BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pemasaran Online

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1.
Pemasaran Online
Pemasaran online membutuhkan pemahaman yang hati-hati tentang
bagaimana perilaku konsumen berubah dalam dunia online. Menurut ChenLing, & Lie (2006), internet marketing adalah proses memasarkan produk
dan layanan kepada pelanggan dengan menggunakan media web. Kegiatan
pemasaran internet umumnya meliputi atau berkisar pada hal-hal yang
berhubungan dengan pembuatan produk periklanan, pencarian prospek atau
pembelian dan penulisan kalimat-kalimat pemasaran atau copywriting.
Pemasaran atau e-pemasaran ini secara umum meliputi kegiatan
pembuatan desain web, periklanan dengan menggunakan benner, promosi
perusahaan lewat mesin pencari informasi (search engine), surat elektronik
atau e-surat (e-mail), periklanan lewat e-surat, (email advertising),
pemasaran afiliasi (affiliated marketing) dan lain-lain.
Menurut Detik.com (2008), definisi online marketing pada dasarnya
adalah kegiatan komunikasi pemasaran dengan menggunakan media
internet. Pemasaran online dari pengamat e-business Rudianto Prabowo
dalam Brand of Think (BoT. 2005) melihat perusahaan yang melakukan
online marketing ada dua perspektif, yaitu :
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
a.
Perusahaan brick and click Artinya perusahaan yang melakukan
transaksi di dua channel (offline dan online).
b.
Perusahaan pure play Artinya perusahaan yang benar - benar
melakukan transaksi hanya di dunia maya. Diluar itu adalah
perusahaan brick and mortar, yaitu perusahaan pada umumnya
hanya ada di dunia nyata.
Manfaat pemasaran online untuk pelanggan yaitu :

Nyaman

Akses dan pilihan produk yang lebih besar

Interaktif dan segera

Memberi akses ke banyak informasi
Manfaat untuk penjual atau pemasar, yaitu :

Alat untuk menjalin hubungan dengan pelanggan

Waktunya dapat ditentukan agar dapat
menjangkau calon
pelanggan pada saat yang tepat
2.

