PENGARUH PIRIT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH SERTA

advertisement
PENGARUH PIRIT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH
SERTA PRODUKSI TANAMAN KELAPA SAWIT
(E. guineensis)
BAYU SEJATI
A14062493
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
BAYU SEJATI. Pengaruh Pirit Terhadap Sifat Kimia Tanah Serta Produksi
Tanaman Kelapa Sawit (E. guineensis). Dibimbing Oleh ATANG SUTANDI dan
BUDI NUGROHO
Pengembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia setiap
tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini membuat
perkembangan perkebunan kelapa sawit mengarah ke lahan-lahan marjinal,
seperti halnya lahan sulfat masam yang memiliki pirit. Perluasan areal perkebunan
kelapa sawit ke lahan-lahan marjinal, seperti lahan sulfat masam tersebut
bukanlah suatu pilihan, tetapi lebih merupakan tuntutan karena lahan-lahan subur
yang tersedia terbatas. Oksidasi bahan berpirit akan menghasilkan asam sulfat dan
mineral jarosit dengan tingkat kemasaman yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Kondisi aerobik dicapai karena lahan direklamasi dengan pembuatan
saluran-saluran drainase agar akar kelapa sawit dapat berkembang. Namun
fasilitas drainase ini akan menyebabkan terjadinya oksidasi pirit. Sejumlah besar
hara tanaman ikut tercuci dari tanah. Pencucian semakin kondusif dengan air
drainase berkemasaman tinggi, pada akhirnya menurunkan kesuburan tanah
dengan pH tanah yang rendah pula.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kedalaman
pirit dan oksidasi pirit terhadap sifat kimia tanah serta produksi tanaman kelapa
sawit (E. guineensis). Lokasi pengambilan contoh tanah dan pengamatan produksi
tanaman kelapa sawit dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit Unit Usaha
Bentayan dan Betung Krawo, PT Perkebunan Nusantara VII (Persero), Sumatera
Selatan. Analisis contoh tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan dilakukan pada tanah dengan
kedalaman pirit <30 cm, 30-60 cm, dan >60 cm, serta pada tanah berpirit yang
belum dan telah mengalami proses oksidasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan pirit pada kedalaman <30
cm memiliki pengaruh yang nyata terhadap meningkatnya kemasaman tanah dan
kandungan aluminium dapat dipertukarkan (Al-dd), serta berkurangnya kadar
unsur hara N-total, kalium (K) dan produksi tanaman kelapa sawit. Oksidasi pirit
juga memberikan kecenderungan terjadinya penurunan kadar unsur hara fosfor
tersedia (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan kejenuhan basa. Tanah berpirit
yang telah mengalami proses oksidasi cenderung menurun kesuburannya.
2
SUMMARY
BAYU SEJATI. Effect of Pyritic Material on Soil Chemical Properties and Oil
Palm (E. guineensis) Production. Under Advisory ATANG SUTANDI and BUDI
NUGROHO
Development of oil palm plantation areas in Indonesia has significantly
increased every years. This makes the development leads to marginal lands, like
the lands acid sulfate soil which has sulfidic material. The expansion of the
plantation into the marginal lands, is not an expected alternative, but the suitable
lands were limited. Oxidation of pyritic material in aerobic condition will produce
sulfuric acid and mineral jarosit with extreme acidity that can prohibit plant
growth. The conditions is obtained due to land reclaimation through establishment
of drainage facilities. On the other hand, large amounts of plant nutrients washed
out from the lands. The leaching are more conducive in high acidity drainage
water. Ultimately this processes are reducing soil fertility with low soil pH as
well.
The study aims to determine the effect of different depths of pyritic
material and pyrite oxidation on soil chemical properties and oil palm production.
Location of soil sampling and observations conducted in the oil palm plantation
Business Unit Bentayan and Betung Krawo, PT Perkebunan Nusantara VII
(Persero), South Sumatra. Analysis of soil samples carried out at the Laboratory
of Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor
Agricultural University. Observations focused on the depth pyritic material at <30
cm, 30-60 cm, and > 60 cm, and not containing pyritic material. Special
observation conducted on soil chemical properties at the soil with and without
oxidation.
The results show that the content of pyrite at depths <30 cm have a
significant effect on increasing soil acidity and exchangeable aluminum content
(Al-dd), and reduced levels of N-total nutrients, potassium (K) and production of
fresh tube fruits. Oxidation pyrite also gives a tendency of decreased levels of
available nutrients phosphorus (P), calcium (Ca), magnesium (Mg), and base
saturation. Pyritic lands which have undergone an oxidation process tended to
decrease fertility.
3
PENGARUH PIRIT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH
SERTA PRODUKSI TANAMAN KELAPA SAWIT
(E. guineensis)
BAYU SEJATI
A14062493
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
4
Judul Skripsi : Pengaruh Pirit Terhadap Sifat Kimia Tanah Serta Produksi
Tanaman Kelapa Sawit (E. guineensis)
Nama
: Bayu Sejati
NIM
: A14062493
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si)
NIP: 19541212 198103 1 010
(Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si)
NIP: 19601021 198703 1 001
Mengetahui :
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.)
NIP: 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Bayu Sejati, dilahirkan pada 28 Agustus 1987 di
Bogor sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ir. Subagio
Martoutomo dan Asih Trimulyati. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SDN Polisi 4 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan
menengah pertama di SLTPN 1 Bogor pada tahun 2003 dan menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMA Regina Pacis Bogor pada tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2006. Penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan (ITSL), Fakultas Pertanian.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif pada berbagai
kegiatan seperti menjadi peserta pelatihan composting club Himpunan Mahasiswa
Ilmu Tanah IPB pada tahun 2009, berperan aktif sebagai asisten Praktikum
Biologi Tanah pada tahun 2009, mengikuti seminar Environmental Science yang
diselenggarakan oleh Southern Cross University, Australia pada tahun 2010, dan
beberapa kegiatan lainnya.
6
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala
rahmat, hidayah, karunia, dan pertolongan dalam kemudahan yang diberikan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pirit Terhadap Sifat Kimia Tanah Serta
Produksi Tanaman Kelapa Sawit (E. guineensis)” ditulis untuk memenuhi salah
satu persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis sepenuhnya menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
berharap adanya kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga
skripsi
ini
dapat
bermanfaat
bagi
penulis
dan
seluruh
pihak
yang
membutuhkannya.
7
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat
dan anugerah yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dan dukungan serta kerjasama dalam proses penyusunan skripsi ini
terutama kepada:
1) Kedua orang tua, Ir. Subagio Martoutomo dan Asih Trimulyati yang selama
ini telah tulus dan ikhlas demi membesarkan dan merawat penulis. Segala
bentuk doa, perhatian, kebahagiaan, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran
yang telah diberikan khususnya selama proses penyusunan skripsi.
2) Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi utama yang
telah memberikan ilmu, bimbingan, saran, dukungan, perhatian, dan kesabaran
terhadap penulis demi terselesaikannya skripsi ini.
3) Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi anggota yang
telah memberikan ilmu, saran, dan kritik membangun kepada penulis.
4) Dr. Ir. Suwarno, M.Sc selaku dosen penguji utama yang telah memberikan
ilmu, saran, dan kritik membangun kepada penulis.
5) Ir. Moentoha Selari, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan perhatian kepada penulis selama proses perkuliahan.
6) Segenap dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan atas
segala ilmu dan bimbingan selama proses perkuliahan.
7) Kepada kedua kakak dan adik, Agung Sedayu, Puteri Isyana, Adirogo
Nurkusumo, dan Soffiya Nurjannah yang telah memberikan kasih sayang dan
dukungan kepada penulis.
8) Putri Damayanti atas kasih sayang, dukungan, perhatian, dan kebersamaannya
selama ini.
9) Teman-teman satu bimbingan: Asep Barkah, Inpiktus Rudi Sitepu, dan Mahro
Syihabuddin atas segala kerjasama, bantuan, dan dukungan moril kepada
penulis.
10) Teman-teman KKP: Anggraini Widhi, Atrie Yuni Sonia, Eka Retnosari, Fiet
Sofyanti, Jibril Susanto, dan Sudianto Samosir atas kebersamaannya selama
KKP.
vi
11) Teman-teman Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 43 atas segala
kebersamaannya.
12) Seluruh pihak yang telah berkenan untuk membantu demi kemudahan dan
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas
segala kebaikan mereka. Amin.
Bogor, Desember 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1.
Latar Belakang .........................................................................................1
1.2.
Perumusan Masalah .................................................................................1
1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................................2
1.4.
Manfaat Penelitian ...................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................3
2.1.
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit ..................................................3
2.2. Penciri dan Pembentukan Bahan Sulfidik (Pirit) .....................................4
2.3.
Sifat Kimia Tanah Berbahan Sulfidik (Pirit) ...........................................6
III. BAHAN DAN METODE ................................................................................10
3.1.
Lokasi dan Waktu ..................................................................................10
3.2.
Alat dan Bahan .......................................................................................10
3.3.
Metode Penelitian ..................................................................................11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................13
4.1.
