cara seperti ini pertama kali dilakukan oleh
Brandenburg tahun 1987. Cara lainnya yaitu membuat insisi kecil di
permukaan superior plika vokalis, lalu dibuat celah (kantung) untuk
menempatkan potongan lemak, lalu di jahit. Meskipun lemak yang
disuntikkan atau di implantasikan agak sedikit lebih banyak
(overcorrection), sekitar 50-75% akan diresorbsi dalam waktu
7,8
beberapa bulan atau tahun.
Kolagen dan fasia adalah bioimplan yang juga dapat digunakan
untuk augmentasi plika vokalis. Meskipun dilaporkan hasil yang cukup
memuaskan, penyuntikan dengan menggunakan kolagen sapi
(R)
(heterologous bovine collagen) misalnya Zyderm mulai kurang
populer karena kemungkinan timbulnya respon alergi (1-2% kasus)
dan relatif cepat di absorbsi. Untuk mengatasi kelemahan ini
9
digunakan injeksi kolagen manusia yang telah digerus menjadi
potongan sangat kecil (homologous micronized collagen/alloderm)
(R)
misalnya Cymetra . Bahan ini dapat bertahan lebih lama (3-6 bulan).
Altematif lain yang dapat digunakan untuk augmentasi plika vokalis
adalah kolagen otologus (autologous collagen) dan fasia otologus.
Beberapa peneliti melakukan transplantasi fasia otologus. Berbeda
dengan Teflon, lokasi penempatan kolagen, fasia dan lemak harus di
ruang Reinke atau sangat superfisial, oleh karena bila mengenai
lamina propia dapat menyebabkan kekakuan plika vokalis. Teknik
medialisasi korda vokalis dengan menggunakan bahan ini terutama di
indikasikan untuk plika vokalis yang mengalami pembentukan jaringan
parut (scarred). Meskipun kolagen dan fasia juga mengalami resorbsi,
9,10
namun relatif lebih lama dibandingkan dengan injeksi lemak.
Tindakan penyuntikan dengan bahan-bahan ini dapat diulangi
beberapa kali sampai terjadi penyembuhan, atau dilakukan prosedur
lain yang lebih permanen.
Penyuntikan dengan calcium hydroxyapatite gel (Radiance
(R)
(R)
FN ; Bioform ) dilaporkan hasil yang memuaskan dan tidak dijumpai
11
pembentukan granuloma.
Dekade yang lalu diketemukan bahan aloplastik seperti silikon
(R)
(R)
yaitu polydimethylsiloxane gel (Bioplastique ; Bioplasty ).
Penyuntikan bahan ini untuk augmentasi korda vokalis dilaporkan hasil
yang baik yaitu didapatkan perbaikan suara sampai 7 tahun. Bahan ini
telah digunakan secara luas di Asia dan Eropa, namun belum
10-11
mendapat persetujuan FDA.
2.
10
Bedah kerangka laring
Sebagai alternatif pengganti augmentasi korda vokalis dengan
Teflon, beberapa ahli melakukan pembedahan kerangka laring
(laryngeal framework surgery) yang disebut sebagai laringoplasti
(tiroplasti). Tiroplasti ini merupakan pembedahan dengan pendekatan
eksternai yang terdiri dari berbagai prosedur untuk mengubah bentuk
dan tensi (tegangan) plika vokalis sehingga dapat mempengaruhi
penutupan glotis dan tingginya nada suara (vocal pitch). Diantara
berbagai prosedur pembedahan yang bertujuan untuk medialisasi
korda vokalis (surgical medialization of the vocal fold) yang paling
2,3,12,13,14,15
sering dilakukan adalah laringoplasti / tiroplasti medialisasi.
TIROPLASTI MEDIALISASI
Teknik dasar Tiroplasti medialisasi diperkenalkan oleh Nobuhiko
Isshiki, MD sejak 25 tahun yang lalu, dan sampai sekarang masih terus
mempelajari konsep mengenai penyesuaian posisi dan tegangan plika
vokalis guna mencapai fungsi vokal yang optimal. Keberhasilan teknik
Tiroplasti medialisasi ini sangat berkaitan dengan faktor anatomi. Pada
3
prinsipnya tiroplasti dapat dibedakan dalam 4 tipe. (gambar 4)
Type I: Lateral compression
Type III: Shortening
Type II: Lateral Expansion
Type IV: Lengthening
Cricothyroid
Approximation
Gambar 4. Tiroplasti tipe I - IV
11
Isshiki merekomendasikan penggunaan Tiroplasti tipe 1 untuk
terapi paralisis aduktor korda vokalis unilateral. Prosedur operasi Tiroplasti
12, 14
tipe I ini meliputi:
1. pembuatan lubang di kartilago tiroid,
2. mendorong jaringan dibawah kartilago tiroid kearah medial, dan
3. mempertahankan posisi medialisasi ini dengan memasang
potongan kartilago tiroid (thyroid cartilage wedge) yang didapat
(dari ad. 1) disebelah lateral dari plika vokalis yang paralisis, yaitu
diantara plika vokalis dengan kartilago tiroid.
Pembuatan lubang di kartilago tiroid dilakukan dengan
menggunakan gergaji listrik (oscillating saw) dengan blade 2,5 mm.
