ABSTRAK Telah dilakukan percobaan berjudul “Termokimia” yang bertujuan untuk menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter. Termokimia merupakan kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia. Prinsip dari percobaan adalah Asas Black, dimana Asas Black merupakan hukum yang mempelajari tentang perubahan kalor dari sistem ke lingkungan maupun sebaliknya. Kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diserap (Qlepas = Qterima). Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode kalorimetri, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kalor berdasarkan pengamatan perubahan suhu dalam sistem adiabatik, dengan menggunakan alat yang dinamakan kalorimeter. Dari hasil percobaan diperoleh kapasitas kalorimeter sebesar 208,2968 832,2426 J. J/ K dan kalor netralisasi sebesar PERCOBAAN I TERMOKIMIA I. TUJUAN PERCOBAAN Menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Termokimia Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia disebut termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi kita dapat mengukur (secara langsung dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperatur) energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai Joule. Berganti dengan kondisinya, apakah dengan perubahan energi dalam atau perubahan entalpi. Sebaliknya jika tahu C atau H suatu reaksi kita dapat meramalkan jumlah energi yang dihasilkannya sebagai kalor. (Atkins, 1994) Kimia termo mempelajari perubahan panas yang mengikuti reaksi kimia dan perubahan-perubahan fisika (pelarutan, peleburan dan sebagainya). Satuan tenaga panas biasanya dinyatakan dengan kalori, joule atau kilo kalori. 1 Joule = 10-7 erg = 0,24 kal 1 kal = 4,184 joule Untuk menentukan perubahan panas yang terjadi pada reaksi kimia, dipakai kalorimeter. Besarnya panas reaksi kimia dapat dinyatakan pada : Tekanan tetap Volume tetap (Sukardjo, 1989) Sebagian besar reaksi kimia yang terjadi,disertai dengan penyerapan atau perubahan energi. Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja. Ketika sistem bekerja / melepaskan kalor, kemampuan untuk melakukan kerja berkurang dengan kata lain energinya berkurang. (Chang, 1995) 2.2 Kalor Reaksi / Panas Reaksi Kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan energi produk dan reaktan pada volume konstan (E) atau pada tekanan konstan (H), sebagai contoh adalah reaksi : Reaktan (T) → Produk (T) E = Eproduk – Ereaktan Pada temperatur konstan dan volume konstan. H = Hproduk – Hreaktan Pada temperatur konstan dan tekanan konstan. Satuan SI untuk E dan H adalah joule, yaitu satuan energi tetapi satuan umum yang lain adalah kalori. Umumnya harga E atau H untuk tiap reaktan dan produk dinyatakan sebagai Joule mol-1 atau kJ mol-1 pada temperatur konstan tertentu, biasanya 298 K. Jika E atau H positif, reaksi dinyatakan “endotermis” dan jika E atau H negatif, reaksi disebut “eksotermis”. (Atkins, 1994) Proses pelepasan energi sebagai kalor disebut eksoterm. Semua reaksi pembakaran adalah eksoterm. Proses yang menyerap energi sebagai kalor disebut endoterm, contohnya adalah penguapan air. Proses endoterm dalam sebuah wadah adiabatik menghasilkan penurunan temperatur sistem, proses eksoterm menghasilkan kenaikan temperatur. Proses endoterm yang berlangsung dalam wadah diatermik, pada kondisi eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan aliran energi ke dalam sistem sebagai kalor. Proses eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan pembebasan energi sebagai kalor dalam lingkungan. (Dogra, 1990) 2.3 Pengukuran Panas Reaksi Proses reaksi diukur dengan bantuan kalorimetri. Harga E diperoleh apabila reaksi dilakukan dalam kalorimeter bom, yaitu pada volume konstan dan H adalah proses reaksi yang diukur dengan tekanan konstan dalam gelas piala atau labu yang diisolasi, botol termos, labu dewar, dan lain-lain. Karena diperinci dengan baik, maka panas yang dikeluarkan atau diabsorpsi