KRITERIA SISTEM JAMINAN HALAL Berikut ini adalah 11 kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) mengacu pada HAS 23000 (Halal Assurance System) yaitu: 1. Kebijakan Halal 2. Tim Manajemen Halal 3. Pelatihan dan Edukasi 4. Bahan 5. Produk 6. Fasilitas Produksi a. Khusus untuk industri pengolahan b. Khusus untuk restoran/ katering c. Khusus untuk Rumah Potong Hewan (RPH) 7. Prosedur tertulis untuk Aktivitas kritis 8. Kemamampuan Telusur (Traceability) 9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria 10. Audit Internal 11. Kaji Ulang manajemen URAIAN SYARAT SISTEM JAMINAN HALAL 1. KEBIJAKAN HALAL Kebijakan halal ini berupa pernyataan bahwa produsen berkomitmen untuk selalu menjaga kehalalan baik dari bahan, proses, sampai dengan pemasaran. Kebijakan halal ini ditetapkan oleh Manajemen puncak. Kebijakan halal juga meliputi adanya sosialisasi kebijakan yang diketahui dan dilaksanakan oleh stake holder perusahaan, misal dibuktikan dengan adanya spanduk, banner, MMT, in house training sosialisasi, dll 2. TIM MANAJEMEN HALAL Produsen/ perusahaan memiliki kepengurusan tim manajemen halal dengan membentuk ketua dan anggota yang memiliki tanggung jawab / kewenangan yang jelas dalam menyusun, mengelola, mengevaluasi SJH (sistem jaminan halal). Termasuk adanya tim manajemen yang terlibat dalam aktivitas kritis. 3. PELATIHAN DAN EDUKASI Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis dengan jelas dan terjadwal (minimal setahun sekali atau lebih) tentang pelatihan halal untuk semua personel yang terlibat dalam aktivitas kritis, termasuk karyawan baru. Perusahaan juga harus mengikuti pelatihan dari LP POM MUI dibuktikan dengan bukti pelaksanaan. Jika perusahaan baru dan belum memiliki sertifikat halal, maka pelatihan dilakukan sebelum audit, Jika perusahaan sudah memiliki sertifikat halal maka pelatihan dilakukan sebelum perpanjangan, Jika perusahaan pernah mengikuti pelatihan maka harus dilakukan minimal 2 tahun sekali. 4. BAHAN Perusahaan harus melampirkan semua bahan, baik yang bahan baku, bahan tambahan (tidak mengakibatkan pada hasil akhir, misalnya pewarna), bahan pembantu (bahan yang sifatnya membantu agar performance produk menjadi bagus dan ikut pada hasil akhir), dan bahan penolong (sifatnya tidak ikut dalam hasil akhir). Sertakan pula dokumen pendukung semua bahan dan prosedur penjamin dokumen bahan yang masih berlaku. Sertakan pula uraian/ penjelasan jika Perusahaan : 1 a. Jika perusahaan menggunakan bahan mikrobial, maka harus disertakan keterangan bahwa bahan tersebut tidak menyebabkan infeksi dan intoksikasi pada manusia, tidak mengandung babi atau turunannya, tidak boleh menggunakan gen yang berasal dari babi atau manusia. b. Jika perusahaan menggunakan bahan alkohol/ etanol, maka harus disertakan keterangan bahwa bahan alkohol tersebut tidak berasal dari industri khamar (minuman beralkohol) atau turunannya. c. Jika Perusahaan memiliki bahan yang berpotensi/ kemungkinan diproduksi di fasilitas yang sama dengan bahan dari babi atau turunannya maka harus disertai pernyataan pork free facility dari produsennya. 5. PRODUK Perusahaan harus melampirkan semua produk perusahaan, termasuk melampirkan daftar produk jika Perusahaan memiliki produk pangan eceran dengan merk sama yang beredar di Indonesia. 6. FASILITAS PRODUKSI a. Khusus untuk industri pengolahan Perusahaan harus memberikan uraian/deskripsi/ penjelasan tentang fasilitas produksi untuk membuktikan bahwa lini produksi dan peralatan tidak digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk yang halal dan yang mengandung babi, tidak digunakan bersama/ bergantian dengan bahan yg berasal dari babi atau turunannya, termasuk membuktikan tempat penyimpanan material dan produk di gudang terjamin dari kontaminasi silang dengan bahan/ produk yang haram, dan pengambilan sampel (bahan dan produk) terjamin dari kontaminasi silang dengan bahan/ produk yang haram. b. Khusus untuk restoran/ katering Perusahaan harus memberikan uraian/deskripsi/ penjelasan tentang fasilitas produksi untuk membuktikan bahwa fasilitas produksi (dapur) hanya dikhususkan untuk produksi halal dan tidak digunakan bersama/ bergantian dengan bahan yg berasal dari babi atau