Kemasaman Tanah .................................................................................13
4.2. Kandungan Aluminium Dapat Dipertukarkan .......................................15
4.3.
Kandungan Nitrogen Total dan Fosfor Tersedia....................................17
4.4.
Kandungan Basa-basa Dapat Dipertukarkan .........................................20
4.5.
Perbedaan Sifat Kimia Antara Tanah Berpirit yang Belum dan Telah
Teroksidasi .............................................................................................24
4.6. Produksi Tanaman Kelapa Sawit ...........................................................27
V. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................28
5.1.
Kesimpulan ............................................................................................28
5.2. Saran ......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................29
LAMPIRAN...........................................................................................................31
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Proses Pembentukan Pirit……………………………………..
5
2
Beberapa Kandungan Kimia Dari Tanah Sulfida……………..
9
3
Jumlah Sampel Setiap Jenis Tanah…………………………...
11
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Bagan Proses Pembentukan Endapan Pirit…………………...
6
2
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kemasaman Tanah...
14
3
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Al-dd Tanah………
16
4
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata N-Total Tanah…….
18
5
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata P-Tersedia Tanah….
19
6
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Ca Tanah…………...
20
7
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Mg Tanah………….
21
8
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata K Tanah……………
22
9
Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kejenuhan Basa
Tanah………………………………………………………….
24
10
Perbedaan Nilai pH, C-organik, dan KTK Antara Tanah
Berpirit yang Belum dan Telah Teroksidasi………………….
25
11
Perbedaan Nilai N-Total, Ca, Mg, K, dan Na Antara Tanah
Berpirit yang Belum dan Telah Teroksidasi………………….
25
12
Pengaruh Pirit Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit
(Tahun Tanam 2000)…………………………………………
27
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Hasil Analisis Kesuburan Tanah……………………………...
31
2
Hasil Analisis Ragam Variabel pH…………………………...
35
3
Hasil Uji Lanjut Variabel pH…………………………………
35
4
Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan Al-dd (me/100g)..
35
5
Hasil Uji Lanjut Variabel Kandungan Al-dd (me/100g)……...
36
6
Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan N-Total (%)…….
36
7
Hasil Uji Lanjut Variabel Kandungan N-Total (%)…………..
36
8
Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan P-Tersedia (ppm).
36
9
Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan Ca (me/100g)…...
37
10
Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan Mg (me/100g)….
37
11
Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan K (me/100g)……
37
12
Hasil Uji Lanjut Variabel Kandungan K (me/100g)………….
38
13
Hasil Analisis Ragam Variabel Kejenuhan Basa (%)………...
38
14
Hasil Analisis Ragam Variabel Produksi (kg/ha)…………….
38
15
Hasil Uji LanjutVariabel Produksi (kg/ha)…………………...
38
xi
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kebutuhan minyak nabati dan lemak dunia terus meningkat sebagai akibat
pertumbuhan penduduk. Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang
mempunyai nilai strategis karena merupakan salah satu bahan baku utama
pembuatan minyak makan. Sementara, minyak makan merupakan salah satu dari
sembilan kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan yang tinggi akan
minyak makan di dalam dan luar negeri merupakan indikasi pentingnya peranan
komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Keunggulan komparatif
Indonesia dalam agribisnis yaitu sebagai negara tropis adalah sinar matahari
berlimpah sepanjang tahun, curah hujan yang cukup dan hampir merata pada
setiap bulan. Kondisi ini sangat sesuai bagi pengembangan tanaman kelapa sawit.
Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia setiap
tahunnya
mengalami
peningkatan
yang
signifikan.
Hal
ini
membuat
pengembangan perkebunan kelapa sawit mengarah ke pemakaian lahan-lahan
marjinal, seperti halnya lahan sulfat masam yang memiliki pirit. Perluasan areal
perkebunan kelapa sawit ke lahan-lahan marjinal, seperti lahan sulfat masam
tersebut, bukanlah suatu pilihan, tetapi lebih merupakan tuntutan karena lahanlahan subur terbatas dan sebagian telah berubah menjadi lahan nonpertanian
akibat desakan pembangunan dan persaingan penggunaan lahan oleh pertanian
dan nonpertanian.
Berkaitan dengan konteks lahan berbahan sulfida (pirit) yang mempunyai
lingkungan fisik dan sifat tanah spesifik, pengembangan perkebunan kelapa sawit
di lahan ini memerlukan strategi dan langkah-langkah pengelolaan yang tepat.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan ini harus disesuaikan dengan
kondisi lahan dan lingkungannya. Dengan kata lain, upaya-upaya inovatif dan
kreatif dalam mengantisipasi perubahan lingkungan sumberdaya lahan terutama
dalam pengertian ekologi harus diutamakan, untuk mencapai sistem yang
berkelanjutan.
1.2.
Perumusan Masalah
Unit usaha Bentayan dan Betung Krawo di afdeling 8, 9, dan 10
merupakan bagian dari unit usaha di bawah PTPN VII dengan luas 2.171 ha. Unit
1
usaha ini mempunyai tingkat produktivitas di bawah optimal. Hal ini disebabkan
oleh adanya faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman. Faktor
pembatas tersebut antara lain adalah drainase dan kandungan senyawa sulfida.
Senyawa sulfida umumnya dikenal dengan pirit (FeS2), dimana senyawa
ini akan stabil dalam suasana anaerob (drainase buruk). Bila dalam suasana
aerobik (oksidatif) senyawa ini akan menghasilkan asam sulfat dan mineral jarosit
dengan tingkat kemasaman yang dapat menganggu pertumbuhan tanaman.
Kondisi aerobik dicapai karena lahan direklamasi dengan pembuatan
saluran-saluran drainase agar akar kelapa sawit dapat berkembang. Namun,
fasilitas drainase ini akan menyebabkan terjadinya oksidasi pirit. Selain itu,
sejumlah besar hara tanaman ikut tercuci dari tanah. Pencucian semakin kondusif
dengan air drainase berkemasaman tinggi, yang pada akhirnya menghasilkan
kesuburan tanah rendah dengan pH tanah yang rendah pula.
1.3.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan kedalaman pirit dan oksidasi pirit
terhadap sifat kimia tanah serta produksi tanaman kelapa sawit (E. guineensis).
1.4.
Manfaat Penelitian
Sebagai bahan rujukan dan pertimbangan untuk pengelolaan tanah yang
tepat sesuai dengan sebaran kesuburan tanah dan faktor pembatas yang ada.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini
memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan
perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit juga
membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar dapat berproduksi secara maksimal.
Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor utama di samping faktor lainnya
seperti faktor genetik dan perlakuan yang diberikan (Pahan, 2006).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti
podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol, dan alluvial.
Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah:
1) Solum tebal 80 cm. Solum yang tebal merupakan media yang baik bagi
perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan unsur hara tanaman akan
lebih baik.
2) Tekstur ringan, memiliki kandungan atau komposisi pasir 20-60 %, debu 1040 %, dan liat 20-50 %.
3) Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0, namun pH yang terbaik untuk
pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH
yang rendah dapat dinaikkan dengan melakukan pengapuran, namun kendala
yang dihadapi pada umumnya pengapuran memerlukan biaya yang cukup
tinggi. Tanah dengan pH ini biasanya dijumpai pada daerah pasang surut
terutama tanah gambut.
4) Kandungan unsur hara tinggi seperti: Rasio C/N mendekati 10 dimana C 1 %
dan N 0,1 %. Daya tukar unsur Mg 0,4-1,0 me/100 g, daya tukar K 0,15-0,20
me/100 g, serta perbandingan daya tukar Mg dan K berada pada batas normal
(Pahan,2006).
Menurut Pahan (2006) persyaratan untuk tumbuh pada tanaman kelapa
sawit sebagai berikut:
1) Curah hujan ≥ 2.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode
bulan kering (< 100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan.
2) Temperatur siang hari rata-rata 29-33 0C dan malam hari 22-24 0C.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut < 500 m.
3
4) Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam/hari.
5) pH optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 5,0-5,5.
6) Kelapa sawit menghendaki tanah yang subur, gembur, datar, berdrainase baik,
dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas.
2.2.
Penciri dan Pembentukan Bahan Sulfidik (Pirit)
Bahan sulfidik (pirit) merupakan hasil endapan marin. Pirit terbentuk
melalui serangkaian proses kimia, geokimia, dan biokimia secara bertahap. Ionion sulfat yang banyak terkandung dalam air laut oleh ayunan pasang diendapkan
pada dataran-dataran pantai dan sebagian menjorok memasuki dataran pasang
surut. Besi yang merupakan penyusun mineral liat silikat dalam bahan induk tanah
bersenyawa dengan sulfat. Pada dasarnya, persenyawaan antara sulfat dan besi
inilah yang membentuk pirit (Noor, 2004).
Menurut Dent (1986) pembentukan pirit dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain 1) tingginya kandungan bahan organik, 2) suasana yang anaerob, 3)
jumlah kecukupan sulfat terlarut, dan 4) kadar besi terlarut. Bahan organik
merupakan sumber energi atau makanan bagi mikroorganisme yang mempunyai
peranan penting dalam kegiatan reduksi oksidasi pada tanah sulfat masam.