Biaya murah dan meningkatkan kecepatan serta efisiensi

Fleksibel
Keterlibatan Fashion (Fashion Involvement)
Keterlibatan konsumen sebagaimana dinyatakan oleh (Rehman, et al.,
2012, p. 598): Tingkat keterlibatan dijelaskan sebagai rasa kesukaan
konsumen terhadap produk atau layanan yang bisa mendorong terciptanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
kepuasan konsumen. Menurut O’Cass dalam Japarianto dan Sugiharto
(2011), keterlibatan adalah minat atau bagian motivasional yang
ditimbulkan oleh stimulus atau situasi tertentu, dan ditujukan melalui ciri
penampilan (O’Cass, 2004 dalam Park et al., 2006). Untuk bisa memahami
mengenai tingkat keterlibatan pada produk fashion, mendasarkan pada
pendapat Christopher et al, (2004) yang menyatakan bahwa fashion
merupakan berbagai barang yang pengukurannya didasarkan pada elemenelemen style dan biasanya dengan usia ekonomis yang relatif pendek atau
sangat dinamis.
Sedangkan pengertian keterlibatan fashion menurut Zeb, et al.,( 2011)
dalam Pattipeilohy, et al., (2013, p. 36): Pendapat ini mengungkapkan
bahwa keterlibatan fashion menjelaskan seberapa tinggi konsumen
menganggap penting terhadap kategori produk fashion (pakaian) yang
meliputi: keterlibatan produk, perilaku pembelian, dan karakteristik
konsumen yang terbukti meningkatkan tendensi pengkonsumsian yang
bersifat hedonis, bisa menumbuhkan emosi yang positif, dan perilaku
pembelian tanpa perencanaan, khususnya produk pakaian. Maksud dari
pendapat di atas bisa dijelaskan bahwa keterlibatan fashion merupakan rasa
ketertarikan konsumen untuk terlibat lebih dalam terhadap berbagai hal
yang berhubungan dengan produk fashion dan konsumen merasa senang
atas keterlibatan tersebut sehingga akhirnya mendorong sifat hedonis dalam
pembelian produk fashion.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kuat lemahnya
keterlibatan konsumen pada produk fashion. Sebagaimana pernyataan
O’Cass (2004)
dalam Pentecost dan Andrews (2009, p.5) menyatakan:
Faktor yang mempengaruhi keterlibatan konsumen adalah kepekaan yaitu
kepekaan terhadap fashion dan mengarah pada seseorang yang diobsesi oleh
konsep-konsep yang berhubungan dengan fashion termasuk kesadarannya,
pengetahuan, ketertarikan maupun reaksinya. Maksud dari penelitian ini
adalah ketika seseorang yang memiliki keterlibatan fashion yang tinggi
maka konsumen akan memiliki keterikatan dengan berbagai perkembangan
terkini dengan produk fashion. O’Cass (2004)
dalam Pentecost dan
Andrews (2009, p. 5) menambahkan: bahwa seseorang dengan keterlibatan
pada produk fashion menjadikan fashion sebagai central fokus, fashion
menjadi hal yang berarti dalam kehidupan pribadi seseorang.
Secara konseptual, keterlibatan merupakan interaksi antara konsumen
dengan suatu produk. Dalam konteks aktivitas konsumen, keterlibatan di
definisikan sebagai sebuah tingkat dimana konsumen melihat sesuatu yang
terlibat dalam fashion sebagai bagian terpenting dalam hidupnya. (Solomon,
2004) menyatakan bahwa tipe pemrosesan informasi tergantung pada tingat
keterlibatan konsumen. Tipe-tipe keterlibatan yaitu:
a.
Inertia
Ciri ini dapat ditemukan pada perilaku konsumsi yang berbeda
pada tingkat ketrlibatan yang rendah, dimana seseorang membuat
keputusan diluar kebiasaan karena kekurangan motivasi untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
mempertimbangkan alternatif lain. Sedangkan pada konsumsi yang
berbeda pada tingkat keterlibatan tinggi, dapat ditemukan tipe-tipe
intensitas yang sangat menggebu-gebu yang terdapat dalam diri
konsumen.
b.
Cult product
Dicirikan dari perilaku konsumen yang menunjukkan loyalitas
bahkan pemujaan yang kuat pada suatu merek.
Dalam keterlibatan fashion seseorang dalam pengetahuan mengenai
produk fashion akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan keputusan
pembelian, dimana seseorang yang terlibat dalam fashion yang tinggi akan
cenderung memiliki perilaku dalam pembelian yang tidak terencana atau
pembelian impulsif ketika melihat mode pakaian terbaru.
Dalam fashion marketing, keterlibatan merujuk pada ketertarikan
terhadap kategori produk fashion seperti baju, tas dan sepatu. Dalam Kim
(2005) mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan keterlibatan
fashion terhadap impulse buying behavior (perilaku pembelian impulsif)
adalah dengan menggunakan indikator:
1)
Mempunyai satu atau lebih pakaian dengan model
yang terbaru
(trend)
2)
Fashion adalah satu hal penting yang mendukung aktifitas
3)
Lebih suka apabila model pakaian yang digunakan berbeda dengan
yang lain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
4)
Pakaian menunjukkan karakteristik
5)
Dapat mengetahui banyak tentang seseorang dengan pakaian yang
digunakan
6)