hanyalan fungsi-fungsi keadaan, yaitu Qp = H atau Qv = E adalah fungsi keadaan. Besaran-besaran ini dapat diukur oleh persamaan : Q = E atau H = (produk, kalorimeter) dT Dimana C1 dapat berupa Cv untuk pengukuran E dan Cp untuk H. Dalam banyak percobaan, C1 untuk kalorimetri dijaga tetap konstan. (Dogra, 1990) 2.4 Penetapan Panas Reaksi 2.4.1 Panas Pembentukan Merupakan panas reaksi pada pembentukan 1 mol suatu zat dari unsur-unsurnya. Jika aktivitas pereaksinya 1, hal ini disebut panas pembentukan standar H. (Sukardjo, 1989) 2.4.2 Panas Pembakaran Merupakan panas yang timbul pada pembakaran 1 mol suatu zat. Biasanya panas pembakaran ditentukan secara eksperimen pada V tetap dalam bomb-kalorimeter. Sehingga dapat dicari H : H = E + P . V (Sukardjo, 1989) 2.4.3 Hukum Thermonetral Pada pencampuran larutan encer dua buah garam dari asam dan basa kuat, perubahan panasnya nol bila tidak terjadi reaksi antara keduanya. Misal : KNO3(aq) NaBr (aq) K(aq) NO3(aq) Na(aq) Br (aq) KBr(aq) NaNO3(aq) H = 0 K(aq) Br (aq) Na(aq) NO3(aq) H = 0 Disini ternyata bahwa pereaksi dan hasil reaksi sama, sehingga H = 0. Bila pada pencampuran tersebut terjadi reaksi kimia, hukum di atas tidak berlaku lagi. (Sukardjo, 1989) 2.4.4 Hukum Ketetapan Panas Netralisasi Panas yang timbul pada penetralan asam kuat dan basa kuat, tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang terbentuk. Bila asam atau basanya lemah, panas netralisasi tidak lagi tetap, sebab ada panas yang diperlukan untuk ionisasi. (Sukardjo, 1989) Panas reaksi yang mengakibatkan dan melibatkan netralisasi asam oleh basa dikenal sebagai panas netralisasi. Panas netralisasi asam kuat dan basa kuat adalah konstan, yaitu -55,90 kJmol-1. Tetapi panas netralisasi asam lemah dan basa lemah kurang dari -55,90 kJmol-1, karena asam atau basa menjadi ion-ion kation dan anion, sedangkan asam kuat dan basa kuat terdisosiasi sempurna dan reaksinya hanyalah : H+ (dalam air) + OH- (dalam air) = H2O Sehingga : H = H ionisasi + H netralisasi (Dogra, 1990) 2.4.5 Panas Pelarutan 2.4.5.1 Panas Pelarutan Integral Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut, panas integral ini besarnya panas pelarutan tergantung jumlah mol zat pelarut dan zat terlarut. (Dogra, 1990) 2.4.5.2 Panas Pelarutan Diferensial Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan yang tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik, didefinisikan , yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan dideferensial dapat diperoleh dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsentrasi. Jadi panas pelarutan deferensial tergantung pada konsentrasi larutan. (Dogra, 1990) 2.4.6 Panas Pembentukan Ion Pengertian ini diadakan untuk mengadakan perhitungan panas reaksi untuk larutan-larutan elektrolit. (Sukardjo, 1989) 2.4.7 Panas Hidrasi Merupakan panas yang timbul atau diperlukan pada pembentukan hidrat-hidrat, seperti : CaCl2(s) 2H2O(l) CaCl2 H2O(s) H = -7960 kal Besarnya panas hidrasi dapat dicari dari panas pelarutan integral. (Sukardjo, 1989) 2.5 Perubahan Entalpi Standar Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika / kimia biasanya dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi standar. Dalam banyak pembahasan kita akan memperhatikan perubahan entalpi standar H, yaitu perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan akhirnya ada dalam keadaan standar. (Atkins, 1994) 2.5.1 Entalpi Perubahan Fisik Perubahan entalpi standar yang menyertai perubahan keadaan fisik disebut entalpi transisi standar dan diberi notasi Htas. Contohnya adalah entalpi penguapan. (Atkins, 1994) 2.5.1.1 Entalpi Penguapan Standar (Huap) Merupakan penguapan entalpi permol jika cairan murni pada tekanan 1 bar menguap menjadi gas pada tekanan 1 bar, seperti dalam : H2O(l) Huap (373 K) = 40,66 kJmol-1 H2O(g) Huap merupakan perubahan entalpi ketika reaktan dalam keadaan standar berubah menjadi produk dalam keadaan standar. (Atkins, 