Suasana anaerob merupakan kondisi alami dari lahan rawa umumnya. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya proses reduksi sulfat (SO42-) menjadi sulfida (H2S) dan
ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+). Reduksi sulfat menjadi sulfida ini dibantu oleh
bakteri pereduksi Desulfovibrio sp dan Desulfotomalcum sp pada kondisi redoks
(Eh) antara 200-300 mV. Reaksi-reaksi kimia berikut menggambarkan tahap
proses yang terjadi dalam pembentukan pirit.
4
Tabel 1. Proses Pembentukan Pirit
1
2
Reduksi sulfat menjadi sulfida
Reaksi
SO42- + 9H+ + 8e-
HS- + 4H2O
SO42- + 10H+ + 8e-
H2S + 4H2O
oksidasi
parsial
sulfida HS-
elemen
sulfur
atau H2S
menjadi
Srh + 2eSrh + 2H+ + 2e-
polysulfida
3
Reduksi besi (III) menjadi besi (II)
4
Pembentukan
besi
Fe(OH)3 + 3H+ + e-
monosulfida 2FeO.OH + 2H2S
Fe2+ + 3H2O
FeS + Srh +
(FeS) dari sulfida terlarut dengan 4H2O
5
besi (II)
H2S + Fe2+
Pembentukan pirit (FeS2)
FeS + Srh
FeS + 2H+
FeS2
Sumber: Dent (1982)
Reaksi pembentukan pirit dapat secara langsung, yaitu 1) pengendapan
atau 2) reaksi padat (solid-solid reaction), yang masing-masing diformulasikan
sebagai berikut.
1) Fe2+ + S222) FeS + S
FeS2
FeS2
Laju pembentukan pirit ini belum banyak diketahui. Proses pembentukan
endapan pirit secara skematik disajikan pada Gambar 1. Hasil penelitian
laboratoris menunjukkan bahwa pembentukan pirit dalam reaksi padat di atas
berjalan sangat lambat memakan waktu bulanan bahkan tahunan, sedang dengan
pengendapan secara langsung dari besi (II) dengan polisulfida di bawah kondisi
yang baik, pirit dihasilkan lebih cepat hanya dalam beberapa hari (Goldhaber dan
Kaplan, 1974 dalam Pons, Breemen, dan Driessen, 1982).
5
Udara
(O2)
Oksidasi S2biologis &
abiologik
Bahan Organik
(CH3-ROH)
Laut
(SO42-)
Mineral
(Fe)
Bakteri
Pereduksi
Sulfat
S2-
S0
Sn2-
Fe2+
Mackinawit
(FeS)
Griegit
(Fe3S4)
Markasit
Fe3+
Goetit
(FeO-OH)
Haematit
(Fe2O3)
Waktu
Pirit
(FeS2)
Sumber: Pons, Breemen, dan Driessen (1982)
Gambar 1. Bagan Proses Pembentukan Endapan Pirit
2.3.
Sifat Kimia Tanah Berbahan Sulfidik (Pirit)
Kemasaman Tanah
Reaksi tanah berbahan sulfidik (tanah sulfat masam potensial) tergolong
masam sampai luar biasa masam, berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan
pH<3,5 (ordo Inceptisol) (Noor , 2004).
Ketentuan nilai pH untuk disebut sebagai bahan sulfidik dan horison
sulfurik masih diperdebatkan. Kriteria batasan untuk pH 4 disebut bahan sulfidik
dan pH<3,5 disebut sebagai horison sulfurik telah diusulkan untuk direvisi dengan
ketentuan pH 3,5-4,0 untuk bahan sulfidik dan pH<3,7 untuk disebut horison
sulfurik. Hal ini berdasarkan sigi tanah di Delta Pulau Petak, Kalsel/Kalteng
6
bahwa banyak tanah sulfat masam tergenang mempunyai pH<4,0 dan jarosit
kebanyakan stabil pada pH<3,7 (Sutrisno, 1990).
Kemasaman merupakan kendala paling inherence dalam pengembangan
pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada
pH 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH<4,5
terjadi peningkatan Al3+, Fe2+, dan Mn2+ dan pada pH<6,5 terjadi kahat Ca, Mg,
dan K (Notohadiprawiro, 2000).
Kemasaman yang tinggi di lahan sulfat masam setelah reklamasi
mengimbas terhadap peningkatan kelarutan Al3+, Fe2+, asam-asam organik, dan
diiringi oleh kahat hara makro P, hara mikro Cu, serta Zn. Kekahatan hara Cu dan
Zn umumnya karena tanah sulfat masam adakalanya berasosiasi dengan gambut.
Kahat hara Cu dan Zn pada tanah gambut sering dilaporkan dan pemberian Cu
dan Zn pada tanah gambut dapat meningkatkan jumlah gabah isi (Noor, 2004).
Keracunan Aluminium
Kadar aluminium (Al) pada tanah sulfat masam berkaitan dengan oksidasi
pirit. Suasana yang sangat masam mempercepat pelapukan mineral aluminosilikat dengan membebaskan dan melarutkan Al yang lebih banyak (Pons, 1973;
Notohadiprawiro, 2000). Kelarutan aluminium pada tanah sulfat masam selain
dalam bentuk kation yang dapat ditukar (Al3+), juga dalam bentuk koloidal
sebagai hidroksil. Kadar Al meningkat pada pH 4,0-4,5 (Dent, 1986). Aktivitas
Al3+ meningkat hampir 10 kali lipat dengan penurunan setiap satu unit pH. Kadar
Al3+ pada air tanah dari tanah sulfat masam Thailand mencapai 0,015 mol.m-3 (0,4
ppm) pada pH 5,5 dan meningkat menjadi 2,12 mol.m-3 (54 ppm) pada pH 2,8.
Dalam percobaan oksidasi, kadar Al3+ dari 0,1 mol.m-3 (2,7 ppm) pada pH 4
meningkat menjadi 58 mol.m-3 (1.500 ppm) pada pH 1,8. Kadar Al yang cukup
rendah, hanya 1-2 ppm sudah dapat meracuni tanaman (Dent, 1986). Pengeringan
secara berulang meningkatkan kelarutan Al3+. Kumulatif Al3+ terlindi rata-rata
dari tiga jenis tanah sulfat masam (pH 2,52-4,80) yang dikeringbasahkan secara
berulang sebanyak enam kali menunjukkan peningkatan sebesar 40% dari 5,84
cmol (+)/kg menjadi 9,26 cmol (+)/kg (Noor, 2004).
7
Ketersediaan Unsur Hara Makro dan Mikro
Ketersediaan P pada tanah sulfat masam rendah sampai sangat rendah.
Selain itu, pada tanah sulfat masam, P (dari pupuk) akan diikat kuat oleh Al-aktif
membentuk senyawa P tidak tersedia pada pH rendah. Meskipun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian P menunjukkan tanggapan oleh padi
(Dent, 1986). Dalam keadaan reduktif, bentuk P dalam ikatan Fe-P mungkin juga
Al-P lepas, menjadi bentuk tersedia setelah penggenangan bertahap. Reaksi
berikut menggambarkan ikatan Al terhadap P yang terjadi pada permukaan
lempung atau tepi-tepi mineral lempung yang bermuatan positif.
Al-OH + H2PO4-
Al-H2PO4- + OH-
lempung
lempung oktahedral
Pada kondisi kadar bahan organik tinggi sering menimbulkan kekahatan
unsur-unsur mikro seperti Cu dan Zn karena terbentuknya ikatan senyawa
organometal. Lempung dapat membentuk kompleks dengan senyawa organik.
Menurut Tan (1998) kutub negatif (COO-) dari asam organik atau asam amino
dapat mengikat kation-kation logam dalam bentuk jerapan permukaan.
Kondisi yang ekstrim untuk aktivitas mikroorganisme tanah menyebabkan
kurang tersedianya unsur hara karena terhambatnya pelapukan bahan organik
tanah. Fiksasi nitrogen dari udara oleh bakteri Rhizobia yang bersimbiose dengan
tanaman legum akan terhambat pada pH dan ketersediaan fosfat yang rendah.
Mikoriza yang merupakan mikroorganisme pelarut fosfat sulit berkembang pada
kondisi keasaman tanah yang ekstrim (Noor, 2004).
Ketersediaan Basa-basa Dapat Dipertukarkan
Tanah sulfat masam yang telah mengalami pencucian pada periode yang
panjang, kation-kation basa hasil pelapukan mineral akan tercuci. Kompleks
pertukaran akan dijenuhi oleh aluminium. Defisiensi Ca, Mg, K, Mn, Zn, Cu, dan
Mo sering terjadi pada tanah sulfat masam. Batas kritis defisiensi kandungan
unsur hara dalam tanaman adalah 0,14–0,41 % P, 0,56-2,32 % K, 0,13-0,78 % Ca,
0,16-1,44 % Mg, 24-70 ppm Fe, <30 ppm Mn, <3,0 ppm Cu, 8-28 ppm Zn
(Tadano, Yonabayashi, dan Saito, 1992).