Ketika memakai pakaian favorit, membuat orang lain tertarik
melihatnya
7)
Mencoba produk fashion terlebih dahulu sebelum membelinya
8)
Mengetahui adanya fashion terbaru dibandingkan dengan orang lain
Oleh karena itu konsumen dengan keterlibatan fashion yang tinggi
akan memiliki kemungkinan besar membeli pakaian dengan keluaran gaya
atau tren baru. Seperti menurut pendapat Park (2006) menyatakan bahwa
konsumen dengan tingkat keterlibatan tinggi pada produk fashion
kemungkinan besar membeli produk fashion dalam skala pembelian tidak
terencana, maksudnya bisa dijelaskan pula bahwa konsumen dengan
keterlibatan fashion tinggi kemungkinan besar melakukan pembelian
impulsif atas produk-produk fashion.
1.
Emosi Positif (Positive Emotion)
Emosi yang positif menurut Park et al., (2006) dapat diperoleh dari
mood seseorang yang sudah ada sebelumnya, disposisi afeksi, dan reaksi
terhadap peristiwa lingkungan yang ada saat itu (misalnya, item yang
diinginkan, promosi penjualan). Watson and Tellegen (1985) dalam Amiri,
et al., (2012, p. 9415) menyamakan emosi seperti halnya suasana hati
(mood) yang menentukan intensitas pengambilan keputusan oleh konsumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Terdapat
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
positive
emotion,
sebagaimana dinyatakan oleh Park, et al., (2006) dalam Pattipeilohy, et al.,
(2013, p. 38) menyatakan: bahwa emosi positif bisa timbul karena faktor
suasana hati seseorang, pengaruh karakteristik seseorang, maupun reakasi
dari lingkungan. Pendapat ini menjelaskan bahwa emosi positif bisa
disebabkan karena faktor internal (dari dalam diri seseorang) dan karena
faktor eksternal yaitu karena faktor lingkungan.
Emosi diklasifikasikan menjadi dua dimensi yaitu emosi positif dan
emosi negatif. Perasaan positif dapat didefenisikan sebagai pengaruh positif
yang mencerminkan sejauh mana seseorang merasa antusias, aktif, dan
waspada. Sedangkan emosi negatif yaitu luapan perasaan yang sedih yang
tidak bersemangat, maupum perasaan marah. Emosi positif dan emosi
negatif sangat mempengaruhi perasaan sejahtera seseorang. Orang yang
memiliki banyak emosi positif dan kurang memiliki emosi negatif biasanya
merupakan orang-orang yang berbahagia atau sejahtera dalam hidupnya.
Ini adalah kondisi energi tinggi, konsentrasi penuh, dan keterlibatan
yang menyenangkan (Baron dan Byrne, 2003). Berikut ini adalah perasaan
positif (positif affect) menurut Laros dan Steenkamp (2005:1443);
a.
Kepuasan (Contentment)
Kepuasan adalah
kondisi konsumen
mendapatkan sesuatu sesuai harapannya. Bentuk dari kepuasan adalah
puas (contented), terpenuhi (fulfilled), damai (peaceful).
b.
Kesenangan (Happiness)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
c.
Kesenangan mengacu pada situasi konsumen merasakan baik, penuh
kegembiraan, dan bahagia pada proses berbelanja. Bentuk dari
kesenangan adalah optimis (optimistic), semangat (encouraged),
harapan (hopefull), senang (happy), senang (pleased), kegembiraan
(joyful), melegakan (relieved), mendebarkan (thrilled), dan antusias
(enthusiastic).
Mehrabain dan Russell dalam (Utami, 2010:67) mengemukakan
bahwa terdapat tiga bentuk emosi dasar yang mempengaruhi perilaku
mendekat-menghindar (approach-avoidance) pada lingkungan tempat
belanja. Respon emosi tersebut dikenal sebagai berikut:
1) Pleasure
Kegembiraan menggambarkan sejauh mana seseorang merasa nyaman,
ceria atau puas di dalam suatu lingkungan.
2) Arousal
Kegairahan berkaitan dengan jauh mana seseorang merasa tertarik atau
terstimulasi, waspada atau aktif dalam suatu situasi.
3) Dominance
Dominan menggambarkan sejauh mana seseorang merasa terkendali
atau bebas untuk bertindak dalam suatu situasi.
Pernyataan ini menggambarkan bahwa situasi lingkungan memiliki
kapasitas membangkitkan emosi dan menghasilkan bentuk emosi yang
berbeda pada seeorang tergantung dari dimensi dalam suatu lingkungan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Dari penelitian emosi positif yang berkaitan dengan pembelian
impulsif dilakukan oleh Park et al., (2006) menunjukkan bahwa konsumen
yang memiliki perasaan senang dan merasa puas, secara impulsif akan
membeli lebi banyak produk selama perjalanan belanja mereka. Selain itu
pembelian pakaian yang tidak direncanakan memenuhi kebutuhan
emosional berasal dari interaksi sosial yang melekat dalam pengalaman
berbelanja (Cha, 2001 dalam Park,2006).
2.
Kecenderungan Konsumsi Hedonik (Hedinic Consumption Tendency)
Motivasi konsumen dalam melakukan belanja merupakan dorongan
yang berasal dari dalam diri konsumen berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai konsumen yaitu memenuhi kepuasan. Sedangkan motivasi hedonis
adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena konsumen merasa