1994) 2.5.1.2 Entalpi Sublimasi Standar (Hsub) Entalpi standar untuk proses dimana padatan menguap, tidak bergantung pada jalan antara 2 keadaan yang berarti nilai H yang sama diperoleh bagaimana pun perubahan yang dihasilkan. Contohnya dapat membayangkan sublimasi zat A terjadi secara langsung. A(s) Hsub (T) A(g) Walaupun demikian hasil keseluruhan yang sama akan diperoleh jika padatan dianggap meleleh pada temperatur T dan kemudian menguap pada temperatur tersebut. A(s) A(l) A(l) A(g) Keseluruhan A(s) Hfus (T) Huap (T) A(g) Hfus (T) + Huap (T) (Atkins, 1994) 2.5.1.3 Entalpi Peleburan Standar (Hfus) Dimana es pada tekanan 1 bar molekul menjadi cair pada tekanan 1 bar. Contohnya Hfus seperti dalam : H2O(s) H2O(l) Hfus (273) = + 6,01 kJmol-1 Karena keseluruhan hasilnya sama, perubahan entalpi keseluruhan juga sama dalam kedua kasus tersebut dan seperti disimpulkan bahwa : Hsub (T) = Hfus (T) + Huap (T) Kesimpulan bahwa entalpi peleburan selalu positif, maka entalpi simulasi suatu zat selalu lebih besar dari pada entalpi penguapannya. (Atkins, 1994) 2.5.1.4 Entalpi Pelarutan Standar (Hsel) Perubahan entalpi standar jika zat itu melarut dalam pelarut dengan jumlah tertentu. Entalpi pembatas adalah perubahan entalpi standar jika zat melarut dalam pelarut dengan sejumlah tak hingga, sehingga interaksi antara dua ion (atau molekul terlarut) untuk zat bukan elektrolit dapat diabaikan. (Atkins, 1994) 2.5.1.5 Entalpi Pengionan Dua perubahan entalpi yang sangat penting adalah perubahan entalpi yang menyertai pembentukan kation dan anion dari atom-atom dan molekul-molekul fase gas. Entalpi pengionan H adalah perubahan entalpi standar untuk penghilangan satu elektron. A. Entalpi Pengionan 1 Merupakan perubahan energi dalam untuk proses yang sama pada T = 0. B. Entalpi Perolehan Elektron Pengaruh entalpi standar yang menyertai pelekatan elektron pada suatu atom, ion atau molekul dalam fase gas adalah entalpi peroleh elektron Hea. E(g) + e-(g) E- Hea (Atkins, 1994) 2.5.1.6 Entalpi Pembentukan dan Disosiasi Ikatan Merupakan entalpi standar untuk proses dimana ikatan A-B dipatahkan. A-B(g) A(g) + B(g) H = (A-B) A dan B dapat berupa atom atau kelompok atom, seperti dalam : CH3OH(g) CH3(g) + OH(g) H(CH3OH) = + 380 kJmol-1 A. Entalpi Ikatan Rata-rata (A-B) Merupakan nilai entalpi disosiasi ikatan dari ikatan A-B yang dirata-ratakan dari suatu senyawa serumpun. B. Entalpi Pengatoman Perubahan entalpi standar yang menyertai pemisahan semua atom dalam suatu zat (dapat berupa unsur atau senyawa) (Atkins, 1994) 2.5.2 Entalpi Perubahan Kimia 2.5.2.1 Entalpi Pembakaran Standar (Hc) Merupakan entalpi reaksi standar untuk oksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O bagi semua yang mengandung C, H, O dan D menjadi N2 bagi senyawa yang mengandung N. (Atkins, 1994) 2.5.2.2 Entalpi Hidrogenasi Standar Entalpi reaksi standar untuk hidrogenasi senyawa organik tak penuh. Dua hal yang sangat penting adalah hidrogenasi etana dan benzena. (Atkins, 1994) 2.5.3 Entalpi Pembentukan Entalpi pembentukan standar (Hf) adalah suatu zat dimana entalpi reaksi standar untuk pembentukan zat itu dari unsur-unsurnya dalam keadaan referensinya. Keadaan referensinya suatu unsur adalah keadaan yang paling stabil pada temperatur tertentu atau tekanan 1 bar. Entalpi pembentukan standar unsur-unsur dalam keadaan referensinya adalah nol pada semua temperatur, karena entalpi tersebut adalah entalpi dari reaksi “nol”. H 298 = Hf (produk) - Hf (reaktan) (Atkins, 1994) 2.6 Variasi Entalpi dengan Temperatur Entalpi suatu zat bertambah jika zat tersebut dipanaskan, oleh karena itu entalpi reaksi berubah dengan perubahan temperatur. Karena entalpi setiap zat dalam suatu reaksi bervariasi dengan cara yang khas. (Atkins, 1994) 2.7 Kapasitas Kalor Zat 2.7.1 Kapasitas kalor pada volume tetap Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada kondisinya, misalnya sistem itu terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat melakukan kerja. Jenis apapun kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT adalah dq V = Cv dT, dengan Cv sebagai kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena du = dqv dapat dituliskan dv = Cv dT pada volume tetap dan menyatakan Cv = dengan volume tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap selama perubahan variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial” terhadap variabel yang berubah. Notasi d digantikan dengan dalam variabel yang dibuat tetap ditambahkan subskrip. Cv = (Atkins, 1994) 2.7.2 Kapasitas kalor pada tekanan tetap Kalor yang diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama adalah dq D = Cp dT dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada tekanan tetap. Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang diberikan sebagai kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak khusus digunakan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara umum Cv berbeda dengan Cp karena dqp = dH, maka : Cp = (Atkins, 1994) 2.8 Ketergantungan reaksi terhadap temperatur Jika perubahan temperatur (T) sangat kecil, maka perubahan entalpi zat tersebut adalah Cp dT, oleh karena itu untuk perubahan temperatur dari T 1 ke T2 , entalpi zat berubah H(T1) menjadi : H(T2) = H(T1) + dengan Cp = – dengan Cp(j) sebagai kapasitas kalor molar zat j. (Dogra, 1990) 2.9 Ketergantungan perubahan entalpi reaksi pada suhu Bila perubahan entalpi reaksi pada suhu diketahui, maka perubahan entalpi reaksi pada suhu lain dapat dihitung bila kapasitas kalor pereaksi dan hasil diketahui untuk daerah suhu, di antaranya : Untuk reaksi kimia secara umum seperti yang diberikan pada persamaan : H(298K) = -64,06 kJ HCl(g) + 5H2O(g) = HCl in 5H2O Perubahan entalpi diberikan persamaan : H = ViHi …….. (2.10.1) Laju perubahan H dengan suhu didapat dengan mendiferensiasi persamaan 2.10.1 terhadap suhu pada tekanan tetap. = vi Mengingat bahwa ………… (2.10.2) n = Cp, dapat dilihat bahwa : = vi Cpt = Cp ………… (2.10.3) (Robert, 1981) 2.10 Kalorimetri Kalorimetri didasarkan kenaikan suhu yang teramat dalam beberapa medium. Kalor spesifik dari zat adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari 1 gram zat pada 1C. Besaran lain yang berhubungan adalah kapasitas kalor yang merupakan banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat bermassa pada 1C. Banyaknya kalor yang keluar maupun masuk dari zat adalah : q = C . t t adalah perubahan suhu yang diperoleh dari tf – ti dimana tf merupakan temperatur final dan ti adalah temperatur initial. q = C (tf – ti) Sehingga persamaan kalor spesifik : q = m . . t Dimana m merupakan massa dalam gram dari zat yang menyerap kalor dan c = m. (Chang, 1995) Alat paling penting untuk mengukur kalor adalah kalorimeter bom adiabatik. Perubahan keadaan yang dapat berupa reaksi kimia berawal dalam wadah bervolume tetap yang disebut bom. Perubahan temperatur T dari kalorimeter yang dihasilkan dari reaksi sebanding dengan energi yang dibebaskan / diserap sebagai kalor. Oleh karena itu dengan mengukur T kita dapat menentukan qv. Sehingga kita dapat mengetahui V konvensi dari T menjadi qv tidak bisa lepas dari kapasitas kalor C dari kalorimeter. C adalah koefisien perbandingan antara energi yang diberikan sehingga kalor dan kenaikan temperaturnya disebabkan : q = C . T Untuk mengukur C, kita alirkan arus listrik melalui pemanas dalam kalorimeter dan kita tentukan kerja listrik yang kita lakukan padanya. (Atkins, 1994) 2.11 Hukum Hess Penerapan hukum pertama disebut hukum Hess : “Entalpi reaksi secara keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari suatu reaksi.” (Atkins, 1994) Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian dari banyak reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui panas reaksi dari masing-masing tahap di atas, maka panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkan atau mengurangi