8
Konsentrasi basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, dan K) pada lapisan
dimana terdapat oksidasi pirit sangat rendah dan kompleks pertukaran telah
dijenuhi oleh H dan Al sebagai akibat dari rendahnya pH dan tingginya Al dapat
dipertukarkan. Di sisi lain, pada kedalaman di bawah lapisan sulfida, konsentrasi
basa-basa dapat dipertukarkan dan pH meningkat seiring dengan penurunan
konsentrasi Al hingga mendekati nol sebagaimana terlihat pada Tabel 2 (Singh,
Grube, Smith, dan Keefer, 1982).
Tabel 2. Beberapa Kandungan Kimia dari Tanah Sulfida
Kedalaman
(m)
pH
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5.4
5.4
5.7
5.7
5.4
5.8
7.6
7.9
7.1
7.5
7.1
6.3
Ca
0.13
0.57
1.04
0.77
0.42
1.37
3.00
3.20
3.30
2.90
1.93
1.30
Kation-kation Dapat
Dipertukarkan
Mg
K
(me/100g)
0.05
0.11
0.15
0.18
0.33
0.17
0.29
0.19
0.12
0.14
0.40
0.16
0.97
0.16
1.11
0.16
1.25
0.17
1.15
0.18
0.80
0.17
0.42
0.22
Al
0.54
0.44
0.33
1.00
0.56
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Sumber: Singh, Grube, Smith, dan Keefer (1982).
9
III. BAHAN DAN METODE
3.1.
Lokasi dan Waktu
Lokasi pengambilan contoh tanah dan pengamatan produksi kelapa sawit
dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit Unit Usaha Bentayan dan Betung Krawo,
PT Perkebunan Nusantara VII (Persero), Sumatera Selatan. Analisis contoh tanah
dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga bulan Oktober 2010.
3.2.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah dan
pengamatan sifat fisik di lapang di antaranya adalah meteran, pisau lapang, sekop,
munsell soil color chart, kompas, abney level, altimeter, bor tanah/bor belgi, bor
gambut, loup, Global Positioning System (GPS). Sedangkan bahan kimia yang
diperlukan untuk pengamatan sifat kimia di lapang di antaranya adalah H2O2.
Peralatan
yang
dibutuhkan
dalam
melakukan
analisis
tanah
di
laboratorium di antaranya adalah gelas ukur, labu semprot, tabung reaksi, pipet,
kertas saring, botol kocok, tabung digestion dan blok digestion, labu didih,
erlenmeyer, buret, dan pengaduk. Sedangkan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan
untuk analisis tanah disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam
melakukan analisis.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah:
1) pH
: pengekstrak H2O 1:1
2) Al-dd
: pengekstrak KCl 1N
3) N-total
: metode Kjeldhal
4) P-tersedia
: metode Bray I
5) Penetapan susunan kation
: pengekstrak NH4OAC pH 7,0
Alat pengukuran yang digunakan adalah:
1) pH meter
: penetapan pH tanah.
2) Alat destilasi
: penetapan N-total dan KTK.
3) Alat titrasi
: penetapan Al-dd.
4) Spektrofotometer : penetapan P tersedia metode Bray.
5) Flamefotometer
: penetapan susunan kation (K+ dan Na+).
10
: penetapan susunan kation (Ca2+ dan Mg2+).
6) AAS
3.3.
Metode Penelitian
Sebelum dilakukan pengambilan contoh tanah di lapangan terlebih dahulu
dilakukan pengumpulan informasi-informasi awal, berupa data-data yang sudah
ada dan tersedia baik yang tersimpan oleh PTPN VII atau di instansi terkait.
Selanjutnya pengambilan contoh tanah di lapangan dimulai dengan
melakukan pemboran. Pemboran dilakukan sebanyak 2 pengamatan pada setiap
blok. Contoh kesuburan tanah yang diambil yaitu pada kedalaman 20 cm. Untuk
pengamatan kedalaman lapisan sulfidik ditetapkan di lapangan berdasarkan
kepada pH hasil oksidasi oleh H2O2 (hidrogen peroksida).
Berdasarkan kondisi pirit di lapangan, maka tipologi tanah dibagi ke
dalam 4 jenis, yaitu tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol), tanah
berpirit dangkal dengan kedalaman pirit <30 cm, tanah berpirit sedang dengan
kedalaman pirit 30-60 cm, dan tanah berpirit dalam dengan kedalaman pirit >60
cm. Dengan jumlah sampel seperti dalam Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Sampel Setiap Jenis Tanah
Sampel Tanah
Jumlah
Tanah tidak mengandung pirit
15
Tanah dengan kedalaman pirit >60 cm
12
Tanah dengan kedalaman pirit 30-60 cm
13
Tanah dengan kedalaman pirit <30 cm
7
Contoh tanah yang diambil lalu diperlakukan seperti; persiapan contoh
tanah
di
laboratorium,
meliputi
pencatatan
contoh,
pengeringan,
penumbukan/pengayakan, dan penyimpanan. Analisis contoh tanah yang
dilakukan di laboratorium meliputi penetapan pH tanah dengan pengekstrak H2O
1:1, penetapan Al-dd dengan pengekstrak KCl 1N, penetapan N-total metode
Kjeldhal, penetapan P tersedia metode Bray I, penetapan susunan kation dengan
pengekstrak NH4OAC pH 7,0, penetapan kapasitas tukar kation (KTK), penetapan
kejenuhan basa (KB), dan penetapan unsur hara mikro.
11
Untuk mengetahui pengaruh kedalaman pirit terhadap sifat kimia tanah
dan produksi tanaman kelapa sawit dilakukan analisis ragam, apabila berpengaruh
nyata maka dilakukan uji lanjut.
Selanjutnya untuk penentuan tanah berpirit yang belum dan telah
teroksidasi dapat dilihat pada kondisi total reduksi di lapangan. Untuk blok-blok
dengan kedalaman total reduksi lebih rendah dari kedalaman pirit maka
digolongkan ke dalam tanah berpirit yang belum teroksidasi, sedangkan untuk
blok-blok dengan kedalaman total reduksi lebih dalam dari kedalaman pirit maka
digolongkan ke dalam tanah berpirit yang telah teroksidasi.
Dari hasil pengelompokkan tersebut kemudian dilakukan analisis
laboratorium terhadap sampel tanah yang belum dan telah teroksidasi untuk
menentukan nilai pH, C-organik, KTK, N-total, Ca, Mg, K, dan Na.
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai
sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut
diuraikan sifat kimia tanah berdasarkan perbedaan kedalaman pirit yaitu
kemasaman tanah, kandungan aluminium dapat dipertukarkan, kandungan unsur
hara makro, dan kandungan basa-basa dapat dipertukarkan yang dipengaruhi
perbedaan kedalaman pirit yang dikelompokkan ke dalam tanah yang tidak
memiliki kandungan pirit (kontrol), tanah berpirit dangkal (kedalaman pirit <30
cm), tanah berpirit sedang (kedalaman pirit 30-60 cm), dan tanah berpirit dalam
(kedalaman pirit >60 cm).
4.1.
Kemasaman Tanah
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel pH
disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 2
tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap nilai pH tanah.
Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 3, nilai pH tanah berpirit dangkal (pirit
<30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai
pH tanah berpirit dalam (pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit
(kontrol).
Dari Gambar 2 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai pH yang paling rendah dengan nilai pH rata-rata 4,4, sedangkan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai pH yang
paling tinggi dengan nilai pH rata-rata 5,0. Hal ini menunjukkan bahwa pirit
berpengaruh nyata terhadap kemasaman tanah, semakin dangkal kedalaman pirit
maka akan semakin berpotensi pirit tersebut teroksidasi sehingga menyebabkan
turunnya pH dan tanah akan semakin masam.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal dan tanah berpirit sedang tergolong ke dalam tanah
sangat masam karena memiliki nilai pH<4,5 sedangkan tanah berpirit dalam dan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) tergolong ke dalam tanah
masam karena memiliki nilai pH 4,5-5,5.
13
5.1
5.0
5.0
4.9
4.8
4.8
pH
4.7
4.6
4.5
4.4
4.4
30-60 cm
<30 cm
4.4
4.3
4.2
4.1
Kontrol
>60 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 2. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kemasaman Tanah
Nilai pH tanah yang semakin turun seiring dengan semakin dangkalnya
kandungan pirit dapat disebabkan karena adanya oksidasi pirit. Oksidasi pirit
terjadi dalam beberapa langkah dari proses kimia maupun oleh mikrobiologi.
Berawal dari reaksi oksigen yang terlarut dengan pirit yang menghasilkan Fe(II),
sulfat, dan H+:
FeS2 + 7/2O2 + H2O
Fe2+ + 2SO42- + 2H+
Proses meningkatnya kemasaman pada tanah berpirit mula-mula diawali dengan
adanya oksidasi pirit oleh oksigen sebagaimana terlihat pada reaksi di atas. Hasil
dari oksidasi pirit tersebut menghasilkan sulfat dan 2 mol H+ yang mengakibatkan
turunnya nilai pH.