mendapatkan kesenangan dan merasa bahwa berbelanja itu adalah sesuatu
hal yang menarik (Utami, 2010:47). Peran ini mendukung hubungan
konseptual antara motivasi belanja hedonis dan perilaku pembelian impulse
(Park et al.,2006). Kebanyakan konsumen yang memiliki gairah emosional
sering mengalami pengalaman berbelanja secara hedonis (Hirschman dan
Holbrook, 1982 dalam Gültekin dan Özer, 2012). Tujuan dari pengalaman
belanja yaitu untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara hedonik, produk
yang dibeli selama kunjungan tampaknya dipilih tanpa adanya suatu
perencanaan sebelumnya dan mewakili satu peristiwa pembelian impulsif.
Menurut Rachmawati (2009) konsumen lebih mungkin terlibat dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
impulse buying ketika mereka termotivasi oleh keadaan hedonis atau alasan
ekonomi, seperti kesenangan, fantasi dan sosial atau kepuasaan emosional.
Konsumen hedonis mencakup aspek tingkah laku yang berhubungan
dengan multi-sensory, fantasi dan konsumsi emosional yang dikendalikan
oleh manfaat seperti kesenangan dalam menggunakan produk dan
pendekatan estetis (Hirschman dan Holbrook dalam Rachmawati,
2009:199). Menurut Hausman, et al dalam Rohman (2009) mengidentifikasi
ada enam faktor motivasi berbelanja hedonik, yaitu sebagai berikut :
a. Mencari kesenangan baru, konsumen berbelanja untuk mencari
pengalaman yang menyenangkan.
b. Memuaskan rasa ingin tahu, konsumen berbelanja untuk memuaskan
keinginan berbelanja.
c. Pengalaman
baru,
konsumen
berbelanja
untuk
mendapatkan
pengalaman baru.
d. Bertemu dengan orang lain, konsumen berbelanja untuk berinteraksi
dengan orang lain.
e. Mencari hiburan, konsumen berbelanja untuk menghibur diri.
f. Melupakan perosalan, konusmen berbelanja untuk menghilangkan
persoalan yang dihadapi.
Tren berbelanja melalui media internet telah melahirkan pendapat lain
untuk mengukur motivasi hedonis dalam pembelian online. Mengutip dari
To et al. (2007:777) yang telah mengeliminasi aspek kepuasan dan peran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
dari penelitian sebelumnya. Karena penggunaan indera pada belanja
tradisional yang sulit dialami pada belanja melalui internet. Berikut
merupakan nilai-nilai belanja hedonis pada motivasi belanja melalui internet
menurut To et al. (2007:777):
1) Petualangan, pelanggan menemukan sesuatu yang baru dan menarik,
serta mengalami sukacita selama proses belanja.
2) Sosial, munculnya komunitas virtual telah bergeser manfaat sosial dari
teman dan kerabat untuk teman-teman yang dikenal dari internet.
Pembeli di internet dapat berbagi informasi dan pengalaman belanja
dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama
3) Ide, mengacu pada fakta bahwa konsumen berbelanja untuk belajar
tentang tren baru. Di internet, pembeli bisa menemukan, mengevaluasi
dan memahami informasi tentang merek dan tren terbaru dan menerima
kenikmatan dalam proses tersebut.
4) Nilai, mengacu pada kesenangan dihasilkan ketika pembeli melakukan
negosiasi dengan penjual selama proses tawar-menawar. Mencari
diskon atau tawar-menawar dapat menyebabkan kepuasan dari prestasi
pribadi.
Pembeli di internet dapat memperoleh nilai-nilai belanja
hedonis melalui proses belanja yang memberikan peningkatan
keterlibatan sensorik dan kegembiraan.
5) Kekuasaan dan Status, pembeli melalui internet memiliki tingkat yang
lebih tinggi dari kontrol dan otoritas dari pembeli ditoko fisik.
Kewenangan dan status yang diberikan oleh belanja fisik dan internet
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
yang berasal dari sumber yang berbeda. Kendali atas belanja fisik
berasal dari penjual, sedangkan belanja internet berasal dari kontrol atas
teknologi.
3.
Pembelian Impulsif (Impulse Buying)
Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau
merek
tertentu,
kemudian
konsumen
menjadi
tertarik
untuk
mendapatkannya, biasanya karena adanya rangsangan yang menarik dari
toko tersebut (Utami, 2010:51). Menurut Mowen dan Minor (2001) dalam
Gültekin dan Özer (2012) definisi Pembelian impulsif (Impulse Buying)
adalah tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah
sebelumnya atau maksud atau niat membeli yang terbentuk sebelum
memasuki toko. Meniawy (2012, p. 4) menyatakan: terjadi ketika seseorang
yang berbelanja memvisualisasikan kebutuhannya ketika melihat sebuah
produk pertama kalinya. Ketika menyakasikan sebuah produk maka
konsumen berpikir kebutuhan dari dalam dirinya yang bisa dipenuhi dari
produk tersebut dan hal ini menyebabkan pembelian meskipun sebelumnya
tanpa ada perencanaan. Engel et al., (2008: 386) mendefinisikan impulse
buying pembelian tidak terencan adalah pembelian yang terjadi ketika