Dimensi lubang kartilago tiroid biasanya berupa bangunan segi empat
sebagai berikut: 1) sisi segi empat dibagian atas, berjarak setengah dari
panjang thyroid notch anterior ke insersio m. krikotiroid; 2) sisi segi empat
dibagian bawah, berjarak setengah dari panjang garis segi empat superior
ke insersio m krikotiroid; 3) sisi segi empat posterior, berjarak sepertiga
sampai setengah dari midline kartilago tiroid ke insersio m. konstriktor
inferior; dan 4) sisi segi empat anterior, berjarak 5-7 mm lateral dari
midline kartilago tiroid. Melalui lubang ini, jaringan dibawah kartilago di
preparer dan di elevasi, didorong ke medial lalu digganjal dengan tulang
4,14,15
rawan atau bahan lainnya.
Gambar 5. Tiroplasti tipe I
12
Berbagai bahan dan cara telah dilakukan untuk membantu
mempertahankan korda vokalis berada dalam posisi di garis tengah saat
fonasi.
Pada awalnya untuk mengganjal digunakan potongan kartilago
tiroid yang didapatkan saat membuat lubang (gambar 6). Namun cara
seperti ini hasilnya masih kurang memuaskan oleh karena kartilago tiroid
yang di pasang (thyroid cartilage wedge) bentuknya segi empat dengan
ketebalan yang sama sehingga tidak dapat mendorong korda vokalis
kearah medial secara optimal, terutama di bagian posterior.
Upaya untuk lebih meningkatkan medialisasi korda vokalis yaitu
setelah elevasi (mengangkat) perikondrium bagian dalam (inner
perichondrium) secara hati-hati, memasukkan potongan kartilago tiroid
(autologous cartilage) lewat lubang yang ada, lalu mendorong inner
perichondrium ke medial dan dipertahankan agar tetap di tempatnya
dengan meletakkan silastik wedge, atau bagian kartilago tambahan yang
diperoleh dari bagian ujung superior kartilago tiroid.
Gambar 6. Tiroplasti medialisasi dengan kartilago
Silastik (silikon keras) atau kartilago tambahan ini ditempatkan di
bawah ujung posterior lubang untuk lebih memedialisasikan plika vokalis
didaerah itu (gambar 7). Potongan kartilago tiroid yang diletakkan ditepi
inner perichondrium ini digerakkan kearah anterior dan posterior untuk
menentukan posisi yang paling optimal (suara yang paling nyaring).
Setelah itu, dibagian luar difiksasi dengan benang nonabsorable. Selama
pelaksanaan pembedahan dilakukan monitoring posisi korda vokalis dan
13
rima glotis (jalan napas) dengan FOL dan video monitor. Kelemahan cara
4,15
ini yaitu terjadinya pergeseran atau rotasi dari kartilago yang dipasang.
Gambar 7. Tiroplasti medialisasi dengan kombinasi kartilago dan silastik
Perkembangan berikutnya dari Tiroplasti medialisasi ini yaitu
menggunakan silastik yang dibentuk saat operasi (wedge-shaped piece of
soft Silastic block). Setelah kartilago tiroid di lubangi dengan gergaji listrik
dan elevasi perikondrium sebelah dalam sampai optimal, dilakukan
pengukuran besar dan bentuk silastik atau silikon yang dibutuhkan. Hand
carved silastic (silicone) implant ini biasanya berukuran tinggi 4 - 6 mm,
lebar 8 -12 mm, kedalaman anterior 2 - 3 mm, dan kedalaman posterior 4 5 mm. Irisan Silastik (Silastic wedge) berbentuk segi empat dengan 3 sisi
yang menuju ke arah anterior ini kemudian diletakkan di celah antara inner
perichondrium dan kartilago tiroid. Sisi persegi empat bagian atas dan
bawah dimulai dari midline anterior kartilago tiroid sampai kira-kira
berjarak setengah dari batas posterior lamina tiroid. Bila diperlukan dapat
dibuat silastik dengan bentuk sedemikian rupa yang dapat digunakan
untuk mendorong aritenoid ke medial. Dengan menempatkan desain
silikon seperti ini akan mendorong korda vokalis ke medial dan merapat di
median (midline) dengan garis tepi korda yang lurus (gambar 8). Oleh
karena dibagian dasar silastik bentuknya sesuai dengan lubang di kartilago
tiroid, maka disini tidak perlu dilakukan fiksasi dengan penjahitan. Kunci
penting dari cara ini yaitu mempertahankan inner perihondrium kartilago
tiroid tetap intak terutama ke arah anterior, dan memasang implan ke arah
posterior. Dengan cara seperti ini dapat lebih dipastikan akan diperoleh
kelurusan ujung plika vokalis yang termedialisasi dari komisura anterior ke
prosesus vokalis. Pembedahan dengan menggunakan cara ini dilaporkan
hasil yang sangat baik. Kelemahan cara ini adalah membutuhkan
14
ketrampilan untuk mengukur celah antara innner perichondrium dengan
kartilago tiroid dan membentuk (mengukir) irisan silastik yang sesuai.
Kesalahan yang sering ditemukan yaitu kegagalan menentukan ukuran
(desain) implan dengan ukuran laring, dan lokasi lubang yang terlalu ke
3,4,15,16
anterior atau superior.