panas reaksi dari masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau dikurangi secara aljabar, disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan. Dasar dari hukum ini adalah entalpi atau energi internal merupakan suatu besaran yang tidak tergantung pada jalannya reaksi, yaitu : H = H1 + H2 + H3 ……… atau qp = qp + qp + qp ………... (Dogra, 1990) 2.12 Asas Black Asas Black menyatakan jumlah kalor yang masuk sama dengan jumlah kalor yang dilepaskan pada suatu sistem. (Mulyono, 2001) 2.13 Reaksi Endoterm dan Eksoterm Reaksi endoterm merupakan reaksi kimia yang berlangsung dengan penyerapan kalor. Sedangkan reaksi eksoterm merupakan reaksi kimia yang berlangsung dengan pelepasan kalor. (Petrucci, 1987) 2.14 Entropi Bila suatu sistem mengalami perubahan isotermal dan reversible, maka besarnya perubahan entropi S ditunjukkan oleh : Sistem S = S2 – S1 T qs Sistem S = atau dS = Suatu entropi = kalori per derajat, per jumlah zat yang bersangkutan, misalnya : kal per derajat per mole. Kalori per derajat dianggap sebagai e . u (entropy unit). Bila panas dilakukan untuk sistem terisolasi, maka untuk proses intermal reversible. S gas = Sekeliling : r = reversible S keliling = - Total S = S total = S gas + S keliling S total = 0 Untuk proses isotermal dan reversible, perubahan entropi total dan sekelilingnya = 0. Demikian pula perubahan entropi untuk proses siklus / cycle = 0. Untuk proses isotermal tetapi reversible, Sistem I S1 qT Sistem II S2 Karena S = S2 – S1, maka perubahan entropi tetap sama dengan proses isotermal dan reversible. S = qr = panas yang diserap pada proses reversible dan isotermal. (Sukardjo, 1989) 2.15 Analisa Bahan 2.15.1 NaOH Sifat Fisik : berupa padatan putih bersifat higroskopis merupakan senyawa basa mudah menguap bersifat korosif d = 2,1 , titik leleh = 318C titik didih = 159C Sifat Kimia : bersifat korosif, mudah menguap digunakan dalam pembuatan kertas, sabun, detergen, dll. (Mulyono, 2001) 2.15.2 Aquades Sifat Fisik : zat cair bening, tidak berbau tidak berwarna titik didih 100C, titik beku 0C indeks bias = 1,332 Sifat Kimia : bersifat polar pelarut yang baik untuk berbagai macam zat. (Basri, 1996) 2.15.3 CH3COOH Sifat Fisik : cairan kental jernih, berbau menyengat densitas = 1,049 , titik leleh 16,7C , titik didih 118,5C Sifat Kimia : asam lemah dihasilkan melalui fermentasi alkohol oleh bakteri acetobakter (Daintith, 1990) III. METODE PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat a. Kalorimeter d. Gelas ukur b. Erlenmeyer e. Pipet tetes c. Termometer 3.1.2 Bahan a. NaOH 0,05 N c. Aquades b. CH3COOH 0,05 N 3.2 Skema Kerja 3.2.1 Pengamatan Temperatur 50 ml aquades 50 ml aquades Erlenmeyer Erlenmeyer Pemanasan hingga suhu 75C Pendinginan hingga suhu 10C Pengukuran suhu awal kalorimeter Pengukuran suhu awal kalorimeter Pencelupan Termometer Pencelupan Termometer Pembacaan skala pada menit 1 Pembacaan skala pada menit 2 Pembacaan skala pada menit 3 Pembacaan skala pada menit 4 Pembacaan skala pada menit 5 Pembacaan skala pada menit 6 Pembacaan skala pada menit 7 Pembacaan skala pada menit 8 Pembacaan skala pada menit 9 Pembacaan skala pada menit10 air panas + air dingin Erlenmeyer Pencampuran Pemasukkan dalam kalorimeter Pembacaan skala dari menit 11 ke menit 15 Pengeluaran larutan dari kalorimeter Pengukuran suhu akhir kalorimeter Hasil 3.2.2 Penentuan Kalor Netralisasi 50mL CH3COOH 0,5N 50mL NaOH 0,5N Erlenmeyer Erlenmeyer Pencatatan suhu awal Pencatatan suhu awal Pengukuran suhu awal kalorimeter Pencampuran Pengadukkan CH3COOH + NaOH Kalorimeter Pembacaan temperatur tiap menit sampai 10 menit Pengukuran suhu akhir kalorimeter Hasil IV. DATA PENGAMATAN 4.1 Tabel Pengamatan Temperatur Air 4.1.1 Pengamatan temperatur air pada suhu 75C Suhu awal kalorimeter 32C Suhu akhir kalorimeter 31C No. Perlakuan Hasil Pengamatan Pengamatan temperatur pada : 4.1.2 1. menit ke-1 57C 2. menit ke-3 56C 3. menit ke-5 55C 