Selanjutnya Fe(II) yang dihasilkan dari reaksi 1 tersebut mengalami proses
oksidasi oleh oksigen sebagai oksidator sehingga menghasilkan Fe(III):
Fe2+ + 1/4O2 + H+
Fe3+ + 1/2H2O
Ketika pH tanah menurun seiring dengan adanya oksidasi pirit oleh
oksigen hingga mendekati nilai 4,5, Fe(III) menjadi mudah terlarut dan mulai
menjadi oksidator, dan apabila pH terus turun hingga 3,0 maka Fe(III) akan
menjadi oksidator utama dari proses oksidasi pirit. Fe(III) yang terlarut akan
mengoksidasi pirit seperti dalam reaksi berikut:
FeS2 + 14Fe3+ + 8H2O
15Fe2+ + 2SO42- + 16H+
14
Dari persamaan reaksi 3 terlihat bahwa setiap mol dari pirit yang teroksidasi akan
menghasilkan 16 mol H+. Hal inilah yang menyebabkan nilai pH tanah menjadi
semakin kecil sehingga tanah menjadi sangat masam.
Pada reaksi 3 terlihat adanya reduksi Fe(III) menjadi Fe(II), proses reduksi
ini berjalan lebih cepat bila dibandingkan dengan oksidasi Fe(II) menjadi Fe(III)
dan apabila proses ini terus berlanjut dapat mengakibatkan reaksi tersebut menjadi
terhenti karena semua Fe(III) telah tereduksi. Akan tetapi pada proses oksidasi
Fe(II) terdapat tahapan yang dapat mempercepat proses oksidasi tersebut. Salah
satu katalis yang berperan sangat penting dalam mempercepat laju oksidasi Fe(II)
menjadi Fe(III) adalah bakteri pengoksidasi besi , T. ferooxidans, yang diketahui
dapat mempercepat laju oksidasi Fe(II) hingga 5-6 kali. T. ferooxidans
mengendaki lingkungan yang lembab, tersedianya oksigen dan karbondioksida,
pH sekitar 3,2. Bakteri ini juga membutuhkan nutrien nitrogen dalam bentuk
ammonia, nitrogen, sejumlah fosfat, kalsium, magnesium yang biasanya terdapat
pada air di lingkungannya. Hal ini membuat laju oksidasi Fe(II) menjadi
sebanding atau lebih cepat bila dibandingkan dengan reduksi Fe(III), sehingga
membuat proses oksidasi pirit oleh Fe(III) tetap berlangsung dan dapat semakin
memasamkan tanah (Nordstorm, 1982). Laju oksidasi pirit sangat dipengaruhi
oleh 1) pH; 2) konsentrasi oksigen; 3) suhu; 4) kelembaban tanah; 5)
keseimbangan ion Fe(II) dan Fe(III) di dalam sistem.
Kemasaman tanah (pH) dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
karena pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur-unsur hara tertentu. Pengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman secara langsung yaitu melalui konsentrasi H+.
Reaksi-reaksi sorpsi dan pengendapan dari fosfat meningkat pada tanah-tanah
masam menyebabkan ketersediaan bagi tanaman rendah. Di samping pengaruhnya
terhadap ketersediaan unsur hara dan unsur-unsur toksik dalam tanah, pH tanah
juga diketahui berpengaruh terhadap kemungkinan timbulnya beberapa penyakit
salah satunya adalah soil born (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003).
4.2.
Kandungan Aluminium Dapat Dipertukarkan
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan Al-dd disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan
di Lampiran 4 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap
15
nilai aluminium dapat dipertukarkan (Al-dd). Berdasarkan hasil uji lanjut pada
Lampiran 5, nilai kandungan Al-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan
tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai Al-dd pada
tanah yang tidak mengandung bahan pirit (kontrol).
Dari Gambar 3 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kandungan Al-dd yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 7,02
me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol)
memiliki nilai Al-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 3,34 me/100 g. Hal
ini menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kandungan Al-dd tanah,
semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi meningkatkan
kandungan Al-dd di dalam tanah.
8
7.02
Aluminium (me/100 g)
7
5.97
6
5.32
5
4
3.34
3
2
1
0
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 3. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Al-dd Tanah
Tingginya kandungan Al-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
dapat disebabkan karena rendahnya nilai pH pada jenis tanah tersebut.
Lingkungan asam yang berlebihan mendorong rusaknya mineral silikat tipe 2:1
dalam tanah.
KAlSi3O8 + H+ + 12H2O
K-Feldspar
KAlSi3O10(OH)2 + 6H4SiO4 + 2K+
K-Mika
Asam Silikat (Larut)
2KAl3Si3O10(OH)2 + 2H+ + 3H2O
K-Mika
H4Al2Si2O9 + 5H2O
Kaolinit
3H3Al2Si2O9 + 2K+
Kaolinit
Al2O3.3H2O + 2H4SiO4
Gibsit
Asam Silikat
16
Tingginya kandungan silika dan Al3+ yang terlarut merupakan indikasi
terjadinya rusaknya mineral aluminium silikat tipe 2:1 karena kemasaman yang
tinggi. Aktivitas Al3+ berhubungan langsung dengan nilai pH tanah, pada saat
larutan tanah dijenuhi oleh ion H+ maka Al(OH)3 yang mengendap akan terlarut
membentuk:
Al(OH)3 + H+
Al(OH)2+ + H+
Al(OH)2+ + 3H+
Al(OH)2+ + H2O
Al(OH)2+ + H2O
Al3+ + 3H2O
Ion Al3+ yang dihasilkan akan menggantikan kedudukan K+, Na+, Ca2+,
dan Mg2+ yang dijerap pada permukaan koloid tanah. Basa-basa yang digantikan
ini, masuk ke dalam larutan tanah dan akhirnya tercuci. Ion Al3+ karena
mempunyai afinitas yang lebih tinggi akan tetap tinggal dalam tanah.
Aluminium menghambat perpanjangan dan pertumbuhan akar primer,
serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Keracunan aluminium
dapat disebabkan aluminium yang terlarut terakumulasi dari jaringan akar,
menghambat pembelahan dan pemanjangan sel, dan menghambat aktivitas enzim
dalam mensintesis senyawa-senyawa dalam dinding sel (Rorison, 1973).
4.3.
Kandungan Nitrogen Total dan Fosfor Tersedia
Nitrogen Total
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan N-total disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil yang
ditunjukkan di Lampiran 6 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh
nyata terhadap nilai N-total tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 7,
nilai kandungan N-total tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit
sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai N-total tanah berpirit dalam
(pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol).
Dari Gambar 4 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kandungan N-total yang paling rendah dengan nilai rata-rata
0,17 %, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
nilai N-total yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 0,53 %. Hal ini
menunjukkan bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total tanah,
17
semakin dangkal kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi mengakibatkan
terjadinya defisiensi N-total.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal memiliki kandungan N-total yang tergolong rendah
karena memiliki nilai N-total antara 0,1-0,2 %, tanah berpirit sedang dan dalam
memiliki kandungan N-total yang tergolong sedang karena memiliki nilai N-total
antara 0,21-0,5 %, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol)
memiliki kandungan N-total yang tergolong tinggi karena memiliki nilai N-total
antara 0,51-0,75 %.
0.6
0.53
N-total (%)
0.5
0.46
0.4
0.26
0.3
0.17
0.2
0.1
0
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 4. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan N-total Tanah
Kekurangan N biasanya menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan dan
daun-daun menjadi kering. Gejala khlorosis mula-mula timbul pada daun yang tua
sedangkan daun-daun muda tetap berwarna hijau. Apabila akar tanaman tidak
dapat mengambil N cukup untuk pertumbuhannya maka senyawa N di dalam
daun-daun tua menjalani proses autolisis. Dalam hal ini protein diubah menjadi
bentuk yang larut ditranslokasi ke bagian-bagian yang muda dimana jaringan
meristemnya masih aktif. Pada kandungan N yang rendah sekali, daun akan
menjadi coklat dan mati (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003).
18
Fosfor Tersedia
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan P-tersedia disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil yang
ditunjukkan di Lampiran 8 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai P-tersedia tanah. Nilai kandungan P-tersedia
tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan tanah yang tidak memiliki kandungan
pirit tidak berbeda nyata.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Ptersedia tanah, dari Gambar 5 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit
<30 cm) memiliki nilai kandungan P-tersedia yang paling rendah dengan nilai
rata-rata 9,57 ppm, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit
(kontrol) memiliki nilai P-tersedia yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 11,9
ppm. Dari Gambar 5 terlihat bahwa kandungan P-tersedia cenderung menurun
dengan semakin dangkalnya lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, dalam, dan sangat dalam memiliki kandungan Ptersedia yang tergolong sedang karena memiliki nilai P-tersedia antara 8-10 ppm,
sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
kandungan P-tersedia yang tergolong tinggi karena memiliki nilai P-tersedia
antara 11-15 ppm.
14.00
12.00
11.90
10.62
10.34
P (ppm)
10.00
9.57
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 5. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan P-Tersedia Tanah
19
4.4.