Gambar 8. Tiroplasi medialisasi dengan implan silastik yang dibentuk saat operasi
Evolusi Tiroplasti medialisasi terus didorong oleh penilaian suara
secara obyektif yang komprehensif. Beberapa peneliti menunjukkan
adanya kemajuan dalam : ukuran gap glotis yang signifikan selama
penilaian fonasi, waktu fonasi maksimum, aliran udara transglotis,
jitterfaktor, rasio harmonis-ke-suara, kekerasan suara, pelafalan atau
pernafasan suara, dan keparauan atau keserakan suara. Perkembangan
berikutnya yaitu diproduksinya bahan dan desain berbeda untuk implan
pada tiroplasti medialisasi, antara lain yaitu bahan implan dari silastik.
Implan silastik yang banyak digunakan (populer) buatan Montgomery.
Implan ini tersedia secara komersial dalam berbagai macam bentuk dan
ukuran. Pemasangannya mudah dan praktis. Operator hanya melakukan
15
pengukuran besarnya celah, lalu memilih implan yang sesuai. Pemasangan
implan ini kadang memerlukan suatu insisi di inferior dan posterior dari
perikondrium sebelah dalam, dan memperluas penempatan posterior
untuk me-medial-kan prosesus vokalis kartilago aritenoid. Implan lainnya
yang telah tersedia dipasaran terbuat dari hidroksiapatit dan titanium
(gambar 9)
Gambar 9. Tiroplasti medialisasi. A. Silastik Montgomery. B. Hydroxyapatite. C. Titanium
Perkembangan yang terakhir yaitu diketemukannya bahan implan
dari expanded polytetrafluoroethylene (Gore-Tex®). Penggunaan bahan
implan ini untuk medialisasi korda vokalis dilakukan pertamakali oleh
17,18
Sejak itu, silastik yang dulu
Hoffman dan McCulloh pada tahun 1999.
seringkali digunakan untuk implan pada tiroplasti medialisasi mulai diganti
dengan Gore-Tex. Bahan implan ini berupa lembaran tipis dan lunak (soft
16
tissue patch) yang dapat dipotong-potong menjadi pita panjang. Pita GoreTex ini dimasukkan lewat lubang di kartilago tiroid (tahap awal tiroplasti),
lalu diselipkan ke dalam rongga paraglotis sehingga mendorong plika
vokalis kearah medial (midline). Dengan bahan implan dan cara seperti ini
17,18,19
dilaporkan hasil perbaikan kualitas suara yang baik sekali.
Tiroplasti
medialisasi dengan Gore-Tex akan diuraikan lebih rinci di bagian belakang.
Kelebihan Tiroplasti tipe I (Tiroplasti medialisasi) dengan
menggunakan berbagai macam implan ini yaitu : teknik ini digolongkan
permanen meskipun implan yang dipasang dapat dikeluarkan melalui
pembedahan (surgically reversibel), dan sangat baik (excellent) untuk
mengatasi gap glotis di anterior. Sedangkan kelemahanya adalah lebih
19
invasif, dan kurang efektif untuk mengatasi gap glotis di posterior.
Komplikasi pasca bedah dini dari Tiroplasti medialisasi yaitu
eritema (68%), edema (76%), hematoma (28%) yang mengalami
penurunan secara graduil sampai 1 bulan setelah pembedahan. Komplikasi
lanjut berupa ekstrusi silicone wedges ke dalam lumen laring, inflamasi
persisten plika vokalis, dan celah anterior di mukosa plika vokalis akibat
penempatan silicone wedge yang tidak tepat. Komplikasi yang paling
umum terjadi adalah kegagalan memperoleh perbaikan suara, kompromi
saluran udara, dan migrasi implan. Problema yang sering dijumpai yaitu
glotis posterior yang kurang dikoreksi (undercorrection), penempatan
implan yang terlalu tinggi (misplacement), ekstrusi implan, koreksi yang
2
terlalu ke anterior, dan gap glotis yang kurang dikoreksi (undercorrection).
Untuk mengatasi posterior gap ini, Tiroplasti medialisasi seringkali
dikerjakan bersama dengan aduksi aritenoid.
Aduksi aritenoid
Tujuan dilakukan aduksi kartilago aritenoid yaitu untuk
mengurangi inkompetensi glotis yang besar, terutama di bagian
2,3,4
Teknik aduksi aritenoid dikemukakan pertama kali oleh
posterior.
Ishiiki, kemudian di modifikasi oleh Zeitel dan kawan-kawan. Prosedur
17
aduksi aritenoid dilakukan dengan menggunakan benang nonabsorbable
yang di lewatkan disekitar prosesus muskularis aritenoid melalui kartilago
tiroid anterior, lalu ditarik dengan tegangan yang cukup kuat untuk
mengaduksi aritenoid ke garis tengah sehingga menutup komisura
posterior.
Hasil penelitian Isshiki menunjukkan bahwa aduksi aritenoid yang
dikerjakan secara tersendiri tidak mampu menghasilkan penutupan glotis
yang adekuat secara konsisten. Sebagian pasien yang dilakukan aduksi
aritenoid saja ternyata memerlukan terapi lanjutan untuk augmentasi
glotis anterior, baik dengan injeksi lemak maupun tiroplasti medialisasi. Ini
berarti bahwa sebagian besar penderita paralisis aduktor korda vokalis
unilateral yang di terapi dengan aduksi aritenoid akan dilakukan juga
3,12
tiroplasti medialisasi konkomitan.