konsumen mengalami perasaan tiba-tiba, penuh kekuatan dan dorongan
yang kuat untuk membeli sesuatu dengan segera.
Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2007 : 511) impulse
buying merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Emosi dapat menjadi sangat kuat dan kadangkala berlaku sebagai dasar dari
motif pembelian yang dominan. Hal senada diungkapkan oleh Shoham dan
Brencic (2003) mengatakan bahwa pembelian impulsif berkaitan dengan
perilaku untuk membeli berdasarkan emosi. Emosi ini berkaitan dengan
pemecahan masalah pembelian yang terbatas atau spontan. Mereka
melakukan pembelian tanpa berfikir panjang dahulu untuk apa kegunaan
barang yang mereka beli, yang penting mereka atau pelanggan terpuaskan.
Artinya Emosi merupakan hal yang utama digunakan sebagai suatu dasar
pembelian suatu produk.
Pembelian impulsif melibatkan perbedaan transrasional,
yang
merupakan pernyataan emosional. Perilaku terjadi secara langsung
merupakan aktivisasi emosi, dan dalam hal ini kontrol pikiran rendah dalam
pengambilan keputusan pembelian, misalnya seseorang menginginkan suatu
barang secara tiba-tiba tanpa memikirkan akibat dari keputusan pembelian
impulsif yang dilakukan. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa
pembelian impulsif adalah masalah internal individu, dengan kata lain
bahwa pembelian impulsif lebih kepada sifat impulsivitas konsumen dan
kondisi emosional individu.
Pembelian tidak terencana pada dasarnya adalah pembelian tanpa
adanya perencanaan, meksipun demikian pembelian impulsif juga bisa
diketagorikan
berdasarkan
tipikalnya.
Menurut
(Ditmar2006)
menggolongkan jenis pembelian impulsif dapat dibedakan menjadi empat
yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
a.
Pure impulse. Pembelian yang dilakukan murni tanpa rencana atau
terkesan mendadak. Biasanya terjadi setelah melihat barang yang
dipajang di toko dan muncul keinginan untuk memelinya saat itu juga.
b.
Reminder impulse. Pembelian yang dilakukan tanpa rencana terjadi
setelah diingatkan karena melihat iklan atau brosur yang ada di pusat
perbelanjaan.
c.
Suggestion impulse. Pembelian yang dilakukan tanpa rencana pada
saat berbelanja dipusat perbelanjaan.
d.
Planned impulsive. Pembelian yang dilakukan sebenarnya sudah
direncanakan, tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak
sesuai dengan yang diinginkan, maka yang dilakukan adalah membeli
jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang
berbeda.
Menurut penelitian Rook dalam Engel,et al. (1995) dalam Japarianto
(2011:34), indikator yang digunakan untuk mengukur pembelian impulsif
yaitu :
1) Spontanitas: Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi
konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap
stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.
2) Kekuatan, kompulsi, dan intensitas : Mungkin ada motivasi untuk
mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
3) Kegairahan dan stimulasi : Desakan mendadak untuk membeli sering
disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan,”
“menggetarkan,” atau “liar.”
4) Ketidakpedulian akan akibat : Desakan untuk membeli dapat menjadi
begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.
Sebagian orang menganggap bahwa kegiatan belanja dapat menjadi
alat untuk menghilanhkan stres, menghabiskan uang
dapat mengubah
suasana hati seseorang berubah secara signifikan, dengan kata lain uang
adalah sumber kekuatan (Utami, 2010). Barang-barang yang dibeli secara
impulsif lebih banyak merupakan barang yang diinginkan untuk dibeli, dan
kebanyakan dari barang tersebut merupakan barang yang tidak dibutuhkan
oleh konsumen. Barang-barang impulsif terdiri dari dua macam, yaitu:
a) Barang-barang impulsif tinggi. Konsumen yang membeli barang
impulsif tinggi adalah konsumen dengan suasana hati yang baik dan
membeli tanpa memikirkan harga dan kegunaan. Hal tersebut
membuat konsumen merasa menjadi seseorang yang diinginkan dan
dapat mengekspresikan keunikan dari diri konsumen. Contoh barangbarang impulsif tinggi adalah pakaian.
b) Barang-barang impulsif rendah. Konsumen yang membeli barangbarang impulsif rendah cenderung berpikir apakah pembelian
merupakan nilai yang baik untuk uang, dan apakah pembelian itu
praktis atau berguna (konsumen adalah pembuat keputusan rasional).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Contoh barang-barang impulsif rendah adalah produk perawatan
tubuh.
Pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan
sebelumnya, dimana karakteristiknya adalah pengambilan keputusannya
dilakukan dalam waktu yang relatif cepat, dan adanya keinginan untuk
memiliki secara cepat. Pembelian impulsif ini biasanya tercermin dalam
beberapa perilaku sebagai berikut:

Bila ada tawaran khusus, saya cenderung berbelanja banyak.

Saya cenderung membeli pakaian model terbaru walaupun mungkin
tidak sesuai dengan saya.

Saat berbelanja produk fashion, saya cenderung berbelanja tanpa
berpikir panjang dulu sebelumnya.

Setelah memasuki situs online, saya segera mamasuki situs online
shop untuk membeli sesuatu.

Saya cenderung terobsesi untuk membelanjakan uang saya untuk
produk fashion.

Saya cenderung membeli produk fashion meskipun saya tidak begitu
membutuhkan produknya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
B. Penelitian Terdahulu
TABEL 2.1
PENELITIAN TERDAHULU
No
1.
Peneliti
Park, Kim
& Forney
Tahun
2006
Judul
Model Struktural
Berorientasi
Fashion Pada
Pembelian Impulsif
Hasil
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa:
1. Keterlibatan fashion
berpengaruh positif terhadap
emosi positif.
2. Keterlibatan fashion
berpengaruh positif terhadap
pembelian impulsif. Temuan
yang berbeda.
3. Keterlibatan fashion
berpengaruh positif terhadap
kecenderungan konsumsi
hedonik.
4. Kecenderungan konsumsi
hedonik berpengaruh positif
terhadap emosi positif
konsumen.
5. Kecenderungan konsumsi
hedonik tidak berpengaruh
secara langsung terhadap
pembelian impulsif.
6. Emosi positif berpengaruh
terhadap pembelian impulsif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
2
Pattipeiloh
y, Rofiaty
& M.S.
Idrus
2013
Pengaruh
Ketersediaan Uang
dan Waktu,
Keterlibatan
Fashion,
Kecenderungan
Konsumsi Hedonik
Dan Emosi Positif
Terhadap Perilaku
Pembelian Impulsif
Di Kota Ambon
(Studi Pembelian
Produk Busana
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa uang
dan ketersediaan waktu tidak
memiliki pengaruh langsung
terhadap perilaku impulsif.
Temuan yang berbeda adalah
keterlibatan busana oleh
konsumen, khususnya
wanita secara langsung
mempengaruhi pembelian
impulsif karena kebiasaan
berpakaian rapi, modis dan
mengumpulkan mode
terbaru. Menariknya, uang
dan ketersediaan waktu serta
keterlibatan mode juga
mempengaruhi
kecenderungan konsumsi
hedonis dan emosi positif
yang dapat bertindak sebagai
mediator yang
mempengaruhi
kecenderungan konsumsi
hedonik dan emosi positif
yang dapat bertindak sebagai
mediator yang
mempengaruhi perilaku
pembelian impulsif.
3
Hyo Jung
Chang
Yan, RuohNan &
Molly
Eckman
2014
Efek Moderasi Dari
Karakteristik
Situasional Pada
Pembelian Impulsif
Konsumen emosi positif
dipengaruhi oleh konsumen
perilaku pembelian impulsif.
Perilaku pembelian impulsif
itu disertai dengan perasaan
kegembiraan dan kesenangan
dan langsung dipengaruhi
oleh emosi positif
konsumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
4
Geetha,
Bharadhwa
j & Piyush
2013
Dampak
Lingkungan Toko
Terhadap Perilaku
Pembelian Impulsif
Dua karakteristik individu
shooping enjoyment tendency
(kecenderungan kenikmatan
belanja) dan impulse buying
tendency (kecenderungan
pembelian tidak
direncanakan)
mempengaruhi perilaku
pembelian impulsif melalui
positif dan negatif, dan
mendesak untuk membeli
secara impulsif.
5
Ardian
Kusuma
2014
Pengaruh
Keterlibatan
Fashion,
Kecenderungan
Konsumsi Hedonik
dan Emosi Positif
Terhadap Fashionoriented Pembelian
Impulsif Kalangan
Remaja Di
Surabaya
Dari hasil penelitian ini
bahwa keterlibatan fashion
berpengaruh positif
terhadap emosi positif
kalangan remaja di surabaya,
keterlibatan fashion
berpengaruh positif terhadap
fashion-oriented pembelian
impulsif kalangan remaja
surabaya, keterlibatan
fashion berpengaruh positif
terhadap kecenderungan
konsumsi hedonik kalangan
remaja surabaya,
kecenderungan konsumsi
hedonik berpengaruh positif
terhadap emosi positif
kalangan remaja surabaya,
kecenderungan konsumsi
hedonik berpengaruh positif
terhadap fashion-oriented
pembelian impulsif kalangan
remaja surabaya dan emosi
positif berpengaruh positif
terhadap fashion-oriented
pembelian impulsif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
6
Edwin
Japarinto &
Sugiono
Sugiharto
2011
Pengaruh Shooping
life style dan
Keterlibatan
Fashion Terhadap
perilaku Pembelian
impulsif
masyarakat High
Income Surabaya
Hasil pengujian
menunjukkan bahwa hedonic
shooping value dan
keterlibatan fashion
berpengaruh terhadap
perilaku pembelian impulsif
pada masyarakat High
Income surabaya.
7
Adiska
Octa,
Zainul
Arifin &
Sunarti
2014
Pengaruh nilai
belanja hedonis
terhadap Pembelian
Impulsif Pada toko
online dengan
Emosi Positif
sebagai variabel
perantara
Hasil penelitian ini
adalahterdapat pengaruh
langsung nilai belanja
hedonis dan emosi positif
terhadap pembelian impulsif,
dan juga terdapat pengaruh
tidak langsung terhadap nilai
belanja hedonis terhadap
pembelian impulsif dengan
emosi positif sebagai
variabel perantara. Penelitian
ini membuktikan bahwa pada
pembelanjaan melalui
internet, pembelian impulsif
juga dapat terjadi
dipengaruhi oleh nilai
belanja hedonis dan emosi
positif.
8
Ria Fauziah 2012
Aryadini
Analisis FaktorFaktor yang
Mempengaruhi
Perilaku Pembelian
Impulsif Pada
Konsumen Produk
Fashion di Jakarta
Hasil analisis yang dilakukan
penelitian ini bahwa emosi
positif dan keterlibatan pada
fashion memiliki pengaruh
yang signifikan pada perilaku
pembelian impulsif namun
kecenderungan konsumsi
secara hedonis tidak
memiliki pengaruh yang
signifikan pada perilaku
pembelian impulsif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
C. Keterkaitan Masing-masing Variabel
1.
Pengaruh keterlibatan fashion terhadap emosi positif
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Park et al., (2006)
menunjukkan bahwa keterlibatan fashion atau fashion involvement
berpengaruh terhadap emosi positif dan dikatakan pula jika keterlibatan
fashion dapat meningkatkan pengalaman emosional konsumen ketika
berbelanja. Park, et al., (2006, p. 433) menjelaskan bahwa
terdapat
pengaruh yang positif dari keterlibatan fashion terhadap emosi positif
“Fashion involvement and positive emotion had positive effects on
consumers.”Pengaruh yang positif ini maksudnya bahwa ketika tingkat
keterlibatan konsumen terhadap produk fashion tinggi maka emosi positif
juga tinggi dan ketika keterlibatan konsumen terhadap produk fashion
adalah rendah maka emosi positif juga rendah. Kuat lemahnya tingkat
keterlibatan konsumen pada sebuah produk menentukan tinggi rendahnya
emosi positif dalam diri konsumen. Seorang konsumen yang memiliki