Kandungan Basa-basa Dapat Dipertukarkan
Kalsium
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan Ca disajikan pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di
Lampiran 9 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai Ca tanah. Kadar Ca-dd tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit tidak berbeda nyata.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Ca-dd
tanah, dari Gambar 6 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kandungan Ca yang paling rendah dengan nilai rata-rata 1,20
me/100 g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol)
memiliki nilai Ca yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 1,72 me/100 g. Dari
Gambar 6 terlihat bahwa kadar Ca cenderung menurun dengan semakin
dangkalnya lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dalam, dan tanah yang tidak memiliki
kandungan pirit (kontrol) memiliki kandungan Ca yang tergolong sangat rendah
karena memiliki nilai Ca <2 me/100 g.
2.00
Kalsium (me/100 g)
1.80
1.72
1.68
1.60
1.39
1.40
1.20
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 6. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Ca Tanah
.
20
Magnesium
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan Mg disajikan pada Lampiran 10. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan
di Lampiran 10 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai Mg tanah.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap Mg-dd tanah,
dari Gambar 7 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) memiliki
nilai Mg-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 0,48 me/100 g, sedangkan
tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai Mg-dd yang
paling tinggi dengan nilai rata-rata 1,25 me/100 g. Dari Gambar 7 terlihat bahwa
kadar Mg-dd cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dan dalam, memiliki kadar Mg-dd yang
tergolong rendah karena memiliki nilai antara 0,4-1 me/100 g, sedangkan tanah
yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kadar Mg-dd yang
tergolong sedang karena memiliki nilai antara 1,1-2 me/100 g.
Magnesium (me/100 g)
1.40
1.25
1.20
1.00
1.00
0.72
0.80
0.60
0.48
0.40
0.20
0.00
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 7. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan Mg Tanah
Kalium
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kandungan K disajikan pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di
Lampiran 11 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap
21
nilai K-dd tanah. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 12, nilai kadar K
tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) berbeda nyata terhadap nilai K tanah berpirit
dalam (pirit >60 cm) dan tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol). Nilai
kandungan K tanah berpirit sedang (pirit 30-60 cm) berbeda nyata terhadap nilai
K tanah yang tidak mengandung pirit (kontrol).
Dari Gambar 8 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki nilai kadar K-dd yang paling rendah dengan nilai rata-rata 0.18 me/100
g, sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki nilai
K yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 0.41 me/100 g. Hal ini menunjukkan
bahwa pirit berpengaruh nyata terhadap kadar K-dd tanah, semakin dangkal
kedalaman pirit maka akan semakin berpotensi mengakibatkan terjadinya
defisiensi K
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal, sedang, dan dalam, memiliki kadar K-dd yang
tergolong rendah karena memiliki nilai antara 0,1-0,3 me/100 g, sedangkan tanah
yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki kadar K-dd yang
tergolong sedang karena memiliki nilai antara 0,4-0,5 me/100g.
0.45
0.41
Kalium (me/100 g)
0.4
0.35
0.35
0.3
0.25
0.2
0.19
0.18
30-60 cm
<30 cm
0.15
0.1
0.05
0
Kontrol
>60 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 8. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kandungan K Tanah
Rendahnya K-dd pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dapat
disebabkan terjadinya penjenuhan kompleks pertukaran oleh aluminium karena
tingginya kelarutan Al3+ pada tanah berpirit. Ion H dan Al yang dihasilkan dari
22
oksidasi pirit akan menggantikan kadar K-dd yang dijerap pada permukaan koloid
tanah. Basa-basa yang digantikan ini, masuk ke dalam larutan tanah dan akhirnya
tercuci. Unsur-unsur lain yang mempunyai afinitas lebih tinggi (terutama Al dan
Fe), akan tetap tinggal dalam tanah.
Nilai K-dd jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Ca dan Mg-dd. Hal
tersebut disebabkan karena kation-kation monovalen seperti K umumnya dijerap
lebih lemah bila dibandingkan dengan kation-kation divalen seperti Ca dan Mg.
Kation dengan radius hidrasi lebih kecil seperti Ca dan Mg memiliki kerapatan
muatan per unit volume lebih tinggi. Kation demikian mengikat air hidrasi lebih
sedikit, sehingga radius terhidrasinya lebih kecil bila dibandingkan dengan kation
dengan muatan sama yang memiliki radius hidrasi lebih besar. Kation dengan
radius hidrasi lebih besar ditahan lebih lemah oleh permukaan koloid
dibandingkan dengan kation dengan radius hidrasi lebih kecil. Hal ini dikarenakan
kation terhidrasi lebih kecil dapat mencapai permukaan koloid lebih dekat.
Dengan demikian gaya tarik coulomb terhadap kation yang terakhir ini juga
meningkat. Suatu kation yang hanya terhidrasi sebagian dapat mencapai
permukaan koloid lebih dekat dan umumnya akan ditahan lebih kuat oleh partikel
koloid tanah (Anwar dan Sudadi, 2007).
Kemudahan penggantian kation pada koloid telah dikenal dengan sebutan
deret lyotrop:
Li+=Na+>K+=NH4+>Rb+>Cs+=Mg2+>Ca2+>Sr2+=Ba2+>La3+=”H”(Al3+)>Th4+
Semakin ke kiri maka kation tersebut akan ditahan lebih lemah oleh permukaan
koloid, sedangkan semakin ke kanan maka kation tersebut akan ditahan lebih kuat
oleh permukaan koloid.
Kejenuhan Basa
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel
kejenuhan basa disajikan pada Lampiran 13. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan
di Lampiran 13 tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata
terhadap kejenuhan basa tanah.
Walaupun kedalaman pirit tidak berpengaruh nyata terhadap kejenuhan
basa tanah, dari Gambar 9 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30
23
cm) memiliki kejenuhan basa yang paling rendah dengan nilai rata-rata 14 %,
sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
kejenuhan basa yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 35 %. Dari Gambar 9
terlihat bahwa kejenuhan basa cenderung menurun dengan semakin dangkalnya
lapisan pirit.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah
(2005), tanah berpirit dangkal dan sedang memiliki kejenuhan basa yang
tergolong sangat rendah karena memiliki nilai <20 %, sedangkan tanah berpirit
dalam dan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki
kejenuhan basa yang tergolong rendah karena memiliki nilai antara 20-40 %.
40
35
Kejenuhan Basa (%)
35
31
30
25
20
17
14
15
10
5
0
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
Kedalaman Pirit
Gambar 9. Pengaruh Pirit Terhadap Nilai Rata-rata Kejenuhan Basa Tanah
4.5.
Perbedaan Sifat Kimia Antara Tanah Berpirit yang Belum dan Telah
Teroksidasi
Selain faktor pengaruh perbedaan kedalaman pirit, dilihat juga faktor
pengaruh oksidasi tanah yang mengandung pirit terhadap sifat kimia tanah.
Perbedaan sifat kimia antara tanah berpirit yang belum dan telah teroksidasi dapat
dilihat pada Gambar 10 dan 11.
24
40.0
36.53
35.0
30.0
Tanah Belum
Teroksidasi
23.00
25.0
Tanah Telah
Teroksidasi
20.0
15.0
10.0
6.49
5.0
4.2 3.5
2.84
pH H2O
C-org (%)
0.0
KTK (me/100 g)
Gambar 10. Perbedaan Nilai pH, C-organik, dan KTK Antara Tanah Berpirit
yang Belum dan Telah Teroksidasi
1.33
1.40
1.20
1.00
1.00
0.76
0.80
0.60
0.56
0.53
0.50
0.43
0.40
Tanah Belum
Teroksidasi
Tanah Telah
Teroksidasi
0.31
0.20
0.20
0.04
0.00
N (%)
Ca
(me/100g)
Mg
(me/100g)
K (me/100g)
Na
(me/100g)
Gambar 11. Perbedaan Kadar N-total, Ca, Mg, K, dan Na Antara Tanah Berpirit
yang Belum dan Telah Teroksidasi.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada semua variabel yang diteliti,
meliputi nilai pH, C-organik, N-total, Ca, Mg, K, Na, dan KTK, tanah berpirit
yang telah mengalami proses oksidasi memiliki kecenderungan nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan tanah berpirit yang belum mengalami proses
oksidasi.
Nilai pH pada tanah berpirit yang telah teroksidasi tergolong sangat
masam dengan nilai rata-rata pH 3,5. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang
25
memiliki kandungan pirit apabila teroksidasi berpotensi untuk meningkatkan
kemasaman tanah. Kemasaman tanah yang terlalu ekstrim dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman yang dapat berimbas kepada penurunan hasil produksi.
Kadar C-organik pada tanah berpirit yang telah teroksidasi terlihat berbeda
nyata terhadap nilai kadar C-organik tanah berpirit yang belum mengalami proses
oksidasi. Nilai rata-rata C-organik pada tanah berpirit yang belum teroksidasi
tergolong sangat tinggi yaitu 6,49 %, sedangkan nilai rata-rata C-organik pada
tanah berpirit yang telah teroksidasi tergolong sedang yaitu 2,84 %.