turunannya. Termasuk penyimpanan material dan produk di gudang untuk menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan atau produk haram atau najis. Perusahaan harus memberikan uraian jika fasilitas produksi dan peralatan juga digunakan untuk menghasilkan produk yang mengandung babi atau uturunannya, maka Perusahaan memiliki prosedur pencucian syariah untuk menjamin tidak terjadi kontaminasi silang. c. Khusus untuk Rumah Potong Hewan (RPH) Perusahaan harus memberikan uraian/deskripsi/ penjelasan tentang fasilitas produksi untuk membuktikan bahwa fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak bercampur dengan pemotongan untuk hewan tidak halal), uraian tentang lokasi RPH yang harus terpisah secara nyata (berlokasi, bersebelahan, berjarak minimal radius 5 km) dari RPH/ peternakan babi dan tidak terjadi kontaminasi silang. Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut (misal; unit penanganan daging), maka harus dipastikan karkas hanya berasalah dari RPH Halal. 2 7. PROSEDUR TERTULIS UNTUK AKTIVITAS KRITIS Perusahaan harus menjelaskan/ menguraikan aktivitas kritis. Aktivitas kritis adalah semua kegiatan proses produksi yang berhubungan/ bersentuhan dengan bahan dan produk yang dihasilkan dari awal sampai akhir, termasuk mencantumkan tindakan pencegahannya jika dalam proses kegiatan terdapat aktivitas kritis. Hal ini dibuktikan dengan adanya prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis dan sosialisasi dan evaluasi prosedur tertulis aktifitas kritis dan bukti implementasinya. Perusahaan harus memiliki kriteria kecukupan prosedur dibuktikan dengan adanya beberapa hal berikut ini yaitu seleksi bahan baru, pembelian bahan, formula produk/ pengembangan produk baru, pemeriksaan bahan datang, jaminan terhadap bahan yang digunakan dalam proses produksi, pencucian fasilitas produksi dan peralatan pembantu, penyimpanan dan penanganan bahan dan produk, transportasi, pemajangan/ display, aturan pengunjung, dan penyembelihan. 8. KEMAMPUAN TELUSUR Perusahaan harus memiliki kemampuan telusur. Artinya perusahaan harus memberikan penjelasan berupa prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang telah disertifikasi. Produsen harus menjamin produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan dibuat di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria fasilitas produksi. Jika perusahaan menerapkan pengkodean bahan, maka perusahaan harus menjamin (i) bahan dengan kode yang sama mempunyai status halal yang sama (ii) keterlusuran informasi bahan di setiap kegiatan kritis, dan Jika ada bahan yang dikemas ulang/ dilabel ulang, maka kesesuaian informasi (nama produk, nama produsen, negara produsen dan logo halal jika diperlukan) yang tercantum dalam label baru dengan label asli dari produsennya harus terjamin. 9. PENANGANAN PRODUK YANG TIDAK MEMENUHI KRITERIA Apabila Perusahaan mempunyai produk yang terlanjur dari bahan dan pada fasilitas yang tidak memenuhi kriteria, maka Perusahaan harus memiliki prosedur tertulisnya dan dokumen penanganannya. Perusahaan harus memberikan bukti bahwa produk tersebut tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal. Jika tidak, maka uraikan dengan pernyataan tidak memiliki bahan dan fasilitas yang tidak memenuhi kriteria. 10. AUDIT INTERNAL Perusahaan harus mencantumkan prosedur tertulis dan bukti pelaksanaan tentang audit yang meliputi jadwal audit internal minimal enam bulan sekali. Hal ini dilengkapi dengan hasil audit internal yang disampaikan ke pihak yang bertanggungjawab terhadap setiap kegiatan yang diaudit. Termasuk bukti tertulis mengenai tindakan koreksi (Corrective Action) yang diperlukan dalam ketentuan batas waktu, hasil tindakan koreksi untuk dapat menyelesaikan kelemahan pada saat ditemukan oleh audit internal, dan laporan hasil audit internal yang disampaikan ke LP POM MUI setiap enam bulan sekali. 11. KAJI ULANG MANAJEMEN Perusahaan harus memiliki manajemen puncak dalam melakukan kajian terhadap efektifitas pelaksanaan SJH satu kali dalam satu tahun. Dibuktikan dengan adanya bukti kaji ulang manajemen, meliputi absensi dan hasil evaluasi yang disampaikan pada pihak yang bertanggungjawab dengan batas waktu penyelesaiannya. 3