Beberapa ahli sepakat pentingnya melakukan pemeriksaan yang
teliti untuk menentukan apakah Tiroplasti medialisasi dilakukan secara
tersendiri ataukah dikombinasi dengan aduksi aritenoid. Namun sebagian
besar ahli cenderung mengabaikan hasil assessment dan penderita tetap
dipersiapkan untuk dilakukan aduksi aritenoid. Dengan demikian apabila
tindakan Tiroplasti medialisasi saja tidak dapat memberikan hasil yang
memuaskan berupa kualitas suara yang adekuat (nyaring) sewaktu
dilakukan pembedahan, maka dapat langsung dilakukan aduksi aritenoid.
Aduksi aritenoid dapat dikerjakan melalui insisi yang sama dengan hanya
4
membutuhkan sedikit peralatan ekstra.
Teknik aduksi aritenoid secara ringkas sebagai berikut. Mula-mula
m. konstriktor faringealis inferior di insisi sampai terlepas dari origonya di
garis oblikus kartilago tiroid sampai tepi posterior kartilago tiroid. Mukosa
sinus piriformis kemudian ditarik keluar permukaan kartilago tiroid
menggunakan kombinasi antara diseksi tajam dan tumpul. Tidak perlu
dilakukan disartikulasi sendi krikotiroid. Diseksi dilanjutkan sampai
prosesus aritenoid bisa dipalpasi. Selanjutnya dengan menggunakan
benang non absorable 4-0 dibuat jahitan (sutura) di sekitar processus
muskularis aritenoid. Sebuah kateter pembuluh darah dengan ukuran 1418
16 gauge dilewatkan melalui tepi anteroinferior kartilago tiroid ipsilateral,
tepat dari lateral ke midline, kemudian di miringkan ke arah posterior dan
lateral lamina tiroid sampai keluar ke surgical field tepat di lateral kartilago
aritenoid. Benang Prolene dilewatkan melalui lumen kateter pembuluh
darah tersebut dan keluar lagi ke permukaan anterior ala tiroid.
Selanjutnya benang ditarik (traksi) dengan tegangan yang cukup kuat lalu
diikat dengan menggunakan bantalan (two-hole microsurgical plate).
Tindakan ini akan merotasikan prosesus vokalis aritenoid ke medial
sehingga terjadi aduksi korda vokalis (gambar 10). Medialisasi yang tepat
4
diverifikasi dengan nasolaringoskopi fleksibeI.
Gambar 10. Aduksi aritenoid
19
3. Reinervasi laring
Beberapa ahli melakukan kombinasi Tiroplasti medialisasi
dengan reinervasi pedikel otot syaraf. Mula-mula dilakukan insisi kulit
sesuai lipatan kulit di tepi bawah kartilago tiroid sisi yang sakit.
Muskulus platisma di insisi, lalu dibuat flap kulit ke superior dan
inferior. Tampak m. sternokleidomastoideus, m. omohioid, dan m.
sternohioid. Dilakukan identifikasi loop anterior ansa hipoglosi
(hipoglosi desenden) dan cabangnya yang menuju m. omohioid.
Nervus ini dapat ditemukan dengan memobilisasi omohioid anterior
dan laring kearah inferior. Selanjutnya dilakukan insisi pada m.
omohiod berukuran 2-3 mm dengan mengikut sertakan ujung syaraf
ini. Dengan demikian didapatkan pedikel syaraf (ansa hipoglosi) yang
ujungnya terdapat irisan muskulus (nerve muscle pedicle). Pedikel
syaraf dan otot ini di pinggirkan, lalu muskulus sternohioid (strap
muscle) di tarik ke medial sehingga tampak kartilago tiroid. Dilakukan
prosedur awal tiroplasti medialisasi yaitu membuat lubang pada
kartilago tiroid dengan bentuk segi empat, kemudian perikondrium
sebelah dalam dipisahkan sehingga tampak muskulus tiroaritenoid
lateral. Pedikel syaraf dan otot diletakkan di muskulus ini, lalu di jahit
dengan benang nilon 5-0 (gambar 11). Selanjutnya dilakukan
4
pemasangan silastik untuk mendorong korda vokalis ke median.
Gambar 11. Pedikel syaraf ansa hipoglosi dan potongan m. omohioid di jahitkan ke
m. tiroaritenoid 4
20
TIROPLASTI MEDIALISASI DENGAN GORE-TEX
Gore-Tex
merupakan
bahan
implan
dari
expanded
polytetrafluoroethylene (ePTFE). Bahan ini merupakan pengembangan
lebih lanjut (homopolymer) dari polytetrafluoroethylene. GORE-TEX ® Sheet
Biomaterial di produksi oleh W.L. Gore & Associates, Inc. Medical Products
Division Flagstaff, Arizona (Amerika). Gore-Tex soft tissue patch secara
komersial tersedia dalam bentuk lembaran lunak seperti karet tipis dengan
berbagai ukuran yaitu 10-20 cm X15-30 cm, dengan tebal 1-2 mm (gambar
12). Struktur bahan implan ini microporous dengan internodal space sekitar
17 mikron. Karakteristik dari Gore-Tex (ePTFE) yaitu bahan implan ini
biokompatibel, inert, tipis, mudah dibentuk sesuai kebutuhan (malleable),
lunak seperti fasia (fascia like tissue), mudah dipasang (superior handling),
reaksi pembentukan jaringan ikat (scar) minimal, respon jaringan tubuh
terhadap bahan implan ini minimal, insiden adesi minimal, non fraying dan
17,18
dapat di sterilisasi ulang sampai 3 kali.