4. menit ke-7 52C 5. menit ke-9 51C Pengamatan temperatur air pada suhu 10C No. Perlakuan Hasil Pengamatan Pengamatan temperatur pada : 1. menit ke-2 18C 2. menit ke-4 19C 4.1.3 3. menit ke-6 20C 4. menit ke-8 22C 5. menit ke-10 22C Pengamatan temperatur air pada suhu campuran No. Perlakuan Hasil Pengamatan Pengamatan temperatur pada : 1. menit ke-11 34C 2. menit ke-12 34C 3. menit ke-13 36C 4. menit ke-14 36C 5. menit ke-15 36C 4.2 Tabel Pengamatan Temperatur Campuran CH3COOH + NaOH Suhu awal kalorimeter 29C Suhu akhir kalorimeter 30C Suhu NaOH 30C Suhu CH3COOH 29C No. Perlakuan Hasil Pengamatan Pengamatan temperatur campuran CH3COOH + NaOH pada : 1. menit ke-1 35C 2. menit ke-2 35C 3. menit ke-3 35C 4. menit ke-4 34C 5. menit ke-5 6. menit ke-6 7. menit ke-7 8. menit ke-8 9. menit ke-9 10. menit ke-10 34C 34C 34C 34C 34C VI. PEMBAHASAN Pada percobaan berjudul “Termokimia” yang bertujuan untuk menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter. Termokimia merupakan kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia. Prinsip dari percobaan ini adalah Asas Black, dimana Asas Black merupakan hukum yang mempelajari tentang perubahan kalor dari sistem ke lingkungan maupun sebaliknya. Kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diserap (Qlepas = Qterima). Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode kalorimetri, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kalor berdasarkan pengamatan perubahan suhu dalam sistem adiabatik, dengan menggunakan alat yang dinamakan kalorimeter. Tahap-tahap percobaan meliputi penentuan kapasitas kalor kalorimeter dan penentuan kalor netralisasi. Percobaan ini diawali dengan mengukur suhu awal masing-masing larutan dan kalorimeter, lalu larutan diletakkan di dalam kalorimeter serta diukur kembali suhunya tiap menit setelah dilakukan pencampuran. 6.1 Penentuan Kapasitas Kalor Kapasitas kalor merupakan banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat bermassa sebesar 1oC, sedangkan kalorimeter adalah alat untuk menentukan nilai kalor. (Atkins, 1994) Pada percobaan ini digunakan H2O untuk menentukan kapasitas kalor kalorimeter. 50 mL H2O di masukkan ke dalam erlemeyer I lalu suhunya dipanaskan sampai 75oC, sedangkan pada erlenmeyer II juga diisi 50 mL H2O tetapi didinginkan hingga 10oC. Digunakan H2O mempunyai tujuan dengan perbedaan suhu yaitu untuk memenuhi prinsip Asas Black. H2O suhu 75oC akan melepaskan kalor, dan nilai kapasitas kalor dapat dihitung. Ketika kedua larutan H2O dilakukan pemanasan dan pendinginan, dilakukan pula pengukuran suhu awal kalorimeter kosong (To kalorimeter). Setelah pemanasan dan pendinginan, kedua larutan tersebut di masukkan secara bersamasama ke dalam kalorimeter kosong. Masing-masing erlenmeyer di masukkan termometer, kemudian diukur suhunya secara bergantian selang 1 menit sampai menit ke-10. Untuk air suhu 75oC dilakukan pengukuran pada menit ganjil dan untuk suhu 10oC dilakukan pengukuran pada menit genap. Tujuan pengukuran suhu secara bergantian dengan selang waktu 1 menit adalah untuk mengetahui kebenaran Asas Black, yaitu dalam suatu sistem (kalorimeter), air panas akan melepas kalor dan suhu turun karena kalor yang dilepas disebut kalor serap oleh air dingin pada kalorimeter sehingga suhu air dingin akan naik. Suhu akhir masing-masing air sebelum dicampurkan pada menit ke-11 merupakan T akhir air panas dan T akhir air dingin. Pada menit ke-11, kedua air yang berbeda suhu di campurkan dan dilakukan pengukuran suhu tiap 10 menit. Pencampuran dan pengukuran ini bertujuan untuk membuktikan fungsi kalorimeter selain sebagai penyerap kalor, juga berfungsi untuk menjaga atau mempertahankan temperatur (suhu). Setelah pengukuran suhu air tersebut selesai, lalu dikeluarkan dari kalorimeter. Kemudian suhu dari kalorimeter diukur kembali sebagai suhu akhir kalorimeter kosong. Tidak dilakukan pengadukan karena jika dilakukan pengadukan pada