Nilai N-total pada tanah berpirit yang telah teroksidasi yaitu sebesar
0,43 %, lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai N-total pada tanah berpirit
yang belum teroksidasi yaitu sebesar 0,53 %.
Kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, K, dan Na pada tanah berpirit
yang telah teroksidasi memiliki nilai relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
tanah berpirit yang belum teroksidasi. Hal ini disebabkan oleh penjenuhan
kompleks pertukaran oleh aluminium karena tingginya kelarutan Al3+ pada tanah
berpirit yang telah mengalami proses oksidasi. Kation-kation tersebut terdorong
ke larutan sehingga relatif lebih mudah tercuci dan lebih mudah kehilangan unsurunsur tersebut. Nilai K dan Na terlihat lebih rendah disebabkan oleh kation-kation
monovalen dijerap lebih lemah bila dibandingkan dengan kation-kation divalen
seperti Ca dan Mg..
Nilai kapasitas tukar kation pada tanah berpirit yang telah teroksidasi
terlihat lebih rendah bila dibandingkan tanah berpirit yang belum mengalami
proses oksidasi. Nilai rata-rata kapasitas tukar kation pada tanah berpirit yang
belum teroksidasi yaitu 36,53 me/100 g, sedangkan nilai rata-rata kapasitas tukar
kation pada tanah berpirit yang telah teroksidasi yaitu 23,00 me/100 g.
Oksidasi pirit dapat terjadi pada saat musim kemarau dan mengakumulasi
Fe(III). Oksidasi pirit pada musim hujan terjadi dengan menggunakan oksida dan
Fe(III) yang terakumulasi sepanjang musim kemarau. Meskipun demikian, suplai
oksigen juga akan menjadi faktor penentu laju oksidasi pirit. Material pirit yang
terangkat oleh pembuatan surjan akan teroksidasi lebih intensif, dan menyebabkan
pH sangat rendah dibanding bila material yang sama teroksidasi di lapisan yang
tak terangkat. Oksidasi pirit terjadi sangat cepat pada lahan masih dalam kondisi
26
yang aerob, disebabkan oleh drainase yang terlalu berlebihan atau oleh kondisi
musim kemarau yang ekstrim, maka kemasaman tanah akan meningkat.
Sebaliknya oksidasi pirit akan terhenti dengan peningkatan muka air tanah.
4.6.
Produksi Tanaman Kelapa Sawit
Hasil analisis ragam pengaruh kedalaman pirit terhadap variabel produksi
disajikan pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di Lampiran 14
tersebut terlihat bahwa kedalaman pirit berpengaruh nyata terhadap produksi.
Berdasarkan hasil uji lanjut pada Lampiran 15, besarnya produksi tanaman kelapa
sawit pada tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm) dan tanah berpirit sedang (pirit
30-60 cm) berbeda nyata terhadap besarnya produksi tanaman kelapa sawit pada
tanah berpirit dalam (pirit >60 cm), serta berbeda nyata terhadap besarnya
produksi tanaman kelapa sawit pada tanah yang tidak berpirit.
Dari Gambar 12 dapat terlihat bahwa tanah berpirit dangkal (pirit <30 cm)
memiliki produksi yang paling rendah dengan nilai rata-rata 18.365 kg/ha,
sedangkan tanah yang tidak memiliki kandungan pirit (kontrol) memiliki produksi
14000
12000
18365
Kontrol
>60
30-60
<30
6548
10000
14295
16000
15749
Kg/ha
18000
12130
20000
16895
22000
18094
16074
19086
24000
21075
18371
24777
yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 24.777 kg/ha.
8000
6000
2007
2008
2009
Tahun Produksi
Gambar 12. Pengaruh Pirit Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Tahun
Tanam 2000)
Produksi tanaman yang lebih rendah pada tanah berpirit dengan
kedalaman <30 cm merupakan sebagai akibat dari meningkatnya kemasaman
tanah, meningkatnya kadar Al-dd, dan unsur hara yang rendah.
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan dan hasil yang telah didapatkan
dalam penelitian ini, dapat disimpulkan:
1. Pirit berpengaruh nyata terhadap kemasaman tanah dan kandungan aluminium
dapat dipertukarkan (Al-dd). Semakin dangkal lapisan pirit maka kemasaman
tanah dan kandungan Al-dd cenderung meningkat.
2. Pirit berpengaruh nyata terhadap N-total dan tidak berpengaruh nyata terhadap
fosfor (P). Kadar N-total dan P cenderung menurun dengan semakin
dangkalnya lapisan pirit.
3. Pirit berpengaruh nyata terhadap kalium (K) dan tidak berpengaruh nyata
terhadap kejenuhan basa, kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Kejenuhan basa,
kadar Ca, Mg, dan K cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan
pirit.
4. Pirit berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman kelapa sawit. Produksi
tanaman kelapa sawit cenderung menurun dengan semakin dangkalnya lapisan
pirit.
5. Pada tanah berpirit yang telah mengalami proses oksidasi, nilai pH, C-organik,
N-total, Ca, Mg, K, Na, dan KTK memiliki kecenderungan nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan tanah berpirit yang belum mengalami proses
oksidasi.
5.2.
Saran
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pirit
terhadap kesuburan tanah dengan memperhatikan parameter-parameter yang
berbeda seperti sifat fisik dan biologi tanah.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, S, dan Sudadi, U. 2007. Kimia Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air, dan Pupuk. Departemen Pertanian. Bogor.
Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils: a baseline for research and development.
ILRI. Wageningen. Publ. No. 39 The Netherlands.
Goldhaber, M. B., dan I. R. Kaplan. 1974. The sulfur cycle. In: Pons, L. J.,
Breemen, N.V., dan P.M. Driessen. 1982. Physiography of Coastal
Sediment and Development of Potential Acidity. Wisconsin. USA.
Leiwakabessy, F.M., Wahjudin, U.M., dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat
Masam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nordstrom, D.K. 1982. Aqueous pyrite oxidation and the consequent formation of
secondary iron minerals. In: Acid Sulphate Weathering. SSSA Special
Publ. No. 10. Madison. Wisconsin. USA.
Notohadiprawiro. 2000. Tanah dan Lingkungan. Cetakan 2. Pusat Studi
Sumberdaya Lahan (PSSL) Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta
Pons, L. J., Breemen, N.V., dan P.M. Driessen. 1982. Physiography of coastal
sediment and development of potential soil acidity. In: Acid Sulphate
Weathering. SSSA Special Publ. No. 10. Madison. Wisconsin. USA.
Rorison, J.W. 1973. The Effect of Soil Acidity on The Nutrient Uptake and
Physiology of Plants. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Singh, R. N., Grube, Jr. W. E., Smith, R. M., dan R. F. Keefer. 1982. Relation of
pyritic sandstone weathering to soil and minesoil properties. In: Acid
Sulphate Weathering. SSSA Special Publ. No. 10. Madison. Wisconsin.
USA.
29
Sutrisno. 1990. Genesis, Klasifikasi Tanah Sulfat Masam Delta Pulau Petak,
Kalimantan Selatan/Tengah. Tesis Magister Sain pada Program
Pascasarjana IPB. Bogor.
Tadano, T., K. Yonabayashi, dan N. Saito. 1992. Effect of Acidity on the Growth
and Occurance of Sterility in Crop Plants. Samara, Ltd.
Tan, K.H. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada Univ. Press.
Yogyakarta.