21
Selain untuk tujuan medialisasi korda vokalis, Gore-Tex soft tissue
patch ini juga digunakan di bidang bedah plastik (mis. rinoplastik, ptosis,
eyelid suspension), bedah torak (mis. hernia diafragma, thoracic wall
replacement), bedah umum (mis. hernia inguinal, prolaps rektum) dan
bedah ginekologi (mis. prolaps vagina). Tiroplasti medialisasi dengan GoreTex (ePTFE) akan diperoleh beberapa kelebihan dibandingkan dengan
bahan implan lain. Pita yang lunak dan bisa dibentuk sesuai dengan yang
dikehendaki (malleabel implant) memungkinkan pemasangan atau
pelepasan implan saat dilakukan penilaian suara dan evaluasi posisi plika
vokalis. Berbeda dengan tiroplasti medialisasi dengan menggunakan
silastik yang memeriukan ketrampilan mengiris (carving) maupun silastik
Montgomery yang memeriukan ketrampilan meletakkan implan melalui
lubang kecil di kartilago tiroid, implan Gore-Tex dapat langsung di
insersikan dengan mudah tanpa perlu melakukan modifikasi atau merubah
bentuk/ukuran implan. Tingkat medialisasi yang optimal dapat segera
diperoleh hanya dengan menambah atau mengurangi bagian pita panjang
Gore-Tex saat insersi.
Posisi pita Gore-Tex yang akurat sebenarnya tidak bergantung
pada ketepatan penempatan di (lubang) di kartilago tiroid. Kebanyakan
22
teknik laringoplasti medialisasi lain bergantung pada keakuratan lokasi
lubang di atas segmen plika vokalis yang akan dimedialisasikan secara
langsung. Teknik medialisasi korda vokalis dengan mengggunakan pita
Gore-Tex sebagai implan, lebih fleksibel. Dengan mengabaikan posisi
lubang, pita Gore-Tex bisa ditempatkan dimanapun di rongga paraglotis.
Dengan demikian posisi lubang di kartilago tiroid tidak terlalu
berpengaruh, oleh karena pita Gore-Tex dapat di insersikan ke regio yang
tidak menjadi bagian dasar dari lubang. Sama seperti laringoplasti
medialisasi lain, dapat terjadi edema sebagai akibat dari manipulasi
jaringan sekitar korda vokalis. Oleh karena itu dianjurkan untuk medialisasi
korda vokalis agak sedikit melewati garis tengah kira-kira seluas 2-3 mm
(overcorrection). Sebelum operasi, penderita diberitahu bahwa bisa saja
terjadi evolusi gradual dalam hal kualitas suara setelah pembedahan selagi
edema mengalami penyembuhan dan terjadi adaptasi terhadap konfigurasi
17,18,19,20
korda vokalis yang baru.
Tiroplasti medialisasi dengan Gore-Tex dilaporkan keberhasilan
18,19,20
Kegagalan hanya sekitar 10%.
yang tinggi yaitu sekitar 90%.
21
Dilaporkan 1 penderita mengalami ekstrusi dari Gore-Tex yang dipasang.
Persiapan
Premedikasi, pemasangan jarum infus (IV catheter), pemberian
antibiotik dan kortikosteroid. Di kamar operasi diberikan sedasi intravena
(midazolam, fentanyl citrate, atau propofol). Selama prosedur awal
pembedahan penderita akan mengalami sedasi berat, namun sampai di
akhir prosedur masih tetap dapat memberi respon yang memungkinkan
penilaian suara penderita. Penderita dalam posisi tidur terlentang (supine)
dengan bahu diganjal bantal tipis agar leher sedikit ekstensi. Kapas di
rongga hidung yang telah dibasahi larutan fenileprin 0,25% atau
oxymetazoline HCI 0,25% dan tetrakain 1 % dilepas. Diberikan oksigen
melalui kanula nasalis dan pemasangan peralatan untuk monitor fungsi
vital seperti irama jantung (ECG), tensimeter dan pulse oximeter. Dilakukan
pemeriksaan laringoskopi serat optik fleksibel trans-nasal untuk
memastikan adanya paralisis korda vokalis, lokalisasi dan besarnya gap
23
(serta untuk evaluasi perubahan yang terjadi selama dan pasca
pembedahan). Alat laringoskop serat optik fleksibel ini dihubungkan
dengan monitor televisl agar seluruh tim operasi dapat melihat perubahan
yang terjadi di laring. Kulit leher di desinfeksi dengan povidone iodine,
dipasang dekken doek lalu ditutup duk steril dengan daerah operasi mulai
dari dagu sampai klavikula. Cara seperti ini memungkinkan insersi nasal
intermiten laringoskopi serat optik fleksibel selama menjalani prosedur
pembedahan untuk menilai posisi korda vokalis.
Teknik pembedahan
Dimulai dengan membuat marker dan garis insisi di kulit leher
dengan menggunakan biru metilen (gambar 13). Selanjutnya dilakukan
penyuntikan obat anestesi lokal (lidokain 1% dengan epinefrin 1 :100.000,
atau kombinasi dengan Bupivacain 0,25%) terutama didaerah yang
dipersyarafi n. laringeus superior.
Insisi kulit dengan arah horizontal sesuai garis lipatan kulit dipertengahan
lamina tiroid sepanjang 4-5 cm; dimulai dari garis tengah (midline) ke
lateral sampai tepi anterior muskulus sternokleidomastoid.