campuran air panas dan air dingin tersebut, maka saat diukur penurunan suhunya akan diperoleh penurunan suhu yang drastis, tanpa di aduk pun air panas dan air dingin akan homogen. Dari percobaan, ternyata suhu awal dan suhu akhir kalorimeter tidak sama, yaitu 31oC menjadi 32oC. Ini membuktikan bahwa fungsi kalorimeter adalah untuk menyerap panas yang mengakibatkan terjadinya kenaikkan suhu pada kalorimeter itu sendiri. Pengukuran suhu air panas dalam kalorimeter mengalami penurunan, yaitu 55oC, 56oC, 55oC, 52oC, 51oC dan pada suhu air dingin mengalami kenaikkan, yaitu 17oC, 19oC, 20oC, 22oC, 22oC. Reaksi : H2O(td) +H2O(tp) 2H2O(tc) (Atkins, 1994) Hal ini membuktikan bahwa kalor lepas dari air panas yang ditandai dengan penurunan suhu sedangkan air dingin menyerap kalor yang ditandai dengan kenaikkan suhu. Hasil dari percobaan pencampuran air panas dan air dingin juga membuktikan bahwa kalorimeter berfungsi untuk menjaga atau mempertahankan temperatur. Hal ini dapat dilihat dari penurunan suhu yang signifikan dan berlangsung dalam suhu yang agak lama. Nilai kapasitas kalor kalorimeter dapat dihitung dengan persamaan Qlepas = Qterima. Dan hasil perhitungan didapatkan nilai kapasitas kalor kalorimeter adalah 208,2968 J/K Kapasitas kalor juga dapat ditentukan secara teoritis dengan menggunakan termodinamika. Kapasitas kalor adalah koefisien perbandingan antara energi yang diberikan sebagai kalor dan kenaikan temperature yang disebabkannya. q = C.T 6.2 Penentuan Kalor Netralisasi Prinsip pada percobaan ini adalah Azas Black, yang menyatakan bahwa kalor yang dilepas sama dengan kalor yang diterima. Sedangkan metode yang digunakan adalah kalorimetri yang berdasarkan pada hal penyeimbangan suhu dua larutan dalam suatu sistem adiabatik. Kalor netralisasi adalah panas yang timbul pada penetralan asam atau basa kuat, tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang terbentuk. Bila asam lemah, kalor netralisasi tidak tetap, karena ada kalor untuk ionisasi. (Sukardjo, 1989) Pada penentuan kalor netralisasi ini digunakan asam lemah dan basa kuat, karena adanya hokum ketetapan kalor netralisasi, yaitu kalor netralisasi untuk asam atau basa kuat bernilai tetap. Pada percobaan ini digunakan CH3COOH sebagai asam lemah dan NaOH sebagai basa kuat. 50 mL CH3COOH 0.5 N di masukkan ke dalam erlenmeyer I, dan 50 mL NaOH 0,5 N di masukkan ke dalam erlenmeyer II. Masing-masing Erlenmeyer diberi termometer dan di ukur suhu awal dari asam dan basa tersebut. Setelah di dapat suhu awal, kedua larutan dicampur, diaduk, kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter dan dilakukan pengukuran suhu tiap menit selama 10 menit. Pencampuran dilakukan agar larutan asam dan basa ternetralisasi sehingga bisa didapat kalor netralisasinya. Sedangkan pengadukan bertujuan untuk mempercepat adanya transfer elektron dari ion-ion yang ada didalam larutan. Nilai kalor netralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti massa asam dan basa, perubahan kalorimeter dan zat-zat yang berfungsi sebagai penyerap kalor dalam sistem kalorimeter. Faktor-faktor tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan Hukum Black, yaitu Qlepas = Qterima. Dalam sistem ini, campuran asam dan basa akan melepas kalor saat ionisasi asam lemah maupun basa kuat. Secara rinci dapat dituliskan : Qlepas = Qterima (m asam + m basa).c netralisasi.T netralisasi = c kalorimeter.T kalorimeter + m air.c air.T air Nilai kalor campurandari asam dan basa juga dapat dihitung dengan : Q campuran = m campuran (asam+basa).c netralisasi.T campuran(asam+basa) Berdasarkan hasil percobaan, pengukuran suhu campuran mengalami penurunan suhu. Hal ini membuktikan bahwa campuran asam dan basa tersebut melepas kalor (terjadi penurunan suhu sistem) adalah benar. Suhu awal larutan sebelum dicampur adalah 30oC untuk NaOH dan 29oC untuk CH3COOH. Suhu akhir campuran adalah 34oC. Suhu akhir yang konstan menunjukkan bahwa