keterlibatan produk fashion yang kuat maka seseorang tersebut menaruh
rasa senang pada produk fashion. Seseorang dengan tingkat ketertarikan
yang tinggi pada produk fashion ini menyebabkan seseorang selalu merasa
senang ketika berhubungan dengan produk fashion.
2.
Pengaruh keterlibatan fashion terhadap pembelian impulsif
Dalam Park et al., (2006) terdapat hubungan positif antara tingkat
keterlibatan fashion dan pembelian pakaian dimana diungkapkan bahwa
konsumen dengan keterlibatan fashion yang tinggi lebih memungkinkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
membeli pakaian. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Vezifehdoost et al. (2014) yang menunjukkan bahwa keterlibatan fashion
berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap Pembelian Impulsif
Berorientasi fashion. Penelitian ini juga mendukung temuan dari penelitian
yang dilakukan oleh Pattipeilohy (2013) yang menjelaskan bahwa
keterlibatan fashion mempengaruhi secara langsung dan signifikan terhadap
Pembelian Impulsif dan keterlibatan fashion memiliki peran yang lebih
besar dari pada ketersediaan uang dan waktu dalam meningkatkan
pembelian impulsif.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Park et al., (2006)
menunjukkan bahwa keterlibatan fashion berpengaruh langsung terhadap
pembelian impulsif. Seseorang yang memiliki tingkat keterlibatan fashion
yang tinggi akan lebih cenderung untuk membeli produk pakaian dengan
model terbaru yang up to date. Oleh karena itu, di asumsikan konsumen
dengan dengan keterlibatan fashion yang tinggi lebih cenderung terlibat
dalam pembelian impulsif terhadap produk fashion. Karhe dan Rakesh
(2010) menjelaskan bahwa pembeli yang memiliki keterlibatan tinggi pada
fashion akan membuat keputusan pembelian impulsif lebih tinggi. Dalam
hal ini dapat menunjukkan bahwa keterlibatan fashion merupakan predikator
dari pembelian impulsif pada fashion, yang merupakan bagian dari perilaku
konsumen dalam melakukan pembeliah pakaian, semakin tinggi tingkat
keterlibatan fashion yang dialami konsumen saat berbelanja pakaian, maka
akan semakin tinggi tingkat keputusan dalam pembelian impulsif. Seperti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
dijelaskan oleh Browne and Kaldenberg; (1997) Fairhust et al. (1989),
Flynn and Goldsmith (1993) dalam Park et al. (2006) bahwa keterlibatan
Fashion digunakan untuk memprediksi variabel-variabel perilaku yang
berhubungan dengan pembelian produk pakaian, seperti keterlibatan
terhadap produk, perilaku pembelian dan karakteristik konsumen. Penelitian
oleh O’Cass (2004) mendukung temuan tersebut dan menjelaskan bahwa
keterlibatan terhadap produk fashion memiliki hubungan yang tinggi
terhadap karakteristik personal seperti konsumen perempuan atau anak
muda dan kemudian mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
3.
Pengaruh keterlibatan fashion terhadap kecenderungan konsumsi
hedonik
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Park et al., (2006 ) menemukan
bahwa keterlibatan fashion berpengaruh positif terhadap kecenderungan
konsumsi hedonik. Dalam hal ini konsumen dikatakan memiliki keterlibatan
yang tingi terhadap produk fashion yang terbaru, konsumen berbelanja
fashion karena untuk memenuhi kebutuhan fashion mereka, mencoba
mengubah diri dan mempercantik diri mereka sesuai dengan fashion yang
diinginkan konsumen, dan mendapat pengalaman baru selama mereka
berbelanja. Hal ini mendukung pernyataan Hausman dalam Park et al.,
(2006) yang mengatakan bahwa pakaian sebagai produk yang memberikan
pengalaman sensorik, memiliki peranan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan hedonis seperti kesenangan karena sesuatu yang baru, hiburan,
stimulasi atau dorongan untuk berbelanja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
Konsumen dalam keterlibatan fashion yang tinggi yang dialami
konsumen akan dapat mempengaruhi kecenderungan konsumsi hedonik
mereka. Konsumen yang cenderung memiliki keterlibaan dalam memilih
suatu produk fashion akan lebih cenderung melakukan konsumsi secara
hedonik. Keterlibatan konsumen terhadap fashion dapat mempengaruhi
konsumen dalam merasakan pengalaman dalam berbelanja dan mencari
kepuasan melalui pembelian secara hedonis (Chang et al,2004). Hal ini
membuktikan bahwa apakah ada hubungan antara keterlibatan fashion
dengan kecenderungan konsumsi hedonik. Yang berarti bahwa konsumen
yang memiliki keterlibatan fashion yang tinggi sering berbelanja untuk
memenuhi kebutuhan hedonik.
4.
Pengaruh kecenderungan konsumsi hedonik
terhadap pembelian
impulsif
Hausman dalam Park et al., (2006) menemukan bahwa perilaku
pembelian impulsif dilakukan konsumen untuk memuaskan hasrat hedonik
yaitu kesenangan,
menemukan dan merasakan hal-hal baru, fantasi,
interaksi sosial, dan emosional. Penelitian Park et al. (2006) menunjukkan
bahwa nilai yang bersifat emosional (hedonik) mendorong terjadinya
pembelian impulsif. Semuel (2006) menemukan bahwa nilai emosional
mempunyai dampak positif secara langsung terhadap kecenderungan
perilaku pembelian impulsif. Menurut Rachmawati (2009) konsumen lebih
mungkin terlibat dalam pembelian tidak terencana ketika mereka termotivasi
oleh keadaan hedonis atau alasan ekonomi, seperti kesenangan, fantasi dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
sosial atau kepuasaan emosional. Menurutnya pula sejak tujuan pengalaman
belanja untuk mencukupi kebutuhan hedonis, produk yang akan dibeli ini
nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan mereka menghadirkan suatu
peristiwa impulse buying.
Tauber (1972) dalam Gultekin and Ozer (2012) menjelaskan bahwa
belanja tidak hanya sebagai suatu kegiatan untuk melakukan pembelian saja,
tetapi juga suatu kegiatan untuk menghabiskan waktu dengan teman,
mengikuti trend baru ataupun bertujuan untuk mendapatkan diskon.
Perilaku untuk membeli barang-barang fashion secara impulsif dimotivasi
oleh versi yang baru dari fashion, merek barang yang mahal yang dapat
mendorong konsumen untuk mendapat pengalaman secara hedonis
(Goldsmith dan Emmert, 1991 dalam Park et al., 2006).
Kecenderungan konsumsi hedonik berpengaruh secara langsung
terhadap pembelian impulsif yang berorientasi fashion karena konsumen
yang melakukan pembelian pakaian sebagian besar adalah perempuan,