Gambar 13. Lokalisasi insisi kulit di leher, mulai garis tengah faring sampai tepi anterior
m. sternokleidomastoid
24
Insisi diperdalam sampai memotong muskulus platisma, jaringan
dibawahnya di preparer lalu muskulus sternohioid (strap muscle) di
retraksi ke lateral dengan hook trakeotomi. Selama diseksi ini disuntikkan
beberapa kali obat anestesi lokal di otot sekitar daerah pembedahan.
Diseksi diteruskan sampai tampak thyroid notch, membran kriko-tiroid dan
kartilago krikoid. Setelah tampak lamina kartilago tiroid, dilakukan diseksi
muskulus tiro-hioid yang melekat di garis oblikus dan tuberkel inferior.
Selanjutnya dilakukan insisi perikondrium (outer perichondrium) diatas
lamina tiroid ipsilateral dengan bentuk melengkung mulai dari medial ke
lateral. Meskipun dibutuhkan lapangan yang cukup luas untuk prosedur
operasi berikutnya, disarankan untuk tidak melakukan diseksi daerah
sekitar lamina posterior. Posisi pembedahan yang optimal berupa ekstensi
lamina (kartilago) tiroid dapat diperoleh dengan bantuan benang jahit
(sutura) melalui prominensia laringeal atau menggunakan pengait yang
memungkinkan retraksi medial dan rotasi laring. Lapangan operasi
dipertahankan dengan memasang retraktor (sprijder).
Gambar 14. A. Lokasi lubang di kartilago tiroid. B. Pembuatan lubang dengan bor
Pembuatan lubang di kartilago tiroid dengan menggunakan bor
(rotating cutting burr) dengan mata bor ukuran 2-3mm. Dibuat lubang
dengan ukuran vertikal: 5-7 mm, dan horizontal: 10-12 mm. Lokasi lubang
25
ini yaitu 1 cm posterior dari garis tengah laring (midline) dan 3-5 mm diatas
tepi bawah kartilago lamina tiroid (gambar 14).
Selanjutnya inner perichondrium di preparer (undermining)
dengan menggunakan chisel elevator secara sirkumferensial dari bagian
bawah permukaan kartilago tiroid sampai sekitar4-5 mm terutama kearah
anterior, inferior dan posterior dari lubang (gambar 15). Disarankan untuk
menghindari preparasi berlebihan kearah anterior dan superior. Preparasi
kearah inferior memungkinkan hubungan langsung antara lubang dengan
ruang krikotiroid selagi suatu elevator dilewatkan di bawah penopang
kartilago inferior (inferior cartilage strut). Perikondrium bagian dalam
dipertahankan tetap intak, tetapi bila perlu dapat di insisi (midline anterosuperior) dengan pisau secara hati-hati untuk memungkinkan medialisasi
plika vokalis yang optimal tanpa adanya hambatan lateral.
Dilakukan pemeriksaan FOL untuk mengevaluasi posisi korda
vokalis dan penilaian suara penderlta sebelum pemasangan implan.
Melalui lubang yang dibuat di kartilago tiroid, dimasukkan pita
Gore-Tex (ePTFE) dengan menggunakan chisel elevator. Pita Gore-Tex
dengan lebar 3 mm (atau 5-10 mm) diperoleh dengan cara memotong
Gore-Tex soft tissue patch secara garis lurus atau melingkar seperti bentuk
spiral (gambar 16).
Gambar 15. Pembuatan lubang di kartilago tiroid dengan bor, dilanjutkan preparasi
perikondrium sebelah dalam
26
Gambar 16. Pemotongan pita Gore-Tex dalam bentuk spiral dengan ukuran lebar 5-10 mm
Sebelum dimasukkan (insersi), pita Gore-Tex ini direndam dulu
dalam larutan antibiotik (bacitracin). Untuk memastikan stabilisasi implan
(Gore-Tex) yang adekuat dan memaksimalkan medialisasi yang tepat
setinggi inferior, maka pita Gore-Tex dimasukkan di sekitar penopang
kartilago inferior (inferior cartilage strut). Dengan menggunakan chisel
elevator, pita Gore-Tex dimasukkan dan didorong terutama kearah
posterior, inferior dan anterior (gambar 17). Selama proses insersi pita
Gore-Tex ini dilakukan evaluasi posisi korda vokalis dengan FOL dan
monitor televisi serta penilaian suara penderita. Setelah didapatkan suara
yang nyaring (optimal), proses insersi pita Gore-Tex dihentikan.
A
B
27
Pita Gore-Tex 
Gambar 17. A. Insisi Perikondrium sebelah luar dan dibuat flap perikondrium.
B.C. Insersi Gore-Tex untuk medialisasi korda vokalis melalui lubang di kartilago tiroid
Sebagian pita Gore-Tex yang terletak disebelah luar
dipertahankan dengan cara menyisipkan di bawah kartilago tiroid yang
membentuk tepi lubang. Selanjutnya pita Gore-Tex difiksasi dengan 2
jahitan menggunakan benang monofilamen 4-0. Benang ini mula-mula
dilingkarkan ke pita Gore-Tex lalu di ikat, pita dimasukkan secara
sirkumferensial mengelilingi penopang kartilago inferior, lalu jarum benang
tersebut ditembuskan ke kartilago tiroid di atas lubang kemudian di ikat.