telah tercapai kesetimbangan pada sistem, hal ini sesuai dengan Azas Black. Reaksi : CH3COOH (aq) + NaOH (aq) CH3COO- Na+ (aq) + H2O (l) (Chang, 1991) Dalam reaksi ini CH3COOH terdisosiasi sebagian dalam air membentuk CH3COOdan H+, sedangkan NaOH terdisosiasi sempurna dalam air membentuk Na+ dan OH-. Dari suhu awal sistem ke suhu akhir sistem mengalami penurunan sebesar 1 K, berarti reaksi bersifat endoterm. Maka campuran CH3COOH dan NaOH merupakan sistem yang menerima kalor dan kalorimeter berfungsi sebagai pelepas kalor. Mekanisme reaksi : a. Disosiasi asam asetat CH3COO- + H+ CH3COOH b. Disosiasi natrium hidroksida NaOH Na+ + OH- c. Reaksi netralisasi CH3COOH + NaOH CH3COO- Na+ + H2O (Chang,1991) Garam CH3COO- Na+ yang terbentuk bersifat basa. Ini dikarenakan reaksi antara basa kuat dengan asam lemah, dimana basa kuat terdisosiasi sempurna dalam air, sedangkan asam lemah terdisosiasi sebagian dalam air sehingga pH menjadi lebih basa. Dari perhitungan, didapatkan kalor jenis netralisasi (cn) sebesar 208,2968 J/gK dan kalor netralisasi (Q) sebesar 832,2426 J. VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Penentuan kapasitas kalorimeter dan kalor netralisasi dapat dilakukan dengan menggunakan kalorimeter adiabatik. 2. Nilai kapasitas kalorimeter sebesar 208,2968 J/K. 3. Nilai kalor netralisasi sebesar 832,2426 J. 7.2 Saran 1. Teliti dalam pembacaan skala termometer. 2. Jaga kebersihan alat dan laboratorium. VIII. DAFTAR PUSTAKA Atkins, PW. 1994. Kimia Fisik II. Erlangga: Jakarta Basri, S. 1996. Kamus Kimia. Rineka Cipta: Jakarta Chang, R. 1995. Chemistry. Random House: USA Daintith, J. 1990. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga: Jakarta Dogra, SK. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. UI Press: Jakarta Mulyono, M. 2001. Kamus Kimia. Ganesindo: Bandung Petrucci, R. 1987. Kimia Dasar. Erlangga: Jakarta Robert, and Caselo Mc. 1981. Basic Prinsiples of Org Chemistry. CS: New York Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik. Bina Aksara: Yogyakarta LEMBAR PENGESAHAN TERMOKIMIA Tujuan : Menentukan kalor reaksi atau kalor pekarutan dengan kalorimeter Semarang, 16 Desember 2009 Mengetahui, Menyetujui, ASISTEN NOOR BASID, M.Sc NIP. CIPTO HARJONO NIM. J2C606004 PRAKTIKAN TYAS AYU E. NIM. J2C008073 ULYA SOFIKHAH NIM. J2C008074 WILDA KHUMAIROH NIM. J2C008099 WULAN YULIARTI NIM. J2C008075 YUSTITIA FAJAR A. NIM. J2C008079 YAZID MURTADLO NIM. J2C008100 YENI SETYANINGSIH NIM. J2C008076 YOGA PRADANA NIM. J2C008077 YUSTINA SUPENI NIM. J2C008078 V. HIPOTESIS Pada percobaan berjudul Termokimia yang bertujuan untuk menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter. Pada percobaan ini akan diperoleh temperatur awal efektif (T0 efektif) dan nilai akhir kalorimeter yaitu berupa kapasitas akhir kalorimeter dan tetapan kalorimeter. Temperatur awal efektif dapat diperoleh dengan menggunakan Asas Black. IX. LAMPIRAN 9.1 Perhitungan a. Penentuan Kapasitas Kalor pada Kalorimeter Suhu awal kalorimeter (TO) = 31C + 273 = 304 K Suhu akhir kalorimeter (T1) = 33C + 273 = 306 K Volume air panas = 50 mL Volume air dingin = 50 mL air panas = 0,99099 g/mL air dingin = 0,99054 g/mL Td = 4 K Tp = 6 K Ca = 4,2 J/g K Ditanya : Ck = ……………? Jawab : = m = .V mp = 0,99099 g/mL . 50 mL = 49,5495 gram Tk = T1 – T0 = 306 K – 304 K =2K md = 0,99054 g/m . 50 mL = 49,5270 gram Qlepas = Qterima mp.ca.Tp = ck.Tk + md.ca.Td 49,5459 gram.4,2 J/gK.6 K = ck . 2K + 49,527 gram . 4,2 J/gK . 4K 1248,6474 J = 2K. ck + 832,0536 J 2K.ck = 1248,6474 J - 832,0536 J 2K.ck = 416,5936 J ck = ck = 208,2968 J/K b. Penentuan Kalor Netralisasi N NaOH = 0.5 N N CH3COOH = 0,5 N BM NaOH g /mol = 40 g/mol BM CH3COOH = 60 V NaOH mL = 50 mL V CH3COOH = 50 T NaOH = 30oC + 273 = 303 K + 273 =302 K T CH3COOH = 29oC To = 29oC + 273 = 302 K Tcamp(p+d) =2K T1 = 30oC + 273 = 303 K Tcamp(as+bs) =1K Ditanya : Qn = ……? Jawab : m NaOH = = = 1 gram m CH3COOH = = = 1,5 gram