dimana perempuan memiliki tingkat konsumsi hedonik yang tinggi,
perempuan suka berbelanja baik secara online maupun offline (Babin,
Darden Babin and Griffin, 1994; Cliders et al., 2001; Hirschman and
Holbrook,1982; Yang and Lee, 2010 dalam Close, 2012). Hansen and
Jansen (2009) juga menjelaskan bahwa perempuan lebih dominan terhadap
keterlibatan pembelian secara hedonik pada saat membeli pakaian atau
hadiah (Dholakia, 2012). Oleh karena itu, kecenderungan konsumsi hedonik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
tersebut dapat memicu meningkatnya perilaku pembelian secara impulsif
pada saat berbelanja pakain.
5.
Pengaruh kecenderungan konsumsi hedonik terhadap emosi positif
Penelitian yang dilakukan oleh Pattipeilohy (2013) dan Park et al.
(2006) bahwa konsumsi hedonik berpengaruh signifikan terhadap emosi
positif.
Konsumen
dalam
hal pembelian
pakaian
yang
memiliki
kecenderungan untuk melakukan konsumsi hedonik seperti keinginan untuk
memuaskan rasa penasaran akan hal-hal yang baru, keinginan konsmen
mendapatkan pengalaman baru dan keinginan untuk merasa menjelajahi
dunia baru saat berbelanja. Dalam hal ini konsumen akan merasa sangat
bergairah dan puas selama mereka berbelanja ketika mereka mampu
mengekspresikan keingintahuan, memenuhi kebutuhan untuk dapatkan
pengalaman
baru
dan
adanya
perasaan
bahwa
mereka
tengah
mengeksplorasi dunia baru.
Hausman dalam Park et al., (2006) menemukan bahwa perasaan yang
positif dari konsumen seperti kesenangan, erat kaitannya dengan
pengalaman berbelanja hedonik dan aspek baru dalam belanja hedonik,
sehingga bisa disimpulkan bahwa konsumen yang memiliki kecenderungan
konsumsi hedonik yang tinggi terhadap produk fashion dapat meningkatkan
emosi positif dari konsumen saat berbelanja.
Peran ini mendukung hubungan antara motivasi belanja hedonik dan
perilaku pembelian impulsif. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen lebih
mungkin terlibat dalam pembelian impulsif ketika konsumen termotivasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
oleh keinginan hedonik atau alasan ekonomi seperti kesenangan atau
kepuasan emosional. Konsumen yang memiliki kecenderungan melakukan
konsumsi hedokin melakukan hal tersebut karena memiliki tujuan tertentu
yang dapat berhubungan dengan emosional. Ketika konsumen melakukan
pembelian maka suasana emosional mereka dapat menjadi lebih ke arah
positif (puas, gembira, bahagia) atau ke arah negatif yang berupa rasa
penyesalan karena telah membeli produk tersebut tanpa berpikir
sebelumnya.
Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan maka menunjukkan
bahwa konsumsi hedonik yang dilakukan oleh konsumen menunjukkan
keinginan untuk mengejar kesenangan dan pengalaman saat berbelanja.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Alba and Williams (2012) bahwa
konsumsi hedonik berusaha mengeksplorasi kesenangan dan bagaimana
konsumen mengejar sebuah kesenangan. Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pembeli pakaian yang melakukan konsumsi hedonik
berusaha mengeksplorasi kesenangan mereka kemudian dapat menciptakan
emosi positif konsumen pada saat berbelanja pakaian.
6.
Pengaruh emosi positif terhadap pembelian impulsif
Emosi positif berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif,
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Park et al. (2006)
yaitu menunjukkan bahwa emosi positif memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pembelian impulsif berorientasi fashion konsumen dengan emosi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
positif seperti perasaan antusias dan puas ketika berbelanja secara impulsif
membeli produk fashion selama perjalanan belanja mereka.
Penelitian dari Vezifehdoost (2014:230) dan Pattipeilohy (2013)
menunjukkan hasil yang sama yaitu emosi positif memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pembelian impulsif berorientasi fashion. Semakin tinggi
emosi positif konsumen akan meningkatkan pembelian impulsif berorientasi
fashion oleh konsumen. Dengan adanya emosi positif yang dirasakan oleh
konsumen saat berbelanja akan memicu pembelian secara impulsif bagi
konsumen.
Dengan demikian, semakin besar emosi positif dari pelanggan,
semakin besar keinginan untuk melakukan pembelian impulsif (Verhagen
dan Dolen, 2011). Hausman dalam Park et al., (2006) menyatakan bahwa
emosi sangat kuat mempengaruhi tindakan konsumen, termasuk dalam
pembelian impulsif dan menurut Rook dalam Park et al., (2006) juga
mengemukakan bahwa konsumen yang memiliki emosi positif akan
melakukan pembelian impulsif yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan oleh
perasaan yang tak terbatas, keinginan untuk menghargai diri mereka sendiri
serta energi yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Babin and
Babin (2001), Hausman (2000), Youn and Faber (2000) dalam Park et
al.(2006)
yang
menjelaskan
bahwa
kecenderungan
emosi
positif
mengurangi kerumitan untuk membeli secara impulsif. Emosional memiliki
peran yang penting dalam membuat keputusan pembelian pakaian secara
impulsif. Bila dikaitkan dengan teori tersebut maka dapat disimpulkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
bahwa dengan adanya dengan adanya emosi positif dapat memicu
ketertarikan konsumen untuk melakukan pembelian pakaian secara impulsif.
D. Rerangka Pemikiran
H2
Fashion
Involvement
H1
H3
Positive
Emotion
H5
H6
H4
Hedonic
Consumption
Tendency
Gambar 2 Model Penelitian
Sumber : Adaptasi dari Park et al., (2006 : 437)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Impulse
Buying
45
E. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pertanyaan sementara atau dugaan yang paling
memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya. Hubungan antar
variabel dalam penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:
1.
Keterlibatan fashion berpengaruh positif terhadap emosi positif.
2.
Keterlibatan Fashion berpengaruh positif terhadap pembelian
impulsif.
3.
Keterlibatan Fashion berpengaruh positif terhadap kecenderungan
konsumsi hedonik.
4.
Kecenderungan konsumsi hedonik berpengaruh positif terhadap
pemebelian impulsif.
5.
Kecenderungan konsumsi hedonik berpengaruh positif terhadap emosi
positif
6.
Emosi positif berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download