Dilakukan pemeriksaan endoskopi (FOL) ulang yang terakhir untuk
memastikan posisi korda vokalis pasca medialisasi dengan Gore-Tex, dan
penilaian suara penderita. Selanjutnya daerah operasi di irigasi dengan
larutan normal salin, jaringan lunak dan m. sternohioid dikembalikan ke
posisi semula lalu dijahit benang absorbable 4-0, dipasang drain Penrose.
Luka insisi kulit di jahit dengan continuous 5-0 monofilament absorbable
suture, diolesi salep antibiotika lalu ditutup kasa steril.
Perawatan pasca bedah
Penderita diobservasi ketat selama semalam, diberikan
deksametason 10 mg, antibiotik dan analgetik (i.v.). Ke esokan harinya
drain dilepas, bila tidak ditemukan komplikasi (mis. obstruksi jalan napas,
perdarahan, gangguan menelan atau gangguan kesehatan lainnya)
28
penderita dipulangkan dengan diberi antibiotik oral, analgetik dan anti
inflamasi selama 1 minggu pasca-operasi. Saat itu penderita kontrol (1
minggu) dilakukan pemeriksaan luka operasi dan angkat jahitan. Penderita
disarankan untuk "istirahat bersuara" (resting vocal) secara total selama 48
jam setelah operasi, diikuti oleh konservasi suara selama 2 minggu.
Pemeriksaan videostroboskopi ulang dikerjakan sekitar 6 minggu setelah
pembedahan untuk menilai hasil sementara.
RINGKASAN
Ahkir-akhir ini telah terjadi perkembangan pesat di bidang bedah
fono. Penyuntikan Teflon untuk tujuan medialisasi korda vokalis yang dulu
seringkali dilakukan, mulai diganti dengan teknik lain yang lebih aman dan
efektif. Teknik bedah kerangka laring yang paling sering dilakukan adalah
Tiroplasti tipe I. Teknik operasi Tiroplasti medialisasi ini cukup sederhana
dan tidak begitu invasif. Prosedur operasi terdiri dari penempatan implan
ke dalam kantung yang dibentuk dengan diseksi jaringan ikat disebelah
dalam (inner perichondrium) tulang rawan tiroid melalui lubang kecil di
lamina kartilago tiroid. Bahan implan yang banyak digunakan untuk
medialisasi korda vokalis adalah silastik. Beberapa tahun belakangan ini
sering
dilaporkan
penggunaan
Gore-Tex
(expanded
polytetrafluoroethylene) untuk medialisasi korda vokalis dengan hasil yang
sangat baik. Kelebihan Tiroplasti medialisasi dengan Gore-Tex yaitu murah,
aman, pemasangannya mudah dan angka keberhasilannya tinggi (sekitar
90%).
DAFTARPUSTAKA
1.
2.
Zeitels S.M.,Healy GB. Laryngology and phonosurgery. N. Engl J Med
2003; 349: pp 882-92
Ford CN. Advances and refinements in phonosurgery. Laryngoscope
109: December 1999: pp 1891-1900.
29
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
30
Berke GS. Voice disorders and phonosurgery. In: Otolaryngology Head and neck surgery. Berkes GS. Los Angeles, California, pp 627-639
Tucker HM. Phonosurgery for voice disorders. In: The larynx, 2nd ed.
Thieme Medical Publisher Inc., New York 1993, pp 268-278
Strasnick B, Berke GS, Ward PH. Transcutaneous Teflon injection for
unilateral vocal cord paralysis: An update. Laryngoscope 101: July
1991, pp 785-787
Yeretsian RA, Blodgett TM, Branstetter BF, Roberts MM, Meltzer CC.
Teflon induced granuloma: A false positive finding with PET resolved
with combined PET and CT. AJNR Am J Neuroradio 24:1164-1166,
June/July 2003, pp 1164-1166
Sato K, Umeno H, Nakashima I Autologous fat injection
laryngohypopharyngoplasty for aspiration after vocal fold paralysis.
Ann Otol Rhinol Laryngol 113:2003, pp 87-96
Hsiung MW, Woo R Minadian A, Mojica JS. Fat augmentation for
glottic insufficiency. Laryngoscope 110: June 2000, pp 1026-1033
Tsunoda K, Takanosawa M, Niimi S. Autologous transplantation of
fascia into the vocal fold: A new phonosurgical technique for glottal
incompetence. Laryngoscope 101: March 1999, pp 504-508
Zapanta PE, Bielamowicz A. Lafyngeal abscess after injection
laryngoplasty with Micronized AlloDerm. Laryngoscope 114:
September 2004, pp 1522-1524
Chhetri DK, Parwar BJ, Hart SD, Bhuta SM, Berke GS. Injection
laryngoplasty with calcium hydroxylapatite fel implant in an vivo
canine model. Ann Otol Rhinol Laryngol 113:2004, pp 259-264
Isshiki N, Taira T, Kojima H, Shoji K. Recent modifications in thyroplasty
type I. Ann Otol Rhinol Laryngol 98:1999, pp 777-779
Gillespie B. New form of medialization thyroplasty treats vocal cord
motion impairment Otolaryngology Head and Neck surgery.
http://www.musc.edu/enVnew5Ahyr0plasty.html
Herman C. Medialization thyroptesty for unilateral vocal cord paralisis.
