Dealer Sebenarnya Tak Bisa Main Tarik Motor yang Nunggak Bayaran

advertisement
Dealer Sebenarnya Tak Bisa Main Tarik Motor yang
Nunggak Bayaran
Diposting oleh admin pada 12 Agustus, 20110 Comment
DISKUSI: Komisioner BPKN, Gunarto, menjelaskan pentingnya perlindungan konsumen dalam diskusi singkat di Kantor
Dinas Koperasi, UKM dan Perindag Bintan, kemarin.
Diskusi Tentang Perlindungan Konsumen
Pengaduan yang paling banyak masuk ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Jakarta, salah
satunya adalah tentang sikap dealer yang main tarik sepeda motor yang menunggak.
RASYID DAULAY – Bintan
Mungkin Anda pernah merasakan atau setidaknya pernah mendengar adanya pembeli yang menunggak tagihan
sepeda motor. Dan akibatnya, pihak dealer menarik sepeda motor tersebut.
Kasus ini banyak berujung ke BPKN. Banyak pula jenis kasusnya. Kebanyakan, pembeli yang membuat pengaduan.
Ada yang merasa, motor yang sudah berbulan-bulan dipakainya, seakan dirampas saja oleh pihak dealer. Padahal,
ia sudah membayar tagihan cukup banyak.
Lalu, bagaimana penyelesaiannya? Ternyata, menurut Gunarto, Komisioner BPKN, dealer tidak boleh “main rampas”
saja motor yang sudah dibeli. Kecuali, jika perjanjian yang dibuat memang didaftarkan ke Kementerian Hukum dan
HAM atau dikenal pro justitia.
“Tapi, banyak dealer yang tidak mau mendaftarkan perjanjian itu. Sebab, pendaftarannya diharuskan mengeluarkan
uang untuk negara, namanya penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dengan tidak ada pendaftaran itu, berarti
dealer tidak boleh main tarik saja,” kata Gunarto.
Gunarto saat itu memberikan pandangan kepada calon aktifis lembaga perlindungan konsumen di Bintan, yang saat
itu dikumpulkan di Kantor Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Bintan.
“Kalau ada pihak dealer atau debt colector narik sepeda motor, coba tanya dulu apa didaftarkan perjanjiannya ke
Kemenkumham. Kalau nggak didaftarkan, ketika dia tetap maksa narik, bisa didaftarkan jadi pidana ke polisi. Itu bisa
dikategorikan perampasan,” papar Gunarto.
Namun, sebaliknya, jika pihak dealer mendaftarkan ke Kemenkumham dan membayar PNBP, pembeli pun tidak
boleh menahan atau menjual sepeda motor. Sebab, menghalangi dan menghilangkan barang bukti tak boleh.
Sejak berdiri 2004 lalu, BPKN terus menerima pengaduan soal ketidakpuasan konsumen. Selain pengaduan soal
pembelian sepeda motor, jasa selular yang banyak penipuan juga menempati urutan kedua tertinggi disusul
penggunaan kartu kredit.
Intinya, banyak perjanjian atau kesepakatan awal saat proses jual beli atau jasa, hanya menguntungkan pengusaha
dan tidak berpihak pada nasib konsumen. Padahal, konsu men seharusnya seharusnya bukan pihak yang dirugikan.
Untuk itu, Gunarto sendiri mengakui, saat ia berada di LPPK Semarang, lembaga swadaya yang memberi
perlindungan konsumen, tak sedikit juga masalah yang mereka tangani. Respon pihak pengusaha beragam, ada
yang menyambut baik, ada juga yang sebaliknya.
Bahkan, pernah satu ketika, mereka mendampingi satu konsumen yang merasa tertipu saat membeli produk
makanan ringan. Saat itu, perusahaan yang memproduksi makanan itu merespon baik dan membawa si konsumen
ke lokasi pabrik pembuatannya. Pihak perusahaan pun menunjukkan penyebab terjadinya pengurangan isi yang ada
dalam bungkusan makanan.
“Akhirnya, si konsumen puas dan perusahaan pun puas. Pihak perusahaan pun mengganti rugi makanan yang rusak
sampai berdus-dus, meski si konsumen tak mau,” papar Gunarto.
Intinya, memang harus ada saling kepedulian. Pihak penyedia produk atau jasa peduli dengan konsumennya dan si
konsumen juga perlu kritis. Dengan begitu, dampak kerugian konsumen bisa terhindari.
Semoga, di Bintan muncul lembaga perlindungan konsumen seperti di kota lain yang akan menjadi tempat mengadu
konsumen. Dengan begitu, konsumen di Bintan pun tidak pusing lagi, harus kemana mengadu.***
Download