Tim Fakultas Pertanian IPB. 2009. Pemetaan Kesuburan Tanah di Perkebunan
Kelapa Sawit Unit Usaha Betung Krawo PT. Perkebunan Nusantara VII
(Persero), Sumatera Selatan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Kesuburan Tanah
Tanah dengan kedalaman pirit <30 cm
Afdeling
VII
VII
IX
IX
IX
IX
IX
Blok
170
210
134
135
213
214
253
pH
H2O
4.8
4.1
4.3
4.2
4.3
4.2
4.4
Kjeldhal
N-Total
(%)
0.06
0.15
0.26
0.13
0.19
0.26
0.16
Bray-1
P
(ppm)
3.0
10.6
8.1
2.9
5.0
7.9
14.6
N NH4OAc pH 7.0
Ca
Mg
(me/100g)
0.58
0.28
0.75
0.37
1.03
0.61
0.67
0.34
1.48
0.71
1.30
0.64
1.56
0.47
K
KB
(%)
0.10
0.21
0.14
0.28
0.13
0.10
0.20
16
7
44
9
12
8
11
N KCl
Al
(me/100g)
2.68
8.92
9.46
9.90
9.23
3.80
6.55
2007
9879
4885
4133
7295
5425
6548
7671
Produksi
(kg/ha)
2008
15688
13375
14656
18169
9585
13172
15418
2009
18365
19821
17242
20154
16576
16909
19488
31
Tanah dengan kedalaman pirit 30-60 cm
Afdeling
IX
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Blok
173
16
17
96
137
257
297
376
416
417
456
937
976
pH
H2O
4.1
4.4
4.4
3.9
4.4
4.3
4.4
4.3
5.0
4.4
4.4
4.2
4.7
Kjeldhal
N-Total
(%)
0.35
0.21
0.26
0.58
0.08
0.18
0.23
0.36
0.26
0.16
0.26
0.28
0.16
Bray-1
P
(ppm)
10.3
11.9
9.5
10.3
5.0
8.1
12.7
15.6
10.7
8.9
10.3
14.0
7.0
N NH4OAc pH 7.0
Mg
K
(me/100g)
1.39
0.72
0.19
1.10
0.48
0.18
0.86
0.48
0.14
2.05
1.49
0.31
1.70
0.72
0.19
0.42
0.30
0.20
1.56
1.14
0.28
1.39
1.09
0.13
1.56
0.67
0.14
0.75
0.54
0.37
1.39
0.72
0.19
1.50
0.52
0.06
2.38
0.53
0.13
Ca
KB
(%)
17
19
35
17
12
5
14
21
18
14
17
7
24
N KCl
Al
(me/100g)
5.97
5.28
3.98
6.21
5.97
6.78
8.52
6.14
2.16
5.12
5.97
10.16
5.38
2007
15597
13597
10699
10348
10465
13897
10305
13253
11007
10674
13586
10341
13919
Produksi
(kg/ha)
2008
17338
16170
13996
14310
17631
18221
14850
17530
14951
14285
17197
14618
17863
2009
18371
20358
16582
17248
20025
20160
16915
19494
17050
16717
19692
16384
19827
32
Tanah dengan kedalaman pirit >60 cm
Afdeling
VIII
VIII
VIII
VIII
VIII
IX
IX
IX
IX
IX
IX
X
Blok
51
90
92
131
211
293
294
295
374
413
414
176
pH
H2O
4.9
4.7
4.7
4.8
4.9
5.1
5.1
4.8
4.4
4.7
4.5
4.8
Kjeldhal
N-Total
(%)
0.46
0.58
0.54
0.62
0.36
0.36
0.26
0.46
0.37
0.44
0.46
0.62
Bray-1
P
(ppm)
11.5
15.3
10.3
9.4
10.6
16.2
5.7
7.5
18.5
10.6
6.1
5.7
N NH4OAc pH 7.0
Mg
K
(me/100g)
1.08
0.35
0.23
0.70
1.00
0.56
3.67
0.72
0.28
1.87
1.36
0.35
1.68
0.18
0.20
1.94
1.00
0.36
1.85
1.34
0.10
0.91
0.52
0.35
2.31
1.68
0.32
1.68
1.62
0.47
0.26
0.80
0.77
2.22
1.41
0.24
Ca
KB
(%)
14
12
26
31
14
17
25
11
31
74
16
97
N KCl
Al
(me/100g)
5.32
5.57
5.82
9.52
5.32
3.53
3.12
6.14
5.16
3.65
4.72
5.92
2007
15749
14428
17205
14293
16872
13960
15749
17403
17070
17538
14095
14626
Produksi
(kg/ha)
2008
18094
16305
19550
16638
19748
16440
16971
19217
19883
19415
18094
16773
2009
20852
20361
22395
19475
20257
19330
19504
20880
24382
25046
20021
20402
33
Tanah tidak mengandung pirit (kontrol)
Afdeling
I
II
II
III
III
IV
IV
V
V
V
VI
VI
VII
VII
VII
Blok
930
609
927
489
687
443
325
201
202
241
52
10
82
84
202
pH
H2O
5.2
5.1
5.1
5.0
4.8
5.1
5.4
5.0
4.8
5.0
5.1
4.9
4.8
5.2
4.9
Kjeldhal
N-Total
(%)
0.34
0.56
0.66
0.43
0.53
0.62
0.36
0.58
0.66
0.66
0.68
0.38
0.23
0.63
0.58
Bray-1
P
(ppm)
10.9
14.8
15.8
11.9
11.8
12.9
8.5
9.4
13.3
8.3
12.4
11.4
9.3
13.9
16.9
N NH4OAc pH 7.0
Mg
K
(me/100g)
0.62
0.45
0.29
0.77
0.56
0.18
1.82
0.52
0.33
1.41
1.02
0.51
1.72
0.69
0.41
4.95
1.40
0.31
4.69
1.10
1.06
1.03
0.75
0.23
1.08
1.23
0.59
0.97
0.70
0.45
1.67
1.27
0.46
1.77
0.78
0.36
0.95
1.25
0.19
0.70
3.41
0.51
1.62
3.60
0.24
Ca
KB
(%)
38
52
14
21
18
33
25
18
14
21
37
88
45
63
35
N KCl
Al
(me/100g)
4.80
2.76
3.32
4.10
3.44
3.24
0.73
3.12
5.74
2.44
3.36
2.75
3.34
1.98
4.96
2007
15848
15749
18578
15947
19333
18174
14639
16772
17684
16439
17018
16574
17351
17216
16106
Produksi
(kg/ha)
2008
18630
19875
19086
19542
20073
19740
18099
19209
18765
18297
18963
18432
19839
19407
18333
2009
23976
22824
23775
22984
32348
23210
25238
23055
25588
25233
25566
24900
24321
24654
23988
34
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Variabel pH
Sumber
Jumlah Derajat Derajat
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Perlakuan
3.309
3
1.103
Galat
4.285
43
0.119
Total
867.85
47
Total
Terkoreksi
7.594
46
FHitung
9.266
PValue
0.000
Lampiran 3. Hasil Uji Lanjut Variabel pH
Kedalaman
Pirit
< 30 cm
30-60 cm
>60 cm
Kontrol
P-Value
a
a
b
b
Subset
1
2
4.4
4.4
4.8
5.0
0.949 0.101
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Kandungan Al-dd (me/100 g)
Sumber
Jumlah Derajat Derajat
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Perlakuan
72.113
3
24.038
Galat
188.975
43
5.249
Total
1432.461
47
Total
Terkoreksi 261.088
46
FHitung
4.579
PValue
0.008
35
Lampiran 5. Hasil Uji Lanjut Kandungan Al-dd (me/100g)
Kedalaman
Pirit
Kontrol
>60 cm
30-60 cm
<30 cm
P-Value
Subset
a
ab
b
b
1
3.34
5.32
0.062
2
5.32
5.97
7.02
0.124
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan N-Total (%)
Sumber
Jumlah
Keragaman Kuadrat
Perlakuan
0.847
Galat
0.58
Total
6.411
Total
Terkoreksi
1.427
Derajat
Bebas
3
43
47
Derajat
Tengah
0.282
0.016
FHitung
17.513
PValue
0.000
46
Lampiran 7. Hasil Uji Lanjut Variabel Kandungan N-Total (%)
Subset
Perlakuan
<30 cm
30-60 cm
>60 cm
Kontrol
P-Value
a
a
b
b
1
0.17
0.26
0.114
2
0.46
0.53
0.267
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan P-Tersedia (ppm)
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total
Total
Terkoreksi
Jumlah
Kuadrat
28.187
768.201
5297.15
Derajat
Bebas
3
43
47
796.388
46
Derajat
Tengah
9.396
21.339
FHitung
0.44
PValue
0.726
36
Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan Ca (me/100 g)
Sumber
Jumlah Derajat Derajat
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Perlakuan
1.806
3
0.602
Galat
41.312
43
1.148
Total
132.788
47
Total
Terkoreksi
43.118
46
FHitung
0.525
PValue
0.668
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan Mg (me/100 g)
Sumber
Jumlah
Keragaman Kuadrat
Perlakuan
3.302
Galat
17.606
Total
50.716
Total
Terkoreksi
20.908
Derajat
Bebas
3
43
47
Derajat
Tengah
1.101
0.489
FHitung
2.25
PValue
0.099
46
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam Variabel Kandungan K (me/100 g)
Sumber
Jumlah Derajat Derajat
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Perlakuan
0.396
3
0.132
Galat
1.135
43
0.032
Total
4.724
47
Total
Terkoreksi
1.532
46
FHitung
4.19
PValue
0.012
37
Lampiran 12. Hasil Uji Lanjut Variabel Kandungan K (me/100g)
Kedalaman
Pirit
<30 cm
30-60 cm
>60 cm
Kontrol
P-Value
1
0.18
0.19
a
ab
bc
c
0.822
Subset
2
0.19
0.35
0.053
3
0.35
0.41
0.501
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Variabel Kejenuhan Basa (%)
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total
Total
Terkoreksi
Jumlah
Kuadrat
3084.5
15531.4
41752
Derajat Derajat
FPBebas
Tengah Hitung Value
3
1028.167 2.383 0.085
43
431.428
47
18615.9
46
Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam Variabel Produksi (kg/ha)
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total
Total
Terkoreksi
Jumlah
Kuadrat
82889199.5
6750628.39
5205377675
89639827.9
Derajat
Derajat
Bebas
Tengah
3
27629733.18
43
843828.548
47
FHitung
32.743
PValue
0.000
46
Lampiran 15. Hasil Uji Lanjut Variabel Produksi (kg/ha)
Kedalaman Produksi
Pirit
(kg/ha)
Kontrol
24777c
>60 cm
21075b
30-60 cm
18371a
<30 cm
18365a
P-Value
0.000
38
Download