AORN Journ, March, Vol 75,No3,2002,pp512-522
15. Lu PL, Casiano RR, Lundy OS, Xue JW. Longitudinal evaluation of vocal
function after Thiroplasty Type I in the treatment of unilateral vocal
paralysis. Laryngoscope 106: May 1996: pp 573-577
16. Shirley
DM.
Medialization
thyroplasty.
H:/www.bcm.edu/oto/grand/040998.htm
17. McCulloch TM, Hoffman HI Medialization laryngoplasty with expanded
polytetrafluoroethylene. Surgical technique and preliminary results.
Ann Otol Rhinol Laryngol 107:1998, pp 427 – 432
18. Hoffman HT, McCulloch TM. Medialization laryngoplasty with GoreTex. In: Operative techniques in Otolaryngology-Head and Neck
Surgery, Vol 10, No.1 (Mar), 1999, pp 6-8
19. Giovanni A, Vallicioni JM, Gras R, Zanaret M. Clinical experience with
Gore-Tex for vocal fold medialization. Laryngoscope 109: February
1999, pp 284-288
20. Zeitels SM, Mauri M, Dailey SH. Medialization laryngoplsty with GoreTex for voice restoration secondary to glottal incompetence:
indication and observations. Ann Otol Rhinol Laryngol 112:
2003, pp 180-184
21. Laccourrreye 0, Hans S. Endolaryngeal extrusion of expanded
polytetrafluoroethylene implant after medialization thyroplasty. Ann
Otol Rhinol Laryngol 112:2003, pp 962-970
Pengalaman melakukan Tiroplasti Medialisasi dengan Gore-Tex
Kasus 1
CH, laki-laki 44 tahun, pekerjaan polisi, alamat Situbondo. Datang
di Poliklinik THT RSU Dr. Soetomo tanggal 22 Desember 2004 dengan
keluhan suara parau 6 minggu, terus-menerus dan paraunya menetap
(tidak bertambah). Pernah mengalami kecelakaan lalu lintas 31 Oktober
2004, 10 hari kemudian suaranya berubah parau dan sulit mengeluarkan
suara (suara seperti tercekik). Pada pemeriksaan laringoskopi indirek dan
31
videostroboskopi didapatkan paresis aduktor korda vokalis kiri. Ditegakan
diagnosis : paresis aduktor korda vokalis kiri pasca trauma. Tanggal 11
Januari 2005 dilakukan operasi tiroplasti dengan Gore-Tex (anestesi lokal).
Selama insersi pita Gore-Tex dilakukan evaluasi dengan FOL dan monitor
televisi. Setelah didapatkan suara penderita yang jauh lebih baik
dibandingkan sebelum operasi (meskipun terdengar agak berat dan seperti
tercekik), insersi Gore-Tex dihentikan. Luka operasi dijahit. Lama operasi
sekitar 30 menit Satu minggu pasca bedah, luka operasi tampak baik
(kering) dan tidak ditemukan komplikasi operasi. Evaluasi 1 bulan pasca
bedah didapatkan suara penderita yang lebih baik dibandingkan sebelum
operasi, tetapi masih agak parau. Disimpulkan, perbaikan kualitas suara
sekitar 60%. Pemeriksaan videostroboskopi tampak korda vokalis kiri dapat
merapat ditengah bahkan melewati garis tengah saat fonasi, tetapi masih
ada sedikit gap di rima glotis anterior. Plika ventrikularis kiri tampak agak
hiperemi dan menonjol.
Gambaran Hasil Stroboskopi pra bedah
32
Gambaran Hasil Stroboskopi pasca bedah
Gambaran analisa suara pra bedah
Gambaran analisa suara pasca bedah
Kasus 2
S, wanita, 37 tahun, alamat Surabaya. Datang di Poliklinik THT RSU
Dr Soetomo Surabaya tanggal 24 Agustus 2004 dengan keluhan suara
parau setelah menjalani operasi struma (28 Juni 2004). Tidak batuk
maupun sesak nafas. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek dan
videostroboskopi didapatkan paresis aduktor korda vokalis kanan.
Ditegakkan diagnosis : paresis aduktor korda vokalis kanan pasca
strumektomi. Tanggal 11 Januari 2005 dilakukan operasi Tiroplasti dengan
Gore-Tex (anestesi lokal). Selama pemasangan pita Gore-Tex dilakukan
evaluasi dengan FOL dan monitor teievisi. Setelah didapatkan suara
penderita yang berubah menjadi nyaring, insersi pita Gore-Tex dihentikan.
Luka operasi dijahit. Lama operasi sekitar 45 menit. Kontrol 1 minggu pasca
bedah, iuka operasi kering dan tidak ditemukan komplikasi operasi.
Evaluasi 1 bulan pasca bedah (15 Pebruari 2005) didapatkan suara nyaring,
jauh lebih baik dibandingkan sebelum operasi. Disimpuikan, perbaikan
kualitas suara sebesar 90%. Pada pemeriksaan videostroboskopi tampak
korda vokalis kanan dan kiri dapat merapat ditengah saat fonasi. Tidak
tampak gap glotis di posterior. Tidak tampak tanda keradangan atau
komplikasi Iain.
33
34
Gambaran Hasil Stroboskopi pra bedah
Gambaran Hasil Stroboskopi pasca bedah
Gambaran analisa suara pra bedah
Gambaran analisa